Pengaruh Status Sosial Ekonomi, Budaya Dan Pemeriksaan Kehamilan Ibu Terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

(1)

PENGARUH STATUS SOSIAL EKONOMI, BUDAYA DAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN TERHADAP KEJADIAN BAYI BERAT

LAHIR RENDAH (BBLR) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANCUR BATU KABUPATEN

DELI SERDANG TAHUN 2012

TESIS

Oleh

SURYA ANITA 107032183/IKM

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH STATUS SOSIAL EKONOMI, BUDAYA DAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN TERHADAP KEJADIAN BAYI BERAT

LAHIR RENDAH (BBLR) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANCUR BATU KABUPATEN

DELI SERDANG TAHUN 2012

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SURYA ANITA 107032183/IKM

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH STATUS SOSIAL EKONOMI, BUDAYA DAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN IBU TERHADAP KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANCUR KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2012

Nama Mahasiswa : Surya Anita Nomor Induk Mahasiswa : 107032183

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si)

Ketua Anggota

(dr. Yusniwarti Yusad, M.Si)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 7 Februari 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian. M.Si Anggota : 1. dr. Yusniwarti Yusad, M.Si

2. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si 3. Dra. Syarifah, M.S


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH STATUS SOSIAL EKONOMI, BUDAYA DAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN TERHADAP KEJADIAN BAYI BERAT

LAHIR RENDAH (BBLR) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANCUR BATU KABUPATEN

DELI SERDANG TAHUN 2012

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, April 2013

Surya Anita 107032183/IKM


(6)

ABSTRAK

BBLR adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram, BBLR merupakan salah satu faktor resiko yang berkontribusi terhadap kematian bayi Kejadian BBLR di Kecamatan Pancur Batu tahun 2012 adalah 31 (8%) kasus dari 382 kehamilan, yang tersebar di 21 desa wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh status sosial ekonomi (pendidikan dan pendapatan) dan budaya (pola makan, makanan pantangan dan pembagian makanan dalam keluarga) pemeriksaan kehamilan ibu (jumlah kunjungan dan komponen pelayanan 7T) terhadap kejadian BBLR di wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. Jenis penelitian yang dilakukan adalah Observasional-analitik dengan rancangan kasus-kontrol yang dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu melahirkan di wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang bulan Mei-September 2012. Sebanyak 382 orang dan sampel sebanyak 62 orang, Data dianalisis dengan uji regresi logistik ganda.

Hasil penelitian menujukkan ada pengaruh antara pendapatan dengan nilai OR=0,081, pola makan dengan nilai OR=28,076, kunjungan pemeriksaan kehamilan dengan nilai OR=17,588 dan komponen pemeriksaan kehamilan 7T dengan nilai OR=9,776 terhadap kejadian BBLR. Variabel paling besar pengaruhnya terhadap kejadian BBLR adalah pola makan ibu selama hamil.

Pendapatan yang rendah, pola makan yang tidak baik yaitu jenis makanan yang tidak mengandung zat gizi seimbang sesuai kebutuhan selama hamil dan frekuensi makan yang kurang dari 3 kali sehari, kunjungan pemeriksaan kehamilan kurang dari 4 kali dan pemeriksaan kehamilan 7T yang tidak didapat ibu saat pemeriksaan kehamilan mempengaruhi ibu melahirkan BBLR.

Diharapkan kepada ibu-ibu hamil untuk memperbaiki pola makan dengan cara mengkonsumsi beraneka ragam jenis makanan, melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin, kepada petugas kesehatan lebih intensif melakukan kunjungan rumah dalam rangka penyuluhan pencegahan BBLR.

Kata Kunci : Status Sosial Ekonomi, Pemeriksaan Kehamilan, BBLR


(7)

ABSTRACT

LBW is a baby with a birth weight less than 2500 grams, low birth weight is a risk factor contributing to the incidence of low birth weight infant mortality in Sub Pancur Stone in 2012 was 31 (8%) of 382 cases of pregnancy, which is spread across 21 rural health centers working area Pancur Stone Deli Serdang regency.

The purpose of this study to analyze the effect of socioeconomic status (education and income) and cultural (diet, food taboos and food distribution within the family) maternal prenatal care (number of visits and service components 7T) on the incidence of LBW in the working area of Stone County Health Center Pancur Deli Serdang. Type of research is observational-analytical case-control design anmatch, which was done in the Work Area Health Center Pancur Stone Deli Serdang regency. The population I n this study were all pregnant women in the workplace health center stone Pancur Deli Serdang months from May to September 2012. A total of 382 people and a sample of 62 people, Data were analized by multiple logistic regresion.

The results showed no effect of income to the value of OR=0,081, a diet with a value of OR=28,076, maternal prenatal care visists with a value of OR=17,588 and 7T prenatal component to the value of OR =9,776 on the incidence of LBW. Variable greatest effect on the incidence of low birth weight is maternal diet during pregnancy. Low income, diet is not good, that kind of food that does not contain a balanced nutrient needs during pregnancy and the frequency of eating less than three meals a day, maternal prenatal care visits of less than 4 times and 7T antenatal mothers who do not get prenatal care when influence of maternal LBW.

Expected to pregnant mothers to improve your diet by eating a wide variety of foods, regular prenatal checks, to more intensive health workers conduct home visits in order LBW prevention counseling.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala karunia dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul “ Pengaruh Status Sosial Ekonomi, Budaya dan Pemeriksaan Kehamilan Terhadap Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012”

Penulis penyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terlaksana dengan baik tenpa bantuan, dukungan, bimbingan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan yang baik ini izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan masukan dan saran dalam penulisan tesis ini.

4. Dr. Ir Evawany Aritonang, M.Si selaku sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan Penguji I yang telah memberikan masukan dan saran dalam penulisan tesis ini.


(9)

5. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M, selaku Sekretaris Program Studi S3 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

6. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si selaku komisi pembimbing I yang telah memberikan perhatian, kesabaran, dukungan dan pengarahan sejak penyusunan proposal hingga tesis ini selesai

7. dr. Yusniwarti Yusad, M.Si selaku komisi pembimbing II yang penuh perhatian dan kesabaran dalam memberikan bimbingan dan arahan terus menerus sejak penyusunan proposal hingga tesis ini selesai

8. Dra. Syarifah, M.S, selaku penguji II yang telah bersedia untuk memberikan masukan dan saran demi menyempurnakan tesis ini

9. Dr. Dra. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes, selaku Ketua STIKes Mutiara Indonesia Medan yang telah memberikan izin untuk mengikuti pendidikan ini.

10. dr. Susi Evanta Maria Sembiring, M.Kes selaku kepala Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang yang telah bersedia memberikan izin tempat untuk melakukan penelitian dan bidan desa yang telah banyak membantu memberikan informasi serta data yang diperlukan untuk penulisan tesis ini

11. Suami tercinta Catur Adiwintoro, SE yang telah mengizinkan dan member dukungan moril dan material serta doa kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.


(10)

12. Orang tua yang sangat penulis sayangi Thalib Hadianto dan Alm. Delyati Daulay atas pengorbanan dan kasih sayangnya yang tiada pernah berhenti sampai akhir hayatnya.

13. Buat putraku tercinta Syahidan Alif yang selalu sabar, pengertian, pemberi motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

14. Seluruh rekan-rekan mahasiswa di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat khususnya minat studi Kesehatan Reproduksi serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam proses penulisan tesis ini hingga selesai.

Hanyaa Allah SWT yang senantiasa dapat memberikan balasan atas kebaikan yang telah diperbuat. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga tesis ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya.

Medan, April 2013 Penulis

Surya Anita 107032183/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Surya Anita yang dilahirkan di Tebing Tinggi pada tanggal 18 Oktober 1979, anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis telah menikah tanggal 28 Maret 2010 dengan Catur Adiwintoro, SE dan dikaruniai satu putra, bertempat tinggal di Medan.

Penulis manamatkan pendidikan Sekolah Dasar Negri 164524 Tebing Tinggi pada tahun 1992, selanjutnya menamatkan Sekolah Menengah Pertama Negeri 01 Tebing Tinggi tahun 1995, kemudian melanjutkan SPK Pemda Tebing Tinggi tamat pada tahun 1998. Tahun 2002 menamatkan pendidikan Akademi Kebidanan Pemko Tebing Tinggi, tahun 2005 menyelesaikan pendidikan S1 Kesehatan Masyarakat STIKes Mutiara Indonesia Medan.

Penulis memulai karir tahun 2002 sebagai ibu asrama merangkap asisten dosen laboratorium di AKBID Sari Mutiara Medan. Kemudian tahun 2007 sampai sekarang Staff pengajar di STIKes Mutiara Indonesia Medan. Tahun 2010 penulis mengikuti pendidikan lanjutan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat dengan minat studi Kesehatan Reproduksi.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Hipotesis ... 9

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Status Sosial Ekonomi... 10

2.1.1 Pendidikan ... 12

2.1.2 Pendapatan ... 15

2.2 Budaya Ibu ... 16

2.2.1 Pola Makan... 17

2.2.2 Makanan Pantangan ... 19

2.2.3 Pembagian Makaan dalam Keluarga ... 21

2.3 Pemeriksaan Kehamilan ... 24

2.3.1 BBLR ... 25

2.3.2 Landasan Teori ... 28

2.3.3 Kerangka Teori... 29

2.3.4 Kerangka Konsep ... 29

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 31

3.1 Jenis Penelitian ... 31

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

3.3 Populasi dan Sampel ... 32

3.3.1 Populasi ... 32

3.3.2 Sampel ... 32

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 33

3.4.1 Data Primer ... 33

3.4.2 Data Skunder ... 34


(13)

3.5.1 Variabel Penelitian ... 34

3.5.2 Definisi Operasional ... 34

3.6 Metode Pengukuran ... 36

3.6.1 Status Sosial Ekonomi ... 36

3.6.2 Budaya ... 37

3.6.3 Pemeriksaan Kehamilan ... 39

3.7 Metode Analisis Data ... 40

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 42

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 42

4.1.1 Letak Geografis ... 42

4.1.2 Demografi ... 42

4.1.3 Pendidikan ... 43

4.1.4 Sarana Kesehatan ... 43

4.2 Analisis Univariat ... 44

4.2.1 Karakteristik Ibu ... 44

4.3 Analisis Bivariat ... 45

4.3.1 Hubungan Pendidikan Ibu dengan BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 ... 45

4.3.2 Hubungan Pendapatan Ibu dengan BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 ... 45

4.3.3 Hubungan Pola Makan Ibu dengan BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 ... 46

4.3.4 Hubungan Makanan Pantangan Ibu dengan BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 ... 47

4.3.5 Hubungan Pembagian Makanan dalam Keluarga Ibu dengan BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 ... 48

4.3.6 Hubungan Kunjungan Ibu Hamil ke Petugas Kesehatan dengan BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 ... 48

4.3.7 Hubungan Komponen Pemeriksaan Kehamilan (7T) dengan BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 ... 49


(14)

BAB 5. PEMBAHASAN ... 53

5.1 BBLR ... 53

5.2 Pengaruh Status Sosial Ekonomi Ibu terhadap Kejadian BBLR . 54 5.2.1 Pendidikan ... 54

5.2.2 Pendapatan ... 56

5.3 Pengaruh Budaya Ibu terhadap Kejadian BBLR ... 58

5.3.1 Pola Makan ... 58

5.3.2 Makanan Pantangan ... 61

5.3.3 Pembagian Makanan dalam Keluarga ... 62

5.4 Pemeriksaan Kehamilan ... 63

5.4.1 Jumlah Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan ... 63

5.4.2 Komponen Pemeriksaan Kehamilan 7T ... 65

5.5 Keterbatasan Penelitian ... 67

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

6.1 Kesimpulan ... 68

6.2 Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70

LAMPIRAN ... 74


(15)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman 2.1 Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (Per Orang Perhari)

Menurut Ukuran Rumah Tangga ... 18 3.1 Distribusi Pengambilan Sampel Ibu yang Memiliki BBLR dan

Tidak Memiliki BBLR ... 33 3.2 Aspek Pengukuran Status Sosial Ekonomi Tingkat

Pendidikan dan Pendapatan Responden ... 37 3.3 Aspek Pengukuran Budaya (Pola Makan Responden,

Makanan Pantangan, Distribusi Makanan dalam Keluarga)... 38 3.4 Aspek Pengukuran Pemeriksaan Kehamilan ... 39 4.1 Distribusi Karakteristik Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas

Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ... 44 4.2 Hubungan Pendidikan Ibu dengan BBLR di Wilayah Kerja

Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ... 45 4.3 Hubungan Pendapatan Ibu dengan BBLR di Wilayah Kerja

Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ... 46 4.4 Hubungan Pola Makan Ibu dengan BBLR di Wilayah Kerja

Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ... 46 4.5 Hubungan Makanan Pantangan Ibu dengan Kejadian BBLR

di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten

Deli Serdang ... 47 4.6 Hubungan Pembagian Makanan dalam Keluarga Ibu dengan

BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten

Deli Serdang ... 48 4.7 Hubungan Kunjungan Ibu Hamil ke Petugas kesehatan dengan

BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten


(16)

4.8 Hubungan Komponen Pemeriksaan Kehamilan 7T dengan BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten

Deli Serdang ... 50 4.9 Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Antara Status

Sosial Ekonomi, Budaya dan Pemeriksaan Kehamilan dengan BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten


(17)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman 2.1 Kerangka Teori Penyebab Terjadinya BBLR... 29 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Pengaruh Status Sosial

Ekonomi dan Budaya Ibu Hamil terhadap Kejadian BBLR... 29 3.1 Desain Kasus-Kontrol Pengaruh Status Sosial Ekonomi


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1 Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden ... 74

2 Kuesioner Penelitian... .. 75

3 Analisis Univariat (Distribusi Frekuensi) ... 83

4 Analisis Bivariat (Uji Chi Square) ... 91

5 Analisis Multivariat (Uji Regresi Logistik) ... 105

6 Master Data Penelitian ... 109


(19)

ABSTRAK

BBLR adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram, BBLR merupakan salah satu faktor resiko yang berkontribusi terhadap kematian bayi Kejadian BBLR di Kecamatan Pancur Batu tahun 2012 adalah 31 (8%) kasus dari 382 kehamilan, yang tersebar di 21 desa wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh status sosial ekonomi (pendidikan dan pendapatan) dan budaya (pola makan, makanan pantangan dan pembagian makanan dalam keluarga) pemeriksaan kehamilan ibu (jumlah kunjungan dan komponen pelayanan 7T) terhadap kejadian BBLR di wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. Jenis penelitian yang dilakukan adalah Observasional-analitik dengan rancangan kasus-kontrol yang dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu melahirkan di wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang bulan Mei-September 2012. Sebanyak 382 orang dan sampel sebanyak 62 orang, Data dianalisis dengan uji regresi logistik ganda.

Hasil penelitian menujukkan ada pengaruh antara pendapatan dengan nilai OR=0,081, pola makan dengan nilai OR=28,076, kunjungan pemeriksaan kehamilan dengan nilai OR=17,588 dan komponen pemeriksaan kehamilan 7T dengan nilai OR=9,776 terhadap kejadian BBLR. Variabel paling besar pengaruhnya terhadap kejadian BBLR adalah pola makan ibu selama hamil.

Pendapatan yang rendah, pola makan yang tidak baik yaitu jenis makanan yang tidak mengandung zat gizi seimbang sesuai kebutuhan selama hamil dan frekuensi makan yang kurang dari 3 kali sehari, kunjungan pemeriksaan kehamilan kurang dari 4 kali dan pemeriksaan kehamilan 7T yang tidak didapat ibu saat pemeriksaan kehamilan mempengaruhi ibu melahirkan BBLR.

Diharapkan kepada ibu-ibu hamil untuk memperbaiki pola makan dengan cara mengkonsumsi beraneka ragam jenis makanan, melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin, kepada petugas kesehatan lebih intensif melakukan kunjungan rumah dalam rangka penyuluhan pencegahan BBLR.

Kata Kunci : Status Sosial Ekonomi, Pemeriksaan Kehamilan, BBLR


(20)

ABSTRACT

LBW is a baby with a birth weight less than 2500 grams, low birth weight is a risk factor contributing to the incidence of low birth weight infant mortality in Sub Pancur Stone in 2012 was 31 (8%) of 382 cases of pregnancy, which is spread across 21 rural health centers working area Pancur Stone Deli Serdang regency.

The purpose of this study to analyze the effect of socioeconomic status (education and income) and cultural (diet, food taboos and food distribution within the family) maternal prenatal care (number of visits and service components 7T) on the incidence of LBW in the working area of Stone County Health Center Pancur Deli Serdang. Type of research is observational-analytical case-control design anmatch, which was done in the Work Area Health Center Pancur Stone Deli Serdang regency. The population I n this study were all pregnant women in the workplace health center stone Pancur Deli Serdang months from May to September 2012. A total of 382 people and a sample of 62 people, Data were analized by multiple logistic regresion.

The results showed no effect of income to the value of OR=0,081, a diet with a value of OR=28,076, maternal prenatal care visists with a value of OR=17,588 and 7T prenatal component to the value of OR =9,776 on the incidence of LBW. Variable greatest effect on the incidence of low birth weight is maternal diet during pregnancy. Low income, diet is not good, that kind of food that does not contain a balanced nutrient needs during pregnancy and the frequency of eating less than three meals a day, maternal prenatal care visits of less than 4 times and 7T antenatal mothers who do not get prenatal care when influence of maternal LBW.

Expected to pregnant mothers to improve your diet by eating a wide variety of foods, regular prenatal checks, to more intensive health workers conduct home visits in order LBW prevention counseling.


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) masih merupakan masalah di bidang kesehatan terutama kesehatan perinatal. BBLR terdiri atas BBLR kurang bulan dan BBLR cukup bulan/lebih bulan. BBLR kurang bulan/prematur, biasanya mengalami penyulit, dan memerlukan perawatan yang memadai, BBLR yang cukup/lebih bulan umumnya organ tubuhnya sudah matur sehingga tidak terlalu bermasalah dalam perawatannya.

BBLR adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram, berat badan lahir merupakan prediktor yang baik untuk pertumbuhan bayi dan kelangsungan hidupnya. Seorang bayi yang cukup bulan pada umumnya lahir dengan berat badan 2500 gran atau lebih, BBLR merupakan salah satu faktor resiko yang mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa perinatal, Angka kejadian dan kematian BBLR akibat komplikasi seperti asfiksia, infeksi, hipotermia, hiperbilirubinemia masih tinggi (Sulani, 2011).

Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia sebesar 35 per 1000 kelahiran hidup (SDKI 2002-2003) masih diatas negara-negara seperti malaysia (10), Thailand (20), Vietnam (18), Brunei (8) dan Singapura (3). Walaupun demikian AKB tersebut sudah menurun sebesar 41% selama 15 tahun ini yaitu dari 59 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1998-2002 (SDKI).


(22)

Sekitar 40% kematian bayi tersebut terjadi pada bulan pertama kehidupannya. Penyebab kematian pada masa perinatal/neonatal pada umumnya berkaitan dengan kesehatan ibu selama hamil, kesehatan janin selama didalam kandungan dan proses pertolongan persalinan yang diterima ibu/bayi yaitu asfiksia, hipotermia karena prematuritas/BBLR (Kepmenkes, 2005)

Hasil survey AKB di provinsi Sumatera Utara yang dilaksanakan oleh FKM USU pada tahun 2010, mencatat AKB Sumatera Utara 23/1.000 kelahiran hidup. Kematian bayi 0-6 hari didominasi oleh gangguan kelainan pernapasan (35,9%), prematuritas (32,4%) dan sepsis (12%) (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2011)

Bayi dengan BBLR merupakan salah satu faktor risiko yang mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa perinatal. Bayi dengan BBLR hingga saat ini masih merupakan masalah di seluruh dunia karena penyebab kematian pada masa bayi baru lahir. Prevalensi BBLR diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3 – 38%. Menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2003, angka kematian neonatal sebesar 20 per 1.000 kelahiran hidup. Dalam satu tahun, sekitar 89.000 bayi usia 1 bulan meninggal. Dengan kata lain setiap 6 menit ada satu neonatus meninggal di Indonesia oleh berbagai sebab. Penyebab utama kematian neonatal adalah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), sebanyak 29 % (Depkes, 2007). Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara berkembang atau sosio-ekonomi rendah (Depkes, 2007).


(23)

Angka kejadian BBLR di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 2,0%-15,1% (Aisyah,dkk 2010).

Statistik menunjukkan bahwa 90% dari kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram. Di Indonesia sendiri 29% kematian bayi secara langsung dikarenakan BBLR (Proverawati & Ismawati, 2010) Studi di Kuala lumpur memperlihatkan terjadinya 20% kelahiran prematur bagi ibu yang tingkat kadar haemoglobinnya dibawah 6,5gr/dl (Amiruddin, dkk 2007).

Berbagai faktor yang dapat meyebabkan terjadinya BBLR diantaranya adalah faktor genetik, faktor demografi dan psikososial, faktor obstetrik, faktor nutrisi, penyakit bawaan ibu, paparan racun, faktor pemeriksaan kehamilan (Kramer, 1987)

Anemia adalah salah satu faktor penyebab terjadinya anemia yang berasal dari ibu yaitu, suatu keadaan adanya penurunan kadar haemoglobin, hematokrit dan jumlah eritrosit dibawah nilai normal. Pada penderita anemia, lebih sering disebut kurang darah, kadar sel adarah merah (haemoglobin atau Hb) dibawah nilai normal. Penyebab bisa karena kurangnya zat gizi untuk pembentukan darah, misalnya zat besi, asam folat, dan vitamin B12. Tetapi sering terjadi adalah anemia karena kekurangan zat besi. Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh (Nurhaeni, 2008).

Kehamilan merupakan suatu hal yang fisiologis yang menjadi dambaan setiap pasangan suami istri. Kehamilan dapat menjadi patologis jika terdapat kelainan-kelainan yang berhubungan dengan kehamilan yang dapat menyebabkan kematian.


(24)

Salah satu faktor yang dapat menyebabkan kematian adalah anemia, terjadinya anemia dikarenakan kurangnya asupan gizi pada ibu hamil. Wanita hamil dengan anemia meningkatkan risiko kematian ibu, prematuritas, Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan angka kematian bayi (Notobroto, 2003).

Penyebab masalah anemia gizi besi secara tidak langsung adalah kurangnya daya beli masyarakat untuk mengkonsumsi makanan sumber zat besi, terutama dengan kesediaan biologik tinggi (asal hewan) ditambah lagi pada perempuan kehilangan darah melalui haid atau pada persalinan. (Almatsier, 2009)

World Health Ogranization (WHO) melaporkan bahwa prevalensi ibu – ibu hamil yang mengalami defisiensi besi sekitar 35–75% serta semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan usia kehamilan. Anemia defisiensi zat besi lebih cenderung berlangsung dinegara yang sedang berkembang dari pada negara yang sudah maju. Tiga puluh enam persen (atau sekitar 1400 juta orang) dari perkiraan populasi 3800 juta orang dinegara yang sedang berkembang menderita anemia jenis ini sedangkan prevalensi dinegara maju hanya sekitar 8% (atau kira-kira 100 juta orang) dari perkiraan populasi 1200 juta orang. Menurut WHO 40% kematian ibu dinegara berkembang berkaitan dengan anemia pada kehamilan (Nurhaeni, 2008)

Anemia merupakan masalah kesehatan yang penting bagi wanita hamil terutama dinegara berkembang seperti di Indonesia. Secara umum di Indonesia anemia merupakan penyakit ke-4 yang prevalensinya terbanyak dengan prevalensi sebesar 20% (SKRT 2007). Sebanyak 40,1 diantaranya adalah ibu hamil dengan jenis anemia yang domin an adalah anemia karena kekurangan zat besi. (SKRT 2007). Hal


(25)

ini juga terbukti di Thailand bahwa penyebab utama anemia pada ibu hamil adalah karena defisiensi zat besi (43,1%). Disamping itu studi di Malawi ditemukan dari 150 ibu hamil terdapat 32% mengalami defisiensi zat besi demikian juga dengan studi di Tanzania memperlihatkan bahwa anemia ibu hamil berhubungan dengan defisiensi zat besi (Fatimah, dkk 2011).

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Depkes, 2008) Sulawesi Tenggara termasuk Provinsi dengan prevalensi anemia sangat tinggi di Indonesia selain Maluku utara, prevalensi anemia gizi ibu hamil di Sulawesi tenggara 6 2,5% selain itu Data tahun 2009 Prevalensi Anemia pada ibu hamil 67,21% di Provinsi Sumatera Utara (Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara 2009) . Banyak pada wanita hamil, anemia gizi besi disebabkan oleh konsumsi makanan yang tidak memenuhi syarat gizi (Amiruddin dkk, 2004).

Persentase wanita hamil dari keluarga miskin terus meningkat seiring bertambahnya usia kehamilan (8% anemia di trimester I, 12 persen anemia di trimester II dan 29% anemia pada trimester III). Sebuah penelitian yang dilakukan di Manado pada Oktober 2002 terhadap 30 ibu hamil menunjukkan ada hubungan positif antara pendapatan ibu hamil dengan kadar serum ferritin darahnya. (Fatmah, 2012).

Budaya adalah merupakan hal – hal yang berkaitan dengan akal, dimana mencakup kebiasaan – kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masayarakat dan berperan dalam setiap aspek kehidupan, tetapi masih banyak dijumpai sejumlah perilaku budaya yang dinilai tidak sesuai dengan prinsip – prinsip


(26)

kesehatan menurut ilmu kedokteran atau bahkan membrikan dampak kesehatan yang kurang menguntungkan bagi ibu dan anaknya (Syafrudin & Mariam, 2010).

Prilaku budaya yang berpengaruh terhadap anemia diantaranya adalah, pola makan, makanan pantangan dan pembagian makanan dalam keluarga, hasil penelitian Fatimah, dkk 2011 di Kabupatem Maros Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa pola makan ibu hamil memiliki hubungan yang signifikan terhadap rendahnya kadar Hb ibu hamil, senada dengan penelitian Harnany 2006 di Kota Pekalongan menunjukkan bahwa 85% ibu hamil yang anemia merupakan responden yang memiliki makanan pantangan.

Status gizi ibu akan mempengaruhi status gizi janin dan berat lahir bayi. Penilaian status gizi dan perubahan fisiologis selama hamil dapat digunakan untuk memperkirakan laju pertumbuhan janin, misalnya berat badan bayi rendah sebelum konsepsi serta pertambahan berat badan yang tidak adekuat (Arisman, 2004).

Status gizi ibu hamil sangat erat kaitannya dengan berat bayi lahir, bayi dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gr mempunyai kesemapatan tinggi secara statistik untuk mendapatkan penyakit atau meninggal pada awal kehidupannya. Pada tubuh ibu yang kurang gizi tidak dapat membentuk plasenta yang sehat, yang cukup menyimpan zat – zat gizi untuk janin selama pertumbuhannya.

Maka gizi ibu yang kurang baik perlu diperbaiki keadaan gizinya atau yang obesitas menjadi mendekati normal, yang dilakukan sebelum hamil. Sehingga mereka mempunyai kesempatan lebih besar untuk mendapatkan bayi yang sehat, serta untuk mempertahankan kesehatnnya sendiri (Soejiningsih, 2000)


(27)

Status gizi ibu hamil sangat mempengaruhi pertumbuhan janin dalam kandungan, apabila status gizi buruk, baik sebelum kehamilan atau pada saat kehamilan akan menyebabkan BBLR. Disamping itu akan mengakibatkan terlambatnya pertumbuhan otak janin, anemia pada bayi baru lahir, bayi baru lahir mudah terinfeksi, abortus dan sebagainya. Kondisi anak yang terlahir dari ibu yang kekurangan gizi dan hidup dalam lingkungan yang miskin akan menghasilkan generasi yang kurang gizi dan mudah terkena penyakit infeksi. Keadaan ini biasanya ditandai dengan berat dan tinggi badan yang kurang optimal (Soejiningsih, 2001)

Menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS, 2010) ternyata hanya 61,4 % ibu hamil yang datang berkunjung untuk memeriksakan kehamilan 4 kali dengan pola kunjungan 1 kali trimester 1, 1 kali trimester 2 dan 2 kali trimester 3 dengan komponen lengkap pemeriksaan 5T hanya 19,9% dan provinsi Sumatera Utara yang terendah hanya 6,8%. Sedangkan Cakupan pemeriksaan kehamilan K4 Propinsi Sumatera Utara antara 70-82% padahal standar cakupan K4 seharusnya 95% (Profil Sumatera Utara, 2011)

Kunjungan ibu untuk melakukan pemeriksaan kehamilan merupakan salah satu cara untuk menurunkan angka kejadian BBLR penelitian Asiyah dkk, dikota Kediri menunjukkan hal yang bertentangan ternyata 95% ibu yang melahirkan BBLR 4x atau lebih melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan tetapi dengan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar 7T.

Berdasarkan survey awal yang dilakukan di Kecamatan Pancur Batu Mei-September 2012 terdapat ibu hamil 382 dan 8% diantaranya melahirkan bayi BBLR


(28)

yang tersebar di 21 desa, dimana masih dijumpai penduduk dengan keadaan status sosial ekonomi dibawah Upah Minimum Propinsi (UMP) dan latar belakang pendidikan rendah selain itu dengan komposisi penduduk yang didominasi suku Karo, Batak dan Jawa yang masih memegang prilaku sesuai dengan adat istiadatnya dianhtaranya pada suku karo dilarang makan daun katuk, pada suku jawa dilarang makan jantung pisang, minum es, dan dianjurkan untuk banyak makan minyak goreng, pada suku batak dialarang minum es, makan pisang gempet, semuanya prilaku ini dilaksanakan tanpa alasan yang logika. Ibu hamil juga kurang dari 4 kali melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk mengangkat topik Pengaruh status sosial ekonomi, budaya dan pemeriksaan kehamilan ibu terhadap kejadian BBLR di wilayah kerja puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang.

1.2.Permasalahan

Permasalahan penelitian ini adalah bagaimana pengaruh status sosial ekonomi budaya dan pemeriksaan kehamilan ibu terhadap kejadian BBLR di wilayah kerja puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang tahun 2012

1.3.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh status sosial ekonomi (pendidikan dan pendapatan) dan budaya (pola makan, makanan pantangan dan pembagian makanan dalam keluarga) pemeriksaan kehamilan ibu (jumlah kunjungan


(29)

dan komponen pelayanan 7T) terhadap kejadian BBLR di wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang.

1.4.Hipotesis

Faktor sosial ekonomi, budaya dan pemeriksaan kehamilan ibu berpengaruh terhadap kejadian BBLR di wilayah kerja puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang tahun 2012.

1.5.Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan:

1.5.1. Bermanfaat sebagai bahan masukan bagi para pengambil kebijakan di Dinas Kesehatan dalam program penanggulangan BBLR.

1.5.2. Bermanfaat sebagai bahan informasi bagi petugas kesehatan agar mendeteksi secara dini anemia pada kehamilan yang akan menyebabkan peningkatan BBLR


(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Status Sosial Ekonomi

Faktor sosial ekonomi yaitu meliputi data sosial yaitu, keadaan penduduk, keadaan keluarga, pendidikan, perumahan, dapur penyimpanan makanan, sumber air, kakus. Sementara data ekonomi meliputi pekerjaan, pendapatan keluarga, kekayaan, pengeluaran dan harga makanan yang tergantung pada pasar dan variasi musim (Supriasa, 2002).

Menurut Dalimunthe (1995), kehidupan sosial ekonomi adalah suatu kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang menggunakan indikator pendidikan, pekerjaan dan penghasilan sebagai tolak ukur.

Menurut pendapat Junaidi (1999), keluarga adalah individu dengan jati diri yang khas yang memiliki karakteristik tersendiri. Karakteristik adalah sifat individu yang relatif tidak berubah, atau yang dipengaruhi lingkungan seperti umur, jenis kelamin, suku bangsa, kebangsaan, pendidikan dan lain-lain. Perkembangan intelektual akan kesadaran lingkungan seorang individu seringkali dilepaskan dan bahkan dipisahkan dengan masalah keluarga. Hal – hal semacam inilah yang sering menimbulkan masalah-masalah sosial, karena kehilangan pijakan. Oleh karena itu adalah bijaksana kalau dilihat dan dikembalikan peranan keluarga dan proporsi yang sebenarnya dengan skala prioritas yang pas. Fungsi ekonomi yaitu : 1). kebutuhan makan dan minum, 2). kebutuhan pakaian untuk menutup tubuh, 3). kebutuhan


(31)

tempat tinggal. Sehubungan dengan fungsi tersebut maka orang tua diwajibkan untuk berusaha keras agar supaya setiap anggota keluarga dapat cukup makan dan minum, cukup pakaian serta tempat tinggal.

Masalah gizi di Indonesia dan di negara berkembang pada umumnya masih didominasi oleh masalah Kurang Energi Protein (KEP), Masalah Anemia Besi, masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), masalah Kurang Vitamin A (KVA) (Nyoman S, dkk 2002).

Rawan pangan dan gizi masih menjadi salah satu masalah besar bangsa ini. Masalah gizi berawal dari ketidakmampuan rumah tangga mengakses pangan, baik karena masalah ketersediaan di tingkat lokal, kemiskinan, pendidikan dan pengetahuan akan pangan dan gizi, serta perilaku masyarakat. Kekurangan gizi mikro seperti vitamin A, zat besi dan yodium menambah besar permasalahan gizi di Indonesia. Dengan demikian masalah pangan dan gizi merupakan permasalahan berbagai sektor dan menjadi tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat (Suzeta, 2007).

Salah satu akibat kemiskinan adalah ketidakmampuan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam jumlah dan kualitas yang baik; lebih dari 10 persen penduduk di setiap provinsi mengalami rawan pangan, kecuali di Provinsi Sumatera Barat, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Hal ini berakibat pada kekurangan gizi, baik zat gizi makro maupun mikro, yang dapat diindikasikan dari status gizi anak balita dan wanita hamil (Suzeta, 2007)


(32)

Salah satu akibat kemiskinan adalah ketidak mampuan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam jumlah dan kualitas yang baik; lebih dari 10 persen penduduk di setiap provinsi mengalami rawan pangan, kecuali di Provinsi Sumatera Barat, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Hal ini berakibat pada kekurangan gizi, baik zat gizi makro maupun mikro, yang dapat diindikasikan dari status gizi anak balita dan wanita hamil (BPPN, 2006)

Menurut pendapat Mulyaningrum dan Alchadi (2009) pentingnya status gizi ibu perlu dilihat dari berbagai aspek. Selain akses terhadap keamanan pangan dan terhadap pelayanan kesehatan setinggi-tingginya merupakan hak azasi dasar setiap orang, status gizi ibu juga mempunyai dampak secara sosial dan ekonomi.

Berbagai penelitian semakin menunjukkan bahwa status kesehatan dan resiko kematian dirinya, tetapi juga terhadap kelangsungan hidup dan perkembangan janin yang dikandungnya dan lebih jauh lagi terhadap pertumbuhan janin tersebut sampai usia dewasa. Status sosial ekonomi ini meliputi : Pendidikan dan pendapatan (Syafrudin & Mariam 2010)

2.1.1. Pendidikan

Pendidikan secara umum adalah upaya persuasi atau pembelajaran yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mau melakukan tindakan-tindakan (praktik) untuk memelihara (mengatasi masalah-masalah), dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh pendidikan


(33)

kesehatan ini didasarkan kepada pengetahuan dan kesadarannya melalui proses pembelajaran (Notoatmodjo, 2005)

Pendidikan mempunyai pengaruh nyata terhadap kesehatan ibu. Hamil melalui usia perkawinan dan pengetahuan akan gejala kehamilan dengan risiko tinggi. Perlu dipertimbangkan bahwa faktor tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya sesorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Dalam kepentingan gizi keluarga pendidikan amat diperlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi didalam keluarga dan bisa mengambil tindakan secepatnya (Sandra & Syafiq, 2007).

Pendidikan yang dimiliki oleh seorang ibu akan mempengaruhi pengetahuan dalam pengambilan keputusan dan juga akan berpengaruh pada prilakunya. Ibu dengan pengetahuan gizi yang baik kemungkinan akan memberikan gizi yang cukup bagi dia dan bayinya. Hal ini terlebih lagi kalau seorang ibu tersebut memasuki masa ngidam, di mana perut rasanya tidak mau diisi, mual dan rasa yang tidak karuan. Walaupun dalam kondisi yang demikian jika seseorang memiliki pengetahuan yang baik maka ia akan berupaya untuk memenuhi gizinya dan juga bayinya (Proverawati & Asfuah, 2009)

Rendahnya pendidikan dan pengetahuan berpengaruh pada tingkat kesadaran dan kesehatan, pencegahan penyakit (wanita dengan tingkat pendidikan yang tinggi cenderung lebih memperhatikan kesehatan dalam dan keluarganya (Syafrudin & Mariam 2010).


(34)

Tingkat pendidikan itu sangat mempengaruhi kemampuan penerimaan informasi gizi. Masyarakat dengan tingkat pendidikan yang rendah akan lebih baik mempertahankan tradisi-tradisi yang berhubungan dengan makanan, sehingga sulit menerima informasi baru bidang gizi (Rahardjo 1996).

Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting yang dapat memengaruhi keadaan gizinya karena dengan tingkat pendidikan lebih tinggi diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki menjadi lebih baik. Sering masalah gizi timbul karena ketidaktahuan atau kurang informasi tentang gizi yang memadai. Perlu dipertimbangkan bahwa faktor tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh (Fikawati & Syafiq, 2012)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kusumawati & Mutalazimah tahun 2004 di RSUD Dr. Moewardi Surakarta menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara pendidikan ibu dengan BBLR.

Penelitian yang dilakukan oleh Djaja dkk, di kabupaten Cirebon tahun 2004 didapatkan hasil bahwa 57% ibu dari bayi yang BBLR berpendidikan SD – SMP. Senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Sihombing & Riyandina, di Jakarta nahwa ada hubungan bermakna antara tingkat pendidikan dengan anemia pada ibu hamil responden yang berpendidikan rendah (SD, SMP) beresiko anemia 3,3 kali dibandingkan dengan responden yang berpendidikan tinggi (SMA, D3, PT) (95%).


(35)

2.1.2. Pendapatan

Faktor yang berperan dalam menentukan status kesehatan seseorang adalah tingkat sosial ekonomi, dalam hal ini adalah daya beli keluarga. Kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan antara lain tergantung pada besar kecilnya pendapatan keluarga, harga bahan makanan itu sendiri, serta tingkat pengelolaan sumber daya lahan dan pekarangan. Keluarga dengan pendapatan terbatas kemungkinan besar kurang dapat memenuhi kebutuhan makanannya terutama untuk memenuhi kebutuhan zat gizi dalam tubuhnya (Fikawati & Shafiq, 2012).

Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas hidangan. Semakin banyak mempunyai uang berarti semakin baik makanan yang diperoleh. Dengan kata lain semakin tinggi penghasilan, semakin besar pula persentase dari penghasilan tersebut untuk membeli daging, buah, sayuran dan beberapa jenis bahan makanan lainnya (Fikawati & Shafig, 2012)

Kemiskinan sebagai penyebab gizi kurang menduduki posisi pertama pada kondisi umum di masyarakat. Masalah utama penduduk miskin pada umumnya sangat tergantung pada pendapatan perhari yang pada umumnya tidak mencukupi kebutuhan dasar secara normal. Penduduk miskin cenderung tidak mempunyai cadangan panagan karena daya belinya rendah. Pada tahun 1998, ada 51,0% rumah tangga didaerah perkotaan dan 47,5% rumah tangga didaerah, pedesaan mengalami masalah kekurangan konsumsi pangan (Ernawati, 2006)

Pada umumnya, dengan meningkatnya pendapatan perorangan, terjadilah perubahan-perubahan dalam susunan makanan. Akan tetapi, pengeluaran uang lebih


(36)

banyak untuk pangan yang tidak terjamin lebih beragamnya konsumsi pangan (Suhardjo, 1999)

Keterbatasan penghasilan keluarga turut menentukan mutu makanan yang disajikan. Tidak dapat disangkal bahwa penghasilan keluarga akan turut menentukan hidangan yang disajikan untuk keluarga sehari-hari, baik kualitas maupun jumlah makanan (Proverawati & Asfuah, 2009)

Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Provinsi Sumatera Utara Nomor 188.44/988/KPTS/2011 tanggal 17 Nopember 2011 tentang Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012 sebesar Rp. 1.200.000,- / bulan.

2.2. Budaya Ibu Hamil

Budaya adalah satu kesatuan yang kompleks, termasuk pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum adat dan kesanggupan serta kebiasaan yang diperoleh oleh manusia sebagai anggota sebuah masyarakat. Atau dengan kata lain konsep dari suatu sistem serta peraturan dan makna, yang pernyataannya tergambar melalui cara manusia menjalani kehidupan. Latar belakang budaya mempunyai pengaruh yang penting terhadap bermacam aspek kehidupan manusia yaitu, kepercayaan, tanggapan, emosi, bahasa, agama bentuk keluarga, diet, pakaian, bahasa tubuh. Konsep tentang kehidupan dan sikap terhadap kehidupan, sakit dan bentuk kemalangan lain, yang mempunyai implikasi yang penting terhadap kesehatan dan pemeliharaan kesehatan (Syafrudin & Mariam 2010)


(37)

Banyak sekali pengaruh atau faktor – faktor yang menyebabkan berbagai aspek kesehatan di negara kita, bukan hanya karena pelayanan medik yang tidak memadai atau kurangnya perhatian dari instansi kesehatan. Tetapi banyak yang mempengaruhi kesehatan di Indonesia, anatara lain masih adanya pengaruh sosial budaya yang turun temurun masih dianut sampai dengan saat ini. Selain itu ditemukan pula sejumlah pengetahuan dan prilaku budaya yang dinilai tidak sesuai dengan prinsip – prinsip kesehatan menurut ilmu kedokteran atau bahkan memberikan dampak kesehatan yang kurang menguntungkan bagi ibu dan anaknya (Syafrudin & Mariam 2010). Adapun budaya yang berpengaruh terhadap kejadian BBLR adalah :

2.2.1. Pola Makan

Pola makan adalah cara seseorang atau kelompok orang dalam memilih makanan dan memakannya sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologi, psikologi budaya dan sosial (Waryana, 2010). Pola makan yang baik akan cukup menyediakan gizi yang dibutuhkan untuk kesehatan kehamilan, dan mengurangi risiko lahirnya bayi cacat. Pola makan yang salah pada ibu hamil membawa dampak terhadap terjadinya gangguan gizi antara lain anemia, pertambahan berat badan kurang pada ibu hamil dan gangguan pertumbuhan janin (Samhadi, 2011)

Gambaran pola makan dapat diperoleh dengan metode riwayat makan (Diettary History Methode) adalah untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu seperti


(38)

hari, minggu, bulan atau tahun. Dengan menggunakan metode riwayat makan angka kecukupan gizi juga harus disesuaikan dengan kebutuhan selama kehamilan.

Tabel 2.1. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (Per Orang Perhari) Menurut Ukuran Rumah Tangga

Ibu Hamil Bahan Makanan Ukuran Rumah Tangga Makanan pokok (Nasi, Jagung, Ubi) 4-5 piring Lauk hewani (Ikan, Telur, Daging, dan

sebagainya)

3-4 potong Lauk nabati (Tempe, Tahu dan sebagainya) 2-3 potong

Sayur-sayuran 2-3 mangkuk

Buah-buahan 3 potong

Sumber : Penilaian status gizi

Pola makan merupakan hasil budaya masyarakat yang bersangkutan, dan mengalami perubahan terus-menerus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan tingkat kemajuan budaya masyarakat tersebut, Pola makan yang baik akan cukup menyediakan gizi yang dibutuhkan untuk kesehatan kehamilan, dan mengurangi resiko lahirnya bayi cacat. Selain itu makanan yang baik akan membantu sistem pertahanan tubuh ibu hamil terhadap infeksi, makanan yang baik juga akan melindungi ibu hamil dari akibat buruk zat – zat yang mungkin ditemui seperti obat – obatan, toksin, polutan (Sediaoetama, 2009)

Tambahan makanan untuk ibu hamil dapat diberikan dengan cara meningkatkan kualitas maupun kuantitas makanan ibu sehari – hari, bisa juga dengan memberikan tambahan formula khusus untuk ibu hamil. Pada kehamilan, adanya kenaikan volume darah akan meningkatkan kebutuhan zat besi (terbanyak) dan asam folat (lebih sedikit) (Soetjiningsih, 1995)


(39)

Pola makan telah diketahui sebagai salah satu faktor risiko dari masalah gizi pada ibu hamil hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh St. Fatimah dkk, di Kabupaten Maros Sulawesi Selatan tahun 2011 menyatakan bahwa pola makan ibu hamil memiliki hubungan yang signifikan terhadap rendahnya kadar haemoglobin ibu hamil (St. Fatimah dkk, 2011).

Rendahnya tingkat konsumsi besi sesuai dengan hasil penelitian Subagio, 2004, pada ibu hamil di Kecamatan Karangawen Kabupaten Demak yang menderita defisiensi besi sebesar 59,3% begitu pula hasil penelitian Wahyuni di Kabupaten Bantul Jogjakarta menyatakan bahwa rerata konsumsi besi pada ibu hamil 15,54 setara dengan 33,78% dari AKG yang dianjurkan (Harnany, 2006)

Pola makan yang tidak baik akan meyebabkan asupan gizi ibu hamil tidak tercukupi sehingga berkontribusi terhadap bayi yang dilahirkan yaitu BBLR hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati dan Nur jaya di RSUD Ajjatpannge Watan Soppeng tahun 2010 menunjukkan bahwa adanya hubungan antara status gizi ibu dengan kejadian BBLR.

2.2.2. Makanan Pantangan

Budaya berperan dalam status gizi masyarakat karena ada beberapa kepercayaan, seperti tabu mengonsumsi makanan tertentu oleh kelompok umur tertentu yang sebenarnya makanan tersebut justru bergizi dan dibutuhkan oleh kelompok umur tersebut. Seperti ibu hamil yang tabu mengonsumsi ikan ( Hartriyanti & Triyanti, 2012)


(40)

Tidak tercukupinya zat gizi sebagai penyebab anemia karena masalah pangan, terkait ketersediaan pangan dan kerawanan konsumsi pangan yang dipengaruhi oleh kemiskinan, rendahnya pendidikan, dan adat/kepercayaan yang terkait dengan tabu makanan ( Harnany, 2006).

Pantangan atau tabu adalah suatu larangan untuk mengkonsumsi jenis makanan tabu makanan adalah suatu kebudayaan yang menentukan kapan seseorang boleh atau tidak boleh memakan suatu makanan (Suhardjo, 2003).

Pada dasarnya larangan atau tabu yang mengenai makanan dapat dibagi 2 kategori: (a) pantangan atau larangan mengkonsumsi suatu jenis makanan berdasarkan agama atau kepercayaan, dan (b) pantangan atau larangan pangan yang bukan berdasar agama, tetapi ditunkan dari nenek moyang sejak jaman dahulu, yang tidak diketahui lagi kapan dimulainya. Ada makanan pantangan yang sesuai dengan pendapat para ilmuwan tetapi ada juga yang merugikan kesehatan dan kondisi gizi (Sediaoetama, 2009)

Biasanya pangan pantangan ini ditujukan untuk anak kecil, ibu hamil dan ibu menyusui. Misal anak kecil dilarang makan ikan karena takut cacingan, sakit mata atau sakit kulit. Seperti di Kalimantan Tengah terdapat 27 jenis ikan yang menjadi pantangan ibu hamil karena dapat menyebabkan gangguan kesehatan, mabuk, merusak badan, sulit melahirkan, dan peranakan bisa keluar (Hartati, 2006).

Di beberapa negara berkembang umumnya ditemukan larangan, pantangan atau tabu tertentu bagi makanan ibu hamil. Latar belakang pantangan atau tabu tersebut didasarkan pada kepercayaan agar tidak mengalami kesulitan pada waktu


(41)

melahirkan dan bayinya tidak terlalu besar. Ada pula penduduk di negara- negara Asia yang mempunyai kepercayaan bahwa makanan yang mengandung protein hewani menyebabkan air susuibu beracun bagi anak bayinya (Suhardjo, 2003).

Di dalam wilayah Indonesia ada keyakinan bahwa wanita yang masih hamil tidak boleh makan lele, ikan sembilan, udang, telur, dan nanas. Sayuran tertentu tak boleh dikonsumsi, seperti daun lembayung, pare, dan makanan yang digoreng dengan minyak. Setelah melahirkan atau operasi hanya boleh makan tahu dan tempe tanpa garam/nganyep, dilarang banyak makan dan minum, makanan harus disangan/dibakar, bahkan setelah maghrib samasekali ibu tidak diperbolehkan makan (Dinkes Pemalang, 2000). Hasil penelitian yang dilakukan Harnany di kota Pekalongan tahun 2006 dibuktikan responden yang memiliki pantangan makan sebagian besar (85%) masuk kelompok anemia.

2.2.3. Pembagian Makanan dalam Keluarga

Pembagian makanan berkenaan dengan pembagian pangan yang dikonsumsi oleh perorangan, anggota suatu keluarga. Di sini pun sering pembagian pangan tersebut tidak merata. Yang dimaksud merata disini bukanlah bahwa setiap anggota keluarga tersebut mendapat jatah bagian makanan yang sama banyak, tetapi bahwa setiap anggota keluarga itu mendapat jumlah makanan yang sesuai dengan tingkat kebutuhannya, menurut umur dan keadaan fisik serta jenis kelaminnya (Sediaoetama, 2008).

Struktur kekuasaan di dalam keluarga dan berbagai makanan pantangan, berpengaruh pula atas pola pembagian makanan dalam keluaraga. Ayah biasanya


(42)

dianggap paling berkuasa dan paling penting di dalam keluarga, sehingga kepadanya diberikan hak-hak khusus dalam banyak hal, termasuk hak khusus untuk mendapat bagian makanan yang paling baik dan paling banyak. Bahkan ada beberapa suku bangsa di Asia dan Afrika di mana ayah makan sendirian terdahu lu dan setelah ayah selesai, barulah sisanya dibagikan di antara para anggota keluarga lainnya (Sediaoetama, 2008)

Secara tradisional, ayah mempunyai prioritas utama atas jumlah dan jenis makanan tertentu dalam keluarga. Jika kebiasaan budaya tersebut diterapkan, maka setelah kepala keluarga anak pria dilayani, biasanya dimulai dari yang tertua. Wanita, anak wanita dan anak yang masih kecil boleh makan bersama anggota keluarga pria, tetapi dibeberapa lingkunan budaya, mereka makan terpisah pada meja lain bahkan setelah anggota pria selesai makan. Pada beberapa kasus wanita dan anak kecil hanya memperoleh makanan yang disisakan setelah anggota keluarga pria makan. Untuk bayi, anak – anak yang masih muda dan wanita selama tahun – tahun penyapihan, pengaruh tambahan dari pembagian pangan yang tidak merata dalam unit keluarga, dapat merupakan bencana, baik bagi kesehatan maupun kehidupan (Suhardjo, 2003).

Wanita yang sedang hamil dan telah berkeluarga biasanya lebih memperhatikan kecukupan gizi dari anggota keluarga yang lain. Padahal sebenarnya dirinyalah yang memerlukan perhatian serius mengenai penambahan gizi. Ibu harus teratur dalam mengkonsumsi makanan yang bergizi demi pertumbuhan dan perkembangan (Proverowati & Asfuah, 2009)


(43)

Banyak penemuan yang menyatakan bahwa budaya sangat berperan dalam proses terjadinya masalah gizi diberbagai masyarakat dan negara. Dalam hal pangan, ada budaya yang memprioritaskan keluarga tertentu untuk mengkonsumsi hidangan keluarga yang telah disiapkan yaitu kepala keluarga. Anggota keluarga lain menempati prioritas berikutnya dan yang paling umum mendapatkan prioritas terakhir adalah ibu rumah tangga. Apabila hal demikian masih dianut oleh suatu budaya, maka dapat saja terjadi distribusi pangan yang tidak baik antara anggota keluarga. Apabila hal demikian masih dianut oleh suatu budaya, maka dapat saja terjadi distribusi pangan yang tidak baik di antara anggota keluarga. Apabila keadaan tersebut berlangsung dalam waktu yang lama dapat berakibat timbul masalah gizi kurang didalam keluarga yang bersangkutan (Suhardjo, 2003).

Distribusi makanan akan berpengaruh terhadap anemia pada ibu hamil, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Juraida Roito Harahap di Kabupaten Kampar dengan hasil yang didapatkan bahwa anemia lebih banyak ditemukan pada ibu hamil yang pembagian makanannnya kurang baik dik arenakan pembagian makanan ini tidak sesuai dengan kebutuhan ibu selama hamil.

Tradisi pembagian makanan yang mengutamakan kaum pria dibanding dengan wanita terjadi juga di papua yang dibuktikan dengan hasil penelitian Alwi dkk, bahwa 81,37% ibu hamil anemia yang dikarenakan seorang wanita lebih mengutamakan bagian terbaik dari makanan untuk kaum pria walaupun dia sendiri yang mengolah makanan dan dalam keadaan hamil.


(44)

2.3. Pemeriksaan Kehamilan (Ante Natal Care)

Kehamilan merupakan sebuah proses alami yang akan dialami oleh wanita yang telah dewasa dan tidak tergantikan oleh laki-laki. Proses alamiah ini terkadang berjalan tidak semestinya, Sehingga muncul adanya kelainan. Untuk mengantisipasi hal-hal tersebut seorang ibu hamil harus secara rutin memeriksakan kehamilannya kepada dokter, bidan atau petugas kesehatan yang berkompeten. Selain dapat berkonsultasi bermacam hal yang terkait kehamilan, seorang ibu hamil juga dapat mengetahui kondisi kesehatan dirinya maupun janin yang dikandungnya. (Nurhaeni, 2008)

Pelayanan antenatal selengkapnya mencakup anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium atas indikasi, serta intervensi dasar dan khusus (sesuai risiko yang ada termasuk penyuluhan dan konseling) Akan tetapi dalam penerapan sehari-hari pelayanan antenatal secara minimal terstandar sehingga dapat diakui sebagai pelayanan antenatal. Dalam penerapan operasionalnya dikenal dengan “7T” yang terdiri dari, Timbang berat badan dan ukur tinggi badan, (ukur) Tekanan darah, (ukur) Tinggi fundus uteri (pemeberian imunisasi) Tetanus Toksoid (TT), (pemberian) Tablet Besi, Tes laboratorium, Temu wicara (konseling) (Meilani dkk, 2009)

Pemeriksaan kehamilan dianjurkan untuk dilakukan oleh ibu hamil minimal 4 kali selama kehamilan. Pemeriksaan pertama atau kunjungan pertama dilakukan sebelum usia kehamilan mencapai 4 bulan atau antara 0-3 bulan (trimester I), kunjungan keuda pada usia kehamilan natara 4-6 bulan (trimester II), sedangkan


(45)

untuk kunjungan ketiga dan keempat dilakukan pada usia kehamilan 7-9 bulan (trimester III). Pemeriksaan kehamilan dapat dilakukan di Polindes, Posyandu, Puskesmas, Rumah sakit, Praktek dokter atau bidan swasta. (Kusmiyati, 2008).

Penelitian yang dilakukan Marissa, dkk di kelurahan kramat jati dan ragunan ternyata menunjukkan hasil bahwa 60,0% ibu hamil tidak memeriksakan kehamilannya sesuai anjuran minimal 4 kali selama kehamilan dan 89,0% responden tidak mendapatkan pelayanan “7T” (Jurnal Gizi & Pangan, 2008)

Penelitian Joeharno (2006), yang menunjukkan bahwa pemanfaatan pelayanan ante natal care merupakan faktor resiko terhadap kejadian BBLR dimana ibu yang tidak melaksanakan pemeriksaan kehamilan secara lengkap beresiko 5 kali untuk melahirkan bayi dengan berat lahir rendah.

Penelitian yang dilakukan oleh Roudbari di Zahedan Iran tahun 2009, yang manyatakan bahwa ternyata 59% yang mempengaruhi terjadinya BBLR adalah kualitas pemeriksaan kehamilan saat ibu melakukan kunjungan ANC.

2.4. BBLR

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) masih merupakan masalah di bidang kesehatan terutama kesehatan perinatal. BBLR terdiri atas BBLR kurang bulan dan BBLR cukup bulan/lebih bulan. BBLR kurang bulan/prematur, biasanya mengalami penyulit, dan memerlu perawatan yang memadai . BBLR yang cukup/lebih bulan umumnya organ tubuhnya sudah matur sehingga tidak terlalu bermasalah dalam perawata nnya.


(46)

BBLR adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram, berat badan lahir merupakan prediktor yang baik untuk pertumbuhan bayi dan kelangsungan hidupnya. Seorang bayi yang cukup bulan pada umumnya lahir dengan berat badan 2500 gran atau lebih, Bayi dengan berat badan lahir rendah merupakan salah satu faktor resiko yang mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa perinatal, Angka kejadian dan kematian BBLR akibat komplikasi seperti asfiksia, infeksi, hipotermia, hiperbilirubinemia masih tinggi (Sulani, 2011).

BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi, dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya di masa depan. Bayi dengan berat lahir rendah umumnya mengalami proses hidup masa depan kurang baik, memiliki resiko tinggi untuk meninggal dalam usia balita jika dibandingkan dengan bayi non BBLR. Bila tidak meninggal pada awal kelahiran, bayi BBLR akan tumbuh dan berkembang lebih lambat, apalagi jika kekurangan ASI eksklusif dan makanan pendamping ASI yang tidak cukup. Maka bayi BBLR cenderung besar menjadi balita dengan status gizi rendah. Bayi BBLR yang dapat bertahan hidup, dalam lima tahun pertama akan mempunyai resiko lebih tinggi dalam tumbuh kembang secara jangka panjang kehidupannya jika dibandingkan dengan bayi non BBLR (Aisyah, dkk 2010).

BBLR tergolong kelompok bayi yang mempunyai risiko tinggi untuk mengalami sakit bahkan meninggal karena faktor – faktor yang berpengaruh perlu diperhatikan. Pertumbuhan dan pematangan (maturasi) organ dan alat – alat tubuh bayi yang BBLR belum sempurna akibatnya bayi yang BBLR sering mengalami


(47)

komplikasi yang berahir dengan kematian Bayi dengan BBLR mempunyai daya tahan tubuh yang rendah sehingga mudah terinfeksi. Risiko meninggal sebelum usia 1 tahun adalah 17 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bayi normal. Bayi dengan BBLR cendrung mempunyai pertumbuhan fisik yang terhambat (Nurhaeni Arif, 2008)

Beberapa penelitian menunujukkan bahwa risiko untuk menjadi gizi kurang 8-10 kali lebih besar dari anak normal. Tingkat kecerdasan rendah karena adanya gangguan pada tumbuh kembang otak sejak dalam kandungan. Selain itu bayi BBLR dapat mengalami gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh kembang selanjutnya sehingga membutuhkan biaya perawatan yang tinggi. Bayi BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang 2.500 gram tanpa memandang masa kehamilan. BBLR dapat dibagi menjadi 2 (dua) golongan, bayi dengan berat berat badan lahir sangat rendah (BBLSR) yaitu dengan yaitu dengan berat lahir 1000 – 1500 gram dan berat badan lahir amat sangat rendah (BBLASR) yaitu dengan berat lahir kurang 1000 gram. Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas artinya bayi lahir cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu) tapi Berat Badan (BB) lahirnya lebih kecil ketimbang masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2500 gram (Proverowati & Sulistyorini, 2010)

BBLR secara tidak langsung dapat disebabkan karena status sosial ekonomi yang rendah hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Hidayat dkk di RSU Dr. Hasan Sadikin Bandung tahun 2001 dimana ada terjadi peningkatan BBLR


(48)

pada masa krisis ekonomi, tetapi berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuliva dkk, di RSUP Dr. M. Djamil Padang bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna BBLR antara ibu dengan status sosial ekonomi rendah dengan ibu yang memiliki status sosial ekonomi tinggi hal ini dikarenakan bahwa ibu dengan status sosial ekonomi rendah pada umumnya lebih suka mengkonsumsi makanan dari hasil olahan sendiri berupa makanan yang segar dan alami tanpa adanya bahan pengawet seperti makanan yang siap saji yang tersedia ditoko-toko dan supermarket.

2.5. Landasan Teori

WHO merumuskan determinan perilaku sangat sederhana. Bahwa seseorang berperilaku karena adanya 4 alasan pokok yaitu: 1) hasil pemikiran dan perasaan. 2) adanya acuan atau refrensi dari seseorang atau pribadi. 3) sumber daya yang tersedia merupakan untuk terjadinya prilaku seseorang. 4) sosio budaya setempat biasanya sangat berpengaruh terhadap terbentuknya prilaku seseorang (Notoatmodjo, 2005).

M.S. Kramer mengemukakan faktor penyebab terjadinya BBLR adalah faktor genetik, demografi dan psikologi, faktor obstetri, faktor makanan, faktor penyakit ibu, faktor terpapar racun, faktor pemeriksaan kehamilan (Ante Natal Care)


(49)

2.6. Kerangka Teori

Gambar 2.1. Kerangka Teori Penyebab Terjadinya BBLR

2.7. Kerangka Konsep

Pengaruh status sosial ekonomi, budaya dan pemeriksaan kehamilan ibu terhadap kejadian BBLR di wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang digambarkan dalam kerangka konsep sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2 : Kerangka Konsep Penelitian Status Sosial Ekonomi

- Tingkat Pendidikan - Tingkat Pendapatan

(BBLR) Budaya

- Pola Makan

- Makanan Pantangan - Pembagian makanan

dalam keluarga

Pemeriksaan Kehamilan

- Jumlah Kunjungan

- Komponen Pemeriksaan

(7T)

BBLR Genetik

Demografi & Psikologi

Obstetrik

Makanan

Penyakit Ibu Terpapar Racun

Pemeriksaan Kehamilan


(50)

Variabel independen dalam penelitian ini adalah status sosial ekonomi yang terdiri dari pendidikan, pendapatan, budaya yaitu pola makan, makanan pantangan dan pembagian makanan dalam keluarga dan pemeriksaan kehamilan yaitu jumlah kunjungan, komponen pemeriksaan 7T. Variabel dependen adalah BBLR.

Status sosial ekonomi dilihat dari keadaan masyarakat bahwa ibu memiliki pendidikan yang rendah sehingga pengetahuannya kurang tentang kesehatan terutama kehamilannya dan dengan pendapatan yang rendah daya beli terhadap makanan bergizi juga rendah sehingga kontribusi pada bayi yang dikandungnya beresiko BBLR.

Budaya tampak dari tradisi pola makan sehari-hari, makanan pantangan dan pembagian makanan dalam keluarga. Akibatnya asupan zat gizi untuk ibu hamil tidak memadai sehingga ibu hamil mengalami anemia dengan kontribusi BBLR pada bayi yang dilahirkan.

Pemeriksaan kehamilan dilihat dari jumlah kunjungan ibu melakukan pemeriksaan kehamilan selama hamil dan komponen pemeriksaan kehamilan yang didapatkan ibu pada saat melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan.


(51)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah observasional-analitik, Variabel independen adalah status sosial ekonomi (pendidikan dan pendapatan), budaya (pola makan, makanan pantangan pembagian makanan dalam keluarga) dan pemeriksaan kehamilan (jumlah kunjungan dan komponen pemeriksaan kehamilan 7T) variabel dependen BBLR.

Desain penelitian Kasus-Kontrol dapat digambarkan dengan bagan sebagai berikut :

Keterangan Gambar :

Pendidikan FR (+) : Tingkat pendidikan rendah FR (-) : Tingkat pendidikan tinggi Pendapatan FR (+) : Tingkat pendapatan rendah

FR (- ) : Tingkat pendidikan tinggi Pola Makan FR (+) : Pola makan tidak baik

FR (-) : Pola makan baik

Makanan Pantangan FR (+) : Makanan pantangan ada FR (-) : Makanan pantangan tidak ada

Pembagian makanan dalam keluarga FR (+) : Pembagian makan dalam keluarga ada

FR (+)

FR (-)

FR (+)

FR (-)

Retrospektif

Retrospektif

BBLR

Tidak BBLR


(52)

FR (-) : Pembagian makanan dalam Keluarga tidak ada

Kunjungan pemeriksaan kehamilan FR (+) : Kunjungan pemeriksaan kehamilan Kurang dari 4 kali

FR (-) : Kunjungan pemeriksaan kehamilan 4 kali atau lebih

Komponen pemeriksaan kehamilan FR (+) : Menerima komponen pemeriksaan Kehamilan kurang dari 7T

FR (-) : Menerima komponen 7T lengkap Gambar : 3.1 Desain Kasus-Kontrol Pengaruh Status Sosial Ekonomi, Budaya

dan Pemeriksaan Kehamilan Ibu Hamil terhadap Kejadian BBLR

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. Penelitian dimulai dari bulan Desember 2011 sampai dengan September 2012. Alasan dietmpat tersebut karena masih ditemukan BBLR.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang bulan Mei-September 2012. Sebanyak 382 orang.

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki BBLR sejumlah 31 orang sebagai kasus dan 31 orang ibu yang tidak memiliki BBLR sebagai kontrol


(53)

yang diambil secara random, sehingga total jumlah sampel 62 orang ibu di wilayah kerja puskesmas Kabupaten Deli Serdang.

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 62 orang, yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kebupaten Deli Serdang. Pengambilan sampel pada masing-masing desa mewakili tiap desa 1 berbanding 1 antara kasus dan kontrol.

Tabel 3.1. Distribusi Pengambilan Sampel Ibu yang Memiliki BBLR dan tidak Memiliki BBLR di Setiap Desa

No Nama Desa Sampel

BBLR (Kasus) Non BBLR (Kontrol)

1 Bintang Meriah 1 1

2 Sugau 1 1

3 Tiang Layar 2 2

4 Duren Simbelang 1 1

5 Namo Riam 1 1

6 Pertampilan - -

7 S Tani 2 2

8 Hulu 2 2

9 Tengah 2 2

10 Namo Simpur 3 3

11 Lama 1 1

12 Nama Rih 3 3

13 Batu 1 1

14 Namo Bintang 2 2

15 D Tonggal 2 2

16 Simalingkar A 1 1

17 D Jangak 1 1

18 Perumnas Simalingkar - -

19 S Baru 2 2

20 Tuntungan II 2 2


(54)

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara dan observasi kepada responden dengan menggunakan questioner, meliputi data status sosial ekonomi (pendidikan, dan pendapatan), budaya ibu hamil (Pola makan, makanan pantangan, Pembagian makanan dalam keluarga), pemeriksaan kehamilan (jumlah kunjungan dan komponen pemeriksaan kehamilan 7T) dan Berat Bayi lahir.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui laporan maupun dokomen dari puskesmas data Hb ibu sewaktu hamil.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak empat variabel yang terdiri dari tiga variabel independen yaitu status sosial ekonomi (pendidikan, pendap atan), budaya (pola makan, makanan pantangan, distribusi makanan dalam keluarga) dan pemeriksaan kehamilan (jumlah kunjungan, kompenen pemeriksaan 7T) serta satu variabel dependen yaitu BBLR

3.5.2. Defenisi Operasional 1. Sosial Ekonomi

Sosial ekonomi terdiri dari beberapa variabel yaitu, pendidikan dan pendapatan. a. Pendidikan


(55)

Pendidikaan responden adalah tingkat pendidikan formal yang didapatkan ibu nifas meliputi SD/SLTP, SLTA, PT (Perguruan Tinggi)

b. Pendapatan.

Pendapatan adalah jumlah penghasilan keluarga yang didapatkan dalam satu bulan.

2. Budaya adalah tradisi atau kebiasaan yang terdapat pada suatu komunitas tertentu yang dilakukan meliputi :

a. Pola makan

Pola makan yaitu frekuensi makan dan jenis makanan. Jenis makanan merupakan makanan yang dikonsumsi ibu hamil yang terdiri dari makanan pokok, lauk hewani dan nabati, sayuran serta buah. Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari yaitu sebanyak 3 kali makan (pagi, siang dan malam).

b. Makanan pantangan

Makanan pantangan adalah makanan yang tidak boleh dikonsumsi ibu selama hamil sesuai dengan kebiasaan turun- temurun yang dianut

c. Pembagian makanan dalam keluarga

Distribusi makanan yaitu kegiatan dan kebiasa an pembagian makanan dalam keluarga sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3. Pemeriksaan kehamilan meliputi : a. Jumlah kunjungan


(56)

Jumlah kontak ibu hamil dengan bidan yang dilakukan selama kehamilan dalam rangka pemeriksaan kehamilan sebanyak 4 kali atau lebih dengan komposisi 1 kali ditrimester I, 1 kali ditrimester II dan 3 kali ditrimester III. b. Komponen pemeriksaan kehamilan 7T

Pelayanan pemeriksaan kehamilan yang diterima ibu saat melakukan kunjungan 7T meliputi, Timbang berat badan dan ukur tinggi badan, ukur tinggi fundus uteri, ukur tekanan darah, imunisasi TT, tes penyakit menular seksual, pemberian tablet besi dan temu wicara.

6. BBLR yaitu bayi yang dilahirkan dengan berat badan < 2500 gr

3.6. Metode Pengukuran

Metode pengukuran sampel status sosial ekonomi (pendidikan dan pendapatan), budaya ibu hamil (pola makan, makanan pantangan, distribusi makanan dalam keluarga) dan pemeriksaan kehamilan (jumlah kunjungan dan komponen pemeriksaan kehamilan 7T)

3.6.1. Status Sosial Ekonomi 1. Pendidikan

Pengukuran tingkat pendidikan diukur dengan mengkatagorikan jenjang pendidikan formal responden kedalam 2 tingkat jenjang pendidikan, yaitu rendah dan tinggi dengan menggunakan skala ordinal.

1. Rendah, jika tamat SD/SLTP


(57)

2. Pendapatan

Pengukuran tingkat panghasilan responden diukur berdasarkan upah minimum provinsi Sumatera Utara (Keputusan Gubernur Sumatera Utara No 188.44/1042/Tahun 2011), Pengkategorian penghasilan dari responden adalah :

1. Rendah, jika pendapatan < Rp. 1.200.000

2. Tinggi, jika pendapatan lebih besar dari Rp. ≥ Rp. 1.200.000

Tabel. 3.2. Aspek Pengukuran Status Sosial Ekonomi (Tingkat Pendidikan dan Tingkat Pendapatan)

No Variabel Cara Ukur Skala Ukur Hasil Ukur 1 Tingkat pendidikan Kuesioner Ordinal 1.Rendah

2.Tinggi

2 Tingkat

pendapatan

Kuesioner Ordinal 1. Rendah < 1.200.000 2. Tinggi ≥ 1.200.000 3.6.2. Budaya

1. Pola makan

Pengukuran pola makan dengan menggunakan Metode Riwayat Makan (Dietary History Method) untuk mendapatkan data tentang jenis makanan dan frekuensi makan sehari-hari menggunakan pertanyaan terdiri dari 7 pertanyaan, kategori hasil ukur yaitu baik dan tidak baik, diberikan nilai skor 0 dan 1 yang terdiri dari 7 pertanyaan sehingga skor tertinggi responden 1. Pola makan diukur dengan skala ordinal, dikategorikan:

1). Pola makan baik, jika responden memperoleh nilai ≥ median.

2). Pola makan tidak baik, apabila reponden memperoleh nilai < median 2. Makanan pantangan


(58)

Mengetahui ada atau tidaknya makanan pantangan respoden sewaktu hamil dilakukan dengan memberi pertanyaan. Pertanyaan diajukan 8 soal kuesioner menggunakan skala likert dengan skor 0-1. Alternatif jawaban tidak benar diberi skor 0, benar diberi skor 1.

1). Ada, apabila responden memperoleh nilai ≥ median 2). Tidak ada, apabila responden memperoleh nilai < median

3. Distribusi makanan dalam keluarga

Pembagian makanan dalam keluarga adalah adanya prioritas pembagian makanan pada anggota keluarga tertentu dalam keseharian di keluarga dengan memberi pertanyaan. Pertanyaan diajukan 8 soal kuesioner menggunakan skala likert dengan skor 1-3. Alternatif jawaban tidak benar diberi skor 1, kurang benar diberi skor 2, paling benar diberi skor 3.

1). Baik, jika responden memperoleh nilai ≥ median.

2). Kurang baik, jika responden memperoleh nilai < median.

Tabel 3.3. Aspek Pengukuran Budaya (Pola Makan, Makanan Pantangan, Pembagian Makanan dalam Keluarga)

No Variabel Cara Ukur Skala Hasil Ukur

1 Pola Makan Kuesioner Ordinal 1). Baik 2). Tidak Baik 2 Makanan pantangan Kuesioner Ordinal 1). Ada

2). Tidak ada 3 Pembagian makanan dalam

keluarga

Kuesioner Ordinal 1). Baik 2). Tidak baik


(59)

3.6.3. Pemeriksaan Kehamilan 1. Jumlah kunjungan

Mengetahui berapa kali ibu melakukan pemeriksaan kehamilan selama hamil meliputi :

1. Baik, jika responden melakukan pemeriksaan kehamilan ≥ 4 selama kehamilan 1 kali trimester I, 1 kali trimester II dan 2 kali trimester III.

2. Tidak baik, jika responden melakukan pemeriksaan kehamilan <4 kali selama kehamilan

2. Komponen pemeriksaan kehamilan 7T

Mengetahui komponen pelayanan pemeriksaan kehamilan yang diterima ibu pada saat kunjungan pemeiksaan kehamilan meliputi :

1. Baik, jika kompenen pemeriksaan kehamilan 7T diterima oleh ibu

2. Tidak baik, jika komponen pemeriksaan kehamilan 7T tidak diterima oleh ibu Tabel 3.4. Aspek Pengukuran Pemeriksaan Kehamilan (Jumlah Kunjungan dan

Komponen Pemeriksaan)

No Variabel Cara Ukur Skala Hasil Ukur

1 Jumlah kunjungan Kuesioner Ordinal 1). Baik 2). Tidak Baik 2 Komponen pemeriksaan Kuesioner Ordinal 1). Baik


(60)

3.7. Metode Analisis Data

a. Analisis hasil studi case control secara sederhana adalah perhitungan OR (Odds Ratio) OR adalah odds pada kasus dibandingkan odds pada kontrol yaitu : a/(a+c) b/(b+d)

: = a/c : b/d = ad/bc c/(a+c) d/(b+d)

b. Analisis univariat, yaitu analisis yang menggambarkan secara tunggal variabel-variabel independen dan dependen dalam bentuk distribusi frekuensi.

c. Analisis bivariat, yaitu analisis lanjutan untuk melihat hubungan variabel independen dengan dependen menggunakan uji chi square pada taraf kepercayaan 95% (p< 0,05), sehingga bila hasil analisis statistik < 0,05 maka variabel dinyatakan berpengaruh secara signifikan.

a. Analisis multivariat, yaitu untuk melihat faktor paling dominan mempengaruhi variabel dependen BBLR. Bila hasil uji mempunyai nilai p < 0.25 maka variabel tersebut dapat masuk dalam model multivariat dengan menggunakan Uji Regresi Logistik Berganda dengan persamaan:

Logit P(x) = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5�5+ b6X6+ b7X7

Keterangan;

P = Probabilitas b1,2,3,4,5,6,7 = Nilai Beta

X1 = Tingkat Pendidikan


(61)

X3 = Pola Makan

X4 = Makanan Pantangan

X5 = Distribusi Makanan dalam Keluarga

6 = Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan 7 = Komponen Pemeriksaan Kehamilan


(62)

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1. Letak Geografis

Puskesmas Pancur Batu terletak di Kecamatan Pancur Batu. Puskemas Pancur Batu terletak dijalan Jamin Ginting Km. 17,5 Desa Tengah Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang dengan luas wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu 4.037 Ha.

Kecamatan Pancur Batu berada pada ketinggian 160 meter dari permukaan laut yang berbatasan dengan Medan Tuntungan (utara), Kecamatan Sibolangit (selatan), Kecamatan Namo Rambe (timur), Kecamatan Kutalinbaru (barat).

Secara administratif Kecamatan Pancur Batu terdiri dari 25 desa dan terdiri dari 112 Dusun/Lingkungan, tetapi wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu hanya terdiri dari 22 desa dan terdiri dari 96 dusun/lingkungan selebihnya menjadi wilayah kerja Puskesmas Sukaraya.

4.1.2. Demografi

Jumlah penduduk kecamatan Pancurbatu berjumlah 74.103 jiwa dengan rincian 37.112 jiwa laki-laki dan 36.991 jiwa yang berjenis kelamin perempuan serta 18.001 KK maka rata – rata jiwa/anggota 4,12 jiwa atau dalam satu rumah tangga ada 4-5. luas wilayah sebesar 122,53 km² maka rata-rata kepadatan penduduk wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu adalah 795 jiwa/km².


(63)

4.1.3. Pendidikan

Distribusi penduduk Kecamatan Pancur Batu beradasarkan tingkat pendidikannya sebagian besar berpendidikan Sekolah Menengah Umum (SMU) yang mencapai 46,63%, Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 21,56%, Sarjana merupakan kelompok usia produktif dibanding dengan kelompok usia yang non produktif. Sebagian besar penduduk di wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Petani 43,51%, Buruh 31,12%, Pedagang 13,41% kemudian selebihnya Wiraswasta, Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Swasta.

4.1.4. Sarana Kesehatan

Sarana kesehatan yang terdapat di wilayah kerja puskesmas Pancur Batu 1 Puskesmas Induk dengan fasilitas rawat inap, 21 puskesmas pembantu, dan polindes 21. Jarak tempuh rata-rata dari desa ke Puskesmas Pancur Batu antara 0,1 – 5 km tetapi ada beberapa desa dengan jarak tempuh antara 8-10,5 km

4.2. Analisis Univariat 4.2.1. Karakteristik Ibu

Dalam penelitian ini karakteristik ibu berupa umur ibu, suku, pekerjaan, jumlah anggota keluarga. Untuk lebih rinci dapat dilihat pada tabel berikut :


(1)

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 1a pendidikan -1.718 .994 2.987 1 .084 .179

pendapatan -2.445 1.005 5.917 1 .015 .087

makan 3.331 1.077 9.572 1 .002 27.957

pantangan .485 .956 .257 1 .612 1.624

pembagian -.276 .844 .107 1 .744 .759

kunjungan 2.816 1.101 6.543 1 .011 16.709

pemeriksaan 2.709 1.026 6.967 1 .008 15.015

Constant -6.440 3.758 2.937 1 .087 .002

a. Variable(s) entered on step 1: pendidikan, pendapatan, makan, pantangan, pembagian, kunjungan, pemeriksaan.


(2)

Lampiran 4

Master Data Penelitian Pengaruh Status Sosial Ekonomi, Budaya dan Pemeriksaan Kehamilan Terhadap Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

No Umur Suku Pekerjaan

Jlh

kel pddk pdapatan

pola

mkn mkn pan

pemb mkn

kun

ANC 7T BBL

1 25 Batak IRT 3 SD 1,500,000 tdk baik tdk ada tdk baik 6 kali baik BBLR

2 18 Karo Petani 5 SMA 1,000,000 Baik tdk ada tdk baik 5 kali tdk baik BBLR

3 27 Karo IRT 6 D.III 1,300,000 Baik tdk ada tdk baik 4 kali baik BBLR

4 19 Simalungun Buruh 7 SMA 1,200,000 baik Ada tdk baik 4 kali baik BBLR

5 23 Karo IRT 6 SMP 1,300,000 baik Ada baik 5 kali baik BBLR

6 20 Karo Peg. Swasta 4 SMA 900,000 baik Ada baik 3 kali baik BBLR

7 35 Batak IRT 5 S1 1,300,000 tdk baik Ada tdk baik 5 kali baik BBLR

8 32 Karo IRT 5 SD 1,400,000 baik Ada baik 4 kali tdk baik BBLR

9 20 Simalungun Peg. Swasta 6 SMA 1,500,000 tdk baik Ada baik 6 kali tdk baik BBLR

10 26 Karo IRT 6 D.III 1,700,000 baik Ada tdk baik 5 kali baik BBLR

11 25 Simalungun Guru 3 D.III 1,100,000 baik Ada tdk baik 9 kali baik BBLR

12 23 Simalungun IRT 4 D.I 1,500,000 baik Ada tdk baik 6 kali baik BBLR

13 24 Karo IRT 4 D.III 1,000,000 baik tdk ada baik 5 kali baik BBLR

14 36 Batak IRT 5 SD 1,600,000 baik Ada baik 4 kali baik BBLR

15 37 Batak IRT 3 S1 1,400,000 baik tdk ada tdk baik 7 kali tdk baik BBLR

16 19 Simalungun IRT 4 SMA 1,000,000 baik Ada tdk baik 4 kali baik BBLR

17 28 Karo IRT 4 SMP 1,300,000 tdk baik Ada tdk baik 5 kali baik BBLR

18 37 Batak Petani 7 S1 1,400,000 baik Ada baik 4 kali tdk baik BBLR

19 37 Karo IRT 4 S1 1,500,000 baik Ada tdk baik 4 kali baik BBLR

20 36 Karo IRT 5 SMA 1,300,000 tdk baik Ada tdk baik 2 kali tdk baik BBLR


(3)

22 34 Batak Pedagang 5 D.I 1,200,000 baik Ada tdk baik 3 kali baik BBLR

23 31 Jawa IRT 6 SMA 1,300,000 tdk baik Ada baik 4 kali baik BBLR

24 25 Batak Peg. Swasta 6 D.III 1,600,000 baik tdk ada tdk baik 5 kali baik BBLR

25 30 Batak Petani 3 SMP 2,000,000 baik Ada baik 2 kali baik BBLR

26 32 Batak Buruh 6 SMP 1,100,000 tdk baik tdk ada tdk baik 5 kali baik BBLR

27 19 Jawa IRT 5 SMA 1,300,000 tdk baik Ada baik 4 kali baik BBLR

28 39 Jawa Peg. Swasta 5 SMA 1,600,000 baik tdk ada tdk baik 2 kali baik BBLR

29 41 Batak IRT 6 SMA 900,000 baik tdk ada baik 5 kali baik BBLR

30 26 Karo Pedagang 7 S1 3,000,000 tdk baik Ada tdk baik 1 kali baik BBLR

31 38 Jawa IRT 4 D.III 1,000,000 baik tdk ada baik 6 kali tdk baik BBLR

32 29 Karo Peg. Swasta 5 SMP 2,000,000 baik tdk ada baik 2 kali baik BBLN

33 19 Karo IRT 4 SMA 1,000,000 tdk baik tdk ada baik 5 kali tdk baik BBLN

34 41 Batak Guru 4 SMA 1,100,000 tdk baik Ada tdk baik 1 kali tdk baik BBLN

35 40 Karo IRT 4 SMP 900,000 tdk baik Ada baik 6 kali baik BBLN

36 28 Jawa Petani 5 SMA 1,700,000 tdk baik Ada tdk baik 2 kali tdk baik BBLN

37 26 Karo Pedagang 5 SD 1,500,000 tdk baik Ada tdk baik 2 kali tdk baik BBLN

38 18 Jawa IRT 5 SMA 800,000 tdk baik Ada tdk baik 3 kali baik BBLN

39 21 Karo IRT 6 SD 1,100,000 baik Ada baik 4 kali tdk baik BBLN

40 20 Karo Guru 6 SMP 1,000,000 baik tdk ada baik 5 kali tdk baik BBLN

41 37 Jawa Pedagang 5 SMA 3,000,000 baik tdk ada tdk baik 3 kali tdk baik BBLN

42 25 Karo Buruh 5 SD 1,500,000 tdk baik tdk ada baik 1 kali tdk baik BBLN

43 27 Karo IRT 4 D.I 1,000,000 tdk baik tdk ada baik 5 kali baik BBLN

44 28 Jawa IRT 6 SMA 2,000,000 tdk baik Ada tdk baik 7 kali tdk baik BBLN

45 18 Karo Peg. Swasta 3 SMA 1,000,000 tdk baik Ada baik 1 kali baik BBLN

46 25 Karo IRT 6 SMA 1,300,000 tdk baik tdk ada baik 7 kali tdk baik BBLN


(4)

48 24 Karo IRT 4 SMP 900,000 tdk baik tdk ada baik 2 kali tdk baik BBLN

49 18 Karo IRT 7 SMA 800,000 tdk baik tdk ada tdk baik 3 kali tdk baik BBLN

50 24 Karo IRT 8 SMA 2,500,000 tdk baik Ada baik 4 kali tdk baik BBLN

51 18 Batak IRT 6 SD 1,600,000 tdk baik Ada tdk baik 1 kali baik BBLN

52 23 Jawa IRT 5 SMA 1,000,000 baik Ada tdk baik 2 kali baik BBLN

53 26 Karo Guru 4 SD 2,500,000 tdk baik Ada tdk baik 5 kali baik BBLN

54 39 Karo Petani 4 SMA 1,000,000 tdk baik Ada tdk baik 2 kali tdk baik BBLN

55 27 Jawa Peg. Swasta 4 SMA 1,100,000 tdk baik tdk ada baik 3 kali baik BBLN

56 29 Batak Pedagang 3 SMA 3,000,000 tdk baik Ada tdk baik 4 kali tdk baik BBLN

57 19 Jawa Ten. Honor 6 SD 1,100,000 tdk baik Ada baik 5 kali tdk baik BBLN

58 30 Karo Peg. Swasta 7 SMA 2,500,000 tdk baik tdk ada tdk baik 3 kali tdk baik BBLN

59 39 Jawa Buruh 7 D.I 1,000,000 tdk baik tdk ada tdk baik 6 kali tdk baik BBLN

60 36 Batak IRT 5 D.III 900,000 tdk baik tdk ada baik 3 kali tdk baik BBLN

61 27 Karo Pedagang 5 SD 1,000,000 tdk baik tdk ada tdk baik 1 kali baik BBLN


(5)

No umur suku Ker Ja

jlh 1

rmh didik dapat

pola mkn Pant angan Pem bagian Kunj

ungan 7T bbl

1 1 2 1 1 1 2 2 2 2 1 1 1

2 2 1 2 2 2 1 1 2 2 1 2 1

3 1 1 1 2 2 2 1 2 2 1 1 1

4 2 4 2 2 2 2 1 1 2 1 1 1

5 1 1 1 2 1 2 1 1 1 1 1 1

6 1 1 2 1 2 1 1 1 1 2 1 1

7 1 2 1 2 2 2 2 1 2 1 1 1

8 1 1 1 2 1 2 1 1 1 1 2 1

9 1 4 2 2 2 2 2 1 1 1 2 1

10 1 1 1 2 2 2 1 1 2 1 1 1

11 1 4 2 1 2 1 1 1 2 1 1 1

12 1 4 1 1 2 2 1 1 2 1 1 1

13 1 1 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1

14 2 2 1 2 1 2 1 1 1 1 1 1

15 2 2 1 1 2 2 1 2 2 1 2 1

16 2 4 1 1 2 1 1 1 2 1 1 1

17 2 1 1 1 1 2 2 1 2 1 1 1

18 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 2 1

19 2 1 1 1 2 2 1 1 2 1 1 1

20 2 1 1 2 2 2 2 1 2 2 2 1

21 1 3 1 2 2 2 2 1 1 1 1 1

22 1 2 2 2 2 2 1 1 2 2 1 1

23 1 3 1 2 2 2 2 1 1 1 1 1

24 1 2 2 2 2 2 1 2 2 1 1 1

25 1 2 2 1 1 2 1 1 1 2 1 1

26 1 2 2 2 1 1 2 2 2 1 1 1

27 2 3 1 2 2 2 2 1 1 1 1 1

28 2 3 2 2 2 2 1 2 2 2 1 1

29 2 2 1 2 2 1 1 2 1 1 1 1

30 1 1 2 2 2 2 2 1 2 2 1 1

31 2 3 1 1 2 1 1 2 1 1 2 1


(6)

33 2 1 1 1 2 1 2 2 1 1 2 2

34 2 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2 2

35 2 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 2

36 1 3 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2

37 1 1 2 2 1 2 2 1 1 2 2 2

38 2 3 1 2 2 1 2 1 1 2 1 2

39 1 1 1 2 1 1 1 2 2 1 2 2

40 1 1 2 2 1 1 1 2 1 1 2 2

41 2 3 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2

42 1 1 2 2 1 2 2 2 1 2 2 2

43 1 1 1 1 2 1 2 1 1 1 1 2

44 1 3 1 2 2 2 2 1 2 1 2 2

45 2 1 2 1 2 1 2 1 1 2 1 2

46 1 1 1 2 2 2 2 2 1 1 2 2

47 1 2 1 2 2 1 2 2 2 1 1 2

48 1 1 1 1 1 1 2 2 1 2 2 2

49 2 1 1 2 2 1 2 2 2 2 2 2

50 1 1 1 2 2 2 2 1 1 1 2 2

51 2 2 1 2 1 2 2 1 2 2 1 2

52 1 3 1 2 2 1 1 1 2 2 1 2

53 1 1 2 1 1 2 2 1 2 1 1 2

54 2 1 1 2 2 1 2 1 2 2 2 2

55 1 3 1 2 2 1 2 2 1 2 1 2

56 1 2 2 1 2 2 2 1 2 1 2 2

57 2 3 2 2 1 1 2 1 1 1 2 2

58 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

59 2 3 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2

60 2 2 1 2 2 1 2 2 1 2 2 2

61 1 1 2 2 1 1 2 2 2 2 1 2


Dokumen yang terkait

Peran Bidan sebagai Pelaksana dalam Perawatan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Wilayah Kerja Puskesmas Sering Medan Tahun 2014

3 90 80

Karakteristik Ibu yang Melahirkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di RS Haji Medan Tahun 1997 - 2000

0 40 72

Pengaruh Status Sosial Ekonomi, Budaya dan Pemeriksaan Kehamilan Terhadap Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

8 64 134

Hubungan Lingkar Lengan Atas Ibu Hamil dengan Berat Bayi Lahir di Puskesmas Sigumpar Kabupaten Tobasamosir

4 59 53

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian - Pengaruh Status Sosial Ekonomi, Budaya Dan Pemeriksaan Kehamilan Ibu Terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

0 0 40

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Status Sosial Ekonomi - Pengaruh Status Sosial Ekonomi, Budaya Dan Pemeriksaan Kehamilan Ibu Terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

0 0 21

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang - Pengaruh Status Sosial Ekonomi, Budaya Dan Pemeriksaan Kehamilan Ibu Terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

0 0 9

PENGARUH STATUS SOSIAL EKONOMI, BUDAYA DAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN TERHADAP KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANCUR BATU KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2012 TESIS

0 0 18

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Status Sosial Ekonomi - Pengaruh Status Sosial Ekonomi, Budaya dan Pemeriksaan Kehamilan Terhadap Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

0 0 21

PENGARUH STATUS SOSIAL EKONOMI, BUDAYA DAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN TERHADAP KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANCUR BATU KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2012 TESIS

0 0 18