BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori 2.1.4 Perilaku Kewargaan Organisasional (Organizational Citizenship Behavior) - Kecerdasan Emosional, Komitmen Organisasional dan Kepuasan Kerja Terhadap Perilaku Kewargaan Organisasional pegawai pada Dinas Perta

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan teori

2.1.4 Perilaku Kewargaan Organisasional (Organizational Citizenship Behavior)

  Seperti yang kita sudah tahu bersama – sama bahwa Organizational Behavior (OB) atau biasa kita sebut juga Perilaku Organisasi adalah sebuah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam sebuah organisasi dan bagaimana perilaku tersebut memberikan dampak terhadap organisasinya. Salah satu perilaku yang member dampak tersebut adalah Perilaku Kewarganegaraan Organisasi (Organizational Citizenship Behavior).

2.1.4.1 Pengertian Perilaku Kewargaan Organisasional

  Perilaku kewargaan organisasional adalah perilaku atas kehendak sendiri yang bukan menjadi bagian dari tuntutan kerja formal tetapi mendorong efektivitas fungsi organisasi (Robins dan Coulter, 2010 : 36). OCB is a set of helpful, discretionary and extra – role behaviors exhibited by employees that are not directly or clearly recognized by the formal reward system and have an overall positive affect on the operation of the organization, also they cannot be enforced by the empoyment contract (Zeinabadi, 2010 : 998). Menurut Robins dan Coulter (2010 : 39) kecerdasan emosional, komitmen organisasional, dan kepuasan kerja terhadap OCB mempunyai hubungan dan menjadi determinan. membantu rekan lain, dan melampaui ekspektasi kerja normal. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang cukup signifikan antara kepuasan kerja dan OCB. Untuk kecerdasan emosional, seorang karyawan yang mempunyai kecerdasan emosional yang baik akan dapat mengendalikan sikap emosi dan perilakunya di tempat kerja serta menjadi karyawan yang baik di organisasi yang di tempatinya. Bagi komitmen organisasional, seorang karyawan yang mempunyai komitmen yang tinggi terhadap perusahaan yang di tempatinya maka menandakan karyawan tersebut setia terhadap perusahaannya yang menjadi salah satu sifat OCB yaitu setia pada perusahaan.

  Menurut Wibowo (2012 : 518) pekerja yang puas akan lebih suka berbicara positif tentang organisasinya. Perilaku penuh kebebasan yang bukan merupakan bagian persyaratan kerja formal pekerja, tetapi meskipun demikian mengembangkan efektivitas fungsi organisasi. Organisasi yang sukses memerlukan pekerja yang mau mengerjakan melebihi dari tugas mereka seperti biasa dan mengusahakan kinerja melebihi dari seperti yang diharapkan.

  Organisasi memerlukan pekerja yang terikat dalam “Good Citizenship Behavior”, seperti membuat statement konstruktif tentang kelompok kerjanya dan organisasi, membnatu orang lain dalam tim, melakukan pekerjaan ekstra secara sukarela, menghindari konflik yang tidak perlu, menunjukkan perhatian pada kepimilikan organisasi dan menghargai spirit. Organisasi berkepentingan dengan berkembangnya sumber daya manusia yang memiliki Organizational Citizenship

  Behavior .

  citizenship behavior adalah

  perilaku – perilaku yang dilakukan oleh anggota organisasi / karyawan yang: tidak secara tegas diberi penghargaan apabila mereka melakukannya dan juga tidak akan diberi hukuman apabila mereka tidak melakukannya, tidak merupakan bagian dari deskripsi pekerjaan yang dimiliki oleh karyawan, dan merupakan perilaku karyawan yang tidak membutuhkan latihan terlebih dahulu untuk melaksanakannya.

  Lebih lanjut Organ mengatakan bahwa yang dimaksud berfungsi secara agregat adalah mengacu kepada orang-orang dalam satu grup, departemen, atau organisasi. Jika hanya satu orang, OCB tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap sebuah organisasi, tetapi jika dalam suatu organisasi, secara agregat, para anggotanya memiliki OCB yang baik, dampaknya terhadap organisasi tersebut akan terasa secara signifikan. Organ mengatakan bahwa perilaku menolong dan kepatuhan juga termasuk dalam definisi OCB itu sendiri.

  Menurut Greenberg dan Baron (dalam Herlina, 2013 : 10), OCB adalah tindakan yang dilakukan anggota organisasi yang melebihi dari ketentuan formal pekerjaannya.

  Secara umum, ada tiga komponen utama OCB yaitu 1.

  Perilaku tersebut lebih dari ketentuan formal atau deskripsi pekerjaan yang telah ditentukan.

  2. Tindakan tersebut tidak memerlukan latihan (bersifat alami), dengan kata lain, orang melakukan tindakan tersebut dengan sukarela.

  3. Tindakan tersebut tidak dihargai dengan imbalan formal oleh organisasi.

  Organ dan Ryan (dalam Herlina, 2013 : 10), menyatakan bahwa ada lima dimensi atau indikator dari OCB, yaitu: 1)

  Altruism (Helping) merupakan suatu hal yang terjadi ketika seorang karyawan memberikan pertolongan kepada karyawan lain untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaannya dalam keadaan tertentu atau tidak seperti biasanya. Selain itu, perilaku yang bersifat sukarela, bukan merupakan tindakan yang terpaksa terhadap hal – hal yang mengedepankan kepentingan organisasi. Tidak berkaitan langsung dengan sistem reward. Artinya, perilaku ekstra peran yang dilakukan karyawan tidak mengharapkan imbalan dan bentuk uang. Contoh ketika karyawan baru yang magang di tempat kerja memerlukan bantuan untuk mengerjakan pekerjaan yang sulit, ketika teman kerja membutuhkan bantuan tanpa mengaharap imbalan, bersedia bekerja lembur untuk membantu rekan kerja dalam menyelesaikan pekerjaaanya tanpa dikenakan gaji lembur. 2)

  Conscientiousnes mengacu pada seorang karyawan dalam mengerjakan tugas – tugas yang diberikan dilakukan dengan cara melebihi atau di atas apa yang telah disyaratkan oleh organisasi / perusahaan. Perilaku individu sebagai wujud dari kepuasan berdasarkan kinerja, dan tidak diperintah secara formal. 3)

  Sportmanship (sikap sportif) merupakan suatu sikap yang lebih menekankan pada aspek – aspek positif organisasi daripada aspek negatif. Kemudian berisi tentang pantangan – pantangan membuat isu yang merusak meskipun merasa jengkel. Memberikan rasa toleransi terhadap gangguan – gangguan pada pekerjaan, yaitu ketika seorang karyawan memikul pekerjaan yang tidak mengenakkan tanpa harus mengemukakan keluhan atau komplain, pekerja mudah beradaptasi dengan lingkungan perusahaan. 4)

  Courtesy (kebaikan) Merupakan perilaku – perilaku baik atau perilaku meringankan problem – problem yang berkaitan dengan pekerjaan yang dihadapi orang lain. Misalnya perilaku membantu seseorang mencegah terjadinya suatu permasalahan atau membuat langkah – langkah untuk meredakan atau mengurangi berkembangnya suatu masalah. Kebaikan (courtesy) menunjuk pada tindakan pengajaran kepada orang lain sebelum dia melakukan tindakan atau membuat keputusan yang berkaitan dengan pekerjaannya. 5)

  Civic Virtue Merupakan tindakan yang dilakukan untuk ikut serta mendukung fungsi – fungsi administrasi organisasi. Perilaku yang dapat dijelaskan sebagai partisipasi aktif karyawan dalam hubungan keorganisasian, misalnya menghadiri rapat, menjawab surat – surat dan sebelum mengikuti isu – isu terbaru yang menyangkut organisasi.

  Sebelum kita mengetahui kecerdasan emosi terlebih dahulu kita akan bahas pengertian dari emosi. Kita tidak dapat meninggalkan topik kepribadian tanpa meninjau aspek perilaku lain yaitu emosi terutama karena kita merespon secara emosional dan bagaimana kita menghadapi emosi bisa menjadi fungsi kepribadian kita. Emosi merupakan perasaan intens yang ditujukan bagi seseorang atau sesuatu. Emosi itu spesifik terhadap objek, dengan kata lain, emosi adalah rekasi akan suatu objek. Dari penelitian yang dilakukan ada enam emosi universal yang telah diidentifikasi : kemarahan, ketakutan, kesedihan, kebahagiaan, rasa jijik, dan rasa kaget (Robbins dan Coulter, 2010 : 51).

  Salah satu bidang penelitian emosi dengan pengetahuan yang menarik terkait dengan kepribadian adalah kecerdasan emosi (emotional intellgence / EI) yaitu kemampuan mengenali dan mengelola isyarat dan informasi emosi. Emotional Intellegence terdiri lima dimensi yaitu:

  1. Kesadaran diri adalah kemampuan untuk menyadari apa yang di

  rasakan. Selain itu, bertuuan membangun tempat kedudukan bagi seseorang dan rasa percaya diri pribadi melalui kejujuran emosi, umpan balik emosi, institusi, rasa tanggung jawab, dan koneksi.

  2. Pengelolaan diri adalah kemampuan untuk mengelola emosi dan

  impuls Anda sendiri. Kemudian dapat mengeksplorasi cara – cara menyelaraskan hidup, dan kerja dengan potensi serta bakat unik, kesetiaan janji, dan rasa tanggung jawab.

  3. Memotivasi diri adalah kemampuan untuk tetap tegar dalam

  menghadapi kemunduran dan kegagalan. Selain itu, bertujuan mempertegas kesejatian, sifat dapat dipercaya, dan keuletan, memperluas lingkaran kepercayaan.

  4. Empati adalah kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain.

  5. Kemampuan sosial adalah kemampuan untuk menagani emosi orang

  lain. Selain itu, untuk memperdalam naluri dan kemampuan kreatif untuk mengalir bersama masalah dan bersaing demi masa depan serta peluang yang masih terbuka (Robbins dan Coulter, 2010 : 52). orang – orang yang mampu mengatasi konflik, melihat kesenjangan yang perlu dijembatani, melihat hubungan yang tersembunyi yang menyajikan peluang, berinteraksi, penuh pertimbangan untuk menghasilkan yang lebih berharga.

  Filsuf Yunani, Aristoteles, percaya bahwa dia tahu cara menangani hubungan secara tepat. Dia berpendapat bahwa Anda harus marah dengan orang yang tepat, dengan tingkatan yang tepat, pada waktu yang tepat , dan dengan cara yang tepat. Solovey dan Mayer menyebut formula untuk menangani hubungan dengan orang lain sebagai intelegensi emosi (emotional intellegence).

  Dalam komunitas organisasi, buku Goleman menciptakan minat dalam mempelajari emosi di atas peran yang dimainkannya di pekerjaan, dan bagaimana manajer dapat lebih memahami emosi dan pengelolaan emosi. Goleman telah menempatkan sebuah pemikiran ke masyarakat, bukan suatu konstruk baru, tapi suatu konstruk yang menangkap perhatian publik dan manajemen (Ivancevich, dkk 2007 : 130).

  Kita telah melihat bahwa suara hati mampu menimbulkan respons emosi. Namun, kita perlu membedakan antara emosi yang muncul karena suara hati atau bukan. Di bawah ini adalah beberapa jenis respon emosi yang mungkin dirasakan dan bisa tercipta ketika menjauh dari garis orbit (off line), atau ketika masuk ke dalam orbit (in line). Pada setiap respons emosi di bawah ini, ada kata off line yang berarti keluar dari tuntutan hati nurani, atau in line yang berarti sesuai dengan hati nurani.

  1. Marah, karena harga diri terguncang (off line ).

  2. Kecewa, karena suara hati tidak sesuai kenyataan (off line ).

  3. Sedih mendalam, karena merasa kehilangan (off line ).

  4. Bahagia, ketika suara hati tersentuh (in line ).

  5. Merasa damai, ketika suara hati menjadi kenyataan (in line).

  6. Termotivasi, ketika besemangat merealisasikan suara hati (in line).

  7. Terdukung, ketika merasa dibantu untuk merealisasikan suara hati (in line ).

  8. Terhargai, ketika merasakan bahwa harga diri terpenuhi (in line).

  9. Bangga, ketika suara hati mencapai tujuan dan menjadi kenyataan (in line ).

  10. Terinspirasi, saat teringat potensi diri (in line).

  11. Antusias, saat diri merasa mampu untuk merealisasikan suara hati (in line ).

  12. Merasa aman, ketika suara hati terpenuhi (in line).

  13. Kesal, ketika sebuah kenyataan jauh dari suara hati (off line).

  14. Menyesal, ketika kesempatan untuk mengaplikasikan suara hati terlewatkan (off line). (Agustian,2012 : 82) Pada gambar di bawah ini akan ditunjukkan bagaimana proses terjadinya emosi :

SUARA HATI EKSTERNAL SUARA HATI

  EKSTERNAL REAKSI EMOSI GAMBAR 2.1: PROSES TERJADINYA EMOSI

  (Sumber : Agustian, 2012 : 83)

2.1.6.1 Pengertian Komitmen Organisasi

  Sebelum kita mengetahui tentang komitmen organisasi terlebih dahulu kita bahas tentang pengertian komitmen yaitu tingkat keterlibatan psikologis anggota pada organisasi tertentu (Sutrisno, 2010 : 292). Ada beberapa peneliti mendefinisikan komitmen oganisasional antara lain Komitmen organisasi adalah suatu keadaan dimana seseorang karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut.

  Komitmen merupakan suatu bentuk identifikasi, loyalitas dan keterlibatan yang diekspresikan oleh karyawan terhadap organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen terhadap organisasi, akan menunjukkan perilaku dan sikap yang positif terhadap organisasinya, sehingga merasa senang dalam bekerja, karyawan akan melakukan tugas dan kewajibannya dengan baik yang akhirnya diharapkan dapat memberikan pelayanan dan kepuasan kepada konsumen eksternal (Noormijati, 2012 : 656).

  Menurut Robins dan Coulter (2010 : 40) komitmen organisasi adalah “derajat di mana seorang karyawan mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi tertentu beserta tujuannya dan berkeinginan untuk mempertahankan keanggotaannya di dalam organisasi tersebut”. Menurut Robbins dan Judge (2010 : 35) komitmen organisasi sebagai “sebagai suatu sikap yang merefleksikan perasaan suka atau tidak suka dari karyawan terhadap organisasi”. Menurut Wibowo (2012 : 507) komitmen organisasional adalah “mencerminkan tingkatan terhadap tujuaanya”. Menurut Edy Sutrisno (2010 : 153) komitmen organisasi merupakan “sikap loyalitas pekerja terhadap organisasinya dan juga merupakan suatu proses mengekspresikan perhatian dan partisipasinya terhadap terhadap organisasinya”.

  Mathias dan Jackson (2000 : 23) komitmen organisasi adalah derajat yang mana karyawan percaya dan menerima tujuan – tujuan organisasi dan akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan organisasi. “Organizational commitment is the strength of an individual’s identification and involvement in a particular organization as characterized by strong belief in and acceptance of the organization’s goals and value along with a readiness to exert considerable effort on behalf of the organization and to remain a member” (Zeinabadi, 2010 : 999). Menurut Sopiah (2008 : 157) komitmen organisasional adalah suatu ikatan psikologis karyawan pada organisasi yang ditandai dengan adanya :

1. Kepercayaan dan penerimaan yang kuat atas tujuan dan nilai – nilai organisasi, 2.

  Kemauan untuk mengusahakan tercapainya kepentingan organisasi, dan 3. Keinginan yang kuat untuk mempertahankan kedudukan sebagai anggota organisasi.

  Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasional adalah suatu keadaan dimana karyawan memiliki sikap yang setia atau memiliki keinginan yang kuat untuk mempertahankan tujuan organisasi. komitmen organisasi yaitu terbagi tiga : • Retention adalah memiliki kelompok atau anggota kerja yang bertahan.

  • Partcipation adalah memiliki kelompok atau anggota kerja yang aktif dalam memakai jasa dan layanan.
  • Coproduction adalah memiliki kelompok atau anggota kerja yang menghasilkan jasa & layanan.

  Dalam organisasi seorang pimpinan merupakan tenaga profesional yang berhadapan langsung dengan bawahan atau karyawan, maka pimpinan dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin mampu menjalankan berbagai kebijakan dengan tujuan – tujuan tertentu dan mempunyai komitmen yang kuat terhadap tempat dia bekerja. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan dan kuat antara komitmen organisasi dengan kepuasan. Manajer disarankan meningkatkan kepuasaan kerja dengan maksud untuk menimbulkan tingkat komitmen yang lebih tinggi. Selanjutnya, komitmen yang lebih tinggi dapat memfasilitasi produktivitas lebih tinggi (Wibowo, 2012 : 507).

2.1.6.2 Bentuk Komitmen Organisasional

  Allen dan Mayer ( dalam Herlina, 2013 : 157 ) mengemukakan tiga dimensi komitmen organisasi adalah sebagai berikut: 1)

  Komitmen afektif (affective comitment): Mengacu pada keterikatan emosional, identifikasi serta keterlibatan seorang karyawan pada suatu organisasi. Komitmen afektif seseorang akan menjadi lebih kuat bila pengalamannya dalam suatu organisasi konsisten dengan harapan – harapan dan memuaskan kebutuhan dasarnya dan sebaliknya. Anggota organisasi dengan komitmen afektif yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena memang memiliki keinginan untuk itu (want to). Komitmen afektif menunjukkan kuatnya keinginan seseorang untuk terus bekerja bagi suatu organisasi karena ia memang setuju dengan organisasi itu dan memang berkeinginan melakukannya. bekerjadengan perusahaan karena mereka menginginkan untuk bekerja di perusahaan itu.

  Komitmen afektif adalah tingkat keterkaitan secara langsung dengan organisasi berdasarkan seberapa baik perasaan mengenai organisasi. Komitmen ini muncul dan berkembang oleh dorongan adanya kenyamanan, keamanan, dan manfaat lain yang dirasakan dalam suatu organisasi yang tidak diperolehnya dari tempat atau organisasi yang lain. 2)

  Komitmen berkelanjutan (continuance commitment): Komitmen berdasarkan kerugian yang berhubungan dengan keluarnya karyawan dari organisasi. Komitmen ini muncul apabila karyawan tetap bertahan pada suatu organisasi karena membutuhkan gaji dan keuntungan – keuntungan lain, atau karena karyawan tersebut tidak menemukan pekerjaan lain. Hal ini mungkin karena kehilangan senioritas atas promosi atau benefit.

  Konsep side – bets orientation yang menekankan pada sumbangan seseorang yang sewaktu – waktu dapat hilang jika orang itu meninggalkan organisasi. Anggota organisasi dengan komitmen berkelanjutan yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena karyawan merasa membutuhkan organisasi (need to). Komitmen ini berhubungan dengan dedikasi anggota dalam melangsungkan kehidupan organisasi dan menghasilkan orang yang mau berkorban dan berinvestasi pada organisasi.

  Tindakan meninggalkan organisasi menjadi sesuatu yang beresiko tinggi karena orang merasa takut akan kehilangan sumbangan yang mereka tanamkan pada organisasi itu dan menyadari bahwa mereka tak mungkin mencari gantinya. Dapat didefinisikan sebagai keterkaitan anggota psikologis pada organisasi karena biaya yang di tanggung sebagai konsekuensi keluar dari organisasi. Anggota akan cenderung memiliki daya tahan atau komitmen yang tinggi dalam keanggotaan jika pengorban akibat keluar dari organisasi semakin tinggi. 3)

  Komitmen normatif (normative commiment): Komitmen normatif berkaitan dengan perasaan wajib untuk tetap berada dalam organisasi karena memang harus begitu; tindakan tersebut merupakan hal benar yang harus dilakukan. Selain itu, dapat timbul dari nilai – nilai dalam diri karyawan. Karyawan bertahan menjadi anggota organisasi karena adanya kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang seharusnya dilakukan. Anggota organisasi dengan komitmen normatif yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena karyawan merasa harus tetap bertahan dalam organisasi (ought to)

  Komitmen normatif juga dapat didefinisikan sebagai keterkaitan anggota secara psikologis dengan organisasi karena kewajiban moral untuk memelihara hubungan organisasi. Dalam kaitan ini sesuatu yang mendorong anggota untuk tetap berada dan memberikan sumbangan pada keberadaan suatu organisasi, baik materi maupun non materi, adalah adanya kewajiban moral, yang mana seseorang merasa tidak nyaman dan bersalah jika tidak melakukan sesuatu.

   Sopiah (2008:159) mengemukakan sejumlah cara yang bisa dilakukan untuk

  membangun komitmen karyawan pada organisasi, yaitu: 1. Make it charismatic : Jadikan visi dan misi organisasi sebagai suatu yang karismatik, sesuatu yang dijadikan pijakan, dasar bagi setiap karyawan dalam berprilaku, bersikap dan bertindak.

  2. Build the tradition : Segala sesuatu yang baik di organisasijadikanlah sebagai suatu tradisi yang secara terus – menerus dipelihara, dijaga oleh generasi berikutnya.

  3. Have comprehensif grievance procedures : Bila ada keluhan atau komplain dari pihak luar ataupun internal organisasi maka organisasi harus memiliki prosedur untuk mengatasi keluhan tersebut secara menyeluruh.

  4. Provide extensive two way communications : Jalinlah komunikasi dua arah di organisasi tanpa memandang rendah bawahan.

  5. Create a sense of community : Jadikan semua unsur dalam organisasi sebagai suatu community di mana di dalamnya ada nilai – nilai kebersamaan.

  6. Build value-based homogenity : Membangun nilai – nilai yang didasarkanadanya kesamaan.

  7. Get together : Adakan acara – acara yang melibatkan semua anggota organisasi sehingga kebersamaan bisa terjalin.

  8. Promote from within : Bila ada lowongan jabatan, sebaiknya kesempatan pertama diberikan kepada pihak intern sebelum merekrut karyawan dari luar.

  9. Commit to Actualizing : Setiap karyawan diberi kesempatan untuk mengaktualisasikan diri secara maksimal di organisasi sesuai dengan kapasitas masing – masing.

2.1.6.4 Faktor – faktor yang Mempengaruhi dan Dampak Komitmen Organisasional

  Komitmen karyawan pada organisasi tidak terjadi begitu saja, tetapi melalui proses yang cukup panjang dan bertahap. Menurut Sopiah (2008:163) komitmen karyawan pada organisasi juga ditentukan oleh sejumlah faktor. Ada tiga faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi, yaitu:

  (1) Ciri pribadi pekerja, termasuk masa jabatannya dalam organisasi, dan variasi kebutuhan dan keinginan yang berbeda dari tiap karyawan.

  (2) Ciri pekerjaan, seperti identitas tugas dan kesempatan berinteraksi dengan rekan kerja.

  Pengalaman kerja, seperti keterandalan organisasi di masa lampau dan cara pekerja – pekerja lain mengutarakan dan membicarakan perasaanya mengenai organisasi.

  Selain itu, faktor – faktor yang mempengaruhi komitmen organisasional adalah :

  1. Faktor personal, 2.

  Faktor organisasional, dan 3. Faktor yang bukan dari dalam organisasi.

  Menurut Sopiah (2008:166) Komitmen karyawan, baik tinggi maupun rendah akan berdampak pada :

  1. Karyawan itu sendiri, contohnya terhadap perkembangan karier karyawan di organisasi / perusahaan.

  2. Organisasi, karyawan yang berkomitmen tinngi pada organisasi akan menimbulkan kinerja organisasi yang tinggi, tingkat absensi berkurang, dan loyalitas karyawan.

  Menurut Sopiah (2008:165) menjelaskan 6 indikator dengan menggunakan tabel yang digambarkan oleh tabel 2.1 di bawah ini :

  Tabel 2.1 Organizational Commitment Scale

  Affective Commitment: 1.

  Saya akan senang sekali menghabiskan sisa karir saya di organisasi ini.

  2. Saya benar – benar merasakan bahwa masalah di organisasi ini adalah masalah saya.

  3. Saya merasa bahwa nilai – nilai yang saya anut sangat mirip dengan nilai – nilai yang ada pada organisasi.

  4. Saya merasa bangga apabila berkata pada orang lain bahwa saya menjadi anggota dari organisasi

  Continuance Commitment: 1.

  Sekarang ini tetap bertahan menjadi anggota organisasi adalah sebuah hal yang perlu, sesuai dengan keinginan saya.

  2. Sangat berat bagi saya untuk meninggalkan organisasi ini.

  3. Saya hanya dapat bekerja dengan baik di organisasi yang lain asalkan tipe pekerjaanya sama dengan tipe pekerjaanya pada organisasi ini.

  Normative Commitment: 1.

  Saya merasa tidak memiliki kewajiban untuk meninggalkan atasan saya saat ini.

  2. Saya merasa tidak tepat untuk meninggalkan organisasi saya saat ini, bahkan bila hal itu menguntungkan.

  3. Organisasi ini benar – benar memberikan inspirasi yang terbaik bagi diri saya dalam mencapai prestasi kerja.

  (Sumber : Sopiah, 2008 : 165)

  Menurut Mowday ( dalam Sopiah, 2008 : 165) mengembangkan suatu skala yang disebut Self Report Scales untuk mengukur komitmen karyawan terhadap organisasi, yang merupakan penjabaran dari tiga aspek komitmen, yaitu :

  a) Penerimaan terhadap tujuan organisasi,

  b) Keinginan untuk bekerja keras, dan

c) Hasrat untuk bertahan menjadi bagian dari organisasi.

2.1.4.1 Pengertian Kepuasan Kerja

  Kepuasan kerja adalah sikap seseorang terhadap pekerjaan mereka (Ivancevich, Kenopaske dan Matteson, 2007 : 90). Mathis dan Jackson (dalam Sopiah, 2008 : 170) mengemukakan, “Job satisfaction is a positive emotional state resulting one’s job experience.” (Kepuasan kerja merupakan pernyataan emosional yang positif yang merupakan hasil evaluasi dari pengalaman kerja).

  Menurut Sopiah (2008:170) Kepuasan kerja adalah suatu tanggapan emosional seseorang terhadap situasi dan kondisi kerja. Menurut Porter (dalam Ayu Sriathi, Mujiati dan Ardana, 2009 : 23) kepuasan kerja adalah selisih dari sesuatu yang seharusnya ada dengan sesuatu yang sesungguhnya ada. Semakin kecil selisih kondisi yang seharusnya ada dengan kondisi yang sesungguhnya ada seseorang cenderung merasa semakin puas.

  Menurut Wibowo (2012 : 502) kepuasan kerja merupakan variabel utama karena ada dua alasan, yaitu:

1. Menunjukkan hubungan dengan faktor kinerja, dan 2.

  Merupakan preferensi nilai yang dipegang banyak peneliti perilaku organisasi.

  Dari pendapat para peneliti di atas maka dapat kita simpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perilaku emosional yang positif seorang karyawan terhadap situasi dan kondis kerja. Keyakinan bahwa pekerja yang puas lebih produktif daripada yang tidak puas menjadi pendirian banyak manajer bertahun – tahun.

  Namun, pada kenyataanya mempertahankan asumsi hubungan kausal tersebut merupakan tujuan yang legitimate suatu organisasi.

  

2.4.4.2 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja dan Respons

Terhadap Ketidakpuasan Kerja

  Menurut Herzberg (dalam Ayu Sriathi, Mujiati dan Ardana, 2009 : 23) ada lima aspek, sebagai berikut : a.

  Kompensasi.

  b.

  Promosi (peningkatan jembatan).

  c.

  Lingkungan fisik (ventilasi, warna, penerangan, bunyi, dan lain – lainaa).

  d.

  Lingkungan non fisik (hubungan kerja dengan atasan – bawahan, ataupun rekan kerja, kesempatan dalam pengambilan keputusan).

  e.

  Karakteristik pekerjaan (variasi pekerjaan, prospek pekerjaan). Menurut Ayu Sriathi, Mujiati dan Ardana (2009 : 24) ada beberapa cara karyawan mengungkapkan ketidakpuasannya sebagai berikut :

  1. Eksit (berhenti).

  2. Suara (voice).

  3. Kesetiaan (loyaliti).

  4. Pengabaian. gambar 2.2, yaitu :

  Active Exit Voice Destructive Constructive Neglect Loyal Passive Gambar 2.2: Respons Terhadap Ketidakpuasan

  (Sumber : Wibowo, 2012:517)

2.4.4.3 Teori Kepuasan Kerja

  Menurut Wibowo (2012 : 502) teori kepuasan kerja terbagi atas dua teori yaitu sebagai berikut:

  1. Two – Factor Theory

  teori kepuasan kerja yang menganjurkan bahwa satisfaction (kepuasan) dan

  dissatisfaction (ketidakpuasan) merupakan bagian dari kelompok variabel yang berbeda, yaitu motivators dan hygiene factors.

  2. Value Theory

  Kepuasan kerja terjadi pada tingkatan di mana hasil pekerjaan diterima individu seperti diharapkan.

  Menurut Sopiah (2008 : 172) mengatakan bahwa terdapat tiga teori kepuasan kerja, di antaranya adalah:

  1. Discrepancy Theory

  Menjelaskan bahwa kepuasan kerja adalah selisih dari sesuatu yang seharusnya ada dengan sesuatu yang sesungguhnya ada.

  2. Equity Theory

  Karyawan atau individu akan merasa puas terhadap aspek – aspek khusus dari pekerjaan mereka.

  Menekankan pada upaya seorang dalam mempertahankan keseimbangan emosionalnya. Maksudnya, perasaan puas atau tidak puas merupakan masalah emosional.

2.1.4.4 Dimensi dan Indikator Kepuasan Kerja

  Menurut Sopiah (2008 : 172) dari beberapa pendapat dari para ahli dapat disimpulkan bahwa dimensi dan indikator kepuasan kerja adalah : a.

  Promosi adalah tersedianya peluang – peluang untuk mencapai kemajuan dalam jabatan. Indikatornya adalah Kesempatan untuk promosi, Pekerjaan buntu, Promosi pada kemampuan, Kesempatan baik untuk promosi, Kebijakan promosi tidak adil.

  b.

  Gaji atau upah adalah jumlah gaji atau upah yang diterima dan kelayakan imbalan tersebut. Indikatornya adalah Adil, Rendah, Pendapatan yang memadai untuk biaya promosi, Dibayar dengan baik, Aman.

  c.

  Pekerjaan itu sendiri adalah tingkat hingga di mana tugas – tugas pekerjaan dianggap menarik dan memberikan peluang untuk belajar dan menerima tanggung jawab. Indikatornya adalah Memberikan rasa keberhasilan, Membosankan, Memuaskan,Tidak menarik, Menantang.

  d.

  Supervisi adalah kemampuan sang supervisor untuk menunjukkan perhatian terhadap karyawan. Indikatornya adalah Memuji kerja yang baik, Bijaksana dan Up to Date.

  e.

  Teman kerja adalah tingkat hingga di mana para rekan sekerja bersikap bersahabat, kompeten, dan saling bantu membantu. Indikatornya adalah Bermanfaat, Membosankan, Cerdas, Malas, Bertanggung jawab.

  Hasil penelitian terdahulu tentang Pengaruh Kecerdasan Emosional, Komitmen Organisasional dan Kepuasan Kerja terhadap Perilaku Kewargaan Organisasional (OCB), dari hasil penelitian terdahulu sebagai berikut :

Tabel 2.2 Hasil Penelitian Terdahulu

  NO NAMA PENELITI PENELITIAN METODE – METODE ANALISIS METODE PENGUMPULAN DATA POPULASI HASIL PENELITIAN

  1 Dyna Herlina S. (2013) Pengaruh

  Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi terhadap Organizational Citizenship Behavior

  (Studi Pada Karyawan Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta)

  Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda Metode pengumpulan datanya menggunakan metode survey

  Populasi berjumlah 69 orang karyawan pada Bagian Tata Usaha FISE UNY Variabel kepuasan kerja memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap variabel organizational citizenship behavior karyawan FISE UNY, Variabel komitmen organisasi tidak memiliki pengaruh terhadap variabel kepuasan kerja karyawan FISE UNY, Besarnya pengaruh variabel kepuasan kerja dan komitmen organisasi terhadap organizational citizenship behavior.

  2 Eka Afnan T, Noormijati (2012) Pengaruh

  Kecerdasan Emosional, Stres Kerja dan Kepuasan Kerja terhadap Komitmen Organisasional Metode analisa yang digunakan adalah analisis jalur Metode pengumpulan datanya menggunakan metode sensus

  Populasi berjumlah 124 orang karyawan pada unit perawatan Rumah Sakit Panti Waluya Malang Kecerdasan emosional dan kepuasan kerja mempengaruhi positif dan signifikan terhadap komitmen organisasional, sedangkan stress kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap komitmen organisasional. Selain itu kecerdasan emosional dan stress kerja berpengaruh langsung terhadap komitmen Organisasional melalui kepuasan kerja.

  3 Reksa Anindya (2012)

  Pengaruh komitmen keorganisasian dan kecerdasan emosional karyawan terhadap organizational citizenship behavior karyawan Departemen Unit X Kompas Gramedia

  Metode analisa yang digunakan adalah Analisis regresi linier berganda

Metode pengumpulan

datanya menggunakan

metode survey

  Populasi berjumlah 300 orang karyawan yang aktif pada Departemen Unit

  X Kompas Gramedia Ada pengaruh positif signifikan antara Komitmen Organisasi terhadap OCB, Ada pengaruh positif signifikan antara Kecerdasan Emosi terhadap OCB, Ada pengaruh yang positif signifikan antara Komitmen Organisasi dan Kecerdasan Emosi terhadap OCB.

  4 Hassanreza Zeinabadi (2010)

  Job satisfaction and Organizational Citizen Behavior of Teacher (Kepuasan kerja dan Perilaku Kewargaaan Organisasional dari Guru) Metode analisa yang digunakan adalah Analisa Jalur

Metode pengumpulan

datanya menggunakan

metode survey

  Populasi berjumlah 652 orang Guru pada Sekolah Dasar di

  10 Wilayah Teheran, Iran Kepuasan kerja intrinsik adalah variabel dominan yang mempengaruhi OCB langsung melalui peran mediasi parsial komitmen nilai.

  5 Rahayu Sri Purnami (2013)

  Pengaruh Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasional Terhadap Perilaku Kewargaan Organisasional serta Implikasinya Terhadap Kinerja Pegawai Administrasi Politeknik Komputer Niaga LPKIA Bandung Metode analisa yang digunakan adalah Analisis Jalur

Metode pengumpulan

datanya menggunakan

metode survey

  Populasi berjumlah 300 orang karyawan Kepuasan kerja tidak berpengaruh positif terhadap perilaku kewargaan organisasional, kepuasan kerja terdapat pengaruh positif dari komitmen organisasional terhadap perilaku kewargaan organisasional, tidak terdapat pengaruh positif antara kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai, tidak terdapat pengaruh positif antara komitmen organisasional terhadap kinerja pegawai, dan terdapat pengaruh positif antara perilaku kewargaan organisasional terhadap kinerja pegawai

  6 Mohammad Sheik dan Anisa H (2012) Relationship

  Between Organizational Commitment and Organizational Citizenship Behavior Metode analisa yang digunakan adalah Analisa Jalur

Metode pengumpulan

datanya menggunakan

metode data primer

dan skunder Populasi berjumlah 150 orang karyawan

  Membangun komitmen normatif dan komitmen yang berkelanjutan memiliki dampak yang signifikan terhadap OCB, sedangkan komitmen afektif tidak memiliki dampak signifikan terhadap OCB.

  7 dan (2011) Job Satisfaction,

  Organizational Commitment and Personality Traits: A relationship Study (Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasi dan Kepribadian Sifat: Hubungan Studi) Metode analisa yang digunakan adalah Analisa regresi linier berganda

  

Metode pengumpulan

datanya menggunakan

metode Kuesioner Populasi berjumlah 100 orang Guru pada sekolah dasar di Pakistan

  Korelasi positif yang signifikan antara kepuasan kerja dan komitmen organisasi karyawan; hubungan negatif yang signifikan neurotisisme dengan kepuasan kerja dan komitmen organisasi; ekstroversi, keterbukaan terhadap pengalaman, keramahan, dan hati nurani menunjukkan korelasi positif yang signifikan dengan kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Usia yang signifikan, pendidikan, gaji, dan perbedaan status perkawinan terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasi karena semua variabel demografis yang berkorelasi positif kepuasan kerja dan komitmen organisasi.

  8 William (2013) Pengaruh

  Komitmen Organisasional dan Kepuasan Kerja terhadap Organizational Citizenship Behavior di PT.

  CB Capital Metode analisa yang digunakan adalah Analisa regresi linier berganda

  

Metode pengumpulan

datanya menggunakan

metode Kuesioner Populasi berjumlah 150 orang karyawan pada PT. CB Capital

  Komitmen organisasional berpengaruh positif dan signifkan terhadap organizational citizenship behavior , kepuasan kerja karyawan berpengaruhi positif dan signifikan terhadap organizational citizenship behavior, komitmen organisasional dan kepuasan kerja karyawan berpengaruh positif terhadap organizational citizenship behavior berpengaruh baik secara serentak maupun secara parsial. Dalam penelitian ini secara teoritis juga menjelaskan yaitu terdapat tiga variabel bebas yaitu kecerdasan emosional, komitmen organisasional dan kepuasan kerja serta satu variabel terikat yaitu Perilaku Kewargaan Organisasional. Adapun hubungan antar variabel yaitu :

  Menurut Wibowo ( 2012 : 519), kecerdasan emosional yang tinggi akan membuat karyawan berperilaku bijaksana dalam menyelesaikan suatu masalah yang ada baik masalah pekerjaan maupun masalah perusahaan atau dinas tersebut dimana organisasi menginginkan dan perlu pekerja yang mau melakukan hal – hal yang tidak terdapat dalam job description. Organisasi berkepentingan dengan berkembangnya sumber daya manusia yang memiliki Organizational Citizenship

  Behavior .

  Menurut Wibowo ( 2012 : 519), komitmen organisasional merupakan salah satu yang berpengaruh terhadap perilaku kewargaan organisasional, yaitu setia pada organisasi. Komitmen organisasional yang tinggi akan membuat karyawan akan setia pada pekerjaannya dan mempertahankan jabatannya untuk dapat meningkatkan kinerjanya pada perusahaaan dimana organisasi menginginkan pekerja yang mau melakukan hal – hal yang baru dan belum dilakukan sebelumnya. Organisasi hanya mencari pekerja yang memiliki Organizational Citizenship Behavior .

  Menurut Gibson (dalam Wibowo 2012 : 508), kepuasan kerja merupakan salah satu yang berpengaruh terhadap perilaku kewargaan organisasional, dimana dengan adanya kepuasan kerja pada diri karyawan maka karyawan akan kewargaan organisasional.

  Dari uraian pemikiran tersebut di atas dapat diperjelas melalui variabel pengaruh Kecerdasan Emosi, Komitmen Organisasional, dan Kepuasan Kerja terhadap Perilaku Kewargaan Organisasional secara skematis digambarkan seperti pada gambar dibawah ini :

  Kecerdasan Emosional (X )

1 H

  1 Perilaku Kewargaan

  Komitmen Organisasional

  H

  2 Organisasional (Y)

  (X )

2 H

  

4

H

  3 Kepuasan Kerja (X )

  3 Gambar 2.3

Pengaruh Kecerdasan Emosional, Komitmen Organisasional, dan Kepuasan

Kerja terhadap Perilaku Kewargaan Organisasional

2.4 Hipotesis

  Hipotesis adalah suatu penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena, atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi. Hipotesis merupakan pernyataan penelitian tentang hubungan antara variabel – variabel dalam peneliatian, serta merupakan pernyataan yang paling spesifik (Kuncoro, 2009 : 59). penelitian ini adalah : 1. Kecerdasan emosional berpengaruh signifikan terhadap Perilaku Kewargaan

  Organisasional ( Organizational Citizenship Behavior ) pegawai pada Dinas Pertanian dan Kelautan Pemerintah Kota Medan.

  2. Komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap Perilaku Kewargaan Organisasional ( Organizational Citizenship Behavior ) pegawai pada Dinas Pertanian dan Kelautan Pemerintah Kota Medan.

  3. Kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap Perilaku Kewargaan Organisasional ( Organizational Citizenship Behavior ) pegawai pada Dinas Pertanian dan Kelautan Pemerintah Kota Medan.

  4. Kecerdasan emosional, komitmen organisasional dan kepuasan kerja secara

  bersama – sama berpengaruh signifikan terhadap perilaku kewargaan organisasional ( Organizational Citizenship Behavior ) pegawai pada Dinas Pertanian dan Kelautan Pemerintah Kota Medan.