Gambaran Faktor-faktor Perilaku Ibu Dalam Pemeriksaan Pap Smear Di Poli Ginekologi RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2012

(1)

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PERILAKU IBU DALAM PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI POLI GINEKOLOGI

RSUD DR PIRNGADI MEDAN TAHUN 2012

SKRIPSI

OLEH :

NIM : 061000094

BETA LIANA PUTRI NASUTION

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PERILAKU IBU DALAM PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI POLI GINEKOLOGI

RSUD DR PIRNGADI MEDAN TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

NIM : 061000094

BETA LIANA PUTRI NASUTION

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PERILAKU IBU DALAM PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI POLI GINEKOLOGI

RSUD DR PIRNGADI MEDAN TAHUN 2012

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

NIM : 061000094

BETA LIANA PUTRI NASUTION

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim penguji Skripsi Pada Tanggal 28 Juli 2012 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua penguji Penguji I

Drs. Edy Syahrial, MS

NIP. 19590713 198703 1 001 NIP. 19690922 199403 2 002 Lita Sri Andayani SKM, Mkes

Penguji II Penguji III

dr. Taufik Ashar, MKM

NIP. 19780331 200312 1 001 NIP. 19611024 199003 1 003 Drs. Tukiman, MKM

Medan, Juli 2012 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara, Dekan,

NIP. 19610831 198903 1 001 Dr. Drs. Surya Utama MS


(4)

ABSTRAK

Kanker serviks banyak diderita oleh kaum wanita dan 65% penderita sudah berada di stadium lanjut (Darmindro dkk, 2007). Salah satu metode untuk mendeteksi secara dini kanker serviks adalah dengan pemeriksaan Pap Smear. Di RSUD Dr

Pirngadi Medan RSUD bagian ginekologi diperoleh data pasien yang memeriksakan

diri ke rumah sakit dan suspek kanker leher rahim mulai dari januari hingga November 2011 sebanyak 1100 orang.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor predisposisi, pemungkin, dan penguat ibu dalam pemeriksaan Pap Smear di RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2012. Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif kuantitatif dengan teknik pengambilan sampling purposive. Populasi penelitian adalah seluruh pasien yang melakukan pemeriksaan Pap Smear di poli Ginekologi RSUD Dr Pirngadi Medan sebanyak 1100 orang dan jumlah sampel sebagai responden diambil sebanyak 63 orang. Penyajian data dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor predisposisi responden yaitu pengetahuan umumnya berada pada kategori baik yaitu sebanyak 34 orang (54,0%). Untuk sikap responden umumnya berada pada kategori sikap baik yaitu sebanyak 63 orang (100%). Untuk faktor pemungkin yang berupa biaya sebagian besar responden menyatakan tidak mengeluarkan biaya dalam melakukan pemeriksaan Pap Smear sebanyak 53 responden (84,1%), untuk pelayanan kesehatan yang diberikan oleh petugas kesehatan di poli ginekologi RSUD Dr Pirngadi sebanyak 47 responden (74,6%) menyatakan baik, untuk media informasi 13 responden (20,6%) yang pernah mendapatkan informasi Pap Smear dari televisi. Untuk faktor penguat yaitu sebanyak 62 responden (98,4%) menyatakan mendapat dukungan keluarga dalam melakukan Pap Smear, sebanyak 32 responden (50,8%) menyatakan tidak pernah diajak teman untuk melakukan Pap Smear, sebanyak 60 responden (95,3%) menyatakan petugas kesehatan memberikan informasi Pap Smear kepada responden.

Dari hasil penelitian disarankan kepada petugas kesehatan atau rumah sakit untuk turut berpartisipasi dalam memberikan informasi mengenai Pap Smear sebagai upaya deteksi dini kanker serviks.


(5)

ABSTRACT

Cervical cancer affects many women and 65% of patients already in an advanced stage (Darmindro et al, 2007). One method for early detection of cervical cancer is Pap smear. In Public Hospital Dr Pirngadi Medan acquired the gynecological check-up patient data to hospital with suspected cancer from January to November 2011 as many as 1100 people.

The research aims to know the description of predisposing, enabling, and reinforcing factors of mothers in Pap Smear in public hospitals Dr Pirngadi Medan 2012. This type of research is quantitative descriptive study with purposive sampling collection technique. The study population was all patients who perform Pap Smear in poly Gynecology Hospital Dr Pirngadi field as many as 1100 people and the number of samples taken for the study were 63 people. Presentation of data using frequency distribution tables.

The results showed that respondents are predisposing factors in the category of knowledge is generally good even as many as 34 people (54.0%). For the general attitude of the respondents in the category of a good attitude even as many as 63 people (100%). To factor the cost of enabling the majority of respondents stated it does not cost the Pap smear as many as 53 respondents (84.1%), access to health services for treatment of Pap tests by 40 respondents (63.5%) stated Hospital Dr Pirngadi field is not too difficult to reach and to health services provided by health professionals in poly gynecology Hospital Dr Pirngadi total of 47 respondents (74.6%) stating whether, for media information, 13 respondents (20.6%) who never get a Pap Smear in television. For the reinforcing factor of 62 respondents (98.4%) said that they get support from their family in Pap Smear, a total of 32 respondents (50.8%) claimed never invited friends to do the Pap smear, a total of 60 respondents (95.3%) state health officials to provide information to the respondent Pap Smear.

From the results of the study suggested that health center or hospital to participate in providing information on the Pap Smear as a cervical cancer early detection efforts.


(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat kesehatan serta keselamatan, dan atas berkah dan hidayah-Nya

lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Gambaran

Faktor-faktor Perilaku Ibu Dalam Pemeriksaan Pap Smear Di Poli Ginekologi RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2012”.

Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara materi maupun dukungan moril. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

2. Drs. Tukiman, MKM selaku ketua Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku sekaligus Dosen Penguji II yang telah banyak memberikan ilmu dan pengalaman kepada penulis selama menuntut ilmu di FKM USU serta saran dan masukan kepada penulis.

3. Drs. Eddy Syahrial, MS, selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.

4. Lita Sri Andayani, SKM, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak membantu dan meluangkan waktu dan pikirannya dalam membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

5. dr. Taufik Ashar, MKM, selaku Dosen Penguji I yang telah banyak memberikan kritik dan saran dalam penulisan skripsi ini.

6. Seluruh staf pengajar Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, terima kasih untuk pembelajaran yang telah diberikan kepada penulis selama ini dan tidak lupa kepada Bang Warsito yang selalu membantu penulis dalam hal administrasi.

7. Drs. Jemadi, M.Kes , selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis yang telah banyak memberikan bimbingan, saran dan petunjuk selama penulis mengikuti perkuliahan di FKM USU.


(7)

8. dr. Fadjrir, Sp.OG selaku Kepala Staf Penelitian bagian Ginekologi RSUD Dr Pirngadi Medan yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk mengadakan penelitian.

9. Orangtua Tercinta, Ruslin Nst dan Eldiana Siregar, Abang Tercinta Ade

Mahendra Putra Nst, serta adik tersayang Chandri Lidya Putri Nst , yang telah memberikan dukungan moril, materil serta kasih sayang yang kepada penulis.

10.Teman spesialku, Rudy Irwanto, terima kasih atas kebersamaan dan

motivasinya, semoga tetap akan menjadi teman spesial.

11.Teman baikku: Ismil Khairi Lubis, Julianti Aisyah, dan Media Aprina yang telah memberikan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

12. Teman-teman seperjuangan: Lidya N Situngkir dan Masdiana Tanjung yang

telah banyak memberikan dukungan serta semangat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

13. Semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat disebutkan satu

persatu atas dukungan, kerjasama dan doanya.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini baik dari segi isi maupun penyajiannya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin

Medan, 28 Juli 2012 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN

ABSTRAK ... i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.3.1. Tujuan Umum ... 9

1.3.2. Tujuan Khusus ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perilaku ... 11

2.1.1. Pengetahuan ... 13

2.1.2. Sikap... 16

2.1.3. Tindakan ... 18

2.2. Perilaku Kesehatan ... 19

2.3. Teori Perubahan Perilaku ... 22

2.3.1. Teori Lawrence Green ... 23

2.3.2. Teori WHO ... 24

2.4. Kanker Serviks ... 25

2.4.1. Pengertian Kanker Serviks ... 25

2.4.2. Penyebab Kanker Serviks... 25

2.4.3. Faktor Risiko Kanker Serviks ... 26


(9)

2.4.5. Stadium Kanker Serviks ... 29

2.4.6. Diagnosis ... 33

2.4.7. Pencegahan Kanker Serviks ... 34

2.5. Pap Smear ... 36

2.5.1. Perkembangan Pap Smear ... 36

2.5.2. Test Pap Smear ... 36

2.5.3. Manfaat Pemeriksaan Pap Smear ... 37

2.5.4. Wanita Yang Perlu Melakukan Pap Smear ... 38

2.5.5. Alat Yang Diperlukan Untuk Pengambilan Tes Pap 40 2.5.6. Cara Pemeriksaan Pap Smear ... 40

2.5.7. Hasil Pemeriksaan Test Pap Smear ... 40

2.6. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pemeriksaan Pap Smear ... 42

2.8. Kerangka Konsep... 47

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian ... 49

3.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 49

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 49

3.2.2. Waktu Penelitian ... 50

3.3. Populasi Dan Sampel ... 50

3.3.1. Populasi ... 50

3.3.2. Sampel ... 50

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 51

3.4.1. Data Primer... 51

3.4.2. Data Sekunder... 51

3.5. Definisi Operasional ... 51

3.6. Instrumen Dan Aspek Pengukuran ... 54

3.6.1. Instrumen ... 54


(10)

3.7. Teknik Pengolahan Dan Analisa Data ... 57

3.7.1. Pengolahan Data ... 57

3.7.2. Analisa Data ... 58

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 59

4.1.1. Sejarah Rumah Sakit ... 59

4.1.2. Letak dan Keadaan ... 61

4.1.3. Struktur Organisasi ... 62

4.2. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)... 63

4.2.1. Umur ... 64

4.2.2. Pendidikan ... 64

4.2.3. Pekerjaan ... 65

4.2.4. Penghasilan ... 65

4.2.5. Riwayat Perkawinan ... 65

4.2.6. Riwayat Kehamilan ... 66

4.2.7. Pengetahuan ... 67

4.2.8. Sikap Responden ... 75

4.3. Faktor Pemungkin ... 79

4.3.1. Biaya ... 79

4.3.2. Jarak ... 80

4.3.3. Pelayanan Kesehatan ... 80

4.3.4. Media Informasi ... 81

4.4. Faktor Penguat ... 81

4.4.1. Faktor Penguat Keluarga ... 81

4.4.2. Faktor Penguat Teman ... 82

4.4.3. Faktor Penguat Petugas Kesehatan ... 82

4.5. Tindakan Responden ... 83

4.5.1. Tindakan Responden Mengenai Alasan Melakukan Pap Smear ... 83


(11)

4.5.2. Tindakan Responden Dalam Melakukan Pap Smear Secara

Rutin ... ... 83

4.5.3. Tindakan Responden Dalam Memperoleh Hasil Adanya Kelainan Pada Serviks Melalui Pemeriksaan Pap Smear ... 84

4.5.4. Tindakan Responden Dalam Memperolah Penjelasan Mengenai Hasil Tes Pap Smear Dari Petugas Kesehatan ... 84

4.5.5. Tindakan Responden Dalam Melakukan Pencegahan Kanker Serviks Selain Pap Smear ... ... 84

4.5.6. Tindakan responden Dalam Menganjurkan Pap Smear Kepada Keluarga/Teman/Tetangga ... 85

BAB V PEMBAHASAN ... 86

5.1. Faktor Predisposisi ... 86

5.1.1. Umur Responden ... 86

5.1.2. Pendidikan ... 87

5.1.3. Pekerjaan ... 88

5.1.4. Penghasilan ... 88

5.1.5. Riwayat Perkawinan ... 89

5.1.6. Riwayat Kehamilan ... 90

5.2. Pengetahuan ... 91

5.2.1. Pengetahuan Tentang Kanker Serviks Meliputi Pengertian, Penyebab, Faktor Resiko, dan Gejala Kanker Serviks ... 91

5.2.2. Pengetahuan Tentang Merokok Sebagai Salah Satu Faktor Resiko ... ... 93

5.2.3. Pengetahuan Responden Tentang Pemeriksaan Pap Smear ... 94

5.2.4. Pengetahuan Responden Tentang Manfaat Pap Smear ... 95


(12)

5.2.5. Pengetahuan Responden Tentang Usia Wanita Untuk

Melakukan Pap Smear ... 97

5.2.6. Pengetahuan Responden Tentang Pelaksanaan Pap Smear ... 99

5.2.7. Pengetahuan Responden Tentang Tempat Memperoleh Informasi dan Pemeriksaan Pap Smear ... 99

5.2.8. Kategori Tingkatan Pengetahuan ... 100

5.3. Sikap Ibu Tentang Bahaya Kanker Serviks Dan Pemeriksaan Pap Smear ... 102

5.3.1. Sikap Ibu Tentang Kanker Serviks dan Gejala Kanker Serviks ... 102

5.3.2. Sikap Ibu Tentang Faktor Resiko Kanker Serviks .... 103

5.3.3. Sikap Ibu Terhadap Pap Smear ... 104

5.3.4. Kategori Tingkatan Sikap ... 105

5.4. Faktor Pemungkin ... 106

5.4.1. Biaya ... 106

5.4.2. Jarak ... 107

5.4.3. Pelayanan Kesehatan ... 108

5.5. Faktor Penguat ... 109

5.5.1. Keluarga ... ... .. 109

5.5.2. Teman ... 110

5.5.3. Petugas Kesehatan ... 111

5.6. Tindakan ... 112

5.6.1. Tindakan Ibu Mengenai Alasan Melakukan Pap Smear ... 112

5.6.2. Tindakan Ibu Terhadap Frekuensi Melakukan Pap Smear ... 113

5.6.3. Tindakan Responden dalam Melakukan Pencegahan Kanker Serviks Selain Pap Smear ... 114 5.6.4. Tindakan Responden dalam Menganjurkan Pap Smear


(13)

Kepada Keluarga/Teman/Tetangga ... 114

5.6.5. Kategori Tindakan ... 115

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 117

6.1. Kesimpulan ... 117

6.2. Saran ... 118 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN - Kuesioner

- Print Out Master Data

- Surat Izin Survei Pendahuluan dari FKM USU - Surat Izin Penelitian dari FKM USU


(14)

ABSTRAK

Kanker serviks banyak diderita oleh kaum wanita dan 65% penderita sudah berada di stadium lanjut (Darmindro dkk, 2007). Salah satu metode untuk mendeteksi secara dini kanker serviks adalah dengan pemeriksaan Pap Smear. Di RSUD Dr

Pirngadi Medan RSUD bagian ginekologi diperoleh data pasien yang memeriksakan

diri ke rumah sakit dan suspek kanker leher rahim mulai dari januari hingga November 2011 sebanyak 1100 orang.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor predisposisi, pemungkin, dan penguat ibu dalam pemeriksaan Pap Smear di RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2012. Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif kuantitatif dengan teknik pengambilan sampling purposive. Populasi penelitian adalah seluruh pasien yang melakukan pemeriksaan Pap Smear di poli Ginekologi RSUD Dr Pirngadi Medan sebanyak 1100 orang dan jumlah sampel sebagai responden diambil sebanyak 63 orang. Penyajian data dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor predisposisi responden yaitu pengetahuan umumnya berada pada kategori baik yaitu sebanyak 34 orang (54,0%). Untuk sikap responden umumnya berada pada kategori sikap baik yaitu sebanyak 63 orang (100%). Untuk faktor pemungkin yang berupa biaya sebagian besar responden menyatakan tidak mengeluarkan biaya dalam melakukan pemeriksaan Pap Smear sebanyak 53 responden (84,1%), untuk pelayanan kesehatan yang diberikan oleh petugas kesehatan di poli ginekologi RSUD Dr Pirngadi sebanyak 47 responden (74,6%) menyatakan baik, untuk media informasi 13 responden (20,6%) yang pernah mendapatkan informasi Pap Smear dari televisi. Untuk faktor penguat yaitu sebanyak 62 responden (98,4%) menyatakan mendapat dukungan keluarga dalam melakukan Pap Smear, sebanyak 32 responden (50,8%) menyatakan tidak pernah diajak teman untuk melakukan Pap Smear, sebanyak 60 responden (95,3%) menyatakan petugas kesehatan memberikan informasi Pap Smear kepada responden.

Dari hasil penelitian disarankan kepada petugas kesehatan atau rumah sakit untuk turut berpartisipasi dalam memberikan informasi mengenai Pap Smear sebagai upaya deteksi dini kanker serviks.


(15)

ABSTRACT

Cervical cancer affects many women and 65% of patients already in an advanced stage (Darmindro et al, 2007). One method for early detection of cervical cancer is Pap smear. In Public Hospital Dr Pirngadi Medan acquired the gynecological check-up patient data to hospital with suspected cancer from January to November 2011 as many as 1100 people.

The research aims to know the description of predisposing, enabling, and reinforcing factors of mothers in Pap Smear in public hospitals Dr Pirngadi Medan 2012. This type of research is quantitative descriptive study with purposive sampling collection technique. The study population was all patients who perform Pap Smear in poly Gynecology Hospital Dr Pirngadi field as many as 1100 people and the number of samples taken for the study were 63 people. Presentation of data using frequency distribution tables.

The results showed that respondents are predisposing factors in the category of knowledge is generally good even as many as 34 people (54.0%). For the general attitude of the respondents in the category of a good attitude even as many as 63 people (100%). To factor the cost of enabling the majority of respondents stated it does not cost the Pap smear as many as 53 respondents (84.1%), access to health services for treatment of Pap tests by 40 respondents (63.5%) stated Hospital Dr Pirngadi field is not too difficult to reach and to health services provided by health professionals in poly gynecology Hospital Dr Pirngadi total of 47 respondents (74.6%) stating whether, for media information, 13 respondents (20.6%) who never get a Pap Smear in television. For the reinforcing factor of 62 respondents (98.4%) said that they get support from their family in Pap Smear, a total of 32 respondents (50.8%) claimed never invited friends to do the Pap smear, a total of 60 respondents (95.3%) state health officials to provide information to the respondent Pap Smear.

From the results of the study suggested that health center or hospital to participate in providing information on the Pap Smear as a cervical cancer early detection efforts.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada akhir abad 20 prevalensi penyakit menular mengalami penurunan, sedangkan penyakit tidak menular cenderung mengalami peningkatan. Penyakit tidak menular (PTM) dapat digolongkan menjadi satu kelompok utama dengan faktor

risiko yang sama (common underlying risk factor). Penyakit tidak menular

mengalami peningkatan karena perubahan gaya hidup masyarakat seperti pola konsumsi yang lebih mementingkan makanan berlemak, kurang serat, maupun yang diproses seperti diawetkan, diasinkan, dan diasap (DepKes RI, 2006).

Perhatian terhadap penyakit tidak menular makin hari makin meningkat, karena semakin meningkatnya frekuensi kejadiannya pada masyarakat. Selama ini epidemiologi kebanyakan berkecimpung dalam menangani masalah penyakit menular, namun perkembangan sosio ekonomi juga cultural bangsa dan dunia kemudian menuntut epidemiologi untuk memberikan perhatian kepada penyakit tidak menular yang jumlahnya terus saja meningkat pada masyarakat, terutama terhadap penyakit kanker yang saat ini menjadi penyebab kematian nomor 2 di dunia (Depkes, 2006).

Kanker atau dalam bahasa medisnya biasa disebut Karsinoma adalah sekelompok penyakit yang ditandai oleh pertumbuhan dan perkembangan sel-sel yang tidak terkontrol dan tidak normal (Price & Wilson, 2006). Kanker dapat dicetuskan oleh faktor eksternal dan faktor internal yang memicu terjadinya proses


(17)

karsinogenesis (proses pembentukan kanker). Faktor eksternal dapat berupa infeksi, radiasi, zat kimia tertentu, dan juga konsumsi tembakau, sedangkan mutasi (baik yang diturunkan maupun akibat metabolisme), hormon, dan kondisi sistem imun merupakan faktor internal (American Cancer Society, 2008).

Pada wanita kanker juga dapat menyerang berbagai organ reproduksi. Salah satunya yaitu kanker serviks. Kanker reproduktif wanita ini diperkirakan membunuh lebih dari 26.400 wanita di Amerika Serikat setiap tahunnya. Dari kanker ini, sekitar 15.800 adalah kasus baru kanker serviks invasif yang dapat menyebabkan 4800 kematian. Kanker serviks merupakan kanker reproduktif wanita ketiga yang paling umum dan merupakan bentuk neoplasma yang menduduki salah satu tempat teratas dalam daftar sebab kematian akibat tumor ganas pada wanita (Brunner & Suddarth, 2001).

Saat ini, ada tiga jenis kanker sebagai penyebab utama kematian pada wanita yaitu kanker payudara, kanker serviks, dan kanker paru. Menurut data dari WHO (World Health Organization) setiap tahun, jumlah penderita kanker bertambah mencapai 6,25 juta orang. Dalam 10 tahun mendatang, diperkirakan 9 juta orang akan meninggal setiap tahun akibat kanker. Dua pertiga dari penderita kanker di dunia akan berada di negara-negara yang sedang berkembang (Setiati, 2009).

Menurut data WHO, kanker serviks merupakan kanker nomor dua terbanyak pada perempuan berusia 15-45 tahun setelah kanker payudara. Tak kurang dari 500.000 kasus baru dengan kematian 280.000 penderita terjadi tiap tahun di seluruh dunia. Bisa dikatakan, setiap dua menit seorang perempuan meninggal akibat kanker serviks. Di wilayah Asia Pasifik dan Timur Tengah ada 1,3 miliar perempuan berusia


(18)

13 tahun ke atas yang berisiko terkena kanker serviks. WHO memperkirakan, ada lebih dari 265.000 kasus kanker serviks dengan kematian 140.000 penderita tiap tahun di wilayah ini (Prima, 2010).

Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti kanker serviks. Kanker serviks paling sering terjadi pada usia 30 sampai 45 tahun tetapi dapat terjadi di usia dini yaitu 18 tahun. Banyak faktor risiko yang berhubungan dengan kanker serviks seperti hubungan seksual bebas, kehamilan dini, riwayat partus dini dan multi partus,

pemajanan infeksi, personal hygine yang buruk dan gaya hidup yang tidak sehat

(Price & Wilson, 2005). Sebelum terjadi kanker serviks akan terjadi keadaan yang disebut lesi prakanker serviks. Lesi prakanker biasanya ditemukan pada wanita berusia 30 tahun, sedangkan kanker serviks ditemukan pada usia 45 tahun. Sehingga memerlukan waktu kurang lebih 15 tahun dari keadaan lesi prakanker menjadi kanker serviks (Aziz, 2001; Robbins et al., 2007). Penyakit kanker biasanya menunjukkan gejala yang spesifik pada stadium lanjut, sehingga sangat kecil kemungkinan harapan hidup penderita. Akan tetapi meski beberapa kanker sulit untuk dideteksi, maka lain halnya dengan kanker serviks yang dapat dilakukan pendeteksian dini dengan uji pulasan Papanicolaou (Pap) (Depkes RI, 2008).

Sejak tiga dekade terakhir, masyarakat Indonesia telah mengalami perbaikan yang bermakna dalam tingkat kesehatannya. Hal ini disebabkan karena adanya pembangunan dan kemajuan sosial ekonomi yang amat pesat disertai pula pembangunan di bidang kesehatan yang baik. Kemajuan-kemajuan di bidang sosial ekonomi pada gilirannya mempunyai pengaruh terhadap perubahan lingkungan berupa meningkatnya polusi, berubahnya tata nilai dan perilaku, meningkatnya umur


(19)

harapan hidup, dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut mengakibatkan berubahnya pola penyakit dari penyakit menular ke penyakit tidak menular, salah satu diantaranya ialah peningkatan jumlah penderita penyakit kanker (Fatimah, 2008).

Menurut data Departemen Kesehatan RI, penyakit kanker serviks saat ini menempati urutan pertama kanker yang diderita oleh kaum wanita Indonesia. Saat ini ada 100 kasus per 100.000 penduduk atau 200.000 kasus setiap tahunnya dengan usia antara 45-54 tahun dan menempati urutan teratas dari 10 kanker yang banyak pada wanita dan sekitar 65% berada pada stadium lanjut (kesepro info, 2007).

Data yang dikumpulkan dari 13 laboratorium patologi anatomi di Indonesia menunjukkan bahwa frekuensi kanker serviks tertinggi di antara kanker yang ada di Indonesia maupun Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Ciptomangunkusumo. Akumulasi penyebaran kanker serviks sendiri terdapat di Jawa-Bali yakni 92,44% (Aziz, 2001).

Untuk wilayah kota medan terdapat 62 kasus kanker seviks sepanjang tahun 2010 (waspada, 2011). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dari berbagai rumah sakit di Sumatera Utara ditemukan bahwa di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan dalam kurun waktu 1998-2002 dari 802 kasus kanker ginekologik dan 421 (52,5%) diantaranya adalah kanker leher rahim. Di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan selama kurun waktu 1998-2004 dari 1.672 kasus kanker ditemukan 195 kasus (11,66%) diantaranya didiagnosis sebagai kanker leher rahim (Zai Elwin, 2009). Dan data dari RSUD dr.Pirngadi Kota Medan pada tahun 2006, jumlah penderita kanker serviks sebanyak 28, tahun 2007 sebanyak 32 orang,tahun 2008 sebanyak 35 orang, tahun 2009 sebanyak 25 orang, dan pada tahun 2010


(20)

sebanyak 40 orang. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa kasus kanker leher rahim mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Tingginya kasus kanker leher rahim disebabkan minimnya kesadaran untuk melakukan deteksi dini, dikarenakan upaya promosi dan preventif dalam pencegahan terhadap kasus kanker leher rahim masih kurang digalakkan oleh pemerintah yang mengakibatkan masyarakat menjadi kurang informasi mengenai bahaya kanker leher rahim dan berbagai upaya pencegahannya. Selain itu, rasa keingintahuan masyarakat Indonesia juga dinilai masih rendah, khususnya ibu-ibu. Ditambah lagi masih berkembangnya persepsi di setiap masyarakat kita bahwa sarana pelayanan kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit hanya sebagai tempat untuk berobat saja, itu artinya masyarakat hanya datang ke pusat pelayanan kesehatan jika mereka sudah sakit. Akibatnya, sebagian besar kasus yang ditemukan sudah masuk pada stadium lanjut dan menyebabkan kematian karena kanker leher rahim tidak menunjukkan gejala (Adiati, 2010).

Prihartono (2002) menyatakan bahwa pengalaman berbagai negara maju menunjukkan bahwa upaya peningkatan derajat kesehatan hanya dapat dicapai secara efisiensi apabila lebih ditekankan pada upaya pencegahan. Upaya pencegahan selalu lebih baik dan bermanfaat dibanding upaya pengobatan. Upaya pencagahan dalam pengertian yang lebih luas mencakup kegiatan pendeteksian secara dini berbagai jenis penyakit.

Pencegahan kanker dapat diartikan sebagai pengenalan berbagai faktor penyebab kanker dan upaya menghindari berfungsinya penyebab itu, atau agar penyebab tersebut tidak efektif (Gandasentana, 1997). Pencegahan kanker serviks


(21)

dapat dilaksanakan apabila ditemukan pada stadium dini dan pada stadium tersebut, kemungkinan penyakit ini dapat disembuhkan 100% (Rosilawati, dkk 2007). Deteksi pemeriksaan yang paling utama dan dianjurkan untuk deteksi dini kanker serviks adalah pemeriksaan papaniculou smear atau yang dikenal dengan Pap Smear (Bustan, 2000).

Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada, Australia dan sebagainya, test Pap Smear digunakan dalam pemeriksaan massal (mass screenings) untuk penemuan dini karsinoma serviks. Di Amerika Serikat pemeriksaan massal Pap Smear selama 20 tahun terakhir menyebabkan penurunan kasus karsinoma serviks uteri sebanyak 65%. Sebaliknya, di Kanada di propinsi-propinsi yang tidak melakukan program Pap test terdapat kenaikan mortalitas karena karsinoma serviks sebesar 25% antara tahun 1960-1970 (Nur, 2007).

Di Indonesia, dinas kesehatan masing-masing kota sudah mulai menggalakkan Pap Smear, yang masuk ke dalam program kerja bulanan, selain itu pap smear juga sudah mulai dimasukkan dalam program kerja di masing-masing puskesmas. Pelatihan tenaga kesehatan agar dapat melakukan tes Pap Smear juga dilakukan, ditambah lagi adanya kerjasama lintas sektoral antara dinas kesehatan setempat dengan Yayasan Kanker Indonesia dan masyarakat untuk terus menggalakkan Pap Smear (Depkes, 2006).

Akan tetapi masih banyak masalah dan kendala yang dihadapi dalam menggalakkan program Pap Smear di Indonesia antara lain sumber daya manusia sebagai pelaku skrining khsusunya tenaga ahli patologi anatomi/sitologi dan teknisi


(22)

sitologi/skriner masih terbatas. Data dari sekretariat IAPI (Ikatan Ahli Patologi Indonesia), bahwa pada tahun 1999 jumlah ahli patologi sebanyak 178 orang yang tersebebar baru di 13 propinsi di Indonesia dan jumlah skriner yang masih kurang

dari 100 orang. Di sisi lain, Indonesia mempunyai sejumlah bidan, dimana bidan

merupakan tenaga kesehatan yang dekat dengan masalah kesehatan wanita yang potensinya perlu dioptimalkan khsususnya untuk program skriming kanker serviks. Dari data sekretariat IBI (Ikatan Bidan Indonesia) Pusat, pada tahun 1997 jumlah bidan di desa sebanyak 55.000 orang dan bidan praktek swasta sebanyak 16.000

orang. Dari penelitian Nuranna L dan Aziz MF pada tahun 1991, diperoleh data

bahwa diantara petugas kesehatan termasuk bidan, kemampuan kewaspadaannya terhadap kanker serviks masih perlu diberdayakan.

Secara geografi, wilayah Indonesia sangat luas dan terdiri dari beribu-ribu pulau, ditambah masih sulitnya komunikasi dan transportasi antar wilayah. Dari segi wanita yang selayaknya menjalani skriming diperoleh bahwa para wanita sering enggan untuk diperiksa oleh karena ketidaktahuan, rasa malu, rasa takut, dan faktor biaya. Hal ini umumnya disebabkan oleh masih rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan penduduk di Indonesia (Iswara, 2004).

Menurut Evenmett (2003) yang melakukan analisis mengenai penyebab pap smear tidak dilakukan oleh wanita yaitu karena faktor psikologis dimana mereka merasa takut melakukan pap smear, takut mengetahui hasilnya bahwa menderita kanker dan malu untuk menjalani pemeriksaan Pap Smear. Sedangkan suwigoya, mengatakan bahwa alasan para wanita tidak ingin periksa Pap Smear karena


(23)

ketidaktahuan akan informasi Pap Smear, rasa malu, rasa takut terhadap alat dan

faktor biaya

RSUD Dr.Pirngadi merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan milik pemerintah yang bertugas melaksanakan pelayanan kesehatan, melalui upaya penyembuhan, pemulihan terhadap orang sakit serta menyelenggarakan pendidikan dan penelitian. Selain itu, RSUD Dr.Pirngadi adalah rumah sakit rujukan dari berbagai rumah sakit di daerah yang juga menerima pasien jamkesmas. Salah satu pelayanan yang tersedia di RSUD Dr Pirngadi Medan adalah pelayanan dalam pemeriksaan Pap Smear yang dilakukan di poli Ginekologi (rsupirngadi.com). Berdasarkan data dari RSUD dr.Pirngadi bagian ginekologi diperoleh data pasien yang memeriksakan diri ke rumah sakit dan suspek kanker leher rahim dan mioma uteri sehingga harus melakukan pap smear dari tahun 2006 sebanyak 525 orang, tahun 2007 sebanyak 678 orang, tahun 2008 sebanyak 794 orang, tahun 2009 sebanyak 968 orang, tahun 2010 sebanyak 1075 orang dan mulai dari januari hingga November 2011 sebanyak 1100 orang (bagian rekam medik dr Pirngadi).

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas penulis tertarik untuk meneliti “Faktor-faktor Perilaku Ibu dalam Pemeriksaan Pap Smear di Poli Ginekologi RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2012”.

1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah Faktor-faktor Perilaku Ibu dalam Pemeriksaan Pap Smear di Poli Ginekologi RSUD Dr Pirngadi Medan tahun 2012.


(24)

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran faktor-faktor perilaku ibu dalam pemeriksaan Pap Smear di poli Ginekologi RSUD Dr Pirngadi Medan tahun 2012.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran faktor predisposisi perilaku ibu dalam pemeriksaan Pap Smear di poli Ginekologi RSUD Dr Pirngadi Medan tahun 2012.

2. Untuk mengetahui gambaran faktor pemungkin perilaku ibu dalam pemeriksaan Pap Smear di poli Ginekologi RSUD Dr Pirngadi Medan tahun 2012

3. Untuk mengetahui gambaran faktor penguat perilaku ibu dalam pemeriksaan Pap Smear di poli Ginekologi RSUD Dr Pirngadi Medan tahun 2012

1.4. Manfaat penelitian

1. Sebagai informasi bagi Dinas Kesehatan sehingga dapat merancang program

kesehatan sebagai sarana promosi untuk meningkatkan pengetahuan mengenai manfaat Pap Smear pada setiap wanita.

2. Sebagai informasi dan masukan bagi RSUD Dr Pirngadi sehingga dapat

meningkatkan pelayanan kesehatan dalam rangka upaya pencegahan kanker serviks.

3. Diharapkan sebagai bahan masukan bagi penelitian selanjutnya, yang berkenaan


(25)

4. Untuk menambah serta meningkatkan kemampuan penulis dalam menganalisa suatu masalah dan berbagai pengalaman langsung dalam menambah wawasan dan penerapan disiplin ilmu yang diperoleh.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Perilaku

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berbicara, berjalan, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan behwa yang dimaksud dengan perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).

Skinner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori Skinner ini disebut dengan teori “S-O-R” atau Stimulus-Organisme-Respon. Skinner membedakan adanya dua respon

1. Respondent respon atau reflexive, yakni respon yang ditimbulkan oleh


(27)

eliciting stimulation karena menimbulkan respon-respon yang relatif tetap. Misalnya : makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan. Respondent ini juga mencakup perilaku emosional, misalnya dengan mendengar kabar musibah menjadi sedih.

2. Operant respon atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu.

Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforce, karena

memperkuat respon. Misalnya apabila seorang petugas melaksanakan tugasnya dengan baik kemudian memperoleh penghargaan dari atasannya, maka petugas tersebut akan lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya.

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua.

1. Perilaku tertutup (covert behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert) dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Misalnya berpikir dan bersikap.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka dan dapat dengan mudah diamati oleh orang lain. Misalnya penderita TB minum obat secara teratur.

Menurut Skinner (1938) yang dijabarkan oleh Notoadmodjo (2005), perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon sangat tergantung pada


(28)

karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respon tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni:

1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan,

yang bersifat given atau bawaan. Misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat

emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.

2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik ligkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya.

Dari uraian di atas dapat dirumuskan bahwa perilaku adalah merupakan penghayatan dan aktivitas seseorang, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal.

Menurut teori Bloom (1908), yang dijabarkan Notoatmodjo (2005), membagi perilaku manusia ke dalam tiga kawasan (domain), meskipun kawasan itu tidak memiliki batasan yang jelas dan tegas. Ketiga kawasan tersebut adalah kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni : pengetahuan, sikap, tindakan.

2.1.1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui


(29)

pancaindra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Notoatmodjo (2003) dalam bukunya mengemukakan bahwa pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu:

1. Tahu (Know)

Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami (Comprehension)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan terhadap objek yang telah dipelajari.

3. Aplikasi (Application)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi ini diartikan sebagai penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip, dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan ini dapat dilihat dari penggunaan


(30)

kata kerja seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria yang ada.

Faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain :

1. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tingi pendidikan seseorang maka makin mudah pula bagi mereka untuk menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang mereka miliki.

2. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung.


(31)

3. Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan aspek fisik dan psikologis (mental), dimana aspek psikologis ini taraf berpikir seseorang semakin matang dan dewasa.

4. Minat

Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan sesorang untuk mencoba menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh penetahuan yang lebih mendalam.

5. Pengalaman

Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami oleh individu baik dari dalam dirinya ataupun dari lingkungannya. Pada dasarnya pengalaman mungkin saja menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi individu yang melekat menjadi pengetahuan pada individu secara sabjektif.

6. Informasi

Kemudahan seseorang untuk memperoleh informasi dapat membant mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru. (Wahid dkk, 2007)

2.1.2. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulasi atau objek. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan manifestasi sikap itu tidak dapat dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.


(32)

Menurut Newcomb dalam Notoatmodjo (2003) berikut ini adalah proses terbentuknya sikap dan reaksi :

Gambar 2.1.2 Proses Terbentuknya Sikap

Dari diagram diatas dapat disimpulkan bahwa sikap bukanlah suatu bentuk tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap masih merupakan reaksi tertutup. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2003) sikap dibagi menjadi 3 komponen pokok, yaitu :

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek 3. Kecenderungan untuk bertindak.

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total

attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting (Soekidjo, 2003).

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap terdiri dari empat tingkatan yaitu: 1. Menerima (receiving)

Diartikan bahwa orang atau subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek.

Stimulus

Rangsangan Organisme

Reaksi Tingkah laku

(terbuka) Sikap


(33)

2. Merespon (responding)

Indikasi dari sikap adalah memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

3. Menghargai (valuing)

Indikasi dari menghargai adalah mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi dalam tingkatan sikap.

2.1.3. Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan, untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan (Notoatmodjo, 2003)

Tindakan terdiri dari empat tingkatan, yaitu: 1. Persepsi (perception)

Praktek tingkat pertama adalah mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

2. Respon Terpimpin (guided response)

Praktek tingkat kedua adalah dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh.


(34)

3. Mekanisme (mecanism)

Praktek tingkat ketiga adalah apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.

4. Adaptasi (adaptation)

Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

2.2. Perilaku Kesehatan

Pada dasarnya, perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan (Notoatmodjo, 2007). Batasan-batasan tersebut mempunyai dua unsur pokok yaitu:

1. Respons atau reaksi manusia, baik yang bersifat pasif meliputi pengetahuan, persepsi dan sikap, maupun yang bersifat aktif seperti tindakan yang nyata.

2. Stimulus atau rangsangan yang terdiri dari 4 unsur pokok yaitu sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan lingkungan. Untuk lebih rinci perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelompok yaitu:

a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit yaitu respons manusia, baik secara pasif (mengetahui, bersikap, dan persepsi terhadap penyakit dan rasa penyakit) maupun aktif (tindakan yang diambil untuk mengobati sakit dan penyakitnya).


(35)

b. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan merupakan respon seseorang terhadap pelayanan kesehatan (modern/tradisional). Perilaku tersebut menyangkut fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan dan obat-obatan.

c. Perilaku gizi (makanan) dan minuman yaitu respons seseorang terhadap makanan dan minuman karena makanan dan minuman dapat meningkatkan kesehatan seseorang.

d. Perilaku kesehatan lingkungan yaitu respons seseorang terhadap lingkungannya agar tidak mempengaruhi kesehatannya.

Menurut Gochman(1988) membagi perilaku kesehatan menjadi 2 elemen yaitu elemen kognitif berupa adanya suatu hubungan antara kepercayaan, harapan, motivasi, nilai, persepsi, dan lainnya, sedangkan yang termasuk dalam elemen afektif yaitu karakteristik individu, keadaan emosional dan kebiasaan seseorang yang berhubungan dengan pemulihan kesehatan agar dapat meningkatkan status kesehatannya. Sehingga perilaku kesehatan dapat diartikan sebagai aktivitas seseorang yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati yang berhubungan pemeliharaan dan peningkatan kesehatannya (Notoadmojo, 2005).

Becker (1979, yang dikutip dari Notoadmojo, 2005)mengajukan klasifikasi

perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (Health Related Behavior), sebagai

berikut:

1. Perilaku sehat (Healthy Behavior) yaitu perilaku untuk mempertahankan dan


(36)

fisik secara teratur, tidak merokok dan minum minuman keras, istirahat yang cukup, pengendalian stress dan perilaku hidup sehat.

2. Perilaku Sakit (Illnes Behavior) yaitu tindakan seseorang untuk mengatasi masalah kesehatannya dengan mencari pengobatan. Tindakan tersebut antara lain:

- Didiamkan saja (no action), artinya mengabaikan penyakitnya.

- Mengambil tindakan dengan melakukan pengobatan sendiri (self treatment atau self medication)

- mencari penyembuhan ke pelayanan kesehatan.

3. Perilaku Peran Orang Sakit (The Sick Role Behavior) yaitu adanya hak dan

kewajiban yang dimiliki orang sakit yang terdiri dari: - Tindakan untuk memperoleh kesembuhan.

- Tindakan untuk mengenal atau mengetahui fasilitas kesehatan yang tepat untuk memperoleh kesembuhan.

- Melakukan kewajiban sebagai pasien yaitu dengan mematuhi nasihat-nasihat dokter atau perawat untuk mempercepat kesembuhannya.

- Tidak melakukan sesuatu yang merugikan selama proses penyembuhan. - melakukan kewajiban agar penyakitnya tidak kambuh.

Perilaku kesehatan menurut Kosa dan Robertson (Notoadmojo, 2007) yaitu perilaku seseorang yang dipengaruhi dengan kepercayaan mengenai kondisi kesehatannya. Adanya perbedaan dari setiap individu dalam mengambil tindakan pencegahan/penyembuhan walaupun masalah kesehatannya sama, tindakan tersebut diambil berdasarkan dari penilaian sendiri maupun dibantu orang lain. Menurut Kals


(37)

dan Cobb (1966) perilaku kesehatan terdiri dari 3 macam yaitu (dikutip dari Glanz, Rimer, Lewis, 2002)

1. Perilaku pencegahan kesehatan kesehatan yaitu aktivitas yang dilakukan individu yang sehat untuk mencegah atau mendeteksi penyakit sebelum gejala muncul. 2. Perilaku sakit yaitu aktifiras yang dilakukan individu yang sakit untuk mencari

penyembuhan.

3. Perilaku peran sakit yaitu aktifitas yang dilakukan individu yang sedang sakit, untuk sembuh dengan menerima pengobatan.

Menurut Elder et al (1994) diperlukan 3 hal untuk berperilaku sehat yaitu pengetahuan yang tepat, motivasi, dan keterampilan untuk berperilaku sehat. Apabila seseorang tidak mempunyai keterampilan untuk berperilaku sehat maka disebut skill deficits (dalam Notoadmojo, 2000). Sulitnya seseorang untuk termotivasi untuk berperilaku sehat adalah karena perubahan perilaku dari yang tidak sehat menjadi sehat sehingga tidak menimbulkan dampak langsung secara tepat, atau mungkin tidak berdampak terhadap penyakitnya, namun hanya mencegah agar tidak menjadi lebih buruk (dikutip dari Susanti, 2002).

2.3. Teori Perubahan Perilaku

Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun tidak. Perilaku merupakan kumpulan berbagai faktor yang saling berinteraksi. Sering tidak disadari bahwa interaksi tersebut amat kompleks sehingga kadang – kadang tidak sempat menerapkan perilaku tertentu. Karena itu sangat


(38)

penting untuk dapat menelaah alasan dibalik perilaku individu, sebelum ia mampu mengubah perilaku tersebut. (Muzaham, 1995)

Terdapat 3 teori yang menjadi acuan dalam penelitian kesehatan yang berhubungan dengan perilaku yaitu:

2.3.1. Teori Lawrence Green

Saat ini teori mengenai masalah kesehatan sudah banyak. Namun, salah satu teori yang mengkaji tentang masalah perilaku adalah teori dari Lawrence Green (1980) yang membedakan masalah kesehatan menjadi dua determinan yaitu faktor perilaku dan faktor non perilaku. Untuk faktor perilaku sendiri bertujuan untuk mendorong terjadinya perubahan perilaku pada setiap individu. Green membagi menjadi faktor perilaku menjadi 3 faktor utama yaitu faktor predisposisi, pemungkin, dan penguat (Notoatmodjo, 2005).

Faktor predisposisi merupakan faktor yang memotivasi suatu perilaku atau mempermudah terjadinya perilaku seseorang. Perilaku ibu dalam pemeriksaan pap smear dengan faktor predisposisi seperti umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pengetahuan, sikap, persepsi dan lain sebagainya. Faktor pemungkin merupakan faktor lanjutan dari faktor predisposisi, dimana motivasi untuk terjadinya perubahan perilaku tersebut dapat terwujud. Keterjangkauan sarana dan prasarana menjadi faktor pemungkin bagi setiap individu untuk berperilaku. Hal ini disebabkan karena seseorang akan mencari informasi mengenai kesehatan maupun mencari pengobatan apabila adanya akses ke pelayanan kesehatan tersebut. Selain keterjangkauan sarana dan prasarana, faktor lingkungan juga memiliki andil untuk mempengaruhi perilaku karena faktor lingkungan dapat memfasilitasi perilaku atau


(39)

tindakan tersebut seperti biaya, dan pelayanan kesehatan sehingga individu dapat mencari informasi dan dapat mencari pengobatan yang dibutuhkan (Green et al,1980 yang dikutip oleh Gielen dan McDonald dalam Glanz, Rimer, Lewis 2002).

Faktor penguat yaitu faktor yang diperoleh dari orang terdekat dan adanya dukungan sosial yang diberikan ke individu tersebut seperti keluarga, teman maupun dari petugas kesehatan yang dapat memperkuat perilaku. Dengan adanya dukungan yang diberikan dari orang-orang terdekat diharapkan dapat mendorong terjadinya perubahan perilaku (Green et al,1980 yang dikutip oleh Gielen dan McDonald dalam Glanz, Rimer, Lewis 2002).

2.3.2. Teori WHO

Tim kerja pendidikan kesehatan dari World Health Organization (WHO) membuat rumusan mengenai 4 alasan pokok seseorang untuk berperilaku (Notoatmodjo, 2005) yaitu:

1. Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling), yaitu adanya pertimbangan-pertimbangan dari diri sendiri untuk bertindak dan berperilaku.

2. Adanya acuan atau referensi dari seseorang untuk merubah perilaku

seseorang berupa informasi yang berkenaan dengan sakit dan penyakitnya.

3. Sumber daya (resources) dapat mempengaruhi perilaku seseorang atau

masyarakat. Pengaruh sumber daya bersifat positif maupun negatif, misalnya tersedianya sarana dan prasarana, uang, waktu, tenaga dan sebagainya.

4. Sosial budaya (culture), sosial budaya secara tidak langsung menjadi faktor eksternal untuk terbentuknya perilaku seseorang.


(40)

2.4. Kanker Serviks

2.4.1. Pengertian Kanker serviks

Kanker leher rahim atau yang dikenal dengan kanker serviks yaitu keganasan yang terjadi pada serviks (leher rahim) yang merupakan bagian terendah dari rahim yang menonjol ke puncak liang senggama atau vagina (Depkes RI, 2006). Pada fase prakanker atau stadium awal kanker serviks tidak menimbulkan gejala fisik yang mudah diamati.

Menurut David M. Eddy (1981, yang dikutip dari Hoepoedio, 1986) dalam tulisannya yang berjudul “The Economic of Cancer Prevention and Detection, Getting More for Less” tujuan konkrit dari penemuan dini kanker, termasuk kanker leher rahim (kanker serviks) sebagai berikut:

1. Menaikkan harapan hidup.

2. Mengurangi pengobatan ekstensif. 3. Memperbaiki kualitas hidup. 4. Mengurangi penderitaan. 5. Mengurangi biaya. 6. Mengurangi kecemasan.

2.4.2. Penyebab Kanker Serviks

HPV (Human Papiloma Virus) merupakan penyebab terbanyak. HPV biasa disebut wart virus (virus kutil). Terdapat lebih dari 100 tife HPV yang telah diidentifikasi. Tife 16,18,31,33 dan 35 menyebabkan perubahan sel-sel pada vagina atau serviks yang pada mulanya menjadi displasia dan selanjutnya berkembang menjadi kanker leher rahim.


(41)

2.4.3. Faktor Risiko Kanker Serviks

Menurut Sjamsudin (2001) ada beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan terjadinya kanker serviks yaitu:

1. Perilaku seksual

Banyak faktor yang disebut-sebut mempengaruhi terjadinya kanker serviks. Telaah pada berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa golongan wanita yang mulai melakukan hubungan seksual pada usia < 20 tahun atau mempunyai pasangan seksual yang berganti-ganti lebih berisiko untuk menderita kanker serviks. Tinjauan kepustakaan mengenai etiologi kanker leher rahim menunjukkan bahwa faktor risiko lain yang penting adalah hubungan seksual suami dengan wanita tuna susila (WTS) dan dari sumber itu membawa penyebab kanker (karsinogen) kepada isterinya. Data epidemiologi yang tersusun sampai akhir abad 20, menyingkap kemungkinan adanya hubungan antara kanker serviks dengan agen yang dapat menimbulkan infeksi. Karsinogen ini bekerja di daerah transformasi, menghasilkan suatu gradasi kelainan permulaan keganasan, dan paling berbahaya bila terpapar dalam waktu 10 tahun setelah menarche. Keterlibatan peranan pria terlihat dari adanya kolerasi antara kejadian kanker serviks dengan kanker penis di wilayah tertentu. Lebih jauh meningkatnya kejadian tumor pada wanita monogami yang suaminya sering berhubungan seksual dengan banyak wanita lain menimbulkan konsep "Pria Berisiko Tinggi" sebagai vektor dari agen yang dapat menimbulkan infeksi.

Banyak penyebab yang dapat menimbulkan kanker serviks, tetapi penyakit ini sebaiknya digolongkan ke dalam penyakit akibat hubungan seksual (PHS). Penyakit kelamin dan keganasan serviks keduanya saling berkaitan secara bebas, dan diduga


(42)

terdapat korelasi non-kausal antara beberapa penyakit akibat hubungan seksual dengan kanker serviks.

2. Jumlah kehamilan dan Partus

Kanker Serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang sering melahirkan (partus). Semakin sering melahirkan, semakin besar resiko mendapat kanker serviks.

3. Merokok

Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogen baik yang dihisap sebagai

rokok/sigaret atau dikunyah. Asap rokok menghasilkan polycyclic aromatic

hydrocarbon heterocyclic nitrosamines. Pada wanita perokok konsentrasi nikotin pada getah serviks 56 kali lebih tinggi dibandingkan di dalam serum. Efek langsung bahan-bahan tersebut pada serviks adalah menurunkan status imun lokal sehingga dapat menjadi mudah terinfeksi virus. Sebagai tambahan perokok sigaret telah ditemukan sebagai penyebab juga. Wanita perokok mengandung konsentrat nikotin dan kotinin didalam serviks mereka yang merusak sel. Laki-laki perokok juga terdapat konsetrat bahan ini pada sekret genitalnya, dan dapat memenuhi servik selama intercourse.

4. Kontrasepsi

Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari 5 tahun dapat meningkatkan risiko kanker serviks relatif 1,53 kali. Kontrasepsi oral dapat meningkatkan sensitivitas terhadap virus HPV. WHO melaporkan risiko relatif pada pemakaian kontrasepsi oral sebesar 1,19 kali dan meningkat sesuai dengan lamanya pemakaian.


(43)

5. Nutrisi

Banyak sayur dan buah mengandung bahan-bahan antioksidan dan berkhasiat mencegah kanker misalnya advokat, brokoli, kol, wortel, jeruk, anggur, bawang, bayam, tomat. Dari beberapa penelitian ternyata defisiensi asam folat (folic acid), vitamin C, vitamin E, beta karoten/retinol dihubungkan dengan peningkatan risiko kanker serviks. Vitamin E, vitamin C dan beta karoten mempunyai khasiat antioksidan yang kuat. Antioksidan dapat melindungi DNA/RNA terhadap pengaruh buruk radikal bebas yang terbentuk akibat oksidasi karsinogen bahan kimia. Vitamin E banyak terdapat dalam minyak nabati (kedelai, jagung, biji-bijian dan kacang-kacangan). Vitamin C banyak terdapat dalam sayur-sayuran dan buah-buahan. 6. Infeksi Virus

Infeksi virus herpes simpleks (HSV-2) dan virus papiloma atau virus kondiloma akuminata diduga sebagai faktor penyebab. Adanya infeksi virus dapat dideteksi dari perubahan sel epitel serviks uteri pada tes pap. Pada infeksi virus sering dijumpai sitologi abnormal.

7. Keturunan

Selain faktor-faktor di atas, faktor keturunan sangat memegang peranan seorang bisa mengalami kanker jenis ini atau tidak. Jika ibu Anda atau saudara perempuan dari pihak ibu atau ayah menderita kanker leher rahim, maka Anda mempunyai risiko 2 kali lebih banyak menderita penyakit yang sama.


(44)

2.4.4. Gejala kanker Serviks

Awal gejala atau stadium awal kanker serviks sulit terdeteksi. Pada tahap prakanker atau displasia sampai dengan stadium 1, tidak ada keluhan yang dirasakan oleh penderita (eni, 2009). Adapun tanda-tanda gejala umum kanker serviks yaitu:

1. Keputihan yang sulit sembuh dan berbau busuk

2. Sering terjadi perdarahan dan nyeri saat bersenggama.

3. Pada stadium dini, keadaan penderita masih baik, tetapi pada stadium lanjut,

keadaan umum penderita dapat mengalami kemerosotan kesehatan. Selanjutnya, beberapa tanda wanita yang terkena kanker serviks yaitu:

a. Tampak pucat

b. Kurus

c. Nafsu makan menurun

d. Kerap mengeluarkan keputihan disertai darah secara terus menerus (keputihan dapat bercampur darah dan berbau)

e. Perut bagian bawah terasa sesak dan disertai nyeri

f. Tungkai kaki bagian bengkak karena bendungan pada pembuluh darah balik

di kaki ( pembengkakan di berbagai anggota tubuh, seperti di paha, betis, tangan, dan sebagainya).

2.4.5. Stadium Kanker Serviks

Secara histopatologis pertumbuhan sel kanker serviks diklasifikasikan ke dalam empat stadium yaitu:


(45)

1. Displasia

Displasia adalah pertumbuhan aktif disertai gangguan proses pematangan epitel serviks uteri yang dimulai pada bagian basal sampai ke lapisan superfisial. Perubahan permulaan dimulai dari inti sel dimana rasio inti-sitoplasma bertambah, warna lebih gelap, bentuk dan besar sel mulai bervarisasi, susunan tidak teratur dan mitosis aktif. Berdasarkan derajat perubahan sel individu dan lapisan sel epitel yang jelas mengalami perubahan, displasia dibagi dalam 3 derajat pertumbuhan yaitu:

a. Displasia ringan, perubahan terjadi pada sepertiga bagian basal epidermis b. Displasia sedang, perubahan menjadi pada separuh epidermis

c. Displasia berat, perubahan terjadi pada duapertiga epidermis.

Displasia berat hampir tidak dapat dibedakan dengan karsinoma In situ. Oleh sebab itu dalam pola tindakan klinis biasanya sama seperti karsinoma in situ.

2. Karsinoma In Situ

Pada karsinoma in situ perubahan sel epitel terjadi pada seluruh lapisan epidermis menjadi karsinoma sel skuamos, namun membrana basalis dalam keadaan utuh.

3. Karsinoma Mikroinvasif

Pada karsinoma mikroinvasif, disamping perubahan derajat pertumbuhan sel meningkat, juga sel tumor menembus membrana basalis dan invasi pada stroma sejauh tidak lebih 5 mm dari membrana basalis. Biasanya tumor ini asimtomatik dan hanya ditemukan pada skrinning kanker atau ditemukan bertepatan pada pemeriksaan penyakit lain di serviks uteri. Pada pemeriksaan fisik juga tidak terlihat perubahan


(46)

porsio. Akan tetapi dengan pemeriksaan kolposkopi dapat diprediksi adanya prakarsinoma.

4. Karsinoma Invasif

Pada karsinoma invasif perubahan derajat pertumbuhan sel menonjol, besar dan bentuk sel bervariasi, inti gelap dan khromatin berkelompok tidak merata serta susunan sel makin tidak teratur. Sekelompok atau lebih sel tumor menginvasi membrana basal dan tumbuh infiltratif ke dalam stroma. Kadang-kadang terlihat invasi sel tumor pada pembuluh getah bening ataupun pembuluh darah (angoinvasi). Seperti karinoma in situ, karsinoma invasif pun dibagi dalam tiga subtipe yaitu:

1. Karsinoma Sel Skuamos dengan Keratin.

Sekelompok sel mengandung keratin dan biasanya jenis tumor ini tumbuh di area ektoserviks dan kurang sensitif terhadap radioterapi.

2. Karsinoma Sel Skuamos tanpa Keratin.

Tumor tumbuh di area peralihan skuamos-kolumnar, dimulai dari pertumbuhan metaplasia sel skuamos. Jenis tumor ini agak sensitif pada radioterapi.

3. Karsinoma Sel kecil (Small Cell Carcinoma)

Pertumbuhan tumor berasal dari sel cadangan epitel di area endoserviks. Ukuran sel bentuk memanjang atau oval. Tumor ini sensitif terhadap radiasi (Gani, 1993).

Pada tahun 1976 FIGO (The International Federation of Gynecology and Obstetrics) mengklasifikasikan stadium klinik untuk menentukan metode pengobatan kanker berdasarkan tingkat stadiumnya. Pembagian stadium klinik kanker serviks adalah:


(47)

Stadium Interpretasi

0 Karsinoma in situ

I Karsinoma terbatas pada serviks uteri

Ia Karsinoma mikroinvasif, tanpa gejala klinik

Ib Karsinoma terbatas pada serviks uteri dengan gejala klinik

II Karsinoma tumbuh meluas ke luar serviks ke vagina, tapi belum

mencapai distal vagina ataupun dinding pelvis

IIa Parametrium tidak jelas terlihat

Iib Parametrium jeles terlihat

III Karsinoma meluas pada dinding pelvis. Pada palpasi rektum,

antara massa tumor dan dinding pelvis tidak ada ruangan yang bebas karsinoma. Karsinoma meluas pada 1/3 distal vagina.

IV Karsinoma meluas sampai dinding kantong kemih atau rektum

dan metastatis pada organ jauh. Tingkat Kesembuhan Berdasarkan Stadium Kanker Serviks

Stadium Kesembuhan

Stadium Ia 100%

Stadium Ib 87%-90%

Stadium Iia 68%-83%

Stadium Iib 62%-68%

Stadium III 33%-48%


(48)

2.4.6. Diagnosis 1. Sitologi

Pemeriksaan ini yang dikenal sebagai tes Papanicolaou (tes Pap) sangat bermanfaat untuk mendeteksi lesi secara dini, tingkat ketelitiannya melebihi 90% bila dilakukan dengan baik. Sitologi adalah cara skrining sel-sel serviks yang tampak sehat dan tanpa gejala untuk kemudian diseleksi.

2. Kolposkopi

Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan kolposkop, suatu alat yang dapat disamakan dengan sebuah mikroskop bertenaga rendah dengan sumber cahaya di dalamnya (pembesaran 6-40 kali). Kalau pemeriksaan sitologi menilai perubahan morfologi sel-sel yang mengalami eksfoliasi, maka kolposkopi menilai perubahan pola epitel dan vaskular serviks yang mencerminkan perubahan biokimia dan perubahan metabolik yang terjadi di jaringan serviks.

3. Biopsi

Biopsi dilakukan di daerah abnormal jika sel-sel kanker terlihat seluruhnya dengan kolposkopi. Jika sel-sel kanker tidak terlihat seluruhnya atau hanya terlihat sebagian sehingga kelainan di dalam kanalis servikalis tidak dapat dinilai, maka contoh jaringan diambil secara konisasi. Biopsi harus dilakukan dengan tepat dan alat biopsi harus tajam sehingga harus diawetkan dalam larutan formalin 10 %.


(49)

4. Konisasi

Konisasi serviks ialah pengeluaran sebagian jaringan serviks sedemikian rupa sehingga yang dikeluarkan berbentuk kerucut (konus), dengan kanalis servikalis sebagai sumbu kerucut. Untuk tujuan diagnostik, tindakan konisasi harus selalu dilanjutkan dengan kuretase. Batas jaringan yang dikeluarkan ditentukan dengan pemeriksaan kolposkopi (Gani, 1993).

2.4.7. Pencegahan kanker serviks

Pencegahan kanker didefinisikan sebagai pengidentifikasian faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya kanker pada manusia dan membuat sebab-sebab ini tidak efektif dengan cara-cara apapun (Sjamsuddin, 2001). Pencegahan terhadap terjadinya kanker serviks melalui tiga bagian, yaitu pencegahan primer, sekunder, dan tersier.

1. Pencegahan primer merupakan kegiatan yang dapat dilakukan oleh setiap orang

untuk menghindari diri dari faktor-faktor yang dapat menyebabkan kanker. Masyarakat yang melakukan pencegahan pada tingkat ini akan bebas dari penderitaan, produktivitas berjalan terus, tidak memerlukan biaya untuk pemeriksaan, pengobatan, rehabilitasi serta perawatan lebih lanjut. Salah satu bagian dari pencegahan primer adalah memberikan vaksin Human Papilloma Virus (HPV), pemberian vaksin HPV akan mengeliminasi infeksi HPV (Yatiningsih, 2000).

2. Deteksi dini dan skrining merupakan pencegahan sekunder kanker serviks.


(50)

sehingga memungkinkan penyembuhan dapat ditingkatkan. Selain itu, bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan penyakit pada stadium awal. Pencegahan sekunder melalui diagnosis dini displasia dengan berbagai cara baik

klinis maupun laboratorium. Salah satunya adalah pemeriksaan papanicolou

smear atau yang dikenal dengan Pap Smear (Suwiyoga, 2007).

3. Pencegahan tersier merupakan pencegahan yang bertujuan untuk mencegah

komplikasi penyakit dan pengobatan, sesudah gejala klinis berkembang dan diagnosis sudah ditegakkan. Terdapat dua pengobatan pada pencegahan tersier yaitu:

1). Pengobatan pada pra kanker.

- Kauterisasi yaitu membakar serviks secara elektris.

- Kriosurgeri yaitu serviks dibuat beku sampai minus 80-180 derajat Celcius dengan menggunakan gas CO2 atau N2O.

- Konisasi yaitu memotong sebagian dari serviks yang cukup representatif dengan pisau biasa atau pisau elektris.

- Operasi (histerektomi) bila penderita tidak ingin punya anak lagi.

- Sinar laser yang digunakan di bawah pengawasan kolposkop, radiasi dengan pemanasan jarum radium yang dapat digunakan bila penderita yang sudah tua takut dioperasi.

2). Pengobatan pada kanker invasif

Tindakan pengobatan pada kanker invasif berupa radiasi, operasi atau gabungan antara operasi dan radiasi.


(51)

2.5.1. Perkembangan PAP SMEAR

Pada tahun 1924, George N. Papanicolou mempelajari perubahan hormon dengan memeriksa eksfoliasi sel vagina. Secara tidak sengaja diamati tingginya sel-sel abnormal pada sediaan dari pasien dengan kanker serviks. Penemuan ini merupakan awal dari digunakannya pap smear untuk skrinning kanker serviks. Penggunaan pap smear untuk skrinning secara massal baru dimulai pada tahun 1949 di British Columbia dan kemudian secara luas digunakan di Amerika Serikat pada tahun 1950. Sedangkan di Indonesia, perkembangan pap smear dimulai pada tahun 1970 dan dipopulerkan di beberapa kota besar seperti Surabaya, Yogyakarta, Bandung, Jakarta, Medan, Palembang, Padang, Denpasar, Ujungpandang, dan Manado (Nur, 2007).

2.5.2. Test PAP SMEAR

Tes Pap smear adalah upaya pengambilan cairan dari vagina untuk melihat kelainan sel di sekitar leher rahim. Tes Pap smear hanyalah suatu langkah skrining, bukan pengobatan. Diagnosis akhir harus melalui biopsi dengan menggunakan alat yang disebut kolposkopi, yakni semacam mikroskop untuk melihat apakah ada gambaran khas seperti lesi pada prakanker. Hasil biopsi yang telahdikonfirmasikan kepada patolog dijadikan pegangan oleh dokter untuk melakukan tindak pengobatan terhadap pasien (Eni, 2009).


(52)

PAP SMEAR dilakukan untuk mendeteksi dini kanker serviks dan sebagai uji penapisan untuk mendeteksi perubahan neoplastik. Pulasan yang abnormal dapat dilakukan biopsi untuk mendapatkan jaringan untuk pemeriksaan sitologis.

Menurut Sumaryati (2003), manfaat dari pemeriksaan PAP SMEAR adalah untuk mendeteksi dini tentang adanya radang pada rahim dan tingkat radangnya, adanya kelainan degeneratif pada rahim, ada/tidaknya tanda-tanda keganasan (kanker) pada rahim, yaitu

a. Mengetahui penyebab radang (virus, bakteri, jamur)

b. Untuk menyelidiki infeksi-infeksi tertentu dan penyakit yang disebarkan secara seksual.

c. Untuk menentukan penanganan dan pengobatan.

Manfaat dari PAP SMEAR menurut Lestadi (1997) adalah:

a. Evaluasi sitohormonal, untuk menentukan adanya penyakit-penyakit gangguan

hormonal, menentukan ada tidaknya ovulasi pada kasus infertilisasi.

b. Mendiagnosis peradangan, akan memberikan gambaran perubahan sel yang

khas, yang sesuai dengan organisme penyebabnya.

c. Identifikasi organisme penyebab peradangan, dengan pulasan papnicolaou,

beberapa macam infeksi oleh kuman tertentu akan menimbulkan perubahan sel yang khas.

d. Mendiagnosis kelainan pra kanker (displasia) serviks dini atau lanjut

(karsinoma In Situ/Invasif). Kini telah diakui bahwa PAP SMEAR merupakan alat diagnostik pra kanker dan kanker serviks yang ampuh dengan ketepatan diagnostik yang tinggi. Walaupun ketepatan diagnostik sitologi ginekologik


(53)

PAP SMEAR sangat tinggi yaitu sebesar 96%, tetapi diagnostik hispatologik sebagai alat pemasti diagnosis. Hal itu berarti setiap diagnostik sitologi kanker serviks harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan histopatologik jaringan biopsi serviks sebelum dilakukan tindakan berikutnya.

e. Memantau hasil terapi, misalnya pada kasus infertibilitas atau gangguan

endokrin. Memantau hasil terapi radiasi pada kasus-kasus kanker serviks yang telah diobati dengan elektrokauter, kriosurgeri atau konisasi.

2.5.4. Wanita yang perlu melakukan Pap Smear Wanita yang perlu melakukan pap smear adalah :

(a) wanita menikah atau melakukan hubungan seksual pada usia < 20 tahun,

(b) wanita muda memiliki mulut rahim yang belum matang, ketika melakukan hubungan seksual terjadi gesekan yang dapat menimbulkan luka kecil, yang dapat mengundang masuknya virus,

(c) wanita sering berganti-ganti pasangan seks, akan menderita infeksi di daerah kelamin, sehingga dapat mengundang virus HPV dan herves genitalis,

(d) wanita yang sering melahirkan, kanker serviks banyak dijumpai pada wanita yang sering melahirkan disebabkan oleh trauma persalinan, perubahan hormonal dan nutrisi selama kehamilan,

(e) wanita perokok, memiliki risiko dibandingkan dengan wanita tidak merokok, karena rokok akan menghasilkan zat karsinogen yang menyebabkan turunnya daya tahan di daerah serviks (Depkes, 2007; Aziz, 2002).

Rekomendasi terbaru dari American Collage of Obstetricions and


(54)

tahun bagi semua perempuan yang telah aktif secara seksual atau telah berumur 21 tahun. Setelah tiga kali atau lebih secara berturut-turut hasil pemeriksaan tahunan ternyata normal, uji pap dapat dilakukan dengan frekuensi yang lebih jarang atas kebijakan dokter ( Price, 2006).

Sasaran skrining ditentukan oleh Departemen Kesehatan masing-masing negara, WHO (2002 dalam Wilopo 2010) merekomendasikan agar program skrining pada wanita dengan beberapa persyaratan sebagai berikut :

- Usia 30 tahun ke atas dan hanya mereka yang berusia lebih muda manakala

program telah mencakup seluruh sasaran vaksinasi.

- Skrining tidak perlu dilakukan pada perempuan usia kurang 25 tahun.

- Apabila setiap wanita hanya dapat dilakukan pemeriksaan sekali selama umur

hidupnya (misalnya karena keterbatasan sumber dana yang dimiliki pemerintah atau swasta), maka usia paling ideal untuk melakukan skrining adalah pada usia 35-45 tahun.

- Pada perempuan berusia diatas 50 tahun tindakan skrining perlu dilakukan setiap 5 tahun sekali.

- Pada perempuan berusia 25-49 tahun tindakan skrining dilakukan setiap 3 tahun

sekali.

- Pada usia berapapun skrining setiap tahun tidak dianjurkan.

- Bagi mereka yang berusia diatas 65 tahun tidak perlu melakukan skrining apabila 2 kali skrining sebelumnya hasilnya negatif.

2.5.5. Alat yang Diperlukan untuk Pengambilan Tes pap Alat yang digunakan pada tes pap smear adalah (Indarti, 2001):


(55)

1. Formulir konsultasi sitologi.

2. Spatula ayre yang dimodifikasi dan cytobrush.

3. Kaca benda yang satu sisinya telah diberi tanda atau tabel. 4. Spekulum cocor bebek (grave’s) kering.

5. Tabung berisi larutan fiksasi alkohol 96%. 2.5.6. Cara Pemeriksaan PAP SMEAR

Cara melakukan tes papsmear secara teknis yaitu pengambilan sapuan lendir dengan menggunakan spatula atau sejenis sikat halus. Lendir leher rahim diambil oleh dokter atau bidan untuk dioleskan dan difiksasi (dilekatkan) pada kaca benda. Kemudian dengan menggunakan mikroskop seorang ahli sitologi (sel) akan menguji sel rahim tersebut (Nurma, 2008).

2.5.7. Hasil Pemeriksaan Test PAP SMEAR

Ada standar tertentu dalam menginformasikan hasil pemeriksaan pap smear yang disebut sistem Bethesda. Hasil pap smear yang normal disebut negatif terhadap lesi intraepitel (kelainan di dalam sel/keganasan). Hal ini berarti tidak ditemukan sel kanker (Mayoclinic, 2008).

Klasifikasi Papanicolaou: 1. Tidak ditemukan sel ganas

2. Nampak sel abnormal tetapi tidak tersangka keganasan

3. Nampak sel-sel atypik yang meragukan untuk keganasan mohon diulang 4. Nampak sel-sel yang mencurigakan keganasan


(56)

Sampel dengan hasil sel abnormal dikategorikan (seperti dikemukakan oleh National Cancer Institute):

1. ASC (Atypical Squamous Cells): Sel skuamus tipis yang melapisi permukaan

serviks. Sistem Bethesda mengkategorikan menjadi 2 grup:

- ASC-US (Atypical Squamous Cells Undetermined Significance): Sel skuamus

tidak berbentuk niormal, tetapi dokter tidak jelas dengan perubahannya. Kadang perubahan sel dikaitkan dengan infeksi HPV.ASC-US dianggap sebagai kelainan ringan.

- ASC-H (Atypical Squamous Cells can not exclude High grade squamous

intraepithelial lesion): Sel skuamus tampak tak normal, tetapi dokter tidak jelas dengan perubahannya. ASC-H dianggap beresiko tinggi menjadi stadium prakanker.

2. AGC (Atypical Glandular Cells): Sel glandula yang memproduksi mukus

(semacam lendir), ditemukan di kanal endoserviks (tepian mulut rahim) atau di sepanjang uterus (kandungan). Pada kategori ini, sel glandula tampak tidak normal, tetapi dokter tidak jelas dengan perubahannya.

3. AIS (endocervical Adenocarcinoma In Situ): Sel prakanker ditemukan di

glandular tissue (jaringan glandula).

4. LGSIL (Low Grade Squamous Intraepithelial Lesion): Ada perubahan dini pada

ukuran dan bentuk sel. Lesi berarti ada jaringan abnormal. Intraepitel berarti lapisan yang mengisi sel. LGSIL dianggap sebagai kelainan ringan yang disebabkan oleh infeksi HPV.


(57)

5. HGSIL (High Grade Squamous Intraepithelial Lesion): High Grade berarti ada perubahan tingkat lanjut dari ukuran dan bentuk sel (sel prakanker). Lesi berarti ada jaringan abnormal. HGSIL merupakan kelainan tingkat lanjut yang dapat berkembang menjadi kanker invasif.

2.6. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemeriksaan PAP SMEAR 1. Umur

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Darnondro dkk (2007) di rumah susun Klender Jakarta mengatakan bahwa sebesar 24,3% wanita yang sudah menikah pertama kali PAP SMEAR pada umur 25 sampai 40 tahun. Dalam model sistem kesehatan (Health System Models) oleh Anderson (1974, dalam Notoatmodjo 2007) menyebutkan bahwa umur termasuk di dalam faktor sosial demografi yang mempengaruhi seseorang untuk mencari pengobatan dan menggunakan pelayanan kesehatan.

2. Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi perilaku mengenai kondisi kesehatannya. Apabila ia berpendidikan tinggi diharapkan pengetahuannya semakin baik karena banyaknya informasi yang diperoleh, sedangkan yang berpendidikan sedang atau rendah diharapkan mendapatkan pengetahuan berasal dari teman/saudara maupun dari kegiatan penyuluhan dan media. Green (1980) menganalisis pengetahuan dipengaruhi oleh faktor predisposisi yaitu pendidikan yang dimiliki seseorang.


(1)

d. Tidak tahu (0) 3. Apa saja yang menjadi faktor

resiko kanker serviks?(boleh jawab lebih dari satu)

a. Perilaku seksual (1) b. Jumlah kehamilan (1) c. Merokok (1)

d. Kontrasepsi (1) e. Infeksi virus (1) f. Nutrisi (1) g. Keturunan (1) h. Tidak tahu (0)

Penilaian :

Jawaban < 3 skor : 1 Jawaban 3 - 5 skor : 2 Jawaban > 5 skor : 3 4. Apakah anda tahu gejala

kanker serviks?

a. Gejala dan pertumbuhan kanker serviks tidak mudah dideteksi karena awal pertumbuhan sel kanker serviks tidak dapat diketahui dengan mudah (3)

b. Keputihan dan pendarahan pada saat melakukan hubungan seksual (2) c. terasa nyeri di sekitar vagina (1)

d. Tidak tahu (0)

5. Menurut anda, apakah seorang wanita yang belum pernah melakukan hubungan seksual juga dapat terserang kanker serviks?

a. Ya (1) b. Tidak (2) c. Tidak tahu (0)

6. Apakah anda tahu tingkat keganasan kanker serviks? (boleh jawab lebih dari satu)

a. Stadium 1(1) b. Stadium 2 (1) c. Stadium 3 (1) d. Stadium 4 (1) e. Tidak tahu (0) 7. Apakah wanita yang merokok

beresiko lebih besar untuk terkena kanker serviks?

a. Ya (2) b. Tidak (1) c. Tidak tahu (0) 8. Apakah wanita yang memakai

kontrasepsi oral (pil) beresiko lebih besar untuk terkena kanker serviks?

a. Ya (2) b. Tidak (1) c. Tidak tahu (0) 9. Apakah wanita yang

berhubungan seksual dengan satu pria akan lebih mudah

a. Ya (1) b. Tidak (2) c. Tidak tahu (0)


(2)

terkena kanker serviks? 10.Mengapa wanita yang

merokok beresiko lebih besar untuk terkena kanker serviks?

a. Karena rokok mengandung zat-zat yang berbahaya (1)

b. Karena rokok mengandung zat karsinogen (2)

c. Karena kandungan nikotin pada rokok (3)

d. Tidak tahu (0) 11.Mengapa berganti-ganti

pasangan dapat memperbesar resiko untuk terkena kanker serviks?

a. Karena hubungan seks dapat menularkan virus HPV (1) b. Karena dengan banyak pasangan,

kemungkinan untuk tertular virus HPV semakin besar (2)

c. Tidak tahu (0) 12.Apakah yang dimaksud

dengan PAP SMEAR?

a. upaya pengambilan cairan dari vagina untuk melihat kelainan sel di sekitar leher rahim (2)

b. Pemeriksaan yang wajib dilakukan oleh wanita yang sudah menikah (1) c. Tidak tahu (0)

13.Apa manfaat PAP SMEAR? a. Mencegah kanker serviks (1) b. Deteksi awal kanker serviks (2) c. Tidak tahu (0)

14.Menurut anda, kapan seorang wanita wajib melakukan PAP SMEAR?

a. Jika sudah melakukan hubungan seksual (2)

b. Setelah dewasa (1) c. Tidak tahu (0) 15.Menurut anda, berapa usia

seorang wanita wajib

melakukan pemeriksaan PAP SMEAR?

a. Di bawah 25 tahun (1) b. 25-40 tahun (2)

c. Tidak tahu (0) 16.Apa syarat penting seorang

wanita sebelum melakukan PAP SMEAR?

a. Tidak dalam keadaan haid dan dua hari sebelum pemeriksaan tidak mengkonsumsi obat-obatan (2) b. Dalam keadaan sehat fisik (1) c. Tidak tahu (0)

17.Bagaimana PAP SMEAR itu dilakukan?

a. Dengan mengambil urine (1) b. Dengan Dmengambil cairan vagina

(2)

c. Dengan mengambil getah serviks (3)

d. Tidak tahu (0) 18.Apakah yang mungkin terjadi

setelah anda melakukan

a. Nyeri di sekitar vagina (3) b. Pendarahan (2)


(3)

pemeriksaan PAP SMEAR? c. Bengkak (1) d. Tidak tahu (0) 19.Menurut anda, bagaimana

biaya dan pelaksanaan PAP SMEAR?

a. Murah dan mudah dilakukan (2) b. Mahal dan sulit dilakukan (1) c. Tidak tahu (0)

20.Apakah seorang wanita yang merokok wajib melakukan PAP SMEAR?

a. Ya(2) b. Tidak (1) c. Tidak tahu (0) 21.Apakah wanita yang

menggunakan kontrasepsi oral lebih dari 5 tahun wajib melakukan PAP SMEAR?

a. Ya (2) b. Tidak (1) c. Tidak tahu (0) 22.Menurut anda, darimana

sebaiknya memperoleh informasi PAP SMEAR?

a. Dokter kandungan dan bidan (3) b. Dokter dan perawat (2)

c. Brosur atau leaflet (1) d. Tidak tahu (0)

23.Dimana sajakah anda dapat memperoleh pemeriksaan PAP SMEAR? (boleh jawab lebih dari satu)

a. Praktek bidan (1) b. Praktek dokter (1) c. Laboratorium (1) d. Puskesmas (1) e. Rumah sakit (1)

f. Lainnya... Penilaian

Jawaban < 3 skor : 1 Jawaban 3 – 4 skor : 2 Jawaban > 4 skor : 3 B. Sikap

1. Kanker serviks merupakan penyakit yang sangat berbahaya dan dapat menyerang setiap wanita.

a. Setuju (2) b. Tidak setuju (1) 2. Kanker serviks tidak menimbulkan gejala pada

stadium awal.

a. Setuju (2) b. Tidak setuju (1) 3. Sebagai seorang wanita, harus waspada terhadap

kanker serviks.

a. Setuju (2) b. Tidak setuju (1) 4. Agar terhindar dari kanker serviks, sebaiknya tidak

berganti- ganti pasangan.

a. Setuju (2) b. Tidak setuju (1) 5. Agar terhindar dari kanker serviks, sebaiknya tidak

mempunyai banyak anak.

a. Setuju (2) b. Tidak setuju (1) 6. Merokok tidak dapat memicu kanker serviks a. Setuju (1)

b. Tidak setuju (2) 7. Kandungan nikotin pada rokok bukan merupakan

penyebab kanker serviks

a. Setuju (1) b. Tidak setuju (2) 8. Penggunaan kontrasepsi oral tidak dapat memicu

kanker serviks

a. Setuju (1) b. Tidak setuju (2) 9. Wanita dengan riwayat keluarga yang menderita a. Setuju (1)


(4)

kanker serviks tidak beresiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks

b. Tidak setuju (2) 10.Keterlambatan dalam mendeteksi kanker serviks

dapat mengakibatkan tidak tertolongnya penderita kanker serviks tersebut.

a. Setuju (2) b. Tidak setuju (1) 11.PAP SMEAR merupakan deteksi awal untuk

mengatasi kanker serviks.

a. Setuju (2) b. Tidak setuju (1) 12.PAP SMEAR dilakukan dengan mengambil getah

serviks dan melakukan uji.

a. Setuju (2) b. Tidak setuju (1) 13.PAP SMEAR dapat mencegah kanker serviks. a. Setuju (1)

b. Tidak setuju (2) 14.Pemeriksaan PAP SMEAR murah dan mudah

untuk dilakukan

a. Setuju (2) b. Tidak setuju (1) 15.Pemeriksaan PAP SMEAR dapat dilakukan di

Rumah Sakit, Puskesmas dan praktek dokter/bidan.

a. Setuju (2) b. Tidak setuju (1) 16.Wanita yang sudah menikah sebaiknya melakukan

PAP SMEAR secara rutin minimal 2 tahun sekali.

a. Setuju (2) b. Tidak setuju (1) 17.Wanita yang sudah aktif melakukan hubungan

seksual wajib melakukan PAP SMEAR minimal satu kali seumur hidup

a. Setuju (2) b. Tidak setuju (1) 18.Anda harus merekomendasikan PAP SMEAR

kepada keluarga dan teman anda.

a. Setuju (2) b. Tidak setuju (1) 19.Keluarga mempunyai peranan penting dalam

mendorong untuk melakukan PAP SMEAR.

a. Setuju (2) b. Tidak setuju (1) 20.Petugas kesehatan harus memberi informasi

tentang PAP SMEAR kepada pasien.

a. Setuju (2) b. Tidak setuju (1) III.

A. Biaya

FAKTOR PEMUNGKIN

1. Apakah Anda mengaluarkan biaya untuk melakukan tes Pap Smear?

a. Ya b. Tidak 2. Jika Ya, berapa biaya yang anda keluarkan

untuk melakukan Pap Smear?

Sebutkan... 3. Menurut anda, apakah biaya untuk melakukan

Pap Smear terjangkau?

a. Ya b. Tidak B. Jarak

1. Bagaimana jarak rumah anda ke RSUD Dr Pirngadi?

a. Jauh b. Dekat 2. Bagaimana akses menuju RSUD Dr

Pirngadi?

a. Mudah dijangkau b. Tidak terlalu sulit

dijangkau c. Sulit dijangkau 3. Menurut anda, apakah lokasi RSUD Dr a. Ya


(5)

Pirngadi strategis? b. Tidak C. Pelayanan Kesehatan

1. Menurut anda, bagaimana sarana dan prasarana di poli 8 RSUD Dr Pirngadi?

a. Lengkap b. Tidak lengkap 2. Bagaimana pelayanan yang diberikan oleh

petugas kesehatan di poli 8 RSUD Dr Pirngadi?

a. Baik b. Cukup c. Kurang D. Media Informasi

1. Darimana sajakah anda memperoleh informasi tentang PAP SMEAR?

a. Koran/majalah b. Brosur/Leaflet c. Televisi

d. Radio e. Internet

Lainnya... IV.

Keluarga

FAKTOR PENGUAT

1. Apakah keluarga anda memberikan informasi PAP SMEAR kepada anda?

2. Apakah anda mendapat dukungan keluarga dalam melakukan PAP SMEAR?

3. Siapa yang mendukung anda untuk melakukan PAP SMEAR dalam keluarga?

a. Ya b. Tidak a. Ya b. Tidak a. Suami b. Ibu

c. Kakak/abang Teman

1. Apakah teman/tetangga anda memberikan informasi PAP SMEAR kepada anda?

2. Apakah teman/tetangga anda mendukung anda untuk melakukan PAP SMEAR?

3. Apakah teman/tetangga anda sudah ada yang pernah melakukan Pap Smear dan mengajak anda untuk ikut serta?

a. Ya b. Tidak a. Ya b. Tidak a. Ada b. Tidak Petugas Kesehatan

1. Apakah petugas kesehatan memberikan informasi PAP SMEAR kepada anda?

2. Apakah petugas kesehatan mendukung anda untuk melakukan PAP SMEAR?

3. Siapa petugas kesehatan yang mendukung anda

a. Ya b. Tidak a. Ya b. Tidak a. Pegawai


(6)

dalam melakukan PAP SMEAR? puskesmas b. Dokter c. Bidan d. Perawat

e. Lainnya... ...

V.

1. Kapan pertama kali anda melakukan PAP SMEAR?

TINDAKAN

Tuliskan... 2. Berapa kali anda melakukan

PAP SMEAR?

Tuliskan... 3. Apa alasan anda melakukan

pemeriksaan PAP SMEAR?

a. Agar terhindar dari kanker serviks b. Untuk mengetahui adanya sel

kanker

c. Karena anjuran keluarga d. Agar sehat

e. Lainnya... 4. Apakah anda melakukan PAP

SMEAR secara rutin?

a. Ya b. Tidak 5. Dimana anda melakukan

pemeriksaan PAP SMEAR?

a. Rumah sakit b. Puskesmas

c. Praktek dokter/bidan d. Laboratorium

e. Lainnya... 6. Apakah anda pernah

mempereroleh hasil adanya kelainan pada serviks melalui pemeriksaan PAP SMEAR?

a. Ya b. Tidak

7. Apakah anda pernah memperoleh penjelasan

mengenai hasil tes dari petugas kesehatan?

a. Pernah b. Tidak pernah

8. Apakah anda melakukan pencegahan kanker serviks selain PAP SMEAR?

a. Ya b. Tidak 9. Apakah anda menganjurkan

pemeriksaan PAP SMEAR kepada keluarga/teman/tetangga anda?

a. Ya b. Tidak

10.Apa yang anda lakukan agar keluarga/teman anda terhindar dari bahaya kanker serviks?