BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1. Pengertian WaralabaFranchise - Penerapan Sistem Waralaba Pada Pengembangan Usaha Es Dawet Cah Mbanjar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Teoritis

2.1.1. Pengertian Waralaba/Franchise

  Waralaba atau Franchise berasal dari kata Perancis, yakni “franchir”, yang mempunyai arti memberi kebebasan kepada para pihak. Hakikat dari pengertian waralaba/franchise adalah mandiri dan bebas. Sering kali terdengar ungkapan-ungkapan dari iklan yang dipromosikan oleh perusahaan franchise seperti “be your own boss” yang artinya (jadilah bos dalam perusahaan yang anda miliki sendiri) atau ungkapan lain seperti “each office is owned operated independently” yang artinya (setiap perusahaan/kantor dimiliki dan dioperasikan secara mandiri).

  Menurut Queen (1993:4-5) waralaba/franchise adalah kegiatan pemberian lisensi dari pemegang usaha (franchisor) kepada pembeli merek usaha (franchisee) untuk berusaha di bawah nama dagang franchisor berdasarkan kontrak dan pembayaran royalti. Menurut United Nation Centre on Transnational Corporation (1987:4) “franchise khususnya adalah persetujuan lisensi dari suatu hubungan yang berkesinambungan, yang mana franchisor menyediakan hak-hak khususnya yang didalamnya termasuk penggunaan merek atau nama ditambah dengan pelayanan asisten teknik, pelatihan, peralatan dan manajemen serta penyediaan tempat”

  Menurut Winarto (1995:19) Waralaba/Franchise adalah hubungan kemitraan yang usahanya kuat dan sukses dengan usahawan yang relatif baru atau lemah dalam usaha tersebut dengan tujuan saling menguntungkan khususnya dalam bidang usaha penyediaan dan langsung kepada konsumen.

  Sedangkan menurut Asosiasi Franchise Indonesia (AFI), yang dimaksud dengan waralaba atau franchise ialah “suatu sistem pendistribusian barang dan jasa kepada pelanggan akhir, dimana pemilik merek atau franchisor memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu”.

  Selain itu, pengertian waralaba/franchise dapat dilihat dari 2 (dua) aspek lain yaitu: aspek yuridis dan aspek bisnis. Dari aspek yuridis, pengertian franchise dapat kita lihat Pasal 1 angka (1) Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba, franchise atau waralaba dapat diartikan sebagai berikut: “Perikatan di mana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan dan penjualan barang dan/atau jasa”.

  Dari segi aspek yuridis yang lain, dapat juga kita lihat rumusan dari Pasal 1 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No.259/MPP/KEP/7/1977 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Waralaba menyebutkan bahwa: “Pemberi waralaba, yaitu badan usaha atau perorangan yang memberikan haknya kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pemberi waralaba”.

  Dari aspek bisnis yang dikemukakan Ridhwan (1992:87) pengertian waralaba/franchise adalah: “salah satu metode produksi dan pendistribusian barang dan jasa kepada konsumen dengan suatu standar dan sistem eksploitasi tertentu. Pengertian standar dan eksploitasi tersebut meliputi kesamaan dan penggunaan nama perusahaan, merek, sistem produksi, tata cara pengemasan, penyajian dan pengedarannya”.

  Dari pengertian-pengertian yang telah dirumuskan tadi, maka dapat kita ketahui bahwa dalam sebuah waralaba mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

  1. Adanya perikatan.

  2. Adanya hak pemanfaatan dan/atau penggunaan atas sebuah perusahaan, merek, sistem produksi, tata cara pengemasan, penyajian dan pengedarannya.

  3. Adanya subyek, yakni pihak pemberi waralaba (pewaralaba) dan pihak penerima waralaba (terwaralaba).

  4. Adanya obyek, yakni hak atas kekayaan intelektual, penemuan baru maupun ciri khas usaha.

  5. Adanya imbalan, jasa atau sejumlah fee yang harus dibayarkan oleh pihak terwaralaba kepada pihak pewaralaba.

  6. Adanya persyaratan dan penjualan barang.

  (Mendelsohn, 1986) Dalam waralaba, pemilik bisnis yang semi mandiri atau pembeli waralaba

  (terwaralaba) membayar iuran (fee) dan royalti kepada induk perusahaan atau pewaralaba untuk mendapatkan hak menggunakan merek dagang induk perusahaan, menjual barang atau jasanya, dan sering kali menggunakan format dan sistem bisnisnya.

  Bisnis waralaba juga dicirikan dengan adanya: 1.

  Pewaralaba yang menawarkan paket usaha.

  2. Terwaralaba yang memiliki unit usaha (outlet) yang memanfaatkan paket usaha milik pewaralaba.

  3. Ada kerjasama antara pewaralaba dan terwaralaba dalam hal pengelolaan unit usaha.

  4. Ada kontrak tertulis yang mengatur kerjasama.

  (Mendelsohn, 1986) Melihat berbagai definisi dan ciri-ciri yang terkandung di dalam waralaba maka beberapa ahli menyatakan bahwa esensi utama dari waralaba sebenarnya adalah perjanjian lisensi. Namun di dalam perjanjian waralaba terdapat beberapa ketentuan yang membedakannya dengan lisensi biasa. Dalam waralaba perjanjian lisensi diikuti oleh kewenangan pemilik merek untuk melakukan kontrol guna menjamin barang dan jasa yang dilisensikan dan juga punya kewenangan baik seluruhnya maupun sebagian kontrol atas bisnis yang bersangkutan yang tidak berkaitan dengan persyaratan kualitas yang disebutkan tadi.

  Di dalam waralaba antara lisensi dengan semua unsur yang terkait didalamnya merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan sehingga melahirkan the

  

complex agreement . Satu hal lagi patut dikemukakan untuk membedakan waralaba

  dengan lisensi adalah waralaba lebih menyangkut bidang perdagangan retail dan jasa yang merupakan perdagangan langsung dengan pemakaian barang dan jasa tersebut.

  Kesimpulannya, waralaba merupakan salah satu bagian dari lisensi.

2.1.2. Sistem Waralaba (Waralaba Sebagai Bisnis)

  Dalam bentuknya sebagai bisnis menurut Mendelsohn (1997) waralaba memiliki dua jenis kegiatan:

1. Waralaba/Franchise produk dan merek dagang 2.

  Waralaba/Franchise format bisnis Waralaba/Franchise produk dan merek dagang adalah bentuk waralaba yang paling sederhana. Dalam waralaba/franchise produk dan merek dagang, pewaralaba

  (franchisor) memberikan hak kepada terwaralaba (franchisee) untuk menjual produk yang dikembangkan oleh pemberi waralaba yang disertai dengan pemberian izin untuk menggunakan merek dagang pewaralaba (franchisor). Agak berbeda dengan waralaba/franchise produk dan merek dagang, waralaba/franchise format bisnis menurut Mendelshon (1997) waralaba/franchise format bisnis adalah “pemberian sebuah lisensi oleh seseorang (pemberi waralaba) kepada pihak lain (penerima waralaba), lisensi tersebut memberi hak kepada penerima waralaba untuk berusaha dengan menggunakan merek dagang/nama dagang pemberi waralaba, dan untuk menggunakan keseluruhan paket, yang terdiri dari seluruh elemen yang diperlukan untuk membuat seseorang yang sebelumnya belum terlatih dalam bisnis dan untuk menjalankannya dengan bantuan yang terus menerus atas dasar-dasar yang telah ditentukan sebelumnya.

  Waralaba/Franchise format bisnis terdiri atas: 1. Konsep bisnis yang menyeluruh dari pemberi waralaba.

  2. Adanya proses permulaan dan pelatihan atas seluruh aspek pengelolaan bisnis, sesuai dengan konsep pemberi waralaba.

  3. Proses bantuan dan bimbingan yang terus-menerus dari pihak pemberi waralaba.

2.1.2.1. Konsep Bisnis yang Menyeluruh

  Konsep ini berhubungan dengan pengembangan cara untuk menjalankan bisnis secara sukses yang seluruh aspeknya berasal dari pewaralaba. Pewaralaba akan mengembangkan suatu “cetak biru” sebagai dasar pengelolaan waralaba/franchise format bisnis tersebut. Cetak biru yang baik hendaknya dapat:

  1. Melenyapkan sejauh mungkin, resiko yang biasanya melekat pada bisnis yang baru dibuka.

  2. Memungkinkan seseorang yang belum pernah memiliki pengalaman atau mengelola bisnis secara langsung, mampu untuk membuka bisnis dengan usahanya sendiri, tidak hanya dengan format yang telah ada sebelumnya, tetapi juga dengan dukungan sebuah organisasi dan jaringan milik pemberi waralaba.

  3. Menunjukkan dengan jelas dan rinci bagaimana bisnis yang diwaralabakan tersebut harus dijalankan.

  Pada dasarnya bagi terwaralaba memperoleh waralaba sebenarnya sama dengan membeli sebuah perusahaan pada umumnya, tetapi berbeda dari jual beli bisnis biasa, pewaralaba tidak kehilangan dan sebaliknya terwaralaba tidak mengambil alih bisnis yang diwaralabakan. Selanjutnya terwaralaba juga tidak akan dapat menjalan bisnis yang diperolehnya melalui waralaba sesuai keinginannya sendiri.

  Dalam bisnis waralaba terdapat sejumlah faktor penting yang harus dipertimbangkan. Terwaralaba akan memasuki sebuah hubungan jangka panjang untuk mencapai tingkat kesuksesan bisnis secara luas. Ada empat faktor utama di dalam bisnis waralaba yang tidak dijumpai dalam melakukan kegiatan usaha atau bisnis secara independen di luar sistem waralaba. Faktor-faktor tersebut adalah: 1. Keberadaan pewaralaba dan terwaralaba dalam suatu hubungan yang terus menerus.

2. Kewajiban untuk menggunakan nama dan sistem pewaralaba, dan patuh pada pengendaliannya.

  3. Resiko terhadap kejadian yang dapat merusak bisnis waralaba yang berada di luar kemampuan dan kesiapan terwaralaba untuk menghadapinya (misalnya kegagalan bisnis pewaralaba, atau tindakan pewaralaba yang membuat reputasi waralaba tersebut menjadi buruk).

  4. Kemampuan pewaralaba untuk tetap memberikan jasa sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, yang dianggap bernilai dan wajar yang bisa membuat bisnis waralaba tersebut berhasil.

  Struktur waralaba yang kuat akan memungkinkan pertumbuhan jaringan bisnis menjadi sangat luas. Ben WarG Consulting menempatkan tiga elemen dasar bagi sebuah sistem waralaba yaitu:

  a. Elemen pertama: 1.

  Brand Kekuatan brand merupakan asset paling mendasar dalam sebuah sistem franchise, karena pada dasarnya brand adalah representasi dari keberadaan produk atau jasa yang menjadi obyek sebuah unit bisnis. Semakin kuat brandnya, maka semakin besar potensi bisnis yang diwakilinya. Pada akhirnya, produk waralaba dengan

  brand yang kuat mempunyai peluang untuk berhasil dalam bisnis. Referensi atau

  parameter dalam menilai kekuatan brand adalah sebagai berikut: 2. Menguasai cakupan Brand diketahui dan dimengerti oleh masyarakat yang menjadi cakupan bisnisnya.

  Orang-orang tersebut dapat mengasosiasikan brand dengan produk atau outlet bisnis yang direpresentasikannya.

3. Komunikatif

  Hakikat brand adalah alat komunikasi agar unit bisnis atau produk diketahui oleh masyarakat. Oleh karena itu, brand harus bersifat komunikatif, baik secara verbal, visual maupun auditif. Brand yang komunikatif bisa ditinjau dari beberapa aspek sebagai berikut: mudah diucapkan dan dihafalkan berasosiasi positif memiliki bentuk original atau unik warna menarik sesuai dengan karakter bisnisnya kata- kata membangkitkan emosi bunyi khas dan berkarakter

4. Terpelihara

  Komunikasi antara outlet bisnis dengan masyarakat sebagai target pasarnya, harus dijalin secara terus menerus. Untuk itu, brand yang menjadi alat komunikasi tersebut, juga perlu pemeliharaan secara terus menerus pula. Pemeliharaan brand diwujudkan dalam program pengembangan yang mencakup: i. pembangunan asosiasi, yaitu untuk memperkuat asosiasi brand terhadap produk yang menjadi obyek bisnis ii. perluasan wilayah cakupan, di mana brand dikenal pada wilayah yang lebih luas.

  b. Elemen kedua:

  1. Sistem Sistem bisnis adalah sederetan aturan, prosedur, metode dan alur data dan proses yang ada dalam suatu unit bisnis. Sistem yang baik akan memungkinkan sebuah bisnis dapat beroperasi secara institusional, tanpa ketergantungan dengan orang- orang tertentu dalam organisasi bisnis yang bersangkutan. Penerapan sistem yang baik dalam waralaba, akan menjamin dan menjaga reputasi brand yang menjadi sarana komunikasinya. Ada banyak komponen sistem yang berbeda-beda sesuai industrinya. Walaupun demikian, secara umum sistem waralaba harus mencakup hal-hal sebagai berikut: i.

  sarana dan fasilitas fisik ii. sumber daya manusia iii. proses produksi dan operasi

  iv. distribusi dan delivery v. pemasaran vi. administrasi dan keuangan vii.

  legal, perizinan dan kekayaan intelektual Aspek-aspek yang harus dipenuhi untuk membuat sistem franchise yang baik adalah sebagai berikut: a. Unik (Unique) Usaha yang didirikan harus unik, artinya memiliki keunggulan-keunggulan atau perbedaan-perbedaan dengan usaha sejenis, dan tidak mudah ditiru oleh orang lain. Dengan variasi menu, design bangunan, sistem pelayanan, serta sistem produksi yang mempunyai keunikan dari pada usaha yang lain, sehingga menjadi nilai tambah.

  b. Baku (standardized) Sistem diberlakukan secara baku di seluruh outlet outlet bisnis dengan batasan- batasan dan ketentuan yang standar. Standarisasi ini pada tahap berikutnya akan menjamin dihasilkannya produk dengan kualitas yang sama dari seluruh outlet bisnis pada jaringan waralaba yang bersangkutan. c. Terdokumentasikan (documented) Sistem franchise diwujudkan dalam dokumen-dokumen yang secara fisik bisa di lihat. Dokumen tersebut berupa panduan operasional, panduan pembukaan, alur kerja, formulir-formulir administrasi, modul-modul pelatihan, struktur organisasi, deskripsi tugas dan lain-lain. Dokumentasi sistem ini juga akan menghindari

  in konsistensi dalam operasi bisnis dan obyektifitas dalam penyelesaian setiap masalah.

  d. Dapat diajarkan (transferable) Sistem harus bersifat transferable, yaitu dapat diajarkan kepada orang lain. Ini sangat penting untuk memastikan agar setiap fungsi dalam organisasi bisnis tersebut bisa mempelajari atau di latih untuk melakukan fungsinya secara benar.

  e. Terukur (measurable) Pencapaian keberhasilan pelaksanaan sistem dapat diukur berdasarkan ukuran- ukuran yang telah ditetapkan dan disepakati.

  c. Elemen ketiga:

  1. Dukungan Faktor ketiga dalam elemen dasar sistem waralaba adalah “dukungan” atau

  support . Dukungan diperlukan sebagai upaya pewaralaba untuk memastikan

  bahwa semua terwaralaba dapat mengoperasikan bisnis di outlet waralabanya dengan menjalankan sistem secara benar, sesuai ketentuan yang dibakukan. Dukungan waralaba dilaksanakan sepanjang operasi bisnis waralaba, bahkan sudah dimulai sejak sebelum outlet bisnis beroperasi. Secara kasar, dukungan waralaba dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu dukungan pra operasional dan dukungan operasional. Obyek-obyek dukungan waralaba antara lain meliputi:

  i.

  Pengadaan tenaga kerja ii. Pelatihan SDM iii. Pasokan material dan bahan baku

  iv. Monitoring dan analisa kinerja bisnis v. Pemasaran dan pengadaan material promosi vi. Pengembangan brand vii.

  Pengembangan produk, dll. Aspek-aspek yang penting dalam dukungan waralaba/franchise antara lain : a. Menyeluruh (comprehensive)

  Dukungan mencakup seluruh aspek operasional bisnis, sehingga kinerja terwaralaba maksimal dan produk dapat diterima oleh pelanggan dengan kualitas standar.

  b.

  Kuat (adequate) Dukungan dilakukan secara kuat, sehingga segala permasalahan operasional dapat diatasi. Pada jaringan waralaba yang luas, permasalahan juga bisa terjadi secara simultan pada beberapa terwaralaba sekaligus. Dukungan yang kuat juga mencerminkan organisasi yang kuat dengan personel-personel yang berkemampuan secara teknis.

  c.

  Fleksibel Agar sistem yang baku dapat dijalankan secara seragam di seluruh jaringan

  franchise , maka perlu dukungan yang fleksibel, yang bisa memberi ruang gerak

  yang lebih luas kepada terwaralaba untuk melakukan berbagai penyesuaian sistem terhadap kondisi operasional yang terjadi.

  Apabila aspek-aspek di atas dipenuhi, maka tingkat kepercayaan terwaralaba kepada pewaralaba akan maksimal. Akhirnya terwaralaba akan loyal.

2.1.3. Keuntungan dan Kelemahan Sistem Waralaba

  Menurut Karamoy (1996) ada tiga alasan bagi pewaralaba untuk mewaralabakan bisnisnya:

  1. Kekurangan modal untuk ekspansi usaha/pasar yang lebih luas.

  2. Kekurangan personil untuk menjalankan usahanya.

  3. Melakukan perluasan (dan penetrasi) pasar secara cepat.

  Purwin (1994) menyatakan bahwa ada sekurangannya delapan alasan mengapa pengusaha memilih untuk mewaralabakan usahanya. Alasan-alasan tersebut adalah:

  1. Pengembangan/perluasan usaha secara tepat.

  2. Modal sepenuhnya berasal dari terwaralaba.

  3. Pewaralaba menerima persentase atas penghasilan penerima waralaba tanpa menanggung kerugian terwaralaba.

  4. Terwaralaba membentuk sendiri operasional usahanya.

  5. Terwaralaba membayar seluruh biaya pelatihan yang diselenggarakan oleh pewaralaba. Ini berarti pewaralaba dapat memperoleh penghasilan lebih dari kegiatan pelatihannya tersebut.

  6. Waralaba membentuk sistemnya sendiri sebagai pencari laba.

  7. Rasio keuangan ekuitas yang positif, karena tidak perlu mengeluarkan modal yang besar.

  8. Pewaralaba memperoleh penghasilan dari hasil penjualan dan bukan keuntungan terwaralaba.

  Sedangkan bagi terwaralaba, waralaba dipilih sebagai salah satu alternatif usaha yang menguntungkan karena waralaba dapat mengurangi:

  1. Biaya tinggi untuk memulai usaha.

  2. Mengurangi resiko kegagalan dan kerugian.

  Selain itu waralaba diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat atau keuntungan lainnya, seperti:

  1. Produk atau jasa yang sudah terkenal.

  2. Merek dagang yang popular.

  3. Pelatihan yang jelas dan terarah dari pemberi waralaba.

  4. Bantuan pemasaran dan operasional.

  5. Bantuan teknis dari pemberi waralaba.

  6. Bantuan keuangan dalam bentuk kemudahan memperoleh pinjaman melalui sistem waralaba yang telah teruji.

  Mandelson (1997) menyebutkan adanya beberapa hal yang dihadapi pemberi waralaba, yang dapat menggagalkan kegiatan usaha waralaba yang sedang dikembangkan, yang meliputi: 1. Kurangnya uji coba yang memadai. Waralaba merupakan suatu bentuk usaha yang sangat mengandalkan konsep. Ini berarti suatu konsep baru yang belum cukup teruji sangat berbahaya tidak hanya bagi pewaralaba tersebut, melainkan juga bagi terwaralaba. Kegagalan penerapan konsep yang baru mulai dikembangkan oleh pewaralaba akan membawa dampak yang buruk bagi perkembangan waralaba selanjutnya.

  2. Penyeleksian terwaralaba secara semberono oleh pewaralaba. Pewaralaba tidak boleh gegabah dalam memberikan bisnis waralaba kepada seorang terwaralaba. Pewaralaba harus dapat menghilangkan tekanan yang ada pada dirinya untuk sesegera mungkin menjual bisnisnya. Selain itu seorang pewaralaba pemula harus mempelajari terlebih dahulu, kapan sesungguhnya waralabanya baru memerlukan terwaralaba (yang baru). Pewaralaba secara sembrono tanpa memperhatikan faktor kebutuhan masyarakat cenderung akan dapat menghancurkan kegiatan waralaba itu sendiri, oleh karena dapat terjadi persaingan yang tidak menguntungkan. Selain itu penyeleksian yang keliru akan dapat membawa masalah besar dalam bentuk pertumbuhan yang lamban, yang dapat mengalihkan secara tidak langsung sumber-sumber manajemen pewaralaba dan kewajiban-kewajibannya yang vital menjadi tidak tampak.

  3. Struktur waralaba yang di buat secara buruk. Ini biasanya merupakan bagian dari akibat dan uji coba yang tidak memadai, atau ketidakmampuan pewaralaba untuk mengantipasi masalah yang muncul selama pemberian waralaba. Permasalahan struktural dapat membawa kesulitan operasional, yang pada akhirnya dapat menjadi permasalahan finansial.

  4. Pewaralaba kekurangan modal. Beberapa pewaralaba gagal untuk mengenali bahwa waralaba biasanya memerlukan waktu tiga sampai enam tahun untuk sampai pada tingkat yang menghasilkan keuntungan. Kurangnya modal merupakan hambatan yang buruk apabila pewaralaba ikut mensuplai produk. Waralaba bukan solusi untuk perusahaan yang mengalami kesulitan finasial dan merupakan hal yang bodoh jika seorang terwaralaba ikut serta dengan bisnis pewaralaba yang seperti itu.

  5. Pewaralaba menjalankan bisnisnya dengan buruk. Fakta menunjukkan bahwa seseorang terwaralaba tidaklah bisa bebas dari kesalahan bisnis, meskipun waralabanya telah didasarkan pada struktur yang mantap.

2.1.4 Variabel-Variabel Sistem Waralaba

  1. Variabel Merek Dagang Menurut Tanan (2000), syarat pertama penciptaan usaha baru dengan cara duplikasi

  (embrio Franchise) adalah adanya merek produk/jasa yang unggul dan popular. Produk atau jasa yang unggul mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a. Permintaan terhadapnya tinggi (over demand) b. Harga jual lebih tinggi dibandingkan dengan produk atau jasa yang sejenis.

  c. Populer; terdapat kesetiaan konsumen yang tinggi dan rekomendasi dari mulut ke mulut, merek berada dalam top of mind konsumen.

  Dalam Franchise Opportunity Guide edisi Fall Winter (2001:45), merek dagang (trademark issues) termaksud salah satu hal penting (key legal questions) yang harus ditanyakan oleh calon terwaralaba kepada pewaralaba.

  Mengenai variabel merek dagang, Undang-Undang RI No.15 Tahun 2001 Tentang Merek menerangkan bahwa yang dimaksud dengan Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa ( Bab I, Pasal 1, Ayat 1). Sedangkan Merek Dagang adalah Merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya (Bab I, Pasal 1, Ayat 2).

  Menurut Queen (1993), suatu merek dagang yang dikenal baik dan penerimaan pasar yang positif menghasilkan penjualan lebih tinggi daripada yang dapat diwujudkan oleh suatu organisasi yang tidak terkenal. Kesadaran pasar dan penerimaan tanda dagang (tulisan atau logo yang dapat diindentifikasikan)oleh masyarakat atau nama barang (nama sebenarnya dengan mana organisasi itu dikenal) adalah komoditas yang bernilai.

  Hal ini akan segera menghasilkan volume perdagangan dalam jumlah yang cukup besar. Dukungan pelanggan barangkali merupakan aset yang paling bernilai yang dijual oleh pewaralaba dan nilai ini harus dilindungi dengan cara pendaftaran merek dagang dan hak paten.

  2. Variabel Keuangan Variabel keuangan dapat ditinjau dari sudut pandang pewaralaba maupun terwaralaba, karena keduanya membutuhkan aspek keuangan dalam menjual/ membeli sistem waralaba. Mendelsohn (2000) mengemukakan pertimbangan-pertimbangan keuangan yang harus dilakukan oleh pewaralaba, yaitu: a. Menentukan biaya-biaya, yang terdiri dari: i.

  Biaya awal untuk membuat dan menjalankan operasi percobaan. ii.

  Biaya pembentukan struktur organisasi untuk memberikan beragam pelayanan seperti perekrutan, pelatihan dan jasa-jasa lain bagi terwaralaba. iii.

  Biaya pembuatan logo perusahaan, desain toko-toko, tata ruang, dan sebagainya. iv.

  Biaya penyiapan petunjuk operasional dan percetakannya. v.

  Biaya membuat fasilitas pelatihan. vi.

  Biaya mempekerjakan staf-staf. vii.

  Professional fee termasuk jasa akutansi, jasa hukum, dan pendaftaran hak milik intelektual dan industry serta penyiapan dokumen-dokumen hukum. viii.

  Ongkos konsultasi (bila ada) ix. Biaya perekrutan dan seleksi terwaralaba. x.

  Biaya-biaya lain yang umum dikeluarkan dalam bisnis pewaralaba. b. Biaya/Harga Waralaba (Franchise Fee) Penting bagi pewaralaba untuk mendapatkan sejumlah haknya dan mementukan biaya-biaya pada suatu tingkat yang akan memberikan kepadanya untuk jangka waktu menengah dan lama, penghasilan yang diharapkan dari bisnisnya. Untuk jangka pendek, biaya/harga waralaba tidak bisa diharapkan untuk menutupi biaya tambahan pewaralaba, dan hal itu akan tetap demikian sampai terdapat sejumlah terwaralaba. i.

  Biaya Waralaba Awal Biaya ini dibebankan kepada pewaralaba untuk semua jasa awal yang disediakan pewaralaba. Biasanya pewaralaba tidak akan mengambil keuntungan dari uang ini, meskipun tidak ada salahnya kalau dilakukan. Ada yang memisahkan antara biaya untuk bergabung dengan sistem dengan uang franchise awal, tetapi ada juga yang menggabungkannya. Beberapa pewaralaba pada tahap awal memberikan paket jasa, barang-barang dan peralatan yang lainnya memberikan turn key operation (yaitu mereka yang melengkapi toko-toko dengan perabotannya serta suku cadang dan siap untuk membuka bisnisnya). Meskipun tidak mungkin untuk menentukan jumlah yang pasti, namun dari kajian terhadap tingkat uang waralaba awal yang dilakukan oleh pewaralaba menunjukkan elemen uang waralaba rata-rata antara 5 hingga 10 % dari total biaya pendirian sistem waralaba. Biaya ini merupakan pengeluaran modal dilihat dari sisi terwaralaba. Biaya ini merupakan pengeluaran modal dilihat dari sisi terwaralaba. ii.

  Biaya Waralaba Terus Menerus (Continuing Franchise Fee) Biaya sering disebut dengan istilah royalti, meskipun kurang tepat karena karakternya berbeda dengan pembayaran royalti. Uang franchise ini merupakan pembayaran atas jasa terus menerus yang diberikan oleh pewaralaba. Biasanya dihitung dalam bentuk persentase dari pendapatan kotor terwaralaba. Dalam perhitungannya, harus diperhatikan proyeksi biaya yang akan dikeluarkan pewaralaba untuk menjalankan kewajiban-kewajibannya dan harus realistis dalam menentukannya, khususnya pada bulan-bulan dan tahun-tahun pertama. Permulaan yang lambat dan sabar merupakan cara terbaik bagi kesehatan jaringan usaha di masa depan. Tingkat uang waralaba mencerminkan sejumlah faktor, yaitu; kebutuhan pewaralaba untuk menerima imbalan yang layak atas jasa yang diberikannya, kebutuhan terwaralaba untuk mendapatkan jasa dari uang yang dibayarkan kepada pewaralaba, dan kemampuan bisnis terwaralaba untuk menghasilkan tingkat keuntungan yang cukup sehingga bisa mendapatkan penghasilan yang memadai, dapat membayar upah karyawannya dan membayar uang waralaba. Periode pembayaran yang terbaik adalah setiap minggu, kecuali jika sifat bisnis yang dijalankannya tidak memungkinkan. Alasannya, arus kas lebih baik bagi pewaralaba dan lebih mudah diatur oleh terwaralaba, terwaralaba menjadi disiplin dalam menyiapkan laporannya, dan terwaralaba akan mendapat peringatan lebih awal mengenai arus kas terwaralaba jika pembayaran tidak dilakukakan. Biaya ini dipengaruhi oleh penjualan atau penawaran produk dan jasa yang diwaralabakan kepada konsumen bila ditinjau dari sisi terwaralaba. iii.

  Kenaikan Harga Produk Apabila pewaralaba juga merupakan pemasok bagi terwaralaba, dia akan berharap untuk menaikkan harga produk yang mungkin digabungkan atau dipisahkan dengan uang waralaba. Ada dua faktor yang penting yang harus dipertimbangkan. Pertama, terwaralaba mengharapkan untuk mendapatkan keuntungan dari daya beli yang besar dari jejaring (network). Bila pewaralaba mencari pendapatan dari sumber itu, maka ia harus mengkompensasikan dengan memberikan uang waralaba yang lebih rendah. Kedua, jangan pernah menyembunyikan sumber-sumber pendapatan dari pewaralaba, karena dapat menghilangkan kepercayaan terwaralaba kepada pewaralaba.

  c. Sumber-sumber Finansial Ada masa saat pemilik waralaba akan kesulitan mencari sumber uang. Namun pendanaan/pinjaman dari bank bisa menjadi alternatif yang baik. Alasan mengapa bank- bank tertarik untuk membiayai usaha waralaba adalah karena sistem waralaba merupakan cara yang lebih aman untuk mendirikan suatu bisnis baru. Lagi pula, dengan adanya konsep yang terjamin dan “paying” dari organisasi pewaralaba, kemampuan bisnis untuk menghasilkan keuntungan yang cukup untuk memungkinkan terwaralaba membayar kembali obligasinya adalah lebih mudah terlihat. d. Akunting Pewaralaba harus dapat merancang dan mengembangkan sistem akunting yang sederhana bagi terwaralaba dan mampu memberikan nasihat finasial pada terwaralaba yang berkaitan dengan operasi sistem akunting. Sejak awal, melalui pelatihan, terwaralaba perlu memahami apa yang diperlukan yang berkaitan dengan bidang finansial ini. Informasi yang diberikan mempunyai dua tujuan: i.

  Memungkinkan pemilik waralaba untuk memonitor kinerja pembeli waralaba dan memberikan dasar pengkalkulasian uang waralaba yang harus dibayarkan. ii.

  Memungkinkan pembeli waralaba untuk membandingkan kinerjanya sendiri dengan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan.

  Ada tiga kategori yang diperlukan: i.

  Pendapatan kotor ii. Laporan laba rugi iii. Pengeluaran modal

  3. Variabel Standar Menurut Keup (2000), sebuah sistem waralaba yang dikembangkan dengan baik membutuhkan suatu manual/ pedoman operasional yang efektif, dimana didalamnya terkandung fungsi-fungsi bisnis waralaba secara tertulis, kronologis, bertahap, langkah demi langkah sehingga dapat diikuti dengan mudah oleh terwaralaba setelah mereka mengikuti program pelatihan. Lebih lanjut dikatakan dalam “Franchise Bible”, setiap manual/ pedoman operasional bersifat unik, karena setiap pewaralaba memiliki ciri khusus yang membedakannya dari pada kompetitornya. Pada umumnya pewaralaba mempunyai 2 manual. Yang pertama mengatur tentang pemilihan lokasi, pembukaan awal, pembukuan, akutansi, periklanan dan prosedur grand opening. Manual yang kedua memuat tentang uraian tugas setiap pegawai, dan tugas-tugas harian seperti prosedur membuka dan menutup gerai, penerimaan pembayaran, pembuatan laporan harian, penerimaan pegawai baru, penyusunan jadwal kerja, penerimaan dan pengiriman barang, penyusunan daftar kebutuhan, prosedur inventori, pemantauan keamanan dan prosedur perbankan. Menurut Mendelsohn (1997), Variabel standar meliputi beberapa hal, yaitu:

  a. Standar lokasi Pewaralaba harus menetapkan dimana suatu gerai dapat didirikan dan apa saja kriterianya. Pertimbangan yaitu; tipe jalan, lingkungan, volume lalu lintas pejalan kaki dan kendaraan, tingkat indentifikasi untuk membuka tempat, serta landmark dan bisnis yang bisa dihasilkan.

  b. Standar fasilitas fisik Meliputi desain eksterior/interior, perijinan, biaya sewa (bila ada). Yang dipertimbangkan adalah ukuran tempat usaha, persyaratan kesehatan dan keselamatan kerja, ketersedian pelayanan kebutuhan masyarakat, biaya premi dan sewa, persyaratan ijin sewa, dan biaya berbagai perijinan.

  c. Standar perlengkapan, perabotan dan peralatan Standar ini dapat dibuat bervariasi dan diubah sesuai dengan kemampuan tempat tertentu.

  d. Standar Petunjuk Operasional (Standard Operating Procedure) Standar ini bermanfaat untuk digunakan dalam pelatihan dan ketika terwaralaba sedang menjalankan bisnis. Pada umumnya berisi panduan rinci mengenai tugas-tugas yang harus dijalankan staf anggota atau terwaralaba. Pedoman ini merupakan bagian mutlak dari proses alih pengetahuan teknis dari pewaralaba ke terwaralaba.

  e. Standar Pengaturan Pemasok Pewaralaba harus menyusun pengaturan bersama dengan pemasok bahan-bahan dasar atau barang-barang yang dibutuhkan oleh bisnis yang diwaralabakan agar terwaralaba mampu menjual dengan harga yang kompetitif, dengan pemasok tas, kotak, atau bahan-bahan lain yang digunakan pada tahap penjualan juga dengan pemasok peralatan agar bisa memenuhi perlengkapan dan suku cadang terwaralaba untuk perbaikan serta pelayanan selanjutnya. f. Standar Sistem Administrasi.

  Uraian kerja harus dipersiapkan dengan menjelaskan ruang lingkup dan semua segi aktivitas karyawan agar sesuai dengan keseluruhan skema.

  g. Standar Pelatihan Pewaralaba harus menyusun jadwal pelatihan dan mempersiapkan fasilitas pelatihan untuk para terwaralaba dan staf mereka.

  h. Standar Keuangan dan Akunting Pewaralaba perlu mempersiapkan dan member pelatihan tentang prosedur akunting dan sistem bisnis yang sederhana yang harus dioperasikan oleh terwaralaba.

  Tujuannya pertama untuk menjamin bahwa terwaralaba mendapatkan informasi yang memungkinkannya mengetahui masalah yang timbul pada operasinya, dan kedua untuk memberikan informasi kepada pewaralaba agar mampu mengontrol bisnis tersebut sehingga dapat memberikan nasihat bila diperlukan.

  4. Variabel Pemasaran Variabel ini meliputi beberapa aspek, yaitu: a. Keberadaan dan penerimaan produk / jasa oleh konsumen dalam pasar.

  b.

  Kompetitor dan tingkat kompetisi.

  c.

  Wilayah territorial pemasaran bagi setiap franchisee.

  d.

  Riset pasar. e.

  Strategi dan taktik marketing, promosi dan periklanan baik di tingkat regional maupun nasional.

  (Keup, 2000 ; Mendelshon, 1997) Seperti yang juga telah disinggung dalam variabel merek dagang, penerimaan pasar menentukan hidup matinya suatu usaha. Oleh karena itu, sebelum membuka suatu gerai waralaba di suatu lokasi, pewaralaba sebaiknya melakukan studi kelayakan pasar (market feasibility study). Di area dimana lokasi gerai tersebut akan berada juga perlu dilakukan pemeriksaan terhadap adanya kompetitor yang ada, baik yang dianggap potensial sebagai ancaman ataupun tidak. Selain itu, terwaralaba harus memastikan bahwa pewaralaba tidak akan memberi hak waralaba yang lain untuk membuka gerai waralaba di area/ wilayah yang sama. Sebelum menjual bisnis sistem waralaba, pewaralaba harus menanyakan kepada dirinya sendiri apakah produk atau jasa yang akan dijualnya sudah mempunyai pasar? Apakah produk atau jasa tersebut bersifat unik? Karena suatu produk atau jasa dapat dijual bila ada kebutuhan (need), dan kebutuhan ditentukan oleh kompetisi. Yang tidak kalah penting dengan faktor keunikan adalah adanya permintaan dari pasar (demand). Produk atau jasa yang unik jangan hanya diinginkan oleh mereka yang berminat menjadi terwaralaba, tetapi oleh seluruh konsumen yang akan membeli dari terwalaba (Keup,2000).

  Mengenai riset pasar yang harus dilakukan oleh pewaralaba, jika produk atau jasa yang akan diwaralabakan masih relatif baru, maka dia harus menentukan dimana produk atau jasa tersebut akan laku terjual, berdasarkan kebutuhan yang sama dengan pelanggan yang sudah ada. Misalnya, pakaian penghangat tentu tidak akan laku dijual di mana saja. Sedangkan bila produk atau jasa tersebut sudah cukup lama ada dipasaran, riset pasar yang dilakukan bertujuan untuk menganalisa tipe-tipe konsumen di berbagai wilayah /area yang berbeda, kebutuhan dan daya beli mereka. Dapat juga dilakukan wawancara terhadap pewaralaba yang sudah eksis (existing franchisor) dan terwalaba yang sudah eksis (existing franchisee) untuk mendapatkan opini mereka tentang sistem waralaba. Informasi tentang demografi dan data-data riset pasar secara umum biasanya tersedia juga di badan pemerintahan yang berkaitan dengan hal itu. (Keup,2000).

  5. Variabel Pelatihan, Bantuan & Bimbingan Variabel ini mencakup pelatihan awal dan proses pemberian bantuan dan bimbingan yang terus menerus. Pada pelatihan awal, terwaralaba harus dilatih mengenai metode bisnis yang diperlukan untuk mengelola bisnis, sesuai dengan blue print yang ditetapkan oleh pewaralaba. Ini bisa menyangkut pelatihan menggunakan peralatan khusus, metode pemasaran, penyiapan produk, dan penerapan proses.

  Terwaralaba hendaknya dilatih sehingga ia relatif ahli pada seluruh bidang yang diperlukan untuk menjalankan bisnis yang khusus tersebut. (Mendelsohn, 1997).

  Pada proses pemberian bantuan dan bimbingan yang terus menerus, pewaralaba akan terus menerus memberikan berbagai jenis layanan berikut ini, yang tentunya tergantung pada tipe bisnisnya: a.

  Kunjungan berkala dari, dan akses ke, staf pendukung lapangan untuk membantu memperbaiki atau mencegah penyimpangan-penyimpangan dari blue print yang bisa menyebabkan kesulitan dagang bagi terwaralaba. b.

  Menghubungkan antara pewaralaba, terwaralaba dan seluruh terwaralaba yang lain untuk bertukar pikiran dan pengalaman.

  c.

  Inovasi produk atau konsep, termasuk penelitian mengenai kemungkinan- kemungkinan pasar serta kesesuainnya dengan bisnis.

  d.

  Pelatihan dan fasilitas-fasilitas pelatihan kembali untuk terwalaba dan stafnya.

  e.

  Riset pasar f. Iklan dan promosi pada tingkat lokal dan nasional g.

  Peluang-peluang pembelian secara besar-besaran h. Nasihat dan jasa manajemen dan akunting i. Penerbitan News Letter j. Riset mengenai material, proses dan metode bisnis.

  (Mendelsohn, 1997)

2.2. Kerangka Konseptual

  Kerangka konseptual atau kerangka pikiran berarti menempatkan masalah yang telah diindentifikasi itu di dalam kerangka teoritis yang relevan, yang masalah yang telah diidentifikasi itu dalam kerangka teoritis yang relevan, yang mampu menangkap, menerangkan, dan menunjukkan perspektif terhadap masalah yang di teliti dan ditujukan untuk dapat menjawab atau menerangkan masalah yang telah diidentifikasi menurut Ginting (2006:94).

  Dengan melihat permasalahan yang dihadapi oleh Es Dawet Cah Mbanjar dan mengacu pada teori yang sudah diuraikan dalam tinjauan pustaka, maka disusunlah kerangka konseptual untuk mengidentifikasi variabel-variabel apa saja yang ada dalam penerapan sistem waralaba oleh Es Dawet Cah Mbanjar dan apakah penerapannya sesuai dengan teori sistem waralaba. Menurut Mendelsohn (1997) dalam menyusun kerangka konsep ini ada beberapa yang perlu diperdalam yaitu :

1. Merek Dagang 2.

  Keuangan 3. Standar 4. Pemasaran 5. Pelatihan, Bantuan dan Bimbingan

  Berdasarkan hal tersebut, maka kerangka konseptual yang disesuaikan untuk mendukung penelitian ini adalah sebagai berikut: Sumber: Tanan (2000), Queen (1993), Mendelsohn (2000), Keup (2000) (diolah)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

  Merek Dagang(X

  1

  ) Keuangan(X

  2

  ) Standar(X 3)

  Pemasaran(X

  4)

  Pelatihan, Bantuan & Bimbingan(X

  5

  ) Penerapan Sistem Waralaba pada Es

  Dawet Cah Mbanjar(Y)

Dokumen yang terkait

Pengaruh Analisis Strategi Bauran Pemasaranterhadap Keputusan Pembelian Konsumen Es Dawet Cah Mbanjar Medan

2 53 116

Penerapan Sistem Waralaba Pada Pengembangan Usaha Es Dawet Cah Mbanjar

2 59 106

Analisis Karakteristik Yang Mempengaruhi Terciptanya Word Of Mouth Pada Usaha Es Dawet Cah Mbanjar Medan (Studi Kasus Pada Mahasiswa FISIP USU)

1 57 88

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Usaha Kecil - Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Keberhasilan Usaha Pada Usaha Kecil Warung Teh Susu Telur (Tst) Di Jalan Halat Medan

0 0 20

Pengaruh Analisis Strategi Bauran Pemasaranterhadap Keputusan Pembelian Konsumen Es Dawet Cah Mbanjar Medan

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Definisi UMKM (Usaha Kecil, dan Menengah) - Pengaruh Analisis Strategi Bauran Pemasaranterhadap Keputusan Pembelian Konsumen Es Dawet Cah Mbanjar Medan

0 2 25

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengaruh Analisis Strategi Bauran Pemasaranterhadap Keputusan Pembelian Konsumen Es Dawet Cah Mbanjar Medan

0 1 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1. Usaha Kecil - Analisis Sistem Pemberian Kredit Terhadap Pengembangan Usaha Kecil Di Medan Pada Program Kemitraan Dan Bina Lingkungan (pkbl) PT. Perkebunan Nusantara III (persero)

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Pemasaran - Analisis Strategi Bauran Pemasaran terhadap Keputusan Pembelian pada PT. Es Kristal Iting

0 0 36

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Sistem - Analisis Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Proses Pengembangan Kualitas Sistem

0 3 23