Penerapan Sistem Waralaba Pada Pengembangan Usaha Es Dawet Cah Mbanjar

(1)

SKRIPSI

PENERAPAN SISTEM WARALABA PADA PENGEMBANGAN USAHA ES DAWET CAH MBANJAR

OLEH

M ZAKI MISWARI 080502163

PROGRAM STUDI STRATA I MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

ABSTRAK

“PENERAPAN SISTEM WARALABA PADA PENGEMBANGAN USAHA ES DAWET CAH MBANJAR.”

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis Sistem Waralaba Pada Pengembangan Usaha Es Dawet Cah Mbanjar, dan bagaimana penerapan variabel-variabel sistem waralaba pada pengembangan usaha Es Dawet Cah Mbanjar. Penelitian dilakukan kepada pemilik usaha, manajer dan pegawai Es Dawet Cah Mbanjar.

Informan dalam penelitian ini terdiri dari individu-individu yang berkaitan dan berhubungan langsung dengan usaha Es Dawet Cah Mbanjar yang terdiri dari pemilik usaha, manajer-manajer yang terkait dan beberapa karyawan usaha Es Dawet Cah Mbanjar.

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode wawancara mendalam (Depth Interview), metode analisis deskriptif dan metode analisis deduktif. Jenis Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif analisis untuk mendapatkan gambaran dan melakukan analisis jalur mengenai penerapan sistem waralaba pada usaha Es Dawet Cah Mbanjar, dan data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder yang diperoleh melalui wawancara mendalam (Depth Interview), studi dokumentasi/studi pustaka dan observasi yang uji keabsahan menggunakan metode triangulasi.

Dari hasil analisis variabel menunjukkan kesimpulan bahwa variabel merek dagang (X1), variabel keuangan (X2), variabel standar (X3), variabel pemasaran (X4) dan variabel pelatihan, bantuan dan bimbingan terbukti sebagai faktor penting terhadap pengembangan usaha Es Dawet Cah Mbanjar (Y) dengan peningkatan laba, bertambah jumlah outlet dan perluasan pasar.

Kata Kunci: Variabel Merek Dagang, Variabel Keuangan, Variabel Pemasaran, Variabel Standar, Variabel Pelatihan, Bantuan dan Bimbingan, Variabel Pengembangan Usaha Es Dawet Cah Mbanjar


(3)

ABSTRACT

“APPLICATION SYSTEMS DEVELOPMENT BUSINESS FRANCHISE ON ES DAWET CAH MBANJAR”

This study aims to determine and analyze the Business Development Franchise Systems Ice Dawet Mbanjar Cah, and how the application of these variables on the development of franchise systems Es Dawet Mbanjar Cah. The study was conducted to the business owners, managers and employees Es Dawet Cah Mbanjar.

Informants in this study consisted of related individuals and businesses directly related to the Es Dawet Cah Mbanjar consisting of business owners, managers and some employees of related businesses Es Dawet Cah Mbanjar.

Data collection methods used are in-depth interview methods (Depth Interview), descriptive analysis method and the method of deductive analysis. This type of study used a qualitative research approach to obtain a descriptive analysis and pathway analysis on the implementation of a franchise system in efforts Es Dawet Cah Mbanjar, and the data used are the primary data and secondary data obtained through in-depth interviews (Depth Interview), the study documentation / book study and the validity of test observations using the method of triangulation.

From the analysis of the variables indicate the conclusion that the trademark variable (X1), financial variables (X2), the standard variable (X3), marketing variable (X4) and the variables of training, assistance and guidance(X5) proved to be an important factor for the development of Es Dawet Cah Mbanjar (Y) with increased earnings, increased number of outlets and market expansion.

Keywords: Trademarks Variable, Financial Variables, Marketing Variable, Standard Variable, Training, Assistance and Guidance Variable, Business Development Es Dawet Cah Mbanjar Variable.


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji, hormat juga syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Allah SWT karena atas limpahan berkat dan kasih karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “Penerapan Sistem Waralaba Pada Pengembangan Usaha Es Dawet Cah Mbanjar”.

Terimakasih kepada ayah (Abdullah Ismail, SH, SPN) dan bunda (Husnidar) yang selalu setia memberikan doa, kasih sayang, motivasi, nasehat serta dukungan moril dan materiil. Begitu juga semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, terimakasih kepada:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Isfenti Sadalia, SE., ME., selaku Ketua Departemen S1 Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Marhayanie, MSi selaku Ketua dan Sekretaris Departemen S1 Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dr. Endang Sulistya Rini, SE, M.Si, selaku Ketua Program Studi Manajemen Fakulas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Dra. Setri Hayanti Siregar, MSi selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis selama penulisan skripsi ini.


(5)

6. Ibu Frida Ramadini SE, MM selaku Dosen Pembaca Penilai yang telah memberikan saran, masukan dan penilain dalam penulisan skripsi ini

7. Kepada Adik tercinta Abdul Haris yang selalu mendoakan abangmu ini.

8. Rizki, Delpi, Dwi, Dana, Leoni, Imam, Titak, Reza, Rafiki, Yudha dan teman-teman Manajemen 2008 yang tak dapat disebutkan satu persatu. Menyelesaikan studi bersama merupakan hal termanis bagiku.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sehingga menjadikan skripsi ini lebih baik lagi. Dan penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Juni 2012 Penulis,


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK...i

KATA PENGHANTAR...ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR... v

DAFTAR LAMPIRAN... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1. Pengertian Waralaba/Franchise... 8

2.1.2. Sistem Waralaba... ..12

2.1.2.1. Konsep Bisnis yang Menyeluruh... 13

2.1.3. Keuntungan dan Kelemahan Sistem Waralaba... 20

2.1.4. Variabel-variabel Sistem Waralaba... 24

2.2. Kerangka Konseptual... 36

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian... 38

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian... 38

3.3. Batasan Operasional Variabel... 38

3.4. Definisi Operasional Variabel... 38

3.5. Informan Penelitian... 41

3.6. Jenis Data... 41

3.7. Metode Pengumpulan Data... 41

3.8 Prosedur Pengumpulan Data... 42

3.8.1 Pra-Depth Interview... 42

3.8.2 Pada Saat Depth Interview... 43

3.8.3 Pasca Depth Interview ... 45

3.9 Uji Keabsahan dan Metode Triangulasi... 46


(7)

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Usaha Es Dawet Cah Mbanjar ... 48

4.2 Hasil Penelitian ... 51

4.2.1 Karakteristik Informan... 51

4.2.2 Pembahasan Hasil Wawancara pihak Es Dawet Cah Mbanjar ... 52

4.3 Pembahasan... 62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 74

5.2 Saran... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 78


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.2 Perkembangan Franchise/Waralaba di Indonesia ... 3

Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel ... 40

Tabel 4.1 Karakteristik Informan ... 52

Tabel 4.2 Matrik jawaban tentang Variabel Merek Dagang... 52

Tabel 4.3 Matrik jawaban tentang Variabel Keuangan ... 54

Tabel 4.4 Matrik jawaban tentang Variabel Standar ... 56

Tabel 4.5 Matrik jawaban tentang Variabel Pemasaran ... 57

Tabel 4.6 Matrik jawaban tentang Variabel Pelatihan, Bantuan dan Bimbingan.. 59

Tabel 4.7 Matrik jawaban tentang Variabel Pengembangan Usaha Es Dawet Cah Mbanjar ... 61


(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1. Karakteristik Informan………..…….. 80

2. Tabel Matrik Pertanyaan………..…… 81

3. Tabel Hasil Wawancara Matrik Jawaban……..………..… 86


(11)

ABSTRAK

“PENERAPAN SISTEM WARALABA PADA PENGEMBANGAN USAHA ES DAWET CAH MBANJAR.”

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis Sistem Waralaba Pada Pengembangan Usaha Es Dawet Cah Mbanjar, dan bagaimana penerapan variabel-variabel sistem waralaba pada pengembangan usaha Es Dawet Cah Mbanjar. Penelitian dilakukan kepada pemilik usaha, manajer dan pegawai Es Dawet Cah Mbanjar.

Informan dalam penelitian ini terdiri dari individu-individu yang berkaitan dan berhubungan langsung dengan usaha Es Dawet Cah Mbanjar yang terdiri dari pemilik usaha, manajer-manajer yang terkait dan beberapa karyawan usaha Es Dawet Cah Mbanjar.

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode wawancara mendalam (Depth Interview), metode analisis deskriptif dan metode analisis deduktif. Jenis Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif analisis untuk mendapatkan gambaran dan melakukan analisis jalur mengenai penerapan sistem waralaba pada usaha Es Dawet Cah Mbanjar, dan data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder yang diperoleh melalui wawancara mendalam (Depth Interview), studi dokumentasi/studi pustaka dan observasi yang uji keabsahan menggunakan metode triangulasi.

Dari hasil analisis variabel menunjukkan kesimpulan bahwa variabel merek dagang (X1), variabel keuangan (X2), variabel standar (X3), variabel pemasaran (X4) dan variabel pelatihan, bantuan dan bimbingan terbukti sebagai faktor penting terhadap pengembangan usaha Es Dawet Cah Mbanjar (Y) dengan peningkatan laba, bertambah jumlah outlet dan perluasan pasar.

Kata Kunci: Variabel Merek Dagang, Variabel Keuangan, Variabel Pemasaran, Variabel Standar, Variabel Pelatihan, Bantuan dan Bimbingan, Variabel Pengembangan Usaha Es Dawet Cah Mbanjar


(12)

ABSTRACT

“APPLICATION SYSTEMS DEVELOPMENT BUSINESS FRANCHISE ON ES DAWET CAH MBANJAR”

This study aims to determine and analyze the Business Development Franchise Systems Ice Dawet Mbanjar Cah, and how the application of these variables on the development of franchise systems Es Dawet Mbanjar Cah. The study was conducted to the business owners, managers and employees Es Dawet Cah Mbanjar.

Informants in this study consisted of related individuals and businesses directly related to the Es Dawet Cah Mbanjar consisting of business owners, managers and some employees of related businesses Es Dawet Cah Mbanjar.

Data collection methods used are in-depth interview methods (Depth Interview), descriptive analysis method and the method of deductive analysis. This type of study used a qualitative research approach to obtain a descriptive analysis and pathway analysis on the implementation of a franchise system in efforts Es Dawet Cah Mbanjar, and the data used are the primary data and secondary data obtained through in-depth interviews (Depth Interview), the study documentation / book study and the validity of test observations using the method of triangulation.

From the analysis of the variables indicate the conclusion that the trademark variable (X1), financial variables (X2), the standard variable (X3), marketing variable (X4) and the variables of training, assistance and guidance(X5) proved to be an important factor for the development of Es Dawet Cah Mbanjar (Y) with increased earnings, increased number of outlets and market expansion.

Keywords: Trademarks Variable, Financial Variables, Marketing Variable, Standard Variable, Training, Assistance and Guidance Variable, Business Development Es Dawet Cah Mbanjar Variable.


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Usaha Kecil dan Menengah merupakan kegiatan ekonomi masyarakat Indonesia terbanyak ketiga setelah masyarakat di bidang pertanian dan masyarakat nelayan. Jika Usaha Kecil dan Menengah dapat berkembang maka secara tidak langsung dapat memberdayakan masyarakat dengan membuka lapangan kerja yang lebih luas, memberdayakan produk lokal dan memberikan pertumbuhan ekonomi yang meningkat. Namun Usaha kecil dan Menengah sangat sulit berkembang dan tidak tumbuh merata akibat berbagai faktor sehingga diperlukan penerapan sistem yang terintegrasi dan pemberdayaan dari pemerintah yang tepat, karena permasalahan utama saat ini adalah bagaimana memperluas dan memberdayakan Usaha Kecil dan Menengah Indonesia yang cenderung masih menerapkan manajemen tradisional, lemah terhadap akses permodalan, teknologi cenderung konvensional, miskin inovasi dan jaringan, agar mampu bersama-sama tumbuh dengan perusahaan besar terutama yang berkelas dunia serta bervisi global (Agustaman:2011).

Usaha kecil seperti Kebab Turki Baba Raffi, Laundry kiloan Simply Fresh,Tela-Tela, Magfood Red Crispy dan Bakmi Raos awalnya merupakan usaha kecil dan sangat asing terdengar di masyarakat, namun karena memiliki keunikan, inovatif dan sistem yang baik, sehingga memenuhi syarat dalam sistem waralaba dan berpotensi


(14)

mengembangkan usaha secara waralaba. Sekarang Usaha kecil tersebut sudah tidak asing dan popular di masyarakat, ini merupakan usaha UKM yang sangat sukses dengan cepat dan hampir ada di seluruh Indonesia, ini merupakan usaha UKM yang tergolong kecil dan dapat berkembang pesat pertumbuhannya setelah menerapkan sistem waralaba dalam perluasan dan pengembangan usaha. Dalam konteks demikian, pendekatan bisnis melalui sistem waralaba merupakan salah satu strategi alternatif bagi pemberdayaan UKM untuk mengembangkan ekonomi dan UKM di masa mendatang.

UKM mampu membesarkan dirinya secara bersinergi dengan pengusaha besar yang lebih kuat dalam hal manajemen, teknologi produk, akses permodalan, pemasaran dan lain-lain, sekurang-kurangnya pada tahap awal perkembangannya. Melalui proses kemitraan waralaba (franchise) yang saling menguntungkan antara UKM selaku penerima waralaba (terwaralaba) dengan pemberi waralaba (pewaralaba) yang umumnya adalah pengusaha besar, begitu juga UKM yang telah memiliki sistem, peralatan, pembukuan, dan pelatihan serta memiliki usaha yang menguntungkan (profitable) dan dapat diaplikasikan maka usaha tersebut dapat dikembangkan melalui sistem waralaba. Dalam hal ini UKM sebagai pemberi waralaba (pewaralaba) sehingga diharapkan dapat membuat UKM menjadi lebih mandiri dan tumbuh mejadi bisnis yang besar (Herustiati dan Simanungkalit : 2010)


(15)

Menurut ketua Asosiasi Franchise Indonesia (AFI), Sukandar (2009), perkembangan bisnis waralaba di Indonesia memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi, sekitar 65% pembeli lisensi waralaba mampu mengembangkan usahanya dengan pesat. Berikut dapat dilihat perkembangan waralaba di Indonesia dalam Tabel 1.2 berikut :

Tabel 1.2 Perkembangan Franchise/Waralaba di Indonesia

Tahun Jumlah Franchise

Asing

Jumlah Franchise

Lokal

Total

2000 212 39 251

2001 230 42 272

2002 255 45 300

2003 239 49 288

2004 270 62 332

2008 308 74 382

Sumber data : International Business Strategy (Majalah Duit, 2011)

Berdasarkan tabel 1.2 perkembangan waralaba di Indonesia mengalami pertumbuhan yang signifikan baik waralaba asing dan waralaba lokal. Hingga saat ini berdasarkan data pada tabel 1.2, waralaba lokal berkembang hingga 74 merek produk, hal ini dikarenakan waralaba lokal mempunyai cita rasa lokal yang diyakini mempunyai nilai jual yang sangat tinggi baik di Indonesia.

Mengapa waralaba yang menjadi alternatif pilihan, karena melalui sistem waralaba/bisnis waralaba UKM akan mendapatkan : 1) transfer manajemen, 2) kepastian pasar, 3) promosi, 4) pasokan bahan baku, 5) pengawasan mutu, 6) pengenalan dan pengetahuan tentang lokasi bisnis, 7) pengembangan kemampuan sumber daya manusia. Dan yang paling terpenting adalah resiko dalam bisnis waralaba


(16)

sangat kecil, data empiris menunjukkan bahwa resiko bisnis waralaba kurang dari 8%. (Herustiati dan Simanungkalit:2010)

Masalah yang sering dihadapi oleh UKM adalah akses permodalan yang sulit di dapat sehingga menghambat UKM untuk berkembang dalam bisnis, disinilah sistem waralaba hadir sebagai alternatif bagi UKM yang telah memiliki kualitas tapi terhambat modal untuk ekspansi usaha/pasar yang lebih luas. Ini suatu bentuk pengembangan usaha yang melibatkan pemberian izin atau hak untuk memanfaatkan, menggunakan ataupun melaksanakan Hak atas Kekayaan Intelektual milik pemberi lisensi (UKM sebagai terwaralaba). Dalam bentuk yang paling sederhana, lisensi diberikan dalam bentuk hak untuk menjual produk barang dan atau jasa dengan mempergunakan merek dagang atau merek jasa yang dilindungi. Ini sesungguhnya juga merupakan bentuk pengembangan lebih lanjut dari ekspor impor dengan hak keagenan atau distribusi.

Dengan kemampuan teknologi dan pengetahuan yang unik, dan biasanya sedikit lebih maju atau inovatif, UKM dapat menawarkan kelebihan kemampuannya tersebut kepada pihak lain untuk menjalankan usahanya, sehingga pengembangan usaha UKM dapat berkembang secara cepat. Bagi pengembangan usaha waralaba tentu harus ada peranan antara pewaralaba dan terwaralaba, pewaralaba harus memberikan bantuan kepada terwaralaba dalam hal transfer manajemen, kepastian pasar, promosi, pasokan bahan baku, pengawasan mutu, pelatihan dan bimbingan. Kerjasama ini untuk pengembangan usaha waralaba antara pewaralaba dan terwaralaba, sehingga menciptakan sistem waralaba yang baik sebagai alternatif pengembangan usaha.


(17)

Sistem waralaba sebagai alternatif pengembangan usaha, khususnya yang dilakukan secara internasional dan “world wide”. Sebagaimana halnya pemberian lisensi, sistem waralaba juga mengandalkan pada kemampuan mitra usaha dalam mengembangkan dan menjalankan kegiatan usaha waralaba melalui tata cara, proses serta suatu “code of conduct” dan sistem yang telah ditentukan oleh pengusaha pemberi waralaba (pewaralaba). Kegiatan operasional dari UKM sebagai pemberi waralaba (pewaralaba), baik dalam bentuk penggunaan merek dagang, merek jasa, hak cipta atas logo, desain industri, paten berupa teknologi, maupun rahasia dagang. Dapat kita lihat bahwa ternyata waralaba juga dipakai sebagai sarana pengembangan usaha secara tanpa batas dan lebih luas khususnya pada UKM.

Es Dawet Cah Mbanjar awalnya merupakan usaha kecil yang menjual minuman es dawet seperti umumnya, namun seiring waktu inovasi-inovasi yang dilakukan pemilik usaha Hafiz Khairul Rijal dalam pengembangan produk, diferensiasi produk dan membangun sistem yang baik dalam menjalankan usaha membuat usaha Es Dawet Cah Mbanjar dapat berkembang dan dikenal masyarakat. sehingga memenuhi syarat dalam sistem waralaba dan berpotensi mengembangkan usaha secara waralaba. pada tahun 2006 Es Dawet Cah Mbanjar memperluas ekspansi usaha dengan sistem waralaba dan sekarang menjadi salah satu pewaralaba lokal yang sangat terkenal dan sukses di kota Medan. Sehingga ada kaitan positif antara penerapan sistem waralaba pada pengembangan suatu usaha dan menjadi cara alternatif untuk pengembangan usaha dengan sistem waralaba.


(18)

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Penerapan Sistem Waralaba Pada Pengembangan Usaha Es Dawet Cah Mbanjar”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian ini, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut: “Bagaimana Sistem Waralaba Pada Pengembangan Usaha Es Dawet Cah Mbanjar”.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis Sistem Waralaba Pada Pengembangan Usaha Es Dawet Cah Mbanjar.

1.4 Manfaat Penelitian a. Bagi Pelaku Ekonomi UKM

Penelitian ini dapat memberikan referensi dalam peningkatan dan pengembangan UKM melalui penerapan sistem waralaba khususnya pada bidang industri minuman.

b. Bagi Peneliti

Penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan dengan menghubungkan teori-teori dari sistem waralaba yang diperoleh dalam pendidikan perkuliahan dengan mengaplikasikan pada sektor riil Usaha Kecil dan Menengah


(19)

(UKM) serta dapat menambah pengetahuan peneliti dalam bidang manajemen usaha kecil.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan informasi yang diperlukan dan juga sebagai pembanding dengan peneliti, selanjutnya di masa yang akan datang, yang berkaitan dengan Sistem Waralaba dan penerapan pada Usaha Kecil dan Menengah (UKM).


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis

2.1.1. Pengertian Waralaba/Franchise

Waralaba atau Franchise berasal dari kata Perancis, yakni “franchir”, yang mempunyai arti memberi kebebasan kepada para pihak. Hakikat dari pengertian waralaba/franchise adalah mandiri dan bebas. Sering kali terdengar ungkapan-ungkapan dari iklan yang dipromosikan oleh perusahaan franchise seperti “be your own boss” yang artinya (jadilah bos dalam perusahaan yang anda miliki sendiri) atau ungkapan lain seperti “each office is owned operated independently” yang artinya (setiap perusahaan/kantor dimiliki dan dioperasikan secara mandiri).

Menurut Queen (1993:4-5) waralaba/franchise adalah kegiatan pemberian lisensi dari pemegang usaha (franchisor) kepada pembeli merek usaha (franchisee) untuk berusaha di bawah nama dagang franchisor berdasarkan kontrak dan pembayaran royalti. Menurut United Nation Centre on Transnational Corporation (1987:4) “franchise khususnya adalah persetujuan lisensi dari suatu hubungan yang berkesinambungan, yang mana franchisor menyediakan hak-hak khususnya yang didalamnya termasuk penggunaan merek atau nama ditambah dengan pelayanan asisten teknik, pelatihan, peralatan dan manajemen serta penyediaan tempat”

Menurut Winarto (1995:19) Waralaba/Franchise adalah hubungan kemitraan yang usahanya kuat dan sukses dengan usahawan yang relatif baru atau lemah dalam usaha


(21)

tersebut dengan tujuan saling menguntungkan khususnya dalam bidang usaha penyediaan dan langsung kepada konsumen.

Sedangkan menurut Asosiasi Franchise Indonesia (AFI), yang dimaksud dengan waralaba atau franchise ialah “suatu sistem pendistribusian barang dan jasa kepada pelanggan akhir, dimana pemilik merek atau franchisor memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu”.

Selain itu, pengertian waralaba/franchise dapat dilihat dari 2 (dua) aspek lain yaitu: aspek yuridis dan aspek bisnis. Dari aspek yuridis, pengertian franchise dapat kita lihat Pasal 1 angka (1) Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba, franchise

atau waralaba dapat diartikan sebagai berikut: “Perikatan di mana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan dan penjualan barang dan/atau jasa”.

Dari segi aspek yuridis yang lain, dapat juga kita lihat rumusan dari Pasal 1 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No.259/MPP/KEP/7/1977 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Waralaba menyebutkan bahwa: “Pemberi waralaba, yaitu badan usaha atau perorangan yang memberikan haknya kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang


(22)

Dari aspek bisnis yang dikemukakan Ridhwan (1992:87) pengertian waralaba/franchise adalah: “salah satu metode produksi dan pendistribusian barang dan jasa kepada konsumen dengan suatu standar dan sistem eksploitasi tertentu. Pengertian standar dan eksploitasi tersebut meliputi kesamaan dan penggunaan nama perusahaan, merek, sistem produksi, tata cara pengemasan, penyajian dan pengedarannya”.

Dari pengertian-pengertian yang telah dirumuskan tadi, maka dapat kita ketahui bahwa dalam sebuah waralaba mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

1. Adanya perikatan.

2. Adanya hak pemanfaatan dan/atau penggunaan atas sebuah perusahaan, merek, sistem produksi, tata cara pengemasan, penyajian dan pengedarannya.

3. Adanya subyek, yakni pihak pemberi waralaba (pewaralaba) dan pihak penerima waralaba (terwaralaba).

4. Adanya obyek, yakni hak atas kekayaan intelektual, penemuan baru maupun ciri khas usaha.

5. Adanya imbalan, jasa atau sejumlah fee yang harus dibayarkan oleh pihak terwaralaba kepada pihak pewaralaba.

6. Adanya persyaratan dan penjualan barang.

(Mendelsohn, 1986) Dalam waralaba, pemilik bisnis yang semi mandiri atau pembeli waralaba (terwaralaba) membayar iuran (fee) dan royalti kepada induk perusahaan atau pewaralaba untuk mendapatkan hak menggunakan merek dagang induk perusahaan, menjual barang atau jasanya, dan sering kali menggunakan format dan sistem bisnisnya.


(23)

Bisnis waralaba juga dicirikan dengan adanya: 1. Pewaralaba yang menawarkan paket usaha.

2. Terwaralaba yang memiliki unit usaha (outlet) yang memanfaatkan paket usaha milik pewaralaba.

3. Ada kerjasama antara pewaralaba dan terwaralaba dalam hal pengelolaan unit usaha.

4. Ada kontrak tertulis yang mengatur kerjasama.

(Mendelsohn, 1986)

Melihat berbagai definisi dan ciri-ciri yang terkandung di dalam waralaba maka beberapa ahli menyatakan bahwa esensi utama dari waralaba sebenarnya adalah perjanjian lisensi. Namun di dalam perjanjian waralaba terdapat beberapa ketentuan yang membedakannya dengan lisensi biasa. Dalam waralaba perjanjian lisensi diikuti oleh kewenangan pemilik merek untuk melakukan kontrol guna menjamin barang dan jasa yang dilisensikan dan juga punya kewenangan baik seluruhnya maupun sebagian kontrol atas bisnis yang bersangkutan yang tidak berkaitan dengan persyaratan kualitas yang disebutkan tadi.

Di dalam waralaba antara lisensi dengan semua unsur yang terkait didalamnya merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan sehingga melahirkan the

complex agreement. Satu hal lagi patut dikemukakan untuk membedakan waralaba dengan lisensi adalah waralaba lebih menyangkut bidang perdagangan retail dan jasa yang merupakan perdagangan langsung dengan pemakaian barang dan jasa tersebut. Kesimpulannya, waralaba merupakan salah satu bagian dari lisensi.


(24)

2.1.2. Sistem Waralaba (Waralaba Sebagai Bisnis)

Dalam bentuknya sebagai bisnis menurut Mendelsohn (1997) waralaba memiliki dua jenis kegiatan:

1. Waralaba/Franchise produk dan merek dagang 2. Waralaba/Franchise format bisnis

Waralaba/Franchise produk dan merek dagang adalah bentuk waralaba yang paling sederhana. Dalam waralaba/franchise produk dan merek dagang, pewaralaba (franchisor) memberikan hak kepada terwaralaba (franchisee) untuk menjual produk yang dikembangkan oleh pemberi waralaba yang disertai dengan pemberian izin untuk menggunakan merek dagang pewaralaba (franchisor). Agak berbeda dengan waralaba/franchise produk dan merek dagang, waralaba/franchise format bisnis menurut Mendelshon (1997) waralaba/franchise format bisnis adalah “pemberian sebuah lisensi oleh seseorang (pemberi waralaba) kepada pihak lain (penerima waralaba), lisensi tersebut memberi hak kepada penerima waralaba untuk berusaha dengan menggunakan merek dagang/nama dagang pemberi waralaba, dan untuk menggunakan keseluruhan paket, yang terdiri dari seluruh elemen yang diperlukan untuk membuat seseorang yang sebelumnya belum terlatih dalam bisnis dan untuk menjalankannya dengan bantuan yang terus menerus atas dasar-dasar yang telah ditentukan sebelumnya.


(25)

Waralaba/Franchise format bisnis terdiri atas:

1. Konsep bisnis yang menyeluruh dari pemberi waralaba.

2. Adanya proses permulaan dan pelatihan atas seluruh aspek pengelolaan bisnis, sesuai dengan konsep pemberi waralaba.

3. Proses bantuan dan bimbingan yang terus-menerus dari pihak pemberi waralaba.

2.1.2.1. Konsep Bisnis yang Menyeluruh

Konsep ini berhubungan dengan pengembangan cara untuk menjalankan bisnis secara sukses yang seluruh aspeknya berasal dari pewaralaba. Pewaralaba akan mengembangkan suatu “cetak biru” sebagai dasar pengelolaan waralaba/franchise

format bisnis tersebut. Cetak biru yang baik hendaknya dapat:

1. Melenyapkan sejauh mungkin, resiko yang biasanya melekat pada bisnis yang baru dibuka.

2. Memungkinkan seseorang yang belum pernah memiliki pengalaman atau mengelola bisnis secara langsung, mampu untuk membuka bisnis dengan usahanya sendiri, tidak hanya dengan format yang telah ada sebelumnya, tetapi juga dengan dukungan sebuah organisasi dan jaringan milik pemberi waralaba.

3. Menunjukkan dengan jelas dan rinci bagaimana bisnis yang diwaralabakan tersebut harus dijalankan.


(26)

Pada dasarnya bagi terwaralaba memperoleh waralaba sebenarnya sama dengan membeli sebuah perusahaan pada umumnya, tetapi berbeda dari jual beli bisnis biasa, pewaralaba tidak kehilangan dan sebaliknya terwaralaba tidak mengambil alih bisnis yang diwaralabakan. Selanjutnya terwaralaba juga tidak akan dapat menjalan bisnis yang diperolehnya melalui waralaba sesuai keinginannya sendiri.

Dalam bisnis waralaba terdapat sejumlah faktor penting yang harus dipertimbangkan. Terwaralaba akan memasuki sebuah hubungan jangka panjang untuk mencapai tingkat kesuksesan bisnis secara luas. Ada empat faktor utama di dalam bisnis waralaba yang tidak dijumpai dalam melakukan kegiatan usaha atau bisnis secara independen di luar sistem waralaba. Faktor-faktor tersebut adalah:

1. Keberadaan pewaralaba dan terwaralaba dalam suatu hubungan yang terus menerus. 2. Kewajiban untuk menggunakan nama dan sistem pewaralaba, dan patuh pada

pengendaliannya.

3. Resiko terhadap kejadian yang dapat merusak bisnis waralaba yang berada di luar kemampuan dan kesiapan terwaralaba untuk menghadapinya (misalnya kegagalan bisnis pewaralaba, atau tindakan pewaralaba yang membuat reputasi waralaba tersebut menjadi buruk).

4. Kemampuan pewaralaba untuk tetap memberikan jasa sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, yang dianggap bernilai dan wajar yang bisa membuat bisnis waralaba tersebut berhasil.


(27)

Struktur waralaba yang kuat akan memungkinkan pertumbuhan jaringan bisnis menjadi sangat luas. Ben WarG Consulting menempatkan tiga elemen dasar bagi sebuah sistem waralaba yaitu:

a. Elemen pertama:

1. Brand

Kekuatan brand merupakan asset paling mendasar dalam sebuah sistem franchise, karena pada dasarnya brand adalah representasi dari keberadaan produk atau jasa yang menjadi obyek sebuah unit bisnis. Semakin kuat brandnya, maka semakin besar potensi bisnis yang diwakilinya. Pada akhirnya, produk waralaba dengan

brand yang kuat mempunyai peluang untuk berhasil dalam bisnis. Referensi atau parameter dalam menilai kekuatan brand adalah sebagai berikut:

2. Menguasai cakupan

Brand diketahui dan dimengerti oleh masyarakat yang menjadi cakupan bisnisnya. Orang-orang tersebut dapat mengasosiasikan brand dengan produk atau outlet bisnis yang direpresentasikannya.

3. Komunikatif

Hakikat brand adalah alat komunikasi agar unit bisnis atau produk diketahui oleh masyarakat. Oleh karena itu, brand harus bersifat komunikatif, baik secara verbal, visual maupun auditif. Brand yang komunikatif bisa ditinjau dari beberapa aspek sebagai berikut: mudah diucapkan dan dihafalkan berasosiasi positif memiliki


(28)

bentuk original atau unik warna menarik sesuai dengan karakter bisnisnya kata-kata membangkitkan emosi bunyi khas dan berkarakter

4. Terpelihara

Komunikasi antara outlet bisnis dengan masyarakat sebagai target pasarnya, harus dijalin secara terus menerus. Untuk itu, brand yang menjadi alat komunikasi tersebut, juga perlu pemeliharaan secara terus menerus pula. Pemeliharaan brand diwujudkan dalam program pengembangan yang mencakup:

i. pembangunan asosiasi, yaitu untuk memperkuat asosiasi brand terhadap produk yang menjadi obyek bisnis

ii. perluasan wilayah cakupan, di mana brand dikenal pada wilayah yang lebih luas.

b. Elemen kedua: 1. Sistem

Sistem bisnis adalah sederetan aturan, prosedur, metode dan alur data dan proses yang ada dalam suatu unit bisnis. Sistem yang baik akan memungkinkan sebuah bisnis dapat beroperasi secara institusional, tanpa ketergantungan dengan orang-orang tertentu dalam organisasi bisnis yang bersangkutan. Penerapan sistem yang baik dalam waralaba, akan menjamin dan menjaga reputasi brand yang menjadi sarana komunikasinya. Ada banyak komponen sistem yang berbeda-beda sesuai industrinya. Walaupun demikian, secara umum sistem waralaba harus mencakup hal-hal sebagai berikut:


(29)

i. sarana dan fasilitas fisik

ii. sumber daya manusia

iii. proses produksi dan operasi

iv. distribusi dan delivery

v. pemasaran

vi. administrasi dan keuangan

vii. legal, perizinan dan kekayaan intelektual

Aspek-aspek yang harus dipenuhi untuk membuat sistem franchise yang baik adalah sebagai berikut:

a. Unik (Unique)

Usaha yang didirikan harus unik, artinya memiliki keunggulan-keunggulan atau perbedaan-perbedaan dengan usaha sejenis, dan tidak mudah ditiru oleh orang lain. Dengan variasi menu, design bangunan, sistem pelayanan, serta sistem produksi yang mempunyai keunikan dari pada usaha yang lain, sehingga menjadi

nilai tambah.

b. Baku (standardized)

Sistem diberlakukan secara baku di seluruh outlet outlet bisnis dengan batasan-batasan dan ketentuan yang standar. Standarisasi ini pada tahap berikutnya akan menjamin dihasilkannya produk dengan kualitas yang sama dari seluruh outlet bisnis pada jaringan waralaba yang bersangkutan.


(30)

c. Terdokumentasikan (documented)

Sistem franchise diwujudkan dalam dokumen-dokumen yang secara fisik bisa di lihat. Dokumen tersebut berupa panduan operasional, panduan pembukaan, alur kerja, formulir-formulir administrasi, modul-modul pelatihan, struktur organisasi, deskripsi tugas dan lain-lain. Dokumentasi sistem ini juga akan menghindari

inkonsistensi dalam operasi bisnis dan obyektifitas dalam penyelesaian setiap masalah.

d. Dapat diajarkan (transferable)

Sistem harus bersifat transferable, yaitu dapat diajarkan kepada orang lain. Ini sangat penting untuk memastikan agar setiap fungsi dalam organisasi bisnis tersebut bisa mempelajari atau di latih untuk melakukan fungsinya secara benar.

e. Terukur (measurable)

Pencapaian keberhasilan pelaksanaan sistem dapat diukur berdasarkan ukuran-ukuran yang telah ditetapkan dan disepakati.

c. Elemen ketiga: 1. Dukungan

Faktor ketiga dalam elemen dasar sistem waralaba adalah “dukungan” atau

support. Dukungan diperlukan sebagai upaya pewaralaba untuk memastikan bahwa semua terwaralaba dapat mengoperasikan bisnis di outlet waralabanya


(31)

dengan menjalankan sistem secara benar, sesuai ketentuan yang dibakukan. Dukungan waralaba dilaksanakan sepanjang operasi bisnis waralaba, bahkan sudah dimulai sejak sebelum outlet bisnis beroperasi. Secara kasar, dukungan waralaba dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu dukungan pra operasional dan dukungan operasional. Obyek-obyek dukungan waralaba antara lain meliputi:

i. Pengadaan tenaga kerja

ii. Pelatihan SDM

iii. Pasokan material dan bahan baku

iv. Monitoring dan analisa kinerja bisnis

v. Pemasaran dan pengadaan material promosi

vi. Pengembangan brand

vii. Pengembangan produk, dll.

Aspek-aspek yang penting dalam dukungan waralaba/franchise antara lain :

a. Menyeluruh (comprehensive)

Dukungan mencakup seluruh aspek operasional bisnis, sehingga kinerja terwaralaba maksimal dan produk dapat diterima oleh pelanggan dengan kualitas standar.

b. Kuat (adequate)

Dukungan dilakukan secara kuat, sehingga segala permasalahan operasional dapat diatasi. Pada jaringan waralaba yang luas, permasalahan juga bisa terjadi secara


(32)

simultan pada beberapa terwaralaba sekaligus. Dukungan yang kuat juga mencerminkan organisasi yang kuat dengan personel-personel yang berkemampuan secara teknis.

c. Fleksibel

Agar sistem yang baku dapat dijalankan secara seragam di seluruh jaringan

franchise, maka perlu dukungan yang fleksibel, yang bisa memberi ruang gerak yang lebih luas kepada terwaralaba untuk melakukan berbagai penyesuaian sistem terhadap kondisi operasional yang terjadi.

Apabila aspek-aspek di atas dipenuhi, maka tingkat kepercayaan terwaralaba kepada pewaralaba akan maksimal. Akhirnya terwaralaba akan loyal.

2.1.3. Keuntungan dan Kelemahan Sistem Waralaba

Menurut Karamoy (1996) ada tiga alasan bagi pewaralaba untuk mewaralabakan bisnisnya:

1. Kekurangan modal untuk ekspansi usaha/pasar yang lebih luas. 2. Kekurangan personil untuk menjalankan usahanya.

3. Melakukan perluasan (dan penetrasi) pasar secara cepat.

Purwin (1994) menyatakan bahwa ada sekurangannya delapan alasan mengapa pengusaha memilih untuk mewaralabakan usahanya. Alasan-alasan tersebut adalah:

1. Pengembangan/perluasan usaha secara tepat. 2. Modal sepenuhnya berasal dari terwaralaba.


(33)

3. Pewaralaba menerima persentase atas penghasilan penerima waralaba tanpa menanggung kerugian terwaralaba.

4. Terwaralabamembentuk sendiri operasional usahanya.

5. Terwaralaba membayar seluruh biaya pelatihan yang diselenggarakan oleh pewaralaba. Ini berarti pewaralaba dapat memperoleh penghasilan lebih dari kegiatan pelatihannya tersebut.

6. Waralaba membentuk sistemnya sendiri sebagai pencari laba.

7. Rasio keuangan ekuitas yang positif, karena tidak perlu mengeluarkan modal yang besar.

8. Pewaralaba memperoleh penghasilan dari hasil penjualan dan bukan keuntungan terwaralaba.

Sedangkan bagi terwaralaba, waralaba dipilih sebagai salah satu alternatif usaha yang menguntungkan karena waralaba dapat mengurangi:

1. Biaya tinggi untuk memulai usaha.

2. Mengurangi resiko kegagalan dan kerugian.

Selain itu waralaba diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat atau keuntungan lainnya, seperti:

1. Produk atau jasa yang sudah terkenal. 2. Merek dagang yang popular.


(34)

5. Bantuan teknis dari pemberi waralaba.

6. Bantuan keuangan dalam bentuk kemudahan memperoleh pinjaman melalui sistem waralaba yang telah teruji.

Mandelson (1997) menyebutkan adanya beberapa hal yang dihadapi pemberi waralaba, yang dapat menggagalkan kegiatan usaha waralaba yang sedang dikembangkan, yang meliputi:

1. Kurangnya uji coba yang memadai. Waralaba merupakan suatu bentuk usaha yang sangat mengandalkan konsep. Ini berarti suatu konsep baru yang belum cukup teruji sangat berbahaya tidak hanya bagi pewaralaba tersebut, melainkan juga bagi terwaralaba. Kegagalan penerapan konsep yang baru mulai dikembangkan oleh pewaralaba akan membawa dampak yang buruk bagi perkembangan waralaba selanjutnya.

2. Penyeleksian terwaralaba secara semberono oleh pewaralaba. Pewaralaba tidak boleh gegabah dalam memberikan bisnis waralaba kepada seorang terwaralaba. Pewaralaba harus dapat menghilangkan tekanan yang ada pada dirinya untuk sesegera mungkin menjual bisnisnya. Selain itu seorang pewaralaba pemula harus mempelajari terlebih dahulu, kapan sesungguhnya waralabanya baru memerlukan terwaralaba (yang baru). Pewaralaba secara sembrono tanpa memperhatikan faktor kebutuhan masyarakat cenderung akan dapat menghancurkan kegiatan waralaba itu sendiri, oleh karena dapat terjadi persaingan yang tidak menguntungkan. Selain itu penyeleksian yang keliru akan dapat membawa masalah besar dalam bentuk pertumbuhan yang lamban, yang dapat


(35)

mengalihkan secara tidak langsung sumber-sumber manajemen pewaralaba dan kewajiban-kewajibannya yang vital menjadi tidak tampak.

3. Struktur waralaba yang di buat secara buruk. Ini biasanya merupakan bagian dari akibat dan uji coba yang tidak memadai, atau ketidakmampuan pewaralaba untuk mengantipasi masalah yang muncul selama pemberian waralaba. Permasalahan struktural dapat membawa kesulitan operasional, yang pada akhirnya dapat menjadi permasalahan finansial.

4. Pewaralaba kekurangan modal. Beberapa pewaralaba gagal untuk mengenali bahwa waralaba biasanya memerlukan waktu tiga sampai enam tahun untuk sampai pada tingkat yang menghasilkan keuntungan. Kurangnya modal merupakan hambatan yang buruk apabila pewaralaba ikut mensuplai produk. Waralaba bukan solusi untuk perusahaan yang mengalami kesulitan finasial dan merupakan hal yang bodoh jika seorang terwaralaba ikut serta dengan bisnis pewaralaba yang seperti itu.

5. Pewaralaba menjalankan bisnisnya dengan buruk. Fakta menunjukkan bahwa seseorang terwaralaba tidaklah bisa bebas dari kesalahan bisnis, meskipun waralabanya telah didasarkan pada struktur yang mantap.

2.1.4 Variabel-Variabel Sistem Waralaba 1. Variabel Merek Dagang

Menurut Tanan (2000), syarat pertama penciptaan usaha baru dengan cara duplikasi (embrio Franchise) adalah adanya merek produk/jasa yang unggul dan popular. Produk


(36)

a. Permintaan terhadapnya tinggi (over demand)

b. Harga jual lebih tinggi dibandingkan dengan produk atau jasa yang sejenis.

c. Populer; terdapat kesetiaan konsumen yang tinggi dan rekomendasi dari mulut ke mulut, merek berada dalam top of mind konsumen.

Dalam Franchise Opportunity Guide edisi Fall Winter (2001:45), merek dagang (trademark issues) termaksud salah satu hal penting (key legal questions) yang harus ditanyakan oleh calon terwaralaba kepada pewaralaba.

Mengenai variabel merek dagang, Undang-Undang RI No.15 Tahun 2001 Tentang Merek menerangkan bahwa yang dimaksud dengan Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa ( Bab I, Pasal 1, Ayat 1). Sedangkan Merek Dagang adalah Merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya (Bab I, Pasal 1, Ayat 2).

Menurut Queen (1993), suatu merek dagang yang dikenal baik dan penerimaan pasar yang positif menghasilkan penjualan lebih tinggi daripada yang dapat diwujudkan oleh suatu organisasi yang tidak terkenal. Kesadaran pasar dan penerimaan tanda dagang (tulisan atau logo yang dapat diindentifikasikan)oleh masyarakat atau nama barang (nama sebenarnya dengan mana organisasi itu dikenal) adalah komoditas yang bernilai. Hal ini akan segera menghasilkan volume perdagangan dalam jumlah yang cukup besar. Dukungan pelanggan barangkali merupakan aset yang paling bernilai yang dijual oleh


(37)

pewaralaba dan nilai ini harus dilindungi dengan cara pendaftaran merek dagang dan hak paten.

2. Variabel Keuangan

Variabel keuangan dapat ditinjau dari sudut pandang pewaralaba maupun terwaralaba, karena keduanya membutuhkan aspek keuangan dalam menjual/ membeli sistem waralaba. Mendelsohn (2000) mengemukakan pertimbangan-pertimbangan keuangan yang harus dilakukan oleh pewaralaba, yaitu:

a. Menentukan biaya-biaya, yang terdiri dari:

i. Biaya awal untuk membuat dan menjalankan operasi percobaan.

ii. Biaya pembentukan struktur organisasi untuk memberikan beragam pelayanan seperti perekrutan, pelatihan dan jasa-jasa lain bagi terwaralaba.

iii. Biaya pembuatan logo perusahaan, desain toko-toko, tata ruang, dan sebagainya. iv. Biaya penyiapan petunjuk operasional dan percetakannya.

v. Biaya membuat fasilitas pelatihan. vi. Biaya mempekerjakan staf-staf.

vii. Professional fee termasuk jasa akutansi, jasa hukum, dan pendaftaran hak milik intelektual dan industry serta penyiapan dokumen-dokumen hukum.

viii. Ongkos konsultasi (bila ada)

ix. Biaya perekrutan dan seleksi terwaralaba.


(38)

b. Biaya/Harga Waralaba (Franchise Fee)

Penting bagi pewaralaba untuk mendapatkan sejumlah haknya dan mementukan biaya-biaya pada suatu tingkat yang akan memberikan kepadanya untuk jangka waktu menengah dan lama, penghasilan yang diharapkan dari bisnisnya. Untuk jangka pendek, biaya/harga waralaba tidak bisa diharapkan untuk menutupi biaya tambahan pewaralaba, dan hal itu akan tetap demikian sampai terdapat sejumlah terwaralaba.

i. Biaya Waralaba Awal

Biaya ini dibebankan kepada pewaralaba untuk semua jasa awal yang disediakan pewaralaba. Biasanya pewaralaba tidak akan mengambil keuntungan dari uang ini, meskipun tidak ada salahnya kalau dilakukan. Ada yang memisahkan antara biaya untuk bergabung dengan sistem dengan uang franchise awal, tetapi ada juga yang menggabungkannya. Beberapa pewaralaba pada tahap awal memberikan paket jasa, barang-barang dan peralatan yang lainnya memberikan turn key operation (yaitu mereka yang melengkapi toko-toko dengan perabotannya serta suku cadang dan siap untuk membuka bisnisnya). Meskipun tidak mungkin untuk menentukan jumlah yang pasti, namun dari kajian terhadap tingkat uang waralaba awal yang dilakukan oleh pewaralaba menunjukkan elemen uang waralaba rata-rata antara 5 hingga 10 % dari total biaya pendirian sistem waralaba. Biaya ini merupakan pengeluaran modal dilihat dari sisi terwaralaba. Biaya ini merupakan pengeluaran modal dilihat dari sisi terwaralaba.


(39)

ii. Biaya Waralaba Terus Menerus (Continuing Franchise Fee)

Biaya sering disebut dengan istilah royalti, meskipun kurang tepat karena karakternya berbeda dengan pembayaran royalti. Uang franchise ini merupakan pembayaran atas jasa terus menerus yang diberikan oleh pewaralaba. Biasanya dihitung dalam bentuk persentase dari pendapatan kotor terwaralaba. Dalam perhitungannya, harus diperhatikan proyeksi biaya yang akan dikeluarkan pewaralaba untuk menjalankan kewajiban-kewajibannya dan harus realistis dalam menentukannya, khususnya pada bulan-bulan dan tahun-tahun pertama. Permulaan yang lambat dan sabar merupakan cara terbaik bagi kesehatan jaringan usaha di masa depan. Tingkat uang waralaba mencerminkan sejumlah faktor, yaitu; kebutuhan pewaralaba untuk menerima imbalan yang layak atas jasa yang diberikannya, kebutuhan terwaralaba untuk mendapatkan jasa dari uang yang dibayarkan kepada pewaralaba, dan kemampuan bisnis terwaralaba untuk menghasilkan tingkat keuntungan yang cukup sehingga bisa mendapatkan penghasilan yang memadai, dapat membayar upah karyawannya dan membayar uang waralaba. Periode pembayaran yang terbaik adalah setiap minggu, kecuali jika sifat bisnis yang dijalankannya tidak memungkinkan. Alasannya, arus kas lebih baik bagi pewaralaba dan lebih mudah diatur oleh terwaralaba, terwaralaba menjadi disiplin dalam menyiapkan laporannya, dan terwaralaba akan mendapat peringatan lebih awal mengenai arus kas terwaralaba jika pembayaran tidak dilakukakan. Biaya ini dipengaruhi oleh penjualan atau penawaran produk dan jasa yang diwaralabakan kepada konsumen bila ditinjau dari sisi


(40)

iii. Kenaikan Harga Produk

Apabila pewaralaba juga merupakan pemasok bagi terwaralaba, dia akan berharap untuk menaikkan harga produk yang mungkin digabungkan atau dipisahkan dengan uang waralaba. Ada dua faktor yang penting yang harus dipertimbangkan. Pertama, terwaralaba mengharapkan untuk mendapatkan keuntungan dari daya beli yang besar dari jejaring (network). Bila pewaralaba mencari pendapatan dari sumber itu, maka ia harus mengkompensasikan dengan memberikan uang waralaba yang lebih rendah. Kedua, jangan pernah menyembunyikan sumber-sumber pendapatan dari pewaralaba, karena dapat menghilangkan kepercayaan terwaralaba kepada pewaralaba.

c. Sumber-sumber Finansial

Ada masa saat pemilik waralaba akan kesulitan mencari sumber uang. Namun pendanaan/pinjaman dari bank bisa menjadi alternatif yang baik. Alasan mengapa bank-bank tertarik untuk membiayai usaha waralaba adalah karena sistem waralaba merupakan cara yang lebih aman untuk mendirikan suatu bisnis baru. Lagi pula, dengan adanya konsep yang terjamin dan “paying” dari organisasi pewaralaba, kemampuan bisnis untuk menghasilkan keuntungan yang cukup untuk memungkinkan terwaralaba membayar kembali obligasinya adalah lebih mudah terlihat.


(41)

d. Akunting

Pewaralaba harus dapat merancang dan mengembangkan sistem akunting yang sederhana bagi terwaralaba dan mampu memberikan nasihat finasial pada terwaralaba yang berkaitan dengan operasi sistem akunting. Sejak awal, melalui pelatihan, terwaralaba perlu memahami apa yang diperlukan yang berkaitan dengan bidang finansial ini. Informasi yang diberikan mempunyai dua tujuan:

i. Memungkinkan pemilik waralaba untuk memonitor kinerja pembeli waralaba dan memberikan dasar pengkalkulasian uang waralaba yang harus dibayarkan.

ii. Memungkinkan pembeli waralaba untuk membandingkan kinerjanya sendiri dengan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan.

Ada tiga kategori yang diperlukan:

i. Pendapatan kotor ii. Laporan laba rugi iii. Pengeluaran modal

3. Variabel Standar

Menurut Keup (2000), sebuah sistem waralaba yang dikembangkan dengan baik membutuhkan suatu manual/ pedoman operasional yang efektif, dimana didalamnya terkandung fungsi-fungsi bisnis waralaba secara tertulis, kronologis, bertahap, langkah demi langkah sehingga dapat diikuti dengan mudah oleh terwaralaba setelah mereka


(42)

mengikuti program pelatihan. Lebih lanjut dikatakan dalam “Franchise Bible”, setiap manual/ pedoman operasional bersifat unik, karena setiap pewaralaba memiliki ciri khusus yang membedakannya dari pada kompetitornya. Pada umumnya pewaralaba mempunyai 2 manual. Yang pertama mengatur tentang pemilihan lokasi, pembukaan awal, pembukuan, akutansi, periklanan dan prosedur grand opening. Manual yang kedua memuat tentang uraian tugas setiap pegawai, dan tugas-tugas harian seperti prosedur membuka dan menutup gerai, penerimaan pembayaran, pembuatan laporan harian, penerimaan pegawai baru, penyusunan jadwal kerja, penerimaan dan pengiriman barang, penyusunan daftar kebutuhan, prosedur inventori, pemantauan keamanan dan prosedur perbankan. Menurut Mendelsohn (1997), Variabel standar meliputi beberapa hal, yaitu:

a. Standar lokasi

Pewaralaba harus menetapkan dimana suatu gerai dapat didirikan dan apa saja kriterianya. Pertimbangan yaitu; tipe jalan, lingkungan, volume lalu lintas pejalan kaki dan kendaraan, tingkat indentifikasi untuk membuka tempat, serta landmark dan bisnis yang bisa dihasilkan.

b. Standar fasilitas fisik

Meliputi desain eksterior/interior, perijinan, biaya sewa (bila ada). Yang dipertimbangkan adalah ukuran tempat usaha, persyaratan kesehatan dan keselamatan


(43)

kerja, ketersedian pelayanan kebutuhan masyarakat, biaya premi dan sewa, persyaratan ijin sewa, dan biaya berbagai perijinan.

c. Standar perlengkapan, perabotan dan peralatan

Standar ini dapat dibuat bervariasi dan diubah sesuai dengan kemampuan tempat tertentu.

d. Standar Petunjuk Operasional (Standard Operating Procedure)

Standar ini bermanfaat untuk digunakan dalam pelatihan dan ketika terwaralaba sedang menjalankan bisnis. Pada umumnya berisi panduan rinci mengenai tugas-tugas yang harus dijalankan staf anggota atau terwaralaba. Pedoman ini merupakan bagian mutlak dari proses alih pengetahuan teknis dari pewaralaba ke terwaralaba.

e. Standar Pengaturan Pemasok

Pewaralaba harus menyusun pengaturan bersama dengan pemasok bahan-bahan dasar atau barang-barang yang dibutuhkan oleh bisnis yang diwaralabakan agar terwaralaba mampu menjual dengan harga yang kompetitif, dengan pemasok tas, kotak, atau bahan-bahan lain yang digunakan pada tahap penjualan juga dengan pemasok peralatan agar bisa memenuhi perlengkapan dan suku cadang terwaralaba untuk perbaikan serta pelayanan selanjutnya.


(44)

f. Standar Sistem Administrasi.

Uraian kerja harus dipersiapkan dengan menjelaskan ruang lingkup dan semua segi aktivitas karyawan agar sesuai dengan keseluruhan skema.

g. Standar Pelatihan

Pewaralaba harus menyusun jadwal pelatihan dan mempersiapkan fasilitas pelatihan untuk para terwaralaba dan staf mereka.

h. Standar Keuangan dan Akunting

Pewaralaba perlu mempersiapkan dan member pelatihan tentang prosedur akunting dan sistem bisnis yang sederhana yang harus dioperasikan oleh terwaralaba. Tujuannya pertama untuk menjamin bahwa terwaralaba mendapatkan informasi yang memungkinkannya mengetahui masalah yang timbul pada operasinya, dan kedua untuk memberikan informasi kepada pewaralaba agar mampu mengontrol bisnis tersebut sehingga dapat memberikan nasihat bila diperlukan.

4. Variabel Pemasaran

Variabel ini meliputi beberapa aspek, yaitu:

a. Keberadaan dan penerimaan produk / jasa oleh konsumen dalam pasar. b. Kompetitor dan tingkat kompetisi.

c. Wilayah territorial pemasaran bagi setiap franchisee. d. Riset pasar.


(45)

e. Strategi dan taktik marketing, promosi dan periklanan baik di tingkat regional maupun nasional.

(Keup, 2000 ; Mendelshon, 1997) Seperti yang juga telah disinggung dalam variabel merek dagang, penerimaan pasar menentukan hidup matinya suatu usaha. Oleh karena itu, sebelum membuka suatu gerai waralaba di suatu lokasi, pewaralaba sebaiknya melakukan studi kelayakan pasar (market feasibility study). Di area dimana lokasi gerai tersebut akan berada juga perlu dilakukan pemeriksaan terhadap adanya kompetitor yang ada, baik yang dianggap potensial sebagai ancaman ataupun tidak. Selain itu, terwaralaba harus memastikan bahwa pewaralaba tidak akan memberi hak waralaba yang lain untuk membuka gerai waralaba di area/ wilayah yang sama. Sebelum menjual bisnis sistem waralaba, pewaralaba harus menanyakan kepada dirinya sendiri apakah produk atau jasa yang akan dijualnya sudah mempunyai pasar? Apakah produk atau jasa tersebut bersifat unik? Karena suatu produk atau jasa dapat dijual bila ada kebutuhan (need), dan kebutuhan ditentukan oleh kompetisi. Yang tidak kalah penting dengan faktor keunikan adalah adanya permintaan dari pasar (demand). Produk atau jasa yang unik jangan hanya diinginkan oleh mereka yang berminat menjadi terwaralaba, tetapi oleh seluruh konsumen yang akan membeli dari terwalaba (Keup,2000).

Mengenai riset pasar yang harus dilakukan oleh pewaralaba, jika produk atau jasa yang akan diwaralabakan masih relatif baru, maka dia harus menentukan dimana produk atau jasa tersebut akan laku terjual, berdasarkan kebutuhan yang sama dengan pelanggan yang sudah ada. Misalnya, pakaian penghangat tentu tidak akan laku dijual di


(46)

mana saja. Sedangkan bila produk atau jasa tersebut sudah cukup lama ada dipasaran, riset pasar yang dilakukan bertujuan untuk menganalisa tipe-tipe konsumen di berbagai wilayah /area yang berbeda, kebutuhan dan daya beli mereka. Dapat juga dilakukan wawancara terhadap pewaralaba yang sudah eksis (existing franchisor) dan terwalaba yang sudah eksis (existing franchisee) untuk mendapatkan opini mereka tentang sistem waralaba. Informasi tentang demografi dan data-data riset pasar secara umum biasanya tersedia juga di badan pemerintahan yang berkaitan dengan hal itu. (Keup,2000).

5. Variabel Pelatihan, Bantuan & Bimbingan

Variabel ini mencakup pelatihan awal dan proses pemberian bantuan dan bimbingan yang terus menerus. Pada pelatihan awal, terwaralaba harus dilatih mengenai metode bisnis yang diperlukan untuk mengelola bisnis, sesuai dengan blue print yang ditetapkan oleh pewaralaba. Ini bisa menyangkut pelatihan menggunakan peralatan khusus, metode pemasaran, penyiapan produk, dan penerapan proses.

Terwaralaba hendaknya dilatih sehingga ia relatif ahli pada seluruh bidang yang diperlukan untuk menjalankan bisnis yang khusus tersebut. (Mendelsohn, 1997).

Pada proses pemberian bantuan dan bimbingan yang terus menerus, pewaralaba akan terus menerus memberikan berbagai jenis layanan berikut ini, yang tentunya tergantung pada tipe bisnisnya:

a. Kunjungan berkala dari, dan akses ke, staf pendukung lapangan untuk membantu memperbaiki atau mencegah penyimpangan-penyimpangan dari blue print yang bisa menyebabkan kesulitan dagang bagi terwaralaba.


(47)

b. Menghubungkan antara pewaralaba, terwaralaba dan seluruh terwaralaba yang lain untuk bertukar pikiran dan pengalaman.

c. Inovasi produk atau konsep, termasuk penelitian mengenai kemungkinan-kemungkinan pasar serta kesesuainnya dengan bisnis.

d. Pelatihan dan fasilitas-fasilitas pelatihan kembali untuk terwalaba dan stafnya. e. Riset pasar

f. Iklan dan promosi pada tingkat lokal dan nasional g. Peluang-peluang pembelian secara besar-besaran h. Nasihat dan jasa manajemen dan akunting i. Penerbitan News Letter

j. Riset mengenai material, proses dan metode bisnis.

(Mendelsohn, 1997)

2.2. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual atau kerangka pikiran berarti menempatkan masalah yang telah diindentifikasi itu di dalam kerangka teoritis yang relevan, yang masalah yang telah diidentifikasi itu dalam kerangka teoritis yang relevan, yang mampu menangkap, menerangkan, dan menunjukkan perspektif terhadap masalah yang di teliti dan ditujukan untuk dapat menjawab atau menerangkan masalah yang telah diidentifikasi menurut Ginting (2006:94).


(48)

kerangka konseptual untuk mengidentifikasi variabel-variabel apa saja yang ada dalam penerapan sistem waralaba oleh Es Dawet Cah Mbanjar dan apakah penerapannya sesuai dengan teori sistem waralaba. Menurut Mendelsohn (1997) dalam menyusun kerangka konsep ini ada beberapa yang perlu diperdalam yaitu :

1. Merek Dagang 2. Keuangan 3. Standar 4. Pemasaran

5. Pelatihan, Bantuan dan Bimbingan

Berdasarkan hal tersebut, maka kerangka konseptual yang disesuaikan untuk mendukung penelitian ini adalah sebagai berikut:

Sumber: Tanan (2000), Queen (1993), Mendelsohn (2000), Keup (2000) (diolah) Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Merek Dagang(X1)

Keuangan(X2)

Standar(X3)

Pemasaran(X4)

Pelatihan, Bantuan & Bimbingan(X5)

Penerapan Sistem Waralaba pada Es Dawet Cah Mbanjar(Y)


(49)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif analisis untuk mendapatkan gambaran dan melakukan analisis jalur mengenai penerapan sistem waralaba pada usaha Es Dawet Cah Mbanjar. pengumpulan data dilakukan dengan cara studi dokumen, wawancara mendalam (Depth Interview) dan observasi.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Es Dawet Cah Mbanjar yang beralamat di jalan Setia no.15 Medan. Waktu penelitian ini di mulai dari bulan April 2012 sampel Mei 2012. 3.3 Batasan Operasional Variabel

Penelitian ini hanya dibatasi pada Variabel-variabel Sistem Waralaba yaitu: Variabel Merek Dagang (X1), Variabel Keuangan (X2), Variabel Pemasaran (X3), Variabel Standar (X4), dan Variabel Pelatihan, Bantuan dan Bimbingan (X5)

3.4 Definisi Operasional Variabel

Definisi variabel akan memberikan peneliti arah untuk memenuhi unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel.


(50)

a. Variabel bebas (Independent) yaitu variabel yang nilainya tidak tergantung pada variabel lain, dengan kata lain variabel yang mempengaruhi, terdiri dari:

1. Variabel Merek dagang (X1) adalah Merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya (Bab I, Pasal 1, Ayat 2).

2. Variabel Keuangan (X2) Adalah aspek-aspek manajemen keuangan dan akutansi yang mengatur hal-hal finansial dalam persiapan dan pelaksanaan sistem waralaba pada Es Dawet Cah Mbanjar

3. Variabel Standar (X3) Adalah pedoman-pedoman yang disusun dari pewaralaba. 4. Variabel Pemasaran (X4) Adalah strategi, program dan taktik marketing (pemasaran) dan sales (penjualan) yang dirancang dan dilaksanakan oleh Es Dawet Cah Mbanjar sebagai dalam sistem waralaba.

5. Variabel Pelatihan, Bantuan dan Bimbingan (X5) Adalah program pengajaran secara periodik dan pemberian nasehat atau saran bila diperlukan oleh terwaralaba, yang diberikan oleh Es Dawet Cah Mbanjar kepada terwaralaba dalam hal operasional.

b. Variabel Terikat (dependent) merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain. Variabel Y dari penelitian ini adalah pengembangan usaha Es Dawet Cah Mbanjar. Yaitu peningkatan laba, bertambahnya jumlah outlet dan perluasan pasar.


(51)

Tabel 3.1

Operasionalisasi Variabel

VARIABEL PENGERTIAN INDIKATOR VARIABEL

SKALA UKUR Merek Dagang

(X1)

Adalah nama dan logo dari produk. a. Nama b. Logo c. Populer

Triangulasi Keuangan(X2) Adalah aspek-aspek manajemen

keuangan dan akutansi yang mengatur hal-hal financial dalam persiapan dan pelaksanaan sistem waralaba.

a. Biaya Waralaba b. Laba

c. Royalti

d. Biaya operasional

Triangulasi

Standar (X3) Adalah pedoman-pedoman yang

disusun dari pewaralaba.

a. Standar lokasi b.Standar fasilitas fisik c.Standar perlengkapan, perabotan dan peralatan d.Standar Petunjuk Operasional

(Standard Operating Procedure)

e. Standar pengaturan pemasok

f. Standar sistem administrasi g. Standar pelatihan h. Standar keuangan dan akunting

Triangulasi

Pemasaran (X4) Adalah strategi, program dan taktik

marketing (pemasaran) dan sales (penjualan) yang dirancang dan dilaksanakan oleh usaha.

a. Promosi b. Periklanan c. Riset Pasar

Triangulasi

Pelatihan,

Bantuan dan Bimbingan (X5)

Adalah program pengajaran secara periodik dan pemberian nasehat atau saran bila diperlukan oleh terwaralaba, yang diberikan oleh pewaralaba kepada terwaralaba dalam hal operasional.

a. Pelatihan b. inovasi produk atau konsep c. Informasi (pengalaman)

Triangulasi

Pengembangan usaha Es Dawet Cah Mbanjar (Y)

Variabel pengembangan usaha Es Dawet Cah Mbanjar (Y) merupakan dampak dari penerapan variabel sistem waralaba yang baik.

a. Peningkatan laba. b. Jumlah outlet c. Perluasan pasar

Triangulasi


(52)

3.5 Informan Penelitian

Informan dalam penelitian ini terdiri dari individu-individu yang berkaitan dan berhubungan langsung dengan usaha Es Dawet Cah Mbanjar yang terdiri dari pemilik usaha, manajer-manajer yang terkait dan beberapa karyawan usaha Es Dawet Cah Mbanjar sehingga data yang diperoleh menjadi lengkap.

3.6 Jenis Data

Penelitian ini menggunakan dua jenis sumber data yaitu:

1. Data Primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari responden pada lokasi penelitian. Data primer diperoleh dengan memberikan kuesioner dan wawancara kepada responden.

2. Data Sekunder merupakan data yang diperoleh melalui studi pustaka, dengan mempelajari berbagai tulisan melalui buku, jurnal, majalah, dan data di perusahaan untuk mendukung penelitian ini.

3.7 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan tiga cara yaitu: 1. Wawancara mendalam (Depth Interview)

Wawancara mendalam, adalah wawancara yang bebas dimana peneliti dapat menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya.


(53)

2. Studi Dokumentasi/Studi Pustaka

Studi Pustaka yaitu melakukan pengumpulan data dengan cara membaca, meninjau, dan mempelajari buku-buku, dokumen, majalah, internet, dan literatur yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

3. Observasi

Observasi yaitu dengan melakukan pengamatan langsung terhadap objek yang di teliti, dalam hal ini usaha Es Dawet Cah Mbanjar.

3.8 Prosedur Pengumpulan Data 3.8.1 Pra-Depth Interview

Peneliti memulai depth interview dengan menggunakan langkah-langkah seperti yang disarankan oleh Mulyana (2003:82) yaitu:

1. Menemukan Subjek Penelitian

Untuk menemukan orang yang akan dijadikan subjek penelitian, peneliti harus terjun ke lapangan untuk menemukan orang yang layak diwawancara. Sejalan dengan proses ini, peneliti dapat meminta rujukan mengenai siapa lagi orang yang mempunyai pengalaman atau karakteristik serupa.

2. Menentukan Jumlah Responden

Dalam metode depth interview tidak ada kriteria baku mengenai berapa jumlah responden yang harus diwawancarai. Sebagai aturan umum, peneliti berhenti melakukan wawancara sampai data menjadi jenuh.


(54)

3. Variasi Responden

Pertimbangan dalam pemilihan sampel ini adalah bahwa sampel sebaiknya bervariasi, dilihat dari ciri demografisnya, sehingga hasil penelitian tidak menyimpang karena faktor-faktor sosio-ekonomi, gender, atau kepribadian yang tidak relevan, akan diperkaya oleh orang-orang yang berlainan dalam ciri-ciri tersebut.

3.8.2 Pada Saat Depth Interview

ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh peneliti saat melakukan

depth interview, yaitu: 1. Memulai Wawancara

Wawancara dimulai dengan basa-basi ketimuran, namun tetap proposional dan secukupnya, apalagi bila responden adalah orang penting dan hanya memiliki waktu yang terbatas.

2. Mengajukan Pertanyaan

a. Untuk memperoleh data secermat mungkin, digunakan tape recorder. Namun, sebelum menggunakan tape recorder, terlebih dahulu meminta izin kepada responden. Hal ini mungkin terjadi adalah responden menjadi gugup ketika menyadari jawabannya direkam, namun biasanya hal ini tidak berlangsung lama, dan kegugupan itu mencair seiring dengan jalannya wawancara. Keuntungan peneliti bila menggunakan

tape recorder adalah (1) peneliti dapat lebih berkonsentrasi penuh terhadap informasi yang diberikan responden karena tidak harus


(55)

mencatat atau menulis seluruh informasi yang terucap, dan (2) data menjadi lengkap dan akurat.

b. Pertanyaan dalam depth interview cenderung dimulai dengan kata tanya bersifat terbuka, seperti ”bagaimana”, ”apakah”, dan ”mengapa”. c. Peneliti harus dapat membawa wawancara ini menjadi sebuah

”percakapan normal”, sehingga peneliti dapat menggali apa yang responden rasakan dan pikirkan. Bahasa yang digunakan adalah bahasa

yang akrab dan informal. Pertanyaan bahkan dapat diajukan dalam bahasa daerah, bila diyakini responden akan bersikap lebih terbuka.

3. Pedoman Penyelenggaraan Wawancara

Beberapa pedoman yang perlu diketahui dalam menyelenggarakan wawancara, yaitu:

a. Penyusunan isi wawancara yang efektif, dengan berusaha menempatkan pesan utama pada awal pembicaraan.

b. Sikap dan ekspresi vokal yang tepat. c. Saling membuka diri.

d. Sesuaikan penggunaan alat peraga dengan kondisi saat wawancara. e. Memperhitungkan kepentingan dan pespektif penelitian.


(56)

4. Mengakhiri depth interview

a. Pertanyaan-pertanyaan yang bersifat pribadi (seperti tempat dan tanggal lahir, usia, riwayat pendidikan, penghasilan, dan sebagainya) diajukan pada akhir wawancara. Hal ini berkebalikan dengan pertanyaan dalam survei yang umunya menempatkan pertanyaan-pertanyaan pribadi ini diawal wawancara. Tujuan teknik ini adalah menghindarkan responden dari keharusan memberikan jawaban yang bersifat pribadi, yang mungkin membuatnya malu atau tersinggung sehingga mempengaruhi jawaban atas pertanyaan berikutnya, atau bahkan secara mendadak dan sepihak membatalkan wawancara.

b. Pada akhir wawancara, peneliti sebaiknya meminta alamat, nomor telepon, ataupun email responden. Tujuannya adalah agar memudahkan peneliti untuk menghubungi responden bila membutuhkan data tambahan.

3.8.3 Pasca Depth Interview

Peneliti menyalin hasil wawancara ke dalam bentuk tulisan dan memilah-milah berdasarkan kategori yang relevan, seperti model, hipotesis, atau kerangka teori yang sedang dibangun.


(57)

3.9 Uji Keabsahan dan Metode Triangulasi

Keabsahan bentuk batasan berkaitan dengan suatu kepastian bahwa yang berukuran benar-benar merupakan variabel yang ingin diukur. Keabsahan ini juga dapat dicapai dengan proses pengumpulan data yang tepat. Salah satu caranya adalah proses triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Pada penelitian ini metode triangulasi yang digunakan adalah metode triangulasi data dimana menggunakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip, hasil wawancara, hasil obeservasi atau juga dengan mewawancarai lebih dari satu objek yang dianggap memiliki sudut pandang yang berbeda.

3.10 Teknik Analisis

a. Metode Depth Interview

Metode ini merupakan suatu metode mengumpulkan data melalui wawancara mendalam (depth interview), maka analisis data dilakukan terlebih dahulu editing data, analisis data penelitian ini menggunakan variabel penelitian kemudian dilakukan analisis. Analisis data penelitian ini menggunakan analisis ini (Content Analysis), yaitu menguraikan jawaban-jawaban berdasarkan fakta, dan dibuat matrik-matrik yang menjelaskan pengkategorisasian terhadap nilai yang dtemukan di lapangan dan dibandingkan dengan teori yang ada (Bugin,2008).


(58)

b. Metode Analisis Deskriptif

Metode ini merupakan suatu metode analisis data dimana data yang dikumpulkan mula-mula disusun, diklasifikasikan, dan dianalisis sehingga diperoleh gambaran yang jelas mengenai kondisi dan masalah yang akan diteliti.

c. Metode Analisis Deduktif

Metode ini merupakan proses penarikan kesimpulan yang logis berdasarkan teori-teori yang telah di terima sebagai kebenaran secara umum.


(59)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Usaha Es Dawet Cah Mbanjar

Es dawet Cah Mbanjar merupakan merek minuman tradisional berbahan utama tepung yang berbentuk seperti ulat dan diberi kuah santan plus gula. Banyak kita temui di berbagai pelosok Indonesia. Biasanya dijual di kaki lima atau keliling pakai gerobak. Tapi jangan salah, jika usaha jual es dawet ini ditekuni dan dikelola dengan baik maka Anda harus siap jadi kaya dan sukses.

Adalah Hafiz Khairul Rijal 32 tahun dan istirnya Citra Puspa Sari 26 tahun. Pemilik sekaligus pengelola Es Dawet Cah Mbanjar. Hafiz Khairul Rijal memulai usaha Es Dawet Cah Mbanjar pada 2006, tertarik mengembangkan bisnis ini karena senang meminum satu jenis minuman yang sama tapi berbeda nama atau merek. minuman sejenis ini cukup banyak dijumpai di kota Medan. Penjual minuman yang menggunakan gerobak banyak dijumpai di pinggir-pinggir jalan kota Medan. Kadang di emperan toko,tidak sedikit juga di bawah pohon rindang dan di persimpangan jalan.

Hingga akhirnya suatu hari Hafiz Khairul Rijal bisa ketemu dengan bos pemilik es penjual gerobak es dawet tersebut, Hafiz Khairul Rijal semakin tertarik untuk menggeluti bisnis serupa yaitu es dawet. Setelah mendapat resep dari pemilik es itu, Hafiz Khairul Rijal bersama istrinya Citra Puspa Sari membeli bahan baku dengan modal Rp100.000.


(60)

Saat itu dia tidak mengenakan resep rahasia dari bos pemilik es. Untuk gerobaknya, dia memilih membuat sendiri dengan biaya Rp500.000. Bermodal Rp600.000 itulah memulai berjualan Es Dawet Cah Mbanjar. Kebetulan Hafiz Khairul Rijal langsung mendapat lokasi dekat kampus. Jadi saat itu, penjualannya lumayan. Dalam satu hari,50 cup atau gelas Es Dawet Cah Mbanjar laku terjual. Untung bersihnya Rp50.000 per hari. Waktu terus berlalu hingga tiga bulan berjalan.

Dari keuntungan yang diperoleh, Hafiz Khairul Rijal menambah gerobak. Tidak lama berselang, gerobak ketiga dibeli sekaligus mulai merekrut karyawan. ”Mulai jualan sendiri pada 2006.Terus berjalan hingga 2007 sudah bisa membeli gerobak kedua dan ketiga. Semuanya disebar tidak jauh dari lokasi berjualan yang pertama,” kata Hafiz Khairul Rijal. Namun, meski sudah memiliki tiga gerobak, dia masih tetap berhubungan dengan bos pemilik es yang pertama karena bumbu utama belum dimilikinya langsung.

Mendekati akhir tahun 2007, Hafiz Khairul Rijal mencoba untuk membeli bumbu dan alat produksi dari bos pemilik es. Modalnya tidak sedikit. Uang sebesar Rp50 juta harus disiapkan, tapi karena ingin berinovasi dia mencoba meminjam uang orang tuanya. ”Separuh dari modal itu, pinjam dari orang tua. Kami berpikir sudah saatnya untuk berdiri sendiri. Jadi mudah untuk melakukan inovasi, tidak hanya membeli bahan dan tinggal ramu,”kata Hafiz Khairul Rijal. Dengan begitu dia bisa memiliki mesin adonan cendol, gula, dan kelapa sendiri.Bahan bakunya pun langsung didatangkan dari Banjar.


(61)

Selain bumbu utama, dia juga mendapat lima gerobak. Jadi total telah ada delapan gerobak yang dijadikannya modal untuk dijual kepada orang lain. Ingin melihat bagaimana peluang pasar yang lebih besar, Es Dawet Cah Mbanjar ini mulai diikutkannya pada pameran-pameran. Pertama kali, tepatnya 2007 ikut pameran Bank Sumut dalam rangka ulang tahun Bank Pembangunan Daerah (BPD) ini.

Tanpa disangka, Hafiz Khairul Rijal meraih penghargaan Bank Sumut Usaha Mikro Kecil (UMK) Award. Usaha Hafiz Khairul Rijal dinilai terbaik karena punya tempat produksi dan manajemennya sudah terbentuk, walaupun masih skala home industry. ”Senang sekali. Selama proses pameran, kami ikut dalam audisi wirausaha muda Mandiri yang diselenggarakan Bank Mandiri. Jadi semakin bersemangat untuk mengembangkannya lebih luas,” kata Hafiz Khairul Rijal.

Es Dawet Cah Mbanjar akhirnya terpilih menjadi juara 2 se-Sumatera. Penghargaan- penghargaan ini membuat suami istri ini mendapat kemudahan untuk mengembangkan usaha. Bagi yang berminat untuk memulai usaha ini diberi kredit oleh Bank Mandiri. Bank ini juga membantu proses pelatihan, perekrutan karyawan dan manajemen. ”Sistemnya seperti waralaba/franchise, tapi kami menyebutnya kemitraan karena tidak ada ketentuan harus sama atau termasuk gerobaknya, jumlah karyawan atau gajinya.

Bahkan diperbolehkan beli bahan saja, tanpa gerobak dan tidak dapat resep utama. Apabila ingin mendapat resep utama, tentu harus membeli rumah produksi sebesar Rp 60 juta. Ini disebut dengan master.Kini, khusus di Medan Hafiz Khairul Rijal menjadi


(62)

pemilik brand Es Dawet Cah Mbanjar.Tidak sulit lagi memperoleh es yang memiliki rasa manis ini pada pinggir jalan, warung atau restoran.

Total 120 gerobak seluruh Indonesia telah dijualnya. Khusus Medan saja ada 40 gerobak. Sistem waralaba sangat membantu usaha Es Dawet Cah Mbanjar dalam pengembangan usaha khususnya keuangan dan pemasaran. Dengan menawarkan paket investasi waralaba yang menarik dan menguntungkan membuat Es Dawet Cah Mbanjar menjadi usaha waralaba lokal yang cukup terkenal secara nasional dan lokal khususnya kota Medan.

Berikut adalah data Es dawet cah mbanjar: a. Brand: Es Dawet Cah Mbanjar b. Bidang Bisnis: Es Dawet c. Konsep Bisnis: Waralaba

d. Alamat: Jalan Setia no.15 Medan

e. Pemilik: Hafiz Khairul Rizal dan Citra Puspa Sari

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Karakteristik Informan

Informan dalam penelitian ini berjumlah 6 orang, dengan karakteristik seperti pada Tabel 4.1 berikut.


(63)

Tabel 4.1 Karakteristik Informan

Informan Nama Jenis Kelamin Umur

Pemilik usaha/Pimpinan Hafiz Khairul Rijal Laki-laki 34 Wakil Pimpinan dan

Manajer Keuangan

Citra Puspita Sari Perempuan 26 Manajer Operasional,

Produksi dan Pemasaran

Nico Al Hasrat Laki-laki 43 Manajer Administrasi Uci Afnianti Perempuan 21

Pegawai Zulkarnaen (Bang zul) Laki-laki 26

Pegawai Rahmad (Bang Domble) Laki-Laki 24

Berdasarkan Tabel 4.1 diatas menunjukan bahwa usaha Es Dawet Cah Mbanjar dikelola langsung oleh pemilik usaha dibantu dengan manajer dan pegawai. Struktur organisasi usaha masih sederhana, dimana banyak fungsi dan tanggung jawab yang dilaksanakan secara rangkap.

4.2.2 Pembahasan Hasil Wawancara pihak Es Dawet Cah Mbanjar a. Variabel Merek Dagang

Hasil penelitian menunjukan bagaimana pengaruh variabel merek dagang terhadap penerapan sistem waralaba pada usaha Es Dawet Cah Mbanjar. Berikut adalah jawaban informan pada Tabel 4.2

Tabel 4.2 Matrik jawaban tentang Variabel Merek Dagang Variabel Merek Dagang (X1)

1 Apa saja syarat suatu merek dagang dapat diwaralabakan, khususnya pada usaha anda?

Penjelasan: pertama, nama merek harus unik, belum dimiliki dan dipakai oleh orang lain, gampang diingat dan harus sudah dikenal oleh konsumen kita, gitu dek..

2 Merek dagang apa yang dimiliki dan yang diwaralabakan oleh pewaralaba, khususnya usaha anda ?


(64)

familiar dengan nama kita, sebagai perintis es dawet yang modern mungkinlah yah haha..

3 Apakah merek dagang tersebut sudah didaftarkan atau di hak patenkan?

Penjelasan: sudah didaftarkan pastinya di desperindag dan HAKI, karena itu dulu syarat awal ikut seminar atau pameran franchise nasional.

4 Bagaimana aspek penerimaan pasar terhadap produk dengan merek Es Dawet Cah Mbanjar?

Penjelasan: Pertama konsumen bingung, kok es dawet lain modelnya gini, agak modernlah pake merek, trus kemasannya bagus. Lama-lama konsumen beli lagi dan tertarik sehingga dapat diterima lah sekarang.

5 Apakah produk Es Dawet Cah Mbanjar mempunyai keunikan?dalam hal apa? Penjelasan: pastinya unik, dari segi luar dulu. Kemasannya unik, bagus, dan praktis. Gerobaknya minimalis (Minides) warnanya cerah. Trus nama mereknya unik nih dan terakhir rasanya yang unik buat orang mau coba lagi.

6 Bagaimana menilai “harga” suatu merek dagang?

Penjelasan: karena es dawet ini sudah dikenal luaslah, sehingga secara tidak langsung merek kami pun bergengsi istilahnya, dari segi harga pun terjangkau yaitu 4 ribu, harga murah tapi kualitas tidak murahan, rasa boleh diadu hehe.

Berdasarkan Tabel 4.2 di atas dari hasil wawancara yang mendalam, variabel merek dagang sangat penting dalam sistem waralaba, agar dapat dijual secara komersial tentu merek dagang harus unik, mempunyai nilai lebih dan sudah diterima dipasar. Nama merek dagang yang unik sangat diprioritaskan agar menjadi sebuah Brand yang

Positioning dalam benak konsumen sehingga mudah diingat dan diterima dipasar konsumen. Merek dagang yang sudah terkenal dan diterima oleh pasar konsumen mempunyai nilai untuk dikomersialisasikan secara waralaba dan menciptakan keuntungan yang lebih. Dan untuk melindungi merek dagang maka diperlukan


(65)

perlindungan hak paten secara legalitas hukum dengan mendaftarkan di Dinas Perindustrian dan Perdagangan sebagai merek dagang.

b. Variabel Keuangan

Hasil penelitian menunjukan bagaimana pengaruh variabel keuangan terhadap penerapan sistem waralaba pada usaha Es Dawet Cah Mbanjar. Berikut adalah jawaban informan pada Tabel 4.3

Tabel 4.3 Matrik jawaban tentang Variabel Keuangan Variabel Keuangan (X2)

1 Bagaimana menghitung capital atau modal untuk menyiapkan sistem waralaba? Penjelasan:sebenarnya sih harus dipersiapkan prasarana dan analisis biaya awal untuk membuat paket investasi waralabanya terlebih dahulu

2 Bagaimana Alokasinya?

Penjelasan:alokasi biaya sebenarnya dari franchise sendiri dan tergantung harga investasi setiap paket waralaba

3 Bagaimana menetapkan harapan yang realistis untuk Break Even Point?

Penjelasan:rata-rata perhitungan BEP sekitar 6 bulan untuk setiap paket investasi es dawet kita, dimana perhitungan 1 hari habis 7 set (1 set=50 cup) dengan harga jual 4000 dan harga modal 3000 per cup dan asumsi 350 cup x 1000 (untung per cup)=350000 perhari.

4 Bagaimana menentukan nilai atau harga suatu merek dagang?

Penjelasan: dihitung dari biaya produksi, baik bahan baku dan bahan pelengkap sehingga didapat hitungan kasar modal setiap cup sebesar 3000, dan nilai jual 4000 dengan selisih keuntungan 1000 rupiah.

5 Bagaimana menentukan besar dan cara pembayaran initial fee, royalti dan biaya-biaya lain yang mungkin ada?

Penjelasan:sudah kami patok sebesar 10% dari penjualan bersih

6 Apakah initial fee dan royalti harus selalu ada dalam aspek keuangan sistem waralaba?

Penjelasan:pasti karena kan sistem waralaba ini mengikat dan sebagai royalti terhadap hak cipta merek dagang kami dalam berbisnis.


(66)

Berdasarkan Tabel 4.3 di atas dari hasil wawancara yang mendalam, variabel keuangan sangat penting dalam sistem waralaba, variabel keuangan merupakan faktor yang harus diperhatikan karena banyak aspek-aspek waralaba berkaitan dengan variabel ini, dibutuhkan biaya-biaya untuk membangun sistemnya. Ini didukung oleh informan wakil pimpinan dan manajer keuangan sebagai berikut”

“sistem ini kan menguntungkan, tapi kita harus menghitung berapa biaya kita dalam mempersiapkan paket investasinya dan hitungannya harus benar dan masuk akal bagi yang bermitra nanti, dan harus benar-benar sesuai target BEP nya dek…”

Perhitungan biaya produksi dan bahan baku sudah diperhitungkan dan distandarkan, guna untuk menekan biaya supaya lebih efisen, dan nilai jual setiap produk pun sudah ditetapkan sebesar Rp. 4.000 (Empat Ribu Rupiah) dengan selisih keuntungan sebesar Rp. 1.000 (seribu rupiah ) pada setiap cup gelas Es Dawet Cah Mbanjar. Biaya royalti juga telah ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari penjualan bersih setiap mitra waralaba.

c. Variabel Standar

Hasil penelitian menunjukan bagaimana pengaruh variabel standar terhadap penerapan sistem waralaba pada usaha Es Dawet Cah Mbanjar. Berikut adalah jawaban informan pada Tabel 4.4


(67)

Tabel 4.4 Matrik jawaban tentang Variabel Standar Variabel Standar (X3)

1 Bagaimana peran variabel standar dalam penerapan sistem waralaba?

Penjelasan: semua sudah ada standarnya, standar baku yang kami buat dari standar mulai standar produksi, standar kerja, standar pemasarannya juga udah. Penting punya standar supaya kerja terkontrol dan terjaga kualitas dan kesinambungan produksi.

2 Standar dalam hal apa saja yang diperlukan?

Penjelasan: standar produksi ini udah termasuk bahan produksi sampe kualitas rasanya di jaga juga, standar kerja kita, sama standar pemasaran kita.

3 Bagaimana standar yang baik untuk sistem waralaba?

Penjelasan: yaa standar yang baik sih menurut abang harus menjaga kualitas produk kita, efisiensi dan tentu harus mudah diterapkan.

4 Sejauh mana standar boleh dilanggar?

Penjelasan: kalau standar produksi jangan dilanggar lah, karena langsung berpengaruh pada kualitas kita, klo yang lain bukan tidak boleh dilanggar tapi harus fleksibel lah, karena kita pun masih usaha baru belum terlalu besar, masih menuju perkembangan lah.

5 Apakah standar-standar yang diterapkan memberikan keuntungan bagi usaha anda?

Penjelasan: tentu member keuntungan dari terjaga kualitas produk, kerja dan efisensi kita. Sehingga kita bisa profit maksimal lah.

6 bagaimana fungsi monitoring dijalankan?

Penjelasan: penting, karena kalau tidak dikontrol bakalan terbengkalai, karena kan manusiawi semua, jadi harus harus ada yang kontrol, nah ini tugas pak nico biasanya.

7 Bagaimana aplikasi standarisasi di bidang Minuman?

Penjelasan: mungkin lebih distandar produksi karena kita kan usaha minuman tentu rasa lebih utama, kita harus menjaga rasa, kebersihan, dan sehat produk kita.

Berdasarkan Tabel 4.4 di atas dari hasil wawancara yang mendalam, variabel standar yang diterapkan oleh usaha Es Dawet Cah Mbanjar meliputi standar produksi, standar kerja dan standar pemasaran. Standar-standar yang diterapkan oleh usaha Es Dawet Cah Mbanjar bertujuan untuk menjaga kualitas produk, kerja dan efisiensi. Standar dan pengawasan memegang peranan yang sangat penting karena berkaitan


(68)

dengan kualitas produk, kontrol pengawasan dilaksanakan oleh manajer produksi yaitu Nico Al Hasrat.

d. Variabel Pemasaran

Hasil penelitian menunjukan bagaimana pengaruh variabel pemasaran terhadap penerapan sistem waralaba pada usaha Es Dawet Cah Mbanjar. Berikut adalah jawaban informan pada Tabel 4.5

Tabel 4.5 Matrik jawaban tentang Variabel Pemasaran Variabel Pemasaran (X4)

1 Bagaimana peran pemasaran termaksud pewaralaba dalam penerapan sistem waralaba?

Penjelasan:sangat penting dan pokok, karena kita pemilik merek es dawet cah mbanjar harus memperkenalkan merek ini, contohnya kita ikut pameran franchise lokal dan nasional, ikut seminar ukm dan lomba-lomba enterprenuer yang diadakan oleh bank-bank, gitu.

2 Siapa saja yang berperan dalam aspek ini?

Penjelasan:semuanya dong hehe, tapi khususnya bagian ini si uci (manajer administrasi), dia bagian pemasaran secara online baik facebook, blog, iklan online, twitter. Dan bang nico (manajer pemasaran) dan saya ikut pameran dan seminar-seminar gitu.

3 Bagaimana cara memasarkan konsep waralaba?

Penjelasan: kita harus membuat konsep paket investasi waralabanya dlu, diperhitungkan secara jelas semua aspek supaya sesuai dengan target kita dan janji pada terwaralaba.

4 Bagaimana cara mengevaluasi bahwa suatu produk ini sudah mempunyai pasar yang cukup luas dan diterima masyarakat?

Penjelasan:gampang, kalau produk kita laku terjual dengan banyak berarti konsumen telah menerima produk kita.

5 Bagaimana strategi dan program marketing dan bagi pewaralaba diterapkan pada jenis usaha minuman ini ?

Penjelasan:masih sama, ikut pameran, seminar dan lomba wirausaha atau enterprenuer dari bank, karena masyarakat kita cenderung kalau belum terkenal belum mau menyoba, jadi kita harus berprestasi dahulu dan ikut seminar-seminar supaya diterima dimasyarakat, dan juga kami menjual dengan harga terjangkau supaya segala kalangan bisa membeli, ini termaksud strategi pemasaran kami.


(1)

Matrik jawaban tentang Variabel Pengembangan Usaha Es Dawet Cah Mbanjar Variabel Pengembangan Usaha Es Dawet Cah Mbanjar (Y)

1 Bagaimana perkembangan usaha Es Dawet Cah Mbanjar sejak Menerapkan Model Sistem Waralaba ini?

Penjelasan: Alhamdulillah berkembang pesat ya, sejak model kemitraan waralaba ini modal kita bertambah besar, dan kami pun berencana membuka jenis usaha baru juga dibidang makanan, tapi tetap es dawet yang utama karena ini inti pemasukan kita.

2 Apakah mengalami peningkatan laba ?

Penjelasan: alhamdulillah laba juga meningkat pesat, laba kotor tahun lalu aja kita sampai Rp 720.000.000. itu belum dipotong keuntungan, mudah-mudahan bisa nambah lagi lah tahun depan haha.

3 Apakah jumlah cabang dan Gerobak Es Dawet Cah Mbanjar bertambah? Penjelasan: bertambah pesat juga, sampai sekarang saja gerobak kita yang telah diinvestasikan oleh mitra, dijualah lah istilahnya lebih 100 gerobak itu yang minides aja ya, sekarang pun berkembang diluar sumatera kita juga giat mempromosikan di pameran-pameran.

4 Bagaimana Perluasan Pasar sejak menerapkan Sistem Waralaba ini?

Penjelasan: cukup luas ya, sekarang banyak orang sudah kenal es dawet cah mbanjar, cita-cita saya sih dikenal secara nasional dulu gitu.

5 Apa target anda kedepan dan harapan anda pada Usaha Es Dawet Cah Mbanjar ?

Penjelasan: mudah-mudah es dawet cah mbanjar bertambah besar bisa bersaing dengan minuman-minuman kemasan yang keluaran pabrik, dan pengen nambah jenis usaha lagi, sekarang saja udah ada yang mitra dengan kami seperti raja bubur, ini kami saling bantu perluasan pasar bisnisnya juga.


(2)

Lampiran 4


(3)

(4)

(5)

(6)