BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kualitas Pelayanan Kesehatan - Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Pasien Rawat Jalan Haemodialisa Peserta Askes Sosial di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kualitas Pelayanan Kesehatan

  Menurut Robert dan Prevest dalam Lupiyoadi (2001), kualitas pelayanan kesehatan bersifat multi dimensi. Ditinjau dari pemakai jasa pelayanan kesehatan (health consumer) maka pengertian kualitas pelayanan lebih terkait pada ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi antara petugas dalam melayani pasien, kerendahan hati dan kesungguhan. Ditinjau dari penyelenggaraan pelayanan kesehatan (health provider), maka kualitas pelayanan lebih terkait pada kesesuaian pelayanan yang diselenggarakan dengan perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran mutakhir. Hal ini terkait pula dengan otonomi yang dimiliki oleh masing-masing profesi dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien.

  Ada beberapa pakar pemasaran, seperti Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1988) telah melakukan penelitian khusus terhadap beberapa jenis jasa dan berhasil mengidentifikasi sepuluh dimensi yang menentukan kualitas jasa. Kesepuluh dimensi tersebut adalah tangibles, reliability, responsiveness, communication, credibility,

  

security, competence, courtesy, understanding/knowing the customer dan access

  (bukti fisik, keandalan, responsive, komonikasi, kredibilitas, jaminan, kompeten, kepemilikan, pemahamam konsumen, dan akses).

  Dalam perkembangan selanjutnya, yaitu pada tahun 1988, Parasuraman dan kawan-kawan dalam Ciptono menemukan bahwa sepuluh dimensi yang ada dapat dirangkum menjadi lima dimensi pokok, sebagai berikut : 1.

  Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi.

  2. Keandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.

  3. Daya tangkap (responsiveness), yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.

  4. Jaminan (assurance), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf; bebas dari bahaya, resiko atau keragu- raguan.

  5. Empati, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para pelanggan.

  Kualitas dan pelayanan adalah sarana untuk mencapai kepuasan dan ikatan. Tujuan keseluruhan bisnis adalah menghasilkan pelanggan yang puas dan setia yang akan terus menjalin bisnis dengan perusahaan. Oleh karena itu memberikan kualitas yang tinggi dan pelayanan yang prima adalah suatu keharusan apabila ingin mencapai tujuan pelanggan yang puas dan setia (Richard, 2002).

  Kualitas atau mutu menurut Goetsh dan Davis merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan perusahaan dan sesungguhnya merupakan suatu pengalaman emosional bagi pelanggan. Pelanggan ingin merasa senang dengan pembelian mereka, merasa bahwa mereka telah mendapatkan nilai terbaik dan ingin memastikan bahwa uang mereka telah dibelanjakan dengan baik, dan mereka merasa bangga akan hubungan mereka dengan sebuah perusahaan yang bercitra mutu tinggi (Lovelock dan Wright, 2005).

  Kualitas sangat bersifat subjektif, tergantung pada persepsi, sistem nilai, latar belakang sosial, pendidikan, ekonomi, budaya, dan banyak faktor lain pada masyarakat atau pribadi yang terkait dengan jasa pelayanan perusahaan tersebut. Kualitas atau mutu adalah keadaan produk yang selalu mengacu pada kepuasan pelanggan, karena kepuasan pelanggan merupakan kunci utama yang menjadikan organisasi mampu bersaing dan dapat menjaga kelangsungan hidup organisasi dalam jangka panjang. Selanjutnya dikatakan suatu produk hanya dapat dijamin dengan menerapkan total quality management yang dapat dilandasi metode manajemen yang dipicu oleh pelanggan. Kualitas dapat diartikan sebagai alat organisasi untuk meningkatkan produktivitas, alat organisasi untuk mengurangi pemborosan, alat untuk menurunkan biaya atau untuk meningkatkan financial return atau sisa hasil usaha (Sabarguna, 2004).

  Kualitas pelayanan tidak ditentukan semata-mata oleh hasil evaluasi pelayanan yang diberikan jasa pelayanan kesehatan kepada pelanggan (pasien), tetapi juga ditentukan oleh proses bagaimana pelayanan tersebut diberikan. Di samping itu penilaian pasien atas pelayanan perlu dipahami sungguh-sungguh, bahwa kriteria pelayanan yang mereka terima. Persepsi pasien atas kualitas pelayanan sebetulnya terkait erat dengan harapan-harapan atau ekspektasi yang mereka ingin capai, rasakan dan nikmati.

  Menurut Azwar (1996), pengertian kualitas pelayanan kesehatan perlu dilakukan pembatasan yang secara umum dapat disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kualitas pelayanan kesehatan adalah mengacu pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan. Pada satu sisi dapat menimbulkan kepuasan kepada pasien, sedang pada sisi lain prosedurnya harus sesuai dengan kode etik standar profesi yang ditetapkan.

  Menurut Zeithaml, Valerie. A., dkk. (1990), dalam menilai kualitas pelayanan yang dilaksanakan sebuah institusi provider, ada beberapa aspek penting yang perlu dibahas dengan seksama, yaitu : a.

  Definisi tentang kualitas pelayanan, b. Faktor-faktor yang memengaruhi harapan atau ekspektasi pasien/pelanggan, c. Dimensi kualitas pelayanan

2.1.1. Definisi Kualitas Pelayanan

  Kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada presepsi pelanggan (Kotler, 2000). Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi pihak penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang atau presepsi pelanggan. Persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa merupakan penilaian menyeluruh atas keunggulan suatu jasa.

  Pelayanan yang berkualitas, adalah bilamana provider dapat memenuhi atau dapat melebihi harapan/ekspektasi pelanggan (pasien) yang menerima atau merasakan pelayanan provider tersebut. Baik-buruknya kualitas pelayanan sebagaimana yang dirasakan oleh pasien/pelanggan, dapat didefinisikan sebagai persepsi atas pelayanan tersebut. Besarnya kecil-besarnya kesenjangan/gap antara harapan/ekspektasi dengan persepsi pelanggan/pasien tentang pelayanan tersebut, akan menentukan baik-buruknya penilaian atas pelayanan. Makin besar kesenjangan antara harapan dengan persepsi pelanggan /pasien terhadap pelayanan, berarti makin jauh dari rasa puas, atau dengan perkataan lain pasien makin kecewa. Tetapi bilamana persepsi atas pelayanan yang dinikmati pasien sesuai dengan harapannya, bahkan jika dapat melampaui harapannya, berarti harapan pasien dapat terpenuhi. Bahkan jika melebihi harapannya, berarti pasien merasa amat puas dari hanya sekadar harapannya.

2.1.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Harapan/Ekspektasi Pelanggan/Pasien

  Menurut Zeithaml, Valerie.A., dkk. (1990) beberapa faktor penting yang memengaruhi harapan pelanggan/ pasien adalah:

  1. Apa yang pernah didengar pelanggan/pasien dari pelanggan atau pasien lain, atau yang telah direkomendasikan oleh pasien atau pelanggan lain tentang provider dan atau pelayanan yang bakal digunakan,

  2. Kebutuhan pribadi masing-masing pelanggan/pasien, amat tergantung kepada pribadi dan sifat-sifat masing-masing, serta lingkungan pelanggan/ pasien,

  3. Pengalaman masa lampau tentang sikap dan perilaku karyawan provider, seperti antara lain sikap sopan-santun, ramah-tamah, rasa hormat, rasa kekeluargaan atau persahabatan dan persaudaraan yang diperoleh pelanggan ketika berhubungan dengan provider dan karyawannya,

  4. Komunikasi eksternal (external communication), yakni publikasi yang menyampaikan pesan-pesan, baik langsung atau tidak langsung, tentang provider dan pelayanan yang bakal diterima pelanggan, misalnya : wawancara TV, wawancara radio, promosi TV, promosi radio, brosur, selebaran, koran, papan reklame dan media publikasi lainnya.

  Aspek yang amat penting yang besar pengaruhnya bagi harapan/ekspektasi pelanggan/pasien adalah harga yang menarik dari jenis pelayanan yang kompetitif, terutama untuk menarik calon pelanggan/pasien.

2.1.3. Dimensi Kualitas Pelayanan

  Menurut Garvin (Lovelock, 1994), dimensi-dimensi kualitas pelayanan kesehatan adalah:

  1. Kinerja (performance) karakteristik operasi pokok dari produk inti, misalnya kecepatan, jumlah pasien, kemudahan dalam pembayaran/ pendaftaran, kenyamanan, dan sebagainya.

  2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap, misalnya kelengkapan interior dan eksterior rumah sakit.

  3. Kehandalan (reliability), yaitu diagnosis tepat, terapi cepat, dan sebagainya.

  4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications), yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya standar keamanan, tindakan sesuai dengan prosedur, pendaftaran sesuai prosedur.

  5. Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama suatu produk dapat terus digunakan.

  6. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, serta penanganan

  keluhan yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan tidak terbatas hanya sebelum penjualan, tetapi juga selama penjualan hingga purna jual.

  7. Estetika, yaitu daya tarik panca indera, misalnya bentuk gedung, warna, ruang tunggu, desain kamar rawat inap, dll.

  8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab organisasi pelayanan kesehatan terhadapnya. Biasanya karena kurangnya pengetahuan pasien akan atribut/ ciri-ciri produk/ pelayanan yang akan diperoleh, maka pembeli mempersepsikan kualitasnya dari aspek harga, nama organisasi pelayanan kesehatan, iklan, reputasi organisasi pelayanan kesehatan.

  Dimensi kualitas pelayanan dikonsolidasi menjadi dimensi-dimensi di bawah ini:

  1. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan provider untuk memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.

  2. Tangibles (bukti fisik), yaitu kemampuan suatu provider dalam menentukan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa, meliputi: fasilitas fisik (gedung, gudang, dan sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi) serta penampilan pegawainya.

  3. Responsiveness (ketanggapan), yaitu suatu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan pasien menunggu tanpa adanya alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan.

  4. Assurance (jaminan), yaitu tanggapan terhadap pengetahuan dan kemampuan petugas, keamanan dan dapat dipercaya, komponennya antara lain komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence) dan sopan santun (courtesy).

  5. Perhatian (empathy), yaitu perhatian / attensi penuh dan rasa “care” secara individual tiap karyawan medis dan non-medis dari provider yang dapat menyentuh hati dan perasaan pelanggan/ pasien. Di mana suatu provider diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pasien, memahami kebutuhan pasien secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang

  Menurut Andersen (1995) dalam Pohan (2007) bahwa faktor-faktor yang memengaruhi pencarian pelayanan kesehatan dapat digolongkan ke dalam 3 (tiga) bagian, yaitu : 1.

  Faktor predisposisi (predisposing factor) Komponen predisposisi menggambarkan karakteristik pasien yang mempunyai kecenderungan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan terdiri dari: a.

  Demografi (umur, jenis kelamin, status sosial ekonomi) b. Struktur sosial (suku, ras, kebudayaan, pekerjaan, pendidikan) c. Kepercayaan (kepercayaan terhadap penyakit, dokter, petugas kesehatan) 2. Faktor pemungkin (enabling factor) 3. Faktor pemungkin terdiri atas: a.

  Kualitas pelayanan kesehatan Hasil penelitian Bank Dunia di Indonesia pada tahun 1988 menunjukkan salah satu penyebab rendahnya pemanfaatan rumah sakit oleh masyarakat adalah kualitas pelayanan yang rendah.

  b.

  Jarak pelayanan Salah satu pertimbangan pasien dalam menentukan sikap untuk mendapatkan pelayanan kesehatan adalah jarak yang ditempuh dari tempat tinggal pasien sampai ke tempat sumber perawatan.

  c.

  Status sosial ekonomi Status ekonomi memengaruhi seseorang dalam membayar pelayanan kesehatan. Tetapi kenyataannya menunjukkan bahwa lebih sering diprioritaskan orang dengan status ekonomi yang lebih tinggi. Status ekonomi merupakan salah satu faktor terhadap pelayanan kesehatan.

4. Kebutuhan pelayanan (need)

  Keadaan status kesehatan seseorang menimbulkan suatu kebutuhan yang dirasakan dan membuat seseorang mengambil keputusan untuk mencari pertolongan kesehatan. Selain dipengaruhi faktor di atas ada beberapa faktor yang memengaruhi pelayanan kesehatan, yaitu: a.

  Tarif atau biaya Tarif atau biaya kesehatan sangat penting untuk menentukan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Adanya peningkatan harga pelayanan kesehatan akan menyebabkan penurunan permintaan.

  b.

  Fasilitas Fasilitas yang baik akan memengaruhi sikap dan perilaku pasien, pembentukan fasilitas yang benar akan menciptakan perasaan sehat, aman, dan nyaman. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan dan pelayanan social mempunyai pandangan yang mungkin menambahi atau mengurangi kepuasan pasien dan penampilan kerja (Kotler,1997).

  c.

  Pelayanan personil Pelayanan personil memegang peranan dalam menjaga kualitas pelayanan sehingga pemakai jasa pelayanan kesehatan menjadi puas. Personil itu terdiri

  Pelayanan personil dapat berupa pelayanan profesional dan keramahan sehingga meningkatkan citra dari rumah sakit tersebut.

  d.

  Lokasi Lokasi pelayanan kesehatan yang berada di lingkungan sosial ekonomi rendah biasanya yang berkunjung, juga pelanggan dari masyarakat miskin, karena orang berpenghasilan tinggi tidak akan datang ke lingkungan miskin untuk perawatan medis (Kotler, 1997). Lokasi adalah yang paling diperhatikan bagi pencari pelayanan kesehatan karena jarak yang dekat akan memengaruhi bagi pencari pelayanan kesehatan karena jarak yang dekat akan memengaruhi bagi pencari pelayanan kesehatan untuk berkunjung. Suatu studi mengatakan bahwa alasan yang penting untuk memilih rumah sakit adalah yang dekat lokasi.

  e.

  Kecepatan dan kemudahan pelayanan Pada dasarnya manusia ingin kemudahan, begitu juga dengan mencari pelayanan kesehatan, mereka suka pelayanan yang cepat mulai dari pendaftaran sampai pada waktu pulang.

  f.

  Informasi Dengan adanya iklan dan promosi sangat efektif karena dapat langsung didengar dan dilihat baik itu mengenai fasilitas, harga yang akan memengaruhi pilihan konsumen. Informasi dapat berupa pengalaman pribadi, teman-teman, surat kabar.

  Keputusan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan merupakan kombinasi dari kebutuhan normatif dengan kebutuhan yang dirasakan, karena untuk konsumsi pelayanan. Konsumen sering tergantung kepada informasi yang disediakan oleh institusi pelayanan kesehatan ditambah dengan profesinya. Faktor-faktor lain yang berpengaruh antara lain pendapatan, harga, lokasi, dan kualitas pelayanan .

  Menurut Groner dan Sorhin (1977) dalam Pohan (2007), ada 5 (lima) faktor utama yang memengaruhi demand terhadap pelayanan kesehatan: a.

  Persepsi sakit b. Realisasi kebutuhan (harapan, kepercayaan, pengalaman sebelumnya, adat istiadat) c.

  Kemampuan membayar d. Motivasi untuk memperoleh pelayanan kesehatan e. Lingkungan (tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan)

  Menurut Dever dalam Muninjaya (2004) faktor-faktor yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah sosial budaya, organisasi, faktor konsumen, proses pelayanan kesehatan.

  Menurut Handoko dalam Lupiyoadi (2001), bahwa pengambilan keputusan merupakan bagian dari proses berpikir ketika seseorang mempertimbangkan, memahami, mengingat, dan menalarkan tentang segala sesuatu. Sesuatu diputuskan akan dilakukan setelah menilai suatu keadaan, kenyataan, atau peristiwa yang sedang dihadapi.

  Proses pengambilan keputusan pembeli/ individu atas jasa-jasa profesional berbeda-beda, tergantung dari jenis keputusan, partisipasi dalam pengambilan keputusan, jenis jasa, dan beberapa faktor lainnya. Dalam upaya mengurangi ketidakpastian yang dialami pembelian jasa-jasa professional, orang cenderung untuk mencari informasi seluas-luasnya dari orang lain sebelum mengambil keputusan.

  Anggota keluarga, teman, rekan kerja, dan sumber-sumber terpercaya lainnya seringkali terlihat dalam pengambilan keputusan seseorang. Adapun jenis-jenis orang mungkin ikut berperan dalam pengambilan keputusan individu adalah: a.

  Pengambilan inisiatif adalah orang-orang yang pertama-tama menyarankan atau memikirkan ide pembelian jasa-jasa tertentu.

  b.

  Pemberi pengaruh adalah orang-orang yang berpandangan dan nasehatnya berperan cukup besar dalam pengambilan keputusan.

  c.

  Pengambilan keputusan adalah orang yang akhirnya menentukan sebagian atau seluruh pengambilan keputusan, membeli atau tidak, apa yang dibeli, bagaimana atau di mana membeli.

  d.

  Pembeli adalah orang-orang yang melakukan pembelian sebenarnya.

  e.

  Pemakai adalah orang (badan usaha) yang menerima jasa.

  Adapun Herbert (1998) dalam Ikbal (2006) mengatakan, proses pengambilan keputusan dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan seseorang. Perilaku konsumen dalam proses pengambilan keputusan merupakan fungsi dari determinan-determinan: pengaruh lingkungan, perbedaan individu, proses psikologis yang masing-masing tahapan dari pengambilan keputusan oleh konsumen yang terdiri dari pengenalan kebutuhan, pencari informasi, evaluasi alternatif, pembelian, evaluasi hasil, dan pembelian ulang.

2.2. Kepuasan Pasien

  Rowland, et al dalam Sabarguna (2004) mengatakan, kepuasan berarti keinginan dan kebutuhan seseorang terpenuhi sehingga ini adalah merupakan aspek yang paling menonjol dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Harapan pasien dalam proses pengobatan akan menimbulkan suatu kepuasan, di mana diharapkan dapat mempercepat proses penyembuhan.

  Menurut Irawan (2002), kepuasan sebagai persepsi terhadap produk atau jasa yang telah memenuhi harapannya. Karena itu pelanggan tidak akan puas apabila pelanggan mempunyai persepsi bahwa harapannya belum terpenuhi. Pelanggan akan merasa puas jika persepsinya sama atau lebih dari yang diharapkannya.

  Menurut Lupiyoadi (2001), dalam menentukan tingkat kepuasan pelanggan terdapat lima faktor utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan, yaitu:

  1. Kualitas produk, pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk/ jasa yang mereka dapatkan berkualitas.

  2. Kualitas pelayanan, pelanggan akan merasa puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan.

  3. Emosional, pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk, tetapi nilai sosial atau self esteem yang membuat pelanggan menjadi puas terhadap merek tertentu.

  4. Harga, produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi harga relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggannya.

  5. Biaya, pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk.

  Juran (1995) menyatakan, bahwa : a. “Produk”, adalah keluaran dari suatu proses. Produk meliputi barang dan jasa.

  b.

  Jasa adalah pekerjaan yang dilaksanakan untuk orang lain, c. Kepuasan pelanggan adalah hasil yang dicapai pada saat keistimewaan produk merespons kebutuhan pelanggan.

  d.

  Keistimewaan produk, adalah sifat yang dimiliki oleh suatu produk yang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan tertentu dari pelanggan (konsumen) sehingga bisa memberikan kepuasan kepada konsumen. Keistimewaan produk dapat disebut sebagai keistimewaan kualitas.

  e.

  Kepuasan produk adalah suatu rangsangan terhadap daya jual produk.

  f.

  Dampak utama dari kepuasan produk adalah pada pangsa pasar, dan berikutnya pada pendapatan penjualan.

  g.

  Defisiensi produk, adalah kegagalan produk yang mengakibatkan ketidak-puasan (kekecewaan) pelanggan terhadap produk.

  Bilamana provider mau meningkatkan kualitas pelayanan, maka di mata pelanggan, semakin baik keistimewaan produk, semakin tinggi kualitasnya. Atau semakin sedikit defisiensi produk, berarti semakin baik kualitasnya.

  Dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan adalah hasil akumulasi dari konsumen atau pelanggan dalam menggunakan produk atau jasa. Oleh karena itu, setiap transaksi atau pengalaman baru akan memberikan pengaruh terhadap kepuasan pelanggan.

  Menurut Kotler (1997), kepuasan pelanggan dapat diukur dengan berbagai macam cara, yaitu:

  1. Sistem keluhan dan saran. Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan memberikan kesempatan yang luas kepada para pelanggannya untuk menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan mereka. Hal ini juga dapat dilakukan dengan cara meletakkan kotak saran di koridor, menyediakan kartu komentar untuk diisi pasien yang akan keluar, dan memperkerjakan staf khusus untuk menangani keluhan pasien. Dapat juga menyediakan hot lines bagi pelanggan dengan gratis, juga dapat menambah web page dan e-mail untuk melaksanakan komunikasi dua arah. Informasi tersebut merupakan sumber gagasan yang baik yang meyakinkan pelayanan kesehatan dapat bertindak dengan cepat dalam rangka menyelesaikan masalah.

  2. Belanja siluman. Perusahaan dapat membayar orang untuk bertindak sebagai pembeli potensial guna melaporkan hasil temuan mereka tentang kekuatan dan pesaing. Para pembelanja siluman itu bahkan dapat menyampaikan masalah tertentu untuk menguji apakah penjualan perusahaaan menangani situasi tersebut dengan baik. Para manajer kadang harus meninggalkan kantor mereka, untuk melihat situasi penjualan perusahaan di mana mereka tidak dikenal, dan mengalami sendiri secara langsung perlakuan yang mereka terima sebagai pelanggan. Variasi dari cara ini adalah manajer menelpon perusahaan mereka sendiri dengan berbagai pertanyaan dan keluhan untuk melihat bagaimana panggilan telepon itu ditangani.

  3. Analisis pelanggan yang hilang. Perusahaan harus menghubungi pelanggan yang berhenti menggunakan jasa puskesmas untuk mengetahui sebabnya. Bukan hanya

  exit interview saja yang perlu, tetapi pemantauan tingkat kehilangan pelanggan

  juga penting. Peningkatan customer loss rate menunjukkan kegagalan perusahaan dalam memuaskan pelanggannya.

  4. Survei kepuasan pelanggan. Umumnya penelitian mengenai kepuasan pelanggan dilakukan dengan penelitian survey, baik survey melalui pos, telepon, maupun wawancara pribadi. Melalui survey perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan juga memberikan tanda positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya. Berbagai cara pengukuran survey dapat dilakukan antara lain: a.

  Pengukuran secara langsung (direct reported satisfaction). Pasien diberi pertanyaan secara langsung dan dibuat skala untuk menjawabnya. Contoh: b.

  Derived satisfaction. Pasien diberi pertanyaan mengenai seberapa besar pelanggan mengharapakan suatu atribut tertentu dan seberapa besar yang mereka rasakan.

  c.

  Problem analysis. Responden diminta untuk menuliskan masalah yang dihadapi dan perbaikan yang disarankan pelanggan.

  d.

  Importance rating. Reponden diminta untuk membuat ranking dari berbagai elemen pelayanan. Ukuran pembuatan ranking ini didasari oleh derajat pentingnya setiap bagian dan seberapa baik kinerja perusahaan dalam masing- masing elemen.

  Menurut Muninjaya (2004), kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

  1. Pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan diterimanya.

  Dalam hal ini aspek komunikasi memegang peranan penting karena pelayanan kesehatan adalah high personal contact.

  2. Empati (sikap peduli) yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan. Sikap ini akan menyentuh emosi pasien. Faktor ini akan berpengaruh pada tingkat kepatuhan pasien (compliance).

  3. Biaya (cost). Tingginya biaya pelayanan dapat dianggap sebagai sumber moral hazard bagi pasien dan keluarganya.

  4. Penampilan fisik (kerapian) petugas, kondisi kebersihan dan kenyamanan ruangan (tangibility).

  5. Jaminan keamanan yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan (assurance).

  Ketepatan jadwal pemeriksaan dan kunjungan dokter termasuk dalam faktor ini.

  6. Keandalan dan keterampilan (reliability) petugas kesehatan dalam member perawatan.

  7. Kecepatan petugas memberi tanggapan terhadap keluhan pasien (responsiveness).

2.3. Manajemen Kualitas Pelayanan

  Untuk menilai hasil pelayanan yang dapat dirasakan atau dinikmati pasien, terdapat 5 (lima) kesenjangan (discrepancy atau gap) dalam hubungan pemberi pelayanan kesehatan (provider) dengan pasien (consumer, pelanggan).

  Sebagaimana telah dikemukakan dalam sub-bab 2.1 tentang definisi Kualitas Pelayanan, maka persoalan akan timbul jika terjadi kesenjangan discrepancy/ gap antara harapan/ ekspektasi dengan persepsi dari pelanggan.

  Kelima (5) gap/ kesenjangan/ discrepancy tersebut dapat menimbulkan defisiensi produk, dalam hal ini adalah jasa/ pelayanan kesehatan, dibahas sebagai berikut :

  1. Kesenjangan di antara ekspektasi pelanggan dengan persepsi pelanggan atas pelayanan provider (GAP 5).

  2. Kesenjangan antara harapan/ ekspektasi Pelanggan dengan Persepsi pihak Manajemen terhadap harapan-harapan tsb (GAP 1).

  3. Kesenjangan antara Spesifikasi Kualitas Pelayanan dengan Persepsi Manajemen

  4. Kesenjangan antara pemberian pelayanan (delivery service) oleh provider dengan spesifikasi kualitas pelayanan (service quality specification) (GAP3)

  5. Kesenjangan antara pemberian pelayanan (service delivery) oleh provider dengan komunikasi keluar (external comunication) kepada Pelanggan (GAP 4) Penjelasan kesenjangan-kesenjangan / gap tersebut, adalah sbb.: 1. Kekurangan-kekurangan atau kelemahan-kelemahan pada kualitas pelayanan yang dipersepsi pelanggan (GAP 5), yakni: potensi kesenjangan (potential

  discrepancy/gap) antara ekspektasi dengan persepsi atas pelayanan, dilihat dari sudut pandang pelanggan.

  Pelanggan Komunikasi Kebutuhan Pengalaman dari Mulut Pribadi Masa Lampau k l Pelayanan yang Diharapkan

l

  Gap 5

  Pelayanan yang Dipersepsi

l

Komunikasi

  Provider Eksternal Pelanggan

Gambar 2.1. GAP 5 : Kesenjangan antara Ekspektasi Pelanggan dengan Persepsi Pelanggan Atas Pelayanan Provider

  Sumber: Zeithaml A, Valarie,dkk,1990 2.

  Kekurangan atau kelemahan yang terdapat pada organisasi provider, di mana para manajer tidak mengerti dengan baik dan teliti apa sesungguhnya yang diharapkan pelanggan, dan apa sebenarnya masalah yang sedang pelanggan hadapi (GAP 1).

  Harapan-Harapan Pelanggan GAP 1 Persepsi manajemen terhadap Harapan Pelanggan

Gambar 2.2. GAP 1 : Kesenjangan antara Harapan / Ekspektasi Pelanggan dengan Persepsi Pihak Manajemen terhadap Harapan-

   Harapan Sumber: Zeithaml A, Valarie,dkk,1990 3.

  Kekurangan / kelemahan yang merupakan kesenjangan/gap /discrepancy antara spesifikasi kualitas pelayanan (service quality specifications) dengan persepsi manajemen atas harapan-harapan pelanggan (GAP2).

  Spesifikasi Kualitas Gap 2 Persepsi Manajemen terhadap Harapan Pelanggan

Gambar 2.3. GAP2 : Kesenjangan antara Spesifikasi Kualitas Pelayanan

  dengan Persepsi Manajemen terhadap Ekspektasi / Harapan Pelanggan

  4. Kekurangan / kelemahan yang merupakan kesenjangan yang dijumpai antara spesifikasi kualitas pelayanan dengan pemberian pelayanan (service delivery) oleh provider.

  Pemberian Pelayanan ( Service Delivery) GAP 3 Spesifikasi Kualitas Pelayanan ( Service

  Quality Specification) Gambar 4: GAP 3 : Kesenjangan antara Pemberian Pelayanan (Delivery Service) oleh Provider dengan Spesifikasi Kualitas

Pelayanan (Service Quality Specification)

  Sumber: Zeithaml A, Valarie,dkk,1990 5.

  Kekurangan/kelemahan yang dapat menimbulkan kesenjangan antara pemberian pelayanan (service delivery) oleh provider dengan komunikasi eksternal

  (external communication).

  GAP 4 Komunikasi Eksternal Pemberian Pelayanan kepada Pelanggan ( Service Delivery)

Gambar 2.5. GAP 4 : Kesenjangan antara Pemberian Pelayanan (Service Delivery) dengan Komunikasi Keluar (External Comunicatio)

  kepada Pelanggan

2.4. Konsep Pengembangan Kualitas Pelayanan

  Untuk dapat memahami apa sebenarnya pengaruh kualitas pelayanan kesehatan yang dilakukan unit haemodialisa RSUD Dr. Pirngadi Medan terhadap kepuasan pasien haemodialisa, digunakan pendekatan dalam memahami sebab-sebab kesenjangan / gap / discrepancy yang digambarkan pada GAP5, GAP1, GAP2, GAP3 dan GAP 4, seperti terlihat dalam Gambar 6, sebagai berikut:

  Pelanggan

Komunikasi Kebutuhan Pengalaman

dari Mulut Pribadi Masa Lampau k l Pelayanan yang Diharapkan Pelanggan Gap 5 Pelayanan yang Dipersepsi l Pemberian Komunikasi Eksternal Gap 4

  Pelayanan ( Service kepada Pelanggan Delivery) Provider

  Gap 3 Spesifikasi Kualitas Pelayanan ( Service

  Quality Specification) GAP 1 Gap 2 Persepsi Manajemen atas Harapan Pelanggan P l

Gambar 2.6. Gabungan GAP5, GAP1, GAP3, GAP2 dan GAP4.

Menunjukkan Hubungan yang Saling Terkait dalam Rangka Meningkatkan Kualitas Pelayanan Sumber: Zeithaml A, Valarie ,dkk,1990

2.5. Haemodialisa (Sudoyo dkk, 2006)

  Haemodialisis adalah prosedur tindakan untuk memisahkan darah dari zat-zat sisa atau racun yang dilaksanakan dengan mengalirkan darah melalui membran semipermiabel dimana zat sisa atau racun ini dialihkan dari darah ke cairan dialisat yang kemudian dibuang, sedangkan darah kembali ke dalam tubuh. Hal ini sesuai dengan arti dari hemo yang berarti darah dan dialisis yang berarti memindahkan. Hemodialisis merupakan metode yang paling umum digunakan dalam pengobatan gagal ginjal stadium akhir dan permanen.

2.5.1. Tujuan Haemodialisis (Sudoyo dkk, 2006)

  Alat haemodialisis merupakan alat yang berada di luar tubuh yang dipergunakan sebagai pengganti fungsi ginjal dan pemakaiannya biasanya dilakukan pada pasien yang menderita gagal ginjal tahap akhir. Karena hemodialisis merupakan terapi untuk mengganti fungsi ginjal yang rusak, maka hemodialsis memilki tujuan yang sama dengan fungsi ginjal, seperti membersihkan produk-produk dalam tubuh yang bersifat racun, mengeluarkan kelebihan garam, dan mengeluarkan kelebihan air.

  Hemodialisis juga dapat membantu dalam mengontrol tekanan darah dan menjaga keseimbangan ion-ion yang penting dalam tubuh, seperti kalium, natrium, kalsium, dan bikarbonat. Terapi dengan menggunakan hemodialisis ini tidak bertujuan untuk mengembalikan fungsi ginjal, melainkan hanya mengganti sebagian fungsi ginjal agar dapat meminimalisasi kerusakan organ yang lain.

  2.5.2. Indikasi Haemodialisis (Sudoyo dkk, 2006)

  Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu :

  a. Indikasi absolut Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%.

  b. Indikasi elektif Indikasi elektif, yaitu Laju Filtrasi Glomerolus (LFG) antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat.

  2.5.3. Kontra Indikasi Haemodialis (Sudoyo dkk, 2006)

  Dalam kaitan dengan kontraindikasi absolut hemodialysis, ada sangat sedikit kontra indikasi untuk hal tersebut, dan mungkin yang yang paling sering adalah tidak adanya akses vaskuler dan toleransi pada hemodialysis prosedur yang buruk, selain juga terdapat ketidakstabilan hemodinamik yang parah.

  Kontraindikasi Relatif Terapi Dialisis

  a. Malignansi stadium lanjut (kecuali multiple myeloma)

  b. Penyakit Alzheimer’s

  c. Multi-infarct dementia

  d. Sindrom Hepatorenal

  e. Sirkosis hati tingkat lanjut dengan enselopati g. Penyakit terminal

  h. Organic brain syndrome

  2.5.4. Komplikasi Haemodialisis (Sudoyo dkk, 2006)

  Beberapa komplikasi selama dialisis (intra dialysis) tidak jarang ditemukan dan mengganggu kenyamanan pasien hemodialisis a.

  Hipotensi b. Kram otot c. Mual dan muntah d. Sakit kepala e. Sakit dada f. Sakit pinggang g.

  Gatal-gatal h. Febris

  2.5.5. Proses Haemodialisa (Sudoyo dkk, 2006)

  Mekanisme utama pada proses hemodialisis adalah darah dipompakan dari dalam tubuh masuk ke dalam suatu ginjal buatan yaitu dialiser yang terdiri dari 2 kompartemen yang terpisah. Darah pasien dipompa dan dialirkan ke dalam kompartemen darah yang dibatasi oleh selaput semipermeabel buatan (artifisial) dengan kompartemen dialisat yang kemudian akan dibersihkan pada dializer dan selanjutnya akan dipompakan kembali ke dalam tubuh pasien. Cairan dialisis dan darah yang terpisah akan mengalami perubahan konsentrasi karena zat terlarut konsentrasi zat terlarut sama di kedua kompartemen atau berdifusi. Dengan menggunakan kompeterisasi, beberapa parameter penting dapat dimonitor seperti laju darah dan dialysat, tekanan darah, detak jantung, daya konduksi maupun pH.

  Melalui Aretriovenous Fistula, aliran darah dari tubuh pasien dialihkan ke mesin hemodialisis yang terdiri dari selang Inlet/arterial (menuju ke mesin), dan selang Outlet/venous (dari mesin kembali ke tubuh). Jumlah darah yang menempati sirkulasi darah di mesin mencapai 200 mL. Darah akan dibersihkan dari sampah- sampah hasil metabolisme secara kontinu menembus membran dan menyebrang ke kompartemen dialisat. Di lain pihak, cairan dialisat mengalir dengan kecepatan 500 mL/menit ke dalam kompatemen dialisat. Selama proses hemodialisis, heparin diberikan untuk mencegah pembekuan darah ketika berada diluar vascular (handbook).

  Prinsip hemodialisis melibatkan difusi zat terlarut melalui suatu membran semipermeabel yang ada pada dialyzer. Darah yang mengandung hasil sisa metabolime dengan konsentrasi tinggi dilewatkan pada membran semipermeabel pada dialyzer, dimana dalam waktu yang bersamaan juga dialirkan dialysate dengan arah yang berlawanan (counter current) ke dalam dialyzer. Membran semi permeabel yang biasa digunakan dalam dialyser yaitu membran selulosa, membran selulosa yang diperkaya, membran selulosa sintetik dan membran sintetik. Besar pori-pori pada selaput semipermeabel akan menentukan besar molekul zat terlarut yang berpindah.

  Perpindahan zat terlarut pada awalnya berlangsung cepat tetapi kemudian melambat

  Perbedaan konsentrasi zat terlarut dalam darah akan dijadikan sebagai Driving

  

Force untuk mendorong zat terlarut masuk ke dalam dialysate melewati membran

  semipermeabel. Molekul dengan berat molekul lebih besar akan berdifusi lebih lambat dibandingkan dengan molekul dengan berat molekul yang lebih rendah.

  Kecepatan perpindahan zat terlarut akan semakin tinggi apabil perbedaan konsentrasi di kedua kompartemen semakin besar, peningkatan tekanan hidrostatik di kompartemen darah sehingga lebih tinggi dari kompartemen dialisat, peningkatan tekanan osmotik di kompartemen dialisat sehingga lebih tinggi dari kompartemen darah.

  Pada proses dialisis, air juga dapat berpindah dari kompartemen darah ke kompartemen cairan dialisat dengan cara menurunkan tekanan hidrostatik pada kompartemen cairan dialisat. Perpindahan cairan ini disebut ultrafiltrasi.

2.5.6. Prosedur Pelayanan Haemodialisa bagi Peserta PT Askes (Persero)

2.5.6.1. Prosedur Pelayanan Untuk Pasien Hemodialisa di Askes Center

  Untuk mendapatkan pelayanan haemodialisa bagi peserta PT Askes (Persero) adalah sebagai berikut : a.

  Mengikuti prosedur pelayanan rujukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

  b.

  Ada “surat permintaan untuk pelayanan haemodialisa” dari dokter spesialis Penyakit Dalam sebagai Konsultan Nephrolog sesuai dengan indikasi medis dan dengan kriteria atau standar pelayanan Hemodialisis .

  c.

  Surat permintaan hemodialysis dibawa ke unit ASKES CENTER untuk dilakukan legalisasi oleh petugas Askes dan dicatat dalam buku register khusus hemodialysis, serta menunjukkan Kartu Askes, untuk menerbitkan Surat Jaminan Perawatan (SJP).

  d.

  Dengan Surat Jaminan Perawatan peserta pergi ke unit pelayanan haemodialisa untuk mendapatkan pelayanan haemodialisa.

  e.

  Apabila Peserta hendak bepergian keluar kota dan perlu mendapatkan pelayanan haemodialisa, cukup menunjukkan Kartu Askes dan Pengantar dari dokter yang merawat yang memuat tentang riwayat pelayanan haemodialisa.

2.5.6.2. Prosedur Pelayanan Hemodialisa di Unit Hemodialisa A.

  Administrasi Penerimaan Pasien.

  1. Surat dari dokter nefrologi untuk tindakan hemodialisa ( instruksi dokter ).

  2. Identitas pasien dan surat persetujuan tindakan hemodialisa.

  3. Riwayat penyakit yang pernah di derita ( penyakit lain dan alergi ).

  4. Keadaan umum pasien.

  5. Keadaan psikologi.

  6. Keadaan fisik ( ukur tanda vital, berat badan, warna kulit, mata, ext, edema +/) 7.

  Pastikan pasien benar – benar telah siap untuk hemodialisa.

  B.

  Persiapan Mesin 1.

  Listrik.

  2. Air yang sudah diolah dengan cara : a.

  Filtrasi.

  b.

  Softenering. d.

  Reverse Osmosis.

  3. Sistem sirkulasi dialisit : a.

  Proportioning system.

  b.

  Acetat/Bicarbonat.

  4. Sirkulasi darah dialiser/hollow fiber.

  C.

  Persiapan Peralatan 1.

  Dializer/hollow fiber.

  2. AV Blood line.

  3. AV Fistula.

  4. NaCl 0,9%.

  5. In fus set.

  6. Spuit 10 cc, Spuit 5 cc, Spuit 1 cc.

  7. Heparin.

  8. Lidocain.

  9. Kassa steril.

  10. Duk.

  11. Sarung tangan.

  12. Bak injeksi kecil.

  13. Desinfektan ( Alkohol, Betadine ) 14.

  Arteri klem.

  15. Matkan.

  17. Timbangan.

  18. Tensi meter.

  19. Stetoskop.

  20. Termometer.

  Prosedur hemodialisa antara lain: A. Setting dan Priming.

  1. Mesin di hidupkan.

  2. Lakukan setting dengan cara : a.

  Keluarkan dializer dan AV blood line dari bungkusan juga selang infuse set dan NaCl 0,9% (perhatikan sterilitasnya).

  b.

  Dengan teknik aseptik hubungkan ujung AV blood line pada dializer.

  c.

  Pasang alat tersebut pada mesin sesuai tempatnya.

  d.

  Hubungkan NaCl melalui infus set bebas dari udara dengan mengisinya terlebih dahulu.

  e.

  Tempatkan ujung vena blood line dalam matkan, hindarkan kontaminasi dengan penampung dan jangan terendam cairan yang keluar.

  3. Lakukan preming dengan posisi dializer biru (outlet) diatas dan yang merah (inflet ) dibawah : a.

  Alirkan NaCl ke dalam sirkulasi dengan kecepatan 100 ml/menit.

  b.

  Udara dikeluarkan dari sirkulasi.

  c.

  Setelah semua sirkulasi terisi dan bebas dari udara, pompa dimatikan, klem d.

  Hubungkan ujung A blood line dan V blood line dengan memakai konektor dan klem dibuka kembali.

  2. Atur posisi pasien yang nyaman.

  9. Bolus heparin yang sudah diencerkan dengan NaCl 0,9% ( dosis awal ).

  8. Ambil darah untuk pemeriksaan laboratorium.

  7. Ambil fistula dan puntie outlet terlebih dahulu bila perlu lakukan anesresi local, kemudian desinfeksi.

  6. Pasang duk kecil, sebelumnya daerah yang akan di punctie dengan betadine dan alkohol.

  5. Beritahu pasien bila akan dilakukan punctie.

  4. Cuci tangan, bak steril dibuka kemudian memakai hand-scoon.

  3. Bawa alat-alat ke dekat tempat tidur pasien ( alat-alat steril masukkan ke dalam bak steril ).

  Tentukan tempat punctie atau periksa tempat tidur shunt.

  e.

  Punctie Vaskular Akses (CEMINO) 1.

  B.

  Masukkan heparin 1500 dalam sirkulasi.

  g.

  Lakukan sirkulasi 5-10 menit dengan QB 100 cc/menit s/d 300 cc/menit.

  f.

  Sambungkan cairan dialisat dengan dializer dengan posisi outlet di bawah dan inflet di atas.

  10. Selanjutnya punctie inlet dengan cara yang sama kemudian difiksasi. C.

  Funksi Femoral Prosedur memulai hemodialisa adalah:

  Sebelumnya dilakukan punctie dan memulai homodialysis, ukur tanda-tanda vital dan berat badan pre-dialisi.

  Pelaksanaannya : 1. Setelah selesai punctie, sirkulasi dihentikan, pompa dimatikan, ujung AV blood line diklem.

  2. Sambungkan AV blood line di lepas, kemudian A blood line di hubungkan dengan punctie outlet, ujung V blood line ditempatkan ke Matcan.

  3. Buka semua klem dan putar pompa perlahan0lahan sampai kurang lebih 100 cc/menit untuk mengalirkan darah , mengawasi apakah ada penyakit.

  4. Biarkan darah memasuki sirkulasi sampai buble trap V blood line, kemudian pompa dimatikan, dan V blood line klem.

  5. Ujung V blood line di hapusnamakan kemudian dihubungkan dengan punctie inlet, klem di buka ( pastikan sambungan bebas dari udara ).

  6. Putar pompa dengan QB 100 cc/menit kemudian naikkan perlahan-lahn s/d 200- 300 ml/menit.

  7. Fikasi AV blood line agar tidak mengganggu pergerakan.

  8. Hidupkan heparin pump sesuai dengan lamanya hemodialsis.

  9. Buka klem slang monitor AV presure.

  10. Hidupkan detektor udara kebocoran.

  12. Cek mesin dan sirkulasi dialisat.

  13. Cek posisi dializer ( merah diatas, biru dibawah ) 14.

  Observasi kesadaran dan keluhan pasien 15. Isi formulir hemodialisa.

  16. Rapikan peralatan.

  Penatalaksanaan selama hemodialisa antara lain: Memprogram dan memonitor mesin hemodialisa : 1. Lamanya hemodialisa.

  2. QB ( kecepatan aliran darah ) = 100-250 cc/menit.

  3. QD ( kecepatan aliran dialisat ) = 400-600 cc/menit.

  4. Temperatur dialisat 37-40 C.

  5. TMP dan USR.

  6. Heparinisasi.

  7. Pemeriksaan (laboratorium, EEG, dll ) 8.

  Pemberian obat-obatan, tranfusi, dll.

  9. Memonitoring tekanan : a.

  Fistula pressure.

  b.

  Anterial pressure.

  c.

  Venous pressure.

  d.

  Dialisat pressure.

  10. Detektor ( udara, blood leak detektor )

  Observasi Pasien.

  4. Verband gulung.

  2. Ukur tekanan darah dan nadi.

  5 menit sebelum hemodialisa habid QB di turunkan, TMP dinolkan.

  Pelaksanaan : 1.

  B.

  7. Alat penekan (bantal pasir ).

  6. Emben tempat pembuangan.

  5. Plester.

  3. Band aid.

  1. Tanda-tand vital (T, N, S, pernapasan, kesadaran) 2.

  2. Kassa, betadine, alkohol.

  Tensimeter.

  Prosedur mengakhiri pelayanan hemodialisa: A. Persiapan Alat : 1.

  6. Keluhan dan komplikasi hemodialisa.

  5. Posisi dan aktivitas.

  4. Sarana hubungan sirkulasi.

  3. Pendarahn.

  Fisik.

  3. QB dinolkan, ujung arteri line dan fistula punctie di klem kemudian sambungan di lepas.

Dokumen yang terkait

Pendapat Pasien Rawat Jalan Peserta Bpjs Kesehatan Terhadap Pelayanan Kefarmasian Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Pirngadi Medan Tahun 2014

3 64 78

Pengaruh Kualitas Pelayanan Kesehatan terhadap Kepuasan Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Daerah ( RSUD ) Kotapinang Labuhanbatu Selatan

10 78 103

Pengaruh Pelayanan Petugas Kesehatan Terhadap Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Inap Peserta Askes Sosial Di Rumah Sakit Umum Tebing Tinggi Tahun 2006

0 50 67

Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Pasien Rawat Jalan Haemodialisa Peserta Askes Sosial di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012

4 43 175

Pengaruh Persepsi Pasien Tentang Mutu Pelayanan Kesehatan Terhadap Tingkat Kepuasan Pasien Askes Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2005.

3 41 73

Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap Peserta Askes Sosial di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan

4 72 179

Analisis Hubungan Mutu Pelayanan Kesehatan Dan Kepuasan Pasien Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan

0 21 92

Pendapat Pasien Rawat Jalan Peserta Bpjs Kesehatan Terhadap Pelayanan Kefarmasian Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Pirngadi Medan Tahun 2014

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit - Pendapat Pasien Rawat Jalan Peserta Bpjs Kesehatan Terhadap Pelayanan Kefarmasian Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Pirngadi Medan Tahun 2014

0 0 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kualitas 2.1.1. Pengertian Kualitas - Pengaruh Kualitas Pelayanan Kesehatan terhadap Kepuasan Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Daerah ( RSUD ) Kotapinang Labuhanbatu Selatan

0 1 20