BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit - Pendapat Pasien Rawat Jalan Peserta Bpjs Kesehatan Terhadap Pelayanan Kefarmasian Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Pirngadi Medan Tahun 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  2.1 Rumah Sakit

  Rowland dan Rowland dalam buku Hospital Administration Handbook (1984) menyampaikan bahwa rumah sakit adalah salah satu sistem kesehatan yang paling kompleks dan paling efektif di dunia. Rumah sakit tidak hanya sebuah tempat tetapi juga sebuah fasilitas, sebuah institusi dan sebuah organisasi. Rumah sakit merupakan lembaga yang padat moral, padat karya, padat teknologi dan padat pula masalah yang dihadapinya.

  Menurut SK Menteri Kesehatan RI No. 983/Menkes/SK/XI/1992 bahwa rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik dan subspesialistik. Rumah sakit mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Tugas rumah sakit adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdayaguna dan berhasilguna secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.

  2.2 Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

  Sistem jaminan sosial nasional merupakan program negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selain itu, dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor X/MPR/2001, Presiden ditugaskan untuk membentuk sistem jaminan sosial nasional dalam rangka memberikan perlindungan sosial bagi masyarakat yang lebih menyeluruh dan terpadu.Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, bangsa Indonesia telah memiliki sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan sistem jaminan sosial nasional perlu dibentuk badan penyelenggara yang berbentuk badan hukum publik berdasarkan prinsip kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehatihatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat, dan hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besarnya kepentingan Peserta.

  Pembentukan Undang-Undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ini merupakan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, setelah Putusan Mahkamah kepastian hukum bagi pembentukan BPJS untuk melaksanakan program Jaminan Sosial di seluruh Indonesia. Undang-Undang ini merupakan pelaksanaan dari Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang mengamanatkan pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan transformasi kelembagaan PT Askes (Persero), PT Jamsostek (Persero), PT TASPEN (Persero), dan PT ASABRI (Persero) menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

2.3 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan

  BPJS Kesehatan mulai beroperasi menyelenggarakan program jaminan kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014. Sejak beroperasinya BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kementerian Kesehatan tidak lagi menyelenggarakan program jaminan kesehatan masyarakat, Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Republik Indonesia tidak lagi menyelenggarakan program pelayanan kesehatan bagi pesertanya, kecuali untuk pelayanan kesehatan tertentu berkaitan dengan kegiatan operasionalnya, yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden dan PT Jamsostek (Persero) tidak lagi menyelenggarakan program jaminan pemeliharaan kesehatan.

  Pada saat BPJS Kesehatan mulai beroperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) PT Askes (Persero) dinyatakan bubar tanpa likuidasi dan semua aset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum PT Askes (Persero) menjadi aset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum BPJS Kesehatan, semua Badan Usaha Milik Negara selaku Rapat Umum Pemegang Saham mengesahkan laporan posisi keuangan penutup PT Askes (Persero) setelah dilakukan audit oleh kantor akuntan publik dan Menteri Keuangan mengesahkan laporan posisi keuangan pembuka BPJS Kesehatan dan laporan posisikeuangan pembuka dana jaminan kesehatan.

  Kepesertaan BPJS Kesehatan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Peserta Bukan Penerima Bantuan Iuran (Non- PBI).

2.3.1 Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI)

  Peserta PBI Jaminan Kesehatan sebagaimana yang dimaksud merupakan peserta yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang terdiri atas (Presiden RI, 2012):

  1. Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu.

  2. Kriteria Fakir Miskin dan orang tidak mampu ditetapkan oleh menteri di bidang sosial setelah berkoordinasi dengan menteri dan /atau pimpinan lembaga terkait

  3. Kriteria Fakir Miskin dan Orang tidak mampu sebagaimana dimaksud menjadi dasar bagi lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang statistik untuk melakukan pendataan

  4. Data Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu yang telah diverifikasi dan divalidasi sebagaimana dimaksud, sebelum ditetapkan sebagai data terpadu oleh Menteri di bidang sosial, dikoordinasikan terlebih dahulu dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan dan menteri

  5. Data terpadu yang ditetapkan oleh Menteri dirinci menurut provinsi dan kabupaten/kota.

  6. Data terpadu sebagaimana dimaksud menjadi dasar bagi penentuan jumlah nasional PBI Jaminan Kesehatan.

  7. Data terpadu sebagaimana dimaksud, disampaikan oleh Menteri di bidang sosial kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).

  8. Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan mendaftarkan jumlah nasional PBI Jaminan Kesehatan yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud sebagai peserta program Jaminan Kesehatan kepada BPJS Kesehatan

  9. Penetapan jumlah PBI Jaminan Kesehatan pada tahun 2014 dilakukan dengan menggunakan hasil Pendataaan Program Perlindungan Sosial tahun 2011.

  10.Jumlah peserta PBI Jaminan Kesehatan yang didaftarkan ke BPJS Kesehatan sejumlah 86,4 juta jiwa.

2.3.2 Peserta Bukan Penerima Bantuan Iuran (Non-PBI)

  Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan sebagaimana yang dimaksud merupakan peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang terdiri atas (Presiden RI, 2013):

  1. Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, terdiri atas:

  a. Pegawai Negeri Sipil

  b. Anggota TNI

  d. Pejabat Negara

  e. Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri

  f. Pegawai swasta dan

  g. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang menerima Upah.

  2. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, terdiri atas pekerja di luar hubungan kerja dan pekerja mandiri.

  3. Bukan Pekerja dan anggota keluarganya, terdiri atas: a. Investor

  b. Pemberi Kerja

  c. Penerima pensiun

  d. Veteran

  e. Perintis Kemerdekaan dan

  f. Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang mampu membayar iuran.

  4. Penerima Pensiun sebagaimana yang dimaksud terdiri atas:

  a. Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun

  b. Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun

  c. Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun

  d. Penerima pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c; dan

  e. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana yang dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d yang mendapat hak pensiun (Presiden RI, 2012).

2.4.1 Pendaftaran peserta penerima bantuan iuran (PBI) 1.

  Calon Peserta datang ke Puskesmas dengan membawa KTP (kartu tanda penduduk) yang masih berlaku, dan KK (kartu keluarga)

  2. Mengisi formulir Pendaftaran BPJS Kesehatan.

  3. Kemudian mendaftar kepada Bidan Desa 4.

  Bidan Desa akan memasukkan data-data calon peserta ke Dinas Kesehatan 5. Dinas Kesehatan akan memberikan data-data calon peserta ke BPJS

  Kesehatan

6. BPJS Kesehatan akan menggeluarkan kartu Peserta BPJS Kesehatan

2.4.2 Pendaftaran peserta bukan penerima bantuan iuran (Non-PBI) 1.

  Calon peserta langsung datang ke kantor BPJS Kesehatan dengan membawa persyaratan sebagai berikut: a.

  KK (Kartu Keluarga) b. KTP (kartu tanda penduduk) yang masih berlaku c. kartu NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) d. Alamat Email dan No Hp calon peserta e. Nomor Rekening penanggung yang digunakan untuk pembayaran iuran 2. Mengisi formulir Pendaftaran BPJS Kesehatan.

  3. Setelah mengisi formulir, maka akan mendapatkan Virtual Account yang digunakan sebagai nomor transaksi untuk pembayaran premi. Virtual account berlaku untuk masing-masing individu calon peserta.

  4. Bagi calon peserta harus membayar iuran terlebih dahulu melakukan pembayaran ke bank dengan virtual account yang sudah diberikan BPJS kesehatan.

5. Kemudian calon peserta akan mendapatkan kartu anggota BPJS Kesehatan.

2.4.3 Biaya Iuran Peserta BPJS Kesehatan 1.

  Biaya iuran peserta penerima bantuan iuran (PBI) Peserta BPJS Kesehatan PBI dibayar oleh pemerintah sebesar Rp 19.225/orang/bulan 2. Biaya iuran bukan penerima bantuan iuran (Non-PBI) a.

  PNS 5% (gaji): I. 2% dari Pekerja

  II. 3% dari Pemerintah b. Pegawai Perusahaan 4,5% (gaji): I. 0,5% dari Pekerja

  II. 4% dari Perusahaan c. Mandiri: Kelas 1 = Rp 59.500/orang/bulan

  Kelas 2 = Rp 42.500/orang/bulan Kelas 3 = Rp 25.500/orang/bulan (Presiden RI, 2013).

2.4.4 Cara berobat ke Rumah Sakit menggunakan kartu BPJS Kesehatan a.

  Peserta membawa identitas BPJS Kesehatanserta surat rujukan dari fasilitas kesehatantingkat pertama b.

  Peserta melakukan pendaftaran ke rumah sakit dengan memperlihatkan identitas dan suratrujukan c.

  Fasilitas kesehatan bertanggung jawabuntuk melakukan pengecekan keabsahankartu dan surat rujukan serta melakukaninput data ke dalam aplikasi Surat ElijibilitasPeserta (SEP) dan melakukan pencetakanSEP d. Petugas BPJS kesehatan melakukanlegalisasi SEP Fasilitas kesehatan melakukan pemeriksaan,perawatan, pemberian tindakan, obat danbahan medis habis pakai (BMHP) f.

  Setelah mendapatkan pelayanan pesertamenandatangani bukti pelayanan padalembar yang disediakan. Lembar buktipelayanan disediakan oleh masing-masingfasilitas kesehatan g. Atas indikasi medis peserta dapat dirujuk kepoli lain selain yang tercantum dalam suratrujukan dengan surat rujukan/konsul intern.

  h.

  Atas indikasi medis peserta dapat dirujukke Fasilitas kesehatan lanjutan lain dengan surat rujukan. i.

  Apabila pasien masih memerlukanpelayanan di Faskes tingkat lanjutankarena kondisi belum stabil sehinggabelum dapat untuk dirujuk balik ke Faskestingkat pertama, maka Dokter Spesialis/SubSpesialis membuat surat keterangan yangmenyatakan bahwa pasien masih dalamperawatan.Apabila pasien sudah dalam kondisi stabilsehingga dapat dirujuk balik ke Faskestingkat pertama, maka Dokter Spesialis/SubSpesialis akan memberikan surat keteranganrujuk balik. j.

  Apabila Dokter Spesialis/Sub Spesialistidak memberikan surat keteranganyang dimaksud pada huruf i dan j makauntuk kunjungan berikutnya pasien harusmembawa surat rujukan yang baru dariFaskes tingkat pertama (BPJS Kesehatan, 2013).

2.5 Mutu Pelayanan Kesehatan

  Mutu pelayanan kesehatan adalah derajat dipenuhinya kebutuhan masyarakat atau perorangan terhadap asuhan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi yang baik dengan pemanfaatan sumber daya secara wajar, efisien, diselenggarakan secara aman dan memuaskan pelanggan sesuai dengan norma dan etika yang baik (Azwar, 1995).

  Berdasarkan batasan yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa mutu pelayanan kesehatan adalah kesesuaian pelayanan kesehatan dengan standar profesi dengan memanfaatkan sumber daya yang ada secara baik, sehingga semua kebutuhan pelanggan dan tujuan untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal dapat tercapai (Bustami, 2011).

2.6 Pelayanan Kefarmasian

  Pelayanan kefarmasian adalah bentuk pelayanan dan tanggungjawab lagsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (Menkes RI, 2004). Pelayanan kefarmasian dalam hal memberikan perlindungan terhadap pasien, berfungsi sebagai (Bahfen, 2006): a. Menyediakan informasi tentang obat – obatan kepada tenaga kesehatan lainnya, tujuan yang ingin dicapai mencakup mengidentifikasikan hasil pengobatan dan tujuan akhir pengobatan, agar pengobatan dapat diterima untuk terapi, agar diterapkan penggunaan secara rasional, memantau efek samping obat, dan menentukan metode penggunaan obat.

  b. Mendapat rekam medis untuk digunakan pemilihan obat yang tepat.

  c. Memantau penggunaan obat apakah efektif, tidak efektif, reaksi yang berlawanan, keracunan, dan jika perlu memberikan saran untuk memodifikasi pengobatan.

  d. Menyediakan bimbingan dan konseling dalam rangka pendidikan kepada

  e. Menyediakan dan memelihara serta memfasilitasi pengujian pengobatan bagi pasien penyakit kronis.

  f. Berpartisipasi dalam pengelolaan obat – obatan untuk pelayanan gawat darurat.

  g. Pembinaan pelayanan informasi dan pendidikan bagi masyarakat.

  h. Partisipasi dalam penilaian penggunaan obat dan audit kesehatan. i. Menyediakan pendidikan mengenai obat – obatan untuk tenaga kesehatan.