Pancasila sebagai Sistem Filsafat (1)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG
Perkembangan masyarakat dunia yang semakin cepat secara langsung

ataupun tidak langsung mengakibatkan perubahan besar pada berbagai bangsa di
dunia. Gelombang besar kekuatan internasional dan transnasional melalui
globalisasi telah mengancam, bahkan menguasai eksistensi negara – negara
kebangsaan, termasuk Indonesia. Akibat yang langsung terlihat adalah terjadinya
pergeseran nilai – nilai dalam kehidupan kebangsaan karena adanya perbenturan
kepentingan antara nasionalisme dan internasionalisme.
Permasalahan kebangsaan dan kenegaraan di Indonesia menjadi semakin
kompleks dan rumit manakala ancaman internasional yang terjadi di satu sisi,
pada sisi yang lain muncul masalah internal, yaitu maraknya tuntutan rakyat, yang
secara objektif mengalami suatu kehidupan yang jauh dari kesejahteraan dan
keadilan sosial.
Paradoks antara kekuasaan global dengan kekuasaan nasional ditambah
konflik internal seperti gamabaran di atas, mengakibatkan suatu tarik – menarik

kepentingan yang secara langsung mengancam jati diri bangsa. Nilai – nilai baru
yang masuk, baik secara subjektif maupun objektif, serta terjadinya pergeseran
nilai di tengah masyarakat yang pada akhirnya mengancam prinsip – prinsip hidup
berbangsa masyarakat Indonesia.
Prinsip dasar yang telah ditemukan oleh peletak dasar (the founding
fathers) negara Indonesia yang kemudian diabstraksikan menjadi suatu prinsip
dasar filsafat bernegara, itulah Pancasila. Dengan pemahaman demikian, maka
Pancasila sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia saat ini mengalami ancaman
dengan munculnya nilai – nilai baru dari luar dan pergeseran nilai – nilai yang
terjadi.

1

Secara ilmiah harus disadari bahwa suatu masyarakat suatu bangsa,
senantiasa memiliki suatu pandangan hidup atau filsafat hidup masing – masing,
yang berbeda dengan bangsa lain di dunia. Inilah yang disebut sebagai local
genius (kecerdasan/kreatifitas lokal) dan sekaligus sebagai local wisdom (kearifan
lokal) bangsa. Dengan demikian , bangsa Indonesia tidak mungkin memiliki
kesamaan pandangan hidup dan filsafat hidup dengan bangsa lain.
Ketika para pendiri negara Indonesia menyiapkan berdirinya negara

Indonesia merdeka, mereka sadar sepenuhnya untuk menjawab suatu pertanyaan
yang fundamental “di atas dasar apakah negara Indonesia merdeka ini
didirikan?” , jawaban atas pertanyaan mendasar ini akan selalu menjadi dasar dan
tolak ukur utama bangsa ini meng – Indonesia. Dengan kata lain, jati diri bangsa
selalu bertolak ukur pada nilai – nilai Pancasila sebagai filsafat bangsa. Pancasila
yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat. Pemahaman
demikian memerlukan pengkajian lebih lanjut menyangkut aspek ontologi,
epistemologi, dan aksiologi dari kelima sila Pancasila.

1.2

RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut:
1. Apa pengertian dari filsafat dan bagian – bagiannya?
2. Apa pengertian dari filsafat Pancasila?
3. Bagaimana Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa?
4. Apa saja landasan sehingga Pancasila dijadikan sebagai filsafat bangsa?
1.3

1.
2.
3.
4.

TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini, adalah untuk:
Memenuhi salah tugas yang diberikan oleh Dosen.
Mengetahui pengertian dari filsafat dan filsafat Pancasila.
Mengetahui bagaimana Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa.
Mengetahui landasan yang dimiliki Pancasila sehingga dijadikan sebagai

filsafat bangsa.
1.4 MANFAAT PENULISAN
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah:

2

1. Guna menambah wawasan para mahasiswa mengenai materi yang dibahas
dalam makalah ini.

2. Mengembangan pengetahuan mengenai Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa.
3. Meningkatkan keterampilan para mahasiswa dalam membuat makalah dengan
baik dan benar.

BAB II
PEMBAHASAN
3

2.1

PENGERTIAN FILSAFAT

2.1.1 Tahu, Pengetahuan, Ilmu dan Filsafat
Gejala awal orang belajar, menuntut ilmu dan filsafat adalah karena
manusia memiliki gejala ingin tahu terhadap segala hal, terutama hal yang
menarik minatnya. Tahu didapat karena manusia melakukan kontak dengan objek
atau benda – benda di luar dirinya atau juga dengan dirinya sendiri. Dan proses
kontaknya itu dalam kesadaran dan tersimpan dalam pikiran dan mengendap.
Selama tersimpan itulah manusia mempunyai tahu, dan tahu yang banyak tentang
sesuatu hal yang sama disebut pengetahuan. Tetapi memiliki pengetahuan belum

tentu memiliki ilmu tentang sesuatu tersebut,karena ilmu memiliki syarat – syarat
lebih lanjut.
Cara memperoleh pengetahuan ada dua, yaitu pertama usaha sendiri
dengan cara pengamatan atau tangkapan sendiri, dengan melihat dan merasakan
dengan pengalaman indra sendiri, dari segi ini pengetahuan bersifat subjektif.
Kedua, melaui perantaraan orang lain, baik secara langsung ataupun melalui
forum informasi umum dan secara tidak langsung atau melaui media elektronik
maupun media cetak.
2.1.2 Sumber Munculnya Pengetahuan
Ada tiga pandangan/aliran tentang sumber timbulnya pengetahuan, yaitu:
 Aliran empirisme, mengatakan bahwa semua pengetahuan awalnya
diperoleh dari hasil tangkapan indra manusia. Tokoh aliran ini adalah
John Locke dengan teori “tabula rasa”, yang artinya bahwa anak yang
baru lahir diibaratkan sebagai kertas putih yang masih kosong dan belum
terisi pengetahuan.
 Aliran rasionalisme, mengatakan bahwa sumber pengetahuan berasal dari
akal manusia.Tokohnya adalah Rene Descartes dengan metode keragu –

4


raguannya “cogito ergo sum” yang artinya “saya berpikir maka saya
ada”.
 Aliran kritisisme, mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh atas dasar
keterpaduan antara tangkapan indra dengan kerja akal manusia. tokonya
adalah Immanuel Kant.
2.1.3 Hierarki/Jenjang Pengetahuan
Pengetahuan manusia dapat dikelompokkan menjadi tiga tingkatan atau
jenjang, yaitu:
o Pengetahuan Biasa (Ordinary Knowledge)
Pengetahuan biasa disebut juga pengetahuan sehari – hari yang dimiliki
setiap orang, pengetahuan praktis yang berguna bagi kehidupan.
Pengetahuan ini bersifat individual, subjektif , dan terpecah – pecah, serta
diperoleh melalui pengalaman yng berulang.
o Pengetahuan Ilmiah ( Scientivic Knowledge)
Pengetahuan adalah syarat bagi manusai untuk memperoleh ilmu.
Pengetahuan dapat dikatakan sebagai ilmu apabila memenuhi empat
syarat yaitu ada objek, ada metode, ada sistem, dan berlaku umum.
o Pengetahuan Filsafat (Philosophic Knowledge)
Filsafat adalah ilmu mencari hakikat. Hakikat merupakan unsur yang
terdalam dari suatu hal yang mempunyai sifat abstrak, mutlak, tetap,

tidak berubah.
2.1.4 Pemahaman Arti Filsafat
a.
Menurut Etimologis
Filsafat berasal dari bahasa Yunani “philein” yang berarti cinta dan
“sophia” yang berarti kebijaksanaan. Jadi, filsafat menurut asal katanya berari
cinta akan kebijaksanaan, atau mencintai kebenaran/pengetahuan. Cinta dalam hal
ini mempunyai arti yang seluas – luasnya yang dapat dikemukakan sebagai
keinginan yang menggebu dan sungguh – sungguh terhadap sesuatu, sedangkan
kebijaksanaan dapat diartikan sebagai kebenaran yang sejati. Dengan demikian,
filsafat secara sederhana dapat diartikan sebagai keinginan yang sungguh –
sungguh untuk mencari kebenaran yang sejati. Filsafat merupakan induk dari ilmu
pengetahuan menurut J. Gredt dalam bukuknya “Elementa Philosophiae”, filsafat
sebagai “ilmu pengetahuan yang timbul dari prinsip – prinsip mencari sebab
musababnya yang terdalam”.
b.
Menurut Terminologis

5


Kata filsafat bermula lahir dari penggunaan kata dasar sofis, yang artinya
bijaksana, serba tahu, serba benar yang mewarnai kehidupan orang – orang
Yunani pada zamannya. Sehingga lahirlah aliran sofisme yang berkembang pada
abad ke 4 SM. Aliran sofisme yang berkembang pada lembaga – lembaga
pendidikan menyatakan bahwa apa yang mereka ajarkan adalah yang palung
benar, pa/ling baik, dan paling bijaksana. Pada masa aliran sofisme tumbuh subur,
muncul pula perguruan dipimpin seorang filosof yang bernama Socrates. Menurut
Socrates, tidak pantas memberi nama sofisme karena nama itu hanya milik Tuhan
yang menciptakan alam ini. Ia ingin cinta kepada kebijaksanaan, sehingga lahirlah
filo – sofis, cinta kepada kebijaksanaan, cinta kepada sifat – sifat yang dimiliki
Tuhan, Allah pencipta alam semesta ini. Karena pendiriannya terhadap filosofis, ia
mendapatkan hukuman mati.
c.
Kandungan Isi
Mencari unsur yang sedalam – dalamnya merupakan kandungan isi dari
filsafat, yaitu unsur dasar yang sedalam – dalamnya bersifat mutlak, tetap, dan
tidak berubah, dan unsur itu hanya ada dalam alam pikir manusia.
2.1.5 Objek Filsafat
Filsafat sebagai kegiatan olah pikir manusia menyelidik obyek yang tidak
terbatas yang ditinjau dari sudut isi atau substansinya dapat dibedakan menjadi:

a. obyek material filsafat: yaitu obyek pembahasan filsafat yang mencakup
segala sesuatu baik yang bersifat material kongkrit seperti manusia, alam,
benda, binatang dan lain-lain, maupun sesuatu yang bersifat abstrak
spiritual seperti nilai-nilai, ide-ide, ideologi, moral, pandangan hidup dan
lain sebagainya.
b. obyek formal filsafat : cara memandang seorang peneliti terhadap objek
material tersebut.
Suatu objek material tertentu dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang
yang berbeda. Oleh karena itu, terdapat berbagai macam sudut pandang filsafat
yang merupakan cabang-cabang filsafat. Adapun cabang-cabang filsafat yang
pokok adalah:

6

a.

Metafisika, yang membahas tentang hal – hal yang bereksistensi di balik fisis

yang meliputi bidang: ontologi, kosmologi, dan antropologi.
b. Epistemologi, adalah pikiran – pikiran dengan hakikat pengetahuan atau

kebenaran.
c. Metodologi, adalah ilmu yang membicarakan cara/jalan untuk memperoleh
pengetahuan.
d. Logika, ádalah membicarakan tentang aturan – aturan berpikir agar dapat
mengambil kesimpulan yang benar.
e. Etika, membicarakan hal – hal yang berkaitan dengan tingkah laku manusia
tentang baik-buruk.
f. Estetika, membicarakan hal – hal yang berkaitan dengan hakikat keindahan
kejelekan.

2.2

PENGERTIAN FILSAFAT PANCASILA

2.2.1 Filsafat Pancasila
Menurut Ruslan Abdul Gani, bahwa Pancasila merupakan filsafat negara
yang lahir dari cita – cita bersama dari seluruh bangsa Indonesia. Dikatakan
sebagai filsafat, karena Pancasila merupakan hasil perenungan jiwa yang
mendalam yang dilakukan oleh the founding father bangsa Indonesia, kemudian
dituangkan dalam suatu sistem yang tepat. Adapun menurut Notonagoro, filsafat

Pancasila memberi pengetahuan dan pengertian ilmiah, yaitu tentang hakikat
Pancasila. Dari objek materinya maka pengertian filsafat Pancasila adalah suatu
sistem pemikiran yang rasional, sistematis, terdalam dan menyeluruh tentang
hakikat bangsa, negara dan masyarakat Indonesia yang nilai – nilainya telah ada
dan digali dari bangsa Indonesia sendiri (Notonagoro, 1966: 35)
2.2.2 Karakteristik Sistem Filsafat Pancasila
Sebagai filsafat Pancasila memiliki karakteristik sistem filsafat tersendiri
yang berbeda dengan filsafat lainnya, diantaranya:

7

 Sila – sila Pancasila merupakan satu kesatuan sistem yang bulat dan utuh
(sebagai suatu totalitas). Dengan pengertian lain, apabila tidak bulat dan
utuh atau suatu sila dengan sila lainnya terpisah – pisah, maka itu bukan
Pancasila.
 Susunan Pancasila dengan suatu sistem yang bulat dan utuh itu dapat
dijelaskan sebagai berikut:
 Sila 1, meliputi, mendasari, dan menjiwai sila 2, 3, 4, dan 5.
 Sila 2, diliputi, didasari, dan dijiwai sila 1,serta mendasari dan menjiwai
sila 3, 4, dan 5.
 Sila 3, diliputi, didasari, dan di jiwi sila 1, 2, serta mendasari dan
menjiwai sila 4 dan 5.
 Sila 4, diliputi, didasari, dan dijiwai sila 1, 2, dan 3, serta mendasari dan
menjiwai sila 5.
 Sila 5, diliputi, didasari, dan dijiwai sila 1, 2, 3, dan 4.
 Pancasila sebagai suatu substansi, artinya unsur asli/permanen/primer
Pancasila sebagai sesuatu yang ada mandiri, yang unsur – unsurnya
berasal dari dirinya sendiri.
 Pancasila sebagai suatu realitas, artinya ada dalam diri manusia Indonesia
dan masyarakatnya, sebagai suatu kenyataan hidup bangsa, yang tumbuh,
hidup, dan berkembang dalam kehidupan sehari – hari.
2.2.3 Prinsip – Prinsip Filsafat Pancasila
Pancasila ditinjau dari kausal Aristoteles dapat dijelaskan sebagai
berikut:
o Kausa materialis, maksudnya sebab yang berhubungan dengan
materi/bahan, dalam hal ini Pancasila digali dari nilai – nilai sosial
budaya yang ada dalam bangsa Indonesia sendiri.
o Kausa formalis, maksudnya sebab yang berhubungan dengan bentuknya,
Pancasila yang ada dalam pembukaan UUD 1945 memenuhi syarat
formal.
o Kausa efisiensi, maksudnya kegiatan BPUPKI dan PPKI dalam
menyusun dan merumuskan Pancasila menjadi dasar negara Indonesia
merdeka.

8

o Kausa finalis, maksudnya berhubungan dengan tujuanya, yaitu tujuan

1)
2)
3)
4)

diusulkannya Pancasila sebagai dasar negara Indonesia merdeka.
Inti atau esensi sila – sila Pancasila meliputi:
Tuhan, yaitu sebagai kausa prima.
Manusia, yaitu mahluk individu dan mahluk sosial.
Satu, yaitu kesatuan memiliki kepribadian sendiri.
Rakyat, yaitu unsur mutlak negara, harus bekerja sama dan bergotong

royong.
5) Adil, yaitu memberikan keadilan kepada diri sendiri dan orang lain yand
menjadi haknya.

2.3

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

2.3.1 Pancasila Sebagai Jati Diri Bangsa Indonesia
Kedudukan dan fungsi Pancasila harus dipahami sesuai dengan
konteksnya, misalnya Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia,
sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia, sebagai ideologi bangsa dan
negara Indonesia. Seluruh kedudukan dan fungsi Pancasila itu bukanlah berdiri
secara sendiri – sendiri, namun bilamana dikelompokkan maka akan kembali pada
dua kedudukan dan fungsi Pancasila yaitu sebagai dasar filsafat negara dan
pandangan hidup bangsa Indonesia. Pancasila pada hakikatnya adalah sistem nilai
(value system) yang merupakan kristalisasi nilai – nilai luhur kebudayaan bangsa
Indonesia sepanjang sejarah, yang berakar dari unsur – unsur kebudayaan luar
yang sesuai sehingga secara keseluruhannya terpadu menjadi kebudayaan bangsa
Indonesia.
Jadi nilai – nilai Pancasila itu diungkapkan dan dirumuskan dari sumber
nilai utama yaitu:
a. nilai – nilai yang bersifat fundamental, universal, mutlak, dan abadi dari
Tuhan Yang Maha Esa yang tercermin dalam inti kesamaan ajaran agama
dalam kitab suci,
b. nilai – nilai yang bersifat kolektif nasional yang merupakan intisari dari
nilai – nilai yang luhur budaya masyarakat (inti kesatuan adat – istiadat
yang baik) yang tersebar di seluruh nusantara.

9

2.3.2 Rumusan Kesatuan Sila – Sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan suatu
sistem filsafat. Pengertian sistem adalah suatu kesatuan bagian – bagian yang
saling berhubungan, saling bekerja sama untuk satu tujuan tertentu dan secara
keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh. Lazimnya sistem memiliki ciriciri sebagai berikut:
a. suatu kesatuan bagian – bagian
b. bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri – sendiri
c. saling berhubungan dan saling ketergantungan
d. kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama (tujuan
sistem)
e. terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks.
Pada hakikatnya setiap sila Pancasila merupakan suatu asas sendiri –
sendiri, fungsi sendiri – sendiri, namun demikian secara keseluruhan adalah suatu
kesatuan yang sistematis dengan tujuan (bersama) suatu masyarakat yang adil dan
makmur berdasarkan Pancasila.
2.3.3 Susunan Kesatuan Sila – Sila Pancasila yang Bersifat Organis
Isi sila – sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan
peradaban, dalam arti, setiap sila merupakan unsur (bagian yang mutlak) dari
kesatuan Pancasila. Oleh karena itu, Pancasila merupakan suatu kesatuan yang
majemuk tunggal, dengan akibat setiap sila tidak dapat berdiri sendiri – sendiri
terlepas dari sila – sila lainnya. Di samping itu, diantara sila satu dan lainnya tidak
saling bertentangan. Kesatuan sila – sila yang bersifat organis tersebut pada
hakikatnya secara filisofis bersumber pada hakikat dasar ontologis manusia
sebagai pendukung dari inti, isi dari sila – sila Pancasila yaitu hakikat manusia
”monopluralis” yang memiliki unsur – unsur susunan kodrat jasmani – rohani,
sifat kodrat individu – makhluk sosial, dan kedudukan kodrat sebagai pribadi
berdiri sendiri – mahluk Tuhan Yang Maha Esa. Unsur – unsur itu merupakan
suatu kesatuan yang bersifat organis harmonis.
2.3.4 Susunan Kesatuan yang Bersifat Hierarki dan Berbentuk Piramida

10

Hierarki dan piramida mempunyai pengertian yang sangat matematis
yang digunakan untuk menggambarkan hubungan sila – sila Pancasila dalam hal
urutan – urutan luas (kuantiítas) dan juga dalam hal isi sifatnya. Susunan sila –
sila Pancasila menunjukkan suatu rangkaian tingkatan luas dan isi sifatnya dari
sila – sila sebelumnya atau di atasnya.
Dengan demikian, dasar susunan sila – sila Pancasila mempunyai ikatan
yang kuat pada setiap silanya sehingga secara keseluruhan Pancasila merupakan
suatu keseluruhan yang bulat. Oleh karena itu, sila pertama yaitu Ketuhanan Yang
Maha Esa menjadi basis dari sila – sila Pancasila berikutnya.
Secara ontologis hakikat Pancasila mendasarkan setiap silanya pada
landasan, yaitu : Tuhan, Manusia, Satu, Rakyat, dan Adil. Oleh karena itu, hakikat
itu harus selalu berkaitan dengan sifat dan hakikat negara Indonesia. Dengan
demikian maka, sila pertama adalah sifat dan keadaaan negara harus sesuai
dengan hakikat Tuhan; sila kedua sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan
hakikat manusia; sila ketiga sifat dan keadaan negara harus satu; sila keempat
adalah sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat rakyat; dan sila
kelima adalah sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat adil.
2.3.5 Rumusan Hubungan Kesatuan Sila – Sila Pancasila yang Saling Mengisi
dan Saling Mengkualifikasi
Kesatuan sila – sila Pancasila yang majemuk tunggal, hirarkhis
pyramidal juga memiliki sifat saling mengisi dan saling mengkualifikasi. Hal itu
dimaksudkan bahwa setiap sila terkandung nilai keempat sila lainnya, dengan kata
lain, dalam setiap sila Pancasila senantiasa dikualifikasi oleh keempat sila lainnya.
Contoh rumusan kesatuan sila-sila Pancasila yang mengisi dan saling
mengkualifikasi adalah sebagai berikut : sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah
berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.3.6 Fungsi Utama Filsafat Pancasila Bagi Bangsa dan Negara Indonesia
Keberadaan Pancasila telah terbukti mampu mempersatukan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari perpecahan. Dengan konsep Bhinneka

11

Tunggal Ika, Pancasila menjadi nilai rujukan kebersamaan atas beragam budaya
dan etnis dari Sabang sampai Merauke. Dari kenyataan inilah maka fungsi dan
peranan Pancasila meliputi:
a. Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia
b. Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia
c. Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia
d. Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia
e. Pancasila sebagai perjanjian luhur Indonesia
f. Pancasila sebagai pandangan hidup yang mempersatukan bangsa
Indonesia
g. Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia
h. Pancasila sebagai moral pembangunan
i. Pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila
2.4 LANDASAN PANCASILA
2.4.1 Landasan Ontologis
Istilah ontologi berasal dari kata Yunani yang berarti onta yang berarti
sesuatu yang sungguh – sungguh ada, dan logos yang berati ilmu. Ontologi
mempelajari keberadaan dalam bentuknya yang paling abstrak. Ontologi
merupakan cabang filsafat yang membicarakan tatanan dan struktur kenyataan
dalm arti yang luas.
Pandangan ontologi dari Pancasila adalah Tuhan, manusia, satu, rakyat,
dan adil. Dengan demikian, secara ontologis hakikat dasar keberadaan dari sila –
sila Pancasila adalah manusia. Notonagoro mengemukakan bahwa manusia
sebagai pendukung pokok sila – sila Pancasila secara ontologi memiliki hal – ha
lyang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa serta, jasmani dan
rohani. Selain itu, makhluk individu dan sosial, serta kedudukan kodrat manusia
sebagai makhluk pribadi dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2.4.2 Landasan Epistemologi
Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki secara kritis
hakikat, landasan, batas – batas, dan patokan kesahihan pengetahuan.
Epistemologi Pancasila dimaksdukan mencari sumber – sumber pengetahuan dan
12

kebenaran dari Pancasila. Sumber pengetahuan dalam epistemologi ada dua aliran,
yaitu empirisme dan rasionalisme.
Pengetahuan empiris Pancasila bahwa Pancasila merupakan cerminan
dari masyarakat Indonesia pada saat kelahirannya digali dari budaya bangsa
Indonesia sendiri. Pengetahuan rasionalis Pancasila bahwa Pancasila merupakan
hasil perenungan yang mendalam dari tokoh – tokoh kenegaraan Indonesia untuk
mengarahkan kehidupan bangsa Indonesia dalam bernegara.
Sebagai suatu paham epistemologi, Pancasila memandang bahwa ilmu
pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas nilai karena harus diletakkan pada
kerangka moralitas kodrat manusai serta moralitas religius dalam upaya untuk
mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan dalam hidup manusia. itulah sebabnya
Pancasila secara epistemologi harus menjadi dasar moralitas bangsa dalam
membangun perkembangan sains dan teknologi dewasa ini.
2.4.3 Landasan Aksiologi
Landasan aksiologis Pancasila merujuk kepada nilai – nilai dasar yang
terdapat di dalam Pembukaan UUD 1945. Nilai – nilai dasar itu harus menjiwai,
menghayati nilai instrumentalnya yang terdapat di dalam peraturan perundang –
undangan berupa Undang – Undang Dasar 1945, Ketetapan MPR, Undang –
Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang, Peraturan
Pemerintah, Kepututsan Presiden, Peraturan Daerah. Jadi, aktualisasi nilai – nilai
dasar tersebut kontekstual dan konsisten dengan perkembangan kehidupan
berbangsa dan bernegara.
2.4.4 Landasan Antropologis
Filsafat antropologis

Pancasila

memandang

manusia

sebagai

monopluralis . menurut Notonagoro (1975) manusia sebagai monopluralis
memiliki dimensi – dimensinya yang dijabarkan sebagai berikut, susunan kodrat,
manusia terdiri atas jiwa yang terbagi menjadi beberapa unsur, seperti akal, rasa,
dan karsa, raga terdiri atas unsur benda mati, unsur hewan, dan tumbuhan. Sifat
kodrat manusia mencakup sifat manusia sebagai makhluk individu dan dan
makhluk sosial. Kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk berdiri sendiri dan
makhluk Tuhan.
Dari susunan kodrat, sifat kodrat dan kedudukan kodrat manusia tersebut,
manusia dapat memelihara hubungannya dengan Tuhan, dengan diri sendiri,

13

dengan sesama manusia, dan dengan alam sekitarnya secara serasi, selaras, dan
seimbang. Aktualisasi nilai filsafat antropologis Pancasila dalam pembangunan
diformulasikan dalam konsep pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.

BAB III
PENUTUP
3.1

KESIMPULAN
Berdasarkan dari pembahasan di atas dapat disimpulkan beberapa hal

berikut:
1. Filsafat berasal dari bahasa Yunani “philein” yang berarti cinta dan “sophia”
yang berarti kebijaksanaan. Jadi, filsafat menurut asal katanya berari cinta akan
kebijaksanaan, atau mencintai kebenaran/pengetahuan.
Aliran mengenai sumber dari pengetahuan adalah empirisme, rasionalisme, dan
kritisme.
Pengetahuan dibagi menjadi tiga jenjang yaitu pengetahuan biasa, pengetahuan
alamiah, dan pengetahuan filsafat.
2. Filsafat Pancasila adalah suatu sistem pemikiran yang rasional, sistematis,
terdalam dan menyeluruh tentang hakikat bangsa, negara dan masyarakat
Indonesia yang nilai – nilainya telah ada dan digali dari bangsa Indonesia
sendiri.
Karakteristik sitem filsafat Pancasila merupakan suatu kesatuan sistem yang
utuh dan bulat.
Prinsip – prinsip filsafat Pancasila yaitu kausa materialis, kausa formalis, kausa
efisiensi, dan kausa finalis.
Inti sila – sila Pancasila yaitu Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil.

14

3. Nilai – nilai Pancasila diungkapkan dan dirumuskan dari sumber nilai utama
yaitu:
a. nilai – nilai yang bersifat fundamental, universal, mutlak, dan abadi dari
Tuhan Yang Maha Esa yang tercermin dalam inti kesamaan ajaran agama
dalam kitab suci,
b. nilai – nilai yang bersifat kolektif nasional yang merupakan intisari dari nilai
– nilai yang luhur budaya masyarakat (inti kesatuan adat – istiadat yang baik)
yang tersebar di seluruh nusantara.
Fungsi dan peranan Pancasila meliputi:
a. Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia
b. Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia
c. Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia
d. Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia
e. Pancasila sebagai perjanjian luhur Indonesia
4. Landasan ontologis Pancasila dimaksudkan untuk mengungkapkan jenis
keberadaan

yang

diterapkan

pada

Pancasila.

Landasan

epistemologi

dimaksudkan untuk mengungkapkan sumber pengetahuan dan kebenaran
tentang Pancasila sebagai sistem filsafat dan ideologi. Landasan aksiologi
dimaksudkan untuk mengungkapkan jenis nilai dasar yang terkandung dalam
Pancasila. Landasan antropologi dimaksudkan untuk mengungkpakan hakikat
manusia dalam rangka pengembangan sistem filsafat Pancasila.
3.2

SARAN
Adapun saran yang dapat penulis ajukan sebagai berikut:
1. Sebagai mahasiswa hendaknya kita lebih mempelajari mengenai filsafat
Pancasila, karena Pancasila merupakan sistem filsafat bangsa Indonesia.
2. Sebagai mahasiswa hendaknya lebih menghargai perjuangan orang – orang
yang telah berjasa merusmuskan Pancasila sebagai sistem filsafat bangsa.
3. Warga negara Indonesia harus lebih meyakini atau mempercayai,
menghormati, menghargai, menjaga, memahami dan melaksanakan segala hal
yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya dalam pemahaman bahwa
falsafah Pancasila adalah sebagai dasar filsafat negara Indonesia. Sehingga

15

kekacauan yang sekarang terjadi ini dapat diatasi dan lebih memperkuat
persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia ini.

DAFTAR PUSTAKA

http://udinarekselimau.blogspot.com/2013/08/makalah-pancasila-sebagaisistem.html (diakses pada tanggal 20 Oktober 2014 pukul 19.07 WITA).
Kaelan, M.S., Prof. Dr. 2002. Filsafat Pancasila Pandangan Hidup Bangsa
Indonesia. Yogyakarta: Paradigma.
Surajiyo, Drs. 2010. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta:
PT. Bumi Aksara.
Tim Dosen Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Hasanuddin.
2011.

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Makassar: UPT MKU

Univeristas Hasanuddin.

16