Belajar dari LDII Program Tri Sukses Gen

Belajar dari LDII: Program Tri Sukses Generasi Penerus; Suatu Sistem Pembinaan Anak
dan Remaja untuk Mencetak Generasi Profesional Religius
Oleh: Alfi Arifian, SS
“Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 100 kuda,
niscaya akan kukelilingi dunia. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncang dunia.”
Bagi Bung Karno yang merefleksikan dirinya, potensi pemuda begitu menggeliat serta
memiliki semangat yang menggelora sejak era Pergerakan Nasional hingga menjelang
kejatuhannya di panggung politik akhir tahun ‘60an. Pakar sosiologi, Kenneth Kenniston,
mendefinisikan pemuda dan remaja sebagai dua objek berbeda. Pemuda: adanya perjuangan
antara membangun pribadi yang mandiri dan terlibat aktif secara sosial; Remaja: usaha untuk
mendefinisikan dirinya. Dengan kata lain ‘Pemuda’ adalah tipikal pejuang mandiri dan ingin
mengabdi pada apa yang diyakini, sedangkan ‘Remaja’ adalah tipikal anak labil yang ingin eksis
atau hanya pembuktian identitas di lingkungan sosialnya, seperti lewat media sosial atau
membentuk geng-gengan.
Kaum muda yang dimaksud Soekarno maupun Kenniston cenderung melekat pada kaum
intelijensia yang dikategorikan sebagai agen perubahan (agent of change). Peran pemuda
memang sangat besar terhadap transformasi sosial. Mereka bisa menjadi tolok ukur perubahan
zaman. Mereka bisa menjadi simbol yang membawa ideologi tertentu dalam tatanan sosial yang
rapuh, entah karena pengaruh iklim politik maupun ekonomi yang membawa dampak perubahan
mobilitas sosial masyarakat. Karena itulah perlu adanya perhatian khusus bagi pembinaan anak
dan remaja agar kelak mampu menerima estafet kepemimpinan bangsa.

Peran Keluarga dalam Membentuk Karakter Anak

Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Ungkapan ini menggambarkan betapa sangat
dominannya peran orang tua dalam membentuk karakter anak. Keluarga adalah faktor utama
pembentuk karakter anak sebab orang tua adalah guru pertama yang akan mengajarkan nilai-nilai
terhadap anak seperti nilai reliji, norma, tata krama, sopan santun serta nilai kepatuhan. Keluarga
yang baik akan membentuk anak menjadi baik, begitu juga sebaliknya. Hal ini dikarenakan anak
usia dini, pra-remaja dan remaja cenderung meniru, belum berpikir rasional untuk menimbang
baik maupun buruk. Mereka masih mencari figur panutan, dan figur panutan terbaik bagi anak
adalah orang tua. Jangan sampai anak mengidolakan sosok yang justru mengajarkan nilai yang
menyimpang seperti mengidolakan artis dengan segudang prestasi hedonis. Bagaimana anak bisa
mengidolakan orang tuanya sebagai figur panutan?
Seorang ahli bernama Froebel mengungkapkan bahwa masa anak merupakan masa
pembentukan dalam periode kehidupan manusia. Oleh karenanya masa anak sering dipandang
sebagai masa emas (golden age) bagi penyelenggaraan pendidikan. Masa anak merupakan fase
yang sangat fundamental bagi perkembangan individu karena pada fase inilah terjadinya peluang
yang sangat besar untuk pembentukan dan pengembangan pribadi seseorang.
Dalam penelitiannya, Prof. Dr. Benjamin Samuel Bloom, psikolog pendidikan yang juga
guru besar pendidikan dari Universitas Chicago, Amerika, menyebutkan bahwa perkembangan
intelektual otak sebagai berikut, "Pengembangan intelektual seorang anak sangat pesat pada

tahun-tahun awal kehidupan anak. Sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah
terjadi sejak anak berumur 4 tahun, peningkatan mutu 30% selanjutnya terjadi masa usia 4 – 8
tahun dan sisanya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua atau ketika usia 8 – 18 tahun"
Jadi kematangan usia atau pembentukan jiwa seseorang dipengaruhi stimulasi intelektual
yang ia terima dari lingkungannya sejak usia dini hingga remaja (0-18 tahun). Itulah kenapa

beberapa pemuda yang tampil dan dikenal sejarah peradaban manusia adalah mereka-mereka
yang telah ditempa sejak usia dini, mengalami pasang surut kehidupan, hingga berhasil memijak
tempat tertinggi yang mungkin diidamkan semua orang seperti Muhammad Al Fatih, Aleksander
Agung maupun Napoleon Bonaparte.
Stimulasi intelektual ini lebih tepat bila diberikan langsung oleh orang tuanya, bukan para
guru PAUD yang ketitipan anak lantaran kesibukan para orang tua mengejar dunia sampai
mengesampingkan tanggung jawab pokok sebagai orang tua. Hal ini dibuktikan oleh prestasi
Sultan Al Fatih yang menaklukan Konstantinopel, ibukota Kekaisaran Romawi Bizantium pada
usia 21 tahun lantaran ia dididik langsung oleh ayahnya, Sultan Murad II. Aleksander Agung
yang menguasai hampir seperempat dunia di usia 24 tahun juga mendapatkan perhatian khusus
dari ayahnya, Raja Filipus II dari Makedonia. Napoleon Bonaparte, Kaisar Perancis, berhasil
menguasai Eropa di usia 35 tahun juga mendapat pendidikan ketat dari tangan lembut ibunya.
Usia dini adalah usia vital sehingga anak jangan sampai lepas dari jangkauan orang tua,
meskipun mereka di bawah pengawasan dan pengajaran guru di PAUD. Intensitas orang tua

terhadap anak di usia dini (golden age) akan berdampak pada pembentukan karakter dan
kepribadian anak sebagai stimulasi intelektual.
Program Tri Sukses sebagai Acuan Mencetak Generasi Profesional Religius
Tidak semua orang tua memahami pentingnya pendidikan keluarga bagi tumbuh kembang
potensi anak di masa mendatang. Dukungan pemerintah, elemen masyarakat serta organisasiorganisasi kemasyarakatan sangat diperlukan untuk mengarahkan para orang tua untuk mendidik
putra-putrinya dalam lingkungan keluarga yang religius guna mencetak generasi berkarakter.
Berita mengenai kasus perkosaan dan pembunuhan terhadap Yuyun oleh 13 pemuda, serta kasus
Eno yang dimasuki gagang cangkul oleh abg usia SMP menandakan ketidakberesan sistem

pendidikan di negara kita serta bobroknya moral anak bangsa. Kurang tegasnya pemerintah
dalam menepis arus negatif alat kapitalis bernama media menambah beban tanggung jawab kita.
Pemimpin yang baik bukanlah yang cerdas membuat banyak aturan (UU) melainkan mereka
yang menyedikitkan aturan dan memperbanyak ‘nasihat’ berupa tindakan nyata.
Sejak awal berdiri Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) telah mengedepankan
pendidikan karakter terutama yang dimulai dari keluarga. Fungsi ormas tidaklah melulu sebagai
alat penyeimbang kekuatan politik sehingga melupakan perhatian terhadap para generasi
penerus. LDII berhasil mencanangkan program pembinaan berjangka bagi generasi mudanya
yakni Program Tri Sukses Generasi Penerus. Sebelum pemerintah mencanangkan program
pendidikan karakter di sekolah-sekolah, sebelum program Revolusi Mental diwacanakan, LDII
telah lebih dulu memasukkan kurikulum berbasis pendidikan karakter kepada generasi mudanya

baik di sekolah-sekolah maupun forum pengajian melalui Program Tri Sukses. Hal ini sejalan
dengan program pemerintah menciptakan generasi emas Indonesia di tahun 2045. Generasi emas
yang dimaksudkan pemerintah adalah generasi profesional dan berkarakter mulia (profesional
religius). Di sinilah kita perlu belajar dari mereka.
Pentingnya pendidikan karakter tidak hanya sebatas wacana, namun implementasi nyata.
Pendidikan karakter tidak bisa sekadar diajarkan dalam seminar sehari melainkan melalui
program berjangka. Kenapa? Untuk membentuk karakter diperlukan waktu dan proses tumbuh
kembang si anak, terutama melalui tangan-tangan lembut para orang tua. Kedekatan emosi antara
anak dan orang tua lah yang menjadi faktor keberhasilan pendidikan karakter dalam keluarga.
Dan bagaimana orang tua mampu mengimplementasikan apa yang diajarkan kepada anak juga
menjadi celah keberhasilan tersebut. Anak cenderung meniru, maka berilah contoh yang baik
agar kelak orang tua bisa menjadi figur idola dan panutan bagi anak-anaknya. Misalnya, orang

tua perintah anaknya untuk mengerjakan salat namun dia sendiri tidak salat, hal itu tidak akan
berhasil. Orang tua perintah anak untuk berbahasa yang halus dan sopan kepada yang tua, namun
melihat bapaknya berbicara kasar kepada kakeknya, hal ini juga takkan berhasil. Orang tua
perintah jangan tidur sehabis subuh namun dia sendiri mengerjakannya, itu juga tidak akan
berhasil. Contoh kecil seperti itulah yang merupakan bibit-bibit pendidikan karakter dalam
keluarga dan persentase keberhasilannya benar-benar di tangan para orang tua. Berilah contoh
yang baik dan biarkan mereka meniru. Bawa anak ke masjid dan dudukan di samping kita sambil

berzikir, anak yang melihat bapaknya akan berusaha meniru. Lakukan hal tersebut berulangulang. Pendidikan karakter merupakan pendidikan jangka panjang sehingga tidak hanya sekali
orang tua mengajari atau memberikan contoh.
Program Tri Sukses LDII ini merupakan target pencapaian paling fundamental bagi
generasi-generasi muda LDII sebab program ini memuat aspek sukses dunia dan sukses akhirat,
yakni: Berilmu, Berakhlakul Karimah, serta Mandiri. Ilmu yang dimaksud di sini adalah ilmu
agama sebagai tolok ukur tindak tanduk setiap individu agar tidak menyimpang dari norma. Ilmu
agama inilah yang akan menuntun anak-anak agar memiliki karakter mulia (berbudi luhur).
Karakter luhur inilah yang akan menjadi pencetus sikap mandiri, sebab agama tidak mengajarkan
manusia untuk mengemis, namun bekerja seperti para Nabi yang bekerja mencari maisyah dari
berdagang, menggembala ternak maupun sebagai tukang kayu.
Program Tri Sukses Generasi Penerus hanyalah acuan dasar yang diformulasikan untuk
para orang tua dalam mendidik putra putrinya dengan pengawasan dan evaluasi dari tim khusus
yang ditunjuk mulai dari tingkat PAC (Pimpinan Anak Cabang), PC (Pimpinan Cabang), DPD
(Dewan Pimpinan Daerah), DPW (Dewan Pimpinan Wilayah), serta DPP (Dewan Pimpinan
Pusat) sehingga tingkat keberhasilan program ini selalu terpantau. LDII memegang slogan: kecil

terbina, remaja terjaga, muda berkarya, keluarga bahagia, tua bersahaja, mati masuk surga. LDII
menolak kecil dimanja, muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga.
Apa yang anak lakukan merepresentasikan orang tuanya, keluarganya, agamanya,
budayanya, bangsanya serta negaranya. Maka dari itu, didiklah anak sebagai aset agar bisa

menjaga nama baik orang tua, keluarga, agama, budaya, bangsa, serta negara. Ke depannya
semoga melalui pendidikan karakter ini apa yang direncanakan pemerintah tentang Generasi
Emas 2045 benar-benar tercapai.

(Telah dimuat di Harian Pagi Kebumen Ekspres pada 30 Mei 2016)