Kepribadian pelaku kekerasan dalam kepribadian (1)

TUGAS
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Psikodiagnostika I

Nama : Dewi Irawaty Ompusunggu
NPM : 190110130140

Fakultas Psikologi
Universitas Padjadjaran
Jatinangor
2015

1. Apa yang dimaksud dengan kepribadian?
Personality is the organizing or governing agent of the individual. Its
functions are to integrate the conflicts and constraints to which the
individual is exposed, to satisfy the individual’s needs, and to make plans
for the attainment of future goals (Henry Murray).
Kepribadian adalah agen pengorganisasi atau pengatur individu.
Fungsinya adalah untuk mengintegrasikan konflik dan kendala yang
dihadapi oleh individu, untuk memuaskan kebutuhan individu, dan untuk
membuat rencana demi pencapaian tujuan masa depan.

1. Contoh aspek kepribadian secara umum:
Klages mengemukakan ada, bahwa ada 3 aspek kepribadian, yaitu:
(1) Materi atau bahan (Stoff)
(2) Struktur (Struktur)
(3) Kualitas atau sifat (Artung)
Selain ketiga aspek itu, Klages masih mengemukakan 1 aspek lagi, yaitu:
(4) Tektonik atau bangun (Psikologi Kepribadian)
2. Bagaimana mengukurnya? Berikan contoh.
Pengukuran atau penilaian kepribadian

dapat

dilakukan

dengan

menggunakan alat ukur tertentu. Pengukuran atau penilaian kepribadian
sering disebut tes kepribadian. Hal-hal yang diukur misalnya terdiri dari
keadaan emosional, hubungan interpersonal, motivasi, minat, sikap.
Misalnya:

a. Kraeplin menggunakan tes asosiasi bebas terhadap pasien-pasien
psikiatris, di mana peserta ujian diberi kata-kata stimulus yang dipilih
secara khusus dan mereka diminta memberikan respons pada setiap
kata itu dengan kata pertama yang muncul dalam benak mereka.
Kraeplin juga menggunakan teknik ini untuk mempelajari efek-efek
psikologis dari keletihan, lapar, dan obat bius.
b. Woodworth mengembangkan inventori pengenalan diri selama Perang
Dunia I, yang merupakan Lembar Data Pribadi. Tes ini dirancang
sebagai piranti penyaring kasar untuk mengidentifikasi orang-orang
yang terganggu secara serius, yang akan dikeluarkan dari dinas militer.
Inventori ini terdiri dari sejumlah pertanyaan yang berhubungan

dengan gejala-gejala umum psikopatologi, yang akan dijawab oleh
responden tentang diri mereka sendiri.
c. Hartshorne, May, dan rekan-rekannya mengembangkan tes-tes kinerja
dan situasional, di mana peserta tes bertugas untuk menunjukkan
kinerja yang maksudnya kerap kali disembunyikan. Kebanyakan tes ini
meniru situasi kehidupan sehari-hari. Rangkaian tes ini distandardisasi
pada anak-anak sekolah untuk memperhatikan perilaku seperti menipu,
berbohong, mencuri, kemampuan bekerja sama, dan ketekunan.

d. Teknik proyektif, misalnya menggambar, mengatur mainan untuk
menciptakan suatu pemandangan, akting dramatis yang spontan, dan
menafsirkan gambar atau bercak tinta, yang diasumsikan akan
membuat individu memproyeksikan modus respon karakteristiknya.
3. Tes psikologi:
Tes psikologi pada dasarnya adalah alat ukur yang objektif dan dibakukan
atas sampel perilaku tertentu (Anastasi & Urbina, 1998).
4. Validitas:
Validity refers to the correctness or truth of an inference (Christensen,
2007).
Validitas mengacu pada ketepatan atau kebenaran dari sebuah kesimpulan.
5. Reliabilitas:
Reliability refers to consistency, stability, or repeatability (Christensen,
2007).
Reliabilitas mengacu pada konsistensi, stabilitas, atau pengulangan.
6. Pengukuran psikologi: dulu, kini, dan nanti
a. Dulu:
(1) Seguin Form Board merupakan salah satu tes intelegensi nonverbal di mana individu diminta untuk memasukkan balok-balok
yang berbeda bentuknya ke dalam lubang-lubang yang sesuai
secepat mungkin. Tes ini dikembangkan sekitar tahun 1848.

(2) Psikolog-psikolog eksperimental awal dari abad ke-19 pada
umumnya tidak peduli dengan pengukuran perbedaan-perbedaan
individual. Tujuan utama para psikolog pada masa itu adalah
perumusan deskripsi umum tentang perilaku manusia. Yang lebih

merupakan fokus perhatian mereka adalah keseragaman, bukannya
perbedaan-perbedaan

dalam

perilaku.

Perbedaan-perbedaan

individual diabaikan atau diterima sebagai sesuatu yang pasti
buruk, yang membatasi penerapan generalisasi. Jadi, fakta bahwa
seseorang bereaksi secara berbeda satu dari yang lain ketika
diamati dalam kondisi-kondisi serupa, dianggap sebagai bentuk
kesalahan. Sikap ini mendominasi laboratorium Wundt yang
didirikan di Leipzig pada tahun 1879.

(3) Dalam pilihan topik, para pendiri psikologi eksperimental
mencerminkan pengaruh dari latar belakang mereka dalam bidang
fisiologi dan fisika. Masalah-masalah yang ditelaah dalam
laboratorium mereka pada umumnya menyangkut kepekaan pada
stimuli visual, pendengaran, dan indera-indera lainnya, dan
menyangkut waktu reaksi. Penekanan pada fenomena inderawi ini
pada gilirannya tercermin dalam sifat tes-tes psikologi pertama,
misalnya:
(a) Francis Galton yakin bahwa tes-tes pembedaan inderawi bisa
berfungsi sebagai sarana untuk mengukur intelek seseorang.
Menurut Galton, semakin perseptif indera-indera kita, maka
semakin tinggi intelegensi kita. Contoh alat tes yang
dikembangkan oleh Galton adalah batang Galton untuk
pembedaan panjang secara visual, peluit Galton untuk
menentukan suara paling melengking yang dapat didengar, dan
rangkaian berat yang dibagi ke dalam kelas-kelas untuk
mengukur pembedaan kinestetik.
(b) James McKeen Cattell sama

halnya


dengan

Galton,

memandang bahwa ukuran fungsi-fungsi intelektual bisa
diperoleh melalui tes-tes pembedaan inderawi dan waktu
reaksi. Preferensi Cattell untuk tes-tes semacam ini juga
didukung oleh fakta bahwa fungsi-fungsi sederhana dapat
diukur dengan presisi dan akurasi, sedangkan pengembangan
ukuran objektif untuk fungsi-fungsi lebih kompleks pada waktu

itu nampak sebagai pekerjaan yang sia-sia. Tes-tes Cattell
dikembangkan pada akhir abad ke-19 dan diselenggarakan bagi
anak-anak sekolah, mahasiswa, dan berbagai orang dewasa.
(c) Skala Binet-Simon disiapkan pada tahun 1905. Skala ini terdiri
dari 30 masalah atau tes yang diatur dalam urutan tingkat
kesulitan yang makin tinggi. Tes-tes ini dirancang untuk
mencakup rentang fungsi-fungsi yang luas, dengan penekanan
khusus pada penilaian, pemahaman, dan penalaran, yang

dianggap

Binet

sebagai

komponen

hakiki

intelegensi.

Meskipun termasuk di sini tes-tes inderawi dan persepsi,
proporsi muatan verbal sebenarnya jauh lebih banyak
ditemukan pada skala ini ketimbang pada rangkaian tes-tes lain
waktu itu. Skala Binet-Simon ini kemudian dikembangkan oleh
L.M. Terman dan koleganya di Stanford University, lalu
disebut Skala Stanford-Binet. Terdapat juga revisi lain yang
disebut Kuhlmann-Binet, yang merupakan salah satu usaha
awal untuk mengembangkan tes intelegensia prasekolah dan

anak-anak.
(4) Eksperimen-eksperimen psikologis awal menunjukkan kebutuhan
akan kendali yang ketat atas kondisi observasi. Dengan begitu,
pentingnya membuat observasi standar ditunjukkan dengan jelas.
Standardisasi prosedur seperti ini pada akhirnya menjadi salah satu
dari ciri-ciri khusus tes psikologi.
(5) Pada tahun 1917, ketika Amerika Serikat memasuki Perang Dunia
I, testing kelompok seperti skala Binet pertama dikembangkan
untuk memenuhi kebutuhan praktis. Tes-tes tersebut dinamai Army
Alpha dan Army Beta. Kedua tes ini digunakan untuk
mengklasifikasikan satu setengah juta orang yang direkrut secara
kilat. Informasi seperti itu relevan bagi banyak keputusan
administrative, termasuk penolakan atau pengeluaran seseorang
dari dinas militer, penempatan orang pada berbagai macam dinas,
atau penerimaan seseorang ke dalam kamp pelatihan perwira.

Army Alpha dirancang untuk testing rutin umum, sedang Army
Beta adalah skala non-bahasa yang diterapkan pada orang-orang
buta huruf dan pada orang-orang asing yang direkrut yang tidak
bisa menjalani tes dalam bahasa Inggris. Tak lama sesudah akhir

Perang Dunia I, tes-tes angkatan darat disebarkan untuk
penggunaan sipil.
(6) Sebelum Perang Dunia I, para psikolog telah mulai mengakui
perlunya tes bakat khusus untuk melengkapi tes-tes intelegensi
global. Tes-tes bakat khusus ini dikembangkan secara khusus untuk
digunakan dalam konseling pekerjaan dan dalam seleksi dan
klasifikasi personil industri dan militer. Di antara tes-tes yang
digunakan paling luas adalah tes-tes bakat mekanikal, klerikal,
musikal, dan artistik.
(7) Pada tahun 1930, penggunaan soal-soal esai untuk menguji prestasi
diterima luas sebagai bentuk tes yang tidak hanya menghabiskan
waktu lebih banyak bagi para penguji dan orang yang diuji
melainkan juga mencapai hasil-hasil yang kurang dapat diandalkan
dibanding soal-soal objektif “jenis baru” (berbentuk pilihan ganda).
Program testing nasional, regional, dan negara bagian pun disusun.
Contoh program ini adalah College Entrance Examination Board
(CEEB) yang disusun dengan maksud untuk mengurangi duplikasi
dalam ujian masuk calon mahasiswa.
Contoh tes psikologis awal lainnya yang telah dirancang dapat
ditemukan pada jawaban pertanyaan nomor 3.

b. Kini:
Kini tes psikologi bukan merupakan hal yang asing lagi bagi
masyarakat. Tes psikologi telah banyak digunakan dalam bidang
kehidupan, misalnya:
(1) Bidang pendidikan
Tes psikologi dalam bidang pendidikan digunakan sebagai alat
untuk

melakukan

pendidikan.

pengambilan

Contohnya

tes

keputusan


psikologi

dalam

bidang

digunakan

sebagai

pertimbangan dalam menentukan jurusan ilmu alam atau ilmu
sosial yang harus ditempuh oleh siswa yang akan naik kelas XI
SMA. Selain itu beberapa sekolah tertentu juga menjadikan tes
psikologi ssebagai salah satu persyaratan untuk memasuki sekolah
tersebut.
(2) Bidang sosial
Tes psikologi dalam bidang sosial salah satunya digunakan sebagai
alat untuk melakukan assessment atau penilaian. Contohnya adalah
assessment atau penilaian yang dilakukan kepada korban bencana
alam dengan tujuan untuk memberikan intervensi psikologis yang
sesuai dengan kondisi psikologis dari korban bencana alam
tersebut.
(3) Bidang industri
Tes psikologi dalam bidang industri contohnya adalah tes psikologi
yang digunakan sebagai alat seleksi dan penempatan kerja
karyawan. Kini hal ini senantiasa dilakukan oleh perusahaan ketika
ingin mendapatkan karyawan baru maupun ketika mempromosikan
seorang karyawan. Hal ini dapat dimengerti karena tentu saja
perusahaan ingin mendapatkan individu yang terbaik untuk bekerja
agar perusahaan tersebut dapat berjalan dengan baik.
Tes psikologi yang dilakukan dengan tujuan seleksi dan
penempatan kerja terbagi atas 3 bagian, yaitu tes yang mengukur
intelegensi (misalnya IST dan TINTUM), tes yang mengukur cara
kerja (misalnya Kreplin, Pauli, maupun wawancara), dan tes
kepribadian (misalnya EPPS dan Papikostik).
Proses administrasi tes psikologi perlu diperhatikan demi memastikan
tes

psikologi

yang

digunakan

mampu

mencapai

tujuannya.

Administrasi tes psikologi adalah segala sesuatu proses yang
berkenaan dengan penyelenggaraan tes psikologi. Salah satu bentuk
dari administrasi tes adalah pemberian instruksi tes yang meliputi
bagaimana cara mengerjakan tes, dan menginformasikan batas waktu
yang ada.
c. Nanti:

Apabila alat tes telah terlalu sering dipakai, dapat mempengaruhi
validitas dan reliabilitas. Kondisi tersebut mendorong para peneliti
untuk

menggunakan

alat

tes

yang

jarang

digunakan

atau

mengembangkan alat tes yang baru. Salah satu alat tes yang
diharapkan dapat menjadi alternative adalah Big Five Inventory. Big
Five Inventory merupakan alat tes yang dapat mengidentifikasi
kepribadian berdasarkan teori Big Five Personality. Alat tes ini
digunakan karena merupakan tes yang baru dan jarang digunakan.
Selain itu alat tes ini tidak memiliki item yang banyak sehingga akan
menghindari kelelahan yang dialami oleh peserta dan juga dapat
dikerjakan dalam waktu yang singkat.
Saat ini banyak psikolog berkeyakinan bahwa gambaran paling baik
mengenai struktur trait dimiliki oleh Five Factor Model dari teori Big
Five Personality. Menurut Five Factor Model (FFM) ini trait
kepribadian digambarkan dalam bentuk 5 dimensi dasar, yaitu
Neuroticism, Extraversion, Openness to Experience, Agreeableness,
dan Conscientiousness. Di Indonesia, penggunaan alat ukur ini
kepribadian ini maupun pengembangan alatnya masih belum begitu
populer, padahal banyak hal yang mampu diprediksi dengan alat tes
ini. Karena itu pengembangan alat tersebut perlu dilakukan di
Indonesia.
Selain itu pemanfaatan teknologi juga akan semakin marak dalam tes
psikologi. Seperti program CAT 5 yang saat ini telah digunakan oleh
Psikologi Angkatan Darat di Bandung, yang kabarnya akan
dikembangkan lagi. Penggunaan komputer dalam tes psikologi
memang banyak keuntungannya, misalnya hemat waktu, dan tidak
membutuhkan banyak kertas seperti yang terjadi dalam paper pencil
tes. Meskipun demikian program ini belum bisa diadaptasikan untuk
semua jenis tes, misalnya tes grafis.

Daftar Pustaka

Anastasi, A. & Urbina, S. (1997). Tes Psikologi: Psychological Testing 7e.
(diterjemahkan oleh: Drs. Robertus Hariono S. Imam, MA). Jakarta: Prenhallindo.
Christensen, L.B. (2007). Experimental Methodology Tenth Edition. Boston:
Pearson Education, Inc.
Hall, C.S., Lindzey, G., & Campbell, J.B. (1998). Theories of Personality. New
York: John Wiley & Sons, Inc.
Suryabrata, S. (1993). Psikologi Kepribadian. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Suryabrata, S. (2012). Psikologi Kepribadian. Jakarta: Rajawali Pers.
Syahrudin, M.A. “Bab I: Pendahuluan”. 2011. Repository.usu.ac.id/bitstream/
…/5/Chapter%20I.pdf