BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Pengelolaan Bantuan Siswa Miskin Kepada Orangtua pada Sekolah Dasar Negeri Kalicacing 02 Salatiga

  BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalam bab II tentang kajian pustaka ini akan

  dibahas tentang konsep-konsep kunci dalam penelitian, meliputi pengertian program BSM, pengertian evaluasi program, tujuan dan manfaat evaluasi program, model evaluasi, hasil penelitian relevan, dan kerangka berpikir penelitian.

2.1. Program Bantuan Siswa Miskin 2.1.1. Pengertian Program BSM

  Program BSM adalah Program tingkat Nasional yang bertujuan untuk mengurangi siswa miskin guna memperoleh akses pelayanan pendidikan yang layak/baik, siswa miskin dapat kembali ke sekolah, mencegah putus sekolah, membantu siswa untuk memenuhi kebutuhan dalam kegiatan prose pembelajaran, mendukung program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun, bahkan tingkat menengah atas, serta membantu kelancaran program sekolah.

  Program BSM adalah bantuan dari Pemerintah yang diberikan secara langsung kepada siswa dari semua jenjang Pendidikan Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah, Sekeolah Menegah Pertama, Madrasah Tasanawiyah, Sekolah Menegah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, Madrasah Aliyah yang berasal dari keluarga miskin dan kurang mampu sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh pemerintah

  Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan bantuan siswa miskin (BSM) adalah program bantuan dari pemerintah mengenai kenaikan BBM yang bertujuan untuk membantu siswa miskin agar tidak putus sekolah serta mendukung program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun dan membantu kelancaran program sekolah.

  Program BSM ini diharapkan anak usia sekolah dari keluarga miskin atau kurang mampu dapat meneruskan sekolah, tidak putus sekolah, dan memutus rantai kemiskinan yang saat ini dialami orangtuanya. Program BSM mendukung komitmen pemerintah guna meningkatkan angka partisipasi pendidikan di Kabupaten/Kota miskin dan terpencil serta pada kelompok marjinal.

  Program ini bersifat bantuan langsung kepada siswa, karena berdasarkan kondisi ekonomi dari siswa miskin dan bukan berdasarkan prestasi serta mempertimbangkan dengan melihat kondisi siswa, sedangkan beasiswa diberikan dengan mempertimbangkan prestasi siswa. Di jenjang pendidikan tinggi, program beasiswa bagi anak kurang mampu juga digulirkan pemerintah dengan bantuan belajar mahasiswa ber-IPK 2,5, dan beasiswa bidik misi. Bidik misi bertujuan untuk meningkatkan akses dan kesempatan belajar di perguruan tinggi bagi peserta didik yang berpotensi akademik memadai dan kurang mampu secara ekonomi.

  Tujuan dari program bantuan siswa miskin ini antara lain:

  

 Membantu siswa untuk memenuhi kebutuhan

pribadi siswa selama duduk di bangku sekolah.

 Mencegah siswa dari kemungkinan putus sekolah

   Memberi peluang dan kesempatan yang lebih besar kepada siswa untuk terus bersekolah hingga pendidikan SMA atau SMK.

   Membantu kelancaran program sekolah.

  

2.1.2. BSM dan Sumber

Penyaluran Pembiayaannya

  Program BSM dilaksanakan oleh 2 (dua) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Agama (Kemenag).

  Sumber dana semua bantuan ini adalah dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Alokasinya tertuang dalam DIPA di lingkup Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta DIPA Kementerian Agama (Kemenag).

  Penerimaan dan BSM yang dikelola oleh Kementerian Pendidikan daKebudayaan adalah siswa miskin yang ada pada Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) negeri dan swasta yang telah memenuhi kriteria sesuai pedoman/petunjuk teknis yang dikeluarkan oleh

  Program BSM yang dikelola oleh Kementerian Agama (Kemenag) adalah siswa yang bersekolah di Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah aliyah (MA) negeri dan swasta di seluruh provinsi di Indonesia yang berasal dari keluarga kurang mampu/miskin yang dihitung berdasarkan proporsi populasi siswa di masing- masing kabupaten/kota.

  2.1.3. Kriteria Dasar Penentuan Penerima BSM

  Adapun kriteria penerima program BSM yaitu:

  1. Orangtua siswa pemegang Kartu Perlindungan Sosial (KPS)

  2. Siswa yang memegang Kartu Calon Penerima Bantuan Siswa Miskin

  3. Orangtua siswa terdaftar Program Keluarga Harapan (PKH)

  4. Siswa yang terancam putus sekolah karena kesulitan biaya

  5. Siswa yatim, piatu atau yatim piatu

  6. Siswa yang berasal dari panti asuhan

  7. Siswa berasal dari korban musibah atau bencana.

  2.1.4. Pemanfaatan Dana BSM

  Dana BSM dapat dimanfaatkan untuk:

  1. Pembelian perlengkapan sekolah berupa buku pelajaran, alat tulis, sepatu dan tas

  2. Biaya transportasi siswa ke sekolah

  3. Uang saku siswa untuk sekolah

2.2. Evaluasi dan Evaluasi Program

2.2.1 Evaluasi

  Anderson (1975) mengatakan evaluasi adalah sebagai sebuah proses untuk menentukan hasil yang telah dicapai dari beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan. Definisi lain dikemukakan oleh Badrujaman (2011: 15) evaluasi merupakan sebuah proses yang dilakukan oleh sekelompok ahli yang profesional terhadap suatu program guna menentukan tindakan berikutnya. Dua ahli tersebut mengatakan bahwa evaluasi adalah sebuah proses suatu program yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan dan menentukan tindakan.

  Sukardi (2014:8) mendefinisikan evaluasi sebagai sebuah proses sistematis pengumpulan data dan penganalisisan data untuk pengambilan keputusan. Evaluasi adalah mengukur dan menilai yang digunakan dalam rangka pengambilan dan penilaian saling berkaitan. Mengukur hakekatnya adalah membandingkan sesuatu dengan atau atas dasar ukuran atau kriteria tertentu (meter, kilogram, takaran dan sebagainya), pengukuran bersifat kuantitatif. Penilaian berarti menilai sesuatu program. Hal ini sejalan dengan hasil yang dikemukakan oleh Suharsimi (2009:3) bahwa mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran yang bersifat kuantitatif, menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk yang bersifat kualitatif, dan evaluasi meliputi kedua langkah tersebut di atas. Evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan. Fungsi evaluasi adalah menyediakan informasi-informasi yang berguna bagi pihak decision maker untuk menentukan kebijakan yang akan diambil berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan peneliti (Suharsimi dan Cepi; 2008: 2).

  Dari definisi tentang evaluasi yang telah dikemukakan beberapa ahli diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi merupakan sebuah informasi guna memperoleh keputusan dari sebuah program. Keberhasilan program dapat dilihat dari dampak atau hasil yang dicapai oleh program tersebut. Karenanya, dalam keberhasilan ada dua konsep yang terdapat didalamnya yaitu efektifitas dan efisien.

2.2.2 Evaluasi Program

  Evaluasi program adalah proses menetapkan secara sistematis tentang nilai, tujuan, efektifitas atau kecocokan sesuatu sesuai kriteria dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

  Sugiyono, (2014: 741) menyatakan bahwa, Program evaluation is a systematic method for

  

collecting, analyzing, and using information to answer

questions about project, policies and programs,

particularly about their effectiveness and efficiency.

  Evaluasi program merupakan metode yang sistematis untuk mengumpulkan data dan analisis data, dan menggunakan informasi yang diperoleh dari penelitian tersebut untuk menjawab pertanyaan seberapa tinggi efektivitas dan efisien dari suatu proyek, kebijakan dan program-program.

  Suharsimi dan Cepi, (2014: 5) mendifinisikan bahwa evaluasi program adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan sudah dapat terealisasikan. Sedangkan Patton (2009: 53) menyatakan bahwa evaluasi program artinya mengukur pencapaian suatu tujuan, berdasarkan pernagkat yang dibuat sebelumnya secara hati-hati dari tujuan yang dapat diukur.

  Suharsimi dan Cepi (2014: 17) evaluasi program adalah upaya untuk mengetahui efektivitas suatu komponen program dalam mendukung pencapaian tujuan program. Dengan demikian jika diketahui bahwa hasil belajar (sebagai harapan dari program pembelajaran) tidak memuaskan, dapat dicari dimana letak kekurangannya atau komponen mana yang bekerja dengan tidak semestinya.

  Dari berbagai definisi tersebut diatas, dapat peneliti simpulkan bahwa yang dimaksud dengan evaluasi program adalah kegiatan untuk mendapatkan data dengan tujuan untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi kebijakan dan program, yang selanjutnya data tersebut digunakan untuk menentukan alternatif atau pilihan yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan.

2.3. Tujuan dan Manfaat Evaluasi Program

2.3.1 Tujuan Evaluasi

  Evaluasi dilaksanakan untuk mencapai berbagai tujuan sesuai dengan obyek evaluasinya. Tujuan evaluasi adalah; (a) mengukur mempengaruhi program terhadap masyarakat; (b) menilai program apakah telah dilaksanakan sesuai dengan rencana; (c) mengukur pelaksanaan program apakah sesuai dengan standar; (d) evaluasi program dapat mengidentifikasi dan menemukan dimensi program mana yang jalan dan yang tidak berjalan; (e) pengembangan staf program; (f) memenuhi ketentuan undang-undang; (g) akreditasi program; (h) mengukur cost efectiveness dan cost efficiency; (i) mengambil keputusan mengenai program; (j)

  

accountabilitas; (k) memberikan umpan balik kepada

  pimpinan dan staf program; (l) memperkuat posisi politik; (m) mengembangkan teori ilmu evaluasi atau riset evaluasi (Wirawan; 2012: 22).

  Suharsimi dan Cepi (2014) tujuan evaluasi program adalah untuk mengetahui pencapaian tujuan program dengan langkah mengetahui keterlaksanaan kegiatan program, karena evaluator program ingin mengetahui bagian mana dari komponen dan subkomponen yang belum terlaksana

  Dari uraian diatas dapat didefinisikan bahwa tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui apakah program telah dilaksanakan sesuai dengan rencana, dan mengidentifikasi mana program yang berjalan dan yang tidak berjalan.

2.3.2 Manfaat Evaluasi Program

  Evaluasi dapat disamaartikan dengan kegiatan supervisi. Kegiatan evaluasi/supervisi dimaksudkan untuk mengambil keputusan atau melaksanakan tindak lanjut dari program yang telah dilaksanakan. Manfaat dari evaluasi program dapat berupa; (a) menghentikan program; (b) merevisi program; (c) melanjutkan program; (d) menyebarluaskan program (melaksanakan program di tempat-tempat lain atau mengulangi lagi program di lain waktu). (Suharsimi dan Cepi; 2014: 22).

  Sukmadinata (2010: 127) menyatakan bahwa kriteria atau standar yang digunakan dalam evaluasi program adalah apakah hasil evaluasi dapat digunakan untuk menentukan kebijakan secara tepat atau tidak. Pengguna hasil evaluasi dapat bertahap, dari penentu kebijakan tertinggi sampai terendah.

  Sukardi (2014: 10) mengatakan bahwa evaluasi

  

a) melihat secara kontinu atau terus menerus suatu

  program atau proyek jika dilengkapi dengan fungsi monitor; b) mengontrol program tetap berada dalam koridor mutu dan memiliki kewenangan untuk mengendalikan dalam peningkatan penjaminan layanan atau servis yang baik pada pengguna maupun pemangku kepentingan; c) sebagai umpan balik terhadap proses penyelenggaraan lembaga; d) mengevaluasi dari semua komponen dalam kinerja program.

  Dari ketiga pendapat tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa manfaat evaluasi program yakni sebagai kegiatan untuk mengambil keputusan yang secara terus menerus dalam kinerja program guna menentukan kebijakan.

2.4. Model Evaluasi

2.4.1 Model Evaluasi UCLA (University Of Evaluation in Los Angeles)

  Ciri dari model UCLA adalah adanya lima tahap yang dilakukan dalam evaluasi, yaitu perencanaan, pengembangan, implementasi, hasil dan dampak. Suharsimi dan Cepi (2014:44) memberikan penjelasan tentang model UCLA menjadi empat

  

planning, (3) formative evaluation dan (4) summative

evaluation.

2.4.2 Discrepancy Evaluation Model

  Pendekatan lain yang banyak dipengaruhi pemikiran Tyler dikembangkan Provus berdasarkan pada tugas-tugas evaluasi di sebuah sekolah umum di Pittsburgh, Pensylvania. Provus (1973) memandang penilaian sebagai prosen pengelolaan informasi berkelanjutan yang dirancang memberi pelayanan sebagai the watchdog of program

  

management and the handmaiden of administration in

the management of program development trough

soundmaking. Menurut Provus evaluasi adalah

  proses: 1) menyetujui berdasarkan standar (istilah dari yang digunakan secara bergantian dengan istilah tujuan), 2) menentukan apakah ada kesenjangan antara kinerja aspek-aspek program dengan standar kinerja yang ditetapkan, 3) menggunakan informasi tentang kesenjangan- kesenjangan yang ditemukan sebagai bahan untuk meningkatkan mengelola, atau mengakhiri program Langkah-langkah model evaluasi ini meliputi; (a) definisi, (b) instalasi, (c) proses, (d) produk, dan (e) analisis biaya-manfaat (Cost-Benefit Analysis). (https://www.joe.org/joe/1981september/81-5- a1.pdf).

2.4.3 Model Evaluasi Brinkerhoff

  Brinkerhoff & Cs. (1983) mengemukakan tiga golongan evaluasi yang disusun berdasarkan penggabungan elemen-elemen yang sama, seperti evaluator-evaluator lain, namun dalam komposisi dan versi mereka sendiri sebagai berikut: (1) Fixed vs

  

Emergent Evaluation Design. Dapatkah masalah

  evaluasi dan kriteria akhirnya dipertemukan? Apabila demikian apakah itu suatu keharusan? (2)

  

Formative vs Summative Evaluation. Apakah evaluasi

  akan dipakai untuk perbaikan atau untuk melaporkan kegunaan atau manfaat suatu program? Atau keduanya? (3) Experimental and Quasi

Experimental Design vs Natural/Unobtrusi Inquiry.

Apakah evaluasi akan melibatkan intervensi ke dalam kegiatan program/mencoba memanipulasi kondisi, orang diperlukan, variabel dipengaruhi dan sebagai, atau hanya diamati atau keduanya?

   Model CIPP (Context, Input, Process, Product)

  Model evaluasi CIPP (Context, Input, Process,

  

Product) dikembangkan oleh National Study

Committee on Evaluation of Phi Delta Kappa. Model

  evaluasi dikembangkan oleh Stuflebeam pada tahun

  1960an. Model CIPP bertujuan untuk membantu evaluator dalam mengevaluasi program, proyek, atau institusi. Klasifikasi model evaluasi berdasarkan tujuannya, evaluasi CIPP termasuk model

  

management analysis yang bertujuan untuk

  mengevaluasi keputusan/kebijakan seseorang manajer (Mulyatiningsih, 2013: 120).

  Wirawan (2012:92) menyatakan bahwa model CIPP terdiri dari empat jenis evaluasi, yaitu evaluasi konteks (context evaluation), evaluasi masukan (input evaluation), evaluasi proses (process evaluation), dan evaluasi produk (product evaluation), evaluasi sebagai berikut: 1) Context Evaluation to Serve Planning Decision.

  Evaluator harus cermat dan tajam memahami konteks evaluasi yang berkaitan dengan merencanakan keputusan, mengidentifikasi kebutuhan, dan merumuskan tujuan program.

  Segala sesuatu yang berpengaruh terhadap proses pelaksanaan evaluasi harus disiapkan dengan benar. Input evaluasi ini akan memberikan bantuan agar dapat menata keputusan, menentukan sumber-sumber yang dibutuhkan, mencari berbagai alternatif yang akan dilakukan, menentukan rencana yang matang, membuat strategi yang akan dilakukan dan memperhatikan prosedur kerja dalam mencapainya.

  3) Process Evaluation to Serve Implementing Desicion.

  Pada evaluasi prose ini berkaitan dengan implementasi suatu program. Ada sejumlah pertanyaan yang harus dijawab dalam proses pelaksanaan evaluasi ini. Misalnya; apakah rencana yang telah dibuat sesuai dengan pelaksanaan di lapangan? Dalam proses pelaksanaan program adakah yang harus diperbaiki? Dengan demikian proses pelaksanaan program dapat dimonitor, diawasi, atau bahkan diperbaiki.

  4) Product Evaluation to Serve Recycling Decision.

  Evaluasi hasil digunakan untuk menentukan Apa manfaat yang dirasakan oleh masyarakat berkaitan dengan program yang digulirkan? Apakah memiliki pengaruh dan dampak dengan adanya program tersebut? Evaluasi hasil berkaitan dengan manfaat dan dampak suatu program setelah dilakukan evaluasi secara seksama. Manfaat model ini untuk pengambilan keputusan (decision making) dan bukti pertanggungjawaban (accountability) suatu program kepada masyarakat.

  Tahapan evaluasi dalam model ini yakni penggambaran (delineating), perolehan atau temuan (obtaining), dan penyediaan (providing) bagi para pembuat keputusan.

  Model CIPP Wirawan (2012: 92) dapat dilukiskan pada gambar berikut:

Gambar 2.4. Model evaluasi konteks, masukan, proses, dan produk

  Dari uraian diatas dapat didefinisikan bahwa model evaluasi adalah model desain evaluasi yang dibuat oleh para ahli/pakar evaluasi yang biasanya dinamakan sama dengan pembuatnya. Model ini dianggap model standar. Disamping itu ahli evaluasi

  Context Evaluatio n

   Berupaya untuk mencari jawaban atas pertanyaa n: Apa yang perlu dilakukan ?  Waktu pelaksana an: Sebelum program diterima  Keputusan : Perencana an program Input Evaluatio n

   Berupaya untuk mencari jawaban atas pertanyaa n: Apa yang perlu dilakukan ?  Waktu pelaksana an: Sebelum program dimulai  Keputusa n: penstrukt uran program Process Evaluati on

   Berupaya untuk mencari jawaban atas pertanyaa n: Apakah program sedang dilaksana kan?  Waktu pelaksan aan: ketika program sedang dilaksana kan  Keputusa n: pelaksan aan Product Evaluati on

   Berupaya mencari jawaban atas pertanyaa n: Apakah program sukses?  Waktu pelaksan aan: ketika program selesai  Keputusa n: resikel. Ya atau tidak program harus diresikel yang membagi evaluasi sesuai dengan misi yang akan dibawakannya serta kepentingan atau penekanannya atau dapat juga disebut sesuai dengan paham yang dianut yang disebut pendekatan.

  Dalam melakukan penelitian evaluasi program BSM perlu ada instrumen untuk mengukur efektifitas pelaksanaannya. Instrumen ini digunakan untuk mengetahui efektifitas program BSM dalam pengelolaan BSM di SD Negeri Kalicacing 02 Salatiga.

  Salah satu evaluasi yang digunakan dalam evaluasi program BSM adalah CIPP (Context, Input, Process,

  

Product). Model evaluasi CIPP adalah model evaluasi

  yang memandang pelaksanaan BSM yang dievaluasi sebagai sebuah sistem.

2.5. Hasil Penelitian Relevan

  Hasil penelitian pertama telah dilakukan oleh Santoso (2013), Evaluasi Program Pengelolaan Wonogiri. Tesis Universitas Muhammadiyah Surakarta. Penelitian evaluasi ini dilakukan dengan menggunakan diskriptif kualitatif. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa 1) persiapan pengelolaan Bantuan Siswa Miskin diawali dengan rapat koordiansi Tim Pengelola. 2) pelaksanaan pengelolaan Bantuan Siswa Miskin diawali dengan suatu perencanaan, pengadaan, pendistribusian, pengawasan, pembukuan, dan pertanggungjawaban atau pelaporan. 3) Tim Pengelola berkewajiban melaporkan hasil dari kegiatan Pengelolaan Bantuan Siswa Miskin dilampiri dengan bukti-bukti dokumen yang mendukung.

  Hasil penelitian kedua dari Marlini (2015), Evaluasi Program Bantuan Siswa Miskin (BSM) di SMP Negeri 4 Sanggau. Penelitian ini menggunakan deskriptif dan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 1) efektivitas pelaksanaan

  

program Bantuan Siswa Miskin (BSM) di SMP Negeri

  

4 Sanggau belum berjalan secara efektif, hal ini

dapat dilihat dari penemuan data di lapangan yang

memperlihatkan bahwa masih banyak siswa miskin

yang tidak mendapatkan dana BSM, yaitu pada

tahun 2015 hanya terdapat 2 dari 47 (4%) siswa

keluarga pemegang Kartu Perlindungan Sosial (KPS)

pun masih ada yang tidak mendapatkan dana

bantuan ini, serta diketahui bahwa pelaksanaan

program BSM ternyata tidak sesuai dengan Standar

Operasional Prosedur (SOP) yang terdapat dalam

  

buku pedoman pelaksanaan, sosialisasi program

serta pengawasan terhadap penggunaan dana belum

dilakukan secara maksimal. 2) Pihak sekolah tidak

pernah menginfokan secara langsung kepada siswa

maupun orang tua siswa terkait adanya program

BSM, dan pengawasan hanya dilakukan dengan cara

menanyakan kepada siswa yang bersangkutan

mengenai penggunaan dana yang telah disalurkan.

  

  Hasil penelitian ketiga dari Saputra (2012),

  Evaluasi Realisasi Program Bantuan Siswa Miskin (BSM) Sekolah Menengah Kejuruan Tahun 2012 di SMK N

  1 Sukasada. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 1) kurangnya sosialisasi

  

pelaksanaan program baik kepada masyarakat

maupun warga sekolah, 2) rendahnya sikap dan

kesadaran siswa, dan 3) terbatasnya sumber daya

pelaksana program.

   Hasil penelitian keempat dari Mahwah (2004) dalam jurnal yang berjudul “Poverty And Schooling In

  The U.S.

  bahwa keluarga miskin cenderung lebih

  sering berpindah karena kekurangan uang sewa, mengganggu kesinambungan sekolah anak-anak dari orang tua yang menganggur lebih cenderung menghadapi kekerasan, alkoholisme, pelecehan, perceraian, dan desersi (pembelotan) yang terkait dengan pengangguran dan kemiskinan anak-anak miskin jauh lebih mungkin untuk datang ke sekolah orang-orang sakit, terkadang dengan masalah jangka panjang yang parah yang membatasi kemampuan mereka untuk melihat atau mendengar di sekolah.

  Hasil penelitian kelima dari Lacour dan Tissington (2011) dalam jurnal yang berjudul “The

  Effects of Poverty on Academic Achievement

  ” bahwa Kemiskinan, yang membentuk budaya dan cara hidup tertentu, adalah isu yang berkembang di Amerika Serikat. Jumlah orang Amerika yang hidup dalam kemiskinan terus meningkat. Kemiskinan menunjukkan sejauh mana seseorang melakukannya tanpa sumber daya. Sumber daya dapat mencakup sumber daya keuangan, emosional, mental, spiritual, peran, dan pengetahuan tentang aturan tersembunyi. Kemiskinan secara langsung mempengaruhi prestasi akademik karena kurangnya sumber daya yang tersedia bagi keberhasilan siswa. Pencapaian rendah berkorelasi erat dengan kurangnya sumber daya, dan banyak penelitian telah mendokumentasikan korelasi antara rendahnya status sosial ekonomi dan rendahnya prestasi. Beberapa strategi ada untuk membantu guru dalam menutup kesenjangan pencapaian kemiskinan bagi siswa.

  Dari hasil penelitian yang relevan di atas dapat penulis simpulkan bahwa Bantuan Siswa Miskin sangat dibutuhkan oleh anak-anak dari keluarga kurang mampu agar anak-anak tidak putus sekolah, sehingga pemerintah harus turun tangan untuk memperhatikan keluarga yang kurang mampu. Dengan demikian anak-anak dari keluarga kurang mampu akan terus bisa bersekolah dengan adanya bantuan siswa miskin dari program pemerintah.

2.6. Kerangka Berpikir Penelitian

  Evaluasi terhadap penyelenggaraan program pengelolaan bantuan siswa miskin di SD Negeri Kalicacing 02 Salatiga, bertujuan untuk mengukur sejauh mana efektivitas program tersebut. Model evaluasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model evaluasi CIPP (context, input, process dan

  

product), namun demikian evaluasi dengan model

  CIPP ini melakukan penilaiaa`n sampai tahap produk. Program pengelolaan bantuan siswa miskin di SD Negeri Kalicacing 02 Salatiga menghasilkan sebuah produk/siswa menjadi sejahtera. Selanjutnya dapat dijelaskan muatan komponen CIPP dalam evaluasi program pengelolaan bantuan siswa miskin.

  Kegiatan evaluasi terhadap komponen konteks dalam penyelenggaraan program pengelolaan bantuan siswa miskin meliputi penilaian terhadap kebutuhan, kondisi keluarga, lingkungan, masalah dari penyelenggaraan program tersebut. Penilaian terhadap kompnen input meliputi perencanan, SDM, pembiayaan program, seleksi penerimaan bantuan.

  Penilaian terhadap komponen evaluasi proses meliputi pelaksanaan penyaluran, efektivitas penggunaan dana, kendala-kendala yang dihadapi oleh siswa, guru dan sekolah dalam pelaksanaan program ini. Berdasarkan tujuan penelitian ini, pengelolaan bantuan siswa miskin berupaya untuk menganalisis program pengelolaan tersebut melalui ketiga komponen dalam model CIPP. Hasil dari analisis ketiga komponen tersebut, nantinya akan menghasilkan sebuah kesimpulan hasil evaluasi penyelenggaraan program pengelolaan bantuan siswa miskin. Gambaran mengenai kerangka berfikir penelitian dapat dilihat sebagai berikut:

  

Gambar 2.6.

Kerangka berpikir penelitian

  KOMPONEN PROGRAM BANTUAN SISWA EVALUASI MISKIN EVALUASI EVALUASI CONTEXT PROGRAM EVALUASI INPUT HASIL EVALUASI EVALUASI PROCESS KESIMPULAN EVALUASI PRODUCT

Dokumen yang terkait

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN MODEL PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Luaran Perilaku Berbagi-Pengetahuan pada Insan Intelektual: Studi pada Dosen PTS di Wilayah Kopertis 6

0 1 64

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Luaran Perilaku Berbagi-Pengetahuan pada Insan Intelektual: Studi pada Dosen PTS di Wilayah Kopertis 6

0 0 20

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Luaran Perilaku Berbagi-Pengetahuan pada Insan Intelektual: Studi pada Dosen PTS di Wilayah Kopertis 6

0 0 74

Gambar 5.1 Alur Proses Sub Bab dan Uraian pada Bab Simpulan dan Saran (Bab V)

0 2 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Luaran Perilaku Berbagi-Pengetahuan pada Insan Intelektual: Studi pada Dosen PTS di Wilayah Kopertis 6

0 0 32

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Luaran Perilaku Berbagi-Pengetahuan pada Insan Intelektual: Studi pada Dosen PTS di Wilayah Kopertis 6

0 0 21

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Praktik Kerja Lapangan (PKL) Berdasarkan Stake Countenance Model Jurusan Akuntansi SMK Negeri 1 Salatiga

0 0 10

BAB II LANDASAN TEORI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Praktik Kerja Lapangan (PKL) Berdasarkan Stake Countenance Model Jurusan Akuntansi SMK Negeri 1 Salatiga

0 0 36

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Praktik Kerja Lapangan (PKL) Berdasarkan Stake Countenance Model Jurusan Akuntansi SMK Negeri 1 Salatiga

0 0 10

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Praktik Kerja Lapangan (PKL) Berdasarkan Stake Countenance Model Jurusan Akuntansi SMK Negeri 1 Salatiga

0 0 78