Konflik Batin Nathan Algren (Analisis Semiotik Tentang Konflik Batin Pada Tokoh Nathan Algren Dalam Film “The Last Samurai”)

SKRIPSI

k Melengka pai Gelar Sa

Fakultas Ilm itas Sebelas

i Aryo Nugr D0203139

OSIAL DA AS SEBEL

RAKART

n pada Toko

Samurai”)

api Tugas d

arjana Ilmu mu Sosial d s Maret

roho

AN ILMU LAS MAR TA

oh Nathan A

an u Komunika an Ilmu Pol

U POLITIK RET

Algren

asi litik

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan panitia ujian skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pembimbing Skripsi

Drs. Subagyo, S. U. NIP. 1952091 719800 31001

Skripsi ini telah diuji dan disahkan oleh Panitia Ujian Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Panitia Ujian Skripsi

1. Ketua

: Prof. Drs. H. Pawito, Ph. D.

NIP. 19540805 198503 1 002

2. Sekretaris : Chatarina Heny Dwi S., S, Sos, M. Si. (………………)

NIP. 19761222 200212 2 002

3. Penguji

: Drs Subagyo, S. U.

NIP. 19520917 198003 1 001

Mengetahui Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Drs. H. Supriyadi, SN, S. U.

Bismillahirrahmaanirrahiim...

Laa haula wa laa kuwwata ilaa billah.

Kupersembahkan karya yang tercipta dengan segenap daya ini teruntuk yang tercinta :

Dra. Hesti Widyastuti, M. Hum.

Alhamdulillah, ucap syukur penulis atas terselesaikannya tulisan skripsi ini. Skripsi ini bukanlah sekedar suatu kewajiban, namun merupakan aktualisasi diri untuk dapat memahami tentang simbol-simbol dalam film yang didalamnya terkandung makna, yang mengandung pesan moral, berkaitan dengan fenomena masyarakat di sekeliling kita. Ucapan terima kasih tak terhingga penulis haturkan kepada semua pihak dibawah ini yang banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi, hanya Allah SWT sajalah yang sanggup membalas budi baiknya:

1. Drs. H. Supriyadi, S. U. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Dra. Prahastiwi Utari, M. Si, Ph. D selaku Ketua Jurusan Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Drs. Subagyo, S.U. selaku pembimbing atas arahan dan kesabaran beliau membimbing penulis dalam menyelesaikan tulisan ini.

4. Bapak dan Ibu Sunaryo, atas semua perjuangan dan kepercayaan serta doa yang tak henti-hentinya untuk ananda.

5. Teman Kom 03 seperjuangan

6. Pihak yang teramat banyak untuk disebutkan atas kesempatan yang diberikan untuk memaknai arti kehidupan

Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan sumbang saran agar skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak yang berkompeten.

Surakarta, November 2010

Penulis

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih tak terhingga untuk ALLAH SUBH’ANNALLAHU WA TA’ALA yang telah memberiku hidup dan nikmat tak terhingga.

Sungkem kagem Ibuk Hesti Widyastuti, kagem Ibuk Hesti Widyastuti, kagem Ibuk Hesti Widyastuti, kagem Bapak Sunaryo. Tak ada kata yang mampu melukiskan indahnya, selain maaf dan terima kasih...

Paramita Widya Hapsari, suwun ya Dik.

Eka Septiana Wiyataningrum, terima kasih atas segala dukungan dan perhatiannya

Kawan-kawan Fosilkota (Komunikasi Massa UNS angkatan 2003)

Sahabat-sahabatku yang datang dan pergi, namun tetap tinggal di hati.

WIDHI ARYO NUGROHO, D0203139, KONFLIK BATIN NATHAN ALGREN (Analisis Semiotik tentang Konflik Batin pada Tokoh Nathan Algren dalam film “The Last Samurai”), halaman: 94

Film “The Last Samurai” produksi Warner Bros (2003) yang disutradarai oleh Edward Zwick adalah salah satu film yang sarat dengan makna nilai-nilai kehormatan dan pergolakan hati nurani seorang manusia dengan segala sifat-sifat alaminya.

Berlatarbelakang di Kepulauan Jepang pada masa berakhirnya Pemerintahan Tokugawa yang feodal, film ini mengambil sudut pandang dari seorang prajurit Amerika yang sinis dan pantang menyerah bernama Nathan Algren. Pada awalnya Algren merupakan bagian dari paket pelatihan prajurit Kekaisaran Jepang yang dikirim oleh Pemerintah Amerika.

Film ini dengan menarik menampilkan konflik batin yang dialami oleh tokoh utamanya, karena dia merasa semua tindakannya selama ini hanya didasarkan pada naluri keserakahan atasannya. Yaitu, sekadar memperoleh bayaran melimpah demi menumpas kaum samurai yang menjadi simbol karakter dan kebudayaan Bangsa Jepang. Dia ingin berbalik membantu perjuangan kaum samurai dan melawan prajurit Kekaisaran beserta persenjataannya yang didatangkan dari Amerika, negerinya sendiri.

Namun apabila dia menuruti kata hatinya tersebut, maka sudah pasti dia akan dianggap desersi dan dicap sebagai pengkhianat oleh negaranya. Meskipun pada akhirnya dia tetap mengambil keputusan berdasar kata hatinya, memerangi prajurit Kekaisaran dengan resiko kehilangan nyawanya.

Untuk menganalisis pesan ‘konflik batin’ dalam film tersebut, analisa semiotik adalah metode yang akan digunakan. Semiotik itu sendiri mempelajari tentang tanda, simbol atau lambang dan makna yang ada dalam suatu teks (teks yang dimaksud disini adalah teks dalam arti luas).

Studi semiotik digunakan untuk menganalisis adegan-adegan yang menampilkan ‘konflik batin Nathan Algren’ melalui tiga unit analisis penelitian yaitu, konflik antara komitmen profesional dan hati nurani, konflik antara rasa bersalah dan kehormatan, dan konflik antara keinginan dan tindakan.

Adegan-adegan yang menampilkan tanda-tanda yang mewakili tiga unit analisis di atas akan diteliti dan dianalisa untuk dicari maknanya, baik denotasi, konotasi maupun analisis mitosnya untuk kemudian ditarik kesimpulan penelitian. Salah satu kesimpulannya adalah bahwa budaya, nilai-nilai kepercayaan yang

Dan jika kepentingan serta situasi bertentangan dengan hati nurani maka konflik moral yang terjadi dapat menghadirkan keraguan dan kebimbangan. Namun keputusan akhir yang diambil ditentukan oleh individu yang bersangkutan.

Widhi Aryo NUGROHO, D0203139, Nathan Algren INNER CONFLICT (Semiotic Analysis of Inner Conflict on Nathan Algren character in the movie "The Last Samurai"), pages: 94

The film "The Last Samurai" Warner Bros. (2003) directed by Edward Zwick is one of the film is loaded with significance values of honor and conscience of a human struggle with all its natural properties.

Background in the Japanese Islands during the end of the feudal Tokugawa government, this film takes the point of view of an American soldier and a fighter who cynically named Nathan Algren. At first Algren is part of the Imperial Japanese soldier training packages sent by U.S. Government.

This film with interesting displays the inner conflict experienced by the main character, because he felt all his actions so far just based on greed instinct superiors. That is, just getting paid abundantly for crushing the samurai who became a symbol of character and culture of the Japanese nation. He wanted to turn to help fight the samurai and fight the Empire soldiers and armaments were imported from America, his own country.

But when he followed his conscience, then surely he would be considered desertion and branded a traitor by his country. Although in the end he still took the decision based on his conscience, the Imperial combat soldiers with the risk of losing his life.

To analyze the message 'inner conflict' in the film, semiotic analysis is the method to be used. Semiotics itself to learn about the signs, symbols, or symbols and meanings that exist within a text (text that is meant here is the text in a broad sense).

Semiotic studies are used to analyze scenes featuring 'Nathan Algren inner conflict' through three units, namely the research analysis, the conflict between professional commitment and conscience, the conflict between guilt and honor, and the conflict between desire and action.

Scenes that show the signs that represent three units of the above analysis will be examined and analyzed to look for meaning, both denotation, connotation and myth analysis to later research concluded. One conclusion is that the culture, values and beliefs adopted by environmental conditions and the communities in which individuals interact will greatly influence the thinking, attitudes and actions that will be created. And if the interests and circumstances contrary to the moral conscience of the conflicts that occur can bring doubt and indecision. But the final decision is taken is determined by the individual concerned.

BAB II. DATA-DATA FILM “THE LAST SAMURAI”

A. Latar Belakang Pembuatan Film “The Last Samurai” ................ 35

B. Ringkasan Singkat Film “The Last Samurai” ............................. 36

C. Produksi Film “The Last Samurai” ............................................. 37

D. Tokoh-tokoh Penting dalam Film “The Last Samurai” ............... 40

BAB III. SINOPSIS FILM “THE LAST SAMURAI”

Sinopsis Film “The Last Samurai”............................................... 45

BAB IV. ANALISIS DATA

A. Kategorisasi Bahan Studi ............................................................. 57

B. Konflik antara komitmen profesional dan hati nurani .................. 58

C. Konflik antara rasa bersalah dan kehormatan .............................. 68

D. Konflik antara keinginan dan tindakan ........................................ 80

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ................................................................................. 91

B. Saran ............................................................................................ 93

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 95 LAMPIRAN..................................................................................................97

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehidupan masyarakat modern dewasa ini hampir mustahil dilepaskan dari media massa. Dengan segala perkembangannya yang dinamis, media massa telah menjelma menjadi salah satu kebutuhan utama kita, yaitu sebagai saluran informasi. Bahkan generasi media ini sering disebut sebagai “masyarakat informasi” yang oleh McQuail diartikan sebagai:

Pada dasarnya masyarakat informasi (masyarakat pascaindustri) adalah masyarakat yang menilai informasi sebagai sumber daya, sarana produksi, dan produk utama yang paling berharga. Oleh karena itu, mayoritas tenaga kerjanya adalah pekerja informasi. Di samping itu, berdasarkan beberapa indikasi lainnya informasi mengandung nilai ekonomi dan sosial yang dominan. (Dennis McQuail, 1994: 75).

Dari paparan McQuail di atas tampak semakin jelas pula apabila memang hampir tidak mungkin kita dapat mengabaikan peran media massa, apapun bentuknya dan dengan fungsinya masing-masing. Televisi, surat kabar, internet, radio, dan juga film adalah beberapa contoh media favorit masyarakat.

Media massa memiliki kemampuan sebagai penyampai pesan yang kuat karena pesan dapat disampaikan ke banyak orang dengan jangkauan yang luas dan secara bersamaan. Jadi, media massa merupakan alat yang sempurna untuk menyampaikan informasi dan pesan yang berhubungan dengan kepentingan publik maupun informasi lainnya.

cara yang kreatif sekaligus unik. Oleh McQuail film dikatakan berperan sebagai sarana baru yang digunakan untuk menyebarkan hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, lawak, dan sajian teknis lainnya kepada masyarakat umum.

Alur cerita dan tokoh dalam sebuah film mampu menyentuh emosi audiensnya. Film tidak hanya mengandalkan tampilan audio visual saja untuk menyampaikan pesan sebagai proses komunikasi, namun melalui alur,karakter pemain serta jalinan cerita yang terkait dari awal hingga akhir seakan membuat penontonnya terpukau sehingga rela menghabiskan waktunya selama dua sampai tiga jam di depan layar untuk menonton film tersebut.

Adegan di dalam film dapat membuat penontonnya tertawa ataupun menangis. Oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila efek film yang cukup dramatis itulah, film juga dapat dijadikan sebagai alat propaganda yang efektif. Politisi-politisi di beberapa negara tercatat pernah menggunakan film untuk “mencuci otak” rakyatnya, seperti yang dilakukan oleh Menteri Propaganda NAZI Jerman, Joseph Gobbels.

Film mampu memberikan beragam informasi dan membuat kita mampu memandang suatu masalah dari sudut pandang yang baru, kita akan merasakan apa yang dirasakan dan apa yang dilihat oleh tokoh yang digambarkan atau diperankan di dalam film. Hal ini membuat kita lebih mengerti tentang kebudayaan, nilai-nilai dan kehidupan masyarakat lain yang mungkin belum pernah kita jumpai secara langsung.

Dengan didukung kemajuan teknologi, hampir semua fantasi para pembuatnya dapat diterjemahkan secara nyata lewat gambar-gambar dan efek-efek yang dinamis. Dibandingkan awal kemunculannya pada akhir abad 19, tampilan dan teknik pembuatan film yang masih sangat sederhana.

Proses pembuatan film dapat menghabiskan waktu yang cukup lama dan biaya tidak sedikit. Kerjasama amat dibutuhkan dari berbagai tenaga ahli seperti sutradara, aktor atau aktris, kamerawan, editor, penulis skrip atau skenario dan masih banyak keahlian lainnya untuk menghasilkan sebuah film yang layak untuk ditonton.

Hollywood sebagai kiblat produksi film-film di Amerika Serikat bahkan dunia tidak segan-segan mengeluarkan dana hingga ratusan juta dollar hanya untuk memproduksi sebuah film saja. Dengan didukung kreativitas tim promosi yang handal, bukan tidak mungkin sebuah film dapat mendatangkan keuntungan yang berlipat dari modal awalnya.

Film-film yang menempati urutan teratas dalam “box office” seperti Titanic, The Dark Knight, Harry Potter merupakan salah satu contoh film dengan catatan keuntungan berlipat tersebut. Oleh karena itu para kreator film papan atas tidak akan setengah-setengah apabila mengerjakan sebuah produksi film.

Bukan saja dari sisi produksi yang berkembang, penyajian film sekarang juga semakin praktis. Kita tidak perlu antri dan datang ke bioskop untuk melihatnya karena film-film tersebut juga tersedia dalam format VCD maupun

memilih film apa yang ingin kita tonton. Meskipun tujuan utama sebagian produksi film sekarang adalah untuk mendapatkan keuntungan, namun masih banyak pula film-film sukses yang juga mengemban misi untuk memberikan informasi yang mendidik dan menanamkan nilai-nilai positif pada audiensnya, karena sebagai media massa film juga mengemban misi pendidikan dan sosial budaya. Jadi sebuah film juga dapat menjadi sarana pendidikan dan pewarisan budaya. Seperti film hasil karya sutradara Edward Zwick “The Last Samurai” yang kaya akan pesan moral dan nilai-nilai kemanusiaan di dalamnya.

The Last Samurai bercerita tentang penemuan jati diri dan kebenaran yang terpendam dalam diri seorang bernama Nathan Algren yang diperankan oleh Tom Cruise, semasa Restorasi Meiji. Nathan Algren sendiri merupakan mantan Kapten pasukan kavaleri Union semasa perang bangsa Amerika Serikat melawan kaum Indian.

Di tengah usaha Kekaisaran Jepang dalam memodernkan angkatan perangnya, ada beberapa panglima perang Jepang konservatif yang menentangnya. Para panglima inilah yang kemudian oleh perdana menteri diperangi untuk ditumpas. Dengan bantuan batalyon asing dari Amerika, pihak Jepang menekan dan mendesak para panglima dan pengikutnya untuk menyerah. Dan bisa ditebak, Nathan Algren adalah termasuk di dalam batalyon asing tersebut. Ia ditugaskan oleh atasannya untuk melatih pasukan Jepang pimpinan perdana menteri itu.

sebagai penasehat militer untuk bertugas melatih Imperial Army, tertangkap dan menjadi tawanan salah satu panglima Jepang konservatif. Dari sinilah sang mantan kapten ini mengetahui bahwa perjuangan para panglima konservatif dan para samurai ini adalah perjuangan yang mulia untuk mempertahankan supremasi tahta sang kaisar, namun karena hasutan sang perdana menteri membuat kaisar menganggap para panglima ini memberontak atas tahtanya. Di sana Nathan yang dikejar-kejar rasa bersalah atas tindakan masa lalunya menemukan tempat berteduh dan tujuan hidup baru. Secara bertahap ia mengikuti cara hidup samurai yang disiplin dan murni. Sampai pada keputusannya berpihak pada samurai.

Dalam perjalanan yang mengubahnya hingga dia rela untuk berkorban sedemikian besar, banyak konflik batin yang dialami oleh Nathan Algren hingga akhirnya dia menyadari bahwa nilai-nilai kehormatan sangat dipegang teguh oleh para samurai yang dianggap sebagai musuh perdana menteri. Kaum samurai menganggap hubungan Jepang dengan bangsa-bangsa asing tidak selalu menyejahterakan rakyat Jepang itu sendiri. Nilai kehormatan lebih berharga daripada menjalani kehidupan modern meniru persis bangsa asing. Cara film ini menampilkan konflik batin yang dialami Algren tersebut sangat menarik untuk diteliti.

Kekuatan lain yang dimiliki oleh film ini adalah penggunaan kata-kata filosofi leluhur bangsa Jepang dan juga pesan nonverbal melalui gambar, suara, ekspresi, dan juga gerakan. Karena itu adegan-adegan dalam film ini mempunyai Kekuatan lain yang dimiliki oleh film ini adalah penggunaan kata-kata filosofi leluhur bangsa Jepang dan juga pesan nonverbal melalui gambar, suara, ekspresi, dan juga gerakan. Karena itu adegan-adegan dalam film ini mempunyai

Edward Zwick, sang sutradara amat cerdas dan jeli dalam mengemas setiap adegan yang ditampilkan. Dia cukup berani mengekspos karakter bangsa Jepang yang amat menjunjung tinggi kehormatan, terlebih pada zaman menjelang restorasi Meiji. Beberapa ambilan gambar menunjukkan betapa bangsa Jepang sangat serius dalam menekuni pekerjaan sesuai keahliannya. Seperti contohnya ditayangkan adegan beberapa orang bocah yang berlatih ilmu pedang menggunakan tiruan pedang yang terbuat dari kayu.

Salah satu karakter unik dari kelas samurai Jepang adalah tingginya harga diri mereka, yang diekspresikan baik secara verbal maupun fisik, yang oleh masyarakat Barat umumnya diasosiasikan dengan tindak tanduk khas para raja dan ratu serta anggota keluarga kerajaan lainnya. (Boye de Mente, 2009: 129).

Film “The Last Samurai” ini antara lain juga pernah diteliti dengan menggunakan pendekatan dan teori yang berbeda seperti misalnya Analisis Isi Budaya Modern dan Budaya Lokal Jepang oleh mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang yang bernama Yogo Prasetyo pada tahun 2008. Dalam abstraksinya disebutkan bahwa setiap bertemunya dua kultur budaya selalu Film “The Last Samurai” ini antara lain juga pernah diteliti dengan menggunakan pendekatan dan teori yang berbeda seperti misalnya Analisis Isi Budaya Modern dan Budaya Lokal Jepang oleh mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang yang bernama Yogo Prasetyo pada tahun 2008. Dalam abstraksinya disebutkan bahwa setiap bertemunya dua kultur budaya selalu

Sedangkan penulis sendiri memilih menggunakan analisis semiotik karena analisis tersebut sangat cocok untuk diterapkan pada film ini dalam menggali makna-makna yang disampaikan oleh film tersebut. Film ini mencoba menyampaikan betapa luhur dan pentingnya nilai kehormatan, terlebih kehormatan yang menyangkut tradisi-tradisi yang telah ditanamkan secara turun temurun oleh nenek moyang sebuah bangsa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka yang merupakan rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Konflik batin apa yang dialami oleh tokoh Nathan Algren dalam film The Last Samurai”

C. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah di atas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dari

penelitian ini adalah: penelitian ini adalah:

D. Kerangka Teori

Sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, maka tidak salah jika komunikasi merupakan aspek terpenting dalam kehidupan manusia. Kita butuh untuk selalu berinteraksi dengan orang lain melalui komunikasi baik secara verbal maupun non verbal. Karena pentingnya komunikasi telah menjadi disiplin ilmu pengetahuan tersendiri dan dipelajari oleh banyak pihak.

Kata komunikasi itu sendiri berasal dari kata communicatio dengan kata dasar communis yang artinya sama. Dari pengertian tersebut Onong Uchjana Effendi menyimpulkan bahwa komunikasi berlangsung, hanya jika diantara orang-orang yang terlibat dalam proses komunikasi tersebut mempunyai kesamaan makna mengenai hal yang dikomunikasikan.

Dan kemudian Ia mendefinisikan istilah komunikasi tersebut ke dalam kalimat sebagai berikut: “Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat, dan perilaku, baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media.” (Onong Uchjana Effendi, 1981: 6)

Sebagai suatu proses komunikasi mempunyai beberapa unsur yang oleh Lasswell dijabarkan dengan baik melalui teorinya dengan kalimat yang sangat

With What Effects ” Dalam kalimat tersebut Lasswell mencoba menjelaskan proses komunikasi dengan pertanyaan-pertanyaan siapa sumber pesannya (komunikator), mengatakan apa (pesan atau message), melalui saluran apa (media komunikasi, baik secara langsung maupun tak langsung), kepada siapa (komunikan), dengan efek apa sebagai hasil dari penyampaian pesan tadi (umpan balik atau feed back).

Komunikasi itu sendiri dikategorikan menjadi beberapa jenis mulai dari komunikasi intrapersonal, komunikasi interpersonal, komunikasi publik, kelompok dan sebagainya. Semua jenis komunikasi tersebut mempunyai karakteristik dan sifatnya sendiri-sendiri. Namun dari sekian jenis kategori dan jenis komunikasi yang paling banyak mendapatkan perhatian dan dipelajari oleh berbagai kalangan adalah komunikasi massa.

Komunikasi massa adalah salah satu dari banyak jenis komunikasi, yang membuatnya istimewa adalah bahwa komunikasi tersebut ditujukan kepada khalayak massa yang jumlahnya banyak dan anonim secara serentak melalui media tertentu, jadi dalam proses ini tidak ada tatap muka secara langsung antara komunikator dan komunikan.

Ada banyak sekali definisi komunikasi massa, salah satunya terdapat dalam buku dinamika komunikasi yang mendefinisikan komunikasi massa sebagai penyebaran pesan dengan menggunakan media yang ditujukan kepada massa “yang abstrak” yakni sejumlah orang yang tidak tampak oleh si penyampai pesan. (Onong Uchjana Effendi, 1981: 76) Ada banyak sekali definisi komunikasi massa, salah satunya terdapat dalam buku dinamika komunikasi yang mendefinisikan komunikasi massa sebagai penyebaran pesan dengan menggunakan media yang ditujukan kepada massa “yang abstrak” yakni sejumlah orang yang tidak tampak oleh si penyampai pesan. (Onong Uchjana Effendi, 1981: 76)

Karena sifatnya yang massif dan daya jangkaunya yang amat luas itulah komunikasi massa banyak diteliti oleh para ahli komunikasi untuk mencoba mengukur seberapa besar dampak yang ditimbulkannya dan sejauh mana media massa dapat mempengaruhi pemikiran dan tindakan masyarakat.

Sampai saat ini masih terdapat kontroversi dan perdebatan tentang efek media massa, karena seiring dengan perkembangan teknologi media massa juga berkembang hingga mencapai tahap dimana masyarakat modern sudah tidak dapat dilepaskan lagi dari keberadaan media massa. Kita mendapatkan terpaan dari media massa setiap hari dari mulai bangun hingga kembali tidur.

Kemunculan media massa dimulai dari era media cetak yang merupakan media komunikasi massa yang pertama di dunia, baik percetakan buku, selebaran, pengumuman hingga yang paling populer sekarang ini yaitu surat kabar.

Setelah media cetak, perkembangan teknologi akhirnya memungkinkan komunikasi massa melalui bentuk audio visual seperti film, walaupun dalam awal kemunculannya film masih berupa media visual tanpa suara.

Setelah film muncul media lain yang paling populer sekarang ini yaitu radio dan televisi. Melalui siarannya yang bersifat menghibur kedua jenis media Setelah film muncul media lain yang paling populer sekarang ini yaitu radio dan televisi. Melalui siarannya yang bersifat menghibur kedua jenis media

Hal itu disebabkan masing-masing media massa memang mempunyai fungsi dan keunggulannya masing-masing. Memang media elektronik dapat memberikan kita informasi lebih cepat akan tetapi apabila kita ingin mengetahui sebuah peristiwa secara detail dan menyeluruh, maka kita akan cenderung memiih media cetak.

Selain itu walaupun televisi dan surat kabar memberikan informasi yang sama, televisi menghadirkan gambar yang lebih menarik sedangkan surat kabar memiliki sifat portable atau dapat dibawa kemana-mana secara praktis, jadi dapat diambil kesimpulan bahwa masing-masing wujud media massa baik cetak maupun elektronik memiliki keunggulannya sendiri sehingga tidak akan ditinggalkan oleh khalayaknya.

Demikian juga dengan film, hingga sekarang media tersebut tetap bertahan dan bahkan berkembang dengan pesat. Sebagai media massa, film mampu menyalurkan pesan secara efektif dan dibandingkan media lain film cenderung mendapatkan fokus dan perhatian lebih dari audiens.

berdiskusi, menerima telepon atau melakukan kegiatan lainnya, namun ketika kita berada di dalam gedung bioskop pada umumnya perhatian kita akan tercurah penuh pada film yang ditayangkan dari awal hingga akhir.

Selain itu McQuail juga menyebutkan unsur-unsur dalam film memiliki kelebihan dalam segi kemampuannya menjangkau sekian banyak orang dalam waktu cepat dan kemampuannya memanipulasi kenyatan yang tampak dengan pesan fotografis, tanpa kehilangan kredibilitas. (Dennis McQuail, 1994: 14)

Berbagai keunggulan film di atas menyebabkan film dijadikan sebagai alat propaganda pada awal kemunculannya. Film dijadikan media untuk mempengaruhi dan memperoleh simpati serta dukungan masyarakat. Namun dewasa ini tujuan film lebih banyak untuk mendapatkan laba. Industri film semakin berkembang, seperti pusat perfilman Hollywwod yang sudah banyak memproduksi film berskala internasional yang mampu menarik penonton hingga milyaran dan juga berkontribusi memberikan jutaan lapangan pekerjaan mengingat setiap kru film memiliki masing-masing pos yang memerlukan keahlian khusus.

Untuk mengkomunikasikan dengan baik pesan yang ingin disampaikan oleh sebuah film, maka diperlukan ketelitian dan kerjasama yang baik antara orang-orang yang ahli dalam masing-masing bidang perfilman, seperti sutradara, aktor atau aktris, kamerawan, tim editor, penata artistik, penulis skenario, penata cahaya dan masih banyak keahlian lainnya.

bagi penontonnya, namun sebagai media massa, film juga dapat dimanfaatkan untuk menyiarkan informasi, mendidik dan mempengaruhi dengan cara menghibur, sehingga pesan yang disampaikan akan lebih diterima dan diingat oleh audiensnya.

Bersama-sama, semua kru yang terlibat dalam proses pembuatan sebuah film mencoba mengkomunikasikan pesan yang akan disampaikan melalui film tersebut tidak hanya menggunakan bahasa verbal tetapi juga melalui komunikasi non verbal. Hal ini belum tentu dapat kita temukan dalam media lain.

Film lebih variatif dalam sarana menyampaikan pesan dibanding media lain, sebuah film dapat menyimbolkan pesannya dalam dialog, narasi dan tulisan sebagai bentuk pesan verbal. Sedangkan perilaku karakter atau tokoh, ekspresinya, penampilan, pencahayaan, sudut pengambilan gambar, musik latar, warna, dan tanda atau simbol lain yang memiliki arti tertentu merupakan sarana komunikasi non verbal dari sebuah film.

Mungkin masih ada yang kurang memperhatikan pesan non verbal ini sebagai pesan yang ingin disampaikan oleh sebuah film, karena pesan yang disampaikan melalui bahasa verbal dalam sebuah film maupun dalam kehidupan sehari-hari memang dianggap oleh sebagian orang sebagai komunikasi yang lebih mudah dimengerti.

Padahal tidak hanya kalimat atau tulisan saja yang berpengaruh dalam suatu proses komunikasi, segala yang kita lakukan adalah bentuk komunikasi. Cara kita berpakaian, gaya rambut, cara berbicara, cara berjalan, musik yang kita Padahal tidak hanya kalimat atau tulisan saja yang berpengaruh dalam suatu proses komunikasi, segala yang kita lakukan adalah bentuk komunikasi. Cara kita berpakaian, gaya rambut, cara berbicara, cara berjalan, musik yang kita

Komunikasi nonverbal tidak dapat diabaikan agar pesan yang diterima sama dengan apa yang dimaksudkan untuk disampaikan dan mencegah terjadinya kesalahpahaman atau misscomunication.

Sesunguhnya bahasa non verbal juga merupakan bagian yang penting dalam proses penyampaian pesan sebuah film, dan tidak kalah penting dengan bahasa verbal yang ada, terutama karena film menggunakan media visual dan audio, jadi kita menerima pesan dari apa yang kita lihat dan apa yang kita dengar.

Jadi ekspresi, tingkah laku dan gaya berpakaian karakter dalam sebuah film juga menyampaikan pesan. Untuk menunjukkan kesedihan misalnya, akan lebih efektif menggunakan adegan aktor atau aktris dengan mimik wajah sedih ataupun menangis daripada sekedar kata “aku sedang sedih”. Bahasa verbal dan non verbal dalam sebuah film akan saling melengkapi, keduanya menguatkan maksud pesan yang ingin disampaikan.

Sebagai sebuah proses komunikasi, film menggunakan tanda atau sign untuk menyampaikan maksudnya. Karena kita berkomunikasi dengan tanda. Bahasa, ekspresi dan intonasi adalah tanda. Untuk mengkomunikasikan pemikiran kita, kita membutuhkan tanda untuk membuat orang lain mengerti, baik itu berupa suara, tulisan, gambar gerakan atau tanda-tanda lain. Jadi bisa dikatakan bahwa kita tidak mungkin akan dapat berkomunikasi tanpa tanda. Bahkan kita berpikir menggunakan tanda dan simbol. Tanda dan simbol memungkinkan kita untuk

memikirkannya. Karena itu semua proses komunikasi menggunakan tanda, terutama dalam bidang media massa. Dalam bukunya Analisis Teks Media, Alex Sobur menyimpulkan berdasarkan sifat dan fakta bahwa pekerjaan media massa adalah menceritakan peristiwa-peristiwa, maka seluruh isi media adalah realitas yang telah dikonstruksikan (constructed reality) (Alex Sobur, 2001: 88). Jadi media massa menghadirkan peristiwa itu kembali kepada audiensnya melalui tanda dan simbol, seperti penjelasan Becker berikut ini:

“Peristiwa tidak bisa menunjukkan... agar bisa dipahami peristiwa harus dijadikan bentuk-bentuk simbolis... si komunikator mempunyai pilihan kode-kode atau kumpulan simbol. Pilihan tersebut akan mempengaruhi makna peristiwa bagi penerimanya. Karena setiap bahasa, setiap simbol, hadir bersamaan dengan ideologi, pilihan atas seperangkat simbol, sengaja atau tidak, merupakan pilihan atas ideologi” (Alex Sobur, 2001: 93)

Karena berupa tanda dan simbol maka dimungkinkan adanya persepsi yang berbeda-beda pada setiap orang tentang pemaknaan yang diberikan terhadap simbol yang ditampilkan dalam media massa tersebut. Perbedaan pengalaman, pengetahuan atau latar belakang budaya dapat membuat makna yang berbeda- beda pada satu simbol yang sama.

Karena pentingnya peran tanda dalam dunia komunikasi maka segala hal tentang tanda perlu dipelajari secara serius. Dan untuk memaknai tanda dan simbol yang ada pada media massa diperlukan pengetahuan dan perhatian yang cukup. Semiotik memandang pesan, termasuk media massa sebagai konstruksi dari tanda-tanda, dan saat tanda-tanda tersebut sampai pada tujuannya (khalayak), Karena pentingnya peran tanda dalam dunia komunikasi maka segala hal tentang tanda perlu dipelajari secara serius. Dan untuk memaknai tanda dan simbol yang ada pada media massa diperlukan pengetahuan dan perhatian yang cukup. Semiotik memandang pesan, termasuk media massa sebagai konstruksi dari tanda-tanda, dan saat tanda-tanda tersebut sampai pada tujuannya (khalayak),

A Visual Lexicon menyimpulkan bahwa: ’In sum, like spoken language, visual language contains a variety of sizes of

“lexical items” that combine across several levels of grammar to create meaningful units and constructions. This approach to visual language has strived to avoid stating that graphic structures are likened to surface features of verbal language, instead attempting to note the functional similarities in base structure within each respective system.”

Singkatnya, seperti bahasa lisan, bahasa visual berisi berbagai ukuran dari "item leksikal" yang menggabungkan di beberapa tingkat tata bahasa untuk membuat unit berarti dan konstruksi. Pendekatan untuk bahasa visual telah diupayakan untuk menghindari pernyataan bahwa struktur grafis disamakan ke permukaan fitur bahasa verbal, bukannya mencoba untuk mencatat kesamaan fungsional dalam struktur dasar dalam setiap sistem yang bersangkutan. (Neil Cohn, 2007; dalam The Public Journal of Semiotics I(1), January 2007, pp. 35- 56).

Kata semiotik (semiotics) berasal dari bahasa yunani semeion yang lazim diartikan sebagai a sign by which something is known (suatu tanda dimana sesuatu dapat diketahui). (Pawito, 2007: 156). Tanda dapat diartikan sebagai sesuatu yang Kata semiotik (semiotics) berasal dari bahasa yunani semeion yang lazim diartikan sebagai a sign by which something is known (suatu tanda dimana sesuatu dapat diketahui). (Pawito, 2007: 156). Tanda dapat diartikan sebagai sesuatu yang

Banyak pengertian tentang semiotik yang diberikan oleh para ahli dan filsafat komunikasi, salah satu yang paling populer diantaranya adalah definisi Charles Saunders Pierce. Ia mendefinisikan semiotik sebagai hubungan antara sebuah tanda (sign), objek (object) dan pengertian (meaning). Tanda mewakili objek, atau konsep dalam pikiran seorang interpreter. Dan Pierce menyebut kehadiran kembali suatu objek melalui suatu tanda sebagai interpretant. Definisi di atas dapat digambarkan melalui bagan berikut ini:

Elemen Makna Pierce

Sumber: John Fiske, Introduction to Communication Studies, 1990, hlm. 42

dalam Drs. Alex Sobur, MSi, Analisis Teks Media, 2001. Hlm. 11

Drs. Alex Sobur menyebutkan semiotik sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial memahami dunia sebagai suatu sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut dengan tanda. (Alex Sobur, 2001: 87).

Sign

Interpretant Object Interpretant Object

Tanda itu sendiri. Hal ini berkaitan dengan beragam tanda yang berbeda, seperti cara mengantarkan makna serta cara menghubungkannya dengan orang yang menggunakannya. Tanda adalah buatan manusia dan hanya bisa dimengerti oleh orang-orang yang menggunakannya.

Kode atau sistem dimana lambang-lambang disusun. Studi ini meliputi bagaimana beragam kode yang berbeda dibangun untuk mempertemukan dengan kebutuhan masyarakat dalam sebuah kebudayaan. Kebudayaan dimana kode dan lambang itu beroperasi. (Alex Sobur, 2001: 94)

Tokoh semiotik yang lain, Ferdinand de Saussure, menyumbangkan salah satu pemikiran penting dalam studi semiotik. Ia mempunyai sebuah pandangan tentang tanda, dalam konteks komunikasi manusia ia membedakan antara signifier (penanda) dan signified (petanda).

Ia menyebutkan bahwa signifier adalah bunyi atau coretan yang bermakna, sedangkan signified adalah gambaran mental, pikiran atau konsep. Sedangkan signification adalah upaya dalam memberi makna. (Alex Sobur, 2001: 125) Dalam hubungan antara signifier dan signification ada tiga hal utama yang perlu diketahui tentang ikon, indeks, dan simbol, yaitu:

Ikon adalah tanda yang memunculkan kembali benda atau realitas yang ditandainya, misalnya foto atau peta.

dengan yang ditandai, misalnya asap adalah indeks dari api. Simbol adalah sebuah tanda dimana hubungan antara signifier dan signified semata-mata adalah masalah konvensi, kesepakatan atau peraturan. (Alex Sobur, 2001: 126)

Proses pemaknaan sebagai hasil dari interaksi antara signifier dan signified tersebut oleh Roland Barthes dibagi menjadi dua tahap yaitu first order sebagai pemaknaan denotatif atau pemaknaan sederhana yang seragam, serta tahap kedua yaitu pemaknaan tambahan atau konotatif. Untuk menggabarkan uraian tersebut, bagan signifikasi dua tahap Barthes adalah model yang tepat.

Signifikasi Dua Tahap Barthes

Sumber: John Fiske, Introduction to Communication Studies, 1990, hlm. 88

dalam Alex Sobur, M.Si, Analisis Teks Media, 2001. Hlm 127

first order second

reality signs cultur

connotatio n

myth

content

utama dalam semiotik yaitu tentang makna denotasi (denotation) atau yang paling sering disebut sebagai arti penunjukan dan konotasi (connotation) atau arti tambahan. Melalui gambar di atas, Barthes menjelaskan signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara penanda dengan petanda di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya sebagai denotasi (sistem pemaknaan tingkat pertama), yaitu makna paling nyata dari tanda. Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi atau sistem pemaknaan tahap kedua.

Denotasi adalah penunjukan terhadap suatu objek atau tanda. Denotasi menunjukkan arti literatur atau yang eksplisit dari kata-kata atau tanda yang lain. Makna denotasi dari suatu tanda biasanya sama pada semua orang yang terlibat dalam komunikasi tersebut. (Alex Sobur, 2001: 127)

Setiap individu sangat mungkin membuat interpretasi tanda (makna) yang berbeda dan bervariasi, hal inilah yang disebut makna konotasi atau makna tambahan. Makna konotasi melibatkan pengalaman, perasaan, dan penilaian yang subyektif untuk memaknai suatu tanda yang terkadang berbeda pada tiap-tiap orang. Konotasi mengarah pada simbol-simbol dan hal-hal yang melibatkan faktor emosional.

Contohnya saat kita melihat sebuah lambang dari perusahaan otomotif Mercedes-Benz, arti denotatifnya merupakan kendaraan buatan Jerman bersimbol bintang tiga sudut dalam lingkaran yang memiliki fungsi sebagai alat angkut Contohnya saat kita melihat sebuah lambang dari perusahaan otomotif Mercedes-Benz, arti denotatifnya merupakan kendaraan buatan Jerman bersimbol bintang tiga sudut dalam lingkaran yang memiliki fungsi sebagai alat angkut

Lain lagi di negara asalnya, Jerman, mungkin kendaraan dengan merk Mercedes-Benz hanya dimaknai dan dianggap sebagai alat transportasi pengangkut barang atau jasa saja. Bukan kendaraan mewah nan mahal seperti di Indonesia.

Fokus atau inti dari pendekatan semiologi adalah teks. Namun teks yang dimaksudkan disini bukan hanya berupa tulisan saja. Teks yang dimaksud di sini adalah teks dalam arti luas, jadi semua yang memiliki sistem tanda tersendiri dapat disebut sebagai teks, termasuk juga bahasa non verbal dalam film.

Semiologi berusaha menggali hakikat sistem tanda yang beranjak keluar kaidah tata bahasa dan sintaksis dan yang mengatur arti teks yang rumit, tersembunyi, dan bergantung pada kebudayaan. (Alex Sobur, 2001: 126). Jadi dapat dikatakan bahwa analisa semiotik bertujuan untuk menemukan atau mengungkapkan makna dari tanda-tanda termasuk makna yang tersembunyi di balik sebuah teks, misalnya film.

makna yang bervariasi di benak audiens, terlebih bagi media massa yang memiliki audiens dengan jangkauan luas dan latar belakang yang berbeda-beda. Hal tersebut memungkinkan pemaknaan pemaknaan yang berbeda-beda pula terutama terhadap makna konotatif.

Oleh karena itu semiotik merupakan analisa yang tepat untuk digunakan sebagai alat untuk menganalisa dan memahami makna dari tanda dan simbol dalam media massa, terutama makna yang tersembunyi.

Penelitian tentang studi media dengan menggunakan analisis semiotik antara lain dilakukan oleh Pamela Nilan dengan judul Applying Semiotic Analysis to Social Data in Media Studies .penelitian ini adalah penelitian tentang penggunaan analisis semiotik dalam studi media dan komunikasi. Dalam jurnal penelitian ini disebutkan bahwa: ”We can learn a great deal about the ‘effects’ of media by asking people about

media effects, and treating their responses in the same critical way that we have previously treated media texts. In short, semiotic analysis of social data relevant to media studies can reveal how knowledge as power brings human subjects into certain relations with each other through engagement with the media. ”

Kita bisa belajar banyak tentang 'efek' media dengan menanyakan orang tentang efek media, dan memperlakukan respon mereka dengan cara yang kritis yang sama yang kita miliki sebelumnya memperlakukan teks media. Singkatnya, analisis semiotik data sosial yang relevan dengan kajian media dapat mengungkapkan bagaimana pengetahuan sebagai kekuatan membawa subyek manusia ke dalam hubungan tertentu dengan satu sama lain melalui keterlibatan

1, Juli 2007, 60-74) Media massa termasuk film sering mempunyai makna tambahan atau makna konotatif dalam tanda dan simbol yang dirangkainya. Seperti contohnya dalam film The Last Samurai ada adegan dimana ketika Kaisar Meiji Jepang sebagai pemimpin tertinggi dan dianggap sebagai keturunan dewa matahari menanyakan perihal suku Indian Amerika kepada rombongan pejuang dari Amerika yang menghadapnya.

Ketika itu Sang Kaisar bertanya secara khusus kepada Nathan Algren apakah suku Indian Amerika merupakan musuh yang sangat berani dan selalu melakukan ritual terlebih dahulu sebelum berperang termasuk memakai atribut bulu elang dan melukis wajah. Algren hanya menjawab jika suku Indian Amerika yang pernah dia perangi adalah suku yang sangat pemberani.

Pada adegan lainnya diperlihatkan potongan rekaman masa lalu Algren ketika dia dan pasukan kavalerinya berperang dengan suku Indian Amerika tersebut, yaitu dimana dia dan pasukannya memburu suku Indian dari satu tempat ke tempat lainnya secara brutal dan berkesinambungan dan juga bahkan mereka juga mengincar anak-anak dan wanita. Hal inilah sebenarnya yang menjadikan Algren tidak dapat tidur dengan nyenyak. Peperangan dengan suku Indian adalah mimpi buruknya.

Kemudian ada juga adegan dimana disaat Algren terluka, dia dirawat oleh Taka, istri dari seorang samurai yang mati di tangan Algren pada pertempuran sebelumnya. Hal itu diketahui Taka, namun walaupun dengan hati hancur dan

bagaimanapun Algren adalah tamu di rumahnya. Apabila dimaknai secara sekilas, adegan-adegan tadi hanya merupakan sebuah alur maju dalam film The Last Samurai yang membentuk sebuah rangkaian utuh sebuah cerita. Namun jika dipandang dari sudut semiotik yang mencari makna dibalik tanda, beberapa adegan itu dapat menggambarkan betapa film ini ingin menunjukkan bahwa sisi manusia Algren mengalami pertentangan hebat. Di dalam hatinya berkecamuk rasa bersalah pada Taka sekaligus pertanyaan mengapa Taka mau merawatnya, juga kemarahan pada komandan pasukannya yang tak mengenal belas kasihan semasa berperang dengan suku Indian. Tindakannya di masa lalu itu selalu menjadi pemicu rasa bersalahnya yang amat besar.

Algren mengalami tekanan emosional yang amat berat dari keikutsertaannya dalam perang tersebut. Mimpi buruk yang selalu menyertainya seakan tidak bisa disembuhkan, dan apabila seseorang memiliki tekanan emosional berlebih maka akan cenderung menginginkan kehadiran orang lain yang dapat menjadi teman sejatinya. Algren menemukannya dalam perilaku tulus kaum samurai yang menawannya.

Dalam ilmu komunikasi kita berkata, pesan diberi makna berlainan oleh orang yang berbeda. Words don’t mean; people mean. Kata-kata tidak mempunyai makna; oranglah yang memberi makna (Jalaluddin Rakhmat, 2004: 49). Film ini memberikan kesan mendalam bahwa tokoh utamanya sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan peristiwa masa lalu yang dialaminya dalam mengambil Dalam ilmu komunikasi kita berkata, pesan diberi makna berlainan oleh orang yang berbeda. Words don’t mean; people mean. Kata-kata tidak mempunyai makna; oranglah yang memberi makna (Jalaluddin Rakhmat, 2004: 49). Film ini memberikan kesan mendalam bahwa tokoh utamanya sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan peristiwa masa lalu yang dialaminya dalam mengambil

E. Definisi Konseptual dan Konflik Batin

E.1. Definisi Konseptual

E.1.1 Konflik Batin

Konflik dapat dimengerti sebagai pertentangan antara dua hal. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia konflik diartikan sebagai percekcokan, perselisihan, pertentangan. Ketegangan atau pertentangan dalam sebuah cerita rekaan atau drama (pertentangan antara dua kekuatan, pertentangan dalam diri satu tokoh, pertentangan antara dua tokoh dan sebagainya). Sedangkan batin menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sesuatu yang tersembunyi atau sesuatu yang mengenai jiwa.

Konflik batin yang akan dibahas di sini adalah konflik batin yang terjadi pada Nathan Algren, tokoh utama dalam film The Last Samurai. Dalam dirinya terjadi konflik batin ketika dia memutuskan untuk bergabung dengan kaum samurai melawan pasukan Kekaisaran Jepang yang pernah menyewanya terlebih Konflik batin yang akan dibahas di sini adalah konflik batin yang terjadi pada Nathan Algren, tokoh utama dalam film The Last Samurai. Dalam dirinya terjadi konflik batin ketika dia memutuskan untuk bergabung dengan kaum samurai melawan pasukan Kekaisaran Jepang yang pernah menyewanya terlebih

E.1.2 Film Film dalam kamus komunikasi diartikan sebagai media komunikasi yang bersifat visual atau-audio visualuntuk menyampaikan suatu pesan kepada sekelompok orang yang berkumpul di suatu tempat tertentu. (Onong Uchjana Effendi, 1981: 134)

Film merupakan salah satu jenis media massa yang digemari dan mendapatkan tanggapan positif dari masyarakat dan akan menjadi obyek penelitian semiotik yang sempurna karena film sangat kaya akan tanda-tanda dan simbolisme pesan yang menarik untuk digali dan diteliti.

E.1.3 The Last Samurai

The Last Samurai adalah film drama aksi petualangan produksi Warner Bros Pictures yang disutradarai oleh Edward Zwick. Film yang dirilis pada bulan Desember tahun 2003 ini memperoleh beberapa penghargaan, antara lain 4 nominasi Oscar dan 3 kategori nominasi Golden Globe pada tahun 2004. Dibintangi antara lain oleh Tom Cruise sebagai Nathan Algren, Ken Watanabe sebagai Katsumoto, Tony Goldwyn sebagai Kolonel Bagley, dan Masato Harada sebagai Omura.

Film ini menceritakan tentang mantan pejuang perang sipil Amerika Serikat bernama Nathan Algren yang disewa oleh penguasa Jepang untuk

Algren menjadi tawanan dan merasakan hidup bersama para samurai itu dia menjadi berbalik untuk memihak kaum samurai dan ikut berjuang berperang bersama melawan penguasa beserta bala tentaranya.

Sentuhan cinta juga diselipkan dalam film ini yaitu antara Nathan Algren dan janda samurai adik dari Katsumoto yaitu Taka, kisah cinta yang tersembunyi karena saking halusnya sehingga hanya tertampil demikian samar namun dapat dirasakan getaran asmara pada kedua orang ini.

Akhirnya prajurit samurai dibawah pimpinan duo Katsumoto dan Nathan Algren melakukan penyerangan dengan jumlah pasukan yang sangat tidak seimbang yang walaupun tidak memenangkan pertempuranh namun semangat dan kehormatan prajurit samurai tidak terpadamkan, terbukti waktu adegan kematian Katsumoto para tentara Jepang dan komandannya memberi penghormatan untuk yang terakhir kali pada Sang Samurai terakhir itu.

E.2.1 Konflik Batin

The Last Samurai mengisahkan tentang Nathan Algren, seorang kapten pasukan Amerika dalam perang sipil, sebagai pahlawan yang sangat berjasa dalam berbagai perang dengan banyak bintang jasa. Kapten Nathan Algren ditugaskan ke Jepang sebagai pelatih bayaran pasukan bersenjata Kerajaan Jepang dan berperang untuk membasmi para samurai yang dianggap sebagai pemberontak oleh Kerajaaan Jepang.

pemerintahan Tokugawa yang mendedikasikan seluruh hidupnya pada nilai kesetiaan dan kehormatan serta harga diri dengan sangat tinggi. Bahkan mereka rela mati untuk membela semua itu. Idealisme dalam mempertahankan kebudayaan Jepang menimbulkan peperangan antara para samurai melawan pihak Kekaisaran Jepang sendiri yang dibantu oleh pemerintah barat dengan dalih hubungan saling menguntungkan termasuk jual beli alat-alat persenjataan modern buatan negara-negara barat.

Ketika mengalami kekalahan dalam pertempurannya melawan samurai, Algren menjadi tawanan dan melihat berbagai pola kehidupan yang sangat berbeda dalam budaya kehidupan masyarakat samurai. Antara lain tingginya nilai kemanusiaan, religi, kesetiakawanan sosial, keramahan, sopan santun dan pengorbanan tanpa pamrih. Semuanya itu dilihat dan dirasakan Algren sendiri dalam kehidupan sehari-hari kaum samurai itu. Diselamatkan oleh musuh besarnya dan seorang pemimpin samurai bernama Katsumoto hingga mereka bisa saling belajar, memahami dan akhirnya bersahabat, juga dari kehidupan keseharian sebuah keluarga yang dia bunuh dalam peperangan dalam sebuah desa samurai yang sangat tradisional tapi penuh harmoni dan keramahan, dia menemukan keseimbangan hidup yang tinggi hingga akhirnya Nathan Algren memutuskan untuk berpihak kepada para samurai.

Banyak sekali konflik batin yang dialami oleh Nathan Algren selama proses tersebut yang akan dibahas berdasarkan topik-topik di bawah ini:

Tokoh utama dalam film ini, Nathan Algren pada mulanya digambarkan sebagai seorang laki-laki khas Amerika pada umumnya, pemberani, skeptis dan sedikit hedonis. Hal ini terlihat antara lain dalam adegan ketika dia ditawari kontrak kerja sama untuk melatih pasukan Kekaisaran Jepang. Tanpa rasa sungkan sedikitpun Algren mengajukan penawaran harga jasanya hampir dua kali lipat pada seorang utusan Jepang. Akan tetapi jauh di dalam hatinya, sebenarnya dia menyesal ketika kontrak itu kemudian disepakati. Trauma dan mimpi buruk masa lalu ketika berperang dengan suku Indian akan semakin mengganggu tidurnya. Namun, hal itu tak menyurutkan niatnya untuk tetap berangkat meninggalkan negerinya menyeberangi samudera menuju kepulauan Jepang, sebuah negara yang sedang dalam masa transisi pemerintahan. Tempat yang kelak akan mengubah jalan hidupnya dan di tempat itulah pada akhir cerita digambarkan Algren menemukan kedamaian yang selama ini ia cari.