Pengaruh suplementasi jinten hitam (nigela sativa.l) dalam ransum terhadap performan kelinci New Zealand red jantan

  

Naskah Publikasi Ilmiah

PENGARUH SUPLEMENTASI JINTEN HITAM (Nigela Sativa.L)

DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMAN

KELINCI NEW ZEALAND RED JANTAN

  Jurusan/Progam Studi Peternakan

  

Oleh :

Aliful Adhim

H0502034

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

  

2010

  PERNYATAAN

  Dengan ini Selaku tim Pembimbing Skripsi Mahasiswa Program Sarjana Nama : Aliful Adhim NIM : H0502034 Jurusan :Produksi Ternak Menyetujui naskah publikasi ilmiah yang di susun oleh yang bersangkutan di publikasikan dengan/tanpa* Mencantumkan Tim Pembibing Sebagai Author/co Author.

  Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping Wara Pratitis S S., SPt, MP Ir. Susi Dwi Widyawati, MS

  NIP. 197304222000032001 NIP. 196103131985022001

  

PENGARUH SUPLEMENTASI JINTEN HITAM (Nigela Sativa.L)

DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMAN

KELINCI NEW ZEALAND RED JANTAN

ABSTRAK

  Oleh :

Aliful Adhim

H0502034

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suplementasi jinten

hitam (Nigela Sativa.L) terhadap performan kelinci New Zealand Red Jantan. Penelitian

ini dilaksanakan selama 8 minggu di kampung Gulon, Desa Jebres, Surakarta. Materi

penelitian meliputi 20 ekor kelinci New Zealand Red Jantan lepas sapih umur 1-2 bulan

dengan bobot rata-rata 990 + 178 g.

  Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap

(RAL) pola searah dengan empat perlakuan dan tiga ulangan dengan setiap ulangan

terdiri dari tiga ekor kelinci New Zealand Red Jantan. Penambahan jinten hitam adalah

P0 (0.0 %), P1 (1,5 %), P2 (3,0 %) dan P3 (4,5 %)dari bobot badan. Peubah yang diamati

selama penelitian meliputi konsumsi pakan, pertambahan bobot badan harian, konversi

pakan, dan feed cost per gain. Untuk analiasis data konsumsi pakan dan konversi pakan

dianalisis dengan analisis variansi, dan pertambahan bobot badan dianalisis dengan

analisis kovariansi. Sedangkan feed cost per gain dilaporkan secara diskriptif.

  Hasil penelitian menujukkan bahwa dari rata-rata keempat perlakuan yaitu

P0, P1, P2, dan P3 berurutan untuk konsumsi pakan (BK) adalah 107,326; 113,148;

115,938 dan 106,398 g/ekor/hari. Pertambahan bobot badan harian adalah 17; 23; 20 dan

20 g/ekor/hari. Konversi pakan adalah 6,278; 5,01; 5,83 dan 5,39 sedangkan feed cost per

gain adalah Rp 358.19; Rp 524.82; Rp 630.48 dan Rp 723.08. Hasil analisis variansi

untuk konsumsi pakan menunjukkan berbeda tidak nyata, untuk konversi pakan berbeda

nyata, dan untuk analisis kovarian untuk pertambahan bobot badan menunjukkan hasil

yang berbeda nyata.

  Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa suplementasi

jinten hitam dalam ransum taraf 0,15; 0,30 dan 0,45 persen tidak berpengaruh pada

konsumsi pakan tetapi berpengaruh signifikan terhadappertambahan bobot badan harian

serta konversi pakan. Penggunaan jinten hitam yang paling optimal pada level 0,15 g

  

dalam ransum. Penggunaan jinten hitam tidak dapat menekan biaya pakan dan

menggantikan rumput lapang taraf 0,0; 0,15; 0,30 dan 0,45 persen.

  .

  Kata kunci: Kelinci New Zealand Red Jantan, suplementasi jinten hitam, performan

  

THE INFLUENCE OF BLACK CUMIN ( Nigela SativaL)

  

IN RANSUM TO PERFORMAN OF MALE NEW ZEALAND

RED RABBITS

Aliful Adhim

  

H0502034

SUMMARY

This research aim is to know the influence black cumin ( Nigela SativaL)

supplementation to performance of male New Zealand Red rabbits. This research was

executed during 8 week in Gulon, Jebres, Surakarta. Research matter covers 20 free male

New Zealand Red rabbits tails weaned age 1-2 months with weight average of 990 + 178

g.

  Design of experiments applied is Completely randomized design ( RAL)

unidirectional pattern with four treatment and three restating with every restating

consisted of three male New Zealand Red rabbits. Addition of black cumin is P0 ( 00 %),

pl p2 etc. ( 1,5 %), pl p2 etc. ( 3,0 %) and P3 ( 4,5 %) from body weight. Variable

observed during research to cover feed consumption, increase of daily body weight, feed

conversion, and feed cost per gain. For analysis feed consumption data and feed

conversion is analyzed with analysis variances, and increase of body weight is analyzed

with analysis covariance. While feed cost per gain is reported in descriptive.

  Result of research indicates that from fourth mean of treatment that is P0, P1, pl

p2 etc., and successive P3 to consume feed ( BK) be 107,326; 113,148; 115,938 and

106,398 g/each/day. Increase of daily body weight is 17; 23; 20 and 20 g/each/day. Feed

conversion is 6,278; 5,01; 5,83 and 5,39 while feed cost per gain is Rp 35819; Rp 52482;

Rp 63048 and Rp 72308. Result of analysis variances to consume is feed shows differing

in not reality, to convert is feed differentness reality, and analyses bilinear covariant for

increase of body weight shows different result of reality.

  Conclusion obtained from this research is that supplementation black cumin in

ransom level 0,15; 0,30 and 0,45 % doesn't have an in with feed consumption but

influential significant to increase of daily body weight and feed conversion. Usage of

black cumin of which most optimal at level 0,15 g in ransom. Usage of black cumin can

depress feed cost and replaces spacious grass of level 0,15 %. Keyword: Male New Zealand Red Rabbit, supplementation black cumin, performance

I. PENDAHULUAN A.

   Latar Belakang

  Indonesia adalah negara yang sangat kaya dengan produk pertanian dan peternakan. Konsumsi daging meningkat seiring dengan pertambahan penduduk pada tahun 2005 ini, yaitu sebesar 1,5 persen per tahun diikuti dengan pertumbuhan ekonomi yang meningkat dari 1,5 persen sampai lima persen (Diwyanto et al., 2005). Disamping itu, perkembangan konsumsi daging domestik secara nasional bertumbuh sangat cepat yaitu dari 383,2 ribu ton (1970-1975) menjadi 1.139,7 ribu ton pada periode 2000-2001, atau meningkat dengan laju 4,7 persen/tahun (Diwyanto et al,. 2005)

  Kelinci adalah salah satu hewan ternak yang banyak dipelihara oleh masyarakat. Daging kelinci kaya akan protein dan rendah energi tetapi kandungan abunya sama atau lebih besar dibandingkan spesies ternak lain. Daging kelinci miskin K dan Na dan kaya akan Ca dan P (de Blas and Wiseman, 1998). Pada umumnya ternak kelinci di Indonesia dipelihara dengan tujuan utama sebagai penghasil daging disamping sebagai penghasil pupuk dan kerajinan (Rismunandar, 1974).

  Kelinci mempunyai sistem digesti yang khas berkaitan dengan coecum dan colon jika dibandingkan dengan spesies lain, sehingga aktivitas mikrobia pada coecum sangat penting dalam proses pencernaan dan pemanfaatan nutrisi. Kelinsi memiliki sifat coprophagy, kebiasaan mencerna feses lembut dari feses coecum, menyebabkan pencernaan mikrobia dalam coecum lebih penting untuk pemanfaatan nutrisi secara penuh oleh kelinci (de Blas and Wiseman, 1998).

  Pemeliharaan ternak membutuhkan suplemen untuk menjaga maupun meningkatkan produktivitas. Menurut Bestari et al. (1998) untuk meningkatkan dan mempertahankan produktivitas ternak perlu diupayakan pemberian pakan suplemen. Penggunaan pakan suplemen atau pakan pelengkap dapat meningkatkan efisiensi pencernaan pakan sehingga dapat menaikkan produksi ternak (Hatmono dan Hastoro, 1997).

  Namun kebanyakan penggunaan suplementasi tersebut masih menggunakan zat kimia atau aditif yang dapat berbahaya apabila digunakan terlalu sering atau berlebihan. Kandungan minyak atsiri sebesar 1,5% (Mursito, 2004) yang mampu menjadi alternatif pengganti antibiotik. Penggunaan bahan yang alami akan sangat membantu untuk mengurangi penggunaan obat dari bahan kimia.

  Jinten hitam adalah salah satu produk yang sudah sangat terkenal berkhasiat untuk menjaga kesehatan dan juga menyembuhkan penyakit pada manusia.Menurut Diratpahgar (2009) jinten hitam selain berfungsi sebagai bumbu masak juga lebih banyak dikenal masyarakat sebagai tanaman obat tradisional yang cukup banyak mengandung khasiat.

  Sistem kerja jinten hitam dalam tubuh manusia adalah dengan memperbaiki, menjaga dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh manusia terhadap berbagai penyakit. Selain memiliki ragam khasiat yang cukup baik jinten memiliki kandungan air 9,87 g, energi 1.393 Kj, protein 19,77 g, total lemak 14,59 g, karbohidrat 49,9 g, serat 38 g dan ampas 5,87 g (Riana,2007) dan produk ini juga memiliki potensi menjadi suplemen yang cukup baik bagi ternak

  Jinten hitam mengandung minyak atsiri yang telah diketahui manfaatnya untuk memperbaiki pencernaan (El-taher, 1993) dalam Astawan (2008). Kandungan minyak atsiri yang dimiliki + 1,5 %. Secara tradisional minyak atsiri digunakan untuk obat diare. Menurut Ulfah (2002), minyak atsiri dapat digunakan sebagai pakan tambahan (feed additive) di setiap jenis ransum ternak tanpa merubah sistem pemberian yang digunakan pada suatu peternakan. Berdasarkan penelitian yag dilakukan oleh Vihan and Panwar (1987), pengunaan jinten sebanyak 100 mg/kg berat badan dapat meningkatkan volume susu pada kambing.

  Bau dan rasa dari minyak esensial atau atsiri yang dicampurkan dalam pakan basal ternak menstimulasi sistem saraf pusat, yang akhirnya menghasilkan peningkatan nafsu makan dan konsumsi zat-zat makanan. yang menghasilkan pH yang sesuai untuk enzim pencernaan, seperti peptinase. Pada waktu yang bersamaan terjadi pengaturan kestabilan mikroflora di dalam saluran penceranan. Pengaruh nyata dari mekanisme ini adalah perbaikan sistem pencernaan zat-zat makanan dan metabolisme nitrogen, asam amino dan glukosa (Ulfah ,2002).

  Dengan harga yang cukup murah dan penggunaan yang relatif kecil penggunaan jinten hitam ini bisa menjadi alternatif suplemen sehingga keuntungan peternak bisa lebih besar.

B. Rumusan Masalah

  Untuk mengoptimalkan produksi ternak kelinci dengan memperhatikan fisiologis ternak, setidaknya ada tiga hal yang harus diperhatikan: Pertama metabolisme tubuh ternak yang akan mendorong berfungsinya seluruh organ baik sensorik motorik, mekanis maupun enzimatis. Kedua upaya meningkatkan nafsu makan sehingga ternak mampu mengoptimalkan kapasitas lambungnya untuk menampung makanan. Ketiga optimalisasi sistem pencernaan yang mencakup pencernaan yang bersifat kimiawi dan mikrobial. Kelinci adalah hewan yang memiliki keunikan dalam sistem pencernaan. Ternak ini memiliki kebiasaan memakan kembali feses yang di sebut Copropagy. Dengan sistem pencernaan tersebut maka fungsi lambung sebagai tempat pencernaan kimiawi dan coecum sebagai tempat pencenaan mikrobial menjadi sangat penting. Dengan memperhatikan tiga aspek tersebut diharapkan produktifitas kelinci lebih optimal.

  Minyak atsiri adalah bahan yang tidak asing dalam dunia herbal. Minyak atsiri bermanfaat untuk memperbaiki sitem pencernaan. Jinten hitam sebagai salah satu sumber minyak atsiri sudah dimanfaatkan sejak lama sebagai obat diare. Keberadaan minyak essensial menstimulasi produksi cairan pencernaan yang menghasilkan pH yang sesuai untuk enzim pencernaan, seperti peptinase. Pada waktu yang bersamaan terjadi peningkatan aktifitas enzim pencernaan dan pengaturan mikroba. Kestabilan mikroflora di dalam saluran penceranan menurunkan kasus diare dan penyakit pencernaan lain. Pengaruh nyata dari mekanisme ini adalah perbaikan konversi energi dan pencernaan zat-zat makanan dan pengaruh positif terhadap metabolisme nitrogen, asam amino dan glukosa.

  Jinten hitam memiliki potensi besar untuk dapat meningkatkan performance dan kecernaan pada kelinci namun perlu diperhatikan bahwa kandungan minyak atsiri yang berlebihan dapat membunuh mikrobia sehingga perlu diteliti berapa taraf maksimal penggunaan jinten sehingga memiliki hasil yang optimal.

C. Tujuan Penelitian

  Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui pengaruh suplementasi jinten hitam dalam ransum terhadap performan kelinci New Zealand Red Jantan.

2. Mengetahui aras suplementasi jinten hitam yang optimal pada kelinci New Zealand Red Jantan.

D. Hipotesis

  Hipotesis dalam penelitian ini adalah suplementasi jinten hitam dalam ransum sampai tingkat tertentu berpengaruh terhadap performan kelinci New

  Zealand Red Jantan.

II. METODE PENELITIAN

  A. Tempat dan Waktu Penelitian

  Penelitian tentang pengaruh suplementasi jinten hitam dalam ransum terhadap performan kelinci New Zealand Red jantan dilaksanakan di Ngoresan, Desa Jebres, Surakarta selama ± 8 minggu mulai tanggal 28 November 2008 hingga 28 Januari 2009 . Analisis proksimat pakan dilakukan di Laboratorium Uji Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Sementara analisis bahan kering dan bahan organik di Laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

  B. Bahan dan Alat Penelitian

  Bahan dan alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Kelinci Kelinci yang digunakan adalah New Zealand Red Jantan lepas sapih umur 1-2 bulan sebanyak 20 ekor dengan bobot rata-rata 990 + 178 g/ekor.

  2. Ransum Ransum yang digunakan adalah berupa hijauan dan konsentrat yang diberi tambahan jinten. Hijauan berupa rumput lapang dan konsentrat menggunakan konsentrat BR1.

  Tabel 1. Kebutuhan Nutrien Kelinci Masa Pertumbuhan Nutrien (%)

  1 Digestible Energi (Kkal/kg) 2100-2500

  1 Protein Kasar (%) 12-16

  2 Lemak Kasar (%)

  5,5

  1 Serat Kasar (%)

  13-20

  Sumber : 1) Whendrato dan Madyana (1983) 2) de Blas dan Wiseman (1998)

  Tabel 2. Kandungan Nutrien Bahan Pakan untuk Ransum Bahan Pakan DE PK SK LK

  (%) (%) (%) (%)

  

1

  2

  2

  2 Rumput lapangan 3084,41 11,87 27,61 5,46

  3

  

1

  2

  2

  2 Konsentrat BR1 2775,75 18,86 2,29 5,79 Sumber : 1.

  DE (Kkl/kg) = %TDN x 44 %TDN = 77,07

  • – 0,75 (%PK) + 0,07 (%SK) (NRC, 1981) 2.

  Hasil analisis Laboratorium Teknologi Pertanian UGM (2008) 3. Produksi PT Japfa Comfeed Indonesia (2008)

  Tabel 3. Susunan Ransum dan Kandungan Nutrien Ransum

  Bahan Pakan Perlakuan (%)

  Rumput lapang

  60 Konsentrat BR1

  40 Kandungan nutrien DE (Kkal/kg) 2960,95 PK (%) 14,67 LK (%) 5,59 SK (%) 17,48

  Sumber : Hasil perhitungan Tabel 2 3.

  Kandang dan peralatan Kandang yang digunakan terbuat dari bambu berbentuk baterai

  3

  dengan ukuran (p x l x t) = 50 x 40 x 50 cm berjumlah 20 buah dan satu buah kandang karantina. Peralatan kandang yang digunakan antara lain : a.

  Tempat pakan dan tempat minum Tempat pakan untuk hijauan, konsentrat dan tempat minum masing- masing berjumlah 20 buah yang terbuat dari bahan plastik.

  b.

  Termometer, digunakan untuk mengetahui suhu ruangan kandang c. Timbangan

  Timbangan yang digunakan ada 3 macam yaitu (1) Timbangan elektrik kapasitas 2 kg dengan kepekaan 1 gram merek ideal life umtuk menimbang pakan (2) Timbangan kapasitas 5 kg dengan kepekaan 10 gram merek five goat untuk menimbang bobot badan.(3) Timbangan digital kapasitas 420 gram dengan kepekaan 0,001 gram dengan merek AND FX-400 untuk menimbang sisa pakan dan feses.

  d.

  Penampung feses, diletakkan di bawah setiap baterai dan bahan terbuat dari kain karung gandum.

  e.

  Peralatan pendukung : sapu lidi, sabit, kwas (untuk membersihkan sisa pakan), ember, golok, kertas label, gelas takaran air dan alat penyemprot.

C. Persiapan Penelitian

  1. Persiapan kandang Kandang beserta semua peralatan disucihamakan dengan menggunakan zat antiseptik dengan dosis 1,5 ml/ 1 liter air dengan cara : kandang disemprot sedangkan tempat pakan dan minum setelah bersih direndam dalam larutan antiseptik, kemudian dikeringkan dan dipasang di kandang.

  2. Persiapan ternak Kelinci yang digunakan adalah berdasarkan keseragaman bangsa, umur, bobot badan dan jenis kelamin. Sebelum dilakukan penelitian dilakukan adaptasi terhadap ternak selama ±14 hari (2 pekan). Proses adaptasi dilakukan dengan cara pemberian pakan/konsentrat sedikit demi sedikit sampai konsumsi stabil. Kemudian kelinci secara acak ditempatkan pada kandang dengan penomoran (kode) yang telah dipersiapkan.

3. Persiapan ransum

  Ransum terdiri dari konsentrat, jinten dan hijauan. Konsentrat dan jinten diberikan sebelum hijauan. Adapun dosis perlakuan untuk penelitian ini adalah P1 (1,5 %), untuk P2 (3,0 %) dan untuk P3 (4,5 %). Campuran konsentrat dan jinten harus dipastikan habis termakan kelinci.

D. Pelaksanaan Penelitian 1.

  Metode penelitian Penelitian tentang pengaruh suplementasi jinten hitam dalam ransum terhadap performan kelinci New Zealand Red Jantan ini dilakukan secara eksperimental.

  Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah dengan empat perlakuan (P0, P1, P2, P3) dimana setiap perlakuan diulang sebanyak 5 kali dan setiap ulangan terdiri dari 1 ekor sehingga total kelinci New Zealand Red Jantan yang digunakan adalah 20 ekor.

  Pakan basal terdiri dari hijauan 60% + konsentrat 40% dan penambahan jinten hitam dengan dosis sebagai berikut : P0 : + 0,0 % jinten hitam dari bobot badan P1 : + 1,5 % jinten hitam dari bobot badan P2 : + 3,0 % jinten hitam dari bobot badan P3 : + 4,5 % jinten hitam dari bobot badan

  2. Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan melalui dua tahap, tahap pertama adalah adaptasi dan yang kedua koleksi data. Tahap adaptasi dilaksanakan selama ± 2 pekan yang bertujuan agar kelinci dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan pakan hingga diperoleh konsumsi pakan yang stabil.

  Tahap koleksi data dilakukan selama sepuluh minggu minggu dengan pemberian ransum sesuai dengan perlakuan dalam penelitian. Penimbangan bobot badan dilaksanakan setiap satu minggu dipagi hari sebelum pemberian pakan untuk menyesuaikan pemberian pakan. Penimbangan sisa pakan dilaksanakan pagi hari sebelum pemberian pakan hari berikutnya. Pengambilan sampel Rumput lapang dan konsentrat serta sisa pakan dilaksanakan dua kali dalam seminggu.

  Konsentrat diberikan dua kali dalam sehari yaitu pada pukul

  07.00 WIB dan pukul 14.00 WIB, rumput lapang diberikan dua kali yaitu

  ad libitum . Pakan diberikan berdasarkan bahan kering sebanyak 8% dari bobot badan.

  3. Parameter Penelitian a.

  Konsumsi Pakan Konsumsi pakan dihitung dengan cara menimbang pakan yang diberikan dikurangi sisa pakan setiap harinya yang dinyatakan dalam g/ekor/hari. Konsumsi pakan = pakan yang diberikan

  • – pakan yang tersisa b.

  Pertambahan berat badan harian (PBBH)

  PBBH merupakan selisih bobot badan awal dan bobot badan akhir (gram) dibagi dengan lama periode pemeliharaan (hari). Penimbangan dilakukan seminggu sekali.

  c.

  Konversi Pakan Konversi pakan dihitung dengan cara membagi jumlah konsumsi ransum dengan pertambahan berat badan selama pemeliharaan. Konversi pakan = Pakan yang dikonsumsi (g/ekor/hari)

  PBB (g/ekor/hari) d.

  Feed Cost per Gain Feed cost per gain adalah besarnya biaya pakan yang

  dikonsumsi ternak untuk menghasilkan 1 kg gain (pertambahan berat

  badan) dan dihitung dengan cara mengalikan nilai konversi pakan dangan harga pakan (Rp/kg).

E. Analisis Data

  Semua data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis variansi berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Apabila terdapat hasil yang berbeda nyata, akan dilanjutkan dengan uji beda antar mean, yaitu uji Duncan Multiple Range Test (DMRT). Model matematika yang digunakan adalah: Yij =  + i + ij Keterangan: Yij : Nilai pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j  : Rataan nilai dari seluruh perlakuan i : Pengaruh perlakuan ke-i ij : Kesalahan (galat) percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j (Yitnosumarto, 1993).

III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Konsumsi Pakan

  Rerata konsumsi pakan kelinci New Zealand Red jantan yang mendapat pakan perlakuan disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rerata konsumsi pakan dalam bahan kering selama penelitian (g/ekor/hari).

  Ulangan Rerata Perlakuan

  1

  2

  3

  4

  5 P0 94,5 82,35 125,14 116, 64 118, 00 107,326 P1 112,59 107,97 98,94 121,36 124,88 113,148 P2 84,03 138,14 114,79 130,0 112,73 115,938 P3 83,9 93,84 118,83 129,85 `105,57 106,398

  Rerata konsumsi yang diperoleh selama penelitian untuk masing- masing perlakuan (P0, P1, P2 dan P3) berturut-turut yaitu 107,326; 113,148; 115,938 dan 106,398 g/ekor/hari. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa pemberian perlakuan jinten hitam terhadap konsumsi kelinci menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata. Hal ini berarti jinten hitam dalam ransum taraf 0%;1,5%; 3% dan 4,5% persen tidak mempengaruhi konsumsi pakan kelinci.

  Tingkat rata-rata konsumsi pakan kelinci New Zealand Red Jantan pada penelitian disajikan pada Gambar 1.

  Gambar 1. Rerata konsumsi pakan kelinci New Zealand Red Jantan

  Hasil ini diduga karena perbedaan jumlah jinten yang relatif sangat kecil antara satu perlakuan dengan perlakuan lain sehingga membuat palatabilitas pakan relatif sama pula disamping itu ransum yang digunakan dalam penelitian mengandung energi dan protein yang relatif sama. Parakkasi (1999) menyampaikan bahwa tinggi rendahnya konsumsi pakan dipengaruhi oleh palatabilitas. Palatabilitas tergantung pada bau, rasa dan kenampakan pakan. Palatabilitas pakan mempengaruhi jumlah konsumsi pakan (Prawirodigdo et al., 1995). Palatabilitas pakan berhubungan dengan segi kepuasan terhadap suatu pakan dan banyaknya pakan yang dikonsumsi oleh ternak (Sulistriyanti, 2000).

B. Pertambahan Bobot Badan Harian

  Rerata pertambahan bobot badan harian masing-masing perlakuan selama penelitian disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rerata pertambahan bobot harian kelinci selama penelitian

  Ulangan Rerata

  Perlakuan

  1

  2

  3

  4

  5

  a

  P0

  15

  15

  18

  19 18 16,98

  b

  P1

  24

  23

  22

  22 22 22,63

  a

  P2

  16

  22

  23

  21 18 19,86

  a

  P3

  16

  20

  24

  23 16 19,91 Rerata pertambahan bobot badan harian kelinci New Zealand Red Jantan selama penelitian untuk masing-masing perlakuan (P0, P1, P2 dan P3) berturut-turut yaitu 17; 23; 20 dan 20 g/ekor/hari.

  Analisis variansi menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan harian kelinci menunjukan hasil yang berbeda nyata. Superskrip menunjukkan bahwa nilai P1 berbeda nyata dengan P0 tapi berbeda tidak nyata dengan P1, P2, P3.Hal ini berarti perlakuan pemberian jinten hitam dalam ransum taraf 1,5% memberikan pengaruh yang lebih optimal terhadap pertambahan berat badan harian kelinci.

  Tingkat Rerata pertambahan bobot harian kelinci New Zealand Red Jantan pada penelitian disajikan pada Gambar 2.

  Gambar 2. Rerata pertambahan bobot badan harian kelinci New Zealand Red Jantan.

  Hal ini diduga disebabkan oleh proses pencernaan yang lebih optimal. Menurut Parakkasi (1986) secum mempunyai fungsi seperti rumen pada ternak ruminansia yaitu sebagai tempat fermentasi, sintesa protein dan vitamin B dan K oleh mikroorganisme, sehingga fungsi tempat ini penting dalam saluran pencernaan. Di secum dan usus besar sebagai tempat fermentasi pakan terdapat banyak kegiatan jasad renik yang mampu menguraikan protein yang belum dicerna menjadi skatol, indole, fenol, asam-asam lemak, hidrogen sulfide dan asam-asam amino (Tillman et al., 1991).

  Menurut Maria Ulfah (2002), Keberadaan minyak esensial menstimulasi produksi cairan pencernaan yang menghasilkan pH yang sesuai untuk enzim pencernaan, seperti peptinase. Pada waktu yang bersamaan terjadi peningkatan aktifitas enzim pencernaan dan pengaturan mikroba. Kestabilan mikroflora di dalam saluran penceranan menurunkan kasus diare dan penyakit pencernaan lain. Pengaruh nyata dari mekanisme ini adalah perbaikan konversi energi dan pencernaan zat-zat makanan dan pengaruh positif terhadap metabolisme nitrogen, asam amino dan glukosa.

C. Konversi Pakan

  Rerata konversi pakan kelinci untuk masing-masing perlakuan selama penelitian disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Rerata konversi pakan kelinci selama penelitian

  Ulangan Perlakuan

  Rerata

  1

  2

  3

  4

  5

  a

  P0 6,30 5,67 6,82 6,10 6,47 6,27

  bc

  P1 4,63 4,75 4,56 5,43 5,66 5,01

  a

  P2 5,20 6,12 5,14 6,3 6,41 5,83

  ab

  P3 5,35 4,76 4,89 5,55 6,42 5,39 Rerata konversi pakan kelinci New Zealand Red Jantan yang diperoleh selama penelitian untuk masing-masing perlakuan (P0, P1, P2 dan P3) berturut-turut yaitu 6,278; 5,01; 5,83 dan 5,39.

  Tingkat Rerata konversi pakan kelinci New Zealand Red Jantan pada penelitian disajikan pada Gambar 3.

  Gambar 3. Rerata konversi pakan kelinci selama penelitian Konversi pakan merupakan parameter yang digunakan untuk mengetahui efisiensi penggunaan pakan (de blas dan Wiseman, 1998). Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa konversi pakan kelinci berbeda nyata. Hal ini berarti penggunaan jinten hitam dalam ransum, 0%;1,5%; 3% dan 4,5% berpengaruh terhadap nilai konversi pakan kelinci New Zealand Red jantan. Uji lanjut dengan menggunakan metode Duncan Multiple Range Test (DMRT) menunjukkan bahwa pola hubungannya sebagai berikut P0 berbeda sangat nyata dengan P1,berbeda tidak nyata terhadap P2 dan berbeda nyata terhadap P3. Sedangkan P1 berbeda nyata terhadap P2 tapi berbeda tidak nyata dengan P3. Sedangkan P2 Berbeda tidak nyata dengan P3.

  Nilai konversi yang semakin rendah dengan diikuti nilai kenaikan berat badan yang semakin tinggi berarti semakin efisien pakan yang diberikan (Gusmanizar, 1999). Menurut Martawidjaya (1998) Semakin baik kualitas pakan yang dikonsumsi ternak, akan menghasilkan pertambahan berat badan lebih tinggi dan lebih efisien penggunaan pakannya. Hal ini berarti efisiensi penggunaan pakan dipengaruhi oleh kualitas pakan, pertambahan berat badan dan nilai kecernaan. Dari data di atas menunjukan bahwa jinten mampu meningkatkan efisiensi penggunaan pakan.

D. Feed Cost per Gain

  Rerata biaya pakan (feed cost per gain) untuk masing-masing perlakuan selama penelitian disajikan pada tabel 7. Tabel 7. Rerata Feed Cost per Gain kelinci selama penelitian (Rp/kg)

  Perlak Harga Ulangan Rerata uan

  (Rp/kg)

  1

  2

  3

  4

  5 0% 4200 26460 23814 28644 25620 27174 26342

  1.5% 4256 19705 20216 19407 23110 24088 21306 3.0% 4325 22490 26469 22230 27247 27723 25232 4.5% 4381 23438 20853 21423 24314 28126 23631

  Feed cost per gain adalah besarnya biaya pakan yang diperlukan ternak untuk menghasilkan 1 kg berat badan (Suparman,2004). Rerata feed cost per gain selama penelitian untuk masing-masing perlakuan P0, P1, P2 dan P3 berturut-turut yaitu yaitu Rp 26342; Rp 21306; Rp 25232dan Rp 23631

  Feed Cost per Gain kelinci New Zealand Red selama penelitian dapat dilihat pada gambar 4.

  Gambar 4. Rerata biaya pakan (Feed Cost per Gain) Pada tabel 8 dan gambar 4. menunjukkan bahwa pakan perlakuan dengan jinten hitam memberikan feed cost per gain lebih rendah dibandingkan pakan kontrol. Hal ini berarti pakan perlakuan dengan jinten hitam dilihat dari segi ekonomi lebih efisien dibandingkan pakan kontrol. Penggunaan pakan yang efisien dan ekonomis ditunjukkan dengan angka feed cost per gain yang rendah. Rasyaf (1994) menyatakan semakin efisien dalam mengubah pakan menjadi daging semakin baik pula nilai income over feed cost-nya.

  Perlakuan dengan menggunakan jinten hitam memberikan feed cost per gain lebih rendah dibandingkan pakan kontrol. Besarnya nilai feed cost per gain tergantung pada harga pakan dan efisiensi dalam penggunaan pakan. Feed cost per gain dihitung berdasarkan besarnya biaya pakan yang diperlukan untuk menghasilkan pertambahan berat badan.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

  Kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan hasil penelitian ini adalah suplementasi jinten hitam dalam ransum mampu meningkatkan performance kelinci New Zealand Red Jantan dengan penggunaan paling efektif pada level 1,5 %.

B. Saran

  Penggunaan jinten hitam dalam ransum kelinci taraf 1,5% persen dapat digunakan oleh petani untuk meningkatkan efisiensi beternak kelinci karena mampu meningkatkan pertumbuhan berat badan dan menekan harga pakan.

  

DAFTAR PUSTAKA

Aksi Agraris Kanisius, 1980. Pemeliharaan Kelinci. Kanisius, Yogyakarta.

  Anggorodi, 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia, Jakarta Anonimus , 2008. Full Taksonomy New Zealand Redcentralpets. com/ animals/ mammals/ rabbits/ rbt1438. html. akses 6 Mei 2009 Asniyah, 2008. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

  Astawan, M. 2008. Gizi Jinten Tangkal Kanker dan Aids. 24 juli 2008.

  s ada tanggal 26 Maret 2009.

  Basuki, P., 2002. Pengantar Ilmu ternak Potong dan Kerja. Bahan Kuliah.

  Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Blas, C. de dan Wiseman, J. 1998. The Nutrition of The Rabbit. CABI Publishing. London.

  Chesworth, J. 1992. Ruminant Nutrition. Macmillan Education. Ltd. Department of Animal Science. College of Agriculture Sultan Qaboos University.

  Oman. Diratpahgar, 2009. Mengenal Manfaat Jinten Hitam. Direktorat Jenderal Perkebunan - Departemen Pertanian. Jakarta. http://ditjenbun. deptan.

  go.id/rempahbun/ rempah // index.php? option = com_content & task = blogsection & id = 4 & Itemid=26 artikel 02 Februari 2009. akses 27 maret

  2009. Diwyanto K., A. Priyanti, R.A. Saptati, 2005. Prospek Pengembangan Integrasi

  Usaha Peternakan Di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.

  Farrel,D. J. dan Y. C. Raharjo, 1984. Potensi Ternak Kelinci Sebagai Ternak . Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.

  Penghasil Daging Bogor.

  Gusmanizar, N., 1998. Pengaruh Penggunaan Kulit Biji Cokelat Dalam Ransum Terhadap Performan Ayam Broiler. Jurnal Peternakan dan Lingkungan.

  Fakultas Peternakan Universitas Andalas. Padang.Vol. 5. No. 12. Hatmono, H dan I. Hastoro, 1997. Urea Molase Blok Pakan Suplemen Ternak

  Ruminansia. Trubus Agriwidya. Unggaran Kartadisastra, H.R. 1997.

  .

  Ternak Kelinci Teknologi Pascapanen Kanisius,Yogyakarta.

  • – 20 Juli 1988 : 420 – 426 Martawidjaja, M., 1998. Pengaruh Taraf Pemberian Konsentrat terhadap

  Jakarta Mursito, B., 2004. Ramuan Tradisional Untuk Pengobatan Jantung. Penebar Swadaya. Jakarta.

  Jakarta. Rasyaf , M., 1994. Beternak Ayam Kampung. PT Penebar Swadaya. Jakarta Riana, Apit. 2007. Jinten, bumbu dapur. asiamaya. com / nutrients / jinten. htm.

  Parakkasi, A., 1986. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Monogastrik vol. IB. UI Press. Jakarta. Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. UI Press.

  Pengembangan Peternakan Tropis . Vol 30 (3) : 172 – 178.

  Kecernaan Nutrien Ransum Prekusor Nitrogen dan Energi Tinggi pada Sapi Perah yang Diberikan Pakan Basal Jerami Padi. Jurnal

  Semarang. Hal. 10 – 18. Nuswantara, L. K., M. Soejono, R. Utomo, dan B. P. Widyobroto, 2005.

  

Glossary of Energy Terms . National Academi Press. Washington DC

Nugroho. 1982. Beternak Kelinci Secara Modern Jilid I. Eka Offset.

  National Research Counsil, 1981. Nutritional Energitic of Domestics Animal and

  (edisi Peternakan Sapi Bali dan Permasalahannya) Bumi Aksara. Jakarta Mulyono, S., 1998. Tehnik Pembibitan Kambing dan Domba. Penebar Swadaya,

  Lestari, C. M. S., D. Harsojo R., dan D. R. Djatiningsih, 1988. Pengaruh Pemberian Berbagai Bentuk Fisik Makanan Konsentrat Terhadap Presentase Karkas, Daging, dan Lemak Karkas Kelinci Lokal Jantan.

  Nusa Tenggara Barat . Hal 13-14 dalam Suhubudi Yasin dan S.H. Dilaga

  Mugiyono,Y dan Karmada, G., 1989. Potensi dan Kemungkinan Pakan Ternak di

  Nasiona Peternakan dan Veteriner. Balai Penelitian Ternak. Bogor

  Keragaan Kambing Kacang Betina Sapihan. Pada : Prosiding Seminar

  Proceding Seminar Nasional Peternakan dan Forum Peternak Unggas dan Aneka Ternak II. BPT Ciawi, 18

  C. Raharjo, A. P. Sinurat, B. Tangendjaja, D. Zaenuddin, dan T. Herawati.

  Dalam : B. Gunawan, D. Aritonang, S. Sastrodihardjo, H. Resnawati, Y.

  akses tanggal 25 September 2007 Rismunandar, 1974. Beternak Kelinci. Penerbit Masa Baru. Jakarta.

  

Rukmana, R., 2001. Membuat Sosis Daging Kelinci, Daging Ikan, Tempe

Kedelai . Kanisius.Yogyakarta Sarwono, 2002. Kelinci Potong dan Hias. Agromedia Pustaka, Jakarta.

  Sulistriyani, F., 2000. Pengaruh Aras Undegraded Protein dan Pakan Terhadap

  Konsumsi dan Kecernaan Nutrien dan Kadar Metabolit Darah Sapi Perah SSPFH . Theses S2 Program Pasca Sarjana. Universitas Gajah Mada,

  Yogyakarta. Suparman, D., 2004. Kinerja Produksi Kelinci Lokal Jantan dengan Pemberian

  Pakan Kering vs Basah. Skripsi S1. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Tillman, Allen D., Hari Hartadi, Soedomo Reksohadiprojo, Soeharto

  Prawirokusumo, Soekanto Lebdosoekojo, 1989. Ilmu Makanan Ternak Dasar . Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Ulfah, Maria. 2000. Minyak Esensial Alternatif Pengganti Antibiotika. 26082002.

  kses tanggal 24 12 2007.

  Vihan, V. S. and Panwar, H. S. 1987. Galactopoietic Effect of Nigella Sativa (H-

  Kalonji) in Clinic

  Wahyu, J., 1978. Cara Pemberian dan Penyusunan Ransum Unggas. IPB. Bogor al Cases of Agalactia in Goats. Indian Vet. J. 64:347-9. Whendarto, I. Dan Madyana, 1983. Beternak Kelinci Secara Populer. Eka Offset, Semarang. Williamson, G. dan W. J. A. Payne, 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis . Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Yitnosumarto, S. 1993. Perancangan Percobaan, Analisis dan Interpretasinya. PT Gramedia. Jakarta.