Perbedaan mortality rate pada mencit balb/c model sepsis paparan lipopolisakarida dengan cecal inoculum

PERBEDAAN MORTALITY RATE PADA MENCIT BALB/C MODEL SEPSIS PAPARAN LIPOPOLISAKARIDA DENGAN CECAL INOCULUM SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

ARIANA SETIANI

G 0005063

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, Mei 2009

Ariana Setiani NIM. G0005063

PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul: Perbedaan Mortality Rate Pada Mencit Balb/C Model

Sepsis Paparan Lipopolisakarida dengan Cecal Inoculum

Ariana Setiani, G0005063, Tahun 2009

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari Kamis, Tanggal 7 Mei 2009

Pembimbing Utama

Nama : Diding Heri Prasetyo, dr., M.Si. NIP : 132 233 152

Pembimbing Pendamping

Nama : Sri Sutati, Dra., Apt., SU. NIP : 130 818 781

Penguji Utama

Nama : Sri Hartati H, Dra., Apt., SU. NIP : 130 786 653

Anggota Penguji

Nama : Ipop Syarifah, Dra., M.Si. NIP : 131 472 635

Surakarta, ...........................

Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

Sri Wahjono, dr.,Mkes. Prof. Dr. AA Subijanto, dr, MS. NIP: 130 134 646

NIP: 130 134 565

PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji bagi Alloh SWT yang hanya dengan karunia dan kemudahan dari-Nya lah penulisan skripsi ini bisa selesai. Skripsi dengan judul “Perbedaan Mortality Rate Pada Mencit Balb/C Model Sepsis Paparan Lipopolisakarida dengan Cecal Inoculum” ini, disusun untuk memenuhi persyaratan kelulusan sarjana kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Prof. Dr. AA. Subiyanto, dr., MS., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Diding Heri Prasetyo, dr. M.Si. selaku pembimbing utama yang telah berkenan meluangkan waktu dan memberikan bimbingan, pengarahan, serta motivasi bagi penulis.

4. Dra. Sri Sutati, Apt., SU. selaku pembimbing pendamping yang telah berkenan meluangkan waktu, pengarahan, serta motivasi.

5. Dra. Sri Hartati, Apt., SU. selaku penguji utama yang telah menyediakan waktu untuk menguji dan memberikan saran serta nasihat untuk menyempurnakan kekurangan dalam penulisan skripsi ini.

6. Dra. Ipop Syarifah, M. Si. selaku anggota penguji yang telah memberikan waktu, saran dan nasihat untuk memperbaiki kekurangan dalam penulisan skripsi ini.

Skripsi ini jauh dari kata baik dan sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi kemajuan ilmu kedokteran khususnya pada perkembangan pengetahuan mengenai patofisiologi dan pengobatan sepsis, serta bagi pembaca pada umumnya.

Surakarta, Mei 2009 Surakarta, Agustus 2008

Penulis

H. Rancangan Penelitian……………………………………

15 J. Cara Kerja……………………………………………….

I. Instrumentasi Penelitian…………………………………

16 K. Analisis Data…………………………………………….

18 BAB IV HASIL PENELITIAN……………………………………......

A. Hasil Penelitian………………………………………….

22 BAB V

B. Analisis Data..……………………………………....

23 BAB VI SIMPULAN………………………………………………

A. Simpulan……………………………………………...

31 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

B. Saran…………………………………………………......

32 LAMPIRAN DAFTAR GAMBAR

Kerangka Berpikir Konseptual

Gambar 3.1.

Skema Rancangan Penelitian

Gambar 3.2.

Skema Rancangan Kerja

Gambar 4.1.

Histogram Survival rate

Gambar 4.2.

Prosentase perubahan berat badan mencit

Gambar 4.3.

Grafik perubahan suhu mencit

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1.

19 Tabel 4.2. Hasil Analisis Statistik

Data Mortalitas Mencit

22

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A.

Hasil Penelitian

Lampiran B.

Hasil Analisis S

Lampiran C.

Tabel Daftar Vol yang Dapat Dibe

Lampiran D.

Jadwal Penelitia

Lampiran E.

Foto Instrumen P

Lampiran F.

Foto Bahan Pene

Lampiran G.

Dokumentasi Ke

ABSTRAK

Sepsis merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas pasien . Pengetahuan patofisiologi dan pengobatan sepsis terus diupayakan. Untuk itu, diperlukan pengembangan hewan coba model sepsis yang lebih menyerupai kondisi klinik. Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan mortality rate mencit Balb/C model sepsis paparan Liopolisakarida (LPS) dengan Cecal Inoculum (CI) .

Pada penelitian ini digunakan 18 ekor mencit Balb/C jantan dengan berat badan + 20-40 gram, dan berumur 4-6 minggu. Mencit dibagi 3 kelompok: kelompok LPS (n=6) diinjeksi 0,3 mg LPS/ mencit i.p. kelompok Cecal inoculum (n=6) diinjeksi 8 mg CI/ mencit i.p. dan kelompok kontrol (n=6). Mortality rate diamati selama 7 hari meliputi jumlah mencit mati, temperatur dan berat badan. Uji One way anova dengan p<0.05 digunakan untuk menentukan kemaknaan.

Hasil penelitian didapatkan mortality LPS 50%, CI 0%, dan kontrol 0%. Terdapat perbedaan pola perubahan suhu harian dan penurunan BB pada kelompok sepsis. Analisa statistik menunjukan perbedaan bermakna mortality rate .

Sehingga disimpulkan terdapat perbedaan pada mencit Balb/C model sepsis paparan LPS dengan CI.

Kata kunci: sepsis, mortality rate, LPS, cecal inoculum

ABSTRACT

Ariana Setiani, G0005063, 2009. Mortality Rate Difference on Balb/c Mice Model of Sepsis Induced by Lipopolysaccharide and by Cecal Inoculum. Medical Faculty of Sebelas Maret University. Surakarta.

Sepsis is major leading cause of morbidity and mortality. Considerable effort have been developing the pathophysiology and treatment of sepsis. Thus we need to develop animal model to mimic human sepsis. This study was aimed to evaluate the difference mortality rate on balb/c mice model of sepsis induced by lipopolysaccharide (LPS) and those by Cecal Inoculum (CI).

18 male balb/c mice weighing + 20-40 gram on age 4-6 week were used in the study. Mice were divided into 3 groups: LPS (n=6) induced by LPS injection 0.3mg/mice/i.p; CI (n=6) induced by CI injection 8 mg/mice/i.p; and control group (n=6). Mortality rate were evaluated each day for 7 days by determining the mortality, temperature and body weight of mice. One way anova were used to determine significant difference by p<0.05.

Result for mortality of LPS 50%, CI 0%, while control 0%. The daily temperature exhibiting distinct alteration pattern, and weight loss happen on both sepsis groups. Statistic analysis shows mortality difference between groups.

It can be concluded that there is significant difference on balb/c mice model of sepsis induced by LPS and those by CI.

Key words: sepsis, mortality rate, LPS, cecal inoculum

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sepsis adalah suatu sindroma klinik sebagai manifestasi proses inflamasi imunologik yang terjadi karena adanya respon tubuh (imunitas) yang berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme (Remick, 2007; James et al., 2005), dengan atau tanpa ditemukannya organisme tersebut didalam darah (Guntur, 2006a). Sepsis menyebabkan kurang lebih 10 % Sepsis adalah suatu sindroma klinik sebagai manifestasi proses inflamasi imunologik yang terjadi karena adanya respon tubuh (imunitas) yang berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme (Remick, 2007; James et al., 2005), dengan atau tanpa ditemukannya organisme tersebut didalam darah (Guntur, 2006a). Sepsis menyebabkan kurang lebih 10 %

Sepsis dapat menyebabkan syok dan kegagalan sistem organ yang merupakan sindroma klinik yang sangat penting (James et al., 2005). Pada tahun 1997 di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr.Moewardi Surakarta, ditemukan bahwa 130 (97%) dari 135 pasien sepsis dengan syok sepsis meninggal (Arifin dan Guntur, 2006).

Pada tiga dekade terakhir ini, pengetahuan patofisiologi dan pengobatan sepsis terus diupayakan (Riedeman et al., dalam Garrido et al., 2004) . Model hewan coba sangat penting dalam pengembangan terapi sepsis dan syok sepsis.

Banyak model sepsis yang telah dikembangkan. Garrido et al. ( 2004)

menyebutkan beberapa model sepsis yaitu intravascular infusion of endotoxin, bacterial peritonitis, cecal ligation and perforation, soft tissue infection, pneumonia model, dan meningitis model. Sementara Deitch (2005) menyebutkan model sepsis intra abdominal yang terdiri atas intra-abdominal instillation of bacterial products, fecal pellets, defined bacterial inoculums, dan endogenous fecal contamination models.

Endotoxicosis model atau model sepsis paparan lipopolisakarida (LPS) secara umum digunakan dalam penelitian sepsis , m eskipun terdapat kontroversi mengenai relevansinya terhadap sepsis pada manusia (Garrido et al., 2004). Dimana sepsis tidak hanya terjadi karena induksi endotoksin saja. Sepsis dapat terjadi pada rangsangan endotoksin, eksotoksin, virus, dan parasit ( Guntur, 2006a). Sehingga para peneliti menyepakati injeksi LPS sebagai model syok endotoksin, bukan model sepsis (Riedemann, Fink, dalam Garrido et al., 2004) . Disamping harga LPS yang mahal.

Model sepsis lain yang dikembangkan adalah bacterial inoculum model , yang salah satu tekniknya adalah cecal inoculums (CI). Dimana model ini meniru keadaan peritonitis pada manusia (Deitch, 2005).

Ketidaksesuaian kondisi klinis pada hewan coba dengan manusia menyebabkan perkembangan terapi sepsis kurang memuaskan (Ebong et. al, 1999). Oleh sebab itu, perlu dilakukan banyak pengembangan pada hewan coba model sepsis ( Garrido et al., 2004) sehingga didapatkan model sepsis yang lebih menyerupai kondisi klinik pada manusia dengan harga lebih terjangkau.

Meskipun model CI dianggap lebih sesuai dengan kondisi klinis pada manusia, namun belum ada penelitian yang membuktikan keunggulannya dibanding model sepsis standart yang sering dipakai, yakni injeksi LPS.

B. Perumusan Masalah

Adakah perbedaan mortality rate pada mencit Balb/C model sepsis paparan LPS dan CI?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan mortality rate pada mencit Balb/C model sepsis paparan LPS dan CI.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis : Penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah mengenai model sepsis

yang lebih menyerupai keadaan klinis pada manusia dengan harga terjangkau.

2. Manfaat Praktis Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan rujukan untuk penelitian

sepsis lebih lanjut.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Sepsis

Sepsis adalah suatu sindroma klinik sebagai manifestasi proses inflamasi imunologik yang terjadi karena adanya respon tubuh (imunitas) yang berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme (Remick,

2007; James et al., 2005), dengan atau tanpa ditemukannya organisme tersebut dalam darah (Guntur, 2006a).

Guntur (2008a,b), membagi sepsis dalam 5 derajat:

a. Systemic Inflammatory Responds Syndrome (SIRS), ditandai dengan ≥2 gejala:

1) Hiperthermia/Hipothermia (>38,3° C/< 35,6° C)

2) Takipneu ( frekuensi respirasi >20 menit)

3) Takikardi ( frekuensi jantung >100/menit)

4) Leukositosis > 12.000/mm atau Leukopenia <4000/mm

5) Leukosit lebih dari 10% imatur

b. Sepsis Infeksi disertai SIRS

c. Sepsis berat Sepsis disertai disfungsi organ multipel (multiple organ

disfunction / MODS) / gagal organ multipel (multiple organ failure / MOF), hipotensi, oligouri bahkan anuri.

d. Sepsis dengan hipotensi

Sepsis dengan hipotensi (tekanan sistolik < 90 mmHg atau penurunan tekanan tekanan sistolik > 40 mmHg).

e. Syok sepsis Syok sepsis adalah subset dari sepsis berat, yang didefinisikan

sebagai hipotensi yang diinduksi sepsis dan menetap kendati telah mendapat resusitasi cairan disertai hipoperfusi jaringan.

Sepsis disebabkan oleh bakteri gram negatif, bakteri gram positif, jamur, virus, dan parasit (Edwin et al., 2003; James et al., 2005). Bakteri gram negatif merupakan penyebab sepsis terbesar dengan prosentase 60- 70% kasus, bakteri gram positif menyebabkan 20-40% kasus, sementara jamur oportunistik, virus (Dengue dan Herpes), atau protozoa (Falciparum malariae ) juga dilaporkan dapat menyebabkan sepsis, meskipun jarang (Guntur, 2006a).

Patofisiologi sepsis sangat kompleks akibat dari interaksi antara proses infeksi kuman patogen, inflamasi dan jalur koagulasi (Kristine et al. , 2007). yang dikarakteristikan sebagai ketidakseimbangan antara sitokin proinflamasi dengan sitokin dengan anti-inflamasi (Elena et al., 2006). Sitokin proinflamasi yang terlibat selama sepsis antara lain TNF- α, IL-1 β, IL-6 dan MIP-2α, sedang sitokin antiinflamasi yang terlibat adalah IL-10, IL-1RA, IL-4, dan reseptor soluble TNF (Ismanoe, 2008).

Overproduksi sitokin inflamasi menyebabkan aktivasi respon sistemik berupa SIRS terutama pada paru-paru, hati, ginjal, usus dan organ lainnya (Arul, 2001) yang mempengaruhi permeabilitas vaskuler, fungsi jantung dan menginduksi perubahan metabolik, menyebabkan terjadinya apoptosis maupun nekrosis jaringan, MOF, syok septik serta kematian (Javier et al., 2005; Arul, 2001).

Peningkatan kadar TNF- α, IL-1β, dan IL-6 mencetuskan berbagai macam gambaran sepsis termasuk demam, takikardia, takipneu, lekositosis, mialgia dan somnolen. Kadar TNF- α yang tinggi menginduksi terjadinya syok, koagulasi intravaskuler diseminata (KID) dan kematian (Ismanoe, 2008).

Sistem pertahanan innate host terhadap sepsis secara integral dihubungkan dengan proses inflamasi dan koagulasi (Kristine et al., 2007). Inflamasi merupakan upaya tubuh untuk menghilangkan dan eradikasi organisme penyebab yang secara langsung berhubungan dengan aktivasi sitem koagulasi dan fibrinolisis (Guntur, 2008a). Koagulasi intra vaskuler merupakan formulasi dari respon inflamasi lokal yang dapat menghambat invasi mikroba, mencegah infeksi serta penyebarluasan inflamasi ke jaringan lain (Ismanoe, 2008). Endotoksin dan TNF- α dapat mengaktifkan sistem koagulasi (Kristine et al., 2007) yang mengakibatkan pengaktifan sel endothel vaskuler yang berperan dalam aktivasi limfosit (Guntur, 2008a)

Biomarker sepsis meliputi C-reactive protein (CRP), Procalcitonin (PcT) dan LPS-binding protein (LBP) (Shahin et al., 2006). Petanda biomolekuler ini memegang peranan penting dalam diagnosa awal sepsis (Guntur, 2008a).

Penatalaksanaan sepsis umumnya dilakukan dengan mempertahan- kan hemodinamik tetap normal, pemberian antibiotika dan pengobatan penyakit dasar, eliminasi pusat dan sumber infeksi, serta pemberian imunonutrisi (Guntur, 2008b). Pengobatan sepsis gram negatif didasarkan pada pemberian antimikroba yang adekuat dan support disfungsi organ (Oscar et al., 2006).

2. Lipopolisakarida (LPS)

Lipopolisakarida merupakan produk yang berperan penting terhadap sepsis (Oscar et al., 2006; Edwin et al., 2003), yaitu komponen utama membran luar bakteri gram negatif (Oscar et al., 2006), yang bersifat stabil terhadap panas (Bochud dan Chalandra, 2003). LPS dinyatakan sebagai penyebab sepsis paling banyak (Guntur, 2006a).

Dorland (2005) menyebutkan, LPS merupakan endotoksin dan antigen grup spesifik penting (antigen O) yang terdiri atas tiga bagian, yaitu lipid A, inti polisakarida, dan rantai spesifik O. Struktur lipid A bertanggung jawab terhadap reaksi dalam tubuh penderita (Guntur, 2008a).

Lipopolisakarida tidak bersifat toksik, tetapi merangsang pengeluaran mediator inflamasi yang bertanggungjawab terhadap sepsis (Guntur, 2006a). Dalam darah, LPS diikat oleh LBP. Kompleks LPS-LBP berinteraksi dengan toll-like receptor 4 (TLR4) dengan perantaraan reseptor CD14+ untuk menginduksi nuclear factor κ-B (NFκ-B) sebagai sinyal dan transkripsi sitokin proinflamasi (Hongwei et al., 2005; Kristine et al. , 2007). LPS dapat langsung mengaktifkan sistem imun seluler dan humoral yang dapat menimbulkan gejala septikemia (Guntur 2006a), dan merangsang peradangan jaringan, demam, dan syok pada hospes yang terinfeksi (Ismanoe, 2008).

Lipopolisakarida mengaktifkan respon inflamasi sistemik yang dapat menyebabkan suatu keadaan SIRS terutama pada paru-paru, hati, ginjal, usus dan organ lainnya, mengakibatkan syok, MOF, serta kematian (Arul, 2001).

Dalam penelitian, injeksi LPS secara umum digunakan sebagai suatu model standard untuk menginduksi sepsis pada hewan coba (Kruzel et al., 2000). M eskipun demikian, terdapat kontroversi mengenai relevansinya terhadap sepsis pada manusia (Garrido et al., 2004).

3. Cecal inoculum

Dorland (2005), menjelaskan pengertian cecum atau usus buntu yakni lubang keluar dari midgut, dengan fungsi tak tentu, sebagaimana appendix pada manusia. Sedangkan inoculum adalah bahan yang dipakai Dorland (2005), menjelaskan pengertian cecum atau usus buntu yakni lubang keluar dari midgut, dengan fungsi tak tentu, sebagaimana appendix pada manusia. Sedangkan inoculum adalah bahan yang dipakai

Model sepsis paparan Cecal inoculums menggunakan injeksi material cecal secara intra peritoneal (Chopra dan Sharma, 2007). Sehingga peritoneal terkontaminasi polimikroba, sebagaimana keadaan klinik appendiksitis dan diverticulitis pada manusia (Garrido et al.,2004).

B. Kerangka Pemikiran 1. Kerangka Berpikir Konseptual

LPS

Gram(-)

Antigen Presenting Cell

Material Gram (+)

(APC)

Cecal Jamur Virus

Parasit

Sitokin Proinflamasi

Sitokin Anti-inflamasi

MOD/F

Sepsis

kematian

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

2. Kerangka Berpikir Teoritis

Eksotoksin, virus, jamur, bakteri, maupun parasit merupakan antigen yang apabila memasuki tubuh akan difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagai antigen processing cell kemudian ditampilkan dalam antigen precenting cell (APC). Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Major Histocompatibility Complex (MHC). Antigen yang bermuatan peptida MHC kelas II akan

berikatan dengan CD4 + (limfosit Th1 dan Th2) dengan perantaraan TCR (T Cell Receptor), kemudian akan berfungsi sebagai imunomodulator dan

berfungsi untuk mengekpresikan sitokin proinflamatori yang akan menyebabkan inflamasi (Guntur, 2008a)

Lipopolisakarida yang dinyatakan sebagai penyebab sepsis terbanyak, berikatan dengan protein darah membentuk kompleks LPS- LBP, yang dapat mengaktifkan sistem imun humoral dan selular secara langsung sehingga menimbulkan perkembangan gejala septikemia (Guntur, 2006a).

Sel-sel radang akan muncul pada daerah yang mengalami reaksi inflamasi. Sitokin pro inflamasi IL-1, IL- 6 dan TNFα dapat meningkatkan adhesi neutrofil terhadap endotel, menyebabkan kerusakan endotel tersebut sehingga terjadi gangguan vaskuler (Remick, 2007; James, 2005), menyebabkan nekrosis jaringan, MOF serta kematian (Javier et al., 2005; Arul, 2001).

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan post tes only control group design.

B. Lokasi penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian berupa 18 ekor mencit Balb/C jantan dengan berat badan + 20-40 gram, berumur 4-6 minggu. Mencit Balb/C diperoleh dari Unit Pengembangan Hewan Percobaan Universitas Setia Budi, Surakarta. Bahan makanan mencit digunakan pakan mencit BR 1.

D. Teknik Sampling

Untuk pengambilan sampel digunakan teknik incidental sampling.

E. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

: LPS, Cecal Inoculum

2. Variabel Terikat : mortality rate

3. Variabel luar

a. Dapat dikendalikan : Genetik, berat badan, makanan, umur

b. Tidak dapat dikendalikan : Variasi kepekaan terhadap suatu zat

F. Skala Variabel

1. LPS à diberi / tidak

: skala nominal

2. Cecal Inoculumà diberi/ tidak : skala nominal 3. Mortality rate mencit Balb/C

: skala rasio

G. Definisi operasional

1. Model sepsis paparan LPS Untuk membuat model sepsis paparan LPS, dilakukan inokulasi

intra peritoneal LPS dengan dosis 0,3 mg/mencit (Ando et al., 2000). Sebanyak 10 mg LPS dari Sigma-aldrich dilarutkan dalam 10 ml larutan Phosphat Buffered Saline (PBS). Sehingga dosis larutan yang diinjeksikan adalah 0,3 ml per mencit.

2. Model sepsis paparan cecal innoculum Cecal inoculum disiapkan baru setiap hari dari cecum mencit donor

sehat yang dikorbankan, dengan mensuspensikan 200 mg material cecal dalam 5 ml Dextrose Water 5% (Ren et al., 2002). Untuk membuat model sepsis paparan CI digunakan injeksi 8 mg CI per mencit secara intra peritoneal (Chopra dan Sharma, 2007). Sehingga dosis yang diinjeksikan adalah 0,2 ml suspensi CI per mencit.

3. Mortality Rate Mortality rate merupakan angka kematian mencit setelah mendapat induksi sepsis, dihitung dari jumlah mencit mati dan dibandingkan dengan jumlah seluruh sample yang digunakan dalam masing-masing kelompok perlakuan. Data mortality rate didapatkan dengan mengamati keadaan fisik mencit dan jumlah mencit mati dalam interval 24 jam selama 7 hari, didukung dengan pengukuran temperatur mencit per rectal serta penimbangan berat badan mencit dalam interval yang sama.

H. Rancangan Penelitian

Analisa dengan

One way anova S

P1

Mortality rate

P2

Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian

Keterangan S

: Jumlah mencit yang digunakan K

: Kelompok kontrol P1

: Kelompok perlakuan 1 (induksi sepsis dengan LPS 0,3mg/mencit i.p pada hari ke-0) P2

: Kelompok perlakuan 2 (induksi sepsis dengan Cecal Inoculum 8mg/mencit/hari i.p)

I. Instrumentasi Penelitian

1. Alat penelitian a. Kandang hewan percobaan

b. Timbangan hewan Camry c. Timbangan digital Mettler Toledo

d. Spuit injeksi 5ml e. Spuit tuberculin

f. Pipet ukur g. Labu takar 10ml

h. Beaker glass 250ml i. Alumunium foil h. Beaker glass 250ml i. Alumunium foil

2. Bahan penelitian

a. Lipopolisakarida (LPS)

b. Larutan Phospat Buffer aline (PBS)

c. Material cecal

d. Dextrose Water 5% (D5W)

e. Alkohol 70%

f. Aquadest

g. Hewan uji (18 ekor Mencit Balb/C)

h. Makanan hewan uji

J. Cara Kerja

1. Sebelum perlakuan

a. Hewan uji diadaptasi dengan kondisi laboratorium tempat penelitian selama kurang lebih 1 minggu.

b. Hewan uji dikelompokkan secara acak menjadi 3 kelompok. Masing masing kelompok terdiri dari 6 ekor mencit.

2. Pemberian perlakuan

Kelompok 1, 2 dan 3 diberi diet standart berupa BR-1. Masing- masing kelompok diberi perlakuan yang berbeda sejak hari ke-0 sampai hari ke-6.

Mencit 18 ekor

diet standar (pallet & air ad libitum)

Kelompok K

Kelompok P 1

Kelompok P 2

HARI KE 0 + LPS 0,3 mg (intraperitonial)

HARI KE 0 – 6 + CI 8mg

(intraperitonial)

hari ke 0-6 mencit diperiksa survival, suhu dan berat badan nya kemudian dibandingkan antar kelompok

Gambar 3.2 Skema Cara Kerja

K. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan uji One Way Anova menggunakan program SPSS for windows release 15.0.

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Data Hasil Penelitian

Setelah dilaksanakan penelitian, pada kedua kelompok perlakuan didapatkan tanda-tanda mencit sepsis meliputi piloereksi, letargi, penurunan aktifitas fisik serta penurunan nafsu makan dan minum. Sementara pada kelompok kontrol, mencit menunjukan aktifitas fisik yang baik/nornal.

Hasil pengamatan pada kelompok kontrol (K) didapatkan seluruh mencit (100%) dapat bertahan hidup sampai percobaan berakhir. Pada kelompok sepsis model LPS, 50% mencit mengalami kematian pada awal masa percobaan, dan pada kelompok sepsis model CI sampai masa percobaan berakhir didapatkan 0% kematian.

Tabel 4.1. Data Mortalitas Mencit

Kelompok CI No

Kelompok Kontrol

Kelompok LPS

Hari ke Hidup

Hidup Mati 1 0 6 0 6 0 6 0 2 1 6 0 4 2 6 0

Gambar 4.1 Histogram m mortality rate

Pengukuran berat erat badan menunjukan mencit pada kedua kelompo pok model sepsis mengalami kehilan ilangan berat badan (BB) selama perlakuan. Kelom lompok LPS mengalami kehilangan BB BB 9,6% sedangkan pada kelompok mencit model se del sepsis CI kehilangan BB mencapai capai 19,86%. Sebaliknya pada kelompok kontrol t ol terdapat peningkatan BB sebesar 1 sar 1,6%. Perubahan berat badan mencit selama pe a percobaan digambarkan dalam gamba mbar 4.2.

kontrol rol

Gambar 4.2 Prosent sentase perubahan berat badan mencit Pada pengukuran ran suhu, didapat suhu mencit sehat (kontrol) berkisa kisar antara

37,2°C – 38,2°C. Sementar ntara pada mencit sepsis didapat data yang lebih be ih bervariasi, dimana pada mencit mo model sepsis LPS suhu cenderung menunjukan an keadaan hipotermi pada awal masa asa percobaan.

Rerata suhu haria arian mencit sepsis model CI berkisar antara 36°C – – 38,41°C dengan suhu terendah 34 34.9°C dan suhu tertinggi mencapai 39.3°C. pada ke kelompok mencit sepsis model LPS LPS rerata suhu harian berkisar antara 34.63°C – – 37.68°C dengan suhu terendah 32 32°C dan suhu tertinggi 38.4°C.

Variasi rerata suh ata suhu harian masing-masing kelompok digambarkan arkan dalam gambar 4.3 Variasi rerata suh ata suhu harian masing-masing kelompok digambarkan arkan dalam gambar 4.3

Gambar 4.3 Grafik perubahan suhu mencit

B. Analisis Data

Analisis statistik data hasil penelitian mengenai mortality rate dilakukan menggunakan uji one way anova dengan software SPSS for windows release 15.0. Hasil analisis tertera pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil Uji Statistik dengan One Way Anova Kelompok

CI Jumlah

BAB V PEMBAHASAN

Sepsis merupakan sindroma klinik yang terjadi akibat respon tubuh yang berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme. Dalam penelitian ini rangsang terhadap respon imun tubuh dihasilkan oleh LPS dan CI. Mencit balb/c model sepsis baik yang diinduksi dengan injeksi intra peritoneal 0,3mg LPS/mencit maupun dengan injeksi intraperitoneal 0,8mg CI/mencit menunjukan tanda-tanda sepsis meliputi letargi, piloereksi, periokular discharge, diare, kesulitan bernafas, penurunan aktifitas fisik, serta penurunan intake makan dan minum. Sedangkan mencit yang tidak mendapatkan induksi sepsis (kontrol) tidak menunjukan tanda-tanda adanya dystress serta masih memiliki pergerakan dan aktifitas fisik yang normal.

Sepsis dapat menyebabkan terjadinya apoptosis maupun nekrosis jaringan, MOD/MOF, serta kematian. Hasil penelitian menunjukan bahwa LPS menyebabkan 33% kematian mencit pada hari ke-1 dan 50% pada hari ke-2 setelah induksi sepsis. Selain itu pada mencit yang masih dapat bertahan hidup hingga hari ke-5 didapatkan nekrosis pada bagian ekor beserta adanya tanda inflamasi hebat berupa edema di regio pedis mencit. Hal ini menunjukan kesesuaian dengan teori, bahwa injeksi LPS dapat digunakan untuk membuat model sepsis pada hewan coba (Garrido et al., 2004) dan telah digunakan secara umum sebagai model standart untuk menginduksi sepsis (Kruzel et al., 2000).

Lipopolisakarida merupakan komponen utama dinding bakteri gram negatif yang memegang peranan penting dalam patogenesis sepsis. Dalam darah, LPS diikat oleh LBP. LBP membawa LPS menuju reseptor CD14+ pada permukaan sel monosit dan makrofag untuk berinteraksi dengan TLR4. Selanjutnya menginduksi NF κ-B yang merupakan sinyal pengaturan transkripsi sitokin proinflamasi, sehingga terjadi overproduksi sitokin proinflamasi, yang akan menyebabkan aktivasi respon sistemik berupa SIRS dan berakhir pada kematian (Hongwei et al., 2005; Kristine et al., 2007; Elena et al., 2006).

Pada kelompok sepsis paparan CI tidak didapatkan kematian mencit (0%) sampai akhir penelitian. Pada penelitian ini dicoba pula penggunaan dosis CI 12mg/mencit/i.p dan didapatkan hasil 100% kematian mencit dalam 24 jam setelah induksi sepsis. Berbeda dengan penelitian Chopra dan Sharma, 2007 yang mendapatkan angka mortalitas 10% pada hari-1, 33% pada hari ke-3, dan 42% pada hari ke-7 setelah induksi sepsis pada tikus Sprague-Dawley jantan dengan BB 350-400 gram menggunakan dosis CI 200mg/kg BB. Sementara penelitian Gupta et.al, 2005 dengan dosis CI yang sama, didapat angka kematian 5-15% sebelum mencapai 24 jam post induksi sepsis dan 40-60% antara hari ke-5 sampai hari ke-7 post induksi sepsis. Perbedaan angka mortalitas hewan coba model sepsis CI pada beberapa penelitian tersebut dimungkinkan karena perbedaan dosis dan ketahanan hewan coba, akibat perbedaan spesies, genetic, maupun umur.

Meskipun tidak didapatkan kematian mencit pada kelompok paparan CI, adanya tanda-tanda sepsis yang jelas setelah inokulasi CI menunjukan kesesuaian dengan pendapat Chopra dan Sharma, 2007; Garrido et al., 2004; serta Ren et al., 2002 bahwa CI dapat digunakan untuk menginduksi sepsis. Pada keadaan ini, komponen CI berupa polimikroba yang berasal dari saluran pencernaan menimbulkan infeksi intra-abdomen dan menghasilkan respon inflamasi peritoneum yang merupakan salah satu sumber terjadinya sepsis (Remick et al., 2002).

Polimikroba dapat mengaktivasi sel APC untuk mengekspresikan imunomodulator yang dapat merangsang pembentukan sitokin proinflamasi (Guntur, 2008) sehingga terjadi ketidakseimbangan sitokin pro inflamasi dan anti inflamasi yang berakibat terjadinya SIRS dan Sepsis. Dengan demikian model sepsis CI dapat dikatakan mampu menggambarkan dengan baik keadaan klinis sepsis menyerupai peritonitis yang disebabkan infeksi polimikroba Akan tetapi perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan dosis CI yang tepat baik untuk memicu sistem imun maupun untuk mendapatkan lethal dosis, sehingga didapatkan model sepsis yang lebih sesuai dengan kondisi klinis pada manusia.

Hasil penelitian menunjukan perbedaan angka kematian akibat induksi sepsis secara bermakna (p=0.049) antara kelompok paparan LPS dengan CI. Perbedaan ini terjadi akibat perbedaan dalam kecepatan pelepasan dan tingginya kadar molekul proinflamasi. Xiao et al., 2006 menyebutkan tingginya kadar IL-6 pada sepsis fase akut dihubungkan dengan kematian awal hewan coba. Sementara Hasil penelitian menunjukan perbedaan angka kematian akibat induksi sepsis secara bermakna (p=0.049) antara kelompok paparan LPS dengan CI. Perbedaan ini terjadi akibat perbedaan dalam kecepatan pelepasan dan tingginya kadar molekul proinflamasi. Xiao et al., 2006 menyebutkan tingginya kadar IL-6 pada sepsis fase akut dihubungkan dengan kematian awal hewan coba. Sementara

Kematian segera terjadi setelah induksi sepsis menggunakan LPS. Sesuai dengan Guntur, 2006a bahwa LPS dapat langsung mengaktifkan sistem imun seluler dan humoral yang dapat menimbulkan gejala septikemia. Sehingga terjadi pelepasan molekul-molekul proinflamasi termasuk TNF- α, IL-1β, dan IL-6 secara cepat dan dalam jumlah besar (Remick, 2007). Keadaan ini menyebabkan terjadinya syok dan MODS (Deitch, 2005), sehingga injeksi LPS disepakati para peneliti sebagai model syok endotoksin, bukan model sepsis (Riedemann, Fink, dalam Garrido et al., 2004) . Sedangkan polimikroba yang merupakan komponen CI menginduksi pelepasan molekul-molekul proinflamasi pada fase lanjut dalam jumlah kecil dan dengan durasi yang lebih panjang (Deitch, 2005).

Teori lain meyatakan kematian pada keadaan sepsis didahului dengan adanya MOD/F yang terjadi karena ketidakmampuan respon imun akibat disregulasi apoptosis sel-sel efektor imunologi (Chung et al., 2000; Chang et al., 2007). Yakni penundaan pemusnahan sel-sel yang seharusnya dimusnahkan seperti netrofil serta pemusnahan dini sel-sel yang seharusnya tidak dimusnahkan seperti limfosit (Remick, 2007). Sesuai dengan teori tersebut, Chang et al., 2007 pencegahan apoptosis limfosit dapat menekan angka mortalitas.

Penelitian Agrivina, 2009 menunjukan perbedaan bermakna hitung limfosit darah tepi pada hewan coba model sepsis paparan LPS dengan CI. Kelompok CI menunjukan hitung limfosit yang jauh lebih rendah (68,67±10,63) dibanding kelompok LPS (88,17±2,56) maupun kelompok kontrol (89,67±4,59). Hal ini tidak sesuai dengan penelitian penulis, dimana kematian pada kelompok LPS lebih banyak dari kelompok CI.

Hal ini menandakan kematian pada kelompok LPS dalam penelitian ini bukan disebabkan oleh disregulasi apoptosis sel-sel efektor imun yang dapat dipicu oleh peningkatan ekspresi P53 akibat banyaknya radikal bebas, steroid, Nitric Oxide (NO) maupun peningkatan sitokin seperti IL-1 dan IL-6 yang terbentuk dalam penderita sepsis (Guntur, 2006b; Ismanoe, 2008). Yang kemudian mengaktifasi molekul pro apotosis seperti Bax maupun memicu cascade caspase . Sejalan dengan penelitian Chopra dan Sharma, 2007 kenaikan pro caspase-3, caspase-3, dan Bax disertai penurunan molekul anti apoptosis BCL2 pada hewan coba model sepsis terjadi mulai hari ke-3 dan menetap pada pengamatan hari ke-7.

Dengan demikian, dimungkinkan kematian fase awal mencit paparan LPS terjadi akibat kegagalan sirkulasi yang berhubungan syok endotoksin serta peningkatan cepat berbagai molekul proinflamasi yang ditandai dengan kegagalan pengaturan suhu.

Pengaruh Sepsis terhadap Perubahan Berat Badan

Sepsis dapat menyebabkan perubahan metabolisme tubuh. Pada penelitian ini kelompok mencit kontrol mengalami kenaikan BB sebesar 1,6% sesuai teori bahwa diet standart tidak menimbulkan efek inflamasi sehingga tidak menurunkan nafsu makan maupun minum serta tidak menyebabkan perubahan metabolisme pada mencit. Sedangkan pada kedua kelompok model sepsis ditemukan adanya kehilangan BB, yang merupakan gejala penyerta infeksi bakteri (Remick et al., 2005). Sesuai dengan terori bahwa pada keadaan sepsis terjadi penurunan nafsu makan sebagai akibat apoptosis saluran cerna (Diding dan Subijanto, 2008) maupun pengaruh IL- 1β disamping pengaruh pada perubahan metabolism karbohidrat (Ismanoe, 2008). Disamping itu, pada keadaan sepsis terjadi peningkatan kebutuhan energi 80-90% yang diambil dari metabolisme lemak serta proteolisis otot skeletal akibat peningkatan sitokin TNF- α, IL-1, IL-6, IFN- α (Guntur, 2008c). Penurunan BB akibat proteolisis otot terjadi setelah hari ke-5.

Kelompok mencit yang mendapat induksi LPS mengalami kehilangan BB sebesar 9,6%. Sedangkan kelompok CI mengalami kehilangan BB lebih banyak, mencapai 19,89%. Sesuai penelitian Gupta et al., 2005 hewan coba model sepsis paparan CI mengalami kehilangan BB yang signifikan selama periode 48-72 jam post induksi sepsis dan sampai hari ke-7 tidak mengalami peningkatan kembali.

Hasnak (2009) memaparkan adanya perbedaan bermakna gambaran histologis mukosa intestinal antara kelompok mencit sehat (tidak mendapat induksi sepsis) dengan kelompok mencit yang sepsis baik yang diinduksi menggunakan injeksi LPS maupun CI. Dimana pada kelompok model sepsis LPS didapatkan derajat inflamasi usus 72,22% grade 3 dan 27,78% grade 4. Sementara Hasnak (2009) memaparkan adanya perbedaan bermakna gambaran histologis mukosa intestinal antara kelompok mencit sehat (tidak mendapat induksi sepsis) dengan kelompok mencit yang sepsis baik yang diinduksi menggunakan injeksi LPS maupun CI. Dimana pada kelompok model sepsis LPS didapatkan derajat inflamasi usus 72,22% grade 3 dan 27,78% grade 4. Sementara

Beratnya derajat inflamasi mukosa usus pada kelompok CI inilah yang menyebabkan terjadinya penurunan BB secara signifikan. Selain itu kadar sitokin proinflamasi yang cenderung menetap pada infeksi polimikroba mengakibatkan penurunan nafsu intake makanan. Keadaan ini sesuai penelitian Xiao et al., 2006 yang memperlihatkan penurunan BB yang lebih tajam.pada hewan coba dengan sepsis fase lanjut.

Pengaruh Sepsis terhadap Perubahan Temperatur

Mencit kelompok kontrol menunjukan suhu harian dalam batas normal, yakni berkisar antara 37,2°C – 38,2°C. Sementara pada kedua kelompok model

sepsis terdapat perubahan suhu harian yang menunjukan adanya gangguan termoregulasi akibat pengaruh interaksi sitokin p ro inflamasi TNFα dan IL-1β dengan sel-sel di daerah hipotalamus (Guntur, 2006b; Ismanoe, 2008). IL-1 yang merupakan pirogen leukosit mampu memacu pembentukan prostaglandin, terutama PGE-2 yang dapat memicu reaksi deman (Guyton, 1997). Hal ini sesuai dengan teori bahwa sepsis dikarakteristikan dengan adanya gangguan termoregulasi berupa hipotermi atau hipertermi.

Kelompok LPS cenderung mengalami hipotermi pada awal masa percobaan, sementara pada kelompok CI terjadi hipertermi menjelang akhir masa percobaan. Endotoksin gram negatif terutama LPS dapat secara cepat menimbulkan gangguan pengaturan temperatur tubuh yang berhubungan dengan Kelompok LPS cenderung mengalami hipotermi pada awal masa percobaan, sementara pada kelompok CI terjadi hipertermi menjelang akhir masa percobaan. Endotoksin gram negatif terutama LPS dapat secara cepat menimbulkan gangguan pengaturan temperatur tubuh yang berhubungan dengan

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Terdapat perbedaan mortality rate yang bermakna pada model sepsis paparan LPS dan CI.

B. SARAN

1. Cecal inoculum dapat digunakan sebagai model sepsis yang lebih mendekati keadaan klinis pada manusia dan lebih terjangkau dibanding model sepsis paparan LPS.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kesesuaian model sepsis CI pada hewan coba dengan keadaan klinis pada manusia dengan parameter berbagai petanda sepsis.

3. Dapat digunakan sebagai dasar pada penelitian preklinik untuk pengembangan pengetahuan patofisiologi sepsis dan pengembangan terapi sepsis.

DAFTAR PUSTAKA

Agrivina BS. 2009. Perbedaan Hitung Limfosit pada Mencit Balb/c Model Sepsis Paparan LPS (Lipopolisakarida) dengan Cecal Inoculum . Skripsi. FK UNS

Arifin, Guntur AH. 2008. Sepsis Prevalency in dr. Moewardi Surakarta 2004. Kumpulan Karya Ilmiah A. Guntur H . Surakarta: UNS Press, p:11

Arul MC., Markus HL., Chandan KS., Terrence RB., Sunita SS., Vidya JS., Vaishalee AP., and Peter AW. 2001. Molecular signatures of sepsis multiorgan gene expression profiles of systemic inflammation. Am J Pathol. October ; 159(4): 1199–1209.

Bochud PY., Calandra T. 2003. Pathogenesis of sepsis: new concepts and implications for future treatment. BMJ. 326:262–266.

Chang KC., Unsinger J., Davis CG., Schwulst SJ., Muenzer JT., Strasser A., Hotchkiss RS. 2007. Multiple triggers of cell death in sepsis: death receptor and mitochondrialmediated apoptosis. FASEB J. 21: 708–719.

Chopra M., Sharma AC. 2007. Distinct cardiodynamic and molecular characteristics during early and late stages of sepsis-induced

myocardial dysfunction. Life Sci.81(4): 306–316.

Chung CS., Chaudry IH., Ayala A. 2000. The apoptotic response of the lymphoid immune system to trauma, shock and sepsis . In: Vincent, J-L., editor. Yearbook of Intensive Care and Emergency Medicine. Spinger-Verlag; Berlin. p. 27.-40.

Deitch, Edwin A. 2005. Rodent models of intra-abdominal infection. Shock. 24 :19-23.

Diding H. P, Subijanto A. A. 2008. Efek probiotik terhadap hitung limfosit pada sepsis. Medicina. 39(2):149-152.

Dorland. 2005. Kamus Kedokteran. Edisi 29. Jakarta: EGC Ebong, S. Call, D. Nemzek, J. Bolgos, G. Newcomb, D. Remick, D. 1999.

Immunopathologic Alterations in Murine Models of Sepsis of Increasing Severity. Infection and Imunity. 67(12): 6603–6610

Edwin S.V.A.,Theo J.C.V.B., and Johan K. 2003. Receptors, Mediators, and Mechanisms Involved in Bacterial Sepsis and Septic Shock. Clin Microbiol Rev. 16(3): 379–414.

Elena GR., Alejo C., Gema R., and Mario D. 2006. Cortistatin, a new antiinflammatory peptide with therapeutic effect on lethal endotoxemia. J Exp Med. 203(3): 563–571

Garrido A.G., Francisco L., Rocha e Silva M. 2004. Experimental models of sepsis and septic shoch: an overview. Acta cirurgica Brasileira; 19(2): 82-88

Guntur H, A. 2006a. Penyakit Tropik dan Infeksi: Sepsis. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, pp:1862-1865.

Guntur H, A. 2006b. The Role of Immune Response in Sepsis and Septic Shock. In: Perspeektif Masa Depan Imunologi-Infeksi Edisi II. Surakarta: UNS press, pp: 48-56

Guntur H, A. 2008a. Sirs, Sepsis,& Syok Septik: Imunologi, Diagnosis,

Penatalaksanaan . Surakarta: Sebelas Maret University Press

Guntur H, A. 2008b. Clinical observation of IVIG (intravenous Immunoglobulins) in management of sepsis. nd The 2 Indonesian sepsis forum. Surakarta:

Sebelas Maret University Press, pp:106-113 Guntur, AH.2008c. The Role of Micronutrient in Chronical and Critical Illness.

Kumpulan Makalah. National Symposium: The 2 nd Indonesian Sepsis Forum. Surakarta: Sebelas Maret University Press. p:86

Guyton AC., Hall JE. 1997. Suhu Tubuh, Pengaturan Suhu, dan Demam. In: Buku

Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi IX. Jakarta: EGC. Pp: 1141-56

Hasnak NF. 2009. Perbedaan Derajat Inflamasi Usus pada Mencit Balb/c Model Sepsis Paparan LPS (Lipopolisakarida) dengan Cecal Inoculum . Skripsi. FK UNS

Hongwei Q., Cynthia AW., Sun J L., Xueyan Z., and Etty NB. 2005. LPS induces CD40 gene expression through the activation of NF- κB and STAT-1α in macrophages and microglia. Blood. 106(9): 3114–3122.

Ismanoe G. 2008. The role of Cytokine in the Pathobiology of Sepsis. Kumpulan Makalah. National Symposium: The 2 nd Indonesian sepsis forum.

Surakarta: Sebelas Maret University Press, pp:114-118 James MJ., Naeem AA., and Edward A. 2005. Year in review in Critical Care,

2004: sepsis and multi-organ failure. Crit Care. 9(4): 409–413.

Javier C., José Y., David HE., Yolanda M., Ruben M., Isabel A., Antonia M., Pascual P., and Vicente V. 2005. Role of lipopolysaccharide and cecal ligation and puncture on blood coagulation and inflammation in sensitive and resistant mice models. Am J Pathol. 166(4): 1089–1098.

Kristine M J., Sarah B.L., Anncatrine LP., Jesper EO., and Thomas B. 2007. Common TNF- α, IL-1β, PAI-1, uPA, CD14 and TLR4 polymorphisms are not associated with disease severity or outcome from Gram negative sepsis. BMC Infect Dis. 7: 108.

Kruzel ML, Harari Y, Chen CY, Castro GA. 2000. Lactoferrin protects gut mucosal integrity during endotoxaemia induced by lipopolysaccharide in mice. Inflammation. 24:33–44

Martijn P., Graham R., Herwig G., Francesca R., and Mitchel L. 2004. An international sepsis survey: a study of doctors' knowledge and perception about sepsis. Critical Care. 8:R409-R413.

Oscar C., Andrea G., Roberto G., Cristina B., Fiorenza O., Carmela S., Federico M., Alberto L., Barbara S., Marco R., Vittorio S., Margherita Z. and Giorgio S. 2006. LL-37 Protects rats against lethal sepsis caused by gram-negative bacteria. Antimicrob Agents Chemother. 50(5): 1672– 1679.

Qin S.,Wang H., Yuan R., Li H., Ochani M., Ochani K., et.al.2006. Role of HMGB1 in apoptosis-mediated sepsis lethality. The Journal of Experimental Medicine . 203 (7): 1673-1643

Remick DG., Bolgos GR., Siddiqui J., Shin J., and Nemzek JA. 2002. Six at six: interleukin-6 measured 6 h after the initiation of sepsis predicts mortality over 3 days. Shock. 17:463–467

Remick DG, Bolgos G, Copeland S, Siddiqui J. 2005. Role of interleukin-6 in mortality from and physiologic respon to sepsis. Infection and Imunity. 73(5):2751-2757

Remick DG. 2007. Pathophysiology of sepsis. Am J Pathol. 170(5): 1435–1444. Ren, Jun, Ren, Bonnie H, Sharma, Avadesh C. 2002. Sepsis-induced depressed

contractile function of isolated ventricular myocytes is due to altered calcium transient properties. Shock. 18(3): 285-288

Shahin G., Ole GK., Court P., and Svend SP. 2006. Procalcitonin, lipopolysaccharide-binding protein, interleukin-6 and C-reactive protein in community-acquired infections and sepsis: a prospective study. Critical Care. 10:R53.

Xiao H., Siddiqui J., and Remick DG. 2006. Mechanisms of Mortality in Early

and Late Sepsis. Infection And Immunity, Sept. p. 5227–5235