Pemanfaatan fungi Asprgillus flavus, Aspergillus tereus, dan Tricodherma harzianum untuk meningkatkan pertumbuhan bibit Ceriops tagal

TINJAUAN PUSTAKA

  Pengertian Hutan Mangrove

  Hutan mangrove atau dikenal juga dengan sebutan hutan bakau berada di kawasan pinggiran pantai dan laut.Hutan mangrove memiliki banyak manfaat bagi makhluk hidup yang ada disekitarnya. Indonesia memiliki potensi sunberdaya mangrove yang sangat luas, bahkan terluas di dunia, yang bila dikelola degan baik di harap akan memberi manfaat besar bagi kehidupan makhluk hidup disekitarnya. Akan tetapi, saat ini kondisi hutan mangrove Indonesia mengalami kerusakan dan pengurangan luas secara cepat (Suryono, 2013).

  Mangrove adalah suatu komunitas tumbuhan atau suatu individu jenis tumbuhan yang membentuk komunitas di daerah pasang surut.Hutan mangrove merupakan tipe hutan yang secara alami dipengaruhi oleh pasang surut air laut, tergenang pada saat pasang naik dan bebas genangan pada saat pasang rendah.

  Hutan mangrove biasa juga dikenal dengan sebutan hutan pantai (coastal

  woodland ), hutan pasang surut (tidal forest), dan hutan bakau, yang merupakan

  formasi tumbuhan litoral yang karakteristiknya terdapat di daerah tropika dan sub tropika (Kusuma, 2002).

  Indonesia merupakan negara yang kaya, Indonesia mempunyai hutan mangrove yang terluas di dunia, sebaran terumbu karang yang eksotik, rumput laut yang terdapat dihampir sepanjang pantai, sumber perikanan yang tidak ternilai banyaknya. Menurut Noor, dkk., (2006) Indonesia merupakan negara yang mempunyai luas hutan mangrove terluas didunia dengan keragaman

  Taksonomi dan Morfologi Ceriops tagal

  Klasifikasi Ceriops tagal dapat diuraikan sebagai berikut (Satriono, 2007) : Kerajaan : Tumbuhan Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Rhizophorales Famili : Rhizophoraceae Genus : Ceriops Spesies : Ceriops tagal

  Fungsi Mangrove

  Dilihat dari aspek fisik, hutan mangrove mempunyai peranan sebagai pelindung kawasan pesisir dari hempasan angin, arus dan ombak dari laut, serta berperan juga sebagai benteng dari pengaruh banjir dari daratan.Tipe perakaran beberapa jenis tumbuhan mangrove tersebut juga mampu mengendapkan lumpur, sehingga memungkinkan terjadinya perluasan areal hutan mangrove. Disamping itu, perakaran jenis tumbuhan mangrove juga mampu berperan sebagai perangkap sedimen dan sekaligus mengendapkan sedimen, yang berarti pula dapat melindungi ekosistem padang lamun dan terumbu karang dari bahaya pelumpuran. Terciptanya keutuhan dan kelestarian ketiga ekosistem dari bahaya kerusakan tersebut, dapat menciptakan suatu ekosistem yang sangat luas dan komplek serta dapat memelihara kesuburan, sehingga pada akhirnya dapat menciptakan dan memberikan kesuburan bagi perairan kawasan pantai dan sekitarnya (Pramudji, 2001).

  Semua tipe hutan mangrove, dengan pengecualian hutan-hutan yang mengalami perubahan, menunjukkan kemampuan untuk meredam energi dan kekuatan tsunami, mengurangi kecepatan dan dalamnya aliran, dan membatasi wilayah penggenangan.Hutan-hutan mangrove yang alami, sehat dan utuh memberikan perlindungan yang baik bagi wilayah pesisir (Mazda dkk., 1997).

  Proteksi dari tiupan angin kencang di atas kanopi mangrove adalah jauh lebih tinggi dibandingkan di atas permukaan air, sehingga semakin ke arah mangrove pedalaman kecepatan angin semakin berkurang.Saenger (2002) melaporkan bahwa mangrove yang tersusun oleh tegakan pohon dengan tinggi 3 – 5 m hanya sedikit mengalami kerusakan (1% dari jumlah pohon) akibat tiupan angin topan.

  Fungsi mangrove yang terpenting bagi daerah pesisir adalah penyambung darat dan laut, seperti peredam gejala-gejala alam yang ditimbulkan oleh perairan, seperti abrasi, gelombang, badai, dan juga menjadi penyangga bagi kehidupan biota lainnya yang merupakan sumber masyarakat sekiktarnya.Namun ssat ini sebagian besar kawasan mangrove berada dalam kondisi rusak, bahkan dibeberapa daerah sangat memprihatinkan.Tercatat laju degradasi mencapai 160-200 ribu ha per tahun (Saparinto, 2007).

  Kondisi Kerusakan Mangrove

  Hutan mangrove di Indonesia berada dalam ancaman serius dan terus meningkat dari berbagai pembangunan, diantara yang utama adalah pembangunan yang cepat yang terdapat di seluruh wilayah pesisir yang secara ekonomi vital. Konsevasi kemanfaatan lain seperti untuk budidaya perairan, tempat perdagangan dan perumahan, serta pertanian, adalah penyebab berkurangnya sumber daya mangrove dan beban berat bagi hutan mangrove yang ada. Selain ancaman yang langsung ditujukan pada mangrove melalui pembangunan tersebut, ternyata sumber daya mangrove rentan terhadap aktivitas pembangunan yang terdapat jauh dari habitatnya. Ancaman dari luar tersebut yang sangat serius berasal dari pengelolaan DAS yang serampangan, dan meningkatnya pencemar hasil industri dan domestik (rumah tangga) yang masuk ke dalam daur hidrologi. Hasil yang terjadi dari erosi tanah yang parah dan meningkatnya kuantitas serta kecepatan sedimen yang diendapkan di lingkungan mangrove adalah kematian masal mangrove yang tidak terhindarkan lagi karena lentisel-nya tersumbat oleh sedimen tersebut.Polusi dari limbah cair dan limbah padat berpengaruh serius pada perkecambahan dan pertumbuhan mangrove.Ancaman langsung yang paling serius terhadap mangrove pada umumnya diyakini akibat pembukaan liar mangrove untuk pembangunan tambak ikan dan udang (Hery, 2010).

  Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan pembangunan, maka fungsi lingkungan pantai di beberapa daerah telah menurun atau rusak dimana banyaknya kepentingan yang menyebabkan kawasan mangrove mengalami perlakuan yang melebihi kemapuan untuk mengadakan permudaan, pengalihan penggunaan lahan dari tanah timbul menjadi pemukiman. Selain itu, kurang adanya usaha yang signifikan dalam melakukan rehabilitasi mangrove yang telah mengalami kerusakan (Luqman, dkk., 2013).

  Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki hutan keanekaragaman jenis yang tinggi. Tercatat terdapat 202 jenis yang terdiri dari 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana dan 44 jenis epifit. Merujuk hasil identifikasi Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial tahun 1999, luas keseluruhan hutan bakau di Indonesia sekitar 8,6 juta hektar, terdiri atas 3,8 juta hektar didalam kawasan hutan dan 4,8 hektar di luar kawasan hutan. Kerusakan hutan bakau didalam kawasan hutan 1,7 hektar atau sekitar 44,73 persen dan kerusakan di luar kawasan hutan 4,2 juta hektar atau sekitar 87,50 persen. Penebangan hutan bakau lebih banyak disebabkan oleh ketidaktahuan petani nelayan (petambak) yang berpikir bahwa kerindangan dedaunan bakau menghalangi masuknya sinar matahari dan mengurangi luas areal untuk lahan tambak.Ekspansi pembangunan dan pengoperasian tambak yang tidak terkontrol menempatkan sumber hayati hutan bakau yang tumbuh sepanjang 81 ribu kilometer perairan pantai Indonesia terancam kepunahan (Suryono, 2013).

  Pengenalan Fungi

  Mikroba-mikroba tanah banyak yang berperan didalam penyediaan maupun penyerapan unsur hara bagi tanaman.Tiga unsur hara penting bagi tanaman yaitu nitrogen, fosfat, dan kalium seluruhnya melibatkan aktifitas mikroba.Mikroba dapat melarutkan fosfat apabila unsur nitrogen tercukupi.Unsur N harus ditambat oleh mikroba dan diubah bentuknya agar tersedia bagi tanaman.Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dan ada pula yang hidup bebas (non-simbiotik).Mikroba penambat N non-simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis tanaman. Mikroba tanah lain yang berperan di dalam penyediaan unsur hara adalah mikroba pelarut fosfat (P) dan kalium (K). Bahan Organik tanaman. Unsur P yang terkandung didalam bahan organik akan dilepaskan oleh mikroba pelarut fosfat dan menyediakannya bagi tanaman. Jenis mikroba yang mampu melarutkan P antara lain Aspergilus sp., dan Penicilliumi sp. Mikrob yang memiliki kemampuan yang tinggi dalam melarutkan P umumnya juga memiliki kemampuan yang tinggi dalam melarutkan K (Sumarsih, 2003).

  Menurut Firman dan Arynantha (2003) diketahui bahwa fungi Penicillium,

  Rhizhopus , dan Fusarium memiliki potensi sebagai penghasil glukosa oksidase

  dengan aktivitas yang cukup tinggi. Semakin banyak karbohidrat yang dihasilkan dan tersedia di dalam tanah akan meningkatkan laju pertumbuhan sel-sel dan dengan semakin banyak sel-sel baru yang terbentuk maka pertumbuhan tanaman terutama pertambahan diameter batang akan meningkat.

  Menurut Sihite (2014), hasil pengamatan tinggi tanaman yang dilakukan di rumah kaca, aplikasi fungi berpengaruh terhadap tinggi tanaman. Tinggi bibit

  A.marina dengan berbagai fungi menunjukkan bahwa tinggi tanaman yang paling

  rendah adalah tanaman kontrol namun tidak berbeda nyata dengan tanaman yang diberi perlakuan.Sedangkan yang paling tinggi terdapat pada perlakuan

  T. harzianum. Pemberian fungi yang berbeda pada tanaman A.marina memberikan

  reaksi pertumbuhan dan pertambahan tinggi tanaman yang berbeda.Hal ini terjadi karena adanya perbedaan kemampuan antara beberapa jenis fungi dalam menyediakan unsur hara bagi A.marina serta perbedaan enzim yang dikeluarkan oleh fungi untuk mendekomposisikan lumpur.Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pemberian fungi memberikan pengaruh terhadap diameter batang.

  Spesies Trichoderma disamping sebagai pengurai, dapat pula berfungsi Trichoderma telah dilaporkan sebagai agensia hayati seperti T. harzianum, T.

  viridae, dan T. konigii yang berspektrum luas pada berbagai tanaman pertanian.

  Fungi Trichoderma diberikan ke areal pertanaman dan berlaku sebagai biodekomposer, mendekomposisi limbah organik (daun dan ranting tua) menjadi kompos yang bermutu. Serta dapat berlaku sebagai biofungisida,yang berperan mengendalikan pathogen penyebab penyakit tanaman. Trichoderma dapat menghambat pertumbuhan beberapa fungi penyebab penyakit pada tanaman antara lain Rigidiforus lignosus, Fusarium oxysporum, Rizoctonia solani,

  Sclerotium rolfsi. Disamping kemampuan sebagai pengendali hayati, T. harzianum

  memberikan pengaruh positif terhadap perakaran tanaman, pertumbuhan tanaman dan hasil produksi tanaman (Herlina, 2010).

  Trichoderma merupakan salah satu fungi yang dapat dijadikan agen

  biokontrol karena bersifat antagonis bagi fungi lainnya, terutama yang bersifat patogen.Aktivitas antagonis yang dimaksud dapat meliputi persaingan, parasitisme, predasi, atau pembentukan toksin seperti antibiotik.Untuk keperluan bioteknologi, agen biokontrol ini dapat diisolasi dari Trichoderma dan digunakan untuk menangani masalah kerusakan tanaman akibat patogen.Beberapa penyakit tanaman sudah dapat dikendalikan dengan menggunakan fungi

  

Trichoderma.Trichoderma sp. menghasilkan enzim kitinase yang dapat

  membunuh patogen sehingga fungi ini sangat cocok digunakan dalam mengelola lahan bekas pertambangan untuk kembali melestarikannya (Tjandrawati, 2003).

  Manfaat Trichoderma sp. antara lain menghasilkan sejumlah besar enzim ekstraseluler glukanase dan kitinase yang dapat melarutkan dinding sel fungi sekitarnya. Trichoderma viridae menghasilkan 2 jenis antibiotik yaitu gliotoksin dan viridian yang dapat melindungi tanaman bibit dari serangan penyakit rebah kecambah, aman bagi lingkungan, hewan maupun manusia karena tidak menimbul residu bahan kimia, serta mampu merangsang pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil produksi tanaman. Secara ekonomi, penggunaan Trichoderma sp. lebih murah dibandingkan penggunaan pupuk kimia (Amani, 2008).

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analis Dampak Perubahan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Terhadap Biaya Input dan Output Ayam Broiler di Kabupaten Deli Serdang (Studi Kasus: Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang)

0 0 22

BAB I PENDAHULUAN - Analis Dampak Perubahan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Terhadap Biaya Input dan Output Ayam Broiler di Kabupaten Deli Serdang (Studi Kasus: Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang)

0 1 13

Analisis Pengaruh Volume Produksi Kedelai, Jagung, Ubi Kayu dan Ubi Jalar Terhadap Tingkat Konsumsi Beras di Sumatera Utara

0 0 18

ANALISIS USIA ARRESTER PADA JARINGAN DISTRIBUSI TERHADAP SAMBARAN KILAT DENGAN MENGGUNAKAN ATP- EMTP Studi Kasus PLN Ranting Medan Johor Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Ele

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Komponen Arus Kas, Laba Akuntansi, dan Ukuran Perusahaan terhadap Return Saham pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

0 0 31

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian - Pengaruh Komponen Arus Kas, Laba Akuntansi, dan Ukuran Perusahaan terhadap Return Saham pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Cost of Equity Capital - Pengaruh Intellectual Capital, Asetri Informasi dan Nilai Pasar Ekuitas terhadap Cost of Equity Capital pada perusahaan Otomotif yang Terdaftar di BEI (2011-2013)

0 0 20

Pengaruh Intellectual Capital, Asetri Informasi dan Nilai Pasar Ekuitas terhadap Cost of Equity Capital pada perusahaan Otomotif yang Terdaftar di BEI (2011-2013)

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Perspektif teori agency merupakan dasar yang digunakan untuk - Analisis pengaruh penerapan prinsip good corporate governance terhadap kinerja perusahaan di Bursa Efek Indonesia

0 2 22

BAB II TINJAUAN UMUM MASYARAKAT MINANGKABAU DAN SANGGAR TIGO SAPILIN DI KOTA MEDAN 2.1 Asal-Usul Masyarakat Minangkabau - Hubungan Struktur Tari, Musik Iringan, dan Fungsi Sosial Tari Galombang yang Dipertunjukan Sanggar Tigo Sapilin pada Upacara Adat Per

0 1 13