BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analis Dampak Perubahan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Terhadap Biaya Input dan Output Ayam Broiler di Kabupaten Deli Serdang (Studi Kasus: Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler

  Usaha perunggasan di Indonesia telah menjadi sebuah industri yang merakyat. Industri perunggasan memiliki nilai strategis khususnya dalam penyediaan protein hewani. Jenis ayam yang biasa dipelihara dan diternakkan di Indonesia adalah ayam ras. Ayam ras adalah ayam yang sudah mengalami rekayasa dalam hal pemeliharaannya, ayam ras lebih dikenal dengan nama ayam broiler (Kustanti, 2008). Ayam broiler merupakan salah satu sumber pangan hewani yang dibutuhkan masyarakat. Meskipun populasinya terus bertambah, tetapi ketersediaan stok daging ayam belum bisa memenuhi permintaan yang juga terus meningkat. Hal ini bisa menjadi peluang untuk menjalankan usaha peternakan ayam broiler (Fadillah, 2013). Saat ini, produksi daging ayam broiler menempati urutan pertama sebagai penyumbang ketersediaan daging ternak asal unggas di Indonesia. Kontribusi daging asal unggas mengalami peningkatan dari 20% pada tahun 1970 menjadi 65% pada tahun 2008. Perkembangan ayam broiler yang hampir menyebar ke seluruh wilayah Indonesia disebabkan beberapa faktor berikut : 1)

  Ketersediaan sarana produksi perternakan (SAPRONAK), yaitu berupa bibit ayam (DOC), pakan, obat-obatan, dan penunjang lainnya.

2) Ketersediaan pasar yang dapat menampung setiap produk yang dihasilkan.

  3) Ketersediaan sarana kelembagaan dan informasi yang dibentuk oleh para pelaku industri perunggasan maupun pemerintah.

  4) Standart manajemen pemeliharaan yang terus ditingkatkan sehingga tingkat produktivitas terus meningkat.

5) Keuntungan yang menjanjikan (Fadillah, 2013).

  Di Indonesia, swasembada daging ayam broiler sudah dimulai pada tahun 1995. Sejak itu, perkembangan usaha perunggasan terutama ayam broiler terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Peningkatan kebutuhan terhadap daging ayam ini sejalan dengan laju pertambahan jumlah penduduk (Fadillah, 2013).

  Perkembangan usaha perternakan di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor penunjang antara lain : 1)

  Jumlah pendududuk yang tinggi dan laju pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat . Dilihat dari potensi pasar, Indonesia merupakan pasar yang sangat potensial untuk semua produk dari industri perternakan unggas termasuk potensi pasar akan kebutuhan daging ayam broiler yang cenderung terus meningkat.

  2) Daging ayam broiler merupakan daging yang murah, harga terjangkau, tersedia dalam jumlah yang cukup, serta penyebarannya hampir menjangkau seluruh wilayah indonesia.

  3) Usaha industri perternakan ayam broiler tidak terlalu rumit, terbuka lebar bagi setiap investor, dan hampir semua wilayah bisa dilakukan, serta secara tidak langsung akan menyerap seluruh tenaga kerja.

  4) Terbukanya peluang usaha produk inovasi yang bersumber dari daging ayam broiler seperti nugget, sosis, dan baso (Fadillah, 2013).

  Peternakan ayam broiler dapat dijalankan peternak mulai dari skala kecil sampai skala besar. Untuk skala kecil, jumlah ayam yang diternakkan sekitar 1.000-50.000 ekor namun umumnya sekitar 5.000-25.000 ekor. Peternakan ayam broiler yang dijalankan dengan skala usaha kecil memiliki keunggulan dan kelemahan. Keunggulannya adalah modal yang perlu disediakan tergolong kecil, kandang dapat dibangun secara sederhana dan lokasinya dapat dekat dengan tempat tinggal serta kepemilikannya bersifat perorangan.

  Kelemahannya, kontinuitas usaha sepanjang tahun tidak berjalan lancar dan lingkup pemasaran terbatas (Fadilah, 2013).

  Pada peternakan skala usaha sedang, jumlah ayam yang diproduksi sekitar 50.000-500.000 ekor. Status kepemilikan peternakan masih bersifat perorangan. Manajemen pemeliharaan ayam sudah lebih maju dibandingkan dengan manajemen yang dilaksanakan di peternakan rakyat. Namun secara legal, belum memiliki badan hukum seperti PT dan CV. Pada peternakan skala usaha besar, peternakan sudah berada dibawah naungan perusahaan yang telah berbadan hukum seperti PT. Jumlah ayam yang dipelihara tergolong banyak. Umumnya produksi yang dihasilkan di atas 100.000 ekor sampai jutaan ekor (Fadilah, 2013).

2.1.2 Pola Usaha Peternakan

  Pola usaha yang ada pada peternak ayam terbagi menjadi dua, yaitu pola usaha mandiri dan pola usaha kemitraan. Pada umumnya peternak mandiri memiliki skala usaha kecil yang memiliki keterbatasan modal dan teknologi. Kondisi ini menyebabkan peternak mandiri lebih rentan terhadap masalah krisis ekonomi. Hambatan seperti masalah modal dan sempitnya jangakauan pemasaran dalam melakukan usaha peternakan ayam broiler telah menyebabkan berkurangnya persentase peternak mandiri. Dimana sebagian besar memilih untuk bergabung dengan perusahaan kemitraan. Saat ini usaha peternakan ayam broiler, dikuasai oleh perusahaan kemitraan dengan pangsa pasar mencapai 40-50% (Poultry, 2008). Berbeda dengan peternak mandiri, peternak plasma memiliki resiko usaha yang lebih kecil. Sarana produksi peternakan (sapronak) peternak plasma akan dijamin ketersediannya oleh perusahaan inti. Selain itu, kepastian harga pasar juga diperoleh peternak plasma dalam memasarkan ayam hasil produksinya. Dalam usaha kemitraan, harga sapronak maupun harga jual ayam ditentukan oleh perusahaan kemitraan dalam sebuah kontrak yang disepakati oleh kedua belah pihak, biaya transportasi ditangggung oleh perusahaan mitra.

  Dengan bermitra, pihak inti akan memperoleh keuntungan dari harga jual sapronak serta kelebihan harga jual ayam pada saat harga pasar melebihi harga kontrak. Sedangkan plasma akan memperoleh keuntungan dari hasil produksinya dengan harga kontrak yang telah disepakati sehingga tidak harus menanggung kerugian ketika harga pasar dibawah harga kontrak.

  2.1.3 Peternak

  Peternak adalah orang atau badan hukum atau buruh peternakan yang mata pencahariannya sebagian atau seluruhnya bersumber kepada peternakan. Peternakan adalah pengusahaan, pembudidayaan, atau pemeliharaan ternak dengan segala fasilitas penunjang bagi kehidupan ternak (Undang-undang Dasar, 1967). Tujuan peternakan adalah mencari keuntungan dengan penerapan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi yang telah dikombinasikan secara optimal.

  2.1.4 Biaya Input Produksi

  Biaya produksi merupakan sebagian keseluruhan faktor produksi yang dikorbankan dalam proses produksi untuk menghasilkan produk. Biaya produksi sering disebut dengan ongkos produksi. Biaya produksi merupakan keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk hingga produk itu sampai di pasar atau sampai di konsumen (Bambang, 2007). Biaya produksi terbagi menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap (fixed

  

cost ) adalah biaya yang timbul dari pemakaian input tetap. Biaya ini tidak berubah walaupun

  jumlah output yang dihasilkan berubah. Biaya variabel (variabel cost) adalah biaya yang muncul sebagai akibat dari penggunaan input variabel. Biaya variabel total akan bervariasi sesuai dengan perubahan output yang dihasilkan. Keseluruhan biaya dari biaya tetap ditambah biaya variabel disebut dengan biaya total (Sugiarto, 2002).

  Biaya tetap (fix cost) meliputi biaya yang digunakan untuk pembuatan kandang beserta ongkos kerjanya, instalansi air (tangki air beserta instalansinya), tempat minum, tempat pakan, gudang pakan, peralatannya, serta sarana lain sesuai dengan kebutuhan (Fadillah, 2013).

  Biaya variabel (variabel cost) adalah biaya yang dikeluarkan berkali-kali dan tidak mengalami penyusutan. Biaya variabel meliputi bibit (DOC), pakan, transportasi, vitamin atau obat-obatan, tenaga kerja (Sudarmono, 2003). DOC adalah bibit ayam atau anak ayam yang baru berusia satu hari. Kualitas DOC sangat menentukan kelangsungan dan hasil produksi usaha ternak ayam broiler. Untuk hasil produktifitas optimal, memilih DOC yang berkualitas bagus menjadi hal yang sangat penting. DOC memiliki peranan kesuksesan berkisar 10 - 16% selain pakan dan juga manajemen pemeliharaan.

  Ciri-ciri DOC yang baik adalah bebas dari penyakit (free disease) terutama penyakit pullorum, empalitis, dan jamur, berasal dari induk yang matang umur dan dari pembibit yang berpengalaman, DOC terlihat aktif, mata cerah, dan lincah, DOC memiliki kekebalan dari induk yang tinggi, kaki besar dan basah, bulu cerah, tidak kusam dan penuh, anus bersih, tidak ada kotoran (Fadillah, 2004). Biaya pakan tercipta dari hasil perkalian antara jumlah konsumsi ransum dengan harga pakan. Harga pakan sudah ditentukan dari kekuatan pasar, sedangkan konsumsi ransum harus sesuai standar dari pembibit yang bersangkutan (Rasyaf, 2001). Ransum adalah bahan ransum ternak yang telah diramu dan biasanya terdiri dari berbagai jenis bahan ransum dengan komposisi tertentu. Pemberian ransum bertujuan untuk menjamin

  8. Energi Metabolisme % Min. 2900 Sumber : Standart Nasional Indonesia, 2006.

  8. Energi Metabolisme % Min. 2900 Sumber : Standart Nasional Indonesia, 2006.

  7. Fosfor (P) % 0,60

  6. Kalsium (Ca) % 0,90 - 1,20

  5. Abu % Maks. 8,0

  4. Serat Kasar % Maks. 6,0

  3. Lemak Kasar % Maks. 8,0

  2. Protein Kasar % Min. 18,0

  1. Kadar Air % Maks. 14,0

Tabel 2.2 Kebutuhan Nutrisi Broiler Periode Akhir No. Parameter Satuan Persyaratan

  7. Fosfor (P) % 0,60

  pertumbuhan berat badan dan menjamin produksi daging agar menguntungkan (Santoso, 2008).

  6. Kalsium (Ca) % 0,90 - 1,20

  5. Abu % Maks. 8,0

  4. Serat Kasar % Maks. 6,0

  3. Lemak Kasar % Maks. 7,4

  2. Protein Kasar % Min. 19,0

  1. Kadar Air % Maks. 14,0

Tabel 2.1 Kebutuhan Nutrisi Broiler Periode Awal No. Parameter Satuan Persyaratan

  Kebutuhan nutrisi broiler periode Awal dan Akhir sesuai Standart Nasional Indonesia (2006) dapat dilihat pada tabel 2.1 dan 2.2 berikut :

  Ransum yang baik harus mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral dalam jumlah yang berimbang. Selain memperhatikan kualitas, pemberian ransum juga harus sesuai dengan umur ayam karena nilai gizi dan jumlah ransum yang diperlukan pada setiap pertumbuhan berbeda (Cahyono, 2001).

  • – 1,00
  • – 1,00
Peternakan ayam broiler memerlukan sejumlah tenaga kerja yang dapat disesuaikan dengan banyaknya jumlah budidaya ataupun jenis teknologi yang diterapkan. Peternakan ayam broiler terdiri dari beberap jenis tenaga kerja, yaitu tenaga kerja tetap, tenaga kerja harian, dan tenaga kerja harian lepas dan kontrak (Rasyaf, 2010).

  Biaya transportasi adalah faktor yang menentukan dalam transportasi untk pnetapan tarif dan alat kontrol agar dalam pengoperasian dapat dicapai secara efektif dan efisien. Biaya transportasi termasuk di dalamnya adalah biaya bahan bakar, oli, dan tenaga penggerak. Pemakaian Bahan Bakar Minyak biasanya dihitung berdasarkan jumlah kilometer per liter. Faktor yang mempengaruhi pemakaian BBM adalah ukuran kendaraan, rata-rata pemakaian BBM, cara mengemudi yang bila semakin cepat mengemnudi maka semakin tinggi pemakaian BBM, kondisi kendaraan, tingkat pengisian, permukaan jalan dimana permukaan jalan yang buruk menyebabkan pemakaian BBM yang lebih banyak, dan pemakaian oli mesin.

  Pemberian obat pada ayam broiler terdiri dari kelompok obat khusus untuk penyakit yang disebabkan oleh Salmonella sp, kelompok obat Sulfonamides, kelompok obat antibiotika, dan kelompok obat khusus untuk mengobati penyakit berak darah (Rasyaf, 2010). Para peternak ayam broiler dapat melakukan pengobatan secara herbal dengan jahe, kunyit, kencur, daun sirih, temulawak, maupun bawang putih, sebagai pengganti alternatif obat- obatan kimia (Harianto, 2011). Vaksin adalah penyakit yang telah dilemahkan dan dimasukkan ke dalam tubuh ayam broiler guna meningkatkan kekebalan tubuh dalam melawan penyakit. Pemberian vaksin dapat dilakukan melalui tetes mata, penyuntikan, dan pencampuran dengan air minum (Sudaryani, 2009).

  Vitamin merupakan nutrien organik yang dibutuhkan untuk mendukung berbagai fungsi biokimia yang tidak disintesis oleh tubuh. Vitamin snagat berguna untuk mendukung proses pertumbuhan dan meningkatkan daya tahan tubuh ayam broiler. Seperti halnya manusia, ayam broiler juga membutuhkan vitamin A, B, C, D, E, dan K. Kandungan vitamin tersebut biasanya sudah terdapat di dalam pakan yang diberikan kepada ayam broiler (Widagdo, 2011).

2.1.5 Produksi dan Produktivitas

  Produksi adalah suatu proses pengubahan faktor produksi atau input menjadi output sehingga nilai barang tersebut bertambah. Input adalah barang atau jasa yang digunakan sebagai masukan pada suatu proses produksi sedangkan yang dimaksud dengan output adalah barang dan jasa yang dihasilkan dari suatu proses produksi (Rasyaf, 2008).

  Jumlah produksi sebaiknya sudah harus diperhitungkan dari awal. Untuk menentukan besarnya jumlah produksi yang dihasilkan, pendekatan yang harus dilakukan adalah dengan melihat potensi pasar, termasuk didalamnya tata niaga dan jalur pemasaran. Secara aplikatif, pendekatan ini harus mengetahui kepada siapa kelak ayam itu akan dijual dan berapa banyak ayam yang mau dibeli (Rasyaf, 2008). Tujuan dari produksi ayam pedaging pada umumnya adalah untuk memproduksi daging sesuai sasaran yang hendak dicapai. Pengaturan jumlah produksi ayam ini memang berawal dari pasar sampai ke masalah teknisnya. Jumlah ayam yang ditentukan sesuai dengan perencanaan akan menentukan kepadatan kandang sehingga akhirnya menentukan jumlah kandang yang harus disiapkan dan tentunya juga terkait dengan penambahan jumlah tempat ransum, tempat minum, jumlah pakan, dan jumlah pekerja yang dibutuhkan. Dengan demikian biaya produksi juga dapat diketahui sehingga jumlah uang yang harus disiapkan per masa produksi dapat diprediksikan (Rasyaf, 2008).

  Dalam kegiatan produksi untuk mengubah input menjadi output, produsen tidak hanya menentukan input apa saja yang diperlukan, tetapi juga harus mempertimbangkan harga dari input-input tersebut yang merupakan biaya produksi dari output. Produksi merujuk kepada jumlah input yang dipakai dan output yang dihasilkan, biaya produksi merujuk kepada biaya perolehan input tersebut (nilai uangnya) (Sugiarto, 2002). Produktivitas menyatakan rasio antara output dan input. Dalam pekerjaan pengukuran produktivitas, terlebih dahulu harus disusun definisi kerja dan kemudian cara mengukur baik output maupun input. Secara garis besar setiap variabel dapat dinyatakan dalam satuan fisik atau satuan nilai rupiah. Produktivitas dipengaruhi oleh berbagai faktor (Sirait, 2009).

  Karakterisitik produk peternakan adalah karakteristik hasil utama maupun sampingan usaha peternakan. Yaitu Fragile (mudah pecah secara fisik), Perishable (mudah rusak secara kimiawi dan biologi), Quality Variation (Tingkat variasi yang tinggi dalam kualitas produk), serta Bulky (nilai ekonomis hasil sampingan berlawanan degan hasil utama). Karakteristik produksi peternakan adalah faktor-faktor produksi usaha peternakan yang jumlahnya relatif banyak serta dominanasi pengaruh lingkungan yang besar.

2.1.6 Harga Jual Ouput

  Harga jual adalah nilai tukar suatu barang atau jasa, yaitu jumlah uang pembeli sanggup membayar kepada penjual untuk suatu barang tertentu (Sriyadi, 2008). Harga jual meliputi biaya yang dikeluarkan untuk produksi ditambah dengan jumlah laba yang diinginkan (Padji, 2003).

  Berdasarkan pengertian tersebut, diketahui bahwa harga penjualan suatu produk sangat dipengaruhi oleh biaya produksi. Jika biaya produksi yang dikeluarkan pada suatu produk tinggi, maka laba yang diinginkan seharusnya disesuaikan dengan harga jual di pasaran sebaliknya jika menginginkan laba yang diinginkan tinggi maka produsen harus dapat menekan biaya produksi.

  Biaya produksi merupakan faktor yang sangat menentukan tinggi atau rendahnya harga produk yang akan dihasilkan atau ditawarkan kepada konsumen. Karena biaya produksi memberikan informasi mengenai batas bawah terhadap harga jual yang ditentukan. Jika salah satu biaya produksi seperti biaya bahan baku melambung tinggi, maka produsen harus mengambil keputusan antara tetap memproduksi produk dengan jumlah unit produk yang sama tetapi dengan menaikkan harga jual dari produk tersebut atau menurunkan jumlah unit produk yang diproduksi dengan tidak merubah harga jual produk.

  Pendapatan dapat didefinisikan sebagai pendapatan bersih seseorang dari hasil berupa uang atau materi lainnya yang didapat dari gaji atau upah. Kondisi seseorang dapat diukur dengan menggunakan konsep pendapatan yang menunjukkan jumlah seluruh uang yang diterima dalam jangka waktu tertentu (Nordhaus, 1995).

  Setiap faktor produksi yang terdapat dalam perekonomian dimiliki oleh seseorang. Pemiliknya menjual faktor produksi tersebut dan sebagai balas jasanya mereka akan memperoleh pendapatan. Pendapatan yang diperoleh masing-masing jenis faktor produksi tersebut tergantung kepada harga dan jumlah masing-masing faktor produksi yang digunakan. Jumlah pendapatan yang diperoleh berbagai faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan suatu barang adalah sama dengan harga dari barang tersebut (Sukirno, 1996).

  Keuntungan yang diperoleh peternak ayam pedaging merupakan hasil dari penjualan ternak dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan selama masa produksi. Hasil itu harus dikurangi biaya-biaya yang dikeluarkannya. Setelah semua biaya tersebut dikurangkan barulah peternak memperoleh keuntungan bersih.

  Jika terjadi perubahan atau peningkatan biaya produksi maka hal tersebut akan lebih relevan bila dikaitkan dengan tujuan produsen dalam memperoleh pendapatan, serta pengaruhnya terhadap harga dan volume penjualan produk tersebut.

2.1.7 Dampak Kebijakan Perubahan Harga Bahan Bakar Minyak

  Dampak dari kebijakan pemerintah adalah sesuatu yang ditimbulkan pada masyarakat baik diterima atau tidak yang harus dipatuhi sebagai akibat dari kebijakan tersebut. Dampak itu sendiri juga bisa berarti konsekuensi dari sebelum dan sesudah adanya kebijakan tersebut (Arif, 2009).

  Kebijakan Publik merupakan suatu ilmu multidisipliner karena banyak melibatkan disiplin ilmu seperti ilmu politik, sosial, ekonomi, dan psikologi. Kebijakan Publik adalah keputusan yang dibuat oleh Pemerintah dan Lembaga Pemerintahan untuk mengatasi permasalahan tertentu, untuk melakukan kegiatan tertentu, atau untuk mencapai tujuan tertentu yang berkenaan dengan kepentingan dan manfaat orang banyak. Ciri-ciri dari Kebijakan Publik adalah : 1)

  Kebijakan Publik dalam system politik modern merupakan suatu tindakan yang direncanakan.

  2) Kebijakan pada hakikatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang saling berkait dan berpola yang mengarah pada tujuan tertentu.

  3) Kebijakan bersangkut paut dengan apa yang senyatanya dilakukan pemerintah dalam bidang tertentu.

  4) Kebijakan publik berbentuk positif dan negatif , kemungkinan meliputi keputusan- keputusan pemerintah untuk bertindak atau tidak melakukan tindakan apapun dalam masalah-masalah dimana justru campur tangan pemerintah diperlukan (Suharno, 2008).

  Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Dengan demikian kebijakan publik dapat dibagi menjadi beberapa tahapan yang dimulai dari Penyusunan Kebijakan, Formulasi Kebijakan, Adopsi Kebijakan, Implementasi Kebijakan, dan Evaluasi Kebijakan (Winarno, 2007).

  Kebijakan Pemerintah akhir-akhir ini yang menuai banyak pro dan kontra adalah menyangkut dengan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (Bensin dan Solar) pada 18 November 2014.

  Presiden Joko Widodo didampingi Wapres Jusuf Kalla, Menteri ESDM Sudirman Said, dan Mendagri Tjahjo Kumolo mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi di Istana Merdeka pada hari Senin tanggal 17 November 2014 malam. Harga BBM bersubsidi jenis premium naik menjadi Rp. 8.500/liter atau naik Rp 2.000 dimana sebelumnya Rp. 6.500/liter dan solar naik menjadi Rp 7.500/liter atau naik Rp. 2.000 dimana sebelumnya Rp. 5.500/liter. Kebijakan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak ini berlaku mulai Selasa 18 November 2014 pukul 00.00 WIB.

  Presiden mengatakan, keputusan pengalihan subsidi BBM dilakukan pemerintah agar dapat menambah jumlah alokasi anggaran belanja yang lebih bermanfaat bagi masyarakat Indonesia secara keseluruhan seperti pendidikan, infranstruktur, dan kesehatan (Koran Antara, 2014 ).

  Pengurangan subsidi BBM memang terasa memberatkan, terutama bagi mereka yang sehari- harinya bergantung kepada bahan bakar fosil ini. Beban berat lebih terasa, karena sebelum harga BBM resmi naik, harga-harga barang di pasaran telah naik terlebih dahulu. Alasan yang selama ini digunakan untuk mengurangi subsidi BBM adalah subsidi BBM lebih banyak dinikmati orang-orang kaya yang memiliki industri dan perusahaan besar (Simamora, 2006).

  Pengaruh kenaikan harga Bahan Bakar Minyak secara makroekonomi adalah meningkatnya harga output, dengan asumsi bahwa output yang dihasilkan menggunakan input tenaga kerja dan input lainnya (termasuk BBM). Hal ini disebabkan oleh berbagai sektor dan kegiatan ekonomi di Indonesia mengandalkan BBM sebagai sumber energi dalam beraktivitas. Setiap aktivitas yang dilakukan oleh pelaku ekonomi tidak lepas dari penggunaan BBM, mulai dari kegiatan yang dilakukan oleh rumah tangga hingga produsen yang memproduksi barang dan jasa. Belum sampai dua bulan sejak kenaikan, pemerintah kembali akan menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada 1 Januari 2015. Penurunan tersebut dilakukan menyusul penerapan kebijakan baru pemerintah tentang penyaluran subsidi. Pemerintah memutuskan menurunkan harga BBM bersubsidi Per 1 Januari 2015, harga Premium dipatok Rp 7.600 per liter, turun dari harga sebelumnya Rp 8.500. Sedangkan harga solar ditetapkan Rp 7.250 per liter, turun dari harga sebelumnya Rp 7.500. Penurunan harga minyak mentah dunia menjadi faktor utama bakal diturunkannya harga jual BBM dalam negeri. Dalam perhitungan harga BBM Januari 2015, pemerintah menggunakan indikator harga minyak mentah US$ 60 per barel dengan kurs Rp 12.380 per dolar AS. Saat ini kontrak minyak mentah US$ 51,64 per barel (Koran Tempo, 2015).

  Pemerintah kembali menurunkan harga bahan bakar minyak premium dari Rp 7.600 menjadi Rp 6.600 per liter dan bahan bakar solar yang berubah dari Rp 7.250 per liter menjadi Rp 6.400 per liter. Harga itu akan berlaku pada Senin 19 Januari 2015 dini hari. Penurunan tersebut diumumkan langsung oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, pada Jumat 16 Januari 2015 siang. Penurunan harga BBM ini merupakan dampak dari sistem subsidi tetap yang mulai diterapkan pemerintah. Artinya Pemerintah hanya mengikut harga minyak dunia, dimana bila harga minyak dunia naik maka harga

  Bahan Bakar Minyak (solar dan bensin) naik, begitupun sebaliknya. membuat subsidi premium dihapus dan solar hanya disubsidi Rp 1.000 per liter (BBC Indonesia, 2015). Pada tanggal 01 Maret 2015, Pemerintah membuat kebijakan baru berupa kenaikan harga Bahan Bakar Minyak dari bahan bakar minyak berjenis premium yang sebelumnya Rp 6.600 per liter naik menjadi Rp 6.800 per liter. Dan BBM jenis solar tetap Rp 6.400 per liter.

  Tanggal 28 Maret 2015, harga BBM jenis premium kembali mengalami kenaikan sebesar Rp 500 per liter menjadi Rp 7.300 per liter, dan BBM jenis solar juga naik Rp 500 per liter menjadi Rp 6.900 per liter.

2.1.8 Penelitian Terdahulu

  Sirait (2006) dengan judul skripsi Dampak Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Terhadap Harga Saprodi dan Harga Gabah di Desa Sidodai Ramunia, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang menyimpulkan bahwa perbedaan biaya sarana produksi di tingkat petani padi sawah sebelum dan sesudah kenaikan BBM cukup signifikan. Biaya saprodi sesudah kenaikan BBM meningkat Rp 60.150,00/ha atau naik 7,32%. Perbedaan pendapatan usahatani di tingkat petani padi sawah sebelum dan sesudah kenaikan BBM cukup signifikan. Pendapatan usahatani sesudah kenaikan BBM meningkat Rp 231.089,00/ha atau naik 4,19%, tetapi besarnya persentase laba yang diperoleh petani menurun dari 146,90% menjadi 127,08% sesudah kenaikan harga BBM.

  Sihombing (2011) dengan judul skripsi Analisis Finansial Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging di Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang menyimpulkan bahwa usaha peternakan ayam ras pedaging memiliki tingkat biaya produksi yang tinggi, tingkat pendapatan yang tinggi, dan usaha ini secara finansial layak untuk diusahakan. Adapun masalah-masalah yang dihadapi usaha peternakan ayam ras pedaging adalah biaya pakan yang tinggi, harga jual yang berfluktuasi, sulitnya sistem pemeliharaan dan minimnya keterampilan beternak, keterlambatan datangnya bibit, dan masalah cuaca dan penyakit.

  Ardilawanti (2012) dengan judul skripsi Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Ayam Broiler, menyimpulkan bahwa secara keseluruhan komponen biaya variabel independen yang menentukan meliputi pakan, kandang, biaya operasional, dan biaya obat- obatan berpengaruh positif dan signifikan terhadap produksi ayam broiler. Adapun besar pengaruh dari faktor-faktor tersebut sebesar 93,30% berarti faktor-faktor lainnya berpengaruh sangat kecil yaitu sebesar 6,70%.

2.2 Landasan Teori

  Harga minyak merupakan salah satu penentu biaya input produksi. Hal ini disebabkan karena sangat berfluktuasinya pergerakan harga minyak di pasaran dunia sehingga kenaikan harga minyak akan serta merta menaikkan biaya produksi dan kenaikan biaya produksi akan menaikkan harga, sebaliknya begitupun dengan penurunan harga minyak (Pertanian.go.id, 2014). Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam usaha pertanian berfungsi sebagai faktor input yang mempengaruhi proses produksi. Dampak Perubahan Harga Bahan Bakar Minyak terhadap usaha pertanian dapat dilihat melalui 3 alur transmisi yakni: a) Secara langsung melalui perubahan harga BBM yang digunakan langsung pada usaha produksi, b) Dampak tidak langsung melalui perubahan harga faktor-faktor produksi, c) Dampak tidak langsung melalui perubahan harga jual output (Pertanian.go.id, 2014).

  Produksi adalah perubahan dari dua atau lebih input menjadi satu atau lebih output (produk). Produksi merupakan hasil akhir dari proses aktivitas ekonomi dengan memaanfatkan beberapa masukan atau input. Pengertian ini dapat dipahami bahwa kegiatan produksi adalah mengkombinasikan berbagai input atau masukan untuk menghasilkan output (Fathorozi, 2003).

  Dalam usaha peternakan ayam broiler, faktor input yang digunakan adalah Day

  

Old Chick (DOC), pakan, obat-obatan, vitamin, dan tenaga kerja. Faktor - faktor

  input tersebut berperan sebagai biaya variabel yang berubah terus

  • – menerus jumlah kebutuhan dan harganya setiap bulan (Sudarmono, 2003). Bahan Bakar Minyak digunakan langsung untuk bahan bakar transportasi, dimana transportasi merupakan alat dalam proses produksi dan distribusi ternak ayam. Dimana tanpa bantuan transportasi, output yang dihasilkan tidak akan sampai ke pasar dan proses budidaya peternakan juga terhambat (Soekartawi, 2002). Dampak tidak langsung dari perubahan harga BBM pada usaha peternakan berdampak pada berubahnya harga pakan, Day Old Chick (DOC) , obat-obatan atau vitamin, dan upah tenaga kerja maupun harga jual output. Hal ini dapat dilihat dari indikator yaitu adanya fluktuatif harga input seperti pakan, Day Old Chick (DOC), obat-obatan, vitamin, dan tenaga kerja yang merupakan variabel-variabel utama dalam berlangsungnya proses produksi, serta harga jual output. Perubahan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) berdampak pada pakan yaitu berupa jagung dan dedak halus yang ikut mengalami perubahan harga akibat dari perubahan BBM. Biaya pakan merupakan faktor terbesar yang berpengaruh terhadap biaya input karena dapat menyerap 70-75% biaya total produksi ayam broiler sehingga besar kecilnya biaya produksi yang dikeluarkan sangat tergantung dari besarnya biaya pakan (Fadilah, 2007). Untuk biaya Day Old Chick (DOC), sangat tergantung kepada mekanisme pasar, dimana harga bibit ayam juga ikut berfluktuasi sesuai dengan jumlah permintaan dan penawaran pasar. Permintaan DOC dapat berubah seiring dengan kemampuan produsen dalam membeli
dan harga beli DOC yang berubah akibat perubahan harga BBM, dan penawaran DOC berubah seiring dengan berubahnya biaya input produksi akibat berubahnya harga Bahan Bakar Minyak dan harga jual DOC (Republika online, 2014). Biaya obat-obatan dan vitamin mengalami perubahan seiring dengan perubahan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di tingkat pedagang. Kebutuhan untuk obat-obatan dan vitamin ayam broiler berubah-ubah untuk setiap periodenya.

  Biaya untuk upah tenaga kerja juga mengalami perubahan seiring dengan tuntutan pekerja dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Harga bahan pokok untuk kebutuhan sehari-hari juga ikut berubah karena berubahnya harga Bahan Bakar Minyak (Harian Analisa, 2015). Untuk mengetahui dampak tidak langsung dari pengaruh kenaikan harga BBM terhadap perubahan harga jual output, yaitu dengan mengetahui kenaikan µ (mark up) dari harga output, sehingga berpengaruh terhadap upah yang harus diberikan. Jadi dapat dijelaskan bahwa peningkatan upah dan harga BBM menyebabkan kenaikan biaya produksi, sehingga memaksa produsen untuk meningkatkan harga output. Volume produksi sangat bergantung kepada biaya input produksi. Bila biaya input yang dikeluarkan tinggi, maka akan menjadi pertimbangan produsen untuk memperkecil volume produksi atau menaikkan harga output. Sebaliknya, bila biaya yang dikeluarkan untuk produksi rendah maka produsen akan menaikkan volume produksi atau harga output tetap (Soekartawi, 1995). Berdasarkan teori ekonomi manajerial, apabila salah satu variabel penentu penawaran (variabel di luar harga produk) dalam fungsi penawaran berubah nilainya, maka akan menghasilkan fungsi penawaran baru dan hal ini berakibat kurva penawaran semula S secara

  o

  keseluruhan ke lokasi yang baru. Perpindahan atau pergeseran kurva penawaran S o ke lokasi yang baru ini ditandai dengan adanya perubahan penawaran di pasar, sehingga apabila pengaruh dari perubahan variabel penentu penawaran itu lebih besar daripada pengaruh perubahan harga pokok, maka dapat saja terjadi bahwa seolah-olah kenaikan harga produk diikuti dengan penurunan penawaran terhadap produk itu. Dalam konteks ini, hukum penawaran tetap berlaku, bahwa kenaikan harga produk akan meningkatkan kuantitas penawaran akibat kenaikan harga itu diikuti pula oleh pengaruh penurunan penawaran kuantitas produk yang lebih besar sebagai akibat pengaruh perubahan nilai dari variabel penentu penawaran itu (sebagai misal pengaruh dari variabel adalah pengaruh kenaikan biaya input yang digunakan dalam produksi) (Gaspersz,1997).

  Perangkat prosedur dan kegiatan yang terjadi dalam menciptakan komoditas usahatani maupun usaha lainnya yang mengubah masukan (input) menjadi keluaran (output). Input merupakan masukan bahan baku yang diperlukan untuk menciptakan suatu produk. Hubungan antara faktor produksi dengan hasilnya dapat diberi ciri khusus berupa fungsi produksi. Fungsi produksi adalah suatu hubungan matematis yang menggambarkan jumlah hasil produksi tertentu ditentukan oleh jumlah biaya faktor produksi yang dikeluarkan (Soekartawi, 2002).

  Fungsi biaya produksi menjelaskan hubungan input dan output yaitu besarnya biaya produksi dipengaruhi oleh jumlah output, besarnya biaya output tergantung pada biaya atas input yang digunakan. Perilaku biaya produksi dipengaruhi oleh karakteristik fungsi produksi dan harga input yang digunakan dalam proses produksi. Biaya diasumsikan dengan f (Q) dimana Q = Output. Output diasumsikan dengan f (X) dimana X = Input (Gilarso, 2003). 3 Konsep mengenai biaya produksi yaitu Biaya Tetap Total (Total Fixed Cost) TFC = f (konstan), Biaya Variabel Total (Total Variabel Cost) TFC = f (Output atau Q), Total Cost atau TC= TFC + TVC (Gilarso, 2003).

  Total biaya produksi (TC) per periode waktu yang dikeluarkan peternak akan mempengaruhi harga jual output ayam broiler tersebut. Harga jual output bila dikalikan dengan volume produksi ayam broiler yang dijual akan didapat sebagai penerimaan peternak (Soekartawi, 1995).

  Analisis pendapatan terhadap usaha penting dalam kaitannya dengan tujuan yang hendak akan dicapai oleh setiap usaha dengan berbagai pertimbangan dan motivasinya. Analisis pendapatan pada dasarnya memerlukan dua keterangan pokok yaitu : (1) keadaan penerimaan, dan (2) keadaan pengeluaran biaya produksi selama jangka waktu tertentu (Hernanto, 1996). Pendapatan atau dapat juga disebut keuntungan, adalah selisih antara penerimaan total dengan biaya total. Dimana biaya itu terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap. Pendapatan diperoleh dari total penerimaan dikurangi dengan total biaya yang dikeluarkan (Soekartawi, 2002).

  Dalam melakukan usaha, harga dan produktivitas merupakan sumber ketidakpastian, sehingga bila harga dan produksi berubah maka penerimaan dan pendapatan yang diterima produsen juga berubah (Soekartawi, 1990).

2.3 Kerangka Pemikiran

  Kebijakan perubahan BBM yang berubah-ubah dalam waktu singkat dapat memberikan dampak pada biaya input dan output ayam broiler. Kebijakan pertama harga BBM tanggal 18 november 2014 berupa kenaikan harga BBM sebesar Rp 2.000,- sudah membuat harga dari berbagai sektor sudah ikut naik. Perubahan yang terjadi dalam kurun waktu cepat dari tanggal

  1 Januari 2015, 19 Januari 2015, 01 Maret 2015, dan 28 Maret 2015 dapat membuat perubahan harga komoditi dalam waktu yang cepat.

  Adanya perubahan harga BBM ini, menjadi suatu masalah yang menarik dimana untuk usaha peternakan ayam broiler biaya input dan jumlah produksinya ikut terpengaruh dengan perubahan harga BBM. Biaya Input yang digunakan berupa biaya variabel yang berubah- ubah dalam jangka pendek ditambahkan dengan penyusutan biaya tetap.

  Biaya input berpengaruh terhadap volume output yang dihasilkan dan harga output. Dimana penerimaan yang didapat peternak tergantung dari jumlah perkalian volume output dan harga output. Pendapatan peternak berasal dari total penerimaan peternak dikurangi total biaya input per periode waktu. Bila total biaya input berubah, maka volume output dan harga output berubah yang menyebabkan penerimaan dan pendapatan peternak pun mengalami perubahan.

  Secara skematis, kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut: Kebijakan Pemerintah Perubahan

  Harga BBM

  Kenaikan Harga BBM

  18 November 2014 Penurunan Harga BBM

  1 Januari 2015 Penurunan Harga BBM

  19 Januari 2015 Kenaikan 1 Maret 2015

  Kenaikan 28 Maret 2015 Biaya Total Input : Volume Output

  Ayam Broiler 1) Biaya Tetap 2) Biaya Variabel :

  • Bibit DOC

  Harga Ayam Broiler

  • Pakan - Vaksin, Obat vitamin

  Penerimaan Peternak

  • Upah Tenaga Kerja - Transportasi Pendapatan Peternak Keterangan:

  : Menyatakan Hubungan : Menyatakan Pengaruh

2.4 Hipotesis

  Berdasarkan landasan teori yang diuraikan, maka diajukan hipotesis yang akan diuji sebagai berikut : 1)

  Perubahan harga Bahan Bakar Minyak (Solar dan Bensin) pada periode 18 November 2014 sampai dengan 28 Maret 2015 memberikan dampak yang nyata terhadap biaya total input produksi ayam broiler di daerah penelitian.

  2) Perubahan harga Bahan Bakar Minyak (Solar dan Bensin) pada periode 18

  November 2014 sampai dengan 28 Maret 2015 memberikan dampak yang nyata terhadap volume produksi ayam broiler di daerah penelitian.

  3) Perubahan harga Bahan Bakar Minyak (Solar dan Bensin) pada periode 18

  November 2014 sampai dengan 28 Maret 2015 memberikan dampak yang nyata terhadap penerimaan dan pendapatan petani peternak ayam broiler di daerah penelitian.

Dokumen yang terkait

SAWAH System of Rice Intensification (SRI) (Studi Kasus: Desa Pematang Setrak, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai) SKRIPSI

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan Wilayah - Analisis Potensi Ekonomi Wilayah Provinsi Sumatera Utara

2 24 35

3. Fakultas Kedokteran USU (Sekarang) Riwayat Organisasi : 1. Ahli Biasa Persatuan Kebangsaan Pelajar-Pelajar Malaysia di Indomesia – Cawangan Medan (PKPMI-CM) 2. Ahli Biasa Kelab Kebudayaan India Malaysia (KKIM) - Tingkat Pengetahuan Penderita Dan Keluar

0 0 29

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1. Definisi Pengetahuan - Tingkat Pengetahuan Penderita Dan Keluarga Penderita Tentang Kanker Payudara Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2013

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efektivitas 2.1.1 Pengertian - Efektivitas Pelaksanaan Program Pemberdayaan Lanjut Usia Oleh Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial (UPT) Tuna Rungu Wicara Dan Lanjut Usia Di Kelurahan Bukit Sofa Kecamatan Siantar Sitalasari Ko

0 0 38

BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah - Efektivitas Pelaksanaan Program Pemberdayaan Lanjut Usia Oleh Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial (UPT) Tuna Rungu Wicara Dan Lanjut Usia Di Kelurahan Bukit Sofa Kecamatan Siantar Sitalasari Kotamadya Pema

0 0 11

Efektivitas Pelaksanaan Program Pemberdayaan Lanjut Usia Oleh Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial (UPT) Tuna Rungu Wicara Dan Lanjut Usia Di Kelurahan Bukit Sofa Kecamatan Siantar Sitalasari Kotamadya Pematang Siantar

0 2 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Faktor-Faktor yang Memepengaruhi Pendapatan Wanita pada Usaha Lemang dn Kontribusinya pada Pendapatan Keluarga (Studi kasus : Kota Tebing Tinggi)

0 0 13

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN WANITA PADA USAHA LEMANG DAN KONTRIBUSINYA PADA PENDAPATAN KELUARGA (Studi kasus : Kota Tebing Tinggi) SKRIPSI

0 0 11

Analis Dampak Perubahan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Terhadap Biaya Input dan Output Ayam Broiler di Kabupaten Deli Serdang (Studi Kasus: Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang)

0 1 39