BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penerapan Sita Umum Terhadap Aset Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Persero Pailit Terkait Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang seluruh atau sebagian besar

  modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam sistem perekonomian nasional, di samping usaha swasta

  1

  dan koperasi. BUMN merupakan wujud nyata dari tujuan negara dalam konsep negara hukum kesehjateraan (welfare state), yaitu untuk mewujudkan kesejahteraan setiap warga negaranya. Peran negara melalui BUMN menjadi teramat penting ketika dirumuskan dalam suatu ketentuan sebagaimana terumus dalam Pasal 33 ayat (2) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, di mana cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Hal tersebut menunjukan adanya kewenangan negara untuk ikut serta dalam kegiatan ekonomi melalui penyelenggaraan cabang produksi yang dapat dikategorikan sebagai

  2 penting bagi negara dan dianggap vital serta strategis bagi kepentingan negara.

  Badan Usaha Milik Negara baik berbentuk perum maupun persero tidak terlepas dari problem pasang surutnya keadaan keuangan. Kesadaran terhadap kemungkinan terjadi kebangkrutan terbukti dengan adanya beberapa gugatan maupun permohonan pernyataan pailit terhadap BUMN, misalnya PT. Dok Kodja Bahari, PT. Tridarma Wahana, PT. Hutama Karya, PT. Jasindo, PT. Garuda 1 Andriani Nurdin, Kepailitan BUMN Persero Berdasarkan Asas Kepastian Hukum (Bandung: PT. ALUMNI, 2012), hlm. 1. 2 Aminuddin Ilmar, Hak Menguasai Negara Dalam Privatisasi BUMN (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hlm. xiii.

  1 Indonesia, PT. Dirgantara Indonesia, PT. IGLAS, PT. Industri Soda Indonesia, PT. Kertas Gowa dan PT. Istaka Karya. Dari beberapa kasus kepailitan BUMN tersebut ada beberapa dinyatakan pailit, walaupun pada akhirnya tidak ada yang

  3

  dapat dinyatakan pailit. Seandainyapun dinyatakan pailit di Pengadilan Niaga akan dibatalkan ditingkat kasasi, atau seandainya dikabulkan di tingkat Kasasi akan dibatalkan ditingkat Peninjauan Kembali.

  Terdapatnya inkonsistensi terhadap putusan hakim atas permohonan pernyataan pailit terhadap BUMN khususnya persero baik di pengadilan tingkat pertama, maupun tingkat Mahkamah Agung karena terdapat pemahaman yang berbeda tidak saja di kalangan hakim tetapi juga di kalangan praktisi hukum dan akademisi bahkan pemerintah, mengenai kedudukan hukum aset BUMN Persero terhadap keuangan negara. Rancunya konsep kuangan negara dalam Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (selanjutnya disebut UU KN) yang mencampuradukkan kuangan publik dengan keuangan privat serta bertentangnya perundang-undangan yang terkait yakni Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut UU BUMN), Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang selanjutnya disebut (UU KPKPU), Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UU PT), dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (selanjutnya disebut UU PN), mengakibatkan pertentangan pemahaman

3 Ilyas Istianur Praditya, “Dahlan Gerah Terhadap Dua BUMN Ini,” Liputan6.com (diakses tanggal 28 Agustus 2014).

  mengenai apakah BUMN Persero dapat dinyatakan Pailit, sehingga muncul

  4 putusan hakim yang inkonsisten.

  Badan Usaha Milik Negara Persero maupun yang berbentuk perum pada dasarnya dapat dinyatakan pailit, tetapi di dalam ketentuan UU KPKPU ada pengecualian dalam ketentuan Pasal 2 ayat (5) yang mengecualikan perusahaan Asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun, dan BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik. Disebutkan bahwa terhadap perusahaan-perusahaan tersebut, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan. Selanjutnya apabila melihat penjelasan Pasal 2 ayat (5) yang dimaksud dengan BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat diartikan bahwa terdapat diversifikasi antara BUMN yang begerak di bidang kepentingan publik dengan BUMN yang tidak bergerak di bidang kepentingan publik. Apabila dibaca secara a contrario jelas bahwa BUMN yang tidak bergerak di bidang kepentingan publik adalah BUMN yang tidak

  5 seluruh modalnya dimiliki oleh negara dan tidak terbagi atas saham.

  Prespektif keuangan negara mengenai hal kedudukan aset BUMN sebagai aset negara menimbulkan polemik bagi hakim, praktisi, maupun akademisi.

  Banyak pendapat yang muncul terkait hal tersebut, ada yang mengatakan bahwa aset BUMN khususnya BUMN Persero adalah aset BUMN itu sendiri. Pendapat yang lain mengatakan bahwa aset BUMN adalah aset Negara. Pasal 1 UU KN menegaskan bahwa yang dimaksud dengan kuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa 4 5 Andriani Nurdin, Op.Cit., hlm 3.

  Rio.T.Simanjuntak , “Ketidakjelasan Pranata atau inkapabilitas Analisi Hakim dalam Kepailitan BUMN, ” hukumonline.com (diakses Kamis, 02 September 2010). uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan

  

6

  pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Selanjutnya ruang linkup keuangan negara meliputi kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah.

  Ruang lingkup keuangan negara yang luas tersebut menimbulkan kerancuan dari aspek yuridis, karena dengan ruang lingkup yang seperti itu maka bisa saja aset BUMN Persero dinyatakan sebagai aset negara. Hal ini tentunya tidak akan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang lainnya serta doktirn-doktrin yang ada tentang perseroan. Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan

  7 memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang.

  Guru Besar Fakultas Hukum UI (FHUI) Erman Radjagukguk mengatakan bahwa kekayaan BUMN Persero sebagai badan hukum bukanlah menjadi bagian dari kekayaan negara. Pasalnya, kekayaan negara yang dipisahkan di dalam BUMN hanya berbentuk saham. Artinya, kekayaan BUMN tidak menjadi kekayaan negara. Pasal 1 Ayat (2) UU BUMN yang menyatakan bahwa Perusahaan Persero, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk PT yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 persen dimiliki oleh negara yang tujuan utamanya adalah mengejar 6 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Bab I, Pasal 1angka 1 dan Pasal 2 huruf g. 7 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Bab I, Pasal 1angka 1. keuntungan. Selanjutnya, Pasal 11 menyatakan terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi PT sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang PT yang telah dirubah dengan

  8 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang PT.

  Berdasarkan ketentuan UU PT, UU BUMN dan para pendapat sarjana dapat dilihat bahwa ada perbedaan cara pandang terkait kedudukan aset BUMN yang dikaitkan dengan harta kekayaan negara. Belum lagi dikaitkan dengan UU PN, di mana adanya suatu larangan penyitaan terhadap barang-barang milik negara/daerah atau yang dikuasai oleh negara/daerah. Adapun bunyinya sebagai

  9

  berikut: Pihak mana pun dilarang melakukan penyitaan terhadap; 1. Uang atau surat berharga milik negara/daerah baik yang berada pada instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga;

2. Barang tidak bergerak dan hak kebendaan lainnya milik negara/daerah.

  Sementara itu kepailitan pada hakekatnya adalah merupakan sita umum atas semua kekayaan debitur pailit (Pasal 1 angka 1 UU KPKPU). Sehingga terhadap penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa terhadap BUMN Persero tidak dapat dilakukan pailit, karena sebagian atau seluruh aset perusahaan adalah milik negara, apabila bisa dipailitkan maka yang dimungkinkan untuk dapat disita adalah harta yang diluar dari milik negara. Tetapi hal ini bertentangan dengan hakekat kepailitan, karena kepailitan itu merupakan sita umum terhadap semua aset debitur. 8

  “Kekayaan BUMN Bukan Bagian Keuangan Negara,” hukumonline.com (diakses Rabu, 31 Oktober 2012). 9 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Pasal 50. Larangan penyitaan inilah sebenarnya pokok dari permasalahan yang ada, tidak konsistennya putusan para hakim dikarenakan adanya suatu larangan penyitaan terhadap aset negara yang membuat para hakim tersebut menjadi bingung. Mereka menyadari bahwa BUMN Persero tersebut telah terbukti memiliki dua kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, yang menjadi dasar BUMN Persero tersebut dinyatakan pailit. Kepailitan merupakan sita umum atas semua kekayaan debitur pailit, sementara terhadap harta negara tidak bisa dilakukan penyitaan. Oleh karena itu terhadap BUMN Persero tidak berlaku Kepailitan. Ketidak harmonisan peraturan perundang-undangan ini menjadi polemik bagi para penegak hukum.

  Suatu hal yang aneh apabila suatu perusahaan tidak dapat dipailitkan. Ini menggambarkan tidak adanya suatu kepastian hukum dalam permasalahan kepailitan perusahaan BUMN. Tidak terjaminnya hak kreditur untuk kembali uangnya dari debitur yakni BUMN merupakan suatu ketidakadilan dari suatu dunia bisnis.

  Badan Usaha Milik Negara Persero yang juga tunduk terhadap UU PT, seharusnya juga berlaku kepailitan terhadapnya, seperti perusahaan PT pada umumnya. Kedudukan aset BUMN yang dikaitkan dengan kepemilikan negara menyebabkan BUMN Persero tersebut tidak dapat dipailitkan. Hal ini dapat berdampak pada dunia bisnis dan pada BUMN itu sendiri. Tidak adanya kepastian hukum terhadap kepailitan BUMN ini akan menghalangi perkembangan usaha BUMN, karena perusahaan swasta dan asing takut untuk bekerjasama dengan perusahaan BUMN. Mitra usaha tidak dapat mengajukan tuntutan kepada BUMN Persero untuk membayar utang melalui Kepailitan. Padahal perkembangaan perekonomian global sangat membutuhkan aturan Hukum Kepailitan yang mampu memenuhi kebutuhan hukum para pelaku bisnis dalam penyelesaian utang

  10 piutang mereka.

  Zainal Asikin menyebutk an bahwa “hukum kepailitan mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu melalui hukum kepailitan akan diadakan suatu penyitaan umum (eksekusi massal) terhadap seluruh harta kekayaan debitur, yang selanjutnya akan dibagikan kepada kreditur secara seimbang dan adil di bawah pen gawasan petugas yang berwenang.” Instrumen Hukum Kepailitan sangat penting, karena jika insrtumen ini tidak ada, kesemerawutan setidak-tidaknya

  11 yang menyangkut pelaksanaan hak-hak ganti kerugian akan timbul.

  Kepailitan merupakan suatu lembaga hukum perdata sebagai realisasi dari 2 (dua) asas pokok yang terdapat dalam Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata. Pasal 1131 KUHPerdata menentukan bahwa “semua benda bergerak dan tidak bergerak dari seoarng debitur, baik yang sekarang ada, maupun yang akan diperolehnya (yang masih akan ada) menjadi tanggungan atas perikatan- perikatan pribadinya”.

  Pasal 1132 KUHPerdata menentukan bahwa “benda-benda itu dimaksudkan sebagai jaminan bagi para krediturnya bersama-sama dan hasil penjualan atas benda-benda itu akan dibagi diantara mereka secara seimbang. Debitur dipaksa untuk memnuhi prestasinya kepada kreditur. Apabila debitur lalai yang berarti telah terjadi wanprestasi, maka seluruh harta kekayaannya akan menjadi jaminan seluruh utangnya. Hasil penjualan harta kekayaan debitur akan dibagi secara seimbang dan adil kepada kreditur berdasarkan perimbanagan jenis piutang dan

  10 11 Sunarmi, Hukum Kepailitan Edisi 2 (Jakarta: PT. Sofmedia, 2010), hlm. 1.

  Ibid, hlm. 20

  12

  besar kecilnya piutang masing-masing. Keadilan inilah yang ingin dicari dalam tulisan ini. Pemahaman tentang perusahaan BUMN seharusnya dapat diharmoniskan antara undang-undang dengan teori-teori hukum atau doktri- doktrin yang ada dan undang-undang yang satu dengan lainnya. Sehingga akan menimbulkan kepastian hukum yang jelas dan tidak merugikan pihak manapun.

  Berdasarkan gambaran di atas, selain ketentuan yang rancu dan bertentangannya peraturan perundang-undang yang terkait, juga terdapat pola pikir mengenai konsep kepailitan yang telah diartikan salah oleh berbagai pihak, hal ini menyebabkan hakim selalu gamang dalam mengadili perkara kepailitan BUMN. Penerapan sita umum terhadap aset perusahaan BUMN Persero yang sudah dinyatakan pailit akan mengalami hambatan dalam proses pelaksanaannya, apabila pertentangan dan pola pikir yang salah tersebut tidak segera di luruskan. Hal ini yang menjadi dasar untuk mengangkat masalah ini menjadi sebuah judul skripsi dan penulisan ini akan dibatasi pada sita umum terhadap aset perusahaan BUMN Persero pailit terkait adanya larangan penyitaan terhadap aset negara di dalam UU PN.

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian yang ada pada latar belakang tulisan ini, maka terdapat beberapa pokok permasalahan yang akan dibahas. Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah: 1.

  Bagaimanakah keterkaitan Badan Usaha Milik Negara Persero dengan badan hukum perseroan terbatas?

12 Ibid,

2. Bagaimanakah status hukum keberadaan aset negara dalam Badan Usaha

  Milik Negara Persero? 3. Bagaimana penerapan sita umum terhadap aset Badan Usaha Milik Negara

  Persero pailit terkait Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1.

  Tujuan penulisan Adapun tujuan penelitian yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: a.

  Untuk mengetahui keterkaitan BUMN Persero dengan hukum perseroan pada umumnya.

  b.

  Untuk mengetahui kedudukan hukum aset BUMN Persero dalam keuangan negara di Indonesia.

  c.

  Untuk mengetahui sejauh mana kepastian hukum terhadap penerapan sita umum BUMN Persero pailit di Indonesia.

2. Manfaat penulisan

  Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah : a. Secara teoritis

  Diharapkan akan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan ilmu hukum, khususnya pengetahuan ilmu hukum ekonomi tentang kepailitan BUMN Persero.

  b.

  Secara praktis

  Dapat diajukan sebagai bahan pedoman dan rujukan bagi rekan-rekan mahasiswa, masyarakat, praktisi hukum, dan pemerintah agar lebih mengetahui dan memahami tentang BUMN Persero sebagai PT, kedudukan aset BUMN Persero dalam keuangan negara dan pengaturan kepailitan BUMN Persero. Suatu peraturan yang baik adalah peraturan yang tidak saja memenuhi persyaratan-persyaratan formal sebagai suatu peraturan, tetapi menimbulkan rasa keadilan dan kepatutan yang dilaksanakan atau ditegakkan dalam kenyataannya.

D. Keaslian Penulisan

  Berdasarkan pemeriksaan dan hasil penelitian yang ada, skripsi ini berjudul “Penerapan Sita Umum Terhadap Aset Perusahaan Badan Usaha

  Milik Negara (BUMN) Persero Pailit Terkait Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara” belum pernah dibahas oleh

  mahasiswa lain di lingkungan Universitas Sumatera Utara. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya surat yang dikeluarkan oleh Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum USU.

  Penulisan skripsi ini asli disusun sendiri dan bukan plagiat atau diambil dari penelitian orang lain. Di dalam penulisan skripsi ini dimulai dengan mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan PT, BUMN Persero, Kepailitan BUMN serta peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Kepailitan dan Keuangan Negara, baik melalui literatur yang diperoleh dari perpustakaan atau media cetak maupun media elektronik. Bila di kemudian hari ternyata terdapat judul yang sama atau telah ditulis oleh orang lain dalam bentuk skripsi sebelum skripsi ini dibuat, maka hal itu dapat dimintakan pertanggungjawabannya.

E. Tinjauan Kepustakaan 1.

  Pengertian BUMN Persero Pengertian BUMN di dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN

  Pasal 1 angka 1 adalah “Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan

  .” BUMN Persero adalah BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas selanjutnya disebut (PT) yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.

  13 PT adalah badan hukum

  yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham.

  14 2.

  Pengertian keuangan negara dan perbendaharaan negara Pengertian kuangan negara menurut M. Ichwan adalah “rencana kegiatan secara kuantitatif (dengan angka-angka di antaranya diwujudkan dalam jumlah mata uang), yang akan dijalankan untuk masa mendatang, lazimnya 1 (satu) tahun mendatang

  .”

  15 Pengertian keuangan negara

  menurut Geodhart adalah “keseluruhan undang-undang yang ditetapkan secara periodik yang memberikan kekuasaan pemerintah untuk melaksanakan pengeluaran mengenai periode tertentu dan menunjukan alat pembiayaan yang diperlukan untuk menutup pengeluaran tersebut

  .”

  16 13 Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN Pasal 1 angka 2. 14 Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Pasal 1 angka 1. 15 W. Riawan Tjandra, Hukum Keuangan Negara (Jakarta: PT. Grasindo, 2013), hlm. 1. 16 Ibid, Unsur-unsur keuangan negara menurut Geodhart meliputi: a.

  Periodik b. Pemerintah sebagai pelaksana anggaran c. Pelaksanaan anggaran mencangkup 2 (dua) wewenang, yaitu: wewenang pengeluaran dan wewenang untuk menggali sumber-sumber pembiayaan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran yang bersangkutan.

  d.

  Bentuk anggaran negara adalah berupa suatu undang-undang.

  Menurut Glenn A. Welsch keuangan negara (budget ) adalah “suatu bentuk

  statement dari rencana dan kebijaksanaan manajemen yang dipakai dalam suatu

  17

  periode tertentu sebagai petunjuk atau blue print di dalam periode itu .”

  18 Sedangkan Menurut John F. Due budget adalah

  suatu rencana keuangan untuk suatu periode waktu tertentu. Government

  budget (anggaran belanja pemerintah) adalah suatu pernyataan mengenai

  pengeluaran atau belanja yang diusulkan dan penerimaan untuk masa mendatang bersama dengan data tentang pengeluaran dan penerimaan sebenarnya untuk periode mendatang dan periode yang telah lampau. Unsur-unsur definisi John F. Due adalah: a.

  Biasanya anggaran belanja memuat data-data keuangan mengenai pengeluaran-pengeluaran dan penerimaan-penerimaan dari tahun-tahun yang sudah lalu.

  b.

  Jumlah-jumlah yang diusulkan untuk tahun yang akan datang.

  c.

  Jumlah taksiran-taksiran untuk tahu yang sedang berjalan.

  d.

  Rencana keuangan tersebut untuk suatu periode tertentu.

  Pengertian keuangan negara menu rut Otto Ekstein adalah “suatu pernyataan rinci tentang pengeluaran dan penerimaan pemerintah untuk waktu 17 18 Ibid, hlm. 2.

  Ibid,

  19

  satu tahun .” Sedangkan pengertian keuangan negara menurut Van der Kemp adalah “semua hak yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu (baik berupa uang ataupun barang) yang dapat dijadikan milik negara

  20

  berhubungan dengan hak-hak tersebut Sementara itu seminar ICW tanggal 30 .”

  Agustus 5 September 1970 di Jakarta merekomendasikan pengertian keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang dan segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan

  21 milik negara berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

  Pengertian keuangan negara menurut UU KN Pasal 1 angka 1 adalah “semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu, baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara yang berkaitan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut

  .” Adapun pengertian perbendaharaan negara di dalam UU PN Pasal 1 angka 1 adalah “pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD

  .” 3. Pengertian kepailitan

  Menurut bahasa Perancis, istilah “faillite” artinya pemogokan atau kemacetan dalam melakukan pembayaran. Oleh sebab itu orang mogok atau macet atau berhenti membayar utangnya dalam bahasa Perancis disebut lefailli.

  Untuk arti yang sama di dalam bahasa Belanda dipergunakan istilah failliet.

  19 20 Ibid, 21 Ibid, Ibid, hlm. 3

  Sedangkan di dalam bahasa Inggris dikenal istilah

  “to fail” dan di dalam bahasa

  22

  latin dipergunakan istilah

  “fallire.”

  23 Dalam Black’s Law Dictionary pailit atau Bankrupt adalah

  “the state or condition of a person (individual, partnership, corporation,

  municipality) who is unable to pay its de bt as they are, or become due.” The term includes a person against whom an involuntary petition has been filed, or who has filed a voluntary petition, or who has been adjudged a bankrupt.

  Dari pengertian yang diberikan dalam

  Black’s Law Dictionary tersebut

  dapat kita lihat bahwa pengertian pailit dihubungkan dengan ketidakmampuan untuk membayar dari seorang (debitur) atas utang- utangnya yang telah jatuh tempo. Ketidakmampuan tersebut harus disertai dengan suatu tindakan nyata untuk mengajukan, baik yang dilakukan secara sukarela oleh debitur sendiri, maupun atas permintaan pihak ketiga (di luar debitur), suatu permohonan pernyataan pailit ke Pengadilan.

  Peraturan kepailitan yang lama, yaitu Fv S. 1905 No. 217 jo. 1906 No. 348 yang dimaksud pailit adalah, setiap berutang (debitur) yang ada dalam keadaan berhenti membayar, baik atas laporan sendiri maupun atas permohonan seseorang atau lebih berpiutang (kreditur), dengan putusan hakim dinyatakan dalam keadaan

  24 pailit.

  Ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan Pasal 1 angka 1, yang menyebutkan kepailitan adalah: Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2, baik atas permohonannya sendiri, maupun atas 22 permintaan seorang atau lebih krediturnya.

  Zainal Asikin, Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di Indonesia (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002 ), hlm. 26. 23 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Kepailitan (Jakarta: PT.

  RajaGrafindo Persada, 2002), hlm. 11. 24 Lihat Fv S. 1905 No. 217 jo. S. 1906 No. 348, Pasal 1 ayat (1)

  Menurut undang-undang tentang kepailitan yang baru yakni UU KPKPU

  Pasal 1 angka 1, bahwa yang dimaksud kepailitan adalah “sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusannya dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas

  .” Sita umum yang dimaksud dalam kepailitan adalah rangkaian penyitaan yang meliputi seluruh harta kekayaan debitur Pailit sejak putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan. Sita umum mengakhiri sita dan eksekusi sendiri- sendiri yang dilakukan oleh para kreditur sehingga para kreditur harus tunduk

  25 secara bersama-sama (concursus creditorum).

F. Metode Penelitian 1.

  Spesifikasi penelitian Berdasarkan perumusan masalah dalam menyusun skripsi ini, maka jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Nama lain dari

  Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum doktriner, juga disebut sebagai penelitian perpustakaan atau studi dokumen. Disebut penelitian hukum doktriner, karena penelitian ini dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan- peraturan yang tertulis atau bahan-bahan hukum yang lain. Dikatakan sebagai penelitian perpustakaan ataupun studi dokumen, disebabkan penelitian ini lebih banyak dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan.

  Penelitian perpustakaan demikian dapat dikatakan pula sebagai lawan dari

  26 penelitian empiris (penelitian lapangan). 25 Sita Umum Dalam Kepailitan, hukumkini.blogspot.com (diakses Kamis, 20 Februari 2014). 26 Suratman dan Philips Dillah, Metode Penelitian Hukum (Bandung : Alfabeta, 2013), hlm. 51.

  Tahapan pertama penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum obyektif (norma hukum), yaitu dengan mengadakan penelitian terhadap masalah hukum. Tahapan kedua penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum subyektif (hak dan kewajiban). Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian normatif ini menggunakan pendekatan yuridis. Metode ini digunakan

  27 agar dapat mengerti dan memahami gejala yang diteliti.

2. Data penelitian

  Materi dalam skripsi ini diambil dari data-data sekunder. Adapun data-data sekunder yang dimaksud adalah : a.

  Bahan hukum primer Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang mengikat atau yang membuat orang taat pada hukum dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang seperti peraturan perundang-undangan, dan putusan hakim. Dalam tulisan ini diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Noomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Undang- Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang PT, peraturan pemerintah, Peraturan Menteri BUMN, dan peraturan-peraturan lainnya serta Putusan- Putusan hakim.

  b.

  Bahan hukum sekunder 27 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta : UI-Press, 2007), hlm. 21.

  Bahan hukum sekunder itu diartikan sebagai bahan hukum yang tidak mengikat tetapi menjelaskan mengenai bahan hukum primer. Yaitu semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian tentang Kepailitan BUMN Persero seperti buku-buku, seminar-seminar, jurnal hukum, majalah, koran, karya tulis ilmiah, dan beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan permasalahan diatas.

  c.

  Bahan hukum tersier Yaitu semua dokumen yang berisi tentang konsep-konsep dan keterangan- keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, ensiklopedi, dan sebagainya.

  3. Teknik pengumpulan data Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka digunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan, yaitu mempelajari dan menganalisis secara sistematis terhadap bahan-bahan yang digunakan seperti buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, majalah, internet, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

  4. Analisis data Analisis data yang digunakan dalam skripsi ini yaitu dengan menggunakan metode penelitian deskriptif analitis, yaitu mengungkapkan peraturan perundang- undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum sebagai objek penelitian.

  28 Dalam metode penelitian deskriptif analitis ini analisis data yang dipergunakan adalah analisis secara pendekatan kualitatif terhadap data sekunder. 28 H. Zainuddin, Metode Penelitian Hukum (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hlm. 175.

G. Sistematika Penulisan

  BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian judul, tinjauan pustaka, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

  BAB II KETERKAITAN BADAN USAHA MILIK NEGARA PERSERO DENGAN BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS Pada bab ini akan membahas tentang Badan Usaha Milik Negara, bentuk badan hukum PT dan pengelolaan BUMN Persero sebagai PT serta keterkaitan antara Badan Usaha Milik Negara Persero dengan PT.

  BAB III ASET NEGARA DALAM BADAN USAHA MILIK NEGARA PERSERO Bab ini akan membahas tentang keuangan negara, perbendaharaan negara, dan status hukum aset negara di dalam BUMN Persero Terkait Adanya Putusan MK. No. 48 dan 62/PPU-XI/2013.

  BAB IV PENERAPAN SITA UMUM TERHADAP ASET BADAN USAHA MILIK NEGARA PERSERO PAILIT Bab ini adalah bab yang berisikan analisa dari beberapa bab sebelumnya yang membahas tentang landasan umum kepailitan, Kepailitan Badan Usaha Milik Negara Persero dan Penerapan Sita Umum Badan Usaha Milik Negara Persero dihubungkan dengan kepemilikan negara terhadap aset perusahaan. Keseluruhan permasalahan tersebut menjadi satu kesatuan pemahaman yang nantinya menjelaskan bagaimana sebenarnya Kepailitan BUMN Persero itu.

  BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bab kesimpulan dan saran, yaitu sebagai bab yang berisikan kesimpulan mengenai permasalahan yang dibahas dan saran terhadap pemasalahan tersebut.