Sketsa Tradisi Pemikiran Realisme dalam

Topik: Realisme dan Neorealisme

Sketsa Tradisi Pemikiran Realisme dalam Hubungan Internasional
Sumber:
Robert Jackson and Georg Sorensen. (2007). Introduction to International Relation:
Theories and Approaches. New York: Oxford University Press
Chapter III : “Realism”, page: 59-96
Artikel ini adalah critical review penulis tentang bagaimana Robert Jackson1 dan George Sorensen2
menjelaskan Realisme dalam Ilmu Hubungan Internasional. Tulisan yang ditinjau terdapat pada BAB
III dalam buku berjudul Introduction to International Relation: Theories and Approaches yang
disusun bersama oleh Jackson dan Sorensen pada tahun 2007. Buku ini merupakan pengantar yang
komprehensif tentang teori, konsep, dan perdebatan yang paling penting dalam Ilmu Hubungan
Internasional. Sebagai salah satu pemikiran yang cukup lama bertahan dalam dialog akademik Ilmu
Hubungan Internasional, Realisme menjadi sudut pandang yang penting dan berpengaruh dalam
menguji, menjelaskan, dan memprediksikan interaksi antar aktor internasional dalam situasi dunia
yang terus berkembang. Oleh karena itu, critical review ini pun menjadi penting, untuk tetap menjaga
perkembangan pemikiran dalam Ilmu Hubungan Internasional, khususnya pemikiran Realisme.
Dalam artikel ini, ada dua fokus peninjauan kritis yang akan ditekankan oleh penulis, yaitu (1)
penjelasan Jackson dan Sorensen tentang pemikiran Realisme, dan (2) dasar spesifikasi tradisi
pemikiran yang dirumuskan Jackson dan Sorensen dalam menganalisa asumsi dasar Realisme dalam
Ilmu Hubungan Internasional.

Keyword: Realism, Classical Realism, Neoclassical Realism, Neorealism, Contemporary Realism

Sketsa Tradisi Pemikiran Realisme oleh Jackson dan Sorensen
Realisme diyakini sebagai salah satu pemikiran dasar dalam Ilmu Hubungan
Internasional, selain Liberalisme. Ada beberapa tahapan dialektika pemikiran dalam Ilmu
Hubungan Internasional, dan dari beberapa sumber (Hadi, 2008; Steans and Pettiford, 2009;
Jackson and Sorensen, 2007; Jurnal Global Vol.9 No.2, Desember 2007-Mei 2008), bahwa
pemikiran Realisme seringkali menempati posisi khusus dan jelas dalam dialektika tersebut.
Sebagai sebuah pemikiran dasar dan sudah bertahan lama, ada beberapa perkembangan
dalam teori dan konsep yang juga digunakan untuk perkembangan interaksi internasional
1

Robert Jackson pernah mengajar di beberapa kampus di Amerika Utara, Eropa, dan Afrika, selain itu juga
pernah menjadi konsultan bagi pemerintahan Inggris, Kanada, dan Denmark. Spesifikasi kajiannya dalam
bidang etika internasional, hukum internasional, juga sejarah pemikiran internasional. Akses dari :
http://www.bu.edu/phpbin/africa/profiles/app/details.php?id=62 pada 25 September 2013 pukul 21.20 WIB
2
George Sorensen adalah seorang profesor di Departemen Ilmu Politik dan Pemerintahan, Aarhus University,
Denmark. Hingga 2013, Sorensen sudah menulis sekitar 15 buku dan seratusan artikel yang berkaitan tentang
kajian sosial dan politik, demokrasi, pembangunan, transformasi negara, dan hubungan internasional. Akses

dari: http://pure.au.dk/portal/en/persons/georg-soerensen(dfe9f8e4-b2c8-4c97-8f87-20907b1f98bf).html,
pada 25 September 2013, pukul 21.18 WIB

yang belum memiliki fomula pasti. Jackson dan Sorensen merumuskan tradisi pemikiran
Realisme Ilmu Hubungan Internasional dalam dua kelompok besar; Klasik dan Kontemporer.
Menurutnya, pemikiran realisme klasik menekankan analisisnya bahwa aspek normatif dalam
Ilmu Hubungan Internasional juga terdapat dengan jelas pada aspek empiris dalam interaksi
antar-aktor internasional.
Untuk pemikiran Realisme Klasik, Jackson dan Soren masih memberi pengelompokan
antara Pemikiran Realisme Klasik dan Neoklasik. Thucidydes (1972) dengan cerita
“Peloponnesian War” dan konsep dunia anarki3, Machiavelli (1984) “power (the lion) and
deception (the fox)” dengan konsep tentang aspek normatif dalam aplikasi kepentingan
nasional sebuah negara4, dan Hobbes (1946) yang mengajak kita mengenal konsep security
dilemma5 dikelompokkan dalam pemikiran Realisme Klasik.
Karakter dasar dari pemikiran Realisme Klasik menurut Jackson dan Sorensen6, yaitu:
(1) Kondisi manusia adalah kondisi yang tidak aman dan berkonflik yang harus diperhatikan
dan dihadapi; (2) terdapat kumpulan pengetahuan politik, atau kebijaksanaan, untuk
menghadapi masalah keamanan, dan masing-masing pemikir realis klasik ini mencoba untuk
mengidentifikasi elemen pokoknya. Sederhananya, karakter tersebut menggambarkan kondisi
permanen kehidupan manusia. Sehingga, bagi Jackson dan Sorensen, tidak ada jalan keluar

bagi permasalahan politik, termasuk politik internasional.
Pemikiran pesimistik ini kemudian menjadi pemicu Morgenthau (1965) dalam
pemikiran Realisme Neoklasiknya. Ada banyak konsep yang bermunculan dalam dinamika
pemikiran ini, diantaranya “Politic is a struggle for power7”, dan etika politik8 yang
dijabarkan dalam enam prinsip realisme politik hasil kembangan Morgenthau dari teori
Thucidydes dan Machiavelli tentang doktrin normatif dalam politik.
Menurut Jackson dan Sorensen, fokus pemikiran klasik dan neoklasik ini terletak pada
sikap normatif yang menjadi nilai subjektif antar-aktor, baik negara, maupun negarawannya
dalam sistem politik internasional. Sedangkan, untuk tradisi pemikiran Realisme
Kontemporer, struktur dan proses merupakan ruang lingkup kajian sistem politik
internasionalnya. Struktur yang dimaksudkan disini adalah bagaimana struktur pembagian
3

Robert Jackson and Georg Sorensen, Introduction to International Relation: Theories and Approaches. New
York, Oxford University Press: 2007, hal. 63
4
Jackson and Sorensen, 2007, Ibid., hal. 65
5
Jackson and Sorensen, 2007, Ibid., hal. 66
6

Robert Jackson dan Georg Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
hal. 99; terjemahan dari Jackson and Sorensen, 2007, Ibid., hal. 67
7
Jackson and Sorensen, 2007, Ibid., hal. 67; yang dikembangkan dari konsep animus dominandi, istilah yang
menyatakan bahwa manusia adalah makhluk yang ‘haus’ kekuasaan (Morgenthau: 1965, hal. 192)
8
Jackson and Sorensen, 2007, Ibid., hal. 68

kekuasaan. Sedangkan, perubahan penerapan sistem dan kontinuitas yang tercipta adalah
penjelasan tentang aspek proses dari sistem internasional9.
Scheling (1980)10 yang mendeskripsikan interaksi politik internasional dalam dua sikap
umum, yakni brutal dan diplomasi, juga Waltz11 (1979) dengan teorinya tentang sistem
politik internasional yang disebut mewakili pemikiran sistem neorealis, adalah pemikir yang
dipilih Jackson dan Sorensen untuk mewakili karakter pemikiran Realis Kontemporer. Dalam
sistem politik internasional yang ditinjau menurut struktur dan distribusi kekuasaan yang ada,
peran negarawan secara tidak langsung didesak dalam kontinuitas yang pasti. Oleh karena itu,
sistem dan struktur menjadi aspek yang lebih prioritas dalam pemikiran kontemporer.
Para pemikir Realisme Klasik sadar bahwa ada nilai dasar yang dipertaruhkan dalam
politik internasional. Ini dikembangkannya dalam teori politik dan etika dalam Ilmu
Hubungan Internasinal. Sedangkan, pemikir Realisme Kontemporer sebagian besar tidak

mengindahkan aspek ini dan membatasi fokus analisis mereka hanya pada struktur dan proses
sistem politik internasional12. Kolaborasi Realisme Klasik, Neoklasik, dan Kontemporer ini
membantu Jackson dan Sorensen merumuskan asumsi dasar pemikiran Realisme13, yaitu: (1)
pandangan pesimis atas sifat manusia; (2) keyakinan bahwa hubungan internasional pada
dasarnya konfliktual dan pada akhirnya diselesaikan melalui perang; (3) menjunjung tinggi
nilai-nilai keamanan nasional dan survivabilitas; (4) skeptisisme dasar bahwa terdapat
kemajuan dalam politik internasional seperti yang terjadi dalam kehidupan politik domestik.
Tabel 1. Sketsa Tradisi Pemikiran Jackson dan Sorensen14

Pemikiran
Realisme Klasik
Realisme Neoklasik

Realisme

Kontemporer
*Kadang disebut juga
Neorealism dalam
buku


9

Fokus asumsi
State leaders and their
subjective valuations of
International Relations

Structure of the system
(distribution of power);
Processes of the system (the
continuities and changes of the
system)

Diringkas dari Robert Jackson and Georg Sorensen, 2007, Ibid., hal. 75
Diringkas dari Robert Jackson and Georg Sorensen, 2007, Ibid., hal. 71-74
11
Diringkas dari Robert Jackson and Georg Sorensen, 2007, Ibid., hal. 74-79
12
Diringkas dari Robert Jackson and Georg Sorensen, 2007, Ibid., hal. 74
13

Robert Jackson dan Georg Sorensen, 2009, Op Cit., hal. 88
14
Diringkas dari Robert Jackson and Georg Sorensen, 2007, Op Cit., hal. 59-94

10

1. Pandangan pesimis
atas sifat manusia
2. Keyakinan bahwa
hubungan internasional
pada dasarnya
konfliktual dan pada
akhirnya diselesaikan
melalui perang.
3. menjunjung tinggi
nilai keamanan dan
survival
4. skeptisisme terhadap
politik internasional


*goals: Power; anarchycal
system; national interest;
balance of power; stability;
realism politic; security
dilemma

Realisme dan Neorealisme dalam Ilmu Hubungan Internasional
Dalam dialog akademik Ilmu Hubungan Internasional, ada beberapa buku dasar yang
seringkali digunakan beberapa akademisi sebagai referensi untuk mengenal lebih dalam teoriteri Ilmu Hubungan Internasional. Beberapa buku tersebut diantaranya, International
Relations Theory, 4rd Edition (Viotti and Kauppi, 2010: 42), International Relations
Theories: Discipline and Diversity, 3rd Edition (Dunne, Kurki, and Smith, 2013: 59, 77),
“Realism” oleh Tim Dunne dan Brian C. Schmidt dalam Bab VII buku The Globalization of
World Politics (Baylis and Smith, 2001: 141), dan dua buku terjemahan, yaitu Hubungan
Internasional: Perspektif dan Tema (Steans dan Pettiford, 2009: 41), juga Pengantar Studi
Internasional (Jackson dan Sorensen, 2009: 87)
Sketsa tradisi pemikiran Realisme yang ditulis dalam masing-masing buku tersebut
akan penulis jadikan pembanding terhadap sketsa tradisi pemikiran Realisme yang
dirumuskan oleh Jackson dan Sorensen.
Viotti dan Kauppi menjelaskan secara rasional bahwa ada beberapa pengelompokan
pemikiran dalam Realisme. Pertama, cukup masuk akal jika kelompok pemikir Realis Klasik

lebih menekankan dampak dari sejarah, hukum internasional, dan tindakan yang diambil oleh
pemimpin negara, sedangkan pemikir Neorealis menekankan pembahasan inti Realisme
berangkat dari pembagian kekuasaan dalam sistem politik internasional. Tradisi pemikiran
yang dikembangkan Viotti dan Kauppi ini berangkat pada keyakinan bahwa sudut pandang
suatu metodologi pemikiran bergantung pada asumsinya. Dan asumsi dasar dari pemikiran
Realisme Klasik dan Neorealis memang memiliki asumsi yang berbeda.
Tabel 2. Sketsa Tradisi Pemikiran Viotti dan Kauppi15

Pemikiran
Realisme Klasik
Realisme

Realisme Neoklasik
Neorealisme

15

Fokus asumsi
Recognizing the importance of
balance of power;

How factors at the domestic or
societal level of analysis
influence international relations
Distribution of power among
states;

Power and Power Politic
Among States

Diringkas dari Paul R. Viotti dan Mark V. Kauppi, International Relations Theory, 4rd Edition, United States,
Pearson Education, Inc.: 2010, hal. 42-45

Are highly skeptical of the
extent to which international
norms and international
institutions can ameliorate
competition among states

Neorealism is a parody of science. Its keyterm like power and polarity are loosely and
haphzardly formulated and its scope conditions are left undefined16. Dinamika pemikiran

Neorealisme yang menurun ini mendorong para pemikir realis untuk kembali membaca
pemikiran Realisme Klasik untuk memperjelas akar dan asumsi dasarnya. Karya akademik
Max Weber, E. H. Carr, dan Hans Morgenthau menjadi sumber yang memiliki keterikatan
analisis konsep yang bisa diaplikasikan dalam pemikiran kontemporer Hubungan
Internasional terkini.
Kesamaan sudut pandang Thucidydes (460c-390bce) dan Morgenthau (1904-1979)
tentang ‘hidup’ dan ‘politik’ dirumuskan Lebow pada terminologi, (1) Realisme Klasik
meninjau komunitas, “..the tension between individuals and communities could be reconciled
in part a deeper level of understanding17.” Dalam terminologi ini, konsep balance of
power18, justice, dan interest19 menjadi indikator dalam meninjau politik internasional; (2)
Perubahan dan transformasi yang bergantung pada sistem politik dunia20; (3) Sifat alamiah
teori dalam pemikiran Realisme Klasik yang menguji bagaimana sifat dasar dan efektivitas
prediktif atas teori yang dikembangkan Thucidydes dan Morgenthau21 dalam studi kasus
politik internasional; (4) Studi kasus Iraq dan Saddam Husein
Perjanjian Westphalia (1648) adalah saat

yang sangat berpengaruh dalam

perkembangan pemikiran Realisme juga konsep interaksi dalam Ilmu Hubungan
Internasional. Pra-Westphalia Treaty, pemikir Realis seperti Thucidydes dan Machiavelli
masing-masing bercerita tentang interaksi antar-aktor dalam konsep city-state. PascaWestphalia Treaty adalah saat dimana kedaulatan negara sudah diakui dalam sistem politik
internasional. Ini adalah awal diakuinya state-centric dalam interaksi antar-aktor
internasional.
The three core elements that we identify with Realism – statism, survival, and self help
– are present in the work of a classical realist such as Thucidydes and a modern realist such
Richard Ned Lebow, “Classical Realism”, dalam Tim Dunne, Milja Kurki, dan Steve Smith, International
Relations Theories: Discipline and Diversity, 3rd edition, United Kingdom, Oxford University Press: 2013, hal. 59
17
Lebow, dalam Dunne, Kurki, dan Smith, 2013, Ibid., hal. 60
18
Lebow, dalam Dunne, Kurki, dan Smith, 2013, Ibid., hal. 62-65
19
Lebow, dalam Dunne, Kurki, dan Smith, 2013, Ibid., hal. 65-67
20
Lebow, dalam Dunne, Kurki, dan Smith, 2013, Ibid., hal. 67
21
Lebow, dalam Dunne, Kurki, dan Smith, 2013, Ibid., hal. 71

16

as Hans J. Morgenthau .... these three Ss constitute the corners of the realist triangle.22”.
Statisme adalah elemen yang mengakui bahwa negara adalah aktor utama dalam interaksi
internasional. Berikutnya, survival, adalah elemen yang mengakui bahwa setiap interaksi
dalam sistem politik internasional bermuara pada survivabilitas. Aspek ini harus disertakan
dalam setiap kepentingan nasional yang diusahakan oleh setiap pemimpin negara dalam
interaksi politik internasional. Ketiga, self-help, adalah keyakinan yang menuntut negara
untuk mandiri dan berhati-hati dalam interaksi. “In international politics, the structure of the
system does not permit friendship, trust, and honour,...”23
Tabel 3. Sketsa Tradisi Pemikiran Realisme oleh Dunne dan Schmidt24

Pemikiran

Realisme

Key Thinker

Realisme
Struktural I
(Human
Nature)

Thucidydes, “The
Peloponnesian War” (c.
430-400 bc.);
Morgenthau, “Politics
Among Nations” (1948)

Realisme
Historis/Praksis

Machiavelli, “The Prince”
(1532);
Carr, “The Twenty Years
Crises 1919-1939” (1939)

Realisme
Struktural II
(Sistem
Internasional

Rosseau, “The State of
War” (c. 1750);
Waltz, “Theory of
International Politics”
(1979)

Fokus asumsi
International Politics
is driven by an
endless struggle for
power which has its
roots in human
nature. Justice, law,
and society have
either no place or are
circumscribed.
Political realism
recognizes that
principles are
subordinated to
policies; the ultimate
skill of the state
leader is to accept,
and adapt to, the
changing power
political
configurations in
world politics
It is not human
nature, but the
anarchical system
which fosters fear,
jealousy, suspicion,
and insecurity.
Conflict can emerge
even if the actors
have benign intent
towards each other.

Realist
Triangle;
Statism,
Survival, Selfhelp

Tim Dunne and Brian C. Schmidt, Chapter VII, “Realism”, dalam John Baylis and Steve Smith, The
Globalization of World Politics, New York, Oxford University Press: 2001. Hal. 143
23
Dunne and Schmidt, dalam Baylis and Smith, 2001, Ibid., hal. 155
24
dikembangkan dari Dunne and Schmidt, dalam Baylis and Smith, 2001, Ibid., hal. 149, Tabel 7.1 “A Taxonomy
of Realism”

22

Realisme
Liberal

Hobbes, “Leviathan”
(1651);
Bull, “The Anarchical
Society” (1977)

The international
anarchy can be
cushioned by states
who have the
capability to deter
other states from
aggression, and who
are able to construct
elementary rules for
their coexistence

Analisis Kritis Tradisi Pemikiran Realisme dan Neorealisme dalam Ilmu Hubungan
Internasional menurut penjelasan Jackson dan Sorensen
Jackson dan Sorensen membuka pembahasannya dengan langsung menegaskan asumsi
dasar pemikiran Realisme dalam empat hal25. Pembuka seperti ini sangat membantu
pembaca, termasuk penulis, dalam mengenali batasan pemikiran Realisme. Sifat pemikiran
bahwa Realisme selalu memandang secara skeptis dan pesimis, serta topik bahasan realisme
yang berkisar tentang kepentingan nasional, konflik, dan perang adalah pandangan awal yang
langsung dibekalkan Jackson dan Sorensen.
Menurut penulis, Jackson dan Sorensen menggunakan metode Deskriptif dalam
menggambarkan bagaimana tradisi pemikiran dan konsep apa saja yang ada dalam pemikiran
Realisme. Jackson dan Sorensen langsung mengelompokkan sketsa tradisi pemikiran
Realismeya menjadi Realisme Klasik dan Kontemporer. Tokoh dan Konsep kunci yang
dibawa oleh masing-masing tokoh yang dikenalkan oleh Jackson dan Sorensen secara
deskriptif menjadi jembatan pemaknaan tentang sketsa tradisi pemikiran Realisme yang
dirumuskannya. Dampak kemudian, setiap tokoh atau pemikir seakan diidentikkan dengan
satu konsep khusus. Misalnya saja, Thucidydes dan konsep anarki, Hobbes dan security
dilemma, Waltz dan sistem internasional, Morgenthau dan realisme politik, dan sebagainya.
Bagaimana kemudian kalau security dilemma tidak hanya dibahas oleh Hobbes saja?
Hobbes mengangkat konsep security dilemma dalam Leviathan pada tahun 1651, tetapi
security dilemma adalah suasana yang sangat dirasakan dalam sistem politik internasional
pada masa perang dingin (1947-1991) seperti yang diangkat oleh Bull (1977)26. Demikian
juga dengan konsep sistem anarki yang sangat diidentikkan dengan Thucidydes yang
menggambarkannya dalam Peloponnesian War pada masa sebelum masehi. Padahal, konsep

25
26

Jackson and Sorense, 2007, Op Cit., hal. 60
Baylis and Smith, 2001, Op Cit., hal. 149

sistem anarki ini sangat sering dibahas lagi oleh pemikir-pemikir Realisme berikutnya seperti
Morgenthau (1965), E.H. Carr (1930an), atau Randall Schweller (1994)27.
Jackson dan Sorensen tidak pernah menjelaskan alasan pengelompokan tradisi
pemikiran Realisme mereka baik di bagian pengantar, selama pembahasan materi, maupun
penyimpulan. Namun demikian, menurut penulis, sebagai akademisi yang memiliki
ketertarikan kajian pada sejarah pemikiran dan Ilmu Hubungan Internasional, mereka
berangkat dari pemikiran yang diyakini dan sangat populer sebagai teori pembuka dalam
Ilmu Hubungan Internasional; Thucidydes. Sebagai pembuka, maka pemikiran berikutnya
diklasifikasikan dengan melihat karakter topik yang sepemikiran dengan pendapat
sebelumnya. Lain hal nya dengan Viotti dan Kauppi yang tidak memasukkan Thucidydes
dalam tradisi pemikiran Realisme yang dirumuskannya karena dianggap Thucidydes adalah
akar dari pemikiran Realisme, bukan cabang-cabang yang menjadi tahapan pemikiran.
Ekspansi NATO ke Eropa Timur adalah kasus yang diangkat Jackson dan Sorensen
untuk menguji analisa pemikiran Realism dalam membaca kasus internasional. Selanjutnya,
tinjauan kritis akan pemikiran Realisme juga dibahas pada bagian akhir dengan menggunakan
teori Masyarakat Internasional dan Teori Emansipatori. Dialog akademik ini berujung pada
penegasan pemikiran Realisme yang mengakui adanya perkembangan sistem politik
internasional, akan tetapi tetap memberi penekanan pada penggunaan Kekuatan dan
Kekuasaan Besar dalam sistem politik internasional.
Simpulan
Karakteristik Realisme yang digambarkan Jackson dan Sorensen kadang memberi peluang
pada identifikasi penyempitan pandangan akan konsep dan tokoh dalam Ilmu Hubungan
Internasional. Namun demikian, struktur bahasanya yang sederhana cukup memudahkan.
Selain itu, penegasannya tentang asumsi dasar Realisme di awal dan akhir artikel adalah ide
yang cerdas untuk menjaga imajinasi pembaca selama menjelajah tentang Realisme dan
tradisi pemikirannya.
Jackson dan Sorensen merumuskan sketsa tradisi pemikiran Realisme berdasarkan karakter
yang sejalan dengan pemikiran awal masing-masing dalam kelompok klasik, neoklasik, dan
kontemporer/neorealis. Jelas terlihat bahwa rasionalitas subjektif adalah aspek yang berperan.
Sehingga, ini bukan satu-satunya. Ada beberapa sketsa tradisi pemikiran lain berdasarkan
rasionalitas subjektif akademisi lainnya dalam dialog akademik Realisme Ilmu Hubungan
Internasional.
27

Viotti dan Kauppi, 2010, Op Cit., hal. 44

DAFTAR PUSTAKA

___. (Desember 2007-Mei 2008). Jurnal Global Vol.9 No.2 Dinamika Fenomena
Hubungan Internasional Pasca-Neoliberal. Depok: Universitas Indonesia
Baylis, John, & Smith, Steve. (2001). The Globalization of World Politic: 2nd Edition An
Introduction to International Relation. New York: Oxford University Press
Dunne, Tim, Kurki, Milja, & Smith, Steve. (2013). International Relations Theories:
Discipline and Diversity. United Kingdom: Oxford University Press
Hadi, Shaummil. (2008). Third Debate dan Kritik Positivisme dalam Ilmu Hubungan
Internasional. Yogyakarta: Jalasutra
Jackson, Robert, & Sorensen, Georg. (2007). Introduction to International Relation:
Theories and Approaches. New York: Oxford University Press
Jackson, Robert, & Sorensen, Georg. (2009). Pengantar Studi Hubungan Internasional.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Steans, Jill, & Pettiford, Lloyd. (2009). Hubungan Internasional: Perspektif dan Tema,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Viotti, Paul R., & Kauppi, Mark V. (2010). International Relations Theory, 4th Edition.
New York: Pearson Education

Internet:
http://www.bu.edu/phpbin/africa/profiles/app/details.php?id=62 pada 25 September 2013
pukul 21.20 WIB
http://pure.au.dk/portal/en/persons/georg-soerensen(dfe9f8e4-b2c8-4c97-8f8720907b1f98bf).html, pada 25 September 2013, pukul 21.18 WIB