PROPOSAL SKRIPSI JERUK NIPIS Bagi Kesehatan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Jeruk nipis (Citrus aurantifolia) merupakan tanaman yang berasal dari
Asia dan tumbuh pada daratan rendah pada ketinggian sekitar 500 meter diatas
permukaan laut. Pohon jeruk nipis tumbuh pada daerah tropis seperti Indonesia.
Semua bagian dari tanaman jeruk nipis memiliki manfaat. Daun jeruk nipis
digunakan sebagai bumbu dapur yang menambah cita rasa pada makanan
sedangkan perasan isi buahnya untuk memasamkan makanan, seperti pada soto.
Sebagai bahan obat tradisional, perasan langsung buah jeruk nipis dipakai sebagai
obat batuk, diberikan bersama dengan kapur untuk menurunkan demam. Jeruk
nipis (Citrus aurantifolia) termasuk salah satu jenis Citrus Geruk.Dari hasil
perasan buah masih tersisa kulit jeruk nipis yang menjadi limbah dan belum
termanfaatkan sehingga perlu adanya pengolahan limbah kulit jeruk nipis.
Berdasarkan produksi jeruk nipis pada tujuh tahun terakhir (1998-2005),
luas panen dan produksi buah jeruk di Indonesia mengalami peningkatan yang
cukup pesat yaitu 17,9% dan 22,4%.Pada tahun 2005,luas panen jeruk telah
mencapai 67.883 ha dengan total produksi sebesar 2.214.019 ton, sekaligus
menempatkan posisi Indonesia sebagai negara penghasil utama jeruk dunia ke 10.
Produktivitas usaha tani jeruk cukup tinggi, yaitu berkisar17-25ton/ha dari potensi
25-40ton/ha.
Tabel1.1 Produksi jeruk di Indonesia secara Nasional tahun 2005
Nasional/Propinsi
NASIONAL
LuasPanen (Ha)
67.883
Produksi(Ton)
2.214.019
Sumber:www.deptan.go.id
1
Tanaman jeruk tersebar di seluruh Indonesia, dengan sentra produksi
utama terdapat di propinsi Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan
Selatan, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Sekitar 70-80% jenis jeruk yang
dikembangkan petani masih merupakan jeruk siam, sedangkan jenis lainnya
merupakan jeruk keprok dan pamelo unggulan daerah seperti keprok Garut dari
Jawa Barat, keprok Sioumpu dari Sulawesi Tenggara, keprok Tejakula dari Bali,
dan keprok Kacang dari Sumatera Barat, pamelo Nambangan dari Jatim dan
Pangkajene merah dan Putih dari Sulawesi Selatan; sedangkan jeruk nipis banyak
diusahakan di Jawa Timur dan Kalimantan Timur.
Menurut penelitian pada kulit jeruk terdapat kandungan pektin yang tinggi
sekitar 20-30% (Irene Perina dkk, 2007). Kulit jeruk dapat dibagi menjadi dua
bagian utama yaitu flavedo (kulit bagian luar yang berbatasan dengan epidermis)
dan albedo (kulit bagian dalam yang berupa jaringan busa). Albedo terdiri dari
sel-sel parenkim yang kaya akan substansi pektin dan hemiselulosa (Perina
dkk,2007). Pektin merupakan senyawa polisakarida kompleks dengan komponen
utama asam D-galakturonat (Rouse, 1977). Pektin dapat diperoleh dari kulit buahbuahan seperti pisang, jeruk, buah naga, apel dan lain-lain.Pektin digunakan
secara luas sebagai komponen fungsional pada industri makanan karena
kemampuannya membentuk gel encer dan menstabilkan protein (May,
1990).Pektin juga sering digunakan pada berbagai industri seperti industri
kosmetik (pasta gigi, sabun, lotion dan krim), baja dan perunggu (quenching),
karet (creaming and thickening agent), plastik, tekstil, bahan sintesis serta film
nitropektin.
Ekstraksi pektin sudah banyak dilakukan namun menggunakan metode
konvensional. Secara konvensional, ekstraksi pektin dilakukan dalam
larutan
pelarut yang dipanaskan.Suhu tinggi dan lamanya waktu ekstraksi dapat
menyebabkan degradasi pektin, sehingga metode ini tidak efektif untuk ekstraksi
pektin (Bagherian, 2011 Megawati, 2015). Oleh karena itu, ekstraksi dengan
menggunakan microwave dapat mengurangi kebutuhan energi yang digunakan
dibandingkan dengan cara konvensional, disamping itu kemungkinan kerusakan
senyawa pektin dapat dikurangi (Fishman 2000 dalamSudiyono 2012). Istilah
2
ekstraksi yang sumber energinya dibantu oleh radiasi gelombang mikro ini sering
disebut dengan Microwave Assisted Extraction (MAE). MAE merupakan
ekstraksi yang memanfaatkan radiasi gelombang mikro untuk mempercepat
ekstraksi selektif melalui pemanasan pelarut secara cepat dan efisien (Jain et al.,
2009).
1.2. Identifikasi Masalah
Mesocarp atau albedo terletak di bawah epicarp. Biasanya mempunyai
lapisan yang tebal, putih dan berspons. Albedo terdiri dari sel-sel parenkim yang
kaya akan substansi pektin dan hemiselulosa. Kombinasi albedo dan flavedo
disebut dengan pericarp yang secara umum dikenal sebagai kulit yang merupakan
bagian yang akan diekstraksi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pirena, dkk. (2007) untuk
ekstraksi pektin pada kulit jeruk nipis menggunakan metode konvensional,
didapatkan kadar metoksil seperti pada tabel dibawah ini:
Tabel I.1 Spesifikasi Pektin dari hasil Ekstraksi berat kulit jeruk:volume
solven= 1:10 pada 550 rpm
Jenis Kulit Jeruk
Kadar Metoksil
Jeruk Manis Jeruk Lokam
7,67
7,42
Jeruk Shantang Jeruk Nipis
7,35
7,02
(%)
Kadar Abu (%)
Kekuatan
7,51
43,2
5,87
35,9
7,23
33,21
6,93
30,11
High
High
High
High
metoksil
metoksil
Metoksil
metoksil
Jeruk Manis
Jeruk Lokam
Jeruk Shantang
Jeruk Nipis
8,81
8,52
8,21
7,26
Pembentukan gel
(detik 10 cm)
Karakteristik
Jenis Kulit Jeruk
Kadar Metoksil
3
(%)
Kadar Abu (%)
8,31
6,55
8,25
7,81
Kekuatan
72,8
63,35
60,55
52,78
High
High
High
High
metoksil
metoksil
Metoksil
metoksil
Pembentukan gel
(detik 10 cm)
Karakteristik
Tabel I.2 Spesifikasi Pektin dari hasil Ekstraksi berat kulit jeruk:volume
solven= 1:30 pada 550 rpm
Tabel I.3 Tabel Analisis Pektin Komersial
Kadar Metoksil
Kadar Abu (%)
(%)
9,23
Kekuatan Pembentukan
Karakteristik
gel
7,3
(detik 10 cm)
82,9
High metoksil
Pada tabel 1 dan 2 dapat dilihat bahwa jeruk nipis mempunyai kadar
metoksil yang terendah sedangkan jeruk manis mempunyai kadar metoksil yang
tertinggi. Hal ini dikarenakan kadar asam galakturonat yang terdapat dalam kulit
jeruk manis banyak. Semakin banyak kadar asam galakturonat yang ter-metoksil
maka kadar metoksil-nya semakin tinggi. Berdasarkan analisis pektin komersial,
kadar metoksil yang didapat pada jeruk manis tidak jauh berbeda dengan pektin
komersial sebagaimana disajikan pada Tabel 3. Oleh karena itu, pektin pada jeruk
manis yang didapat pada perbandingan berat kulit jeruk:volume solven dengan
kecepatan pengadukan 550 rpm termasuk memenuhi standar mutu kering pektin.
Pengujian kadar abu pada pektin dimaksudkan untuk mengetahui spesifikasi mutu
kering pektin. Berdasarkan dari hasil penelitian, didapat kadar abu pada pektin
4
dari berbagai macam kulit jeruk berkisar antara 5,87-8,31%. Kadar abu pada
spesifikasi mutu kering pektin berdasarkan “Kodeks makanan Indonesia” adalah
10% sedangkan berdasarkan analisa pektin komersial, kadar abunya 7,3%. Kadar
abu dari berbagai macam kulit jeruk berdasarkan penelitian ini berkisar antara
5,87-8,31%. Hal ini menunjukkan kadar abu pektin dari hasil penelitian sudah
memenuhi standart mutu kering pektin. Pengujian kekuatan gel pektin dilakukan
dengan cara membuat jelly dari pektin dengan penambahan gula dan asam.
Kemudian daya alir jelly diukur dengan cara mengalirkannya pada bidang
kemiringan 75° sepanjang 10 cm. Dari hasil analisa pektin komersial, didapat
kecepatan alir jelly sebesar 82,9 detik, sedangkan dari hasil pengukuran
didapatkan rata-rata kecepatan alir berkisar antara 30,11-72,8 detik.
Hal ini
menunjukkan kekuatan pembentukan gel pektin komersial lebih bagus dari pada
pektin yang dihasilkan dari jeruk manis. Rata-rata kekuatan gel terkecil didapat
pada jeruk nipis dengan perbandingan berat kulit jeruk:volume solven 1:10
sedangkan rata- rata kekuatan gel terbesar pada jeruk manis dengan perbandingan
berat kulit jeruk:volume solven 1:30. Pengujian ini berhubungan erat dengan berat
ekivalen dan kadar metoksil. Semakin tinggi berat ekivalen, kadar metoksil-nya
semakin tinggi dan daya alir jelly semakin lama. Pektin yang ditambahkan pada
pembuatan jelly dapat membentuk jaringan 3 dimensi karena pektin akan
memerangkap air. Semakin tinggi kadar metoksil semakin banyak air yang dapat
diperangkap sehingga akan semakin viscous jelly yang terbentuk.Senyawa pektin
dapat diekstraksi secara konvensional menggunakan panas yang cukup tinggi
sehingga membutuhkan energi yang juga tinggi. Oleh karena itu dalam penelitian
ini akan lebih dipelajari lebih lanjut dilakukan ekstraksi dengan menggunakan
metode MAE (Microwave Assited Extraction).
1.3. Pembatas Masalah
5
Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini adalah MAE
(Microwave Assited Extraction). Kulit jeruk nipis dipilih sebagai bahan baku
untuk ekstraksi pada metode ini, dengan pelarut asam oksalat dan pelarut etanol
96% .
1.4 . Rumusan Masalah
1. Berapakah yield pektin kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia) hasil ekstraksi
dengan pelarut asam oksalat dan etanol 96% menggunakan metode MAE
(Microwave Assisted Extraction)?
2. Bagaimanakah pengaruh waktu dan suhu terhadap yield pektin kulit jeruk
nipis yang dihasilkan menggunakan metode MAE (Microwave Assisted
Extraction)?
3. Bagaimanakah pengaruh penggunaan MAE (Microwave Assisted Extraction)
terhadap yield pektin kulit jeruk nipis?
1.5. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui yield pektin kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dengan pelarut
asam oksalat dan etanol 96% menggunakan metode MAE ( Microwave
Assited Extraction).
2. Mengetahui pengaruh penggunaan MAE ( Microwave Assited Extraction)
terhadap karakteristik pektin kulit jeruk nipis.
3. Mengetahui pengaruh waktu dan suhu dengan variabel tetap terhadap yield
pektin kulit buah jeruk nipis yang dihasilkan menggunakan metode MAE
(Microwave Assited Extraction).
4. Mengetahui kualitas pektin kulit jeruk nipis yang dihasilkan menggunakan
metode MAE (Microwave Assited Extraction).
6
1.6. Manfaat Penelitian
1. Memanfaatkan limbah kulit jeruk nipis untuk diambil pektinnya.
2. Memanfaatkan pektin kulit jeruk nipis dengan metode microwave asssited
extraction
3. Memanfaatkan serta meningkatkan nilai ekonomi dari kulit buah jeruk nipis
(Citrus aurantifolia) untuk diekstrak pektinnya.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia)
Citrus aurantifolia dikenal dengan nama jeruk nipis. Klasifikasi tanaman
ini adalah sebagai sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio
: Angiospermae
Klas
: Dicotyledonae
Bangsa
: Rutales
Famili
: Rutaceae
Genu
: Citrus
Species
: Citrus aurantifolia (Cristm.) Swingle.
Tanaman jeruk nipis mempunyai akar tunggang dan termasuk jenis
tumbuhan perdu yang memiliki dahan dan ranting. Batang pohonnya berkayu ulet
dan keras, sedangkan permukaan kulit luarnya berwarna tua dan kusam. Daunnya
majemuk, berbentuk elips dengan pangkal membulat, ujung tumpul, dan tepi
beringgit. Panjang daunnya mencapai 2,5-9 cm dan lebarnya 2-5 cm. Tulang
daunnya menyirip dengan tangkai bersayap, hijau dan lebar 5-25 mm (Rukmana,
1996).Tanaman jeruk nipis pada umur 2,5 tahun sudah mulai berbuah. Buahnya
berbentuk bulat sebesar bola pingpong dengan diameter 3,5-5 cm. Kulitnya
berwarna hijau atau kekuning-kuningan dengan tebal 0,2-05 cm. Daging buahnya
berwarna kuning kehijauan (Rukmana, 1996 dan Steenis et al., 2006). Di
Indonesia, jeruk nipis mudah dijumpai karena banyak digunakan sebagai bahan
pelengkap untuk masakan serta minuman. Tanamanan yang memiliki nama latin
Citrus aurantifolia ini mengandung vitamin C yang tinggi dan unsur-unsur
8
senyawa kimia yang bermanfaat, seperti asam sitrat, asam amino (triftopan, lisin),
minyak atsiri (sitral, limonen, flandren, lemon kamfer, kadinen, gerani-asetat,
linali-asetat, aktiladehid, nonildehid), damar, glikosida, asam situn, lemak,
kalsium, fosfor, besi, belerang dan vitamin B1 (Alicce, 2010). Pada kulitnya
mengandung pektin dengan konsentrasi yang cukup tinggi yaitu sekitar 30%
(Irene Perina dkk, 2007). Kulit jeruk dapat dibagi menjadi dua bagian utama yaitu
flavedo (kulit bagian luar yang berbatasan dengan epidermis) dan albedo (kulit
bagian dalam yang berupa jaringan busa). Albedo terdiri dari sel-sel parenkim
yang kaya akan substansi pektin dan hemiselulosa (Perina dkk, 2007). Flavedo
sebagai lapisan kedua ditandai denganadanya warna hijau, kuning, oranye,
kelenjar minyak, dan tidak terdapat ikatan pembuluh. Pigmen yang terdapat pada
flavedo adalah kloroplas dankarotenoid. Dalam perkembangannya kloroplas akan
terdegradasi, sehingga buah yang sebelum matang berwarna hijau menjadi
berwarna oranye pada saat matang (Albrigo dan Carter, 1977).
Jeruk tersusun atas:
1. Epicarp, terdiri dari bagian yang memberi warna pada kulit yang disebut
dengan flavedo. Di dalam flavedo terkandung karoten yang memberi sifat warna
yang berbeda-beda pada buah jeruk. Kelenjar minyak ditemukan dalam flavedo
dalam menentukan struktur kulit jeruk.
2. Mesocarp atau albedo terletak di bawah epicarp. Biasanya mempunyai lapisan
yang tebal, putih dan berspons. Albedo terdiri dari sel-sel parenkim yang kaya
akan substansi pektin dan hemiselulosa.2 Kombinasi albedo dan flavedo disebut
dengan pericarp yang secara umum dikenal sebagai kulit.
3. Endocarp, merupakan bagian buah yang dapat dimakan. Bagian ini terdiri atas
segmen-segmen. Umumnya buah jeruk mempunyai 9-13 segmen. Di bagian
dalam tiap-tiap segmen berlokasi kantung sari buah (juice vesichle). Juice
vesichle mempunyai membran yang relatif kuat dan mempunyai banyak dinding
sel tipis.
9
2.2 Pektin
Kata pektin berasal dari bahasa Latin “pectos” yang berarti pengental atau
yang membuat sesuatu menjadi keras atau padat. Pektin ditemukan oleh
Vauquelin dalam jus buah sekitar 200 tahun yang lalu. Pada tahun 1790, pektin
belum diberi nama. Nama pektin pertama kali digunakan pada tahun 1824, yaitu
ketika Braconnot melanjutkan penelitian yang dirintis oleh Vauquelin. Braconnot
menyebut substansi pembentuk gel tersebut sebagai asam pektat (Herbstreith dan
Fox, 2005). Pektin adalah senyawa polisakarida kompleks yang ada di dalam
dinding sel tumbuhan dan di temukan dalam berbagai jenis tanaman pangan
terutama
pada
buah.
Pektin
merupakan
senyawa-senyawa
asam
anhidrogalakturonat yang dihubungkan dengan ikatan -1,4 glikosidik. Beberapa
gugus karboksilnya dapat teresterifikasi dengan metanol, beberapa ternetralisasi
dengan
kation
dan
lainnya
berupa
asam-asam
bebas.
Polimer
asam
anhidrogalakturonat tersebut merupakan rantai lurus atau tidak bercabang
(Rouse, 1977).
Komposisi kandungan protopektin, pektin, dan asam pektat di dalam buah
sangat bervariasi tergantung pada derajat kematangan buah. Pada umumnya,
protopektin yang tidak larut itu lebih banyak terdapat pada buah-buahan yang
belum matang (Winarno, 1997).
Kandungan pektin dalam tanaman sangat bervariasi, baik berdasarkan jenis
tanamannya maupun dari bagian-bagian jaringannya. Bagian kulit dan albedo
buah jeruk lebih banyak mengandung pektin dari pada jaringan parenkimnya
(Winarno, 1997). Dibawah ini terdapat tabel randemen pektin bahan baku industri
pektin.
10
Tabel II.1 Rendemen pektin beberapa bahan baku industri pektin
Sumber
Apel
Gula bit
Bunga matahari
Kulit jeruk
Rendemen (%bobot kering)
10-15
10-20
15-25
20-35
Sumber : Herbstreith dan Fox, 2006.
2.2.1 Struktur Pektin
Menurut Hoejgaard (2004), pektin merupakan asam poligalakturonat yang
mengandung metil ester. Pektin diekstraksi secara komersial dari kulit buah jeruk
dan apel dalam kondisi asam. Masing-masing cincin merupakan suatu molekul
dari asam poligalakturonat, dan ada 300-1000 cincin seperti itu dalam suatu
tipikal molekul pektin, yang dihubungkan dengan suatu rantai linier.
Gambar 1.Struktur Kimia Asam Poligalakturonat.
Berdasarkan kandungan metoksilnya, pektin dapat dibagi menjadi dua
golongan yaitu pektin berkadar metoksil tinggi (HMP), dan pektin berkadar
metoksil rendah (LMP). Pektin bermetoksil tinggi mempunyai kandungan
metoksil minimal 7%, sedangkan pektin bermetoksil rendah mempunyai
kandungan pektin maksimal 7% (Guichard et al, 1991).
11
2.2.2 Sifat Pektin
Pektin merupakan zat berbentuk serbuk kasar hingga halus yang berwarna
putih, kekuningan, kelabu atau kecoklatan dan banyak terdapat pada buah-buahan
dan sayuran matang. Gliksman (1969) menyatakan bahwa pektin kering yang
telah dimurnikan berupa kristal yang berwarna putih dengan kelarutan yang
berbeda-beda sesuai dengan kandungan metoksilnya.
Sifat fisik pektin tergantung dari karakteristik kimia pektin (Guichardet al., 1991).
Faktor yang mempengaruhi pembentukan gel dengan tingkat kekenyalan dan
kekuatan tertentu meliputi pH, konsentrasi pektin, suhu, ionkalsium, dan gula
(Chang dan Miyamoto, 1992). Kekentalan larutan pektin mempunyai kisaran yang
cukup lebar tergantung pada konsentrasi pektin, garam, dan ukuran rantai asam
poligalakturonat (Rouse, 1977).
2.2.3 Aplikasi Pektin
Penggunaan yang paling umum dari pektin adalah dalam penyusunan
selai, jelly atau produk gel sejenis (Kertesz, 1951).
Pektin yang tinggi kandungan ester ± 70% dapat menjadi stabilizer
pasteurisasi atau sterilisasi pada produk susu asam (pH 3,5-4,2) (Pereyra et
al., 1995).
Pektin yang rendah kandungan ester biasanya digunakan sebagai gelling
agent dan texturizer pada beberepa produk seperti pembuatan kaviar dan
produk daging (Einhornstoll et al., 1996).
Pektin yang dimodifikasi dalam emulsi whey protein dapat menstabilkan
protein whey pada konsentrasi yang cukup tinggi (Einhornstoll et al.,
1996)
2.2.4 Pemungutan Pektin
12
Metode yang digunakan untuk mengekstrak pektin dari jaringan tanaman
sangat beragam. Ekstraksi adalah proses perpindahan suatu zat atau solut dari
larutan asal atau padatan ke dalam pelarut tertentu. Akan tetapi pada umumnya
ekstraksi pektin dilakukan dengan menggunakan ekstraksi asam, baik asam
mineral maupun asam organik.
Proses pengendapan pektin merupakan suatu proses pemisahan pektin dari
larutannya. Pektin adalah koloid hidrofilik yang bermuatan negatif (dari gugus
karboksil bebas yang terionisasi) dan tidak mempunyai titik isoelektrik seperti
kebanyakan koloidal hidrofilik. Kemudian pemurnian, dimaksudkan untuk
mengisolasi komponen pektin dari komponen ikutan yang tidak diinginkan. Tahap
akhir dari ekstraksi pektin adalah pengeringan endapan pektin. Ranganna (1977)
menganjurkan pengeringan dilakukan pada tekanan yangrendah agar pektin tidak
terdegradasi.
2.3 Microwave Assisted Extraction (MAE)
Microwave Assisted Extraction (MAE) merupakan ekstraksi yang
memanfaatkan radiasi gelombang mikro untuk mempercepat ekstraksi selektif
melalui pemanasan pelarut secara cepat dan efisien (Jain et al., 2009). Pada proses
ekstraksi secara konvensional dengan panas yang berlebihan dapat menyebabkan
kerusakan pektin sehingga menurunkan kualitasnya (Sudiyono, 2012). Selain itu
panjangnya waktu yang diperlukan untuk ekstraksi menyebabkan energi yang
diperlukan untuk
pemanasan juga semakin tinggi (Purwanto, 2010). Selain
kontrol suhu yang lebih baik, MAE juga memiliki beberapa kelebihan,
diantaranya adalah waktu ekstraksi yang lebih singkat, konsumsi energi dan
solvent yang lebih sedikit, yield yang lebih tinggi, akurasi dan presisi yang lebih
tinggi, adanya proses pengadukan sehingga meningkatkan fenomena transfer
massa (Purwanto, 2010).
2.3.1 Pemodelan Matematika Ekstraksi Pektin dengan Menggunakan MAE
13
Menurut Megawati, dkk (2015) Pada kinetika ekstraksi homogen tanpa
degradasi pektin, reaksi kimia dari ekstraksi merupakan reaksi ireversibel
yang dapat dinyatakan sebagai persamaan:
A kk⃗1 D
1
(1)
di mana: A = pektin dalam kulit jeruk nipis (sebagai hasil dari ekstraksi
menggunakan metode standar), D = pektin yang didapat. Neraca massa
reaksi tunggal dapat ditulis sebagai persamaan:
dC D
m
=k
C
1
A
dt
(2
)
Konstanta(k1), dipengaruhi oleh suhu. Hal ini dapat dinyatakan dengan
persamaan Arrhenius, seperti dalam persamaan (3).
−E 1
k 1= A1 exp( RT )
(3)
Ekstraksi dilakukan dalam microwave ovensebagai sumber daya, karena
itu operasi dalam kondisi non-isothermis, sehingga data temperatur selama
proses diperlukan. Berdasarkan data suhu, persamaan empiris suhu sebagai
fungsi waktu dapat dipasang dengan data eksperimen.
Pada kondisi tertentu, ekstraksi pektin dapat menghasilkan jenis lain
dari pektin sebagai efek dari degradasi pektin. Neraca massa reaksi seri
dapat ditulis sebagai persamaan (4), di mana U = produk yang tidak
diinginkan.
A ⃗
k1 D ⃗
k2U
(4)
Degradasi pektin terjadi selama proses tersebut, sehingga reaksi seri
ini cocok untuk mengekspresikan mekanisme ini. Neraca massa reaksi
seri dapat dinyatakan sebagai persamaan (5).
14
dC D
k1C Am k 2C Dn
dt
(5)
2.4 Sifat Fisis dan Kimia Pektin
Di dalam Kodeks Makanan Indonesia disebutkan bahwa pektin
merupakan zat berbentuk serbuk kasar hingga halus berwarna putih kekuningan,
tidak berbau dan memiliki rasa seperti lendir (Fitriani, 2003). Menurut Crues
(1958) dalam Fitriani 2003, menyatakan bahwa pektin
kering yang telah
dimurnikan berupa kristal yang berwarna putih dengan kelarutan yang berbedabeda sesuai dengan kandungan metoksilnya, penyebarannya dalam pelarut dan
berat molekulnya. Pektin yang mempunyai kadar metoksil tinggi larut dalam air
dingin, sedangkan pektin dengan kadar metoksil rendah larut dalam alkali dan
asam oksalat.
Menurut Towle dan Christensen (1973) dalam Fitriani 2003,
umumnya kelarutan pektin meningkat dengan meningkatnya kandungan metil
ester atau dengan menurunnya berat molekul. Selain itu, pH, suhu, konsentrasi
garam dan kandungan gula juga mempengaruhi kelarutan pektin. Sifat-sifat fisis
seperti kelarutan, viskositas, dan kemampuan membentuk gel tergantung pada
karakteristik kimia pektin seperti berat
molekul, dan kandungan senyawa-
senyawa kimia lainnya termasuk dalam bagian molekul pektin. Sifat-sifat pektin
di dalam larutan juga dipengaruhi oleh kondisi larutan itu sendiri seperti pH dan
bahan-bahan terlarut, misalnya kation-kation (Nelson dkk. 1977 dalam Fitriani
2003). Pektin larut dalam air dan pelarut organik polar seperti formamida dan
metil sulfoksida. Kelarutan pektin dalam air ditentukan oleh sejumlah gugus
metoksil, penyebarannya dalam pelarut serta bobot molekulnya (Walter 1991
dalam Fitriani 2003).
Pektin bersifat asam dan koloidnya bermuatan negatif
karena adanya gugus karboksil bebas. Larutan 1% pektin yang tidak ternetralisasi
akan memberikan pH 2,7-3. Larutan pektin stabil pada kisaran pH 2-4. Pada pH
lebih dari 4 atau kurang dari 2, viskositas dan kekuatan gelnya menurun
disebabkan oleh depolimerisasi pada pektin. Sedangkan pada
15
kondisi basa, pektin dapat mengalami saponifikasi dan degradasi melalui
reaksi -eliminasi (Nelson dkk. 1977 dalam Fitriani 2003). Pada kondisi asam,
ikatan glikosidik gugus metil ester dari pektin
cenderung terhidrolisa
menghasilkan asam galakturonat. Selama perlakuan
dengan asam pada suhu
rendah, kecepatan hidrolisa pada ikatan glikosidik
akan lebih lambat
dibandingkan kecepatan deesterifikasi, sehingga dimungkinkan pembuatan pektin
berester rendah dengan sedikit perusakan
pada rantainya. Pektin dapat
terhidrolisa oleh asam, basa dan enzim. Pemanasan dapat menyebabkan degradasi
senyawa pektin (Towle dan Christensen 1973dalam Fitriani 2003). Sifat fisik
pektin tergantung dari karakteristik kimia pektin (Guichard dkk. 1991 dalam
Hariyati 2006). Faktor yang mempengaruhi pembentukan gel dengan tingkat
kekenyalan dan kekuatan tertentu meliputi pH, konsentrasi pektin, suhu, ion
kalsium, dan gula (Chang dan Miyamoto 1992 dalam Hariyati 2006). Kekentalan
larutan pektin mempunyai kisaran yang cukup lebar tergantung pada konsentrasi
pektin,
garam, dan ukuran rantai asam poligalakturonat (Rouse 1977 dalam
Hariyati 2006).
Pektin dengan kadar metoksil lebih rendah dari 7% dapat
membentuk gel bila ada ion-ion logam bivalen. Ion logam bivalen dapat bereaksi
dengan gugus-gugus karboksil dari 2 molekul asam pektat dan
membentuk
jembatan. Pada pembentukan gel ini, tidak diperlukan gula dan tekstur gel yang
terbentuk kurang keras (Guichard dkk. 1991 dalam Hariyati 2006). Pembentukan
gel dari pektin dengan derajat metilasi tinggi dipengaruhi juga oleh konsentrasi
pektin, persentase gula, dan pH. Semakin besar konsentrasi pektin, semakin keras
gel yang terbentuk. Konsentrasi 1% telah menghasilkan kekerasan yang cukup
baik. Gula yang ditambahkan tidak boleh lebih dari 65% agar terbentuknya
kristal-kristal di
permukaan gel dapat dicegah (Guichard dkk 1991 dalam
Hariyati 2006).
Pembentukan gel pektin metoksil tinggi terjadi melalui ikatan hidrogen
diantara gugus karboksil bebas dan antara gugus hidroksil. Pada pektin metoksil
rendah, kemampuan membentuk gel dengan gula dan asam hilang. Sebaliknya
pektin ini mampu membentuk gel dengan adanya ion kalsium (Gliksman 1969
dalam Hariyati 2006).
Untuk mengetahui gugus fungsional dan informasi
16
mengenai struktur pektin, perlu dilakukan uji Fourier Transform Infrared (FTIR)
(Ismail, 2012). Spektroskopi FTIR merupakan salah satu teknik analitik yang
sangat baik dalam proses identifikasi struktur molekul suatu senyawa. Komponen
utama spektroskopi FTIR adalah interferometer
fungsi menguraikan (mendispersi) radiasi
Michelson yang mempunyai
infra merah menjadi komponen-
komponen frekuensi. Penggunaan interferometer Michelson tersebut memberikan
keunggulan metode FTIR
konvensional maupun
dibandingkan metode spektroskopi infra merah
metode spektroskopi yang lain. Diantaranya adalah
informasi struktur molekul dapat diperoleh secara tepat dan akurat (memiliki
resolusi yang
tinggi). Keuntungan yang lain dari metode ini adalah dapat
digunakan untuk mengidentifikasi sampel dalam berbagai fase (gas, padat atau
cair). Kesulitan-kesulitan yang ditemukan dalam identifikasi dengan spektroskopi
FTIR dapat ditunjang dengan data yang diperoleh dengan menggunakan metode
spektroskopi yang lain (Harmita 2006 dalam Kusumastuti 2011).
BAB III
METODE PENELITIAN
17
Pada penelitian ini dipakai kulit jeruk nipis asam klorida 37% sebagai
pelarut dan etanol 96%.
3.1. Desain Penelitian
Pada Penelitian ini dilakukan 2 tahap penelitian yang pertama tahap
penelitian pendahuluan dan tahap penelitian utama.
3.1.1 Penelitian Pendahuluan
Pada penelitian pendahuluan ini dilakukan untuk mengetahui dilakukan
untuk mengetahui lama ekstraksi dan pH yang akan digunakan untuk
mengekstrak pektin.
3.1.2 Penelitian Utama
Pada penelitian utama ini dilakukan untuk mengetahui kecepatan
pengadukan dan perbandingan antara pelarut dan zat terlarut terhadap yield
pektin yang dihasilkan serta untuk mengetahui kadar metoksil, kadar abu, dan
kekuatan pembentukan gel dari yield yang terbanyak dan paling sedikit yang
dihasilkan oleh kulit jeruk.
2.3 Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi seperangkat alat
ekstraksi yaitu meliputi Microwave, Ekstraktor kaca, Kondensor, Labu takar,
Pompa air, Pisau, Blender, Pipet ukur, Ball filler, Pompa vakum, Beker gelas,
Gelas ukur, Timbangan digital, Statif dan klem, Cawan porselen, Oven listrik,
Desikator, Selang.
3.2.1
Bahan
18
Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit jeruk nipis
dari buah Jeruk Nipis Citrus aurantifolia, kemudian Etanol 96%, Asam oksalat,
NaOH, Kertas saring, Indikator PP, Aquades.
3.2.2
Variabel
Variabel dalam penelitian yang akan dilakukan ini adalah suhu ekstraksi
pada microwave, sedangkan variabel bebas dalam penelitian ini adalah waktu
proses ekstraksi.
3.3
Cara Kerja
3.3.1 Ekstraksi menggunakan metode Konvensional
Memilih kulit buah jeruk nipis yang tidak cacat, dipotong kecil-kecil
kemudian dikeringkan menggunakan oven pada suhu 55°C sampai berat konstan.
Potongan kulit buah jeruk nipis kering diblender, sehingga diperoleh serbuk.
Selanjutnya, diambil 10 g serbuk dan ditambahkan 300 mL pelarut asam oksalat,
diekstraksi pada suhu 80°C selama 2 jam disertai pengadukan. Filtrat hasil
ekstrasi diambil dan ditambahkan etanol 96% dengan perbandingan 1:1 untuk
mengendapkan
pektin.
Pektin
yang
mengendap
kemudian
dikeringkan
menggunakan oven pada suhu 50°C, sampai berat konstan. Pektin yang sudah
kering dimurnikan dengan dicuci menggunakan etanol 96%. Pektin dikeringkan
pada suhu 40°C hingga berat konstan. Pektin diblender hingga berbentuk serbuk.
3.3.2 Ekstraksi Pektin dari Buah
3.3.2.1 Ekstraksi padat-cair atau leaching
Ekstraksi padat-cair atau leaching ini adalah proses pemisahan solut dari
padatan yang tidak dapat larut yang disebut inert. Dua langkah utama dalam
proses ekstraksi padat-cair yaitu kontak antara padatan dan pelarut serta
pemisahan larutan dari padatan inert. Pelarut yang digunakan dalam proses
ekstraksi memiliki syarat utama yaitu dapat melarutkan solut yang terkandung
dalam padatan inert. Mekanisme yang berlangsung selama proses ekstraksi padatcair adalah:
19
a. Pelarut bercampur dengan padatan inert sehingga permukaan padatan dilapisi
oleh pelarut
b. Terjadi difusi massa pelarut pada permukaan padatan inert ke dalam pori
padatan inert tersebut. Laju difusi ini lambat karena pelarut harus menembus
dinding sel padatan
c. Solut yang terdapat dalam padatan melarut dalam pelarut
d. Campuran solut dalam pelarut berdifusi keluar dari permukaan padatan inert
dan bercampur dengan pelarut sisa.
Seperti ekstraksi lainnya, ekstraksi pektin dari buah juga dipengaruhi oleh faktorfaktor yang dapat mempengaruhi ekstraksi. Faktor- faktor tersebut adalah sebagai
berikut Ukuran partikel, Pelarut, pH, Suhu, Pengaruh pengadukan, Waktu
ekstraksi, Waktu ekstraksi.
3.3.2.2 Ekstraksi menggunakan metode Microwave Assisted Extraction
(MAE)
Memilih kulit buah jeruk nipis yang tidak cacat, dipotong kecil-kecil
kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 55 °C sampai berat konstan.
Potongan kulit buah jeruk nipis kering diblender, sehingga diperoleh serbuk.
Serbuk dengan berat tertentu ditambahkan dengan pelarut asam oksalat (0,25%)
pH 4,6 ± 0,01 dengan volume 300 mL. Mikrowave dihidupkan pada daya
gelombang 600 W. Diambil filtrat hasil ekstraksi dan ditambahkan ethanol 95%,
perbandingan filtrat dengan ethanol 1 : 1 untuk mengendapkan pektin. Pektin
dikeringkan menggunakan oven pada suhu 40 °C, sampai
berat konstan.
Percobaan dilakukan pada variasi waktu ekstraksi (10, 15, 20, 25, dan 30 menit).
Pektin diblender hingga berbentuk serbuk.
DAFTAR PUSTAKA
20
Anonim, ”Sifat-sifat Pektin”, http://www.ippa.info/-9k, diakses 22 Desember
2006
Ferguson.2002.Medicinal Use of Citrus Scienses departmenr.Cooperative
extension services Institute of Food Agricultural Science, University
of Florida, Gainesville (on line),http://edis.ifas.ufl.edu/body Chi 96.
Fitriani, Vina. 2003. Ekstraksi dan Karakterisasi Pektin dari Kulit Jeruk Lemon
(Citrus medica var Lemon). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hariyati
Hariyati, M.N. 2006. Ekstraksi dan Karakterisasi Pektin dari Limbah Proses
Pengolahan Jeruk Pontianak (Citrus Nobilis Var Microcarpa). Bogor:
Institut Pertanian Bogor
Kirk, R.E., dan Othmer, D.F., Encyclopedia
of Chemical Technology, Edisi 2
Vol.14,Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) . 2009.
Koh, P.C dkk. 2014. Microwave-assisted Extraction of Pectin From Jackfruit
Rinds Using Different Power Levels. Malaysia: Universiti Putra
Malaysia dalam International Food Research Journal 21 (5): 20912097 (2014).
Meilina, H dan Illah S. 2003. Produksi Pektin Dari Kulit Jeruk Lemon (Citrus
Medica). Bogor: Institut Pertanian Bogor
Meyer, Lilian Hoagland, Food Chemistry, Reinhold Publishing Corporation,
Japan, 1960.
Perina, Irene dkk. 2007. Ekstraksi Pektin Dari Berbagai Macam Kulit Jeruk.
WIDYA TEKNIK Vol. 6 No. 1, 2007 (1-10)
Sulihono, Andreas dkk. 2012. Pengaruh Waktu, Temperatur, dan Jenis Pelarut
Terhadap Ekstraksi Pektin Dari Kulit Jeruk Bali (Citrus Maxima).
Palembang: Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012.
Ting, S.V., Citrus Fruits and Their Products; Analysis and Technology, Marcel
Dekker, New York, 1986
21
Ulinuha, A, Yaniz. 2014. Ekstraksi Pektin Kulit Buah Naga (Dragon fruit) dan
Aplikasinya Sebagai Edible Film. Tugas Akhir. Program Studi Teknik
Kimia D3, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang.
Widiastuti, D, Restu. 2015. Ekstraksi Pektin Kulit Jeruk Bali dengan Metode
Microwave Assisted Extraction dan Aplikasinya Sebagai Edible Film.
Tugas Akhir. Program Studi Teknik Kimia D3, Fakultas Teknik,
Universitas Negeri Semarang.
Winarno, F.G, Kimia Pangan dan Gizi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
1997
22
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Jeruk nipis (Citrus aurantifolia) merupakan tanaman yang berasal dari
Asia dan tumbuh pada daratan rendah pada ketinggian sekitar 500 meter diatas
permukaan laut. Pohon jeruk nipis tumbuh pada daerah tropis seperti Indonesia.
Semua bagian dari tanaman jeruk nipis memiliki manfaat. Daun jeruk nipis
digunakan sebagai bumbu dapur yang menambah cita rasa pada makanan
sedangkan perasan isi buahnya untuk memasamkan makanan, seperti pada soto.
Sebagai bahan obat tradisional, perasan langsung buah jeruk nipis dipakai sebagai
obat batuk, diberikan bersama dengan kapur untuk menurunkan demam. Jeruk
nipis (Citrus aurantifolia) termasuk salah satu jenis Citrus Geruk.Dari hasil
perasan buah masih tersisa kulit jeruk nipis yang menjadi limbah dan belum
termanfaatkan sehingga perlu adanya pengolahan limbah kulit jeruk nipis.
Berdasarkan produksi jeruk nipis pada tujuh tahun terakhir (1998-2005),
luas panen dan produksi buah jeruk di Indonesia mengalami peningkatan yang
cukup pesat yaitu 17,9% dan 22,4%.Pada tahun 2005,luas panen jeruk telah
mencapai 67.883 ha dengan total produksi sebesar 2.214.019 ton, sekaligus
menempatkan posisi Indonesia sebagai negara penghasil utama jeruk dunia ke 10.
Produktivitas usaha tani jeruk cukup tinggi, yaitu berkisar17-25ton/ha dari potensi
25-40ton/ha.
Tabel1.1 Produksi jeruk di Indonesia secara Nasional tahun 2005
Nasional/Propinsi
NASIONAL
LuasPanen (Ha)
67.883
Produksi(Ton)
2.214.019
Sumber:www.deptan.go.id
1
Tanaman jeruk tersebar di seluruh Indonesia, dengan sentra produksi
utama terdapat di propinsi Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan
Selatan, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Sekitar 70-80% jenis jeruk yang
dikembangkan petani masih merupakan jeruk siam, sedangkan jenis lainnya
merupakan jeruk keprok dan pamelo unggulan daerah seperti keprok Garut dari
Jawa Barat, keprok Sioumpu dari Sulawesi Tenggara, keprok Tejakula dari Bali,
dan keprok Kacang dari Sumatera Barat, pamelo Nambangan dari Jatim dan
Pangkajene merah dan Putih dari Sulawesi Selatan; sedangkan jeruk nipis banyak
diusahakan di Jawa Timur dan Kalimantan Timur.
Menurut penelitian pada kulit jeruk terdapat kandungan pektin yang tinggi
sekitar 20-30% (Irene Perina dkk, 2007). Kulit jeruk dapat dibagi menjadi dua
bagian utama yaitu flavedo (kulit bagian luar yang berbatasan dengan epidermis)
dan albedo (kulit bagian dalam yang berupa jaringan busa). Albedo terdiri dari
sel-sel parenkim yang kaya akan substansi pektin dan hemiselulosa (Perina
dkk,2007). Pektin merupakan senyawa polisakarida kompleks dengan komponen
utama asam D-galakturonat (Rouse, 1977). Pektin dapat diperoleh dari kulit buahbuahan seperti pisang, jeruk, buah naga, apel dan lain-lain.Pektin digunakan
secara luas sebagai komponen fungsional pada industri makanan karena
kemampuannya membentuk gel encer dan menstabilkan protein (May,
1990).Pektin juga sering digunakan pada berbagai industri seperti industri
kosmetik (pasta gigi, sabun, lotion dan krim), baja dan perunggu (quenching),
karet (creaming and thickening agent), plastik, tekstil, bahan sintesis serta film
nitropektin.
Ekstraksi pektin sudah banyak dilakukan namun menggunakan metode
konvensional. Secara konvensional, ekstraksi pektin dilakukan dalam
larutan
pelarut yang dipanaskan.Suhu tinggi dan lamanya waktu ekstraksi dapat
menyebabkan degradasi pektin, sehingga metode ini tidak efektif untuk ekstraksi
pektin (Bagherian, 2011 Megawati, 2015). Oleh karena itu, ekstraksi dengan
menggunakan microwave dapat mengurangi kebutuhan energi yang digunakan
dibandingkan dengan cara konvensional, disamping itu kemungkinan kerusakan
senyawa pektin dapat dikurangi (Fishman 2000 dalamSudiyono 2012). Istilah
2
ekstraksi yang sumber energinya dibantu oleh radiasi gelombang mikro ini sering
disebut dengan Microwave Assisted Extraction (MAE). MAE merupakan
ekstraksi yang memanfaatkan radiasi gelombang mikro untuk mempercepat
ekstraksi selektif melalui pemanasan pelarut secara cepat dan efisien (Jain et al.,
2009).
1.2. Identifikasi Masalah
Mesocarp atau albedo terletak di bawah epicarp. Biasanya mempunyai
lapisan yang tebal, putih dan berspons. Albedo terdiri dari sel-sel parenkim yang
kaya akan substansi pektin dan hemiselulosa. Kombinasi albedo dan flavedo
disebut dengan pericarp yang secara umum dikenal sebagai kulit yang merupakan
bagian yang akan diekstraksi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pirena, dkk. (2007) untuk
ekstraksi pektin pada kulit jeruk nipis menggunakan metode konvensional,
didapatkan kadar metoksil seperti pada tabel dibawah ini:
Tabel I.1 Spesifikasi Pektin dari hasil Ekstraksi berat kulit jeruk:volume
solven= 1:10 pada 550 rpm
Jenis Kulit Jeruk
Kadar Metoksil
Jeruk Manis Jeruk Lokam
7,67
7,42
Jeruk Shantang Jeruk Nipis
7,35
7,02
(%)
Kadar Abu (%)
Kekuatan
7,51
43,2
5,87
35,9
7,23
33,21
6,93
30,11
High
High
High
High
metoksil
metoksil
Metoksil
metoksil
Jeruk Manis
Jeruk Lokam
Jeruk Shantang
Jeruk Nipis
8,81
8,52
8,21
7,26
Pembentukan gel
(detik 10 cm)
Karakteristik
Jenis Kulit Jeruk
Kadar Metoksil
3
(%)
Kadar Abu (%)
8,31
6,55
8,25
7,81
Kekuatan
72,8
63,35
60,55
52,78
High
High
High
High
metoksil
metoksil
Metoksil
metoksil
Pembentukan gel
(detik 10 cm)
Karakteristik
Tabel I.2 Spesifikasi Pektin dari hasil Ekstraksi berat kulit jeruk:volume
solven= 1:30 pada 550 rpm
Tabel I.3 Tabel Analisis Pektin Komersial
Kadar Metoksil
Kadar Abu (%)
(%)
9,23
Kekuatan Pembentukan
Karakteristik
gel
7,3
(detik 10 cm)
82,9
High metoksil
Pada tabel 1 dan 2 dapat dilihat bahwa jeruk nipis mempunyai kadar
metoksil yang terendah sedangkan jeruk manis mempunyai kadar metoksil yang
tertinggi. Hal ini dikarenakan kadar asam galakturonat yang terdapat dalam kulit
jeruk manis banyak. Semakin banyak kadar asam galakturonat yang ter-metoksil
maka kadar metoksil-nya semakin tinggi. Berdasarkan analisis pektin komersial,
kadar metoksil yang didapat pada jeruk manis tidak jauh berbeda dengan pektin
komersial sebagaimana disajikan pada Tabel 3. Oleh karena itu, pektin pada jeruk
manis yang didapat pada perbandingan berat kulit jeruk:volume solven dengan
kecepatan pengadukan 550 rpm termasuk memenuhi standar mutu kering pektin.
Pengujian kadar abu pada pektin dimaksudkan untuk mengetahui spesifikasi mutu
kering pektin. Berdasarkan dari hasil penelitian, didapat kadar abu pada pektin
4
dari berbagai macam kulit jeruk berkisar antara 5,87-8,31%. Kadar abu pada
spesifikasi mutu kering pektin berdasarkan “Kodeks makanan Indonesia” adalah
10% sedangkan berdasarkan analisa pektin komersial, kadar abunya 7,3%. Kadar
abu dari berbagai macam kulit jeruk berdasarkan penelitian ini berkisar antara
5,87-8,31%. Hal ini menunjukkan kadar abu pektin dari hasil penelitian sudah
memenuhi standart mutu kering pektin. Pengujian kekuatan gel pektin dilakukan
dengan cara membuat jelly dari pektin dengan penambahan gula dan asam.
Kemudian daya alir jelly diukur dengan cara mengalirkannya pada bidang
kemiringan 75° sepanjang 10 cm. Dari hasil analisa pektin komersial, didapat
kecepatan alir jelly sebesar 82,9 detik, sedangkan dari hasil pengukuran
didapatkan rata-rata kecepatan alir berkisar antara 30,11-72,8 detik.
Hal ini
menunjukkan kekuatan pembentukan gel pektin komersial lebih bagus dari pada
pektin yang dihasilkan dari jeruk manis. Rata-rata kekuatan gel terkecil didapat
pada jeruk nipis dengan perbandingan berat kulit jeruk:volume solven 1:10
sedangkan rata- rata kekuatan gel terbesar pada jeruk manis dengan perbandingan
berat kulit jeruk:volume solven 1:30. Pengujian ini berhubungan erat dengan berat
ekivalen dan kadar metoksil. Semakin tinggi berat ekivalen, kadar metoksil-nya
semakin tinggi dan daya alir jelly semakin lama. Pektin yang ditambahkan pada
pembuatan jelly dapat membentuk jaringan 3 dimensi karena pektin akan
memerangkap air. Semakin tinggi kadar metoksil semakin banyak air yang dapat
diperangkap sehingga akan semakin viscous jelly yang terbentuk.Senyawa pektin
dapat diekstraksi secara konvensional menggunakan panas yang cukup tinggi
sehingga membutuhkan energi yang juga tinggi. Oleh karena itu dalam penelitian
ini akan lebih dipelajari lebih lanjut dilakukan ekstraksi dengan menggunakan
metode MAE (Microwave Assited Extraction).
1.3. Pembatas Masalah
5
Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini adalah MAE
(Microwave Assited Extraction). Kulit jeruk nipis dipilih sebagai bahan baku
untuk ekstraksi pada metode ini, dengan pelarut asam oksalat dan pelarut etanol
96% .
1.4 . Rumusan Masalah
1. Berapakah yield pektin kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia) hasil ekstraksi
dengan pelarut asam oksalat dan etanol 96% menggunakan metode MAE
(Microwave Assisted Extraction)?
2. Bagaimanakah pengaruh waktu dan suhu terhadap yield pektin kulit jeruk
nipis yang dihasilkan menggunakan metode MAE (Microwave Assisted
Extraction)?
3. Bagaimanakah pengaruh penggunaan MAE (Microwave Assisted Extraction)
terhadap yield pektin kulit jeruk nipis?
1.5. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui yield pektin kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dengan pelarut
asam oksalat dan etanol 96% menggunakan metode MAE ( Microwave
Assited Extraction).
2. Mengetahui pengaruh penggunaan MAE ( Microwave Assited Extraction)
terhadap karakteristik pektin kulit jeruk nipis.
3. Mengetahui pengaruh waktu dan suhu dengan variabel tetap terhadap yield
pektin kulit buah jeruk nipis yang dihasilkan menggunakan metode MAE
(Microwave Assited Extraction).
4. Mengetahui kualitas pektin kulit jeruk nipis yang dihasilkan menggunakan
metode MAE (Microwave Assited Extraction).
6
1.6. Manfaat Penelitian
1. Memanfaatkan limbah kulit jeruk nipis untuk diambil pektinnya.
2. Memanfaatkan pektin kulit jeruk nipis dengan metode microwave asssited
extraction
3. Memanfaatkan serta meningkatkan nilai ekonomi dari kulit buah jeruk nipis
(Citrus aurantifolia) untuk diekstrak pektinnya.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia)
Citrus aurantifolia dikenal dengan nama jeruk nipis. Klasifikasi tanaman
ini adalah sebagai sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio
: Angiospermae
Klas
: Dicotyledonae
Bangsa
: Rutales
Famili
: Rutaceae
Genu
: Citrus
Species
: Citrus aurantifolia (Cristm.) Swingle.
Tanaman jeruk nipis mempunyai akar tunggang dan termasuk jenis
tumbuhan perdu yang memiliki dahan dan ranting. Batang pohonnya berkayu ulet
dan keras, sedangkan permukaan kulit luarnya berwarna tua dan kusam. Daunnya
majemuk, berbentuk elips dengan pangkal membulat, ujung tumpul, dan tepi
beringgit. Panjang daunnya mencapai 2,5-9 cm dan lebarnya 2-5 cm. Tulang
daunnya menyirip dengan tangkai bersayap, hijau dan lebar 5-25 mm (Rukmana,
1996).Tanaman jeruk nipis pada umur 2,5 tahun sudah mulai berbuah. Buahnya
berbentuk bulat sebesar bola pingpong dengan diameter 3,5-5 cm. Kulitnya
berwarna hijau atau kekuning-kuningan dengan tebal 0,2-05 cm. Daging buahnya
berwarna kuning kehijauan (Rukmana, 1996 dan Steenis et al., 2006). Di
Indonesia, jeruk nipis mudah dijumpai karena banyak digunakan sebagai bahan
pelengkap untuk masakan serta minuman. Tanamanan yang memiliki nama latin
Citrus aurantifolia ini mengandung vitamin C yang tinggi dan unsur-unsur
8
senyawa kimia yang bermanfaat, seperti asam sitrat, asam amino (triftopan, lisin),
minyak atsiri (sitral, limonen, flandren, lemon kamfer, kadinen, gerani-asetat,
linali-asetat, aktiladehid, nonildehid), damar, glikosida, asam situn, lemak,
kalsium, fosfor, besi, belerang dan vitamin B1 (Alicce, 2010). Pada kulitnya
mengandung pektin dengan konsentrasi yang cukup tinggi yaitu sekitar 30%
(Irene Perina dkk, 2007). Kulit jeruk dapat dibagi menjadi dua bagian utama yaitu
flavedo (kulit bagian luar yang berbatasan dengan epidermis) dan albedo (kulit
bagian dalam yang berupa jaringan busa). Albedo terdiri dari sel-sel parenkim
yang kaya akan substansi pektin dan hemiselulosa (Perina dkk, 2007). Flavedo
sebagai lapisan kedua ditandai denganadanya warna hijau, kuning, oranye,
kelenjar minyak, dan tidak terdapat ikatan pembuluh. Pigmen yang terdapat pada
flavedo adalah kloroplas dankarotenoid. Dalam perkembangannya kloroplas akan
terdegradasi, sehingga buah yang sebelum matang berwarna hijau menjadi
berwarna oranye pada saat matang (Albrigo dan Carter, 1977).
Jeruk tersusun atas:
1. Epicarp, terdiri dari bagian yang memberi warna pada kulit yang disebut
dengan flavedo. Di dalam flavedo terkandung karoten yang memberi sifat warna
yang berbeda-beda pada buah jeruk. Kelenjar minyak ditemukan dalam flavedo
dalam menentukan struktur kulit jeruk.
2. Mesocarp atau albedo terletak di bawah epicarp. Biasanya mempunyai lapisan
yang tebal, putih dan berspons. Albedo terdiri dari sel-sel parenkim yang kaya
akan substansi pektin dan hemiselulosa.2 Kombinasi albedo dan flavedo disebut
dengan pericarp yang secara umum dikenal sebagai kulit.
3. Endocarp, merupakan bagian buah yang dapat dimakan. Bagian ini terdiri atas
segmen-segmen. Umumnya buah jeruk mempunyai 9-13 segmen. Di bagian
dalam tiap-tiap segmen berlokasi kantung sari buah (juice vesichle). Juice
vesichle mempunyai membran yang relatif kuat dan mempunyai banyak dinding
sel tipis.
9
2.2 Pektin
Kata pektin berasal dari bahasa Latin “pectos” yang berarti pengental atau
yang membuat sesuatu menjadi keras atau padat. Pektin ditemukan oleh
Vauquelin dalam jus buah sekitar 200 tahun yang lalu. Pada tahun 1790, pektin
belum diberi nama. Nama pektin pertama kali digunakan pada tahun 1824, yaitu
ketika Braconnot melanjutkan penelitian yang dirintis oleh Vauquelin. Braconnot
menyebut substansi pembentuk gel tersebut sebagai asam pektat (Herbstreith dan
Fox, 2005). Pektin adalah senyawa polisakarida kompleks yang ada di dalam
dinding sel tumbuhan dan di temukan dalam berbagai jenis tanaman pangan
terutama
pada
buah.
Pektin
merupakan
senyawa-senyawa
asam
anhidrogalakturonat yang dihubungkan dengan ikatan -1,4 glikosidik. Beberapa
gugus karboksilnya dapat teresterifikasi dengan metanol, beberapa ternetralisasi
dengan
kation
dan
lainnya
berupa
asam-asam
bebas.
Polimer
asam
anhidrogalakturonat tersebut merupakan rantai lurus atau tidak bercabang
(Rouse, 1977).
Komposisi kandungan protopektin, pektin, dan asam pektat di dalam buah
sangat bervariasi tergantung pada derajat kematangan buah. Pada umumnya,
protopektin yang tidak larut itu lebih banyak terdapat pada buah-buahan yang
belum matang (Winarno, 1997).
Kandungan pektin dalam tanaman sangat bervariasi, baik berdasarkan jenis
tanamannya maupun dari bagian-bagian jaringannya. Bagian kulit dan albedo
buah jeruk lebih banyak mengandung pektin dari pada jaringan parenkimnya
(Winarno, 1997). Dibawah ini terdapat tabel randemen pektin bahan baku industri
pektin.
10
Tabel II.1 Rendemen pektin beberapa bahan baku industri pektin
Sumber
Apel
Gula bit
Bunga matahari
Kulit jeruk
Rendemen (%bobot kering)
10-15
10-20
15-25
20-35
Sumber : Herbstreith dan Fox, 2006.
2.2.1 Struktur Pektin
Menurut Hoejgaard (2004), pektin merupakan asam poligalakturonat yang
mengandung metil ester. Pektin diekstraksi secara komersial dari kulit buah jeruk
dan apel dalam kondisi asam. Masing-masing cincin merupakan suatu molekul
dari asam poligalakturonat, dan ada 300-1000 cincin seperti itu dalam suatu
tipikal molekul pektin, yang dihubungkan dengan suatu rantai linier.
Gambar 1.Struktur Kimia Asam Poligalakturonat.
Berdasarkan kandungan metoksilnya, pektin dapat dibagi menjadi dua
golongan yaitu pektin berkadar metoksil tinggi (HMP), dan pektin berkadar
metoksil rendah (LMP). Pektin bermetoksil tinggi mempunyai kandungan
metoksil minimal 7%, sedangkan pektin bermetoksil rendah mempunyai
kandungan pektin maksimal 7% (Guichard et al, 1991).
11
2.2.2 Sifat Pektin
Pektin merupakan zat berbentuk serbuk kasar hingga halus yang berwarna
putih, kekuningan, kelabu atau kecoklatan dan banyak terdapat pada buah-buahan
dan sayuran matang. Gliksman (1969) menyatakan bahwa pektin kering yang
telah dimurnikan berupa kristal yang berwarna putih dengan kelarutan yang
berbeda-beda sesuai dengan kandungan metoksilnya.
Sifat fisik pektin tergantung dari karakteristik kimia pektin (Guichardet al., 1991).
Faktor yang mempengaruhi pembentukan gel dengan tingkat kekenyalan dan
kekuatan tertentu meliputi pH, konsentrasi pektin, suhu, ionkalsium, dan gula
(Chang dan Miyamoto, 1992). Kekentalan larutan pektin mempunyai kisaran yang
cukup lebar tergantung pada konsentrasi pektin, garam, dan ukuran rantai asam
poligalakturonat (Rouse, 1977).
2.2.3 Aplikasi Pektin
Penggunaan yang paling umum dari pektin adalah dalam penyusunan
selai, jelly atau produk gel sejenis (Kertesz, 1951).
Pektin yang tinggi kandungan ester ± 70% dapat menjadi stabilizer
pasteurisasi atau sterilisasi pada produk susu asam (pH 3,5-4,2) (Pereyra et
al., 1995).
Pektin yang rendah kandungan ester biasanya digunakan sebagai gelling
agent dan texturizer pada beberepa produk seperti pembuatan kaviar dan
produk daging (Einhornstoll et al., 1996).
Pektin yang dimodifikasi dalam emulsi whey protein dapat menstabilkan
protein whey pada konsentrasi yang cukup tinggi (Einhornstoll et al.,
1996)
2.2.4 Pemungutan Pektin
12
Metode yang digunakan untuk mengekstrak pektin dari jaringan tanaman
sangat beragam. Ekstraksi adalah proses perpindahan suatu zat atau solut dari
larutan asal atau padatan ke dalam pelarut tertentu. Akan tetapi pada umumnya
ekstraksi pektin dilakukan dengan menggunakan ekstraksi asam, baik asam
mineral maupun asam organik.
Proses pengendapan pektin merupakan suatu proses pemisahan pektin dari
larutannya. Pektin adalah koloid hidrofilik yang bermuatan negatif (dari gugus
karboksil bebas yang terionisasi) dan tidak mempunyai titik isoelektrik seperti
kebanyakan koloidal hidrofilik. Kemudian pemurnian, dimaksudkan untuk
mengisolasi komponen pektin dari komponen ikutan yang tidak diinginkan. Tahap
akhir dari ekstraksi pektin adalah pengeringan endapan pektin. Ranganna (1977)
menganjurkan pengeringan dilakukan pada tekanan yangrendah agar pektin tidak
terdegradasi.
2.3 Microwave Assisted Extraction (MAE)
Microwave Assisted Extraction (MAE) merupakan ekstraksi yang
memanfaatkan radiasi gelombang mikro untuk mempercepat ekstraksi selektif
melalui pemanasan pelarut secara cepat dan efisien (Jain et al., 2009). Pada proses
ekstraksi secara konvensional dengan panas yang berlebihan dapat menyebabkan
kerusakan pektin sehingga menurunkan kualitasnya (Sudiyono, 2012). Selain itu
panjangnya waktu yang diperlukan untuk ekstraksi menyebabkan energi yang
diperlukan untuk
pemanasan juga semakin tinggi (Purwanto, 2010). Selain
kontrol suhu yang lebih baik, MAE juga memiliki beberapa kelebihan,
diantaranya adalah waktu ekstraksi yang lebih singkat, konsumsi energi dan
solvent yang lebih sedikit, yield yang lebih tinggi, akurasi dan presisi yang lebih
tinggi, adanya proses pengadukan sehingga meningkatkan fenomena transfer
massa (Purwanto, 2010).
2.3.1 Pemodelan Matematika Ekstraksi Pektin dengan Menggunakan MAE
13
Menurut Megawati, dkk (2015) Pada kinetika ekstraksi homogen tanpa
degradasi pektin, reaksi kimia dari ekstraksi merupakan reaksi ireversibel
yang dapat dinyatakan sebagai persamaan:
A kk⃗1 D
1
(1)
di mana: A = pektin dalam kulit jeruk nipis (sebagai hasil dari ekstraksi
menggunakan metode standar), D = pektin yang didapat. Neraca massa
reaksi tunggal dapat ditulis sebagai persamaan:
dC D
m
=k
C
1
A
dt
(2
)
Konstanta(k1), dipengaruhi oleh suhu. Hal ini dapat dinyatakan dengan
persamaan Arrhenius, seperti dalam persamaan (3).
−E 1
k 1= A1 exp( RT )
(3)
Ekstraksi dilakukan dalam microwave ovensebagai sumber daya, karena
itu operasi dalam kondisi non-isothermis, sehingga data temperatur selama
proses diperlukan. Berdasarkan data suhu, persamaan empiris suhu sebagai
fungsi waktu dapat dipasang dengan data eksperimen.
Pada kondisi tertentu, ekstraksi pektin dapat menghasilkan jenis lain
dari pektin sebagai efek dari degradasi pektin. Neraca massa reaksi seri
dapat ditulis sebagai persamaan (4), di mana U = produk yang tidak
diinginkan.
A ⃗
k1 D ⃗
k2U
(4)
Degradasi pektin terjadi selama proses tersebut, sehingga reaksi seri
ini cocok untuk mengekspresikan mekanisme ini. Neraca massa reaksi
seri dapat dinyatakan sebagai persamaan (5).
14
dC D
k1C Am k 2C Dn
dt
(5)
2.4 Sifat Fisis dan Kimia Pektin
Di dalam Kodeks Makanan Indonesia disebutkan bahwa pektin
merupakan zat berbentuk serbuk kasar hingga halus berwarna putih kekuningan,
tidak berbau dan memiliki rasa seperti lendir (Fitriani, 2003). Menurut Crues
(1958) dalam Fitriani 2003, menyatakan bahwa pektin
kering yang telah
dimurnikan berupa kristal yang berwarna putih dengan kelarutan yang berbedabeda sesuai dengan kandungan metoksilnya, penyebarannya dalam pelarut dan
berat molekulnya. Pektin yang mempunyai kadar metoksil tinggi larut dalam air
dingin, sedangkan pektin dengan kadar metoksil rendah larut dalam alkali dan
asam oksalat.
Menurut Towle dan Christensen (1973) dalam Fitriani 2003,
umumnya kelarutan pektin meningkat dengan meningkatnya kandungan metil
ester atau dengan menurunnya berat molekul. Selain itu, pH, suhu, konsentrasi
garam dan kandungan gula juga mempengaruhi kelarutan pektin. Sifat-sifat fisis
seperti kelarutan, viskositas, dan kemampuan membentuk gel tergantung pada
karakteristik kimia pektin seperti berat
molekul, dan kandungan senyawa-
senyawa kimia lainnya termasuk dalam bagian molekul pektin. Sifat-sifat pektin
di dalam larutan juga dipengaruhi oleh kondisi larutan itu sendiri seperti pH dan
bahan-bahan terlarut, misalnya kation-kation (Nelson dkk. 1977 dalam Fitriani
2003). Pektin larut dalam air dan pelarut organik polar seperti formamida dan
metil sulfoksida. Kelarutan pektin dalam air ditentukan oleh sejumlah gugus
metoksil, penyebarannya dalam pelarut serta bobot molekulnya (Walter 1991
dalam Fitriani 2003).
Pektin bersifat asam dan koloidnya bermuatan negatif
karena adanya gugus karboksil bebas. Larutan 1% pektin yang tidak ternetralisasi
akan memberikan pH 2,7-3. Larutan pektin stabil pada kisaran pH 2-4. Pada pH
lebih dari 4 atau kurang dari 2, viskositas dan kekuatan gelnya menurun
disebabkan oleh depolimerisasi pada pektin. Sedangkan pada
15
kondisi basa, pektin dapat mengalami saponifikasi dan degradasi melalui
reaksi -eliminasi (Nelson dkk. 1977 dalam Fitriani 2003). Pada kondisi asam,
ikatan glikosidik gugus metil ester dari pektin
cenderung terhidrolisa
menghasilkan asam galakturonat. Selama perlakuan
dengan asam pada suhu
rendah, kecepatan hidrolisa pada ikatan glikosidik
akan lebih lambat
dibandingkan kecepatan deesterifikasi, sehingga dimungkinkan pembuatan pektin
berester rendah dengan sedikit perusakan
pada rantainya. Pektin dapat
terhidrolisa oleh asam, basa dan enzim. Pemanasan dapat menyebabkan degradasi
senyawa pektin (Towle dan Christensen 1973dalam Fitriani 2003). Sifat fisik
pektin tergantung dari karakteristik kimia pektin (Guichard dkk. 1991 dalam
Hariyati 2006). Faktor yang mempengaruhi pembentukan gel dengan tingkat
kekenyalan dan kekuatan tertentu meliputi pH, konsentrasi pektin, suhu, ion
kalsium, dan gula (Chang dan Miyamoto 1992 dalam Hariyati 2006). Kekentalan
larutan pektin mempunyai kisaran yang cukup lebar tergantung pada konsentrasi
pektin,
garam, dan ukuran rantai asam poligalakturonat (Rouse 1977 dalam
Hariyati 2006).
Pektin dengan kadar metoksil lebih rendah dari 7% dapat
membentuk gel bila ada ion-ion logam bivalen. Ion logam bivalen dapat bereaksi
dengan gugus-gugus karboksil dari 2 molekul asam pektat dan
membentuk
jembatan. Pada pembentukan gel ini, tidak diperlukan gula dan tekstur gel yang
terbentuk kurang keras (Guichard dkk. 1991 dalam Hariyati 2006). Pembentukan
gel dari pektin dengan derajat metilasi tinggi dipengaruhi juga oleh konsentrasi
pektin, persentase gula, dan pH. Semakin besar konsentrasi pektin, semakin keras
gel yang terbentuk. Konsentrasi 1% telah menghasilkan kekerasan yang cukup
baik. Gula yang ditambahkan tidak boleh lebih dari 65% agar terbentuknya
kristal-kristal di
permukaan gel dapat dicegah (Guichard dkk 1991 dalam
Hariyati 2006).
Pembentukan gel pektin metoksil tinggi terjadi melalui ikatan hidrogen
diantara gugus karboksil bebas dan antara gugus hidroksil. Pada pektin metoksil
rendah, kemampuan membentuk gel dengan gula dan asam hilang. Sebaliknya
pektin ini mampu membentuk gel dengan adanya ion kalsium (Gliksman 1969
dalam Hariyati 2006).
Untuk mengetahui gugus fungsional dan informasi
16
mengenai struktur pektin, perlu dilakukan uji Fourier Transform Infrared (FTIR)
(Ismail, 2012). Spektroskopi FTIR merupakan salah satu teknik analitik yang
sangat baik dalam proses identifikasi struktur molekul suatu senyawa. Komponen
utama spektroskopi FTIR adalah interferometer
fungsi menguraikan (mendispersi) radiasi
Michelson yang mempunyai
infra merah menjadi komponen-
komponen frekuensi. Penggunaan interferometer Michelson tersebut memberikan
keunggulan metode FTIR
konvensional maupun
dibandingkan metode spektroskopi infra merah
metode spektroskopi yang lain. Diantaranya adalah
informasi struktur molekul dapat diperoleh secara tepat dan akurat (memiliki
resolusi yang
tinggi). Keuntungan yang lain dari metode ini adalah dapat
digunakan untuk mengidentifikasi sampel dalam berbagai fase (gas, padat atau
cair). Kesulitan-kesulitan yang ditemukan dalam identifikasi dengan spektroskopi
FTIR dapat ditunjang dengan data yang diperoleh dengan menggunakan metode
spektroskopi yang lain (Harmita 2006 dalam Kusumastuti 2011).
BAB III
METODE PENELITIAN
17
Pada penelitian ini dipakai kulit jeruk nipis asam klorida 37% sebagai
pelarut dan etanol 96%.
3.1. Desain Penelitian
Pada Penelitian ini dilakukan 2 tahap penelitian yang pertama tahap
penelitian pendahuluan dan tahap penelitian utama.
3.1.1 Penelitian Pendahuluan
Pada penelitian pendahuluan ini dilakukan untuk mengetahui dilakukan
untuk mengetahui lama ekstraksi dan pH yang akan digunakan untuk
mengekstrak pektin.
3.1.2 Penelitian Utama
Pada penelitian utama ini dilakukan untuk mengetahui kecepatan
pengadukan dan perbandingan antara pelarut dan zat terlarut terhadap yield
pektin yang dihasilkan serta untuk mengetahui kadar metoksil, kadar abu, dan
kekuatan pembentukan gel dari yield yang terbanyak dan paling sedikit yang
dihasilkan oleh kulit jeruk.
2.3 Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi seperangkat alat
ekstraksi yaitu meliputi Microwave, Ekstraktor kaca, Kondensor, Labu takar,
Pompa air, Pisau, Blender, Pipet ukur, Ball filler, Pompa vakum, Beker gelas,
Gelas ukur, Timbangan digital, Statif dan klem, Cawan porselen, Oven listrik,
Desikator, Selang.
3.2.1
Bahan
18
Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit jeruk nipis
dari buah Jeruk Nipis Citrus aurantifolia, kemudian Etanol 96%, Asam oksalat,
NaOH, Kertas saring, Indikator PP, Aquades.
3.2.2
Variabel
Variabel dalam penelitian yang akan dilakukan ini adalah suhu ekstraksi
pada microwave, sedangkan variabel bebas dalam penelitian ini adalah waktu
proses ekstraksi.
3.3
Cara Kerja
3.3.1 Ekstraksi menggunakan metode Konvensional
Memilih kulit buah jeruk nipis yang tidak cacat, dipotong kecil-kecil
kemudian dikeringkan menggunakan oven pada suhu 55°C sampai berat konstan.
Potongan kulit buah jeruk nipis kering diblender, sehingga diperoleh serbuk.
Selanjutnya, diambil 10 g serbuk dan ditambahkan 300 mL pelarut asam oksalat,
diekstraksi pada suhu 80°C selama 2 jam disertai pengadukan. Filtrat hasil
ekstrasi diambil dan ditambahkan etanol 96% dengan perbandingan 1:1 untuk
mengendapkan
pektin.
Pektin
yang
mengendap
kemudian
dikeringkan
menggunakan oven pada suhu 50°C, sampai berat konstan. Pektin yang sudah
kering dimurnikan dengan dicuci menggunakan etanol 96%. Pektin dikeringkan
pada suhu 40°C hingga berat konstan. Pektin diblender hingga berbentuk serbuk.
3.3.2 Ekstraksi Pektin dari Buah
3.3.2.1 Ekstraksi padat-cair atau leaching
Ekstraksi padat-cair atau leaching ini adalah proses pemisahan solut dari
padatan yang tidak dapat larut yang disebut inert. Dua langkah utama dalam
proses ekstraksi padat-cair yaitu kontak antara padatan dan pelarut serta
pemisahan larutan dari padatan inert. Pelarut yang digunakan dalam proses
ekstraksi memiliki syarat utama yaitu dapat melarutkan solut yang terkandung
dalam padatan inert. Mekanisme yang berlangsung selama proses ekstraksi padatcair adalah:
19
a. Pelarut bercampur dengan padatan inert sehingga permukaan padatan dilapisi
oleh pelarut
b. Terjadi difusi massa pelarut pada permukaan padatan inert ke dalam pori
padatan inert tersebut. Laju difusi ini lambat karena pelarut harus menembus
dinding sel padatan
c. Solut yang terdapat dalam padatan melarut dalam pelarut
d. Campuran solut dalam pelarut berdifusi keluar dari permukaan padatan inert
dan bercampur dengan pelarut sisa.
Seperti ekstraksi lainnya, ekstraksi pektin dari buah juga dipengaruhi oleh faktorfaktor yang dapat mempengaruhi ekstraksi. Faktor- faktor tersebut adalah sebagai
berikut Ukuran partikel, Pelarut, pH, Suhu, Pengaruh pengadukan, Waktu
ekstraksi, Waktu ekstraksi.
3.3.2.2 Ekstraksi menggunakan metode Microwave Assisted Extraction
(MAE)
Memilih kulit buah jeruk nipis yang tidak cacat, dipotong kecil-kecil
kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 55 °C sampai berat konstan.
Potongan kulit buah jeruk nipis kering diblender, sehingga diperoleh serbuk.
Serbuk dengan berat tertentu ditambahkan dengan pelarut asam oksalat (0,25%)
pH 4,6 ± 0,01 dengan volume 300 mL. Mikrowave dihidupkan pada daya
gelombang 600 W. Diambil filtrat hasil ekstraksi dan ditambahkan ethanol 95%,
perbandingan filtrat dengan ethanol 1 : 1 untuk mengendapkan pektin. Pektin
dikeringkan menggunakan oven pada suhu 40 °C, sampai
berat konstan.
Percobaan dilakukan pada variasi waktu ekstraksi (10, 15, 20, 25, dan 30 menit).
Pektin diblender hingga berbentuk serbuk.
DAFTAR PUSTAKA
20
Anonim, ”Sifat-sifat Pektin”, http://www.ippa.info/-9k, diakses 22 Desember
2006
Ferguson.2002.Medicinal Use of Citrus Scienses departmenr.Cooperative
extension services Institute of Food Agricultural Science, University
of Florida, Gainesville (on line),http://edis.ifas.ufl.edu/body Chi 96.
Fitriani, Vina. 2003. Ekstraksi dan Karakterisasi Pektin dari Kulit Jeruk Lemon
(Citrus medica var Lemon). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hariyati
Hariyati, M.N. 2006. Ekstraksi dan Karakterisasi Pektin dari Limbah Proses
Pengolahan Jeruk Pontianak (Citrus Nobilis Var Microcarpa). Bogor:
Institut Pertanian Bogor
Kirk, R.E., dan Othmer, D.F., Encyclopedia
of Chemical Technology, Edisi 2
Vol.14,Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) . 2009.
Koh, P.C dkk. 2014. Microwave-assisted Extraction of Pectin From Jackfruit
Rinds Using Different Power Levels. Malaysia: Universiti Putra
Malaysia dalam International Food Research Journal 21 (5): 20912097 (2014).
Meilina, H dan Illah S. 2003. Produksi Pektin Dari Kulit Jeruk Lemon (Citrus
Medica). Bogor: Institut Pertanian Bogor
Meyer, Lilian Hoagland, Food Chemistry, Reinhold Publishing Corporation,
Japan, 1960.
Perina, Irene dkk. 2007. Ekstraksi Pektin Dari Berbagai Macam Kulit Jeruk.
WIDYA TEKNIK Vol. 6 No. 1, 2007 (1-10)
Sulihono, Andreas dkk. 2012. Pengaruh Waktu, Temperatur, dan Jenis Pelarut
Terhadap Ekstraksi Pektin Dari Kulit Jeruk Bali (Citrus Maxima).
Palembang: Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012.
Ting, S.V., Citrus Fruits and Their Products; Analysis and Technology, Marcel
Dekker, New York, 1986
21
Ulinuha, A, Yaniz. 2014. Ekstraksi Pektin Kulit Buah Naga (Dragon fruit) dan
Aplikasinya Sebagai Edible Film. Tugas Akhir. Program Studi Teknik
Kimia D3, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang.
Widiastuti, D, Restu. 2015. Ekstraksi Pektin Kulit Jeruk Bali dengan Metode
Microwave Assisted Extraction dan Aplikasinya Sebagai Edible Film.
Tugas Akhir. Program Studi Teknik Kimia D3, Fakultas Teknik,
Universitas Negeri Semarang.
Winarno, F.G, Kimia Pangan dan Gizi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
1997
22