MAKALAH DASAR HISTORIS ILMU PENDIDIKAN U

Disusun Oleh Kelompok : Ahmad Saidi
Halla
Faizal Nur
Irfansyah

FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN MATEMATIKA 2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat ALLAH S.W.T yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya
sehingga kami bisa menyelsaikan makalah tentang “DASAR HISTORIS ILMU PENDIDIKAN”
yang sangat sederhana ini. Sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi
Muhammad saw. Mudah-mudahan dengan kita selalu bersholawat kepada beliau kita akan
mendapatkan syafaatnya di hari kiamat nanti, amin yarobbal alamin. Kami ucapkan terima kasih
kepada dosen pembimbing mata kuliah ini, dan kepada teman-teman yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat di selesaikan. Walaupun sudah berusaha semaksimal mungkin, kami
yakin bahwa makalah ini jauh dari dari sempurna.
Kami berharap dan berdoa mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua
dan khususnya bagi pembaca

Tarakan, 17 September 2014


Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara umum, pendidikan merupakan segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala
lingkungan dan sepanjang hidup. Secara khusus, pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan
oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau
latihan, yang berlangsung di dalam dan luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan
peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di
masa yang akan datang (Mudyaharjo, 2008: 3, 11).
Tujuan pendidikan di Indonesia adalah untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang
Pancasilais yang dimotori oleh pengembangan afeksi, seperti sikap suka belajar, tahu cara
belajar, rasa percaya diri, mencintai prestasi tinggi, punya etos kerja, kreatif dan produktif, serta
puas akan sukses yang akan dicapai (Pidarta, 2007)
Pendidikan adalah mencakup segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan
pengalamannya, pengetahuannya serta keterampilannya kepada generasi muda untuk
memungkinannya melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama dengan sebaik-baiknya
(Purbakawatja, 1970: 11). Dari kutipan tersebut kita dapat mengetahui bahwa pendidikan tidak

lepas dari sejarah dan pendidikan merupakan pewarisan budaya dari generasi ke generasi
sebagai transformasi inormasi generasi muda dalam proses pendewasaan berdasarkan
pengalaman yang diperoleh dengan bercermin dari sejarah tersebut untuk menjadi lebih baik lagi
di masa yang akan datang.
Sejarah juga memberikan suatu landasan atau titik tolak terjadinya berbagai peristiwa yang
saling berhubungan satu dengan yang lain. Oleh sebab itulah sejarah memberikan landasan bagi
kaum pelajar atau praktisi kehidupan mengamati dan mengubah dunia, baik pada masa sekarang,
maupun untuk masa-masa yang akan datang (Rizal, 2008: 1). Selain itu antara sejarah
pendidikan dengan perkembangan pendidikan memiliki hubungan yang sangat erat kaitannya,
karena dengan kita mengetahui sejarah kita dapat mengetahui keadaan yang lampau sehingga
kita bisa bercermin dari keadaan itu serta memberi penjelasan untuk masa sekarang dan

memprediksi langkah-langkah selanjutnya untuk masa yang akan datang agar tidak stagnan atau
bahkan mengalami kemunduran.

1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang terdapat beberapa rumusan masalah, yaitu :
1. Apa yang menjadikan landasan pendidikan Nasional Indonesia ?
2. Apa implikasi konsep pendidikan dari landasan historis ini ?


1.3 Tujuan
1. Dapat mengetahui sejarah pendidikan di Indonesia dari awal hingga sekarang
2. Dapat mengetahui implikasi nyata dari landasan Historis bagi pendidikan Indonesia

BAB II
PEMBAHASAN

2.1

Pengertian Historis

Yang dimaksud dengan sejarah/historis adalah keadaan masa lampau dengan segala macam
kejadian atau kegiatan yang didasari oleh konsep-konsep tertentu. Sejarah penuh dengan
informasi-informasi yang mengandung kejadian, model, konsep, teori, praktik, moral, cita-cita,
bentuk dan sebagainya (Pidarta, 2007: 109).
Yang dimaksud dengan landasan historis pendidikan adalah sejarah pendidikan di masa lalu yang
menjadi acuan terhadap pengembangan pendidikan di masa kini.

2.2


Landasan Historis Pendidikan Indonesia

Landasan historis pendidikan Nasional Indonesia tidak terlepas dari sejarah bangsa indonesia itu
sendiri. Bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang sejak
zaman kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya bangsa lain yang menjajah serta
menguasai bangsa Indonesia. Beratus-ratus tahun bangsa Indonesia dalam perjalanan hidupnya
berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai suatu bangsa yang merdeka, mandiri serta
memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup serta filsafat hidup bangsa. Pada
akhirnya bangsa Indonesia menemukan jati dirinya, yang di dalamnya tersimpul ciri khas, sifat
dan karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain. Para pendiri negara kita merumuskan
negara kita dalam suatu rumusan yang sederhana namun mendalam, yang meliputi 5 prinsip
(lima sila) yang kemudian diberi nama Pancasila.
Jadi, secara historis nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila sebelum dirumuskan
dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara objektif historis telah dimiliki oleh bangsa
Indonesia sendiri. Sehingga asal nilai-nilai Pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa
Indonesia sendiri. Konsekuensinya, Pancasila berkedudukan sebagai dasar filsafat negara serta

ideology bangsa dan negara, bukan sebagai suatu ideology yang menguasai bangsa, namun justru
nilai-nilai dari sila-sila Pancasila itu melekat dan berasal dari bangsa Indonesia itu sendiri
Dengan kata lain, tinjauan landasan sejarah atau historis Pendidikan Nasional Indonesia

merupakan pandangan ke masa lalu atau pandangan retrospektif. Pandangan ini melahirkan
studi-studi historis tentang proses perjalanan pendidikan nasional Indonesia yang terjadi pada
periode tertentu di masa yang lampau.

Dengan demikian, setiap bidang kegiatan yang ingin dicapai manusia untuk maju, pada
umumnya dikaitkan dengan bagaimana keadaan bidang tersebut pada masa yang lampau
(Pidarta, 2007: 110).
Demikian juga halnya dengan bidang pendidikan. Sejarah pendidikan merupakan bahan
pembanding untuk memajukan pendidikan suatu bangsa. Sejarah telah memberi penerangan,
contoh, dan teladan bagi manusia dan diharapkan akan dapat meningkatkan peradaban manusia
itu sendiri di masa kini dan masa yang akan datang.

Berikut ini adalah pembahasan landasan sejarah kependidikan di Indonesia yang meliputi:

1. Sejarah Pendidikan Dunia
Sejarah pendidikan dunia yang memberikan pengaruh pada pendidikan zaman sekarang meliputi
zaman-zaman: (1) Realisme, (2) Rasionalisme, (3) Naturalisme, (4) Developmentalisme, (5)
Nasionalisme, (6) Liberalisme, Positivisme, dan Individualisme, serta (7) Sosialisme.

a. Zaman Realisme

Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan alam yang didukung oleh penemuanpenemuan ilmiah baru, pendidikan diarahkan pada kehidupan dunia dan bersumber dari
keadaan dunia pula, berbeda dengan pendidikan-pendidikan sebelumya yang banyak

berkiblat pada dunia ide, dunia surga dan akhirat. Realisme menghendaki pikiran yang
praktis (Pidarta, 2007: 111-114). Menurut aliran ini, pengetahuan yang benar diperoleh
tidak hanya melalui penginderaan semata tetapi juga melalui persepsi penginderaan
(Mudyahardjo, 2008: 117).
Tokoh-tokoh pendidikan zaman Realisme ini adalah Francis Bacon dan Johann Amos
Comenius. Sedangkan prinsip-prinsip pendidikan yang dikembangkan pada zaman ini
meliputi:
 Pendidikan lebih dihargai daripada pengajaran,
 Pendidikan harus menekankan aktivitas sendiri,
 Penanaman pengertian lebih penting daripada hafalan,
 Pelajaran disesuaikan dengan perkembangan anak,
 Pelajaran harus diberikan satu per satu, dari yang paling mudah,
 Pengetahuan diperoleh dari metode berpikir induktif (mulai dari menemukan faktafakta khusus kemudian dianalisa sehingga menimbulkan simpulan) dan anak-anak
harus belajar dari realita alam,
 Pendidikan bersifat demokratis dan semua anak harus mendapatkan kesempatan
yang sama untuk belajar (Pidarta, 2007: 112).
b. Zaman Rasionalisme

Tokoh pendidikan pada zaman ini pada abad ke-18 adalah John Locke Aliran ini
memberikan kekuasaan pada manusia untuk berfikir sendiri dan bertindak untuk dirinya,
karena itu latihan sangat diperlukan pengetahuannya sendiri dan bertindak untuk dirinya.
Paham ini muncul karena masyarakat dengan kekuatan akalnya dapat menumbangkan
kekuasaan Raja Perancis yang memiliki kekuasaan absolut. Teorinya yang terkenal
adalah leon Tabularasa, yaitu mendidik seperti menulis di atas kertas putih dan dengan
kebebasan dan kekuatan akal yang dimilikinya manusia digunakan unutk membentuk
pengetahuannya sendiri. Teori yang membebaskan jiwa manusia ini bisa mengarah

kepada hal-hal yang negatif, seperti intelektualisme, individualisme, dan materialisme
(Pidarta, 2007: 114).
Menurut John Locke ada tiga langkah dalam proses belajar mengajar, yaitu:
 Mengamati hal-hal yang ada di luar diri manusia
 Mengingat apa yang telah diamati dan dihafalkan
 Berpikir (Pidarta, 2007: 114)

c.

Zaman Naturalisme
Pada abad ke-18 muncullah aliran Naturalisme Sebagai reaksi terhadap aliran

Rasionalisme dengan tokohnya, J. J. Rousseau. Aliran ini menentang kehidupan yang
tidak wajar sebagai kibat dari Rasionalisme, seperti gaya hidup yang diperhalus, cara
hidup yang dibuat-buat sampai pada korupsi, anak-anak dipandang sebagai manusia
dewasa yang kecil. Naturalisme menginginkan keseimbangan antara kekuatan rasio
dengan hati (Pidarta, 2007: 115).

Naturalisme menyatakan bahwa manusia didorong oleh kebutuhan-kebutuhannya, dapat
menemukan jalan kebenaran di dalam dirinya sendiri (Mudyaharjo, 2008: 118). Menurut
Rousseau ada tiga asas mengajar, yaitu:
 Asas pertumbuhan, pengajaran harus memberi kesempatan untuk anak-anak
bertumbuh secara wajar dengan cara mempekerjakan mereka sesuai dengan
kebutuhannya
 Asas aktivitas, melalui bekerja anak-anak akan menjadi aktif yang akan memberikan
pengalaman, yang kemudian akan menjadi pengetahun mereka.
 Asas individualitas, dengan cara menyiapkan pendidikan sesuai dengan
individualitas masing-masing anak, sehingga mereka berkembang sesuai dengan
alamnya sendiri (Pidarta, 2007: 116)

d. Zaman Developmentalisme
Zaman Developmentalisme berkembang pada abad ke-19. Aliran ini memandang

pendidikan sebagai suatu proses perkembangan jiwa sehingga aliran ini sering disebut
gerakan psikologis dalam pendidikan. Tokoh-tokoh aliran ini adalah: Pestalozzi, Johan
Fredrich Herbart, Friedrich Wilhelm Frobel, dan Stanley Hall (Pidarta, 2008: 116).

Konsep pendidikan yang dikembangkan oleh aliran ini meliputi:
 Mengaktualisasi semua potensi anak yang masih laten, membentuk watak susila dan
kepribadian yang harmonis, serta meningkatkan derajat sosial manusia (Pidarta,
2007:119).
 Pengembangan ini dilakukan sejalan dengan tingkat-tingkat perkembangan anak
(Pidarta, 2007: 120) yang melalui observasi dan eksperimen (Mudyahardjo, 2008:
114)
 Pendidikan adalah pengembangan pembawaan (nature) yang disertai asuhan yang
baik (nurture) (Rohmawati, 2008).
 Pengembangan pendidikan mengutamakan perbaikan pendidikan dasar dan
pengembangan pendidikan universal (Mudyaharjo, 2008: 114).

e.

Zaman Nasionalisme
Zaman nasionalisme muncul pada abad ke-19 sebagai upaya membentuk patriot-patriot

bangsa dan mempertahankan bangsa dari kaum imperialis. Tokoh-tokohnya adalah La
Chatolais (Perancis), Fichte (Jerman), dan Jefferson (Amerika Serikat).

Konsep pendidikan yang ingin diusung oleh aliran ini adalah:
 Menjaga, memperkuat, dan mempertinggi kedudukan negara,

 Mengutamakan pendidikan sekuler, jasmani, dan kejuruan,
 Materi pelajarannya meliputi: bahasa dan kesusastraan nasional, pendidikan
kewarganegaraan, lagu-lagu kebangsaan, sejarah dan geografi Negara, dan
pendidikan jasmani (Rohmawati, 2008).
Akibat negatif dari pendidikan ini adalah munculnya chaufinisme, yaitu kegilaan atau
kecintaan terhadap tanah air yang berlebih-lebihan di beberapa Negara, seperti di Jerman,
yang akhirnya menimbulkan pecahnya Perang Dunia I (Pidarta, 2007: 121).

f. Zaman Liberalisme, positivism, dan Individualisme
Zaman ini lahir pada abad ke-19. Liberalisme berpendapat bahwa pendidikan adalah alat
untuk memperkuat kedudukan penguasa/pemerintahan yang dipelopori dalam bidang
ekonomi oleh Adam Smith dan siapa yang banyak berpengetahuan dialah yang berkuasa
yang kemudian mengarah pada individualisme. Sedangkan positivisme percaya
kebenaran yang dapat diamati oleh panca indera sehingga kepercayaan terhadap agama

semakin melemah. Tokoh aliran positivisme adalah August Comte (Pidarta, 2007: 120).

g. Zaman Sosialisme
Aliran sosial dalam pendidikan muncul pada abad ke-20 sebagai reaksi terhadap dampak
liberalisme, positivisme, dan individualisme. Tokoh-tokohnya adalah Paul Nartorp,
George Kerchensteiner (jerman), dan John Dewey (Amerik Serikat). Menurut aliran ini,
masyarakat memiliki arti yang lebih penting daripada individu. Nartorp mengatakan
individu itu ibarat atom-atom yang tidak memiliki arti bila tidak berwujud benda. Begitu
pula individu sebenarnya tidk ada, sebab individu adalah suatu abstraksi saja dari
masyarakat. Karena itu sekolah harus diabdikan untuk tujuan-tujuan sosial (Pidarta,
2007: 121).

2. Sejarah Pendidikan Indonesia
Pendidikan di Indonesia memiliki sejarah yang cukup panjang. Pendidikan itu telah ada sejak
zaman kuno/tradisional yang dimulai dengan zaman pengaruh agama Hindu dan Budha, zaman
pengaruh Islam, zaman penjajahan, dan zaman merdeka (Pidarta, 2007: 125). Mudyahardjo dan
Nasution (Dalam rohmawati 2008) menguraikan masing-masing zaman tersebut secara lebih
terperinci.
Berikut ini adalah uraian dan rincian perjalanan sejarah pendidikan Indonesia :
a. Zaman Pengaruh Hindu Budha
Hinduisme and Budhisme datang ke Indonesia sekitar abad ke-5. Hinduisme dan
Budhisme merupakan dua agama yang berbeda, namun di Indonesia keduanya memiliki
kecenderungan sinkretisme, yaitu keyakinan mempersatukan figur Syiwa dengan Budha
sebagai satu sumber Yang Maha Tinggi. Motto pada lambang Negara Indonesia yaitu
Bhinneka Tunggal Ika, secara etimologis berasal dari keyakinan tersebut (Mudyahardjo,
2008: 215).
Jika kita mengamati sejarah tentang borobudur merupakan warisan sejarah yang bisa kita
gunakan sebagai perbandingan perkembangan pendidikan pada masa itu dengan masa
sekarang. Borobudur adalah candi budha terbesar pada abad 9, yang berukuran 123 X
123 meter serta terdiri dari 1.460 relief dan 504 stupa. Borobudur setelah dibangun 3
abad sebelum Angkor Wat di Kamboja dan 4 abad sebelum Katedral Agung di Eropa ini.
Berdasarkan keterangan di atas Borobudur merupakan tonggak sejarah terbesar bagi
Indonesia, karena pada saat itu (abad 9) bisa dikatakan Indonesia menjadi negara number
one. Jika ditinjau dari segi pembuatannya, maka akan muncul asumsi tentang jumlah
tenaga yang digunakan (berhubungan dengan manajemen) dan arsitekturnya. Padahal
pada masa itu sumber belajarnya hanya berupa orang tidak seperti sekarang yang sumber
belajarnya tidak hanya berupa orang, tetapi ada buku, TV, radio, HP, komputer (laptop),
dan internet. Seharusnya pada saat ini justru kita harus lebih baik lagi dan lebih maju dari
pada abad 9 tersebut yang belum ada pendidikan manajemen dan pendidikan arsitek.

b. Zaman Pengaruh Islam
 Awal masuknya Agama Islam di Indonesia
Agama islam yang dibawa oleh pedagang dari Persia dan Gujarat ke Indonesia. Agama
Islam mudah tersebar karena agama Islam dapat bersatu dengan kebudayaan
Indonesia. Keduanya dapat saling membantu dan saling mempengaruhi. Agama Islam
besar sekali pengaruhnya di dalam mendidik rakyat jelata. Berbeda dengan Agama
Hindu dan Budha, Agama Islam menyiarkan Agamanya mulai dari bawah/dari rakyat
biasa. Para Ulama sangat dekat dengan rakyat biasa, mereka bisa hidup bersama
dengan rakyat biasa. Bentuk pendidikan yang Islam ada 3 macam, yaitu di Langgar,
Pesantren, dan Madrasah.
 Bentuk pendidikan pada awal penyebaran agama islam di Indonesia
Tempat pengajaran Agama Islam yang lebih lanjut dan lebih mendalam ada di
pesantren. Pengetahuan yang diberikan ada 3 bidang yaitu: agama; ilmu pengetahuan;
keterampilan.

Pada madrasah guru-guru diperkenankan menerima balasan jasa dalam bentuk uang
(gaji). Lembaga pendidikan ini lebih menekankan pada pemberian ilmu pengetahuan
umum disamping pelajaran agama. Pendidikan Madrasah diatur berjenjang sejajar
dengan pendidikan dasar dan menengah seperti sekarang ini. Jenjang ini adalah:


Tingkat TK : Bustanul



Tingkat SD : Ibtidaiyah



Tingkat SMP : Tsanawiyah



Tingkat SMA : Aliyah

c. Zaman Pengaruh Nasrani
Bangsa Portugis pada abad ke-16 bercita-cita menguasai perdagangan dan perniagaan
Timur-Barat dengan cara menemukan jalan laut menuju dunia Timur serta menguasai
bandar-bandar dan daerah-daerah strategis yang menjadi mata rantai perdagaan dan
perniagaan (Mudyahardjo, 2008: 242).
Di samping mencari kejayaan (glorious) dan kekayaan (gold), bangsa Portugis datang ke
Timur (termasuk Indonesia) bermaksud pula menyebarkan agama yang mereka anut,
yakni Katholik (gospel). Pada akhirnya pedagang Portugis menetap di bagian timur
Indonesia tempat rempah-rempah itu dihasilkan. Namun kekuasaan Portugis melemah
akibat peperangan dengan raja-raja di Indonesia dan akhirnya dilenyapkan oleh Belanda
pada tahun 1605 (Nasution, 2008: 4). Dalam setiap operasi perdagangan, mereka
menyertakan para paderi misionaris Paderi yang terkenal di Maluku, sebagai salah satu
pijakan Portugis dalam menjalankan misinya, adalah Franciscus Xaverius dari orde
Jesuit.
Orde ini didirikan oleh Ignatius Loyola (1491-1556) dan memiliki tujuan yaitu segala
sesuatu untuk keagungan yang lebih besar dari Tuhan (Mudyahardjo, 2008: 243). Yang
dicapai dengan tiga cara: memberi khotbah, memberi pelajaran, dan pengakuan. Orde ini
juga mempunyai organisasi pendidikan yang seragam: sama di mana pun dan bebas untuk
semua. Xaverius memandang pendidikan sebagai alat yang ampuh untuk penyebaran
agama, Nasution dalam Rohmawati (2008).
Sedangkan pengaruh Kristen berasal dari orang-orang Belanda yang datang pertama kali
tahun1596 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman dengan tujuan untuk mencari
rempah-rempah. Untuk menghindari persaingan di antara mereka, pemerintah Belanda
mendirikan suatu kongsi dagang yang disebut VOC (vreenigds Oost Indische
Compagnie) atau Persekutuan Dagang Hindia Belanda tahun 1602 (Mudyahardjo, 2008:
245).
Sikap VOC terhadap pendidikan adalah membiarkan terselenggaranya Pendidikan
Tradisional di Nusantara, mendukung diselenggarakannya sekolah-sekolah yang
bertujuan menyebarkan agama Kristen. Kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh VOC

terutama dipusatkan di bagian timur Indonesia di mana Katholik telah berakar dan di
Batavia (Jakarta), pusat administrasi kolonial. Tujuannya untuk melenyapkan agama
Katholik dengan menyebarkan agama Kristen Protestan, Calvinisme (Nasution, 2008:45).

d. Zaman Kolonial Belanda
Tujuan bangsa Belanda ke Indonesia juga sama dengan bangsa Spanyol dan Portugis.
Belanda mendirikan sekolah-sekolah yang tidak hanya mengjarkan agama saja, tetapi
juga mengajarkan pengetahuan umum. Sekolah-sekolah banyak didirikan di Pulau
Ambon, Ternate, dan Bacan (Maluku). Sekolah-sekolah ini tidak hanya mengajarkan
khusus agama saja, tetapi juga mengejarkan pengetahuan umum. Bahasa pengantar yang
dipergunakan adalah bahasa Melayu dan Belanda. Selain itu mereka juga mendirikan
sekolah untuk calon pegawai VOC. Sekolah ini didirikan di Ambon dan Jakarta (rizal,
2008).
Meskipun sekolah-sekolah telah banyak berdiri, tetapi secara vormal, sekolah-sekolah itu
tidak didirikan atas nama VOC, tetapi didirikan oleh orang-orang dari kalangan agama,
yaitu agama Kristen Protestan. Keuntungan besar dari sekolah ini adalah setelah kita
mencapai kemerdekaan dimana kebutuhan akan pendidikan sangat diperlukan. Sebagian
besar penduduk di Indonesia bagian timur sudah tidak mengalami tuna aksara. Ini karena
telah lama penduduk Indonesia bagian timur telah mengenal pendidikan/sekolah (Rizal,
2008).
Oleh karena itu, kurikulum sekolah mengalami perubahan radikal dengan masuknya ideide liberal tersebut yang bertujuan mengembangkan kemampuan intelektual, nilai-nilai
rasional dan sosial. Pada awalnya kurikulum ini hanya diterapkan untuk anak-anak
Belanda selama setengah abad ke-19 (rohmawati, 2008).
Sejak dijalankannya Politik Etis ini tampak kemajuan yang lebih pesat dalam bidang
pendidikan selama beberapa dekade. Pendidikan yang berorientasi Barat ini meskipun
masih bersifat terbatas untuk beberapa golongan saja, antara lain anak-anak Indonesia
yang orang tuanya adalah pegawai pemerintah Belanda, telah menimbulkan elite
intelektual baru (Rohmawati, 2008).

Golongan baru inilah yang kemudian berjuang merintis kemerdekaan melalui pendidikan.
Perjuangan yang masih bersifat kedaerahan berubah menjadi perjuangan bangsa sejak
berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908 dan semakin meningkat dengan lahirnya
Sumpah Pemuda tahun 1928 (Rohmawati, 2008).
Setelah itu tokoh-tokoh pendidik lainnya adalah Mohammad Syafei dengan Indonesisch
Nederlandse School-nya, Ki Hajar Dewantara dengan Taman Siswa-nya, dan Kyai Haji
Ahmad Dahlan dengan Pendidikan Muhammadiyah-nya yang semuanya mendidik anakanak agar bisa mandiri dengan jiwa merdeka (Pidarta, 2008: 125-33).

e. Zaman Kolonial Jepang
Perjuangan bangsa Indonesia dalam masa penjajahan Jepang tetap berlanjut sampai citacita untuk merdeka tercapai. Walaupun bangsa Jepang menguras habis-habisan kekayaan
alam Indonesia, bangsa Indonesia tidak pantang menyerah dan terus mengobarkan
semangat 45 di hati mereka (Rohmawati, 2008).
Meskipun demikian, ada beberapa segi positif dari penjajahan Jepang di Indonesia. Di
bidang pendidikan, Jepang telah menghapus dualisme pendidikan dari penjajah Belanda
dan menggantikannya dengan pendidikan yang sama bagi semua orang. Selain itu,
pemakaian bahasa Indonesia secara luas diinstruksikan oleh Jepang untuk di pakai di
lembaga-lembaga pendidikan, di kantor-kantor, dan dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini
mempermudah bangsa Indonesia untuk merealisasi Indonesia merdeka. Pada tanggal 17
Agustus 1945 cita-cita bangsa Indonesia menjadi kenyataan ketika kemerdekaan
Indonesia diproklamasikan kepada dunia (rohmawati, 2008).
Sekolah-sekolah yang ada pada jaman Belanda semenjak Jepang datang ke Indonesia
diganti dengan sistem Jepang. Murid hanya mendapat pengetahuan sedikit, dan hampir
sepanjang hari hanya diisi dengan kegiatan latihan perang atau bekerja. Sistem sekolah di
masa Jepang banyak berbeda dengan penjajahan Belanda
 Sekolah Jepang terbuka untuk semua golongan penduduk, lama belajar 6 tahun, bahasa
pengantarnya adalah bahasa Daerah dan bahasa Melayu

 Sekolah menengah dibagi menjadi dua, yaitu Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan
Sekolah Menengah Tinggi (SMT) masing-masing pendidikan 3 tahun.
 Sekolah kejuruan masih ada, yaitu Sekolah Pertukangan dan Sekolah
TeknikMenengah
 Sekolah guru banyak didirikan
Ada tiga macam sekolah guru
 Sekolah guru 2 tahun = Sjootoo Sihan Gakoo
 Sekolah Guru Menengah 4 tahun = Guutoo Sihan Gakko
 Sekolah Guru Tinggi 6 tahun = Kooto Sihan Gakko

f. Zaman Kemerdekaan Awal
Setelah Indonesia merdeka, perjuangan bangsa Indonesia tidak berhenti sampai di sini
karena gangguan-gangguan dari para penjajah yang ingin kembali menguasai Indonesia
datang silih berganti sehingga bidang pendidikan pada saat itu bukanlah prioritas utama
karena konsentrasi bangsa Indonesia adalah bagaimana mempertahankan kemerdekaan
yang sudah diraih dengan perjuangan yang amat berat.
Tujuan pendidikan belum dirumuskan dalam suatu undang-undang yang mengatur
pendidikan. Sistem persekolahan di Indonesia yang telah dipersatukan oleh penjajah
Jepang terus disempurnakan. Namun dalam pelaksanaannya belum tercapai sesuai
dengan yang diharapka bahkan banyak pendidikan di daerah-daerah tidak dapat
dilaksanakan karena faktor keamanan para pelajarnya. Di samping itu, banyak pelajar
yang ikut serta berjuang mempertahankan kemerdekaan sehingga tidak dapat bersekolah.

g. Zaman Orde Lama
Setelah gangguan-gangguan itu mereda, pembangunan untuk mengisi kemerdekaan mulai
digerakkan. Pembangunan dilaksanakan serentak di berbagai bidang, baik spiritual
maupun material (Rohmawati: 2008).
Setelah diadakan konsolidasi yang intensif, sistem pendidikan Indonesia terdiri atas:
Pendidikan Rendah, Pendidikan Menengah, dan Pendidikan Tinggi. Dan pendidikan
harus membimbing para siswanya agar menjadi warga negara yang bertanggung jawab.
Sesuai dengan dasar keadilan sosial, sekolah harus terbuka untuk tiap-tiap penduduk
negara (Rahmawati; 2008).
Di samping itu, Pendidikan Nasional zaman ‘Orde Lama’ adalah pendidikan yang dapat
membangun bangsa agar mandiri sehingga dapat menyelesaikan revolusinya baik di
dalam maupun di luar; pendidikan yang secara spiritual membina bangsa yang berPancasila dan melaksanakan UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin,
Kepribadian Indonesia, dan merealisasikan ketiga kerangka tujuan Revolusi Indonesia
sesuai dengan Manipol yaitu membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia
berwilayah dari Sabang sampai Merauke, menyelenggarakan masyarakat Sosialis
Indonesia yang adil dan makmur lahir-batin, melenyapkan kolonialisme, mengusahakan
dunia baru, tanpa penjajahan, penindasan dan penghisapan, ke arah perdamaian,
persahabatan nasional yang sejati dan abadi (Mudyahardjo, 2008: 403).

h. Zaman Orde Baru
Orde Baru dimulai setelah penumpasan G-30S pada tahun 1965 dan ditandai oleh upaya
melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Haluan penyelenggaraan
pendidikan dikoreksi dari penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh Orde Lama
yaitu dengan menetapkan pendidikan agama menjadi mata pelajaran dari sekolah dasar
sampai dengan perguruan tinggi.
Di samping itu, dikembangkan kebijakan link and match di bidang pendidikan. Konsep
keterkaitan dan kepadanan ini dijadikan strategi operasional dalam meningkatkan

relevansi pendidikan dengan kebutuhan pasar (Pidarta, 2008: 137-38). Inovasi-inovasi
pendidikan juga dilakukan untuk mencapai sasaran pendidikan yang diinginkan. Sistem
pendidikannya adalah sentralisasi dengan berpusat pada pemerintah pusat.
Namun demikian, dalam dunia pendidikan pada masa ini masih memiliki beberapa
kesenjangan. Buchori (Dalam Pidarta 2008: 139-140) mengemukakan beberapa
kesenjangan, yaitu (1) kesenjangan okupasional (antara pendidikan dan dunia kerja), (2)
kesenjangan akademik (pengetahuan yang diperoleh di sekolah kurang bermanfaat dalam
kehidupan sehari-hari), (3) kesenjangan kultural (pendidikan masih banyak menekankan
pada pengetahuan klasik dan humaniora yang tidak bersumber dari kemajuan ilmu dan
teknologi), dan (4) kesenjangan temporal (kesenjangan antara wawasan yang dimiliki
dengan wawasan dunia terkini).
Namun demikian keberhasilan pembangunan yang menonjol pada zaman ini adalah (1)
kesadaran beragama dan kenagsaan meningkat dengan pesat, (2) persatuan dan kesatuan
bangsa tetap terkendali, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga meningkat (Pidarta, 2008:
141).

i. Zaman Reformasi
Selama Orde Baru berlangsung, rezim yang berkuasa sangat leluasa melakukan hal-hal
yang mereka inginkan tanpa ada yang berani melakukan pertentangan dan perlawanan,
rezim ini juga memiliki motor politik yang sangat kuat yaitu partai Golkar yang
merupakan partai terbesar saat itu. Hampir tidak ada kebebasan bagi masyarakat untuk
melakukan sesuatu, termasuk kebebasan untuk berbicara dan menyaampaikan
pendapatnya (ibid.: 143).
Begitu Orde Baru jatuh pada tahun 1998 masyarakat merasa bebas bagaikan burung yang
baru lepas dari sangkarnya yang telah membelenggunya selama bertahun-tahun. Masa
Reformasi ini pada awalnya lebih banyak bersifat mengejar kebebasan tanpa program
yang jelas.

Sementara itu, ekonomi Indonesia semakin terpuruk, pengangguran bertambah banyak,
demikian juga halnya dengan penduduk miskin. Korupsi semakin hebat dan semakin sulit
diberantas. Namun demikian, dalam bidang pendidikan ada perubahan-perubahan dengan
munculnya Undang-Undang Pendidikan yang baru dan mengubah sistem pendidikan
sentralisasi menjadi desentralisasi, di samping itu kesejahteraan tenaga kependidikan
perlahan-lahan meningkat. Hal ini memicu peningkatan kualitas profesional mereka.
Instrumen-instrumen untuk mewujudkan desentralisasi pendidikan juga diupayakan,
misalnya KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi), MBS (Manajemen Berbasis Sekolah),
Life Skills (Lima Ketrampilan Hidup), TQM (Total Quality Management) KTSP
(Kurikulum Satuan Pendidikan).

3. Implikasi Sejarah Terhadap Konsep Pendidikan Nasional Indonesia
Masa lampau memperjelas pemahaman kita tentang masa kini. Sistem pendidikan yang kita
miliki sekarang adalah hasil perkembangan pendidikan yang tumbuh dalam sejarah pengalaman
bangsa kita pada masa yang telah lalu (Nasution, 2008: v).

Pembahasan tentang landasan sejarah di atas memberi implikasi konsep-konsep pendidikan
sebagai berikut:
 Tujuan Pendidikan
Pendidikan diharapkan bertujuan dan mampu mengembangkan berbagai macam potensi
peserta didik serta mengembangkan kepribadian mereka secara lebih harmonis. Tujuan
pendidikan juga diarahkan untuk mengembangkan aspek keagamaan, kemanusiaan,
kemanusiaan, serta kemandirian peserta didik. Di samping itu, tujuan pendidikan harus
diarahkan kepada hal-hal yang praktis dan memiliki nilai guna yang tinggi yang dapat
diaplikasikan dalam dunia kerja nyata.

 Proses Pendidikan
Proses pendidikan terutama proses belajar-mengajar dan materi pelajaran harus disesuaikan
dengan tingkat perkembangan peserta didik, melaksanakan metode global untuk pelajaran
bahasa, mengembangkan kemandirian dan kerjasama siswa dalam pembelajaran,
mengembangkan pembelajaran lintas disiplin ilmu, demokratisasi dalam pendidikan, serta
mengembangkan ilmu dan teknologi.
 Kebudayaan Nasional
Pendidikan harus juga memajukan kebudayaan nasional. Emil Salim dalam Pidarta (2008:
149) mengatakan bahwa kebudayaan nasional merupakan puncak-puncak budaya daerah dan
menjadi identitas bangsa Indonesia agar tidak ditelan oleh budaya global.
 Inovasi-Inovasi Pendidikan
Inovasi-inovasi harus bersumber dari hasil-hasil penelitian pendidikan di Indonesia, bukan
sekedar konsep-konsep dari dunia Barat sehingga diharapkan pada akhirnya membentuk
konsep-konsep pendidikan yang bercirikan Indonesia.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pada landasan historis pendidikan dapat disimpulkan bahwa pendidikan kita
peroleh tidak dengan mudah, butuh banyak waktu dan pengorbanan, selain itu pendidikan itu
dinamis, artinya pendidikan itu berkembang sesuai dengan perkembangan zamannya. Semoga
pendidikan pada era globalisai ini pendidikan di Indonesia bisa lebih baik dan berkembang
sesuai dengan keadaan sekarang yang terjadi.

3.2 Daftar Pustaka
Pidarta, Made.2007. Landasan Kependidikan: Stimulus Pendidikan bercorak Indonesia.
Jakarta: Rineka Cipta
http:///D:/landasan kependidikan dan prob/AS’TON BLOGGER Landasan Historis
Pendidikan.htm
http:///D:/landasan kependidikan dan prob/Landasan Historis Pendidikan_Nyimas Inda
Kusumawati_Komunitas Blogger Unsri.htm
http://apadefinisinya.blogspot.com/2008/05/landasan-historis-pendidikan-indonesia.html
http://dyahrochmawati08.wordpress.com/2008/11/30/landasan-historis-pendidikan-diindonesia/