Pengaruh Umur, Paritas, Efek Samping dan Dukungan Suami terhadap Kelangsungan Pemakaian Alat Kontrasepsi dalam Rahim di Wilayah Kerja Puskesmas Kabanjahe Tahun 2013

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keluarga Berencana

2.1.1 Pengertian

  Keluarga Berencana (KB) adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak, dan usia ideal melahirkan, mengatur kelahiran, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk menwujudkan keluarga berkualitas (Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009). KB adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawina, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, penigkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera (BKKBN, 2007)

  Menurut World Health Organisation (WHO) expert committee 1997: keluarga berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang sangat diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri serta menentukan jumlah anak dalam keluarga (Suratun, 2008).

  Secara umum KB dapat diartikan sebagai suatu usaha yang mengatur banyaknya kehamilan sedemikian rupa sehingga berdampak positif bagi ibu, bayi, ayah serta keluarganya yang bersangkutan tidak akan menimbulkan kerugian sebagai

  13

  13 akibat langsung dari kehamilan tersebut. Diharapkan dengan adanya perencanaan keluarga yang matang kehamilan merupakan suatu hal yang memang sangat diharapkan sehingga akan terhindar dari perbuatan untuk mengakhiri kehamilan dengan aborsi (Suratun)

2.1.2 Tujuan KB

  Menurut Suratun (2008) Gerakan KB dan pelayanan kontrasepsi memiliki tujuan: a.

  Tujuan demografi yaitu mencegah terjadinya ledakan penduduk dengan menekan laju pertumbuhan penduduk (LPP) dan hal ini tentunya akan diikuti dengan menurunnya angka kelahiran atau TFR (Total Fertility Rate) dari 2,87 menjadi 2,69 per wanita (Hanafi, 2002). Pertambahan penduduk yang tidak terkendalikan akan mengakibatkan kesengsaraan dan menurunkan sumber daya alam serta banyaknya kerusakan yang ditimbulkan dan kesenjangan penyediaan bahan pangan dibandingkan jumlah penduduk. Hal ini diperkuat dengan teori Malthus (1766-1834) yang menyatakan bahwa pertumbuhan manusia cenderung mengikuti deret ukur, sedangkan pertumbuhan bahan pangan mengikuti deret hitung.

  b.

  Mengatur kehamilan dengan menunda perkawinan, menunda kehamilan anak pertama dan menjarangkan kehamilan setelah kelahiran anak pertama serta menghentikan kehamilan bila dirasakan anak telah cukup.

  c.

  Mengobati kemandulan atau infertilitas bagi pasangan yang telah menikah lebih dari satu tahun tetapi belum juga mempunyai keturunan, hal ini memungkinkan untuk tercapainya keluarga bahagia. d.

  Married Conseling atau nasehat perkawinan bagi remaja atau pasangan yang akan menikah dengan harapan bahwa pasangan akan mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang cukup tinggi dalam membentuk keluarga yang bahagia dan berkualitas.

  e.

  Tujuan akhir KB adalah tercapainya NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera) dan membentuk keluarga berkualitas, keluarga berkualitas artinya suatu keluarga yang harmonis, sehat, tercukupi sandang, pangan, papan, pendidikan dan produktif dari segi ekonomi

2.2 Kontrasepsi

2.2.1 Pengertian

  Istilah kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti “melawan” atau “mencegah”, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat adanya pertemuan antara sel telur dengan sel sperma. Untuk itu, berdasarkan maksud dan tujuan kontrasepsi, maka yang membutuhkan kontrasepsi adalah pasangan yang aktif melakukan hubungan seks dan kedua-duanya memiliki kesuburan normal namun tidak menghendaki kehamilan (Suratun, 2008).

  Kontrasepsi adalah obat/alat untuk mencegah terjadinya konsepsi (kehamilan) jenis kontrasepsi ada dua macam yaitu kontrasepsi yang mengandung hormonal (pil, sunti dan implan) dan kontrasepsi non-hormonal (IUD, Kondom).

2.2.2 Pembagian Kontrasepsi

  Menurut Proverawati dkk (2010) secara umum pembagian kontrasepsi menurut cara pelaksanaannya terdiri atas:

1. Cara temporer (spacing) yaitu menjarangkan kelahiran selama beberapa tahun sebelum menjadi hamil lagi.

  2. Cara permanen (kontrasepsi mantap) yaitu mengakhiri kesuburan dengan cara mencegah kehamilan permanen

  2.2.3 Persyaratan Pemakaian Alat Kontrasepsi

  Adapun syarat-syarat pemakaian alat kontrasepsi adalah sebagai berikut :

  1. Aman pemakaiannya dan dipercaya

  2. Tidak ada efek samping yang merugikan

  3. Lama kerjanya dapat diatur menurut keinginan

  4. Tidak menganggu hubungan persetubuhan

  5. Tidak memerlukan bantuan medis atau kontrol yang ketat selama pemakaiannya

  6. Cara penggunaannya sederhana atau tidak rumit

  7. Harga murah dan dapat dijangkau oleh masyarakat 8. Dapat diterima oleh pasangan suami istri (Proverawati dkk, 2010).

  2.2.4 Akseptor KB

  Peserta Keluarga Berencana atau akseptor peserta KB yaitu pasangan usia subur (PUS) yang menggunakan salah satu alat/obat kontrasepsi. Peserta KB baru atau akseptor baru pasangan usia subur yang baru pertama kali menggunakan alat/obat kontrasepsi atau pus yang kembali menggunakan alat kontrasepsi setelah melahirkan atau abortus.

  Peserta KB aktif atau akseptor aktif Pasangan Usia Subur (PUS) yang pada saat ini sedang menggunakan salah satu alat atau obat kontrasepsi Akseptor dini adalah para ibu yang menerima salah satu cara kontrasepsi dalam waktu 2 minggu setelah melahirkan atau abortus Akseptor drop out adalah akseptor yang menghentikan pemakaian kontrasepsi lebih dari 3 bulan (BKKBN,2007)

  Unmet Need adalah PUS yang ingin ber KB namun belum dapat terlayani

  (BKKBN, 2011) Unmet Need adalah proporsi wanita usia subur dalam status kawin yang tidak menggunakan alat kontrasepsi meskipun merka menyatakan ingin menunda atau menjarangkan anak (defenisi standar) : dan atau mereka yang “unmeet need” karena resiko kesehatan dan pemakaian kontrasepsi yang buruk tidak menginginkan tambahan anak (membatasi kelahiran).(BKKBN, 2007)

2.2.5 Akseptor KB Menurut Sasarannya

  Menurut Suratun (2008) akseptor KB menurut sasarannya terbagi menjadi tiga fase yaitu:

1. Fase Menunda Kehamilan

  Masa menunda kehamilan pertama, sebaiknya dilakukan oleh pasangan yang istrinya belum mencapai usia 20 tahun. Karena umur dibawah 20 tahun adalah usia yang sebaiknya tidak mempunyai anak dulu karena berbagai alasan. Kriteria kontrasepsi yang diperlukan yaitu kontrasepsi dengan pulihnya kesuburan yang tinggi, artinya kembalinya kesuburan dapat terjamin 100%. Hal ini penting karena pada masa ini pasangan belum mempunyai anak, serta efektifitas yang tinggi.

  Kontrasepsi yang cocok dan yang disarankan adalah pil KB, AKDR dan cara sederhana.

  2. Fase Mengatur/Menjarangkan Kehamilan Periode usia istri antara 20-30 tahun merupakan periode usia paling baik untuk melahirkan, dengan jumlah anak 2 orang dan jarak antara kelahiran adalah 2–4 tahun. Umur terbaik bagi ibu untuk melahirkan adalah usia antara 20-30 tahun. Kriteria kontrasepsi yang perlukan yaitu : efektifitas tinggi, reversibilitas tinggi karena pasangan masih mengharapkan punya anak lagi, dapat dipakai 3–4 tahun sesuai jarak kelahiran yang direncanakan, serta tidak menghambat produksi air susu ibu (ASI). Kontrasepsi yang cocok dan disarankan menurut kondisi ibu yaitu : AKDR, suntik KB, Pil KB atau Implan.

  3. Fase Mengakhiri Kesuburan/Tidak Hamil Lagi Sebaiknya keluarga setelah mempunyai 2 anak dan umur istri lebih dari 30 tahun tidak hamil lagi. Kondisi keluarga seperti ini dapat menggunakan kontrasepsi yang mempunyai efektifitas tinggi, karena jika terjadi kegagalan hal ini dapat menyebabkan terjadinya kehamilan dengan resiko tinggi bagi ibu dan anak.

  Disamping itu jika pasangan akseptor tidak mengharapkan untuk mempunyai anak lagi, kontrasepsi yang cocok dan disarankan adalah metode kontap, AKDR, Implan, Suntik KB dan Pil KB.

2.3 AKDR (Alat Kontrasepsi dalam Rahim)

  2.3.1 Pengertian

  AKDR adalah suatu alat plastik atau logam kecil yang dimasukkan ke uterus melalui kanalis servikalis (Pendit, 2007). AKDR adalah suatu alat pencegah kehamilan dengan merusak kemampuan hidup sperma atau ovum melalui perubahan pada tuba falopii dan cairan uterus, ada reaksi terhadap benda asing disertai peningkatan leukosit (Everett, 2012).

  2.3.2 Mekanisme Kerja

  Sampai sekarang belum ada orang yang yakin bagaimana mekanisme kerja AKDR dalam mencegah kehamilan. Ada yang berpendapat bahwa AKDR sebagai benda asing yang menimbulkan reaksi radang setempat, dengan sebutan leukosit yang dapat melarutkan blastosis atau sprema.

  Mekanisme kerja AKDR yang dililiti kawat tembaga mungkin berbeda. Tembaga dalam konsentrasi kecil yang dikeluarkan ke dalam rongga uterus, selain menimbulkan reaksi radang seperti pada AKDR biasa, juga menghambat khasit anhidrase karbon dan fosfatase alkali. AKDR yang mengeluarkan hormon juga menebalkan lendir serviks sehingga menghalangi sperma (Sulistyawati, 2012).

  2.3.3 Jenis AKDR

  Menurut Arum (2011) jenis-jenis AKDR adalah sebagai berikut : 1. AKDR CuT-380 A

  Bentuknya kecil, kerangka dari plastik yang fleksibel, berbentuk huruf T diselebungi oleh kawat halus yang terbuat dari tembaga (Cu).

2. AKDR lain yang beredar di Indonesia ialah NOVA T (Schering)

  Menurut Darmani (2003) AKDR yang banyak dipakai di Indonesia dewas ini dari jenis unmedicated adalah Lippes Loop dan dari jenis Medicated adalah Cu-T 380 A, Multiload 375 dan Nova-T.

  a.

  Lippes Loop AKDR Lippes Loop terbuat dari bahan polietilen, berbentuk spiral, pada bagian tubuhnya mengandung barium sulfat yang menjadikannya radio opaque pada pemeriksaan dengan sinar-x. Menurut Proverawati (2010) AKDR Lippes Loop bentuknya seperti spiral atau huruf S bersambung. Untuk memudahkan kontrol dan dipasang benang pada ekornya. Lippes Loop terdiri dari 4 jenis yang berbeda ukuran panjang bagian atasnya. Adapun tipe dari Lippes Loops adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Jenis dan Ukuran Lippes Loops Macam Loop Panjang Berat Warna Benang

  LL A 22,5 cm 290 mgr Hitam LL B 27,5 cm 526 mgr Biru LL C 30,0 cm 615 mgr Kuning LL D 30,0 cm 709 mgr Putih

  Angka kegagalan yang rendah. Keuntungan lain dari jenis ini ialah bila terjadi perforasi jarang menyebabkan luka atau penyumbatan usus, sebab terbuat dari bahan plastik (Proverawati, 2010). b.

  Cu T 380 A AKDR Cu – T 380 A terbuat dari bahan polietilen be rbentuk huruf T denga tambahan bahan Barium Sulfat. Pada bagian tubuh yang tegak, dibalut tembaga sebanyak 176 mg tembaga dan pada bagian tengahnya masing-masing mengandung 68,7 mg tembaga , dengan luas permukaan 380 ± 23m2. Ukuran bagian tegak 36 mm dan bagian melintang 32 mm, dengan diameter 3 mm. pada bagian ujung bawah dikaitkan benang monofilamen polietilen sebagai kontrol dan untuk mengeluarkan AKDR.

  c.

  Multiload 375 AKDR Multiload 375 (ML 375) terbuat dari polipropilen dan mempunyai

  2

  375 mm kawat halus tembaga yang membalut batang vertikalnya. Bagian lengannya didesain sedemikian rupa sehingga lebih fleksibel dan meminimalkan terjadinya ekspulsi.

  d.

  Nova – T AKDR Nova-T mempunyai 200 mm2 kawat halus tembaga dengan bagia lengan fleksibel dan ujung tumpul sehingga tidak menimbulkan luka pada jaringan setempat pada saat dipasang.

  e.

  Cooper-7 AKDR ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan pemasangan.

  Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32 mm dan ditambahkan

  2

  gulungan kawat tembaga (Cu) yang mempunyai luas permukaan 200 mm fungsinya sama seperti halnya lilitan tembaga halus pada jenis Copper-T (Proverawati, 2010).

  f.

  AKDR CuT-380 A Bentuknya kecil, kerangka dari plastik yang fleksibel, berbentuk huruf T diselebungi oleh kawat halus yang terbuat dari tembaga (Cu) g.

  AKDR lain yang beredar di Indonesia ialah NOVA T (Schering)

2.3.4 Keuntungan Penggunaan AKDR 1.

  Sebagai kontrasepsi, mempunyai efektivitas yang tinggi 2. Sangat efektif 0,6-0,8 kehamilan/100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1 kegagalan dalam 125-170 kehamilan).

  3. AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan 4.

  Metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380 A dan tidak perlu diganti)

  5. Sangat efektif karena tidak perlu mengingat-ingat 6.

  Tidak mempengaruhi hubungan seksual 7. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut hamil 8. Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (CuT-380 A).

  9. Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI 10.

  Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak terjadi infeksi).

  11. Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun lebih atau setelah haid terakhir).

12. Tidak ada interaksi dengan obat-obatan 13.

  Mencegah kehamilan ektopik

2.3.5 Kerugian Penggunaan AKDR 1.

  Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan berkurang setelah 3 bulan

2. Haid lebih lama dan banyak 3.

  Perdarahan (spotting antar menstruasi 4. Saat haid lebih sakit

2.3.6 Komplikasi AKDR 1.

  Merasakan sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah pemasangan 2. Perdarahan berat pada waktu haid atau diantaranya yang memungkinkan penyebab anemia

  3. Perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangannya benar) 4.

  Tidak mencegah Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk HIV/AIDS 5. Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang sering berganti pasangan.

  6. Penyakit radang panggul terjadi sesudah perempuan dengan IMS memakai AKDR

  7. Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvik diperlukan dalam pemasangan AKDR. Seringkali perempuan takut selama pemasangan

  8. Sedikit nyeri dan perdarahan (spotting) terjadi setelah pemasangan AKDR, biasanya menghilang selama 1 hari

  9. Klien tidak dapat melepas AKDR sendiri. Petugas kesehatan terlatih yang harus melepaskan AKDR

10. Mungkin AKDR keluar dari uterus tanpa diketahui (sering terjadi apabila AKDR dipasang segera sesudah melahirkan) (Arum, 2011).

  2.3.7 Persyaratan Pemakaian AKDR

  Menurut Arum (2011) yang dapat menggunakan AKDR adalah : 1. Usia reproduktif 2.

  Keadaan nulipara 3. Menginginkan penggunaan kontrasepsi jangka panjang 4. Menyusui dan menginginkan menggunakan kontrasepsi 5. Setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya 6. Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeks 7. Resiko rendah dari IMS 8. Tidak menghendaki metode hormonal 9. Tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum pil setiap hari 10.

  Tidak menghendaki kehamilan setelah 1-5 hari senggama

  2.3.8 Penggunaan AKDR yang tidak Diperkenankan 1.

  Sedang hamil (diketahui hamil atau kemungkinan hamil 2. Perdarahan vagina yang tidak diketahui (sampai dapat dievaluasi) 3. Sedang menderita infeksi alat genetalia (vaginitis,servisitis) 4. Tiga bulan terakhir sedang mengalami abortus septik

  5. Kelaianan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim yang dapat mempengaruhi kavum uteri

6. Penyakit trofoblas yang ganas 7.

  Kanker alat genetalia 8. Ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm (Arum, 2011).

2.3.9 Waktu Pemasangan AKDR

  Melakukan pemasangan AKDR selama masih menstruasi akan menghilangkan risiko pemasangan AKDR ke dalam uterus yang dalam keadaan hamil, namun klien lebih rentan terhadap infeksi. Pemasangan AKDR dapat dilakukan pada hari-hari selama siklus menstruasi. Angka kejadian AKDR terlepas spontan lebih rendah bila AKDR tidak dipasang selama masa menstruasi (Sulistyawati, 2012).

2.4 K IE (Komunikasi Informasi Edukasi)

  Menurut BkkbN 2011 tujuan:

  1. Meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktek KB sehingga tercapai penambahan peserta KB Baru

  2. Membina kelestarian peserta KB

  3. Meletakkan dasar bagi mekanisme sosial-kultural yang dapat menjamin berlangsungnya proses penerimaan KIE dapat dikelompokkan menjadi:

  a. KIE massa adalah sasaran KIE yang sifatnya massa dan tidak terbatas pada segmen tertentu.

  Konsling merupakan tindak lanjut dari KIE. Bila seseorang telah termotivasi melalui KIE, maka selanjutnya ia perlu diberikan konsling. Jenis dan bobot konsling yang diberikan sudah tentu tergantung pada tingkatan KIE yang telah diterimanya.

  b. KIE terbatas adalah KIE yang sifatnya kecil dan terbatas pada segmen tertentu c. KIE khalayak atau clients yaitu perseorangan atau kelompok yang menjadi target langsung dari penyampaian KIE Menurut media yang digunakan, kegiatan KIE dapat diperinci sebagai berikut:

  • Radio - Televisi - Mobil unit penerangan
  • Penerbitan/ publikasi
  • Pers/ surat kabar Filim - Kegiatan promosi
  • Pameran

2.4.1 Konseling

  Konsling dibutuhkan bila seseorang menghadapi suatu masalah yang tidak dapat dipecahkannya sendiri.

2.4.2 Tujuan Konsling

  1. Memahami diri secara lebih baik

  2. Mengarahkan perkembangan diri sesuai dengan potensinya

  3. Lebih realistis dalam melihat diri dan masalah yang dihadapinya, sehingga Mampu memecahkan masalah secara kreatif dan produktif - Memiliki taraf aktualisasi diri sesuai dengan potensi yang dimilikinya - Terhindar dari segala gejala-gejala kecemasan dan salah penyesuaian - diri Mampu menyesuaikan dengan situasi dan lingkungan - Memperoleh dan merasakan kebahagiaan -

  Dalam konsling diadakan percakapan dua arah untuk :

  1. Membahas dengan calon peserta berbagai pilihan kontrasepsi yang tersedia

  2. Memberikan informasi selengkap mungkin mengenai konsekuensi pilihannya, baik ditinjau dari segi medis teknis amupun hal-hal yang non- medis agar tidak menyesal kemudian

  3. Membantu calon peserta KB memutuskan pilihannya atas metode kontrasepsi yang paling sesuai dengan keadaan khususnya pribadi dan keluarganya

  4. Membantu pesertaa KB dalam menyesuaikan diri terhadap kondisi barunya, terutama bila ia mengalami berbagai permasalahan (nyata atau tidak nyata/ semu)

  Informasi yang diberikan meliputi:

  a. Arti keluarga berencana

  b. Manfaat keluarga berencana

  c. Cara ber-KB atau metode kontrasepsi

  d. Desas-desus tentang kontrasepsi dan penjelasannya

  e. Pola perencanaan keluarga dan penggunaan kontrasepsi yang rasional

  f. Rujukan pelayanan kontrasepsi Hal-hal yang perlu di perhatikan supaya konsling berhasil dengan baik adalah bahwa konsling merupakan suatu kegiatan dalam hubungan antar manusia, di mana kita melakukan serangkaian tindakan yang akhirnya akan membantu peserta/ calon peserta memecahkan permasalahan yang dihadapinya, antara lain, masalah pemilihan penggunaan kontrasepsi yang paling cocok dengan keadaan dan kebutuhan yang dirasakannya.

  Bila setiap calon peserta KB, sebelum memakai kontrasepsi melalui proses konsling yang baik, maka kelangsungan pemakaian akan lebih tinggi.

2.4.3 Defenisi KIE (Komunikasi Informasi Edukasi)

  Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) berasal dari bahasa Inggris yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, yaitu dari kata Communication , (CIE). Istilah KIE mempunyai pengertian yang komplek

  Information, Education

  karena dalam proses komunikasi terkandung unsur informasi dan informasi itu sendiri mempunyai unsur edukasi, yang mempunyai sifat dapat menggerakkan seseorang atau kelompok untuk melakukan sesuatu (BkkbN 2010 ). Tujuan KIE adalah peningkatan pengetahuan dan perubahan perilaku individu maupun kelompok (Depkes RI, 2012). Secara rinci pengertian KIE dapat diformulasikan sebagai berikut:

  a. Komunikasi Diartikan sebagai proses penyampaian berbagai informasi antara petugas KIE dengan masyarakat sehingga pada akhirnya tercapai suatu persepsi (pandangan) yang sama antara petugas dengan masyarakat.

  b. Informasi

  Diartikan sebagai semua data, fakta, rumusan serta acuan yang perlu diketahui, dipahami dan dilaksanakan oleh petugas dan masyarakat dalam rangka melaksanakan suatu kegiatan.

  c. Edukasi Diartikan sebagai proses kegiatan yang teratur yang mendorong terjadinya proses perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat tentang suatu kegiatan tersebut secara wajar, sehingga masyarakat melaksanakan kegiatan tersebut dan bertanggung jawab atas keberhasilannya (Depkes RI, 2012). Agar berjalan dengan efektif sebaiknya topik KIE berdasarkan kebutuhan dan

kondisinya. Mengingat ruang lingkup penyampaian KIE adalah perilaku dengan berbagai

variabelnya, maka KIE ini juga mempergunakan prinsip dan metoda dari berbagai disiplin

ilmu seperti komunikasi, antropologi medis, psikologi sosial dan pemasaran sosial.

2.4.4 Pengelolaan KIE

  Pengelolaan KIE dibagi dalam 3 tahap pokok, yaitu: 1. Tahap Perencanaan Pada tahap ini, kegiatan pokoknya yang dilakukan adalah: Mengumpulkan data,

  Mengembangkan strategi, Mengembangkan, menguji coba dan memproduksi bahan-bahan komunikasi, Membuat rencana pelaksanaan, Menyiapkan pelaksanaan (BkkbN, 2011).

  2. Tahap Intervensi (Pelaksanaan) Tahap intervensi ini dibagi kedalam siklus-siklus pesan yang terpisah. Setiap siklus pesan mencakup informasi yang serupa dengan pendekatan yang sedikit berbeda disesuaikan dengan perubahan kebutuhan sasaran. Perubahan-perubahan ini dilakukan secara periodik, dapat mengurangi kejenuhan sasaran dan memungkinkan keterlibatan sasaran secara berkesinambungan. Cara ini memungkinkan perencana program untuk memasukkan hasil-hasil tahap sebelumnya ke dalam perencanaan tahap- tahap berikutnya. Cara ini memungkinkan perencana membuat beberapa kali perubahan-perubahan penting dalam strategi yang ditempuh. Perubahan- perubahan ini harus dilakukan sebagai jawaban terhadap informasi-informasi tentang penerimaan sasaran terhadap program dan efektifitas kegiatan yang dilaksanakan (BkkbN2011).

  3. Tahap Monitoring dan Evaluasi (Pemantauan dan Penilaian) Tahap monitoring memberikan informasi kepada perencana mengenai pelaksanaan program, secara teratur dan pada waktu yang tepat, hingga perbaikan yang diperlukan dapat segera dilaksanakan (Triamanah, 2004).

  Aspek-aspek yang dipantau meliputi input, proses, dan output dari suatu kegiatan KIE. Aspek-aspek tersebut meliputi: sasaran, media, jalur, isi pesan, hasil-hasil kegiatan, permasalahan yang dihadapi, kegiatan pemantauan oleh instansi di atasnya, tindak lanjut kegiatan dan kemandirian (Depkes RI, 2012).

2.4.5 Kegiatan KIE

  Kegiatan KIE dapat dibagi menjadi 2 (dua) kegiatan pokok yakni: Kegiatan KIE kesepakatan dan Kegiatan KIE Perubahan Perilaku (Depkes RI, 2012)

  1. Kegiatan KIE Kesepakatan Seperti diketahui bahwa program KIE mengandung unsur inti yaitu proses peningkatan pengetahuan, perubahan sikap dan perilaku. Sebagai proses perubahan sikap, kita perlu menyiapkan terlebih dahulu lingkungan yang mendukung. Hal ini dapat berarti kesiapan, baik para pengelola program maupun masyarakat sasaran. Dapat dikatakan bahwa KIE-Kesepakatan adalah kegiatan KIE yang ditujukan untuk meningkatkan pemahaman dan dukungan serta kesepakatan tokoh-tokoh masyarakat, baik politis maupun operasional dalam melaksanakan program tersebut.

  2. Kegiatan KIE Perubahan Perilaku Kegiatan KIE yang ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan, merubah sikap dan perilaku.MUPEN KB (Mobil Unit Penerangan Keluarga Berencana) adalah kendaraan roda 4 yang didalamnya berisi peralatan elektronik (audio visual) dan berfungsi sebagai kendaraan penyuluhan dan KIE KB.

  MUPEN KB Kab/kota adalah kendaraan roda 4 yang didalamnya berisi peralatan elektronik (Audio visual) dan berfungsi sebagai kenderaan penyuluhan dan KIE KB tingkat kab/kota. Penyuluhan oleh PLKB / PKB Petugas

  KB desa adalah suatu langkah kegiatan komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE ) dalam program pembangunan kependudukan dan Keluarga Berencana sehingga dapat diadopsi oleh masyarakat.

2.5 Faktor-faktor yang Memengaruhi Penggunaan AKDR

2.5.1 Karakteristik yang Memengaruhi Penggunaan AKDR 1.

  Umur Pada umur 20 tahun seseorang telah memiliki kemampuan mental yang diperlukan untuk mempelajari dan menyesuaikan diri pada situasi baru, misalnya mengingat hal-hal yang dulu pernah dipelajari, penalaran analogis dan berfikir kreatif, sekitar awal atau pertengahan usia 30 tahun, kebanyakan orang mudah mampu menyelesaikan masalah-masalah mereka dengan cukup baik sehingga menjadi stabil, tenang secara emosional. Umur akan mempengaruhi seseorang dalam menentukan pemilihan alat kontrasepsi karena biasanya ibu dengan usia muda (baru pertama kali menggunakan alat kontrasepsi) akan cenderung memilih alat kontrasepsi yang kebanyakan orang pakai (Mubarak, 2011).

  Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Dang di Vietnam dalam Dewi (2012) bahwa ada hubungan yang kuat antara umur dengan penggunaan kontrasepsi.

  Wanita yang berumur < 20 tahun kemungkinan untuk menggunakan kontrasepsi sebesar 0,73 kali dibandingkan dengan yang berumur 40 tahun. Sementara wanita yang berumur 30-34 tahun dan 35-39 tahun kemungkinannya untuk menggunakan kontrasepsi hanya sekitar 0,15% dan 0,38%. Ini menunjukkan bahwa ada penurunan penggunaan kontrasepsi pada kelompok wanita yang lebih tua. Penelitian yang dilakukan Mujihartinah (2009) menyatakan bahwa ada pengaruh umur ibu terhadap kelangsungan pemakaian AKDR.

2. Paritas (Jumlah Anak)

  Anak adalah harapan atau cita-cita dari sebuah perkawinan. Berapa jumlah yang diinginkan, tergantung dari keluarga itu sendiri. Apakah satu, dua, tiga dan seterusnya. Dengan demikian keputusan untuk memiliki sejumlah anak adalah sebuah pilihan, yang mana pilihan tersebut sangat dipengaruhi oleh nilai yang dianggap sebagai satu harapan atas setiap keinginan yang dipilih oleh orang tua. Program KB selain upaya untuk mewujudkan keluarga berkualitas melalui promosi, perlindungan, dan bantuan dalam mewujudkan hak-hak reproduksi juga untuk penyelenggaraan pelayanan, pengaturan, dan dukungan yang diperlukan untuk membentuk keluarga dengan usia kawin yang ideal; mengatur jumlah, jarak dan usia ideal melahirkan anak (Kusumanigrum, 2009).

  Seperti dalam definisi Keluarga Berencana menurut WHO Expert Committee 1970. KB adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk: a.

  Mendapatkan Objektif-Objektif Tertentu b.

  Menghindari Kelahiran Yang Tidak Diinginkan c. Mengatur Interval Diantara Kehamilan d.

  Mengontrol Waktu Saat Kelahiran Dalam Hubungan Dengan Umur Suami Istri e. Menentukan jumlah anak dalam keluarga.

  Serta dalam Pasal 18 UU No.10 tahun 1992 yang menyatakan bahwa setiap pasangan suami istri dapat menentukan pilihannya dalam merencanakan dan mengatur jumlah anak dan jarak antara kelahiran anak yang berlandaskan pada kesadaran dan tanggung jawab terhadap generasi sekarang maupun yang akan datang.

  Dalam merencanakan jumlah anak dalam keluarga, suami dan istri perlu mempertimbangkan aspek kesehatan dan kemampuan untuk memberikan pendidikan dan kehidupan yang layak (Kusumanigrum, 2009).

  Pengguna AKDR dipengaruhi juga dengan jumlah anak dalam suatu keluarga. Menurut Pinem S (2009), AKDR merupakan pilihan yang paling tidak menarik untuk seorang wanita yang masih menginginkan anak di kemudian hari sedangkan bagi pasangan usia subur 30 tahun keatas yang sudah memiliki anak dan ingin menjarangkan kehamilannya biasanya lebih cenderung memilih kontrasepsi jangka panjang seperti AKDR (Amiranty, 2003). Penelitian yang dilakukan Mujihartinah (2009) menyatakan bahwa ada pengaruh paritas ibu terhadap kelangsungan pemakaian AKDR.

3. Efek Samping

  Efek samping merupakan beberapa factor yang menyebabkan akseptor mengalami drop-out dari metoda KB yang digunakan. Drop-out pada akseptor adalah keluarnya akseptor dari metoda kontrasepsi akibat berbagai alasan. Efek samping yang umum terjadi pemakaian AKDR adalah Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan berkurang setelah tiga bulan), Haid lebih lama dan banyak, Perdarahan antar menstruasi, Saat haid lebih sakit.

  Ada beberapa hal yang sering dikeluhkan oleh akseptor AKDE pada saat memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan diantaranya 10% akseptor IUD melaporkan gangguan menstruasi, 4% per tahun akseptor IUD melepas IUD akibat peningkatan jumlah darah menstruasi, nyeri, dan spooting di antara menstruasi. 3% – 10% terjadi ekpulsi secara spontan di tahun pertama penggunaan IUD, dan 1 dalam 1000 pemasangan terjadi perforasi uterus (Glasier dan Gebbie, 2005).

  Akseptor KB yang memilih drop out (memutuskan berhenti menggunakan salah satu alat kontrasepsi) disebabkan karena mengalami efek samping. Efek samping pada sebagian alat kontrasepsi menyebabkan ibu merasa tidak nyaman seperti timbul perdarahan di luar haid, haid tidak teratur, tidak datang haid

  

(amenorrhoea) , rasa mual, bercak hitam di pipi, jerawat, penyakit jamur pada liang

vagina, nyeri kepala, penambahan berat badan, dan rambut rontok (Pinem, 2009).

  Penelitian yang dilakukan Mujihartinah (2009) menyatakan bahwa ada pengaruh efek samping ibu terhadap kelangsungan pemakaian AKDR.

  4. Pendidikan Menurut Bouge dalam Lucas (1990) menyatakan bahwa pendidikan menunjukkan pengaruh yang lebih kuat terhadap fertilitas daripada variabel lain.

  Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan pengetahuan dan persepsi seseorang terhadap pentingnya sesuatu hal, termasuk pentingnya keikutsertaan dalam KB. Ini disebabkan seseorang yang berpendidikan tinggi akan lebih luas pandangannya dan lebih mudah menerima ide dan tata cara kehidupan baru (BKKBN, 2007).

  Menurut Green (dalam Notoatmodjo, 2010) menyatakan tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor predisposisi untuk terbentuknya tingkat pengetahuan.

  Hal ini berarti bahwa pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberikan respon yang datang dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang dan akan berfikir sejauhmana keuntungan yang mereka peroleh (Sukmadinata, 2003).

  Berkaitan dengan hal tersebut maka makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki.

  Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap sesorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan (Kuncoroningrat, 1997 dalam Mubarak, 2011).

  5. Pendapatan Menurut Adhyani (2011) bahwa ada hubungan antara status ekonomi dengan dengan pemilihan kontrasepsi. Hal ini disebabkan karena mereka beranggapan bahwa didalam pemilihan alat kontrasepsi sebaiknya memang harus dilihat dari kapasitas kemampuan mereka untuk membeli kontrasepsi tersebut. Sehingga pemakaian kontrasepsi tidak dirasa memberatkan bagi si penggunanya. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa status ekonomi suatu keluarga sangat berpengaruh terhadap pemilihan kontrasepsi. Hal ini disebabkan karena untuk mendapatkan pelayanan kontrasepsi yang diperlukan, peserta harus menyediakan dana yang diperlukan.

  Rivera dalam penelitiannya menjelaskan jika AKDR digunakan untuk jangka waktu sekurangnya dua tahun merupakan metode kontrasepsi reversible yang paling murah. Sementara biaya pemasangannya adalah lebih tinggi dibanding metode lain, namun hal tersebut juga dibarengi dengan waktu penggunaan biaya menurun.

  Penelitian di Cina menyebutkan bahwa beberapa alasan wanita di Cina memakai IUD karena pemakaiannya jangka lama, reversibilitas dan efektivitasnya yang tinggi dan pemasangan gratis (Maryatun, 2009).

2.6 Dukungan

2.6.1 Pengertian Dukungan Sosial

  Dalam menghadapi situasi yang penuh tekanan, seseorang membutuhkan dukungan sosial. Orford (1992) menyatakan bahwa dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami kesulitan. Sementara dukungan sosial didefinisikan oleh Gottlieb (Kuntjoro, 2002) sebagai informasi verbal atau nonverba, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini, orang yang merasa memperoleh dukungan sosial secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya. Dukungan sosial juga merupakan persepsi seseorang terhadap dukungan yang diberikan orang lain dalam jaringan sosialnya (orang tua, teman dekat, dan sebagainya) yang membantu meningkatkan kemampuan untuk bertahan dari pengaruh-pengaruh yang merugikan (Malecki & Demaray, 2003).

  Cohen dan Wills (1985) mendefinisikan dukungan sosial sebagai pertolongan dan dukungan yang diperoleh seseorang dari interaksinya dengan orang lain.

  Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang-orang yang akan membantu apabila terjadi suatu keadaan atau peristiwa yang dipandang akan menimbulkan masalah dan bantuan tersebut dirasakan dapat menaikkan perasaan positif serta mengangkat harga diri. Kondisi atau keadaan psikologis ini dapat mempengaruhi respon-respon dan perilaku individu sehingga berpengaruh terhadap kesejahteraan individu secara umum.

  Dukungan sosial menurut Sarafino (2006) adalah perasaan kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diterima dari orang atau kelompok lain.

  Sarafino menambahkan bahwa orang-orang yang menerima dukungan sosial memiliki keyakinan bahwa mereka dicintai, bernilai, dan merupakan bagian dari kelompok yang dapat menolong mereka ketika membutuhkan bantuan.

  Taylor (2003) juga menambahkan dukungan sosial sebagai informasi yang diterima dari orang lain bahwa individu tersebut dicintai, diperhatikan, dihargai dan bernilai dan merupakan bagian dari jaringan komunikasi dan saling dibutuhkan yang didapat dari orangtua, suami, atau orang yang dicintai, sanak keluarga, teman, hubungan sosial dan komunitas. Berdasarkan berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah segala bentuk bantuan berupa kenyaman, perhatian, penghargaan, yang dirasakan individu dapat memberi efek positif bagi dirinya yang diperolehnya melalui interaksi dengan individu atau kelompok lain kepada individu yang sedang mengalami kesulitan, agar individu tersebut merasa dicintai, diperhatikan, dihargai dan bernilai.

2.6.2 Bentuk-Bentuk Dukungan Sosial

  Menurut Sarapino (2006) ada lima bentuk dukungan sosial, yaitu: 1) Dukungan Emosional

  Dukungan emosional mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan. Dukungan emosional merupakan ekspresi dari afeksi, kepercayaan, perhatian, dan perasaan didengarkan. Kesediaan untuk mendengar keluhan seseorang akan memberikan dampak positif sebagai sarana pelepasan emosi, mengurangi kecemasan, membuat individu merasa nyaman, tenteram, diperhatikan, serta dicintai saat menghadapi berbagai tekanan dalam hidup mereka.

  2) Dukungan Penghargaan Dukungan ini ada ketika seseorang memberikan penghargaan positif kepada orang yang sedang stres, dorongan atau persetujuan terhadap ide ataupun perasaan individu, ataupun melakukan perbandingan positif antara individu dengan orang lain. Dukungan ini dapat menyebabkan individu yang menerima dukungan membangun rasa menghargai dirinya, percaya diri, dan merasa bernilai. Dukungan jenis ini akan sangat berguna ketika individu mengalami stres karena tuntutan tugas yang lebih besar daripada kemampuan yang dimilikinya. 3) Dukungan Instrumental

  Dukungan instrumental mencakup bantuan langsung, dapat berupa jasa, waktu, atau uang. Misalnya pinjaman uang bagi individu atau menghibur saat individu mengalami stres. Dukungan ini membantu individu dalam melaksanakan aktivitasnya.

  4) Dukungan Informasi Dukungan informasi mencakup pemberian nasehat, petunjuk-petunjuk, saran- saran, informasi atau umpan balik. Dukungan ini membantu individu mengatasi masalah dengan cara memperluas wawasan dan pemahaman individu terhadap masalah yang dihadapi. Informasi tersebut diperlukan untuk mengambil keputusan dan memecahkan masalah secara praktis. Dukungan informatif ini juga membantu individu mengambil keputusan karena mencakup mekanisme penyediaan informasi, pemberian nasihat, dan petunjuk. Misalnya individu mendapatkan informasi dari dokter tentang bagaimana mencegah penyakitnya kambuh lagi.

  5) Dukungan Jaringan Sosial Merupakan dukungan yang dapat menyebabkan individu merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari suatu kelompok dimana anggota-anggotanya dapat saling berbagi. Dukungan persahabatan mencakup kesediaan waktu orang lain untuk menghabiskan waktu atau bersama dengan individu, dengan demikian akan memberikan rasa keanggotaan dari suatu kelompok yang saling berbagi minat dan melakukan aktivitas sosial bersama.

2.6.3 Sumber Dukungan Sosial

  Dukungan sosial mengacu kepada dukungan sosial yang dipandang oleh keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses/ diadakan untuk keluarga (dukungan sosial bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan). Dukungan sosial dapat berupa dukungan sosial keluarga internal, seperti dukungan dari suami/istri atau dukungan dari saudara kandung atau dukungan sosial keluarga eksternal (Friedman, 1998).

  Dukungan sosial yang kita terima dapat bersumber dari berbagai pihak. Kahn & Antonoucci (dalam Orford, 1992) membagi sumber-sumber dukungan sosial menjadi 3 kategori, yaitu:

  1. Sumber dukungan sosial yang berasal dari orang-orang yang selalu ada sepanjang hidupnya, yang selalu bersama dengannya dan mendukungnya. Misalnya: keluarga dekat, pasangan (suami atau istri), atau teman dekat.

2. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sedikit berperan dalam hidupnya dan cenderung mengalami perubahan sesuai dengan waktu.

  Sumber dukungan ini meliputi teman kerja, sanak keluarga, dan teman sepergaulan.

  3. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sangat jarang memberi dukungan dan memiliki peran yang sangat cepat berubah. Meliputi dokter atau tenaga ahli atau profesional, keluarga jauh. Dukungan sosial yang diterima oleh janda dapat berasal dari siapa saja, namun yang lebih sering memberi dukungan adalah keluarga dan temannya yang juga telah menjanda (Lemme, 1995).

2.6.4 Manfaat Dukungan Sosial

  Dukungan sosial adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial berbeda-beda dalam berbagai tahap-tahap siklus kehidupan. Namun demikian, dalam semua tahap siklus kehidupan, dukungan sosial membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal.

  Sebagai akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman, 1998). Wills (1985) dalam Friedman (1998) menyimpulkan bahwa baik efek-efek penyangga (dukungan sosial menahan efek-efek negatif dari stres terhadap kesehatan) dan efek-efek utama (dukungan sosial secara langsung mempengaruhi akibat-akibat dari kesehatan) pun ditemukan. Sesungguhnya efek-efek penyangga dan utama dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan boleh jadi berfungsi bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit dan dikalangan kaum tua, fungsi kognitif, fisik dan kesehatan emosi (Ryan dan Austin dalam Friedman, 1998).

2.6.5 Faktor yang Memengaruhi Dukungan Sosial

  Menurut Feiring dan Lewis (1984) dalam Friedman (1998), ada bukti kuat dari hasil penelitian yang menyatakan bahwa keluarga besar dan keluarga kecil secara kualitatif menggambarkan pengalaman-pengalaman perkembangan. Anak-anak yang berasal dari keluarga kecil menerima lebih banyak perhatian daripada anak-anak dari keluarga yang besar. Selain itu, dukungan yang diberikan orangtua (khususnya ibu) juga dipengaruhi oleh usia. Menurut Friedman (1998), ibu yang masih muda cenderung untuk lebih tidak bisa merasakan atau mengenali kebutuhan anaknya dan juga lebih egosentris dibandingkan ibu-ibu yang lebih tua. Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga lainnya adalah kelas sosial ekonomi orangtua. Kelas sosial ekonomi disini meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan orang tua dan tingkat pendidikan.

  Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan yang lebih demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas bawah, hubungan yang ada lebih otoritas atau otokrasi. Selain itu orang tua dengan kelas sosial menengah mempunyai tingkat dukungan, afeksi dan keterlibatan yang lebih tinggi daripada orang tua dengan kelas sosial bawah.

  Tidak semua orang mendapatkan dukungan sosial seperti yang diharapkannya. Setidaknya ada 3 faktor yang menyebabkan seseorang menerima dukungan (Sarafino, 1994) :

  a. Potensi Penerima Dukungan Tidak mungkin seseorang memperoleh dukungan sosial seperti yang diharapkannya jika dia tidak sosial, tidak pernah menolong orang lain, dan tidak membiarkan orang lain mengetahui bahwa dia sebenarnya memerlukan pertolongan. Beberapa orang tidak perlu assertive untuk meminta bantuan orang lain, atau merasa bahwa mereka seharusnya tidak tergantung dan menyusahkan orang lain.

  b. Potensi Penyedia Dukungan Seseorang yang seharusnya menjadi penyedia dukungan bisa saja tidak mempunyai sesuatu yang dibutuhkan orang lain, atau mungkin mengalami stress sehingga tidak memikirkan orang lain, atau bisa saja tidak sadar akan kebutuhan orang lain.

  c. Komposisi dan Struktur Jaringan Sosial Maksud dari jaringan sosial adalah hubungan yang dimiliki individu dengan orang-orang dalam keluarga dan lingkungannya. Hubungan ini dapat bervariasi dalam ukuran (jumlah orang yang sering berhubungan dengan individu), frekuensi hubungan (seberapa sering individu bertemu dengan orang-orang tersebut), komposisi (apakah orangorangtersebut keluarga, teman, rekan kerja, dan sebagainya), dan kedekatan hubungan.

2.6.6. Komponen Dukungan Sosial

  Weiss (Cutrona et al. , 1994) membagi dukungan sosial ke dalam enam bagian yang berasal dari hubungan dengan individu lain, yaitu : guidance, reliable alliance,

  

attachment, reassurance of worth, social integration, dan opportunity to provide

nurturance . Komponen-komponen itu sendiri dikelompokkan ke dalam 2 bentuk,

  yaitu instrumental support dan emotional support. Berikut ini penjelasan lebih lengkap mengenai enam komponen dukungan sosial dari Weiss (Cutrona et al., 1994):

  a. Instrumental Support 1) Reliable alliance Yang dimaksud dengan reliable alliance disini adalah pengetahuan yang dimiliki individu bahwa ia dapat mengandalkan bantuan yang nyata ketika dibutuhkan.

  Individu yang menerima bantuan ini akan merasa tenang karena ia menyadari ada orang yang dapat diandalkan untuk menolongnya bila ia menghadapi masalah dan kesulitan. 2) Guidance

  

Guidance (bimbingan) adalah dukungan sosial berupa nasehat dan informasi dari

  sumber yang dapat dipercaya. Dukungan ini juga dapat berupa pemberian

  

feedback (umpan balik) atas sesuatu yang telah dilakukan individu (Sarafino, 1998). b. Emotional Support Yang termasuk di dalamnya yaitu : reassurance of worth, attachment, social integration, dan opportunity to provide nurturance .

  1) Reassurance of Worth Dukungan sosial ini berbentuk pengakuan atau penghargaan terhadap kemampuan dan kualitas individu (Cutrona et al., 1984). Dukungan ini akan membuat individu merasa dirinya diterima dan dihargai. Contoh dari dukungan ini misalnya memberikan pujian kepada individu karena telah melakukan sesuatu dengan baik. 2) Attachment Dukungan ini berupa pengekspresian dari kasih sayang dan cinta yang diterima individu (Cutrona et al., 1984) yang dapat memberikan rasa aman kepada individu yang menerima. Kedekatan dan intimacy merupakan bentuk dari dukungan ini karena kedekatan dan intimacy dapat memberikan rasa aman.

  3) Social Integration Cutrona et al. (1984) dikatakan dukungan ini berbentuk kesamaan minat dan perhatian serta rasa memiliki dalam suatu kelompok.

  4) Opportunity to Provide Nurturance Dinyatakan bahwa dukungan ini berupa perasaan individu bahwa ia dibutuhkan oleh orang lain.

  Menurut Lawrence Green (1991), faktor-faktor yang memengaruhi perilaku khususnya yang berhubungan dengan kesehatan adalah faktor pendorong (reinforcing

  

factors ) Faktor pendorong atau faktor penguat merupakan tindakan yang menentukan

apakah pelaku menerima pengaruh positif (atau negatif) dan didukung masyarakat.

  Faktor penguat termasuk dorongan sosial, pengaruh kelompok dan nasehat, serta timbal balik dari penyedia perlindungan kesehatan. Faktor penguat juga termasuk konsekuensi fisik dari perilaku, yang mungkin dipisahkan dari konteks sosial. Keuntungan sosial (seperti pengenalan), keuntungan fisik (seperti kesenangan, kenyamanan, pengurangan kegelisahan atau sakit), penghargaan nyata (seperti keuntungan ekonomi atau penghindaran biaya, dan penghargaan imajinasi atau tiruan (seperti peningkatan penampilan, kehormatan diri, atau hubungan dengan orang yang dikagumi yang melakukannya) semua menguatkan perilaku. Faktor penguat juga termasuk konsekuensi yang berlawanan dari perilaku, atau “hukuman” yang dapat menuju pada penghilangan perilaku positif. Penguatan negatif merupakan penghargaan pilihan, perilaku salah.

2.6.7 Dukungan Suami

  Dukungan sosial keluarga khususnya suami merupakan salah satu faktor pendorong (reinforcing factors) yang dapat mempengaruhi perilaku istri dalam berperilaku. Dukungan suami dalam pemilihan alat kontrasepsi merupakan bentuk dukungan nyata dari kepedulian dan tanggung jawab para anggota keluarga. Peran atau partisipasi suami istri dalam Keluarga Berencana (KB) antara lain menyangkut : a.

  Pemakaian alat kontrasepsi b. Tempat mendapatkan pelayanan c. Lama pemakaian d.

  Efek samping dari penggunaan kontrasepsi e. Siapa yang harus menggunakan kontrasepsi f. Suami memakai kontrasepsi g.

Dokumen yang terkait

Hubungan Karakteristik, Pengetahuan dan Dukungan Suami Terhadap Pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang pada Wanita Pasangan Usia Subur di Wilayah Kerja Puskesmas Sunggal Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015

4 85 131

Faktor-faktor yang Memengaruhi Lama Ketidaklangsungan Pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) pada Ibu PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Patumbak Tahun 2013

2 81 143

Pengaruh Umur, Paritas, Efek Samping dan Dukungan Suami terhadap Kelangsungan Pemakaian Alat Kontrasepsi dalam Rahim di Wilayah Kerja Puskesmas Kabanjahe Tahun 2013

2 67 118

Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap Istri Serta Dukungan Suami Terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Pada Ibu Paska Aborsi Dengan Kuretase Di Rumah Sakit Di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

2 51 141

Determinan Pemakaian Alat Kontrasepsi pada Wanita PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Blangkejeren Gayo Lues Tahun 2012

1 27 118

Pengaruh Faktor Personal, Sosial dan Situasional terhadap Kelangsungan Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Marelan

2 68 119

Pengaruh Dukungan Sosial Suami terhadap Pemberian ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Bangun Kecamatan Gunung Malela Kabupaten Simalungun Tahun 2010

0 28 68

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kontrasepsi (KB) 2.1.1 Pengertian Kontrasepsi (KB) - Hubungan Karakteristik, Pengetahuan dan Dukungan Suami Terhadap Pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang pada Wanita Pasangan Usia Subur di Wilayah Kerja Puskesmas Sunggal

0 0 38

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Faktor-faktor yang Memengaruhi Lama Ketidaklangsungan Pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) pada Ibu PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Patumbak Tahun 2013

0 0 14

Pengaruh Umur, Paritas, Efek Samping dan Dukungan Suami terhadap Kelangsungan Pemakaian Alat Kontrasepsi dalam Rahim di Wilayah Kerja Puskesmas Kabanjahe Tahun 2013

0 0 17