Determinan Pemakaian Alat Kontrasepsi pada Wanita PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Blangkejeren Gayo Lues Tahun 2012

(1)

DETERMINAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI PADA WANITA PUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTA BLANGKEJEREN

KABUPATEN GAYO LUES

TESIS

Oleh

SOPI ROPIKA DEWI 107032210/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

DETERMINANT OF THE USE OF CONTRASEPTIVES IN THE WOMEN OF REPRODUCTIVE AGE IN THE WORKING AREA OF

PUSKESMAS KOTA BLANGKEJEREN GAYO LUES DISTRICT

THESIS

By

SOPI ROPIKA DEWI 107032210/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

DETERMINAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI PADA WANITA PUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTA BLANGKEJEREN

KABUPATEN GAYO LUES

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SOPI ROPIKA DEWI 107032210/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : DETERMINAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI PADA WANITA PUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTA BLANGKEJEREN KABUPATEN GAYO LUES Nama Mahasiswa : Sopi Ropika Dewi

Nomor Induk Mahasiswa : 107032210

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D) (Asfriyati, S.K.M, M.Kes

Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 25 Juli 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D Anggota : 1. Asfriyati, S.K.M, M.Kes

2. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M 3. dr. Antonius Ginting, Sp.OG, M.Kes


(6)

PERNYATAAN

DETERMINAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI PADA WANITA PUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTA BLANGKEJEREN

KABUPATEN GAYO LUES

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2012

(Sopi Ropika Dewi) 107032210 /IKM


(7)

ABSTRAK

Salah satu masalah kependudukan yang dihadapi Indonesia adalah laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Salah satu upaya yang dilakukan untuk menurunkan tingkat pertumbuhan penduduk adalah melalui program KB. Data Dinas Kesehatan Blangkejeren Gayo Lues (2010) menunjukkan bahwa jumlah Pasangan usia Subur (PUS) di wilayah kerja puskesmas 556 orang dengan Akseptor KB 65% yang masih jauh dari target Nasional yaitu 85%. Banyak faktor yang diduga berpengaruh terhadap pemakaian alat kontrasepsi pada wanita PUS

Jenis penelitian ini adalah explanatory research bertujuan untuk menjelaskan pengaruh (faktor pendukung: umur, pendidikan, pengetahuan, jumlah anak, faktor pemungkin: ketersediaan alat kontrasepsi, keterjangkauan pelayanan alat kontrasepsi, faktor penguat: dukungan petugas kesehatan, dan dukungan suami) terhadap pemakaian alat kontrasepsi pada wanita PUS. Populasi adalah seluruh wanita PUS sebanyak 556 orang dengan besar sampel 126 orang yang diambil secara systematic random sampling. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data dianalisis secara univariat, bivariat, dan multivariat menggunakan uji regresi logistik ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh paling dominan secara berurutan yaitu jumlah anak (exp(β)=31,883), dukungan suami (exp(β)=30,515), pendidikan (exp(β)=23,786), dukungan petugas kesehatan (exp(β)=9,209), pengetahuan (exp(β)=5,776). Faktor pendidikan tinggi, jumlah anak sedikit, pengetahuan baik, dukungan petugas kesehatan baik, dan dukungan suami baik dengan prediksi 0, maka nilai probabilitas wanita PUS menggunakan alat kontrasepsi sebesar 99,17%, sebaliknya dengan prediksi 1 sebesar 0,01%.

Kepada Dinas Kesehatan, Pemerintah kota dan Puskesmas Blangkejeren dapat meningkatkan peran serta petugas KB sehingga mampu memberikan informasi kepada masyarakat (remaja, calon pengantin, PUS) tentang alat kontrasepsi dan dapat memahami serta menyadari bahwa wanita PUS memiliki hak dan kewajiban kesehatan reproduksi dalam keluarga.


(8)

ABSTRACT

One of the population problems faced by Indonesia is the high population growth rate. One of the attempts done to reduce the population growth rate is through Family Planning program. The data obtained from Blangkejeren Gayo Lues Health Service (2010) shows that the number of the Couples in Reproductive Age in the working area of Puskesmas (Community Health Center) was 556 persons and 65% of them were the Family Planning Acceptors where this number was very far from the National Target (85%).

The purpose of this explanatory study was to describe the influence of the factors (age, education, knowledge, number of children owned, the availability of contraceptive device, the affordability of contraceptive services) on the social support of husband in the use of contraceptive device in his reproductive-age wife. The population of this study was 556 reproductive-age wives and 126 of them were selected to be the samples for this study through systematic random sampling technique. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that the dominant influential variables in sequence are the number of children owned (β=31.883), support from husband (β= 30.515), education (β=23.786), support from health workers (β=9.209), and knowledge (β=5.776). With the factors of high education, having few children, good knowledge, good support from health workers, and good support from husband with the prediction of 0, the probability rate of the married women of reproductive age using the contraceptives was 99.17%; on the contrary, with prediction 1, it was 0.01%.

The management of Health Service, City Government and Puskesmas Blangkejeren are suggested to improve the participation of Family Planning staff that they are able to provide information to the community members (teenagers, future bride and bridegroom, and the married women of reproductive age) about the contraceptives and can understand and realize that the married women of reproductive age have rights and responsibilities to have reproductive health in their family.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT, karena atas segala karunia dan nikmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Determinan Pemakaian Alat Kontrasepsi pada Wanita PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Blangkejeren Gayo Lues Tahun 2012”

Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak terlaksana dengan baik tanpa bantuan, dukungan, bimbingan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan yang baik ini izinkanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada semua pihak yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D, selaku ketua komisi pembimbing dan Asfriyati, S.K.M, M.Kes, selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.


(10)

5. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M. dan dr. Antonius Ginting, Sp.OG, M.Kes sebagai komisi penguji atau pembanding yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan ini.

6. Seluruh dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.

7. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Gayo Lues beserta jajarannya yang telah membantu memberi izin penelitian.

8. Teristimewa buat Ayahanda Syariman Ryanto dan ibunda Rosvitawani yang selalu memanjatkan do’a-do’anya untuk ananda, harapan, pengorbanan, dukungan, dan motivasi yang tiada henti.

9. Suami tercinta Ferdiyansyah, S.T, ananda tersayang Ghadiza dan M. Fatih, serta seluruh sanak saudara yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama penulis mengikuti pendidikan.

10.Seluruh rekan-rekan mahasiswa di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Khususnya minat studi Kesehatan Reproduksi dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan dukungan dalam penyusunan Tesis ini.

Hanya Allah SWT yang senantiasa dapat memberikan balasan atas kebaikan yang telah diperbuat. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak


(11)

kekurangan dan kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya.

Medan, Juli 2012

Sopi Ropika Dewi 107032210/IKM


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Sopi Ropika Dewi dilahirkan di Gayo Lues pada tanggal 26 Desember 1979 dan anak dari pasangan Syariman Ryanto dan Rosvitawani. Penulis telah menikah pada tahun 2005 dengan ferdiyansyah, S.T, dan dikaruniai 2 (dua) orang anak, satu orang putri bernama Ghadiza dan 1 orang putra bernama Muhammad Fatih.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 4 Gayo Lues tahun 1985 dan selesai pada tahun 1991. Tahun 1994 penulis menamatkan Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Gayo Lues. Tahun 1997 penulis menamatkan Sekolah Perawat Kesehatan Muhammadiyah Banda Aceh. Pada tahun 2001 penulis menamatkan program Diploma-III Kebidanan Akademi Kebidanan MONA Banda Aceh. Pada tahun 2004, penulis menamatkan D-IV Bidan Pendidik di Universitas Sumatera Utara Medan. Pada tahun 2010-Sekarang penulis menempuh pendidikan di Program Studi S-2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Saat ini penulis bekerja di Rumah Sakit Ibu & ANAK Banda Aceh dengan status sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Permasalahan ... 8

1.3.Tujuan Penelitian ... 8

1.4.Hipotesis ... 8

1.5.Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Keluarga Berencana (KB) ... 10

2.2. Kontrasepsi ... 14

2.3. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penerimaan Pemakaian Kontrasepsi ... 24

2.4. Determinan Perilaku Terkait Penelitian ... 27

2.5. Landasan Teori ... 32

2.6. Kerangka Konsep ... 34

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 35

3.1. Jenis Penelitian ... 35

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35

3.3. Populasi dan Sampel ... 36

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 37

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 40

3.6. Metode Pengukuran ... 42

3.7. Metode Analisis Data ... 45

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 47

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 47

4.2. Analisis Univariat ... 48

4.3. Analisis Bivariat ... 51


(14)

BAB 5. PEMBAHASAN ... 60

5.1. Pengaruh Faktor Pendukung (Predisposing Factors) Terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi Wanita PUS ... 60

5.2. Pengaruh Faktor Pemungkin (Enabling Factors) terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi Wanita PUS ... 61

5.3. Pengaruh Faktor Pendukung (Predisposing Factors) terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi Wanita PUS ... 70

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 74

6.1. Kesimpulan ... 74

6.2. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 77


(15)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman 3.1. Hasil Uji Validitas Angket ... 39 3.2. Hasil Uji Reliabilitas Angket ... 40 4.1. Distribusi Frekuensi Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Kota

Blangkejeren Gayo Lues Tahun 2012 ... 48 4.2. Tabulasi Silang Faktor Pendukung terhadap Pemakaian Alat

Kontrasepsi pada Wanita PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Kota

Blangkejeren Gayo Lues Tahun 2012 ... 51 4.3. Tabulasi Silang Faktor Pemungkin terhadap Pemakaian Alat

Kontrasepsi pada Wanita PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Kota

Blangkejeren Gayo Lues Tahun 2012 ... 53 4.4. Tabulasi Silang Faktor Penguat terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi

pada Wanita PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Blangkejeren

Gayo Lues Tahun 2012 ... 55 4.5. Hasil Uji Analisis Multivariat dengan Regresi Logistik Ganda... 57 4.6. Nilai Probabilitas Wanita PUS Memakai Alat Kontrasepsi di Wilayah

Kerja Puskesmas Kota Blangkejeren Gayo Lues Tahun 2012... 58


(16)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman 2.1. Skema Faktor yang Memengaruhi Pemakaian Kontrasepsi Menurut

Berthrand ... 26 2.2. Kerangka Teori Determinan Perilaku, Kelompok dan Komunitas ... 33 2.3. Kerangka Konsep Penelitian ... 34


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 83

2. Ujicoba Validitas Angket ... 89

3. Output Validitas dan Reliabilitas Angket ... 90

4. Master Data ... 96

5. Output SPSS Master Data ... 104


(18)

ABSTRAK

Salah satu masalah kependudukan yang dihadapi Indonesia adalah laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Salah satu upaya yang dilakukan untuk menurunkan tingkat pertumbuhan penduduk adalah melalui program KB. Data Dinas Kesehatan Blangkejeren Gayo Lues (2010) menunjukkan bahwa jumlah Pasangan usia Subur (PUS) di wilayah kerja puskesmas 556 orang dengan Akseptor KB 65% yang masih jauh dari target Nasional yaitu 85%. Banyak faktor yang diduga berpengaruh terhadap pemakaian alat kontrasepsi pada wanita PUS

Jenis penelitian ini adalah explanatory research bertujuan untuk menjelaskan pengaruh (faktor pendukung: umur, pendidikan, pengetahuan, jumlah anak, faktor pemungkin: ketersediaan alat kontrasepsi, keterjangkauan pelayanan alat kontrasepsi, faktor penguat: dukungan petugas kesehatan, dan dukungan suami) terhadap pemakaian alat kontrasepsi pada wanita PUS. Populasi adalah seluruh wanita PUS sebanyak 556 orang dengan besar sampel 126 orang yang diambil secara systematic random sampling. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data dianalisis secara univariat, bivariat, dan multivariat menggunakan uji regresi logistik ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh paling dominan secara berurutan yaitu jumlah anak (exp(β)=31,883), dukungan suami (exp(β)=30,515), pendidikan (exp(β)=23,786), dukungan petugas kesehatan (exp(β)=9,209), pengetahuan (exp(β)=5,776). Faktor pendidikan tinggi, jumlah anak sedikit, pengetahuan baik, dukungan petugas kesehatan baik, dan dukungan suami baik dengan prediksi 0, maka nilai probabilitas wanita PUS menggunakan alat kontrasepsi sebesar 99,17%, sebaliknya dengan prediksi 1 sebesar 0,01%.

Kepada Dinas Kesehatan, Pemerintah kota dan Puskesmas Blangkejeren dapat meningkatkan peran serta petugas KB sehingga mampu memberikan informasi kepada masyarakat (remaja, calon pengantin, PUS) tentang alat kontrasepsi dan dapat memahami serta menyadari bahwa wanita PUS memiliki hak dan kewajiban kesehatan reproduksi dalam keluarga.


(19)

ABSTRACT

One of the population problems faced by Indonesia is the high population growth rate. One of the attempts done to reduce the population growth rate is through Family Planning program. The data obtained from Blangkejeren Gayo Lues Health Service (2010) shows that the number of the Couples in Reproductive Age in the working area of Puskesmas (Community Health Center) was 556 persons and 65% of them were the Family Planning Acceptors where this number was very far from the National Target (85%).

The purpose of this explanatory study was to describe the influence of the factors (age, education, knowledge, number of children owned, the availability of contraceptive device, the affordability of contraceptive services) on the social support of husband in the use of contraceptive device in his reproductive-age wife. The population of this study was 556 reproductive-age wives and 126 of them were selected to be the samples for this study through systematic random sampling technique. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that the dominant influential variables in sequence are the number of children owned (β=31.883), support from husband (β= 30.515), education (β=23.786), support from health workers (β=9.209), and knowledge (β=5.776). With the factors of high education, having few children, good knowledge, good support from health workers, and good support from husband with the prediction of 0, the probability rate of the married women of reproductive age using the contraceptives was 99.17%; on the contrary, with prediction 1, it was 0.01%.

The management of Health Service, City Government and Puskesmas Blangkejeren are suggested to improve the participation of Family Planning staff that they are able to provide information to the community members (teenagers, future bride and bridegroom, and the married women of reproductive age) about the contraceptives and can understand and realize that the married women of reproductive age have rights and responsibilities to have reproductive health in their family.


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Masalah penduduk merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh negara berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu masalah kependudukan yang dihadapi Indonesia adalah laju pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Berbagai program pembangunan telah, sedang dan akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah kependudukan tersebut, antara lain melalui program pelayanan kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana dan pembangunan keluarga sejahtera (BKKBN, 2009).

Keluarga Berencana adalah usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat sejahtera dengan pengendalian kelahiran dan pertumbuhan penduduk. Hal tersebut diupayakan melalui gerakan reproduksi keluarga sejahtera, gerakan ketahanan keluarga sejahtera dan gerakan ekonomi keluarga sejahtera dengan sasaran pasangan usia subur (BKKBN, 2009).

Paradigma baru program Keluarga Berencana (KB) adalah mewujudkan keluarga berkualitas tahun 2015 dan bertujuan memberdayakan masyarakat untuk membangun keluarga kecil berkualitas, menggalang kemitraan dalam peningkatan


(21)

kesejahteraan, kemandirian dan ketahanan keluarga serta meningkatkan kualitas pelayanan keluarga berencana (Syaifuddin, 2003).

Belum maksimalnya peran pemerintah dalam menggalakkan program KB mengakibatkan tingginya pertambahan penduduk yang akan menyebabkan meningkatnya kebutuhan pelayanan kesehatan, pendidikan, lapangan pekerjaan, dan pelayanan lainnya. Ketidakmampuan menciptakan lapangan pekerjaan yang cukup, berdampak pada naiknya angka pengangguran dan kemiskinan (Herlianto, 2008).

Berdasarkan laporan BPS tahun 2007 jumlah penduduk miskin sebesar 16,58% dari total penduduk Indonesia atau sekitar 37,17 juta jiwa. Hal ini mengakibatkan rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Menurut United Nations Development Program/UNDP (2008),IPM Indonesia masih sangat rendah yaitu 0,728 menduduki peringkat 107 dari 177 negara. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Indonesia belum mampu untuk memanfaatkan jumlah populasinya yang besar menjadi kekuatan ekonomi dan harus segera mengatur laju pertumbuhan penduduknya (Herlianto, 2008).

Cakupan peserta KB Baru dan KB Aktif pada profil kesehatan 2010, jumlah PUS di seluruh Indonesia mencapai 44.738.378 orang dengan jumlah peserta KB Baru 8.647.024 orang (19,33%), dan jumlah peserta KB Aktif 33.713.115 orang (75,36%). Persentase peserta KB Aktif menurut metode kontrasepsi di Indonesia IUD 11,03%, MOW 3,53%, MOP 0,68%, Implan 8,26%, Kondom 2,50%, Suntik 47,19%, Pil 26,81%. Persentase peserta KB Baru menurut metode Kontrasepsi di Indonesia


(22)

sebanyak IUD 5,97%, MOW 1,05%, MOP 0,27%, Kondom 7,98%, Implan 6,50%, Suntik 49,04%, Pil 29,19% (Depkes RI, 2010).

Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya cakupan program KB tersebut di antaranya adalah pengadaan alat kontrasepsi yang masih kurang, jumlah petugas KB lapangan (PLKB) yang minim, serta kebijakan pemerintah di tiap daerah tidak sama (BKKBN, 2004).

Cakupan pemakaian alat kontrasepsi pada pria di negara lain seperti Malaysia 16%, Bangladesh 14%, Iran 13%, Amerika 35%, dan Jepang 80%. Hal ini sangat penting, sebab peran pria dalam KB akan memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap pengendalian pertumbuhan penduduk dan penanganan masalah kesehatan reproduksi (BKKBN, 2005).

Idealnya, dalam pelaksanaan program KB nasional, penggunaan kontrasepsi merupakan tanggung jawab bersama pria dan wanita sebagai pasangan, sehingga metode kontrasepsi yang dipilih mencerminkan kebutuhan serta keinginan suami istri. Pasangan suami istri harus saling mendukung dalam pemilihan dan penggunaan metode kontrasepsi karena kesehatan reproduksi, khususnya KB bukan hanya urusan pria atau wanita saja (Suprihastuti, 2003).

Peserta KB di Indonesia masih didominasi oleh perempuan. Pemerintah dengan berbagai sumber daya yang telah ada berupaya untuk meningkatkan kesetaraan pria dalam ber-KB. Namun hasilnya masih belum seperti yang diharapkan (BKKBN, 2004).


(23)

Usia subur seorang wanita biasanya antara 15-49 tahun, oleh karena itu untuk mengatur jumlah kelahiran atau menjarangkan kelahiran, wanita/pasangan ini lebih diprioritaskan untuk menggunakan alat/metode KB. Rata-rata cakupan peserta KB aktif pada tahun 2010 adalah sekitar 75,4%, dimana Provinsi dengan persentase peserta KB aktif tertinggi adalah Bengkulu (89,9%), Gorontalo (85,6%), dan Bali (85,3%). Sedangkan persentase peserta KB aktif terendah adalah Papua (48,4%), Maluku Utara (58,2%), dan Kepulauan Riau (64%). Pada tahun 2010 sebesar 76,5% peserta KB aktif masih banyak menggunakan alat kontrasepsi jangka pendek terutama suntik (47,19%) dan Pil KB (26,81%). Sebaliknya metode MOP (Metode Operasi Pria) yang paling rendah proporsi penggunaannya yaitu hanya sebesar 0,68%. Sebagian besar peserta KB aktif adalah perempuan yaitu sebesar 96,82% dan 3,18% lainnya adalah laki-laki (Depkes RI, 2010).

Berdasarkan cakupan peserta KB Baru dan KB Aktif di Provinsi Pemerintah Aceh dengan jumlah PUS 776.140 orang, peserta KB Baru sebanyak 197.755 (25,48%), peserta KB Aktif sebanyak 593.025 (76,41%). Peserta KB Baru yang menggunakan metode kontrasepsi IUD 2.438 (1,23%), MOW 644 (0,33%), MOP 22 (0,01%), kondom 33.691 (17,04%), Implan 3.496 (1,77%), Suntik 83.222 (42,08%), Pil 74.242 (37,54%). Peserta KB Aktif yang menggunakan metode kontrasepsi IUD 11.993 (2,02%), MOW 4.479 (0,76%), MOP 187 (0,03), Implan 11,746 (1,98%), Kondom 51.698 (8,72%), Suntik 267.195 (45,06%), Pil 245.727 (41,44%) (Depkes RI, 2010).


(24)

Ketidaksetaraan gender dalam ber KB dan kesehatan reproduksi sangat berpengaruh pada keberhasilan program. Sebagian besar masyarakat dan penyelenggara serta penentu kebijakan masih menganggap bahwa pengguna kontrasepsi adalah urusan perempuan, masih relatif rendahnya kepedulian pria dalam proses reproduksi keluarganya, terutama dalam hal kehamilan dan kelahiran. Rendahnya partisipasi pria terhadap pemakaian kontrasepsi sebanyak 1,3% dari total peserta KB aktif merupakan manifestasi ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender (BKKBN, 2005).

Masih adanya perempuan yang tidak berpartisipasi dalam program KB dipengaruhi juga oleh pengetahuan dan perilaku. Rendahnya pengetahuan perempuan tersebut memengaruhi persepsinya tentang penggunaan alat kontrasepsi, karena salah satu yang menentukan persepsi seseorang adalah pengetahuan yang ia miliki. Seseorang yang memiliki pengetahuan baik tentang sesuatu objek akan memiliki persepsi yang lebih positif terhadap hal tersebut. Seseorang yang memiliki persepsi positif tentang sesuatu akan membuat individu tersebut akan memiliki sikap dan perilaku yang positif juga terhadap hal tersebut (BKKBN, 2004). Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya sikap dan perilaku seseorang (over behaviour). Penerimaan sikap dan perilaku yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka akan menghasilkan sebuah perilaku yang akan dapat dipertahankan lebih lama.

Menurut Affandi (1987) faktor yang berhubungan dengan pemakaian alat/cara kontrasepsi, baik sebagai faktor yang penentu penerimaan pemakaian kontrasepsi


(25)

oleh masyarakat yaitu: faktor medik mekanik dan faktor sosial budaya (sosial ekonomi, sosio demografi, pengetahuan).

Pemakaian alat kontrasepsi merupakan salah satu bentuk perilaku kesehatan, terutama pada perempuan. Banyak faktor yang memengaruhi perempuan dalam pemakaian alat kontrasepsi. Green dalam Notoatmodjo (2007) menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Perilaku itu ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu faktor predisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam karakteristik, pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya. Faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan sosial, ketersediaan atau tidak tersedianya fasilitas atau sarana kesehatan. Faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam dukungan dari orang terdekat, dukungan sikap dan perilaku petugas kesehatan dalam memberikan pendidikan kesehatan, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Hasil penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan determinan pemakaian alat kontrasepsi pada wanita PUS yaitu penelitian Sulistio (2010), bahwa ada empat variabel independen yang memiliki hubungan dengan pemilihan alat KB, yaitu variabel umur ibu, pendidikan, jumlah anak hidup, dan umur anak terakhir. Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Noviyanti (2007) mengenai beberapa faktor yang berhubungan dengan pemakaian alat kontrasepsi pada wanita di Kecamatan Tonjong Kabupaten Brebes menunjukkan ada hubungan umur, pendidikan, pengetahuan, komunikasi KB, ketersediaan alat kontrasepsi, keterjangkauan pelayanan, peran petugas, dengan pemakaian alat kontrasepsi.


(26)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Syamsiah (2002) mengenai dukungan suami dalam pemilihan alat kontrasepsi pada peserta KB di Kelurahan Serasan Jaya Sumatera Selatan menyatakan bahwa adanya hubungan antara dukungan suami dalam pemilihan alat kontrasepsi (p=0,000).

Penelitian yang dilakukan oleh Wurjayanto, Eko Berbudi (2007) mengenai hubungan peran petugas, kenyamanan KB dan dukungan suami dengan pergantian dini metode KB di Puskesmas Salaman 1 Kec. Salaman Kab. Magelang menunjukkan ada hubungan antara dukungan suami dengan pergantian dini metode KB.

Setelah dilakukan survei dan pengambilan data di wilayah kerja Puskesmas Blangkejeren diperoleh data jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) sebanyak 556 pasangan dan jumlah akseptor KB sampai Agustus 2010 yaitu Suntik (41%), Implant (20,5%), pil (20%), AKDR (13,6%), kondom (4,1%), MOP (0%). Hasil wawancara dengan PUS sebanyak 20 orang, ibu yang membawa anak dan bayi berobat, bahwa sebagian besar dari mereka (11 orang) belum menjadi akseptor KB dengan berbagai alasan tidak tahu KB apa yang cocok untuk dirinya, tidak tahu alat-alat KB apa saja yang tersedia, agak susah menjangkau pelayanan kontrasepsi, kurang dukungan dari petugas kesehatan, dan tidak diizinkan oleh suami.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti Determinan pemakaian alat kontrasepsi pada wanita pasangan usia subur di wilayah kerja Puskesmas Kota Blangkejeren.


(27)

1.2. Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah determinan pemakaian alat kontrasepsi pada wanita PUS di wilayah kerja Puskesmas Kota Blangkejeren Gayo Lues.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh determinan pemakaian alat kontrasepsi pada wanita PUS di wilayah kerja Puskesmas Kota Blangkejeren Gayo Lues.

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh determinan pemakaian alat kontrasepsi pada wanita PUS di wilayah kerja Puskesmas Kota Blangkejeren Gayo Lues.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan bagi pihak Puskesmas Kota Blangkejeren dalam menggalakkan kembali program keluarga berencana di wilayah kerjanya, untuk menggunakan alat kontrasepsi.

2. Sebagai bahan masukan bagi pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Gayo Lues dalam menyusun program kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan program keluarga berencana.


(28)

3. Bagi kalangan akademik, penelitian ini tentunya bermanfaat sebagai kontribusi untuk memperkaya khasanah keilmuan pada umumnya dan pengembangan penelitian sejenis di masa yang akan datang.


(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Berencana (KB)

2.1.1. Sejarah KB

Keluarga Berencana (KB) bukanlah hal yang baru, karena menurut catatan-catatan dan tulisan yang berasal dari Mesir Kuno, Yunani Kuno, Tiongkok Kuno dan India hal ini telah mulai dipraktekkan sejak berabad-abad yang lalu, tetapi pada waktu itu cara-cara yang dikaji masih primitif dan kuno. Pada zaman Nabi-Nabi dan pengikutnya, keluarga berencana telah dilaksanakan dalam mengatur kelahiran namun dengan cara-cara sederhana (Mochtar, 2008).

Dalam sejarah manusia berabad-abad lamanya tidak seorangpun yang tahu bagaimana terjadinya kehamilan. Waktu itu hubungan persetubuhan antara suami dan istri dengan kehamilan tidak diketahui sama sekali. Kehamilan disangka disebabkan oleh sesuatu yang mistik atau termakan oleh wanita atau disebabkan oleh pengaruh matahari dan bulan atau hal-hal lainnya. Maka dengan sendirinya cara keluarga berencana yang pertama dilakukan adalah dengan jalan berdoa dan memakai jimat anti hamil, sambil meminta dan berharap supaya wanita tersebut tidak hamil dan anaknya tidak susun paku (Mochtar, 2008).

Pada zaman Yunani kuno, Soranus dan Ephenus telah membuat tulisan ilmiah tentang cara menjarangkan kelahiran. Cara waktu itu adalah mengeluarkan semen (cairan mani) dengan membersihkan vagina dengan kain dan minyak. Ada yang


(30)

memakai alat-alat yang dapat menghalangi masuknya sperma ke dalam rahim, umpamanya dengan memasukkan rumput, daun-daunan atau sepotong kain perca ke dalam vagina (Prawiroharjo, 2006).

Menurut beberapa ahli, pada zaman Mesir Kuno dari relief dan manuskrip berhuruf hirogrif dijumpai keterangan mengenai cara orang Mesir Kuno menjarangkan kelahiran. Menurut ahli sejarah Avicena (Ibnu Sina), seorang tabib dan filsuf Arab zaman Persia telah menganjurkan cara-cara menjarangkan kelahiran (Prawirohardjo, 2006).

Sejak zaman dulu, di Indonesia telah dipakai obat dan jamu yang dimaksudnya untuk mencegah kehamilan. Di Irian Jaya telah lama dikenal ramuan dan daun-daunan yang khasiatnya dapat mencegah kehamilan. Dalam masyarakat Hindu Bali sejak dulu hanya ada nama untuk empat orang anak, mungkin suatu cara untuk menganjurkan supaya pasangan suami istri mengatur kelahiran anaknya hanya sampai empat (Mochtar, 2008).

Di Indonesia keluarga berencana modern mulai dikenal pada tahun 1953. Pada waktu itu sekelompok ahli kesehatan, kebidanan dan tokoh masyarakat telah mulai membantu masyarakat, namun dengan sedikit mungkin publikasi, dengan obat yang ada tentang keluarga berencana. Pada tanggal 23 Desember 1957, mereka mendirikan wadah dengan nama Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) adalah pelopor pergerakan keluarga berencana dan sampai sekarang masih aktif membantu program keluarga berencana nasional yang dikoordinir oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, 2004).


(31)

Pada tahun 1970 berdiri BKKBN merupakan lembaga pemerintah yang bertanggung jawab mengenai pelaksanaan program KB di Indonesia. Fungsi BKKBN antara lain adalah sebagai pengkoordinasi, perencana, perumus kebijakan, pengawas, pelaksana dan evaluasi.

Program Keluarga Berencana adalah suatu program yang dimaksudkan untuk membantu para pasangan dan perorangan dalam mencapai tujuan reproduksi, mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan mengurangi insidens kehamilan beresiko tinggi, kesakitan dan kematian, membuat pelayanan yang bermutu, terjangkau, diterima dan mudah diperoleh bagi semua orang yang membutuhkan, meningkatkan mutu nasehat komunikasi, edukasi, konseling dan pelayanan, meningkatkan partisipasi dan tanggung jawab pria dalam praktik KB, dan meningkatkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) untuk menjarangkan kehamilan (BKKBN, 2007).

2.1.2. Pengertian KB

Keluarga Berencana menurut WHO (World Health Organization) adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami isteri untuk (BKKBN, 2001): a. Mendapatkan objektif - objektif tertentu.

b. Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan. c. Mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan. d. Mengatur interval di antara kelahiran.

e. Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami isteri. f. Menentukan jumlah anak dalam keluarga.


(32)

Sasaran utama dari pelayanan KB adalah Pasangan Usia Subur (PUS). Pelayanan KB diberikan di berbagai unit pelayanan baik oleh pemerintah maupun swasta dari tingkat desa hingga tingkat kota dengan kompetensi yang sangat bervariasi. Pemberi layanan KB antara lain adalah Rumah Sakit, Puskesmas, dokter praktek swasta, bidan praktek swasta dan bidan desa.

Jenis alat/obat kontrasepsi antara lain kondom, pil KB, suntik KB, IUD, implant, vasektomi, dan tubektomi. Untuk jenis pelayanan KB jenis kondom dapat diperoleh langsung dari apotek atau toko obat, pos layanan KB dan kader desa. Kontrasepsi suntik KB sering dilakukan oleh bidan dan dokter sedangkan kontrasepsi jenis, IUD, implant dan vasektomi/tubektomi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih dan berkompeten (BKKBN, 2001).

2.1.3. Tujuan KB

Kebijakan Keluarga Berencana (KB) bertujuan untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk melalui usaha penurunan tingkat kelahiran. Kebijakan KB ini bersama-sama dengan usaha-usaha pembangunan yang lain selanjutnya akan meningkatkan kesejahteraan keluarga. Upaya menurunkan tingkat kelahiran dilakukan dengan mengajak pasangan usia subur (PUS) untuk berkeluarga berencana. Sementara itu penduduk yang belum memasuki usia subur (Pra-PUS) diberikan pemahaman dan pengertian mengenai keluarga berencana.

Untuk menunjang dan mempercepat pencapaian tujuan pembangunan KB telah ditetapkan beberapa kebijakan, yaitu perluasan jangkauan, pembinaan terhadap peserta KB agar secara terus menerus memakai alat kontrasepsi, pelembagaan dan


(33)

pembudayaan NKKBS serta peningkatan keterpaduan pelaksanaan keluarga berencana. Selanjutnya untuk mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut terus dimantapkan usaha-usaha operasional dalam bentuk upaya pemerataan pelayanan KB, peningkatan kualitas baik tenaga, maupun sarana pelayanan KB, penggalangan kemandirian, peningkatan peran serta generasi muda, dan pemantapan pelaksanaan program di lapangan (BKKBN, 2001).

2.1.4. Visi dan Misi KB

Visi KB berdasarkan paradigma baru program Keluarga Berencana Nasional adalah untuk mewujudkan ”Keluarga berkualitas tahun 2015”. Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggungjawab, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Visi “Keluarga berkualitas 2015″ dijabarkan dalam salah satu misinya ke dalam peningkatan kualitas pelayanan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (BKKBN, 2001).

2.2. Kontrasepsi

2.2.1. Pengertian Kontrasepsi

Kontrasepsi adalah penggunaan alat-alat atau cara-cara untuk mencegah terjadinya kehamilan atau memperkecil kemungkinan terjadinya pembuahan (konsepsi) setelah coitus. Ciri-ciri kontrasepsi ideal harus memiliki syarat berdaya guna, murah, aman, mudah didapat, ideal, dan lama kerjanya dapat diatur menurut kebutuhan, efek samping dan cara penggunaan sederhana, dapat diterima pasangan


(34)

suami istri, tidak mengganggu hubungan dan pemakaiannya dapat dipercaya (Prawiroharjo, 2006).

Dahulu kala pada abad sebelum Masehi, Hipocrates pernah menganjurkan wanita-wanita yang terlambat haid dan kebanyakan anak untuk bekerja lebih keras atau olah raga lebih berat lagi agar mereka mendapat haid lagi. Ada yang mengatakan bahwa abortus atau pengguguran kandungan mungkin merupakan alat kontrasepsi tertua di dunia ini, tetapi abortus ini oleh pandangan agama apa pun tidak dibenarkan dan di anggap berdosa bagi mereka yang melakukan tindakan pengguguran ini, bahkan undang-undang di beberapa negara pun menganggap bahwa perbuatan ini adalah ilegal dan bagi pelakunya dikenakan sanksi hukum (Hellboy, 2008).

2.2.2. Jenis-Jenis Kontrasepsi

Memilih alat kontrasepsi berdasarkan pertimbangan sebagai berikut (Yuwielueninet, 2008):

a. Efektifitasnya tinggi

b. Tidak menimbulkan efek samping

c. Daya kerjanya dapat diatur sesuai kebutuhan

d. Tidak menimbulkan gangguan sewaktu melakukan hubungan seksual e. Mudah digunakan

f. Harganya terjangkau

Hampir semua pasangan suami-istri memerlukan perencanaan kehamilan dan sekaligus membatasi jumlah anak. Karena itu, kontrasepsi dibutuhkan. Alasan penggunaan kontrasepsi bisa macam-macam, dari menunda kehamilan, menjarangkan


(35)

jarak kehamilan, sampai menyetop kehamilan, masing-masing pasangan punya alasan. Mungkin karena urusan sekolah, pekerjaan, usia, kesehatan dan segala macam. Bisa juga karena sudah memiliki anak dan hendak menunda kehamilan berikutnya. Atau, ingin berhenti karena anak sudah banyak.

Seperti kita tahu, ada begitu banyak alat kontrasepsi. Secara garis besar, kontrasepsi itu dibagi dalam tiga bagian besar yaitu kontrasepsi mekanik, hormonal, dan kontrasepsi mantap (Yuwielueninet, 2008).

a. Kontrasepsi mekanik

Dinamakan mekanik karena sifatnya sebagai pelindung. Maksudnya, kontrasepsi ini mencegah bertemunya sperma dan sel telur dalam rahim. Ada beberapa kontrasepsi yang termasuk dalam golongan mekanik ini, yaitu kondom dan diafragma.

1) Kondom

Dulu kondom terbuat dari kulit atau usus binatang. Setiap akan digunakan direndam dulu. Kemudian terbuat dari linen. Kini kondom terbuat dari bahan karet yang tipis dan elastis. Bentuknya seperti kantong. Fungsi kondom sebenarnya untuk menampung sperma sehingga tidak masuk ke dalam vagina. Perlindungan tersebut efektif 90 persen. Terlebih jika dipakai bersama dengan spermisida (pembunuh sperma). Rata-rata, dari 100 pasangan dalam setahun, sekitar 4 wanita yang hamil. Kondom harganya murah, mudah didapat, tidak perlu resep dokter, tidak perlu pengawasan dan juga bisa mencegah penularan penyakit kelamin. Tapi tidak selalu cocok terutama jika


(36)

pemakai alergi terhadap bahan karet. Dan mungkin saja terjadi kebocoran, karena bahannya yang sangat tipis.

2) Diafragma

Kontrasepsi wanita yang mirip kondom. Bentuknya seperti topi yang menutupi mulut rahim. Terbuat dari bahan karet dan agak tebal. Kontrasepsi ini dimasukkan ke dalam vagina, semacam sekat yang dapat mencegah masuknya sperma ke dalam rahim. Diafragma digunakan jika akan berhubungan seksual. Setelah itu bisa dilepas lagi atau tetap pada tempatnya. Karena bahannya lebih tebal dari kondom, kontrasepsi ini tidak mungkin bocor.

3) Alat kontrasepsi dalam rahim

Alat kontrasepsi dalam rahim/AKDR/IUD lebih dikenal dengan nama spiral. Berbentuk alat kecil dan banyak macamnya. Ada yang terbuat dari plastik seperti bentuk huruf S (Lippes Loop). Ada pula yang terbuat dari logam tembaga berbentuk seperti angka tujuh (Copper Seven) dan mirip huruf T (Copper T). Selain itu, ada berbentuk sepatu kuda (Multiload). Yang paling terkenal Copper T dan Multiload. Kontrasepsi tersebut jadi pilihan karena kenyamanannya. Modifikasi terbaru Copper T, yaitu Nova T memiliki keunggulan lebih lembut. Alat kontrasepsi ini dimasukkan ke dalam rahim oleh dokter dengan bantuan alat. Benda asing dalam rahim ini akan menimbulkan reaksi yang dapat mencegah bersarangnya sel telur yang telah


(37)

dibuahi di dalam rahim. Alat ini bisa bertahan dalam rahim selama 2-5 tahun, tergantung jenisnya dan dapat dibuka sebelum waktunya jika ingin hamil lagi.

Sebagai pemakai, bisa dilakukan pemeriksaan sendiri keberadaan alat tersebut. Caranya dengan meraba benang alat kontrasepsi tersebut di mulut rahim. Seandainya Anda sudah melakukan pemasangan kontrasepsi ini, jangan lupa melakukan pemeriksaan ulang. Apakah itu 2 minggu sekali, 1-2 bulan sekali, atau setiap enam bulan sampai satu tahun setelah pemasangan. Pemakaian kontrasepsi tanpa bahan aktif tembaga (copper) dapat terus berlangsung sampai menjelang menopause. Sedangkan kontrasepsi dengan bahan aktif tembaga, 3-4 tahun harus diganti. Yang perlu diingat kontrasepsi ini bukanlah alat yang sempurna. Masih ada kekurangannya. Misalnya, kehamilan bisa tetap terjadi, perdarahan, atau infeksi. Mungkin akibat benang dari alat tersebut dapat merangsang mulut rahim sehingga menimbulkan perlukaan dan mengganggu dalam hubungan seksual. Pemakaian AKDR juga membuat kita lebih mudah keputihan. Karena itu sebaiknya kontrasepsi ini tidak digunakan jika terdapat infeksi genetalia atau perdarahan yang tidak jelas. Keuntungannya, alat ini bisa dipakai untuk jangka panjang. Bahkan sama sekali tidak mengganggu produksi ASI, jika ibu sedang menyusui. Efektifitas pemakaian kontrasepsi dalam rahim ini, dari seribu pasangan, sekitar 5 wanita dalam setahun akan hamil.


(38)

4) Spermisida

Kontrasepsi ini merupakan senyawa kimia yang dapat melumpuhkan sampai membunuh sperma. Bentuknya bisa busa, jeli, krim, tablet vagina, tablet, atau aerosol. Sebelum melakukan hubungan seksual, alat ini dimasukkan ke dalam vagina. Setelah kira-kira 5-10 menit hubungan seksual dapat dilakukan. Penggunaan spermisida ini kurang efektif bila tidak dikombinasi dengan alat lain, seperti kondom atau diafragma. Dari 100 pasangan dalam setahun, ada 3 wanita yang hamil. Tapi karena sering salah dalam pemakaiannya, bisa terjadi sampai 30 kehamilan.

Banyak wanita merasa tak nyaman menggunakan spermasida. Keluhannya, tidak enak dan timbul alergi. Selain itu, pemakaiannya agak merepotkan menjelang hubungan senggama. Pasangan pun sulit mencapai kepuasan (Prawirohardjo, 2006).

b. Kontrasepsi hormonal

Kontrasepsi ini menggunakan hormon, dari progesteron sampai kombinasi estrogen dan progesteron. Penggunaan kontrasepsi ini dilakukan dalam bentuk pil, suntikan, atau susuk (Prawirohardjo, 2006). Pada prinsipnya, mekanisme kerja hormon progesteron adalah mencegah pengeluaran sel telur dari indung telur, mengentalkan cairan di leher rahim sehingga sulit ditembus sperma, membuat lapisan dalam rahim menjadi tipis dan tidak layak untuk tumbuhnya hasil konsepsi, saluran telur jalannya jadi lambat sehingga mengganggu saat bertemunya sperma dan sel telur.


(39)

1) Pil atau tablet

Pil bertujuan meningkatkan efektifitas, mengurangi efek samping, dan meminimalkan keluhan. Sebagian besar wanita dapat menerima kontrasepsi ini tanpa kesulitan. Di Indonesia, jenis ini menduduki jumlah kedua terbanyak dipakai setelah suntikan. Pil ini tersedia dalam berbagai variasi. Ada yang hanya mengandung hormon progesteron saja, ada pula kombinasi antara hormon progesteron dan estrogen. Cara menggunakannya, diminum setiap hari secara teratur. Ada dua cara meminumnya yaitu sistem 28 dan sistem 22/21. Untuk sistem 28, pil diminum terus tanpa pernah berhenti (21 tablet pil kombinasi dan 7 tablet plasebo). Sedangkan sistem 22/21, minum pil terus-menerus, kemudian dihentikan selama 7-8 hari untuk mendapat kesempatan menstruasi. Jadi, dibuat dengan pola pengaturan haid (sekuensial).

Pada setiap pil terdapat perbandingan kekuatan estrogenik atau progesterogenik, melalui penilaian pola menstruasi. Wanita yang menstruasi kurang dari 4 hari memerlukan pil KB dengan efek estrogen tinggi. Sedangkan wanita dengan haid lebih dari 6 hari memerlukan pil dengan efek estrogen rendah. Sifat khas kontrasepsi hormonal yang berkomponen estrogen menyebabkan mudah tersinggung, tegang, berat badan bertambah, menimbulkan nyeri kepala, perdarahan banyak saat menstruasi, Sedangkan yang berkomponen progesteron menyebabkan payudara tegang, menstruasi berkurang, kaki dan tangan sering kram, liang senggama kering. Penggunaan pil secara teratur dan dalam waktu panjang dapat menekan fungsi ovarium.


(40)

Kerugian lainnya, mungkin berat badan bertambah, juga rasa mual sampai muntah, pusing, mudah lupa, dan ada bercak di kulit wajah seperti flek hitam. Juga dapat memengaruhi fungsi hati dan ginjal. Kecuali itu, kandungan hormon estrogen dapat mengganggu produksi ASI. Keuntungannya, pil ini dapat meningkatkan libido, sekaligus untuk pengobatan penyakit endometriosis. Haid menjadi teratur, mengurangi nyeri haid, dan mengatur keluarnya darah haid. Efektifitas penggunaan pil ini 95-98 persen. Jadi, ada sekitar 7 wanita yang hamil dari 1.000 pasangan dalam setahun.

2) Suntikan

Kontrasepsi suntikan mengandung hormon sintetik. Penyuntikan ini dilakukan 2-3 kali dalam sebulan. Suntikan setiap 3 bulan (Depoprovera), setiap 10 minggu (Norigest), dan setiap bulan (Cyclofem). Salah satu keuntungan suntikan adalah tidak mengganggu produksi ASI. Pemakaian hormon ini juga bisa mengurangi rasa nyeri dan darah haid yang keluar. Sayangnya, bisa membuat badan jadi gemuk karena nafsu makan meningkat. Kemudian lapisan dari lendir rahim menjadi tipis sehingga haid sedikit, bercak atau tidak haid sama sekali. Perdarahan tidak menentu. Tingkat kegagalannya hanya 3-5 wanita hamil dari setiap 1.000 pasangan dalam setahun.

3) Susuk

Disebut alat kontrasepsi bawah kulit, karena dipasang di bawah kulit pada lengan kiri atas. Bentuknya semacam tabung-tabung kecil atau pembungkus silastik (plastik berongga) dan ukurannya sebesar batang korek


(41)

api. Susuk dipasang seperti kipas dengan enam buah kapsul. Kini sedang diuji coba susuk satu kapsul implanon. Di dalamnya berisi zat aktif berupa hormon atau levonorgestrel. Susuk tersebut akan mengeluarkan hormon tersebut sedikit demi sedikit. Jadi, konsep kerjanya menghalangi terjadinya ovulasi dan menghalangi migrasi sperma (Prawirohardjo, 2006). Pemakaian susuk dapat diganti setiap 5 tahun (Norplant) dan 3 tahun (Implanon). Sekarang ada pula yang diganti setiap tahun. Penggunaan kontrasepsi ini biayanya ringan. Pencabutan bisa dilakukan sebelum waktunya jika memang ingin hamil lagi. Efektifitasnya, dari 10.000 pasangan, ada 4 wanita yang hamil dalam setahun.

Efek sampingnya berupa gangguan menstruasi, haid tidak teratur, bercak atau tidak haid sama sekali. Kecuali itu bisa menyebabkan kegemukan, ketegangan payudara, dan liang senggama terasa kering. Kendala lainnya dalam pencabutan susuk yaitu sulit dikeluarkan karena mungkin waktu pemasangannya terlalu dalam. Hal tersebut dapat menimbulkan infeksi.

c. Kontrasepsi mantap

Dipilih dengan alasan sudah merasa cukup dengan jumlah anak yang dimiliki. Caranya, suami-istri dioperasi (vasektomi untuk pria dan tubektomi untuk wanita). Tindakan dilakukan pada saluran bibit pada pria dan saluran telur pada wanita, sehingga pasangan tersebut tidak akan mendapat keturunan lagi (Manuaba, 2006).


(42)

d. Aman bagi pasangan baru menikah

Pasangan yang baru menikah dan belum berencana mempunyai anak, sebaiknya menggunakan metode sederhana untuk menunda kehamilan (Yuwielueninet, 2008).

1) Kondom

Sperma yang keluar akan ditampung oleh kondom, sehingga tidak masuk ke dalam rahim. Kegagalan mungkin saja terjadi. Biasanya karena kondom robek dan bocor.

2) Pantang Berkala

Untuk menghindari kehamilan, lakukan hubungan intim hanya saat istri dalam masa tidak subur. Ini bisa dilakukan pada pasangan yang istrinya mempunyai siklus haid teratur. Kerjasama dan pengertian suami sangat dibutuhkan dalam hal ini.

3) Senggama Terputus

Cara ini mungkin bisa menghindari kehamilan. Konsepnya, mengeluarkan alat kelamin menjelang terjadinya ejakulasi. Cuma, cara ini memang agak mengganggu kepuasan kedua belah pihak. Tingkat kegagalannya cukup tinggi, 30-35 persen. Ini lebih disebabkan suami tidak bisa mengontrol, sehingga sperma tetap saja tertumpah di mulut rahim dan tetap bisa masuk vagina mengakibatkan kehamilan.


(43)

2.3. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penerimaan Pemakaian Kontrasepsi

Faktor yang berhubungan dengan pemilihan pemakaian alat kontrasepsi, terlebih dahulu akan diuraikan tentang faktor-faktor yang berkontribusi atas perilaku kesehatan menurut beberapa ahli, diantaranya seperti menurut di bawah ini:

Menurut teori Green, dalam Notoatmodjo (2005) perilaku kesehatan seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: predisposing factor, enabling factor dan reinforcing factor. predisposing factor atau faktor yang memudahkan seperti: karakteristik, pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi. Enabling factor atau faktor yang memungkinkan seperti ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya : fasilitas dan petugas kesehatan. Untuk berprilaku sehat, Masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung. Reinforcing Factor atau faktor pendorong seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, keluarga, suami, teman.

Menurut Berthrand (1980) perilaku kesehatan berperan dalam menentukan keikutsertaan akseptor dalam keluarga berencana. Berthrand menyatakan bahwa ada tiga faktor yang berhubungan dengan sikap dan penggunaan alat kontrasepsi atau KB yaitu : faktor sosio demografi, faktor sosio psikologis, dan faktor pemberi pelayanan


(44)

1. Faktor sosio demografi

Penerimaan KB lebih banyak pada mereka yang memiliki standard hidup yang lebih tinggi. Indikator status sosio-ekonomi termasuk pendidikan yang dicapai, pendapatan keluarga dan status pekerjaan, jenis rumah, gizi.

Beberapa faktor demografi tertentu juga memengaruhi penerimaan KB di beberapa negara, misalnya di banyak negara-negara sedang berkembang, penggunaan kontrasepsi lebih banyak pada wanita yang berumur akhir 20-30 tahun yang sudah memiliki anak tiga atau lebih. Faktor sosial lain yang juga memengaruhi adalah suku dan agama.

2. Faktor sosial-psikologi

Sikap dan keyakinan merupakan kunci penerimaan KB, banyak sikap yang dapat menghalangi KB. Beberapa faktor sosio-psikologis yang penting antara lain adalah ukuran keluarga ideal, pentingnya nilai anak laki-laki, sikap terhadap KB, komunikasi suami isteri terhadap kematian anak. Sikap dan kepercayaan tersebut perlu untuk mencegah isu yang berhubungan termasuk segi pelayanan dan efek samping alat kontrasepsi.

3. Faktor yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan

Program komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) merupakan salah satu faktor praktis yang dapat diukur bila pelayanan KB tidak tersedia. Beberapa faktor yang berhubungan dengan pelayanan KB antara lain keterlibatan dalam kegiatan yang berhubungan dengan KB, pengetahuan tentang sumber kontrasepsi, jarak ke pusat pelayanan dan keterlibatan dengan media massa.


(45)

Gambar 2.1. Skema Faktor yang Memengaruhi Pemakaian Kontrasepsi Menurut Berthrand

Sumber : Berthrand (1980) a. Pendidikan b. Pendapatan c. Status pekerjaan d. Perumahan e. Status gizi f. Umur g. Suku h. Agama

Faktor sosio-demografi

Faktor sosio-psikologi a. Ukuran keluarga ideal

Pentingnya nilai anak laki-laki b. Sikap terhadap KB

c. Komunikasi suami-istri

d. Persepsi terhadap kematian anak Faktor yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan

a. Keterlibatan dalam kegiatan yang berhubungan dengan KB

b. Pengetahuan tentang kontrasepsi c. Jarak ke pusat pelayanan

d. Paparan dengan media massa


(46)

2.4. Determinan Perilaku Terkait Penelitian 2.4.1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor) a. Umur

Masa kehamilan reproduksi wanita pada dasarnya dapat dibagi dalam tiga periode, yakni kurun reproduksi muda (15-19 tahun), kurun reproduksi sehat (20-35 tahun), dan kurun waktu reproduksi tua (36-45 tahun). Pembagian ini didasarkan atas data epidemiologi bahwa risiko kehamilan dan persalinan baik bagi ibu maupun bagi anak lebih tinggi pada usia kurang dari 20 tahun, paling rendah pada usia 20-35 tahun dan meningkat lagi secara tajam lebih dari 35 tahun. Jenis kontrasepsi yang sebaiknya dipakai disesuaikan dengan tahap masa reproduksi tersebut (Siswosudarmo, 2001).

Sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2003) yang mengatakan bahwa umur merupakan salah satu faktor yang memengaruhi perilaku seseorang termasuk dalam pemakaian alat kontrasepsi. Mereka yang berumur tua mempunyai peluang lebih kecil untuk menggunakan alat kontrasepsi dibandingkan dengan yang muda.

Di Cina sekitar 69% PUS kelompok usia 15-49 tahun menggunakan kontrasepsi, dan sekitar 50% dari jumlah tersebut menggunakan AKDR. Pada kalangan wanita lebih muda AKDR lebih populer, selebihnya menggunakan alat kontrasepsi yang lain (Dudlay, 1986).

Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Dang di Vietnam dalam Mutiara (1998) bahwa ada hubungan yang kuat antara umur dengan penggunaan kontrasepsi. Wanita yang berumur < 20 tahun kemungkinan untuk menggunakan kontrasepsi sebesar 0,73 kali dibandingkan dengan yang berumur 40 tahun. Sementara wanita


(47)

yang berumur 30-34 tahun dan 35-39 tahun kemungkinannya untuk menggunakan kontrasepsi hanya sekitar 0,15% dan 0,38%. Ini menunjukkan bahwa ada penurunan penggunaan kontrasepsi pada kelompok wanita yang lebih tua.

b. Pendidikan

Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan (praktik) untuk memelihara (mengatasi masalah-masalah), dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh pendidikan kesehatan ini didasarkan kepada pengetahuan dan kesadaran melalui proses pembelajaran (Notoatmodjo, 2005).

Pendidikan mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat pemakaian kontrasepsi. Berkaitan dengan informasi yang mereka terima dan kebutuhan untuk menunda atau membatasi jumlah anak. Wanita yang berpendidikan kecendrungan lebih sadar untuk menerima program KB.

c. Jumlah Anak

Mantra (2006) mengatakan bahwa kemungkinan seorang isteri untuk menambah kelahiran tergantung kepada jumlah anak yang telah dilahirkannya. Seseorang isteri mungkin menggunakan alat kontrasepsi setelah mempunyai jumlah anak tertentu dan juga umur anak yang telah dilahirkannya. Seorang isteri mungkin menggunakan alat kontrasepsi setelah mempunyai jumlah anak melahirkan anak, maka akan semakin memiliki risiko kematian dalam persalinan. Hal ini berarti jumlah


(48)

anak akan sangat memengaruhi kesehatan ibu dan dapat meningkatkan tarif hidup keluarga secara maksimal.

Penelitian oleh Jennings (1970) yang menyatakan bahwa pengaruh budaya yang menempatkan anak sebagai simbol prestige dan jaminan keamanan pada usia tua mereka, mengakibatkan tingginya angka kelahiran di Afrika.

d. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoatmodjo, 2005).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengetahuan itu berasal dari kata tahu yang berarti: mengerti sesudah (melihat, mengalami). Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung, maupun dari pengalaman orang lain yang sampai kepadanya. Selain itu, dapat juga melalui media komunikasi, seperti: radio, televisi, majalah, atau surat kabar (Poerwadarminta, 1976).

2.4.1. Faktor Pemungkin (Enabling Factor)

a. Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan dan Ketersediaan Alat Kontrasepsi Menurut Manuaba (2006) faktor-faktor yang memengaruhi alasan pemilihan metode kontrasepsi diantaranya adalah tingkat ekonomi, pekerjaan dan tersedianya layanan kesehatan yang terjangkau. Adanya keterkaitan antara pendapatan dengan


(49)

kemampuan membayar bisa tergantung variabel non ekonomi dalam hal selera atau persepsi individu terhadap suatu barang dan jasa.

Ketersediaan alat terwujud dalam bentuk fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas atau sarana kesehatan (tempat pelayanan kontrasepsi). Untuk dapat digunakan, pertama kali suatu metode kontrasepsi harus tersedia dan mudah didapat. Promosi metode tersebut melalui media, melalui kontak langsung oleh petugas program KB, oleh dokter dan sebagainya dapat meningkatkan secara nyata pemilihan metode kontrasepsi. Memberikan konsultasi medis mungkin secara nyata pemilihan kontrasepsi. Memberikan konsultasi medis mungkin dapat dipertimbangkan sebagai salah satu upaya promosi. Disamping itu daya beli individu juga dipengaruhi oleh ada tidaknya subsidi dari pemerintah.

2.6.3. Faktor Pendorong (Reinforcing Factors) a. Dukungan Petugas Kesehatan

Untuk mengubah atau mendidik masyarakat seringkali diperlukan pengaruh dari tokoh-tokoh atau pemimpin masyarakat (community leaders), misalnya dalam masyarakat tertentu kata-kata tokoh masyarakat yang melibatkan ulama, seniman, ilmuwan, petugas kesehatan. Tergantung pada jenis masalah atau perubahan yang bersangkutan (Sarwono, 2001).

b. Dukungan Suami

Kaplan dalam Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga, termasuk suami memiliki beberapa fungsi dukungan yaitu:


(50)

a. Dukungan emosional

Suami sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan.

b. Dukungan informasional

Suami berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar) informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi.

c. Dukungan penilaian

Suami bertindak sebagai bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator identitas anggota keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan, perhatian

d. Dukungan instrumental

Suami merupakan seorang memberikan pertolongan atau bantuan secara langsung, bersifat fasilitas atau materi misalnya menyediakan fasilitas yang diperlukan, peralatan, meminjamkan uang, sarana pendukung lain dan termasuk di dalamnya memberikan peluang waktu.


(51)

2.5. Landasan Teori

Usia reproduksi perempuan pada umumnya adalah usia 15-49 tahun. Oleh karena itu untuk mengatur jumlah kelahiran atau menjarangkan kelahiran, wanita atau pasangan ini lebih diprioritaskan untuk menggunakan alat atau cara KB. Upaya untuk mencapai keberhasilan dalam menurunkan tingkat kelahiran ini diperlukan dukungan segenap warga masyarakat, faktor yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan Keluarga Berencana adalah umur, pendidikan, pengetahuan, kesadaran dan sikap dari setia pasangan usia subur untuk membatasi jumlah kelahiran, disamping hal tersebut masih ada masyarakat yang sulit menentukan pilihan kontrasepsi yang tersedia. Pemakaian alat kontrasepsi merupakan salah satu bentuk perilaku kesehatan.

Konsep umum yang dijadikan sebagai landasan teori adalah teori Green (2005) yang digunakan untuk menilai perilaku individu atau kelompok. Ada 3 (tiga) faktor yang memengaruhi individu untuk bertindak yaitu faktor predisposing (pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai-nilai, kebutuhan yang dirasakan, kemampuan dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat), faktor pendukung (tersedia sarana dan prasarana) dan faktor pendorong (petugas kesehatan).

Konsep tersebut dikombinasi dengan teori Berthrand (1980) faktor-faktor yang memengaruhi pemakaian kontrasepsi yaitu : faktor sosiodemografi (pendidikan, pendapatan, status pekerjaan, perumahan, status gizi, umur, suku, agama), faktor sosiopsikologis (ukuran keluarga ideal, pentingnya nilai anak laki-laki, sikap terhadap KB, persepsi terhadap kematian anak), faktor yang berhubungan dengan pelayanan


(52)

(keterlibatan dalam kegiatan yang berhubungan dengan KB, pengetahuan tentang kontrasepsi, jarak ke pusat pelayanan). Konsep dukungan sosial suami dengan teori Caplan dalam Friedmen (1998) yaitu : Dukungan emosional, dukungan informa-sional, dukungan penilaian, dukungan instrumental.

Gambar 2.2. Kerangka Teori Determinan Perilaku, Kelompok dan Komunitas Sumber: Lawrence Green (2005)

Faktor Pemungkin: 1. Ketersediaan sumber 2. Kemudahan untuk

mencapai sumber daya 3. Peraturan/Hukum 4. Ketrampilan

5. Ketersediaan waktu Faktor Pendorong: 1. Sikap dan perilaku

petugas kesehatan 2. Panutan

3. Pekerja 4. Teman

5. Pembuat keputusan

Perilaku dari Individu, Kelompok dan Komunitas Faktor Predisposisi:

1. Pengetahuan 1. Sikap

2. Kepercayaan 3. Nilai-nilai 4. Persepsi


(53)

2.6. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori tersebut, maka peneliti merumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

Variabel independen Variabel dependen

Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel independen dalam penelitian ini adalah faktor predisposisi (umur, pendidikan, jumlah anak, pengetahuan), faktor pemungkin (ketersediaan alat kontrasepsi dan keterjangkauan pelayanan kesehatan), faktor pendorong (dukungan petugas kesehatan dan dukungan suami), Variabel dependen pemakaian alat kontrasepsi.

Faktor Predisposisi : 1. Umur

2. Pendidikan 3. Jumlah Anak 4. Pengetahuan Faktor Pemungkin :

1. Ketersediaan alat kontrasepsi 2. Keterjangkauan pelayanan alat

kontrasepsi

Faktor Pendorong : 1. Dukungan petugas 2. Dukungan suami

Pemakaian Alat Kontrasepsi pada Wanita PUS


(54)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian digunakan adalah explanatory research, bertujuan untuk menjelaskan pengaruh antara faktor-faktor (umur, pendidikan, pengetahuan, jumlah anak, ketersediaan alat kontrasepsi, keterjangkauan pelayanan alat kontrasepsi, dukungan petugas, dukungan suami) terhadap pemakaian alat kontrasepsi pada wanita pasangan usia subur di wilayah kerja Puskesmas Kota Blangkejeren Gayo Lues.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kota Blangkejeren Gayo Lues. Alasan pemilihan lokasi penelitian ini adalah rendahnya cakupan KB pada PUS di wilayah kerja puskesmas tersebut. Selain itu, setelah dilakukan survei pendahuluan ternyata didapatkan beberapa faktor yang diduga memengaruhi ibu dalam pemakaian alat kontrasepsi seperti faktor dari dalam diri (karakteristik), faktor dari luar (ketersediaan alat, keterjangkauan pelayanan, dukungan petugas, dan dukungan suami)

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini berlangsung selama 8 bulan terhitung mulai bulan Januari sampai Agustus 2012.


(55)

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wanita pasangan usia subur di wilayah kerja Puskesmas Kota Blangkejeren Gayo Lues tahun 2012. Maka, berdasarkan data Puskesmas Kota Blangkejeren jumlah populasi pada penelitian ini adalah 556 orang wanita pasangan usia subur.

3.3.2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari wanita PUS diambil berdasarkan teknik tertentu dan mampu mewakili populasi atau bersifat representatif. Besar sampel diperoleh dengan menggunakan rumus Lemeshow (Hidayat, 2007) dapat diformulasikan yaitu:

{

(

)

(

)

}

(

)

2

2 1

1 /2 1 1

Po Pa Pa Pa Z Po Po Z n − − − + − −

= α β

Keterangan:

n = Besarnya sampel minimal Z1-α/2

Z

= Nilai normalitas tabel α 5% = 1,96 1-β

Po = Pemanfaatan kontrasepsi diharapkan = Nilai deviasi normal pada β 10% = 1,282 Pa = Proporsi pemanfaatan kontrasepsi kenyataan Perhitungan:

(

)

(

)

{

}

( )

2

2 1 , 0 87 , 0 . 13 , 0 28 , 1 77 , 0 . 23 , 0 96 , 1 + = n


(56)

Jadi, sampel pada penelitian ini adalah 126 orang wanita pasangan usia subur di wilayah kerja Puskesmas Kota Blangkejeren Gayo Lues tahun 2012

3.3.3. Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara sistematis (systematic sampling). Cara pengambilan sampel ini dilakukan dengan membagi jumlah populasi dengan sampel, yaitu 556/126 = 4,4. Jadi intervalnya adalah 4. Lalu dari urutan daftar populasi 1-4 dilakukan pengundian dan diperoleh angka 3, artinya populasi urutan ketiga adalah sampel pertama. Selanjutnya sampel urutan kedua adalah urutan ketiga ditambahkan dengan interval 4, yaitu tujuh. Begitu seterusnya sampai diperoleh sampel sebanyak 126 orang. Selanjutnya orang yang terpilih sebagai sampel akan dikunjungi untuk diwawancarai (Singarimbun, 1989).

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini meliputi dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder.

3.4.1. Data Primer

Data pada penelitian ini adalah data diperoleh dari responden (sampel) secara langsung melalui wawancara mengacu pada variabel akan di teliti melalui kuesioner telah disusun.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data diperoleh melalui pencatatan dari dokumen Puskesmas Kota Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues. Data diambil dari puskesmas


(57)

tersebut adalah data jumlah pengguna alat kontrasepsi, data cakupan KB, data jumlah PUS. Selain itu, untuk melengkapi data-data lainnya, mengenai karakteristik daerah secara umum dan khusus ke bidang kesehatan, data diambil dari Kantor Kecamatan Kota Blangkejeren dan Dinas Kesehatan Kabupaten Gayo Lues.

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas 3.4.3.1. Uji Validitas

Kuesioner determinan pemakaian alat kontrasepsi pada wanita PUS pemakaian alat kontrasepsi pada wanita usia subur di wilayah kerja Puskesmas Kota Blangkejeren telah disusun terlebih dahulu dilakukan uji coba sebelum dijadikan sebagai alat ukur penelitian bertujuan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas alat ukur. Uji coba kuesioner dilakukan terhadap 30 WUS di Kecamatan Blangpegayon Kabupaten Gayo Lues.

Uji validitas (Arikunto, 2010) bertujuan untuk mengetahui sejauh mana suatu ukuran atau nilai menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasi antara variabel atau item dengan skor total variabel menggunakan rumus teknik korelasi Pearson Product Moment (r), dengan ketentuan jika nilai r-hitung > r-tabel, maka dinyatakan valid dan sebaliknya. Nilai r-tabel untuk 30 responden diuji coba adalah sebesar 0,361. Ketentuan kuesioner dikatakan valid pada penelitian ini, jika :

1. Nilai r-hitung variabel ≥ 0,361 dikatakan valid. 2. Nilai r-hitung variabel < 0,361 dikatakan tidak valid.


(58)

Berdasarkan hasil uji validitas angket diperoleh hasil bahwa seluruh butir soal dinyatakan valid karena mempunyai nilai >0,361 dan nilai signifikan < 0,05, dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas Angket No.

Butir Soal

Validitas No.

Butir soAl

Validitas Harga

r-Sig.

hitung

Kepu-tusan

Harga

r-hitung Sig.

Kepu-tusan

Pengetahuan Dukungan Suami

1 0,753 0,000 Valid 1 0,725 0,000 Valid 2 0,786 0,000 Valid 2 0,704 0,000 Valid 3 0,769 0,000 Valid 3 0,793 0,000 Valid 4 0,528 0,030 Valid 4 0,824 0,000 Valid 5 0,642 0,002 Valid 5 0,726 0,000 Valid 6 0,713 0,000 Valid 6 0,758 0,000 Valid 7 0,641 0,002 Valid 7 0,604 0,005 Valid 8 0,863 0,000 Valid 8 0,725 0,000 Valid Ketersediaan Alat kontrasepsi 9 0,718 0,000 Valid 1 0,845 0,000 Valid 10 0,812 0,000 Valid 2 0,795 0,000 Valid 11 0,750 0,000 Valid

Keterjangkauan 12 0,721 0,000 Valid

1 0,766 0,000 Valid 2 0,787 0,000 Valid 3 0,722 0,000 Valid Dukungan Petugas Kesehatan

1 0,721 0,000 Valid 2 0,698 0,000 Valid 3 0,721 0,000 Valid 4 0,715 0,000 Valid 5 0,764 0,000 Valid 6 0,722 0,000 Valid 3.4.3.2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas dapat merupakan indeks menunjukkan sejauhmana suatu alat pengukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali


(59)

pengukuran, dengan ketentuan, jika nilai r-Alpha>r-tabel (0,600), maka dinyatakan reliabel. Nilai r-Alpha untuk penentuan reliabilitas adalah :

1. Nilai r-Alpha ≥ r-tabel (0,600) dikatakan reliabel 2. Nilai r-Alpha < r-tabel (0,600) dikatakan tidak reliabel.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa hasil uji reliabilitas data menunjukkan seluruh variabel yang diteliti dinyatakan reliabel karena mempunyai nilai >0,600. Hasil uji reliabilitas angket dapat dilihat pada Tabel 3.2. yaitu:

Tabel 3.2. Hasil Uji Reliabilitas Angket

No Variabel Cronbach’s

Alpha Hitung

Cronbach’s

Alpha Tabel Keputusan 1 2 3 4 5 Pengetahuan Ketersediaan Keterjangkauan

Dukungan Petugas kesehatan Dukungan suami 0,807 0,825 0,812 0,816 0,814 0,600 0,600 0,600 0,600 0,600 Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel 3.5. Variabel dan Definisi Operasional

Variabel bebas (independent variable) adalah faktor predisposisi (umur, pendidikan.

jumlah anak, pengetahuan), faktor pemungkin (ketersediaan alat kontrasepsi, keterjangkauan pelayanan alat kontrasepsi), dan faktor pendorong (dukungan petugas kesehatan dan

dukungan suami). sedangkan variabel terikat (dependent variable)

1.

adalah pemakaian alat kontrasepsi. Semua definisi variabel dalam penelitian ini dijelaskan di bawah ini :

Pemakaian alat kontrasepsi adalah realisasi responden untuk memakai atau tidak memakai alat kontrasepsi sebagai suatu cara atau metode untuk mencegah atau menjarangkan kehamilan untuk mengakhiri kesuburan.


(60)

2.

3.

Umur adalah jumlah tahun hidup responden pada saat wawancara dihitung dari ulang tahun terakhir (dibulatkan pada lebih mendekati).

4.

Pendidikan adalah jenjang sekolah formal tertinggi pernah ditempuh dan diselesaikan oleh responden dengan memperoleh tanda tamat belajar.

5.

Jumlah anak adalah banyaknya anak hidup dimiliki oleh responden pada saat penelitian.

6.

Pengetahuan adalah pengertian/pemahaman responden tentang alat kontrasepsi mencakup arti, tujuan/manfaat, jenis alat kontrasepsi, efek samping, jenis alat kontrasepsi cocok untuk ibu menyusui dan jenis alat kontrasepsi untuk laki-laki.

7.

Ketersediaan alat kontrasepsi adalah ada atau tidak adanya alat kontrasepsi di puskesmas dibutuhkan oleh responden sesuai dengan keinginannya.

8.

Keterjangkauan pelayanan alat kontrasepsi adalah kemudahan untuk mendapatkan akses terhadap pelayanan alat kontrasepsi dilihat dari segi jarak, waktu tempuh dan biaya dikeluarkan oleh responden.

9.

Dukungan petugas kesehatan adalah pendapat atau persepsi responden terhadap keterlibatan petugas kesehatan dalam memberikan informasi ataupun penjelasan lengkap tentang alat kontrasepsi.

Dukungan suami adalah bantuan yang diberikan oleh suami kepada isteri untuk memakai atau tidak memakai alat kontrasepsi sebagai suatu cara/metode mencegah, menjarangkan kehamilan atau pun untuk mengakhiri kesuburan. Dukungan suami dapat dibagi atas dukungan emosional, dukungan informasional, dukungan penilaian, dan dukungan instrumental.


(61)

3.6. Metode Pengukuran 3.6.1. Variabel Dependen

1. Pemakaian alat kontrasepsi adalah responden yang pada saat wawancara memakai atau tidak memakai alat kontrasepsi, dibagi menjadi 2 kategori:

0. Ya, jika responden memakai alat kontrasepsi

1. Tidak, jika responden tidak memakai alat kontrasepsi Skala : Ordinal

3.6.2. Variabel Independen

1. Umur, dikategorikan menjadi 2 kelompok berdasarkan konsep tinggi rendahnya risiko dihadapi oleh ibu pada waktu hamil dan bersalin (Manuaba, 2006).

0. 20-35 tahun 1. >35 tahun Skala : Ordinal

2. Pendidikan, berdasarkan Program Pendidikan Wajib Belajar 9 Tahun dikategorikan menjadi 3 kelompok yaitu:

0. Tinggi, jika ijazah terakhir minimal SMA, Diploma dan Perguruan Tinggi 1. Rendah, jika ijazah terakhir SD, SMP sederajat

Skala : Ordinal

3. Jumlah anak, dikelompokkan atas kategori berdasarkan tujuan program KB yaitu:

0. > 2 orang 1. ≤ 2 orang


(62)

Skala : Ordinal 4. Pengetahuan

Pengetahuan diukur dengan memberikan skor terhadap kuesioner dengan pemberian bobot (Singarimbun dan Efendy, 1989). Jumlah pertanyaan diajukan sebanyak 8 buah dan responden bisa menjawab lebih dari satu jawaban sesuai dengan pilihan telah tersedia. Masing-masing jawaban benar diberi nilai 1 dan jawaban tidak tahu diberi nilai 0, sehingga total skor maksimal adalah 8 dan skor minimal 0 (Arikunto, 2010). Skor total tersebut dikategorikan menjadi 2 yaitu : 0. Baik, apabila total skor responden 5-8

1. Kurang baik, apabila total skor responden 0-4 Skala : Ordinal

5. Ketersediaan alat kontrasepsi adalah

0. Lengkap, jika responden menjawab alat kontrasepsi selalu tersedia (lengkap) dan sesuai dengan keinginan.

1. kurang lengkap, jika responden menjawab alat kontrasepsi kurang lengkap dan tidak sesuai dengan keinginan.

Skala : Ordinal

6. Keterjangkauan pelayanan alat kontrasepsi

Keterjangkauan pelayanan alat kontrasepsi berdasarkan kriteria dibuat oleh BPS dalam mengelompokkan rata-rata jarak terdekat (km) dari rumah tangga ke fasilitas umum (BPS, 2007a), maka jarak dikategorikan sebagai berikut:


(63)

0.Dekat, jika jarak dari rumah ke puskesmas ≤ 2,5 km 1.Jauh, jika jarak dari rumah ke puskesmas > 2,5 km Skala : Ordinal

7. Dukungan petugas kesehatan

Untuk mengukur dukungan petugas kesehatan adalah dengan memberikan skor 1 untuk jawaban ‘Ya’ dan skor 0 untuk jawaban ‘Tidak’. Jumlah pertanyaan diajukan sebanyak 6 buah, sehingga total skor minimal adalah 0 dan skor maksimal 6. Skor total tersebut dikategorikan menjadi 2 yaitu

0. Baik, apabila mendapat skor 4-6.

1. Kurang baik, apabila mendapat skor 0-3 Skala : Ordinal

8. Dukungan suami dalam pemakaian alat kontrasepsi adalah dengan memberikan skor 0 untuk jawaban Ya dan skor 1 untuk jawaban Tidak. Jumlah pertanyaan diajukan sebanyak 12 item, sehingga total skor minimal 0 dan skor maksimal 12. Skor total tersebut dikategorikan menjadi 2 yaitu :

0. Baik, apabila mendapat skor 7-12 1. Kurang baik, apabila mendapat skor 0-6 Skala : Ordinal


(64)

3.7. Metode Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini mencakup: 1. Analisis univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang distribusi frekuensi masing-masing variabel independen meliputi faktor predisposisi, pemungkin dan pendorong serta variabel dependen yaitu pemakaian alat kontrasepsi.

2. Analisis bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk melihat sejauh mana hubungan variabel independen yaitu faktor predisposisi (umur, pendidikan istri, jumlah anak, pengetahuan). Faktor pemungkin (ketersediaan alat kontrasepsi dan keterjangkauan pelayanan alat kontrasepsi), faktor pendorong (dukungan petugas kesehatan dan dukungan suami) dengan variabel dependen (pemakaian alat kontrasepsi) dengan menggunakan uji chi square.

3. Analisis multivariat

Analisis multivariat adalah untuk melihat pengaruh antara variabel independen (faktor predisposisi, pemungkin dan pendorong) terhadap variabel dependen (pemakaian alat kontrasepsi) sehingga diketahui variabel independen dominan pengaruhnya terhadap variabel dependen dengan menggunakan regresi logistik ganda (multiple logistic regression).

Syarat untuk masuk ke dalam model pengujian multivariat adalah jika pada analisis bivariat variabel independen memiliki nilai p < 0,25.


(65)

Dalam uji regresi logistik ganda ini digunakan metode seleksi forward stepwise (conditional). Model persamaan regresi logistik ganda yang dapat digunakan untuk peramalan probabilitas individu untuk pemakaian alat kontrasepsi yaitu :

γi 

    

p p 1

= ln = β0 + β1x1 + ... βix Dimana : p = probabilitas ibu memakai alat kontrasepsi

i

p = ( ... )

1 1 0 1

1

i ix

x

e−β +β +β

+

βi x

= 0, 1, 2, ..., n adalah parameter model regresi logistik. i = 1, 2, 3, ..., n adalah variabel bebas yang diperhatikan


(66)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1. Keadaan Geografis

Kota Blangkejeren merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Gayo Lues, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Nagan Raya, Kabupaten Aceh Timur.

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara, Kabupaten Aceh Barat Daya.

3. Sebelah Timur berbatasan dengan Aceh Tamiang, Kabupaten Langkat (Provinsi Sumut).

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Aceh Barat Daya.

Luas daerah Kabupaten Gayo Lues 5 549,95 Km2 dan letak 96o 43’24” – 97o55’24” BT dan 3o40’26” – 4o

4.1.2. Fasilitas Pelayanan Kesehatan

16’55” LU dengan banyaknya Mukim 25 (Dua puluh lima) Mukim serta banyak Desa/Kelurahan 144 (Seratus empat puluh empat) Desa, Jumlah penduduk 24.994 jiwa dengan perincian laki-laki 12.400 jiwa dan perempuan 12.594 jiwa.

Kecamatan Blangkejeren memiliki 1 rumah sakit, 1 puskesmas rawat inap, 9 poskesdes, 5 pustu, 1 klinik bidan, 5 praktik dokter umum, 2 praktik dokter gigi, 1 praktik dokter penyakit dalam, 45 orang dukun beranak, 5 orang dokter umum, 1 orang dokter gigi, 20 orang bidan PNS, 22 orang bidan PTT, 18 orang perawat PNS, 12 orang perawat PTT daerah. Pencapaian Program KB 65%, pelayanan KB yang dilaksanakan di puskesmas kota Blangkejeren (1) Tercapainya tujuan informant choice, (2) Tersedianya alat dan obat-obatan di tempat pelayanan sesuai dengan prinsip dan pemberian secara rasional, (3) Tempat pelayanan yang memenuhi


(1)

dukungan petugas kesehatan * pemakaian alat kontrasepsi

Crosstab

pemakaian alat kontrasepsi

Total

ya tidak

dukungan petugas kesehatan

baik Count 38 10 48

% within dukungan petugas kesehatan

79.2% 20.8% 100.0%

% of Total 30.2% 7.9% 38.1%

kurang baik Count 45 33 78

% within dukungan petugas kesehatan

57.7% 42.3% 100.0%

% of Total 35.7% 26.2% 61.9%

Total Count 83 43 126

% within dukungan petugas kesehatan

65.9% 34.1% 100.0%

% of Total 65.9% 34.1% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 6.095a 1 .014

Continuity Correctionb 5.178 1 .023

Likelihood Ratio 6.348 1 .012

Fisher's Exact Test .020 .010

Linear-by-Linear Association 6.047 1 .014

N of Valid Cases 126

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.38. b. Computed only for a 2x2 table


(2)

dukungan suami * pemakaian alat kontrasepsi

Crosstab

pemakaian alat kontrasepsi

Total

ya tidak

dukungan suami

baik Count 46 3 49

% within dukungan suami 93.9% 6.1% 100.0%

% of Total 36.5% 2.4% 38.9%

kurang baik Count 37 40 77

% within dukungan suami 48.1% 51.9% 100.0%

% of Total 29.4% 31.7% 61.1%

Total Count 83 43 126

% within dukungan suami 65.9% 34.1% 100.0%

% of Total 65.9% 34.1% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 27.972a 1 .000

Continuity Correctionb 25.971 1 .000

Likelihood Ratio 32.553 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 27.750 1 .000

N of Valid Cases 126

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.72. b. Computed only for a 2x2 table


(3)

Regresi Logistik Ganda

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value

ya 0

tidak 1

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

Observed

Predicted pemakaian alat kontrasepsi

Percentage Correct

ya tidak

Step 0 pemakaian alat kontrasepsi ya 83 0 100.0

tidak 43 0 .0

Overall Percentage 65.9

a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant -.658 .188 12.250 1 .000 .518


(4)

Block 1: Method = Forward Stepwise (Conditional)

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 39.676 1 .000

Block 39.676 1 .000

Model 39.676 1 .000

Step 2 Step 24.749 1 .000

Block 64.425 2 .000

Model 64.425 2 .000

Step 3 Step 19.777 1 .000

Block 84.202 3 .000

Model 84.202 3 .000

Step 4 Step 7.631 1 .006

Block 91.833 4 .000

Model 91.833 4 .000

Step 5 Step 6.649 1 .010

Block 98.482 5 .000

Model 98.482 5 .000

Model Summary

Step -2 Log likelihood Cox & Snell R Square Nagelkerke R Square

1 122.076a .270 .374

2 97.327b .400 .554

3 77.550c .487 .674

4 69.919c .518 .716

5 63.271c .542 .750

a. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001.

b. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than .001.

c. Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by less than .001.


(5)

Classification Tablea

Observed

Predicted pemakaian alat kontrasepsi

Percentage Correct

ya tidak

Step 1 pemakaian alat kontrasepsi ya 61 22 73.5

tidak 7 36 83.7

Overall Percentage 77.0

Step 2 pemakaian alat kontrasepsi ya 73 10 88.0

tidak 10 33 76.7

Overall Percentage 84.1

Step 3 pemakaian alat kontrasepsi ya 81 2 97.6

tidak 16 27 62.8

Overall Percentage 85.7

Step 4 pemakaian alat kontrasepsi ya 75 8 90.4

tidak 5 38 88.4

Overall Percentage 89.7

Step 5 pemakaian alat kontrasepsi ya 81 2 97.6

tidak 11 32 74.4

Overall Percentage 89.7

a. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a j_anak 2.657 .482 30.376 1 .000 14.260 5.542 36.689

Constant -2.165 .399 29.432 1 .000 .115

Step 2b j_anak 2.691 .538 25.053 1 .000 14.741 5.140 42.277

duksu 2.847 .696 16.715 1 .000 17.238 4.403 67.491

Constant -4.282 .765 31.343 1 .000 .014

Step 3c pend 2.743 .732 14.061 1 .000 15.534 3.704 65.155

j_anak 3.385 .714 22.460 1 .000 29.509 7.278 119.642

duksu 3.164 .843 14.098 1 .000 23.662 4.537 123.392

Constant -6.735 1.302 26.767 1 .000 .001

Step 4d pend 2.941 .771 14.557 1 .000 18.931 4.179 85.752

j_anak 3.153 .729 18.706 1 .000 23.411 5.609 97.721

dukpet 1.676 .634 6.992 1 .008 5.343 1.543 18.503


(6)

Model if Term Removeda

Variable

Model Log Likelihood

Change in -2

Log Likelihood df

Sig. of the Change

Step 1 j_anak -82.305 42.535 1 .000

Step 2 j_anak -65.377 33.428 1 .000

duksu -62.064 26.802 1 .000

Step 3 pend -50.365 23.180 1 .000

j_anak -60.936 44.321 1 .000

duksu -51.300 25.051 1 .000

Step 4 pend -47.211 24.502 1 .000

j_anak -51.570 33.220 1 .000

dukpet -38.922 7.926 1 .005

duksu -46.876 23.833 1 .000

Step 5 pend -44.509 25.747 1 .000

j_anak -50.563 37.855 1 .000

penget -35.242 7.213 1 .007

dukpet -37.546 11.821 1 .001

duksu -43.805 24.339 1 .000

a. Based on conditional parameter estimates

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 1 Variables pend 21.553 1 .000

penget 8.117 1 .004

sedia 7.520 1 .006

jangkau 1.254 1 .263

duksu 22.980 1 .000

Overall Statistics 47.560 6 .000

Step 2 Variables pend 18.390 1 .000

penget 5.551 1 .018

sedia 6.431 1 .011

jangkau 1.146 1 .284

Overall Statistics 33.070 5 .000

Step 3 Variables penget 3.765 1 .052

sedia 3.760 1 .052

jangkau 1.026 1 .311

Overall Statistics 18.089 4 .001

Step 4 Variables penget 6.309 1 .012

sedia 1.962 1 .161

jangkau 2.229 1 .135

Overall Statistics 11.954 3 .008

Step 5 Variables sedia 2.578 1 .108

jangkau 1.996 1 .158