Pengaruh Umur, Paritas, Efek Samping dan Dukungan Suami terhadap Kelangsungan Pemakaian Alat Kontrasepsi dalam Rahim di Wilayah Kerja Puskesmas Kabanjahe Tahun 2013

(1)

PENGARUH UMUR, PARITAS, EFEK SAMPING DAN DUKUNGAN SUAMI TERHADAP KELANGSUNGAN PEMAKAIAN ALAT

KONTRASEPSI DALAM RAHIM DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABANJAHE

TAHUN 2013

TESIS

Oleh

MAHDALENA Br TARIGAN 117032209/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH UMUR, PARITAS, EFEK SAMPING DAN DUKUNGAN SUAMI TERHADAP KELANGSUNGAN PEMAKAIAN ALAT

KONTRASEPSI DALAM RAHIM DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABANJAHE

TAHUN 2013

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

MAHDALENA Br TARIGAN 117032209/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

(4)

Telah Diuji

pada Tanggal : 06 September 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D Anggota : 1. Asfriyati, S.K.M., M.Kes

2. dr. Yusniwarti Yusad, M.Si 3. Dra. Rabiatun Adaiyah, M.P.H.R


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH UMUR, PARITAS, EFEK SAMPING DAN DUKUNGAN SUAMI TERHADAP KELANGSUNGAN PEMAKAIAN ALAT

KONTRASEPSI DALAM RAHIM DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABANJAHE

TAHUN 2013

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2013

Mahdalena Br Tarigan 117032209/IKM


(6)

menggunakan AKDR dari peserta KB baru sebesar 13,2% . Hal ini berarti pencapaian AKDR masih dibawah target nasional yaitu 18%. Penelitian bertujuan untuk menganalisis pengaruh sosial demografi (umur, paritas, efek samping) dan dukungan suami terhadap pemakaian AKDR di wilayah kerja Puskesmas Kabanjahe Tahun 2013.

Jenis penelitian yang digunakan adalah survey explanatory, yang bersifat deskriptif dengan desain cross sectional. Populasi adalah seluruh ibu seluruh akseptor KB yang menggunakan AKDR di wilayah kerja Puskesmas Kabanjahe Kabupaten Karo sejak Tahun 2012 sebanyak 134 orang.. Sampel berjumlah 61 orang dengan tehnik simple random sampling. Analisa data dengan Chi Square dan Regresi Logistik Berganda.

Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 12 orang (19,7%) mengalami drop out. Paritas (p=0,009) dan efek samping (p=0,009), mempunyai pengaruh terhadap kelangsungan pemakaian AKDR. Nilai Percentage Correct menunjukkan variabel paritas dan efek samping menjelaskan variasi kelangsungan pemakaian AKDR sebesar 83,6%, sedangkan sisanya sebesar 16,4% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti dukugan petugas kesehtaan, pengetahuan, dan sikap

Diharapkan agar akseptor AKDR dapat berkonsultasi kepada petugas kesehatan yang mengalami efek samping dapat berkonsultasi kepada petugas kesehatan sehingga akseptor AKDR mendapat informasi yang lengkap tentang AKDR dan cara penanggulanga.n efek samping yang berlebihan sehingga akseptor AKDR tetap menggunakan AKDR sebagai alat kontrasepsi jangka panjang yang efektif dan efesien.


(7)

uterus) using AKDR are from the participants of a new KB (family planning). It indicates that 18% of the achievement of AKDR is still below the national target. The object of the research was to analyze the influence of social demography (age, parity, and side effect) and husbands’ support on the use of AKDR in the working area of Kabanjahe Puskesmas, in 2013.

The type of the research was an explanatory survey with descriptive and cross sectional design. The population was all 134 KB acceptors who used AKDR in the working area of Kabanjahe Puskesmas, Karo District since 2012. The samples consisted of 61 respondents, taken by simple random sampling technique. The data were analyzed by using chi square and multiple logistic regression tests.

The result of the research showed 12 respondents (19.7%) underwent drop out. Parity (p=0.009) and side effect (p=0.009) had the influence on the continuance of using AKDR. Percentage Correct value indicated that the variables of parity and side effect explained the variation of the continuance of using AKDR of 83.6%, while the rest (16.4%) was influenced by other factors, such as the support from health workers, knowledge, and attitude.

It is recommended that AKDR acceptors, especially those who undergo side effect, consult health workers so that they obtain complete information about AKDR and exaggerated handling of the side effect in order that they can use AKDR as effective and efficient long-term contraception devices.


(8)

berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Pengaruh Umur, Paritas, Efek Samping dan Dukungan Suami terhadap Kelangsungan Pemakaian Alat Kontrasepsi dalam Rahim di Wilayah Kerja Puskesmas Kabanjahe Tahun 2013.”

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(9)

waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

5. dr. Yusniwarti Yusat M.Si. dan Dra. Rabiatun Adaiyah, M.P.H.R selaku penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. Kepala Puskesmas Kabanjahe Kabupaten Karo beserta staf puskesmas yang telah berkenan memberikan izin untuk melakukan penelitian sehingga tesis ini selesai.

7. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Teristimewa buat suami Drs. Basingan Ginting beserta anak-anakku Cristianta Ginting, Putri Anjelina Br. Ginting yang selalu memberi doa, kasih sayang, motivasi dan berkorban baik moril maupun materil kepada penulis.

9. Ucapan terimakasih yang tulus saya tujukan kepada orang tua Ayahanda Alm. P. Tarigan dan Ibu P. Br. Saragih serta keluarga besar yang telah memberikan dukungan moril serta doa dan motivasi selama penulis menjalani pendidikan.


(10)

membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Oktober 2013 Penulis

Mahdalena Br Tarigan 117032209/IKM


(11)

dari pasangan Ayahanda Alm. P. Tarigan dan Ibunda P. Br. Saragih.

Pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar di Sekolah Dasar SD Masehi Delitua tamat Tahun 1982, Sekolah Menengah Pertama SMP N I Delitua tamat tahun 1985, SMA Karya Pembangunan Delitua tamat Tahun 1988. D-III Akper Depkes RI Medan tamat tahun 1991, D-IV Perawat Pendidik Universitas Sumatera Utara tamat tahun 2002.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2011.


(12)

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 11

1.3 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Hipotesis ... 11

1.5 Manfaat Penelitian ... 11

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1 Keluarga Berencana ... 13

2.1.1 Pengertian ... 13

2.1.2 Tujuan KB... 14

2.2 Kontrasepsi ... 15

2.2.1 Pengertian ... 15

2.2.2 Pembagian Kontrasepsi ... 16

2.2.3 Persyaratan Pemakaian Alat Kontrasepsi ... 16

2.2.4 Akseptor KB ... 16

2.2.5 Akseptor KB menurut Sasarannya ... 17

2.3 AKDR (Alat Kontrasepsi dalam Rahim) ... 19

2.3.1 Pengertian ... 19

2.3.2 Mekanisme Kerja ... 19

2.3.3 Jenis AKDR ... 19

2.3.4 Keuntungan Penggunaan AKDR ... 22

2.3.5 Kerugian Penggunaan AKDR ... 23

2.3.6 Komplikasi AKDR ... 23

2.3.7 Persyaratan Pemakaian AKDR ... 24

2.3.8 Penggunaan AKDR yang tidak Diperkenankan... 24

2.3.9 Waktu Pemasangan AKDR ... 25

2.4 KIE (Komunikasi Informasi Edukasi) ... 25

2.4.1 Konseling ... 26


(13)

2.6 Dukungan ... 37

2.6.1 Pengertian Dukungan Sosial ... 37

2.6.2 Bentuk-Bentuk Dukungan Sosial ... 39

2.6.3 Sumber Dukungan Sosial ... 41

2.6.4 Manfaat Dukungan Sosial... 42

2.6.5 Faktor yang Memengaruhi Dukungan Sosial ... 43

2.6.6 Komponen Dukungan Sosial ... 45

2.6.7 Dukungan suami... 47

2.7 Kerangka Konsep ... 50

BAB 3. METODE PENELITIAN... 51

3.1 Jenis Penelitian ... 51

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 51

3.3 Populasi dan Sampel ... 51

3.3.1 Populasi Penelitian ... 51

3.3.2 Sampel Penelitian ... 51

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 52

3.4.1 Data Primer ... 52

3.4.2 Data Sekunder ... 52

3.4.3 Uji Validitas ... 53

3.4.4 Uji Reliabilitas ... 53

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 55

3.5.1 Variabel Penelitian ... 55

3.5.2 Definisi Operasional ... 55

3.6 Metode Pengukuran ... 56

3.6.1 Pengukuran Variabel Terikat (Dependen) ... 56

3.6.2 Pengukuran Variabel Bebas (Independen) ... 56

3.7 Metode Analisis Data ... 57

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 59

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 59

4.2. Univariat ... 60

4.2.1 Umur Akseptor AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Kabanjahe ... 60

4.2.2 Paritas Akseptor AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Kabanjahe ... 61

4.2.3 Efek Samping Akseptor AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Kabanjahe ... 61


(14)

4.5.1 Hubungan Umur Akseptor AKDR dengan Kelangsungan

Pemakaian AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Kabanjahe .. 64

4.5.2 Hubungan Paritas Akseptor AKDR dengan Kelangsungan Pemakaian AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Kabanjahe .. 65

4.5.3 Hubungan Efek Samping Akseptor AKDR dengan Kelangsungan Pemakaian AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Kabanjahe ... 66

4.5.4 Hubungan Dukungan Suami Akseptor AKDR dengan Kelangsungan Pemakaian AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Kabanjahe ... 67

4.6. Multivariat... 67

BAB 5. PEMBAHASAN ... 70

5.1 Kelangsungan AKDR ... 70

5.2 Pengaruh Paritas terhadap Kelangsungan AKDR ... 71

5.3 Pengaruh Efek Samping terhadap Kelangsungan AKDR ... 72

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

6.1 Kesimpulan ... 75

6.2 Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 77 LAMPIRAN


(15)

2.1 Jenis dan Ukuran Lippes Loops ... 20 3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Butir Instrumen Variabel

Independen (efek samping) ... 54 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Butir Instrumen Variabel

Independen (Dukungan) ... 54 4.1. Distribusi Frekuensi Umur Akseptor AKDR di Wilayah Kerja

Puskesmas Kabanjahe ... 60 4.2. Distribusi Frekuensi Paritas Akseptor AKDR di Wilayah Kerja

Puskesmas Kabanjahe ... 61 4.3. Distribusi Frekuensi Efek Samping Akseptor AKDR di Wilayah

Kerja Puskesmas Kabanjahe... 61 4.4. Distribusi Frekuensi Efek Samping Katagori Akseptor AKDR di

Wilayah Kerja Puskesmas Kabanjahe... 62 4.5 Distribusi Frekuensi Dukungan Suami Akseptor AKDR di Wilayah

Kerja Puskesmas Kabanjahe... 63 4.6. Distribusi Frekuensi Dukungan Suami Akseptor Katagori AKDR di

Wilayah Kerja Puskesmas Kabanjahe... 64 4.7. Distribusi Frekuensi Kelangsungan Pemakaian AKDR di Wilayah

Kerja Puskesmas Kabanjahe... 64 4.8. Hubungan Umur dengan Kelangsungan Pemakaian AKDR di

Wilayah Kerja Puskesmas Kabanjahe... 65 4.9 Hubungan Paritas dengan Kelangsungan Pemakaian AKDR di

Wilayah Kerja Puskesmas Kabanjahe... 66 4.10. Hubungan Efek Samping dengan Kelangsungan Pemakaian AKDR di


(16)

(17)

(18)

1. Kuesioner Penelitian ... 82

2. Master Data ... 85

3. Hasil SPSS ... 87


(19)

menggunakan AKDR dari peserta KB baru sebesar 13,2% . Hal ini berarti pencapaian AKDR masih dibawah target nasional yaitu 18%. Penelitian bertujuan untuk menganalisis pengaruh sosial demografi (umur, paritas, efek samping) dan dukungan suami terhadap pemakaian AKDR di wilayah kerja Puskesmas Kabanjahe Tahun 2013.

Jenis penelitian yang digunakan adalah survey explanatory, yang bersifat deskriptif dengan desain cross sectional. Populasi adalah seluruh ibu seluruh akseptor KB yang menggunakan AKDR di wilayah kerja Puskesmas Kabanjahe Kabupaten Karo sejak Tahun 2012 sebanyak 134 orang.. Sampel berjumlah 61 orang dengan tehnik simple random sampling. Analisa data dengan Chi Square dan Regresi Logistik Berganda.

Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 12 orang (19,7%) mengalami drop out. Paritas (p=0,009) dan efek samping (p=0,009), mempunyai pengaruh terhadap kelangsungan pemakaian AKDR. Nilai Percentage Correct menunjukkan variabel paritas dan efek samping menjelaskan variasi kelangsungan pemakaian AKDR sebesar 83,6%, sedangkan sisanya sebesar 16,4% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti dukugan petugas kesehtaan, pengetahuan, dan sikap

Diharapkan agar akseptor AKDR dapat berkonsultasi kepada petugas kesehatan yang mengalami efek samping dapat berkonsultasi kepada petugas kesehatan sehingga akseptor AKDR mendapat informasi yang lengkap tentang AKDR dan cara penanggulanga.n efek samping yang berlebihan sehingga akseptor AKDR tetap menggunakan AKDR sebagai alat kontrasepsi jangka panjang yang efektif dan efesien.


(20)

uterus) using AKDR are from the participants of a new KB (family planning). It indicates that 18% of the achievement of AKDR is still below the national target. The object of the research was to analyze the influence of social demography (age, parity, and side effect) and husbands’ support on the use of AKDR in the working area of Kabanjahe Puskesmas, in 2013.

The type of the research was an explanatory survey with descriptive and cross sectional design. The population was all 134 KB acceptors who used AKDR in the working area of Kabanjahe Puskesmas, Karo District since 2012. The samples consisted of 61 respondents, taken by simple random sampling technique. The data were analyzed by using chi square and multiple logistic regression tests.

The result of the research showed 12 respondents (19.7%) underwent drop out. Parity (p=0.009) and side effect (p=0.009) had the influence on the continuance of using AKDR. Percentage Correct value indicated that the variables of parity and side effect explained the variation of the continuance of using AKDR of 83.6%, while the rest (16.4%) was influenced by other factors, such as the support from health workers, knowledge, and attitude.

It is recommended that AKDR acceptors, especially those who undergo side effect, consult health workers so that they obtain complete information about AKDR and exaggerated handling of the side effect in order that they can use AKDR as effective and efficient long-term contraception devices.


(21)

1.1.Latar Belakang

Dari tahun ke tahun jumlah penduduk Indonesia terus meningkat. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 adalah 237,6 juta jiwa. Menurut data Badan Pusat Statistik sosial didapatkan laju pertumbuhan penduduk (LPP) tahun 2000 2010 adalah 1,49% atau naik dibandingkan dekade sebelumnya, tahun 1990 2000 yaitu 1,45%. Menurut World Populations Data Sheet 2007, pada pertengahan tahun 2007, Indonesia adalah negara dengan penduduk terbanyak di antara negara negara anggota ASEAN lainnya dengan jumlah penduduk 231,6 juta jiwa. Dengan wilayah terluas, Indonesia selalu menempati rangking satu negara dengan jumlah penduduk tertinggi di ASEAN (Depkes, 2007).

Salah satu upaya pemerintah dalam mengendalikan jumlah penduduk adalah dengan melaksanakan program Keluarga Berencana (KB) bagi pasangan Usia Subur (PUS). Selain mengendalikan jumlah penduduk program KB juga bermanfaat untuk mewujudkan akses kesehatan reproduksi bagi semua pada tahun 2015 seperti yang tercantum dalam Millenium DevelopmentGoals (MDGs) 2015 indikator 5b (BkkbN, 2011).

Program keluarga berencana (KB) merupakan program yang dicanangkan pemerintah dengan tujuan mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui pengendalian


(22)

kelahiran dan pertumbuhan penduduk di Indonesia. Program KB di Indonesia telah diakui dunia keberhasilannya, namun beberapa tahun terakhir tampak mengalami kemunduran. Hal ini terlihat dari angka TFR (Total Fertility Rate) yang dicapai menurut hasil SDKI 2002 dan SDKI 2007 tetap pada angka 2,6 anak untuk setiap wanita (BKKBN, 2009).

Salah satu strategi dalam upaya menurunkan tingkat fertilitas adalah melalui penggunaan kontrasepsi. Namun tidak semua alat dan obat kontrasepsi memberikan tingkat efektivitas yang tinggi terhadap pencegahan kehamilan. Alat kontrasepsi yang memiliki efektivitas yang tinggi dalam mencegah kehamilan adalah kontrasepsi yang bersifat jangka panjang (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang/MKJP) yang terdiri dari AKDR (Alat Kontrasepsi dalam Rahim) /IUD (Intra Uterine Divice), implan, MOP (Metode Operasi Pria), dan MOW (Metode Operasi Wanita). Jumlah akseptor AKDR pada tahun 2012 di Propinsi Sumatera Utara sebanyak 191.345 orang terdiri dari peserta KB aktif sebanyak 160.152 orang dan peserta KB baru yaitu 31.193 orang. Hingga Desember 2012 jumlah peserta KB aktif AKDR yaitu 153.925 orang, sedangkan angka ketidakberlangsungan (dropout) sebanyak 37.420 orang (24,3%) (BKKBN Provinsi Sumatera Utara, 2013).

Berbagai upaya pemerintah telah dilakukan untuk peningkatan penggunaan konrasepsi IUD, diantaranya adalah dengan adanya kebijakan IUD gratis untuk seluruh PUS di seluruh provinsi di Indonesia (sejak tahun 2004), stok IUD cukup tersedia walau hanya IUD Cu T 380 A, pengalaman dalam pengelolaan program KB, tersedianya dukungan anggaran untuk IUD, tersedianya dana pelatihan medis teknis


(23)

bagi provider, tersedianya dana pelatihan KIP/K bagi provider, dan telah dikembangkan resize inserter IUD untuk program pemasangan IUD pasca persalinan (BKKBN, 2011).

AKDR merupakan kontrasepsi yang dimasukkan melalui serviks dan dipasang di dalam uterus. AKDR mencegah kehamilan dengan merusak kemampuan hidup sperma dan ovum karena adanya perubahan pada tuba dan cairan uterus. Efektifitas AKDR dalam mencegah kehamilan mencapai 98% sampai 100% bergantung pada jenis AKDR. AKDR terbaru seperti copper T 380o memiliki efekttivitas yang cukup tinggi bahkan selama 8 tahun penggunaan tidak ditemukan adanya kehamilan (Meilani dkk, 2010).

Di Indonesia jumlah peserta KB AKDR pada tahun 2009 hanya 0,043 % (43.184 PUS) dari jumlah peserta KB yaitu 1.003.015 PUS. Metode kontrasepsi AKDR belum dapat menarik akseptor untuk menggunakannya sebagai alat untuk menjarangkan kehamilan. Padahal metode kontrasepsi AKDR ini merupakan salah satu metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP), yang mempunyai efektifitas 0,6 - 0,8 kehamilan dari 100 perempuan dalam satu tahun pertama penggunaan (Musdalifah, 2010).

Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011 pengguna kontrasepsi AKDR mengalami penurunan. Hal ini terlihat dari data peserta KB baru yang menggunakan suntikan 48,20%, pil 27,95%, AKDR/IUD sebesar 6,55%, implan 8,02%, kondom 7,81%, MOW (Metode Operasi Wanita) 1,20% dan MOP (Metode Operasi Pria) 0,27%. Sedangkan persentase peserta KB aktif yang menggunakan


(24)

kontrasepsi suntikan 46,47%, pil 25,81%, AKDR/IUD 11,28%, implan 8,82%, MOW 3,49%, kondom 2,96% dan MOP 0,71%. Berdasarkan data tersebut diatas berarti penggunaan AKDR mengalami penurunan pada peserta KB baru dan peserta KB aktif.

Data Badan Koordinasi Keluarga Berencana ( BKKBN) menyebutkan kondisi pemilihan kontrasepsi saat ini yang berkaitan dengan kesetaraan dan keadilan gender dalam keluarga berencana 16% suami tidak setuju istri ber KB, namun suami tidak ingin menjadi peserta KB, suami masih dominan sebagai pengambil keputusan dalam keluarga berencana, lebih dari 60 persen penetapan jumlah anak diambil oleh suami, 28% bersama istri dan 10 persen ditentukan oleh istri (Maryatun, 2011).

Suami sebagai peserta KB baru 4,4 persen dari total peserta KB, hanya 4 persen pengguna alat kontrasepsi pria melakukan diskusi dengan istri, lebih dari 70 persen istri tidak mendukung suami menjadi peserta KB, lebih dari 70 persen pria di perkotaan dan di pedesaan berpendapat sebaiknya istri yang menjadi peserta KB, sebagian besar pria berpendapat partisipasi pria dalam ber KB cukup dengan memberikan dukungan kepada istri. Dukungan suami kepada istrinya untuk ber KB mencapai lebih dari 90 persen (Maryatun, 2011).

Menurut BKKBN (2007) pengambil keputusan untuk menjadi peserta KB masih didominasi suami. Dominasi ini dapat terjadi karena terbatasnya pengetahuan suami tentang KB dan kesehatan reproduksi serta anggapan yang salah bahwa suami pengambil keputusan dalam keluarga dan KB hanya merupakan urusan perempuan. Pentingnya pria terlibat dalam KB dan kesehatan reproduksi didasarkan bahwa pria


(25)

adalah mitra reproduksi dan seksual, sehingga sangat beralasan apabila pria dan wanita berbagi tanggung jawab dan peran secara seimbang untuk mencapai kepuasan kehidupan seksual dan berbagi beban untuk mencegah penyakit serta komplikasi kesehatan reproduksi (Maryatun, 2011).

Pria bertanggung jawab secara sosial dan ekonomi termasuk untuk anak-anaknya sehingga keterlibatan pria dalam keputusan reproduksi akan membentuk ikatan yang lebih kuat di antara mereka dan keturunannya. Pria secara nyata terlibat dalam fertilitas dan mereka mempunyai peranan yang penting dalam memutuskan kontrasepsi yang akan digunakan istrinya serta dukungan kepada pasangannya terhadap kehidupan reproduksinya sepreti saat melahirkan dan setelah melahirkan serta selama menyusui (Maryatun, 2011).

Pusat PAkses pria terhadap informasi dan pelayanan KB masih sangat terbatas

(hanya 39% pria tahu tentang vasektomi dan lebih dari 88% tahu tentang berbagai metode KB bagi wanita, serta menganggap KB sebagai urusan wanita). Kesenjangan gender merupakan suatu kondisi ketidakseimbangan hubungan antara pria dan wanita dalam pelaksanaan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi, sehingga salah satu pihak merasa dirugikan karena tidak dapat berpartisipasi dan memperoleh menfaat dari pelayanan tersebut. Ada tidaknya kesenjangan dalam KB. dan kesehatan reproduksi dapat dilakukan melalui proses analisis gender, antara lain dapat dilihat dari faktor akses (jangkauan), manfaat, partisipasi (keikutsertaan) serta pengambilan keputusan dan kesehatan reproduksi dapat dilakukan melalui proses analisis gender,


(26)

antara lain dapat dilihat dari faktor akses (jangkauan), manfaat, partisipasi (keikutsertaan) serta pengambilan keputusan (Indira, 2009).enelitian

Menurut BKKBN (2009) yang mengutip pendapat Bertrand tahun 1980 bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi penggunaan kontrasepsi adalah faktor sosio-demografi. Indikator yang termasuk ke dalam faktor sosio demografi ini adalah pendidikan, pendapatan keluarga, status pekerjaan, dan status gizi. Indikator lain adalah umur suku dan agama. Beberapa alasan akseptor berhenti memakai alat/cara KB yang terdapat di publikasi SDKI 2007 adalah hamil ketika memakai hal ini dapat disebut sebagai kegagalan pada pemakaian alat/cara KB, ingin hamil, suami tidak setuju, adanya efek samping yang terjadi karena pemasangan dan penggunaan alat/cara KB tidak sesuai dengan standar pelayanan dan aturan pemakaian sehingga terjadi efek samping dan masalah kesehatan.

Pertimbangan akseptor dalam menentukan pilihan jenis kontrasepsi tidak hanya karena terbatasnya metode yang tersedia, tetapi juga kurangnya pengetahuan tentang kesesuaian alat kontrasepsi dengan tujuan penggunaannya (kebutuhan), persyaratan dan keamanan metode kontrasepsi tersebut, tempat pelayanan dan kontraindikasi dan alat kontrasepsi yang bersangkutan. Pemahaman keluarga tentang kesehatan reproduksi termasuk pemilihan alat kontrasepsi dipengaruhi oleh pendidikan, pendapatan, pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, akses informasi dan ketersediaan pelayanan kesehatan, serta tingkat pemahaman kesehatan reproduksi (Indrawati, 2011).


(27)

Menurut Noviyanti (2007) mengenai beberapa faktor yang berhubungan dengan pemakaian alat kontrasepsi pada wanita di Kecamatan Tonjong Kabupaten Brebes menunjukkan ada hubungan umur, pendidikan, pengetahuan, komunikasi KB, ketersediaan alat kontrasepsi, keterjangkauan pelayanan, peran petugas, dengan pemakaian alat kontrasepsi.

Pengetahuan yang rendah menyebabkan wanita takut menggunakan alat kontrasepsi tersebut karena sebelumnya rumor kontrasepsi yang beredar di masyarakat. Pengetahuan yang baik terhadap metode kontrasepsi akan menumbuhkan sikap positif terhadap metode tersebut serta menimbulkan niat untuk menggunakannya. Wanita Indonesia yang tidak mau menggunakan IUD karena kurangnya sosialisasi dan pemberian informasi kepada masyarakat. Selain informasi, banyak hal yang terkait dengan pemakaian alat kontrasepsi baik dari sudut pandang ibu terhadap alat kontrasepsi tersebut maupun kualitas pelayanan KB, akses. Padahal, IUD secara teoritis merupakan cara kontrasepsi yang cukup ideal karena pada umumnya hanya memerlukan satu kali pemasangan, angka kegagalan kecil (0,6 - 0,8 per 100 kehamilan), cocok untuk semua umur, aman karena tidak mempunyai pengaruh sistemik yang beredar ke seluruh tubuh (pengaruh hanya satu tempat), tidak mempengaruhi isi, kelancaran ataupun kadar ASI (air susu ibu), mencegah kehamilan untuk jangka waktu yang cukup lama, sekali pasang untuk beberapa tahun (2-10 tahun), tidak perlu sering melakukan pemeriksaan ulang, dan kesuburan cepat kembali setelah dilepas (Indrawati, 2011).


(28)

Pengalaman penggunaan metode kontrasepsi, informasi dan keterangan yang diperoleh akseptor baik dari puskesmas,media massa dan media elektronik serta informasi dari akseptor lain yang juga telah menggunakan AKDR, menimbulkan suatu persepsi tersendiri pada akseptor tentang metode kontrasepsi AKDR itu sendiri. Persepsi adalah pengalaman seseorang terhadap objek peristiwa yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan suatu pesan (Marlinda, 2011).

Dukungan sosial keluarga mengacu kepada dukungan-dukungan sosial yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses atau diadakan untuk keluarga (dukungan sosial bisa atau tidak digunakan, tapi anggota keluarga memandang bahwa orangyang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Dukungan sosial keluarga dapat berupa dukungan keluarga internal, seperti dukungan dari suami dapat berupa persetujuan untuk menggunakan AKDR.

Menurut Asih dan Oesman (2009) menunjukkan bahwa pemakaian kontrasepsi MKJP di Indonesia masih relatif rendah. Hanya 18 persen dari pemakai kontrasepsi memilih kontrasepsi MKJP sebagai cara untuk mengatur kehamilan. Sebagian besar kontrasepsiMKJP digunakan oleh wanita yang berpendidikan rendah (SLTP ke bawah), berumur relatiftua (30 tahun atau lebih), bekerja, memiliki tingkat kesejahteraan tergolong mampu. Karakteristik lainnya adalah bertempat tinggal di perdesaan, memiliki anak masih hidup lebih dari dua, menginginkan anak lebih dari


(29)

dua dan pernah menggunakan cara KB sebelumnya. Karakteristik ini tidak berbeda jauh dengan peserta KB non-MKJP, maupun peserta KBumumnya (BKKBN, 2011).

Melalui penelitian studi di India oleh Narzary tahun 2009 menemukan bahwa determinan pemakaian kontrasepsi dipengaruhi oleh faktor sosio demografi yaitu jumlah anak masih hidup, pengetahuan semua metode KB modern, pendidikan, agama, kasta, keterpaparan pada media massa dan diskusi KB dengan suami (Sambosir, 2009).

Beberapa faktor-faktor lain yang mempengaruhi pemilihan jenis kontrasepsi seperti tingkat pendidikan, pengetahuan, kesejahteraan keluarga, dan dukungan dari suami. Faktor-faktor ini nantinya juga akan mempengaruhi keberhasilan program KB. (Kusumaningrum, 2009). Tingkat paritas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penggunaan AKDR. Semakin banyak jumlah anak yang telah dilahirkan semakin tinggi keinginan responden untuk membatasi kelahiran. Pada akhirnya hal ini akan mendorong responden untuk menggunakan AKDR (Dewi, 2012). Sedangkan menurut pendapat Widyawati (2008) bahwa pendidikan dengan penggunaan IUD menunjukkan hubungan yang signifikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan responden semakin kecil jumlah anak yang diinginkan, sehingga peluang responden untuk membatasi kelahiran semakin besar. Keadaan ini akan mendorong responden untuk membatasi kelahiran dengan menggunakan IUD. Pendidikan seseorang berhubungan dengan kesempatan seseorang menerima serta menyerap informasi sebanyak-banyaknya, termasuk informasi mengenai kesehatan reproduksi serta manfaat penggunaan metode kontrasepsi secara rasional Berbagai penelitian telah


(30)

membuktikan bahwa peningkatan pendidikan berpengaruh terhadap peningkatan penggunaan alat kontrasepsi. Alasan mengenai pengaruh pendidikan terhadap peningkatan penggunaan alat kontrasepsi adalah semakin tinggi pendidikan formal seseorang, usia kawin akan semakin tua sehingga menurunkan jumlah kelahiran. Tingginya status ekonomi seseorang menyebabkan semakin sedikit jumlah anak yang diinginkan. Menurut Adhyani (2011) bahwa ada hubungan antara status ekonomi dengan dengan pemilihan kontrasepsi. Hal ini disebabkan karena adanya anggapan bahwa didalam pemilihan alat kontrasepsi sebaiknya memang harus dilihat dari kapasitas kemampuan mereka untuk membeli kontrasepsi tersebut. Sehingga pemakaian kontrasepsi tidak dirasa memberatkan bagi si penggunanya.

Begitu pula yang terjadi di salah satu kabupaten di Sumatra Utara yaitu kabupaten Karo merupakan salah satu Kabupaten di provinsi Sumatra Utara yang terdiri dari 17 kecamatan, 10 kelurahan dan 260 desa.

Pencapaian peserta KB Baru (PB) bulan Desember 2012 PPM : 10697 Penc PB : 967(9,03%) dengan MIX Kontasepsi IUD Penc : 754 (7,04%) MOW Penc : 496 (4,38%) MOP Penc : (0%) KDM : Penc 636 (5,94%) IMPL Penc : 1240 (11,5%) Suntik Penc : 1373 (12,8%) Pil Penc : 510 (4,76%) Karo.

Di wilayah kerja puskesmas Kabanjahe akseptor KB AKDR pada tahun 2012 sebanyak 134 peserta dan 50 orang drop out AKDR disebabkan karna umur, paritas, dan efek samping.

Berdasarkan uraian tesebut diatas peniliti akan melakukan penelitiaan tentang bagaimana pengaruh sosial demografi dan dukungan suami terhadap kelangsungan


(31)

pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim di wilayah kerja puskesmas kabanjahe tahun 2013.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang akan diteliti adalah bagaimana “Pengaruh Sosial Demografi dan Dukungan Suami terhadap Kelangsungan Pemakaian AKDR di Puskesmas Kabanjahe Tahun 2013”.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh sosial demografi (umur, paritas, efek samping) dan dukungan suami terhadap kelangsungan pemakaian AKDR di wilayah kerja Puskesmas Kabanjahe Tahun 2013.

1.4 Hipotesis

Ada pengaruh sosial demografi (umur, paritas dan efek samping) dan dukungan suami terhadapkelangsungan pemakaian AKDR di wilayah kerja Puskesmas Kabanjahe Tahun 2013.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini berguna sebagai bahan evaluasi program keluarga berencana, sehingga dapat meningkatkan peran serta suami dalam memberikan dukungan terhadap penggunaan AKDR


(32)

2. Memberikan masukan bagi puskesmas dan pelaksana Keluarga Berencana untuk dapat meningkatkan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) bagi akseptor KB tentang efektivitas penggunaan AKDR


(33)

2.1 Keluarga Berencana 2.1.1 Pengertian

Keluarga Berencana (KB) adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak, dan usia ideal melahirkan, mengatur kelahiran, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk menwujudkan keluarga berkualitas (Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009). KB adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawina, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, penigkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera (BKKBN, 2007)

Menurut World Health Organisation (WHO) expert committee 1997: keluarga berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang sangat diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri serta menentukan jumlah anak dalam keluarga (Suratun, 2008).

Secara umum KB dapat diartikan sebagai suatu usaha yang mengatur banyaknya kehamilan sedemikian rupa sehingga berdampak positif bagi ibu, bayi, ayah serta keluarganya yang bersangkutan tidak akan menimbulkan kerugian sebagai


(34)

akibat langsung dari kehamilan tersebut. Diharapkan dengan adanya perencanaan keluarga yang matang kehamilan merupakan suatu hal yang memang sangat diharapkan sehingga akan terhindar dari perbuatan untuk mengakhiri kehamilan dengan aborsi (Suratun)

2.1.2 Tujuan KB

Menurut Suratun (2008) Gerakan KB dan pelayanan kontrasepsi memiliki tujuan:

a. Tujuan demografi yaitu mencegah terjadinya ledakan penduduk dengan menekan laju pertumbuhan penduduk (LPP) dan hal ini tentunya akan diikuti dengan menurunnya angka kelahiran atau TFR (Total Fertility Rate) dari 2,87 menjadi 2,69 per wanita (Hanafi, 2002). Pertambahan penduduk yang tidak terkendalikan akan mengakibatkan kesengsaraan dan menurunkan sumber daya alam serta banyaknya kerusakan yang ditimbulkan dan kesenjangan penyediaan bahan pangan dibandingkan jumlah penduduk. Hal ini diperkuat dengan teori Malthus (1766-1834) yang menyatakan bahwa pertumbuhan manusia cenderung mengikuti deret ukur, sedangkan pertumbuhan bahan pangan mengikuti deret hitung.

b. Mengatur kehamilan dengan menunda perkawinan, menunda kehamilan anak pertama dan menjarangkan kehamilan setelah kelahiran anak pertama serta menghentikan kehamilan bila dirasakan anak telah cukup.

c. Mengobati kemandulan atau infertilitas bagi pasangan yang telah menikah lebih dari satu tahun tetapi belum juga mempunyai keturunan, hal ini memungkinkan untuk tercapainya keluarga bahagia.


(35)

d. Married Conseling atau nasehat perkawinan bagi remaja atau pasangan yang akan menikah dengan harapan bahwa pasangan akan mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang cukup tinggi dalam membentuk keluarga yang bahagia dan berkualitas.

e. Tujuan akhir KB adalah tercapainya NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera) dan membentuk keluarga berkualitas, keluarga berkualitas artinya suatu keluarga yang harmonis, sehat, tercukupi sandang, pangan, papan, pendidikan dan produktif dari segi ekonomi

2.2 Kontrasepsi 2.2.1 Pengertian

Istilah kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti “melawan” atau “mencegah”, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat adanya pertemuan antara sel telur dengan sel sperma. Untuk itu, berdasarkan maksud dan tujuan kontrasepsi, maka yang membutuhkan kontrasepsi adalah pasangan yang aktif melakukan hubungan seks dan kedua-duanya memiliki kesuburan normal namun tidak menghendaki kehamilan (Suratun, 2008).

Kontrasepsi adalah obat/alat untuk mencegah terjadinya konsepsi (kehamilan) jenis kontrasepsi ada dua macam yaitu kontrasepsi yang mengandung hormonal (pil, sunti dan implan) dan kontrasepsi non-hormonal (IUD, Kondom).


(36)

2.2.2 Pembagian Kontrasepsi

Menurut Proverawati dkk (2010) secara umum pembagian kontrasepsi menurut cara pelaksanaannya terdiri atas:

1. Cara temporer (spacing) yaitu menjarangkan kelahiran selama beberapa tahun sebelum menjadi hamil lagi.

2. Cara permanen (kontrasepsi mantap) yaitu mengakhiri kesuburan dengan cara mencegah kehamilan permanen

2.2.3 Persyaratan Pemakaian Alat Kontrasepsi

Adapun syarat-syarat pemakaian alat kontrasepsi adalah sebagai berikut : 1. Aman pemakaiannya dan dipercaya

2. Tidak ada efek samping yang merugikan 3. Lama kerjanya dapat diatur menurut keinginan 4. Tidak menganggu hubungan persetubuhan

5. Tidak memerlukan bantuan medis atau kontrol yang ketat selama pemakaiannya 6. Cara penggunaannya sederhana atau tidak rumit

7. Harga murah dan dapat dijangkau oleh masyarakat

8. Dapat diterima oleh pasangan suami istri (Proverawati dkk, 2010). 2.2.4 Akseptor KB

Peserta Keluarga Berencana atau akseptor peserta KB yaitu pasangan usia subur (PUS) yang menggunakan salah satu alat/obat kontrasepsi. Peserta KB baru atau akseptor baru pasangan usia subur yang baru pertama kali menggunakan


(37)

alat/obat kontrasepsi atau pus yang kembali menggunakan alat kontrasepsi setelah melahirkan atau abortus.

Peserta KB aktif atau akseptor aktif Pasangan Usia Subur (PUS) yang pada saat ini sedang menggunakan salah satu alat atau obat kontrasepsi

Akseptor dini adalah para ibu yang menerima salah satu cara kontrasepsi dalam waktu 2 minggu setelah melahirkan atau abortus Akseptor drop out adalah akseptor yang menghentikan pemakaian kontrasepsi lebih dari 3 bulan (BKKBN,2007)

Unmet Need adalah PUS yang ingin ber KB namun belum dapat terlayani (BKKBN, 2011) Unmet Need adalah proporsi wanita usia subur dalam status kawin yang tidak menggunakan alat kontrasepsi meskipun merka menyatakan ingin menunda atau menjarangkan anak (defenisi standar) : dan atau mereka yang “unmeet need” karena resiko kesehatan dan pemakaian kontrasepsi yang buruk tidak menginginkan tambahan anak (membatasi kelahiran).(BKKBN, 2007)

2.2.5 Akseptor KB Menurut Sasarannya

Menurut Suratun (2008) akseptor KB menurut sasarannya terbagi menjadi tiga fase yaitu:

1. Fase Menunda Kehamilan

Masa menunda kehamilan pertama, sebaiknya dilakukan oleh pasangan yang istrinya belum mencapai usia 20 tahun. Karena umur dibawah 20 tahun adalah usia yang sebaiknya tidak mempunyai anak dulu karena berbagai alasan. Kriteria kontrasepsi yang diperlukan yaitu kontrasepsi dengan pulihnya kesuburan yang


(38)

tinggi, artinya kembalinya kesuburan dapat terjamin 100%. Hal ini penting karena pada masa ini pasangan belum mempunyai anak, serta efektifitas yang tinggi. Kontrasepsi yang cocok dan yang disarankan adalah pil KB, AKDR dan cara sederhana.

2. Fase Mengatur/Menjarangkan Kehamilan

Periode usia istri antara 20-30 tahun merupakan periode usia paling baik untuk melahirkan, dengan jumlah anak 2 orang dan jarak antara kelahiran adalah 2–4 tahun. Umur terbaik bagi ibu untuk melahirkan adalah usia antara 20-30 tahun. Kriteria kontrasepsi yang perlukan yaitu : efektifitas tinggi, reversibilitas tinggi karena pasangan masih mengharapkan punya anak lagi, dapat dipakai 3–4 tahun sesuai jarak kelahiran yang direncanakan, serta tidak menghambat produksi air susu ibu (ASI). Kontrasepsi yang cocok dan disarankan menurut kondisi ibu yaitu : AKDR, suntik KB, Pil KB atau Implan.

3. Fase Mengakhiri Kesuburan/Tidak Hamil Lagi

Sebaiknya keluarga setelah mempunyai 2 anak dan umur istri lebih dari 30 tahun tidak hamil lagi. Kondisi keluarga seperti ini dapat menggunakan kontrasepsi yang mempunyai efektifitas tinggi, karena jika terjadi kegagalan hal ini dapat menyebabkan terjadinya kehamilan dengan resiko tinggi bagi ibu dan anak. Disamping itu jika pasangan akseptor tidak mengharapkan untuk mempunyai anak lagi, kontrasepsi yang cocok dan disarankan adalah metode kontap, AKDR, Implan, Suntik KB dan Pil KB.


(39)

2.3 AKDR (Alat Kontrasepsi dalam Rahim) 2.3.1 Pengertian

AKDR adalah suatu alat plastik atau logam kecil yang dimasukkan ke uterus melalui kanalis servikalis (Pendit, 2007). AKDR adalah suatu alat pencegah kehamilan dengan merusak kemampuan hidup sperma atau ovum melalui perubahan pada tuba falopii dan cairan uterus, ada reaksi terhadap benda asing disertai peningkatan leukosit (Everett, 2012).

2.3.2 Mekanisme Kerja

Sampai sekarang belum ada orang yang yakin bagaimana mekanisme kerja AKDR dalam mencegah kehamilan. Ada yang berpendapat bahwa AKDR sebagai benda asing yang menimbulkan reaksi radang setempat, dengan sebutan leukosit yang dapat melarutkan blastosis atau sprema.

Mekanisme kerja AKDR yang dililiti kawat tembaga mungkin berbeda. Tembaga dalam konsentrasi kecil yang dikeluarkan ke dalam rongga uterus, selain menimbulkan reaksi radang seperti pada AKDR biasa, juga menghambat khasit anhidrase karbon dan fosfatase alkali. AKDR yang mengeluarkan hormon juga menebalkan lendir serviks sehingga menghalangi sperma (Sulistyawati, 2012).

2.3.3 Jenis AKDR

Menurut Arum (2011) jenis-jenis AKDR adalah sebagai berikut : 1. AKDR CuT-380 A

Bentuknya kecil, kerangka dari plastik yang fleksibel, berbentuk huruf T diselebungi oleh kawat halus yang terbuat dari tembaga (Cu).


(40)

2. AKDR lain yang beredar di Indonesia ialah NOVA T (Schering)

Menurut Darmani (2003) AKDR yang banyak dipakai di Indonesia dewas ini dari jenis unmedicated adalah Lippes Loop dan dari jenis Medicated adalah Cu-T 380 A, Multiload 375 dan Nova-T.

a. Lippes Loop

AKDR Lippes Loop terbuat dari bahan polietilen, berbentuk spiral, pada bagian tubuhnya mengandung barium sulfat yang menjadikannya radio opaque pada pemeriksaan dengan sinar-x.

Menurut Proverawati (2010) AKDR Lippes Loop bentuknya seperti spiral atau huruf S bersambung. Untuk memudahkan kontrol dan dipasang benang pada ekornya. Lippes Loop terdiri dari 4 jenis yang berbeda ukuran panjang bagian atasnya. Adapun tipe dari Lippes Loops adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Jenis dan Ukuran Lippes Loops

Macam Loop Panjang Berat Warna Benang

LL A 22,5 cm 290 mgr Hitam

LL B 27,5 cm 526 mgr Biru

LL C 30,0 cm 615 mgr Kuning

LL D 30,0 cm 709 mgr Putih

Angka kegagalan yang rendah. Keuntungan lain dari jenis ini ialah bila terjadi perforasi jarang menyebabkan luka atau penyumbatan usus, sebab terbuat dari bahan plastik (Proverawati, 2010).


(41)

b. Cu T 380 A

AKDR Cu – T 380 A terbuat dari bahan polietilen be rbentuk huruf T denga tambahan bahan Barium Sulfat. Pada bagian tubuh yang tegak, dibalut tembaga sebanyak 176 mg tembaga dan pada bagian tengahnya masing-masing mengandung 68,7 mg tembaga , dengan luas permukaan 380 ± 23m2. Ukuran bagian tegak 36 mm dan bagian melintang 32 mm, dengan diameter 3 mm. pada bagian ujung bawah dikaitkan benang monofilamen polietilen sebagai kontrol dan untuk mengeluarkan AKDR.

c. Multiload 375

AKDR Multiload 375 (ML 375) terbuat dari polipropilen dan mempunyai 375 mm2kawat halus tembaga yang membalut batang vertikalnya. Bagian lengannya didesain sedemikian rupa sehingga lebih fleksibel dan meminimalkan terjadinya ekspulsi.

d. Nova – T

AKDR Nova-T mempunyai 200 mm2 kawat halus tembaga dengan bagia lengan fleksibel dan ujung tumpul sehingga tidak menimbulkan luka pada jaringan setempat pada saat dipasang.

e. Cooper-7

AKDR ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32 mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga (Cu) yang mempunyai luas permukaan 200 mm2


(42)

fungsinya sama seperti halnya lilitan tembaga halus pada jenis Copper-T (Proverawati, 2010).

f. AKDR CuT-380 A

Bentuknya kecil, kerangka dari plastik yang fleksibel, berbentuk huruf T diselebungi oleh kawat halus yang terbuat dari tembaga (Cu)

g. AKDR lain yang beredar di Indonesia ialah NOVA T (Schering) 2.3.4 Keuntungan Penggunaan AKDR

1. Sebagai kontrasepsi, mempunyai efektivitas yang tinggi

2. Sangat efektif 0,6-0,8 kehamilan/100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1 kegagalan dalam 125-170 kehamilan).

3. AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan

4. Metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380 A dan tidak perlu diganti)

5. Sangat efektif karena tidak perlu mengingat-ingat 6. Tidak mempengaruhi hubungan seksual

7. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut hamil 8. Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (CuT-380 A). 9. Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI

10. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak terjadi infeksi).

11. Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun lebih atau setelah haid terakhir).


(43)

12. Tidak ada interaksi dengan obat-obatan 13. Mencegah kehamilan ektopik

2.3.5 Kerugian Penggunaan AKDR

1. Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan berkurang setelah 3 bulan

2. Haid lebih lama dan banyak

3. Perdarahan (spotting antar menstruasi 4. Saat haid lebih sakit

2.3.6 Komplikasi AKDR

1. Merasakan sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah pemasangan 2. Perdarahan berat pada waktu haid atau diantaranya yang memungkinkan

penyebab anemia

3. Perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangannya benar) 4. Tidak mencegah Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk HIV/AIDS 5. Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang

sering berganti pasangan.

6. Penyakit radang panggul terjadi sesudah perempuan dengan IMS memakai AKDR

7. Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvik diperlukan dalam pemasangan AKDR. Seringkali perempuan takut selama pemasangan 8. Sedikit nyeri dan perdarahan (spotting) terjadi setelah pemasangan


(44)

9. Klien tidak dapat melepas AKDR sendiri. Petugas kesehatan terlatih yang harus melepaskan AKDR

10. Mungkin AKDR keluar dari uterus tanpa diketahui (sering terjadi apabila AKDR dipasang segera sesudah melahirkan) (Arum, 2011).

2.3.7 Persyaratan Pemakaian AKDR

Menurut Arum (2011) yang dapat menggunakan AKDR adalah : 1. Usia reproduktif

2. Keadaan nulipara

3. Menginginkan penggunaan kontrasepsi jangka panjang 4. Menyusui dan menginginkan menggunakan kontrasepsi 5. Setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya

6. Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeks 7. Resiko rendah dari IMS

8. Tidak menghendaki metode hormonal

9. Tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum pil setiap hari 10.Tidak menghendaki kehamilan setelah 1-5 hari senggama 2.3.8 Penggunaan AKDR yang tidak Diperkenankan

1. Sedang hamil (diketahui hamil atau kemungkinan hamil

2. Perdarahan vagina yang tidak diketahui (sampai dapat dievaluasi) 3. Sedang menderita infeksi alat genetalia (vaginitis,servisitis) 4. Tiga bulan terakhir sedang mengalami abortus septik


(45)

5. Kelaianan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim yang dapat mempengaruhi kavum uteri

6. Penyakit trofoblas yang ganas 7. Kanker alat genetalia

8. Ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm (Arum, 2011). 2.3.9 Waktu Pemasangan AKDR

Melakukan pemasangan AKDR selama masih menstruasi akan menghilangkan risiko pemasangan AKDR ke dalam uterus yang dalam keadaan hamil, namun klien lebih rentan terhadap infeksi. Pemasangan AKDR dapat dilakukan pada hari-hari selama siklus menstruasi. Angka kejadian AKDR terlepas spontan lebih rendah bila AKDR tidak dipasang selama masa menstruasi (Sulistyawati, 2012).

2.4 K I E (Komunikasi Informasi Edukasi)

Menurut BkkbN 2011 tujuan:

1. Meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktek KB sehingga tercapai penambahan peserta KB Baru

2. Membina kelestarian peserta KB

3. Meletakkan dasar bagi mekanisme sosial-kultural yang dapat menjamin berlangsungnya proses penerimaan

KIE dapat dikelompokkan menjadi:


(46)

segmen tertentu.

b. KIE terbatas adalah KIE yang sifatnya kecil dan terbatas pada segmen tertentu

c. KIE khalayak atau clients yaitu perseorangan atau kelompok yang menjadi target langsung dari penyampaian KIE

Menurut media yang digunakan, kegiatan KIE dapat diperinci sebagai berikut: - Radio

- Televisi

- Mobil unit penerangan - Penerbitan/ publikasi - Pers/ surat kabar Filim - Kegiatan promosi - Pameran

2.4.1 Konseling

Konsling merupakan tindak lanjut dari KIE. Bila seseorang telah termotivasi melalui KIE, maka selanjutnya ia perlu diberikan konsling. Jenis dan bobot konsling yang diberikan sudah tentu tergantung pada tingkatan KIE yang telah diterimanya.

Konsling dibutuhkan bila seseorang menghadapi suatu masalah yang tidak dapat dipecahkannya sendiri.


(47)

2.4.2 Tujuan Konsling

1. Memahami diri secara lebih baik

2. Mengarahkan perkembangan diri sesuai dengan potensinya

3. Lebih realistis dalam melihat diri dan masalah yang dihadapinya, sehingga - Mampu memecahkan masalah secara kreatif dan produktif

- Memiliki taraf aktualisasi diri sesuai dengan potensi yang dimilikinya - Terhindar dari segala gejala-gejala kecemasan dan salah penyesuaian

diri

- Mampu menyesuaikan dengan situasi dan lingkungan - Memperoleh dan merasakan kebahagiaan

Dalam konsling diadakan percakapan dua arah untuk :

1. Membahas dengan calon peserta berbagai pilihan kontrasepsi yang tersedia 2. Memberikan informasi selengkap mungkin mengenai konsekuensi

pilihannya, baik ditinjau dari segi medis teknis amupun hal-hal yang non-medis agar tidak menyesal kemudian

3. Membantu calon peserta KB memutuskan pilihannya atas metode kontrasepsi yang paling sesuai dengan keadaan khususnya pribadi dan keluarganya

4. Membantu pesertaa KB dalam menyesuaikan diri terhadap kondisi barunya, terutama bila ia mengalami berbagai permasalahan (nyata atau tidak nyata/ semu)


(48)

Informasi yang diberikan meliputi: a. Arti keluarga berencana

b. Manfaat keluarga berencana

c. Cara ber-KB atau metode kontrasepsi

d. Desas-desus tentang kontrasepsi dan penjelasannya

e. Pola perencanaan keluarga dan penggunaan kontrasepsi yang rasional f. Rujukan pelayanan kontrasepsi

Hal-hal yang perlu di perhatikan supaya konsling berhasil dengan baik adalah bahwa konsling merupakan suatu kegiatan dalam hubungan antar manusia, di mana kita melakukan serangkaian tindakan yang akhirnya akan membantu peserta/ calon peserta memecahkan permasalahan yang dihadapinya, antara lain, masalah pemilihan penggunaan kontrasepsi yang paling cocok dengan keadaan dan kebutuhan yang dirasakannya.

Bila setiap calon peserta KB, sebelum memakai kontrasepsi melalui proses konsling yang baik, maka kelangsungan pemakaian akan lebih tinggi.

2.4.3 Defenisi KIE (Komunikasi Informasi Edukasi)

Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) berasal dari bahasa Inggris yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, yaitu dari kata Communication Information, Education, (CIE). Istilah KIE mempunyai pengertian yang komplek karena dalam proses komunikasi terkandung unsur informasi dan informasi itu sendiri mempunyai unsur edukasi, yang mempunyai sifat dapat menggerakkan seseorang atau kelompok untuk melakukan sesuatu (BkkbN 2010 ). Tujuan KIE adalah


(49)

peningkatan pengetahuan dan perubahan perilaku individu maupun kelompok (Depkes RI, 2012). Secara rinci pengertian KIE dapat diformulasikan sebagai berikut:

a. Komunikasi

Diartikan sebagai proses penyampaian berbagai informasi antara petugas KIE dengan masyarakat sehingga pada akhirnya tercapai suatu persepsi (pandangan) yang sama antara petugas dengan masyarakat.

b. Informasi

Diartikan sebagai semua data, fakta, rumusan serta acuan yang perlu diketahui, dipahami dan dilaksanakan oleh petugas dan masyarakat dalam rangka melaksanakan suatu kegiatan.

c. Edukasi

Diartikan sebagai proses kegiatan yang teratur yang mendorong terjadinya proses perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat tentang suatu kegiatan tersebut secara wajar, sehingga masyarakat melaksanakan kegiatan tersebut dan bertanggung jawab atas keberhasilannya (Depkes RI, 2012).

Agar berjalan dengan efektif sebaiknya topik KIE berdasarkan kebutuhan dan kondisinya. Mengingat ruang lingkup penyampaian KIE adalah perilaku dengan berbagai variabelnya, maka KIE ini juga mempergunakan prinsip dan metoda dari berbagai disiplin ilmu seperti komunikasi, antropologi medis, psikologi sosial dan pemasaran sosial.


(50)

2.4.4 Pengelolaan KIE

Pengelolaan KIE dibagi dalam 3 tahap pokok, yaitu: 1. Tahap Perencanaan

Pada tahap ini, kegiatan pokoknya yang dilakukan adalah: Mengumpulkan data, Mengembangkan strategi, Mengembangkan, menguji coba dan memproduksi bahan-bahan komunikasi, Membuat rencana pelaksanaan, Menyiapkan pelaksanaan (BkkbN, 2011).

2. Tahap Intervensi (Pelaksanaan)

Tahap intervensi ini dibagi kedalam siklus-siklus pesan yang terpisah. Setiap siklus pesan mencakup informasi yang serupa dengan pendekatan yang sedikit berbeda disesuaikan dengan perubahan kebutuhan sasaran. Perubahan-perubahan ini dilakukan secara periodik, dapat mengurangi kejenuhan sasaran dan memungkinkan keterlibatan sasaran secara berkesinambungan. Cara ini memungkinkan perencana program untuk memasukkan hasil-hasil tahap sebelumnya ke dalam perencanaan tahap-tahap berikutnya. Cara ini memungkinkan perencana membuat beberapa kali perubahan-perubahan penting dalam strategi yang ditempuh. Perubahan-perubahan ini harus dilakukan sebagai jawaban terhadap informasi-informasi tentang penerimaan sasaran terhadap program dan efektifitas kegiatan yang dilaksanakan (BkkbN2011).

3. Tahap Monitoring dan Evaluasi (Pemantauan dan Penilaian)


(51)

pelaksanaan program, secara teratur dan pada waktu yang tepat, hingga perbaikan yang diperlukan dapat segera dilaksanakan (Triamanah, 2004). Aspek-aspek yang dipantau meliputi input, proses, dan output dari suatu kegiatan KIE. Aspek-aspek tersebut meliputi: sasaran, media, jalur, isi pesan, hasil-hasil kegiatan, permasalahan yang dihadapi, kegiatan pemantauan oleh instansi di atasnya, tindak lanjut kegiatan dan kemandirian (Depkes RI, 2012).

2.4.5 Kegiatan KIE

Kegiatan KIE dapat dibagi menjadi 2 (dua) kegiatan pokok yakni: Kegiatan KIE kesepakatan dan Kegiatan KIE Perubahan Perilaku (Depkes RI, 2012)

1. Kegiatan KIE Kesepakatan

Seperti diketahui bahwa program KIE mengandung unsur inti yaitu proses peningkatan pengetahuan, perubahan sikap dan perilaku. Sebagai proses perubahan sikap, kita perlu menyiapkan terlebih dahulu lingkungan yang mendukung. Hal ini dapat berarti kesiapan, baik para pengelola program maupun masyarakat sasaran. Dapat dikatakan bahwa KIE-Kesepakatan adalah kegiatan KIE yang ditujukan untuk meningkatkan pemahaman dan dukungan serta kesepakatan tokoh-tokoh masyarakat, baik politis maupun operasional dalam melaksanakan program tersebut.

2. Kegiatan KIE Perubahan Perilaku

Kegiatan KIE yang ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan, merubah sikap dan perilaku.MUPEN KB (Mobil Unit Penerangan Keluarga Berencana) adalah


(52)

kendaraan roda 4 yang didalamnya berisi peralatan elektronik (audio visual) dan berfungsi sebagai kendaraan penyuluhan dan KIE KB.

MUPEN KB Kab/kota adalah kendaraan roda 4 yang didalamnya berisi peralatan elektronik (Audio visual) dan berfungsi sebagai kenderaan penyuluhan dan KIE KB tingkat kab/kota.Penyuluhan oleh PLKB / PKB Petugas KB desa adalah suatu langkah kegiatan komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE ) dalam program pembangunan kependudukan dan Keluarga Berencana sehingga dapat diadopsi oleh masyarakat.

2.5 Faktor-faktor yang Memengaruhi Penggunaan AKDR 2.5.1 Karakteristik yang Memengaruhi Penggunaan AKDR 1. Umur

Pada umur 20 tahun seseorang telah memiliki kemampuan mental yang diperlukan untuk mempelajari dan menyesuaikan diri pada situasi baru, misalnya mengingat hal-hal yang dulu pernah dipelajari, penalaran analogis dan berfikir kreatif, sekitar awal atau pertengahan usia 30 tahun, kebanyakan orang mudah mampu menyelesaikan masalah-masalah mereka dengan cukup baik sehingga menjadi stabil, tenang secara emosional. Umur akan mempengaruhi seseorang dalam menentukan pemilihan alat kontrasepsi karena biasanya ibu dengan usia muda (baru pertama kali menggunakan alat kontrasepsi) akan cenderung memilih alat kontrasepsi yang kebanyakan orang pakai (Mubarak, 2011).


(53)

Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Dang di Vietnam dalam Dewi (2012) bahwa ada hubungan yang kuat antara umur dengan penggunaan kontrasepsi. Wanita yang berumur < 20 tahun kemungkinan untuk menggunakan kontrasepsi sebesar 0,73 kali dibandingkan dengan yang berumur 40 tahun. Sementara wanita yang berumur 30-34 tahun dan 35-39 tahun kemungkinannya untuk menggunakan kontrasepsi hanya sekitar 0,15% dan 0,38%. Ini menunjukkan bahwa ada penurunan penggunaan kontrasepsi pada kelompok wanita yang lebih tua. Penelitian yang dilakukan Mujihartinah (2009) menyatakan bahwa ada pengaruh umur ibu terhadap kelangsungan pemakaian AKDR.

2. Paritas (Jumlah Anak)

Anak adalah harapan atau cita-cita dari sebuah perkawinan. Berapa jumlah yang diinginkan, tergantung dari keluarga itu sendiri. Apakah satu, dua, tiga dan seterusnya. Dengan demikian keputusan untuk memiliki sejumlah anak adalah sebuah pilihan, yang mana pilihan tersebut sangat dipengaruhi oleh nilai yang dianggap sebagai satu harapan atas setiap keinginan yang dipilih oleh orang tua. Program KB selain upaya untuk mewujudkan keluarga berkualitas melalui promosi, perlindungan, dan bantuan dalam mewujudkan hak-hak reproduksi juga untuk penyelenggaraan pelayanan, pengaturan, dan dukungan yang diperlukan untuk membentuk keluarga dengan usia kawin yang ideal; mengatur jumlah, jarak dan usia ideal melahirkan anak (Kusumanigrum, 2009).

Seperti dalam definisi Keluarga Berencana menurut WHO Expert Committee 1970. KB adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk:


(54)

a. Mendapatkan Objektif-Objektif Tertentu b. Menghindari Kelahiran Yang Tidak Diinginkan c. Mengatur Interval Diantara Kehamilan

d. Mengontrol Waktu Saat Kelahiran Dalam Hubungan Dengan Umur Suami Istri

e. Menentukan jumlah anak dalam keluarga.

Serta dalam Pasal 18 UU No.10 tahun 1992 yang menyatakan bahwa setiap pasangan suami istri dapat menentukan pilihannya dalam merencanakan dan mengatur jumlah anak dan jarak antara kelahiran anak yang berlandaskan pada kesadaran dan tanggung jawab terhadap generasi sekarang maupun yang akan datang. Dalam merencanakan jumlah anak dalam keluarga, suami dan istri perlu mempertimbangkan aspek kesehatan dan kemampuan untuk memberikan pendidikan dan kehidupan yang layak (Kusumanigrum, 2009).

Pengguna AKDR dipengaruhi juga dengan jumlah anak dalam suatu keluarga. Menurut Pinem S (2009), AKDR merupakan pilihan yang paling tidak menarik untuk seorang wanita yang masih menginginkan anak di kemudian hari sedangkan bagi pasangan usia subur 30 tahun keatas yang sudah memiliki anak dan ingin menjarangkan kehamilannya biasanya lebih cenderung memilih kontrasepsi jangka panjang seperti AKDR (Amiranty, 2003). Penelitian yang dilakukan Mujihartinah (2009) menyatakan bahwa ada pengaruh paritas ibu terhadap kelangsungan pemakaian AKDR.


(55)

3. Efek Samping

Efek samping merupakan beberapa factor yang menyebabkan akseptor mengalami drop-out dari metoda KB yang digunakan. Drop-out pada akseptor adalah keluarnya akseptor dari metoda kontrasepsi akibat berbagai alasan. Efek samping yang umum terjadi pemakaian AKDR adalah Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan berkurang setelah tiga bulan), Haid lebih lama dan banyak, Perdarahan antar menstruasi, Saat haid lebih sakit.

Ada beberapa hal yang sering dikeluhkan oleh akseptor AKDE pada saat memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan diantaranya 10% akseptor IUD melaporkan gangguan menstruasi, 4% per tahun akseptor IUD melepas IUD akibat peningkatan jumlah darah menstruasi, nyeri, dan spooting di antara menstruasi. 3% – 10% terjadi ekpulsi secara spontan di tahun pertama penggunaan IUD, dan 1 dalam 1000 pemasangan terjadi perforasi uterus (Glasier dan Gebbie, 2005).

Akseptor KB yang memilih drop out (memutuskan berhenti menggunakan salah satu alat kontrasepsi) disebabkan karena mengalami efek samping. Efek samping pada sebagian alat kontrasepsi menyebabkan ibu merasa tidak nyaman seperti timbul perdarahan di luar haid, haid tidak teratur, tidak datang haid (amenorrhoea), rasa mual, bercak hitam di pipi, jerawat, penyakit jamur pada liang vagina, nyeri kepala, penambahan berat badan, dan rambut rontok (Pinem, 2009). Penelitian yang dilakukan Mujihartinah (2009) menyatakan bahwa ada pengaruh efek samping ibu terhadap kelangsungan pemakaian AKDR.


(56)

4. Pendidikan

Menurut Bouge dalam Lucas (1990) menyatakan bahwa pendidikan menunjukkan pengaruh yang lebih kuat terhadap fertilitas daripada variabel lain. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan pengetahuan dan persepsi seseorang terhadap pentingnya sesuatu hal, termasuk pentingnya keikutsertaan dalam KB. Ini disebabkan seseorang yang berpendidikan tinggi akan lebih luas pandangannya dan lebih mudah menerima ide dan tata cara kehidupan baru (BKKBN, 2007).

Menurut Green (dalam Notoatmodjo, 2010) menyatakan tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor predisposisi untuk terbentuknya tingkat pengetahuan. Hal ini berarti bahwa pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberikan respon yang datang dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang dan akan berfikir sejauhmana keuntungan yang mereka peroleh (Sukmadinata, 2003).

Berkaitan dengan hal tersebut maka makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap sesorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan (Kuncoroningrat, 1997 dalam Mubarak, 2011).

5. Pendapatan

Menurut Adhyani (2011) bahwa ada hubungan antara status ekonomi dengan dengan pemilihan kontrasepsi. Hal ini disebabkan karena mereka beranggapan bahwa


(57)

didalam pemilihan alat kontrasepsi sebaiknya memang harus dilihat dari kapasitas kemampuan mereka untuk membeli kontrasepsi tersebut. Sehingga pemakaian kontrasepsi tidak dirasa memberatkan bagi si penggunanya. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa status ekonomi suatu keluarga sangat berpengaruh terhadap pemilihan kontrasepsi. Hal ini disebabkan karena untuk mendapatkan pelayanan kontrasepsi yang diperlukan, peserta harus menyediakan dana yang diperlukan.

Rivera dalam penelitiannya menjelaskan jika AKDR digunakan untuk jangka waktu sekurangnya dua tahun merupakan metode kontrasepsi reversible yang paling murah. Sementara biaya pemasangannya adalah lebih tinggi dibanding metode lain, namun hal tersebut juga dibarengi dengan waktu penggunaan biaya menurun. Penelitian di Cina menyebutkan bahwa beberapa alasan wanita di Cina memakai IUD karena pemakaiannya jangka lama, reversibilitas dan efektivitasnya yang tinggi dan pemasangan gratis (Maryatun, 2009).

2.6 Dukungan

2.6.1 Pengertian Dukungan Sosial

Dalam menghadapi situasi yang penuh tekanan, seseorang membutuhkan dukungan sosial. Orford (1992) menyatakan bahwa dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami kesulitan. Sementara dukungan sosial didefinisikan oleh Gottlieb (Kuntjoro, 2002) sebagai informasi verbal atau nonverba, bantuan yang nyata atau


(58)

tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini, orang yang merasa memperoleh dukungan sosial secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya. Dukungan sosial juga merupakan persepsi seseorang terhadap dukungan yang diberikan orang lain dalam jaringan sosialnya (orang tua, teman dekat, dan sebagainya) yang membantu meningkatkan kemampuan untuk bertahan dari pengaruh-pengaruh yang merugikan (Malecki & Demaray, 2003).

Cohen dan Wills (1985) mendefinisikan dukungan sosial sebagai pertolongan dan dukungan yang diperoleh seseorang dari interaksinya dengan orang lain. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang-orang yang akan membantu apabila terjadi suatu keadaan atau peristiwa yang dipandang akan menimbulkan masalah dan bantuan tersebut dirasakan dapat menaikkan perasaan positif serta mengangkat harga diri. Kondisi atau keadaan psikologis ini dapat mempengaruhi respon-respon dan perilaku individu sehingga berpengaruh terhadap kesejahteraan individu secara umum.

Dukungan sosial menurut Sarafino (2006) adalah perasaan kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diterima dari orang atau kelompok lain. Sarafino menambahkan bahwa orang-orang yang menerima dukungan sosial memiliki keyakinan bahwa mereka dicintai, bernilai, dan merupakan bagian dari kelompok yang dapat menolong mereka ketika membutuhkan bantuan.


(59)

Taylor (2003) juga menambahkan dukungan sosial sebagai informasi yang diterima dari orang lain bahwa individu tersebut dicintai, diperhatikan, dihargai dan bernilai dan merupakan bagian dari jaringan komunikasi dan saling dibutuhkan yang didapat dari orangtua, suami, atau orang yang dicintai, sanak keluarga, teman, hubungan sosial dan komunitas. Berdasarkan berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah segala bentuk bantuan berupa kenyaman, perhatian, penghargaan, yang dirasakan individu dapat memberi efek positif bagi dirinya yang diperolehnya melalui interaksi dengan individu atau kelompok lain kepada individu yang sedang mengalami kesulitan, agar individu tersebut merasa dicintai, diperhatikan, dihargai dan bernilai.

2.6.2 Bentuk-Bentuk Dukungan Sosial

Menurut Sarapino (2006) ada lima bentuk dukungan sosial, yaitu: 1) Dukungan Emosional

Dukungan emosional mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan. Dukungan emosional merupakan ekspresi dari afeksi, kepercayaan, perhatian, dan perasaan didengarkan. Kesediaan untuk mendengar keluhan seseorang akan memberikan dampak positif sebagai sarana pelepasan emosi, mengurangi kecemasan, membuat individu merasa nyaman, tenteram, diperhatikan, serta dicintai saat menghadapi berbagai tekanan dalam hidup mereka.


(60)

2) Dukungan Penghargaan

Dukungan ini ada ketika seseorang memberikan penghargaan positif kepada orang yang sedang stres, dorongan atau persetujuan terhadap ide ataupun perasaan individu, ataupun melakukan perbandingan positif antara individu dengan orang lain. Dukungan ini dapat menyebabkan individu yang menerima dukungan membangun rasa menghargai dirinya, percaya diri, dan merasa bernilai. Dukungan jenis ini akan sangat berguna ketika individu mengalami stres karena tuntutan tugas yang lebih besar daripada kemampuan yang dimilikinya. 3) Dukungan Instrumental

Dukungan instrumental mencakup bantuan langsung, dapat berupa jasa, waktu, atau uang. Misalnya pinjaman uang bagi individu atau menghibur saat individu mengalami stres. Dukungan ini membantu individu dalam melaksanakan aktivitasnya.

4) Dukungan Informasi

Dukungan informasi mencakup pemberian nasehat, petunjuk-petunjuk, saran-saran, informasi atau umpan balik. Dukungan ini membantu individu mengatasi masalah dengan cara memperluas wawasan dan pemahaman individu terhadap masalah yang dihadapi. Informasi tersebut diperlukan untuk mengambil keputusan dan memecahkan masalah secara praktis. Dukungan informatif ini juga membantu individu mengambil keputusan karena mencakup mekanisme penyediaan informasi, pemberian nasihat, dan petunjuk. Misalnya individu


(61)

mendapatkan informasi dari dokter tentang bagaimana mencegah penyakitnya kambuh lagi.

5) Dukungan Jaringan Sosial

Merupakan dukungan yang dapat menyebabkan individu merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari suatu kelompok dimana anggota-anggotanya dapat saling berbagi. Dukungan persahabatan mencakup kesediaan waktu orang lain untuk menghabiskan waktu atau bersama dengan individu, dengan demikian akan memberikan rasa keanggotaan dari suatu kelompok yang saling berbagi minat dan melakukan aktivitas sosial bersama.

2.6.3 Sumber Dukungan Sosial

Dukungan sosial mengacu kepada dukungan sosial yang dipandang oleh keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses/ diadakan untuk keluarga (dukungan sosial bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan). Dukungan sosial dapat berupa dukungan sosial keluarga internal, seperti dukungan dari suami/istri atau dukungan dari saudara kandung atau dukungan sosial keluarga eksternal (Friedman, 1998).

Dukungan sosial yang kita terima dapat bersumber dari berbagai pihak. Kahn & Antonoucci (dalam Orford, 1992) membagi sumber-sumber dukungan sosial menjadi 3 kategori, yaitu:


(62)

1. Sumber dukungan sosial yang berasal dari orang-orang yang selalu ada sepanjang hidupnya, yang selalu bersama dengannya dan mendukungnya. Misalnya: keluarga dekat, pasangan (suami atau istri), atau teman dekat.

2. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sedikit berperan dalam hidupnya dan cenderung mengalami perubahan sesuai dengan waktu. Sumber dukungan ini meliputi teman kerja, sanak keluarga, dan teman sepergaulan.

3. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sangat jarang memberi dukungan dan memiliki peran yang sangat cepat berubah. Meliputi dokter atau tenaga ahli atau profesional, keluarga jauh. Dukungan sosial yang diterima oleh janda dapat berasal dari siapa saja, namun yang lebih sering memberi dukungan adalah keluarga dan temannya yang juga telah menjanda (Lemme, 1995).

2.6.4 Manfaat Dukungan Sosial

Dukungan sosial adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial berbeda-beda dalam berbagai tahap-tahap siklus kehidupan. Namun demikian, dalam semua tahap siklus kehidupan, dukungan sosial membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman, 1998). Wills (1985) dalam Friedman (1998) menyimpulkan bahwa baik efek-efek penyangga (dukungan sosial menahan efek-efek negatif dari stres terhadap kesehatan) dan efek-efek utama (dukungan sosial secara langsung mempengaruhi akibat-akibat


(63)

dari kesehatan) pun ditemukan. Sesungguhnya efek-efek penyangga dan utama dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan boleh jadi berfungsi bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit dan dikalangan kaum tua, fungsi kognitif, fisik dan kesehatan emosi (Ryan dan Austin dalam Friedman, 1998).

2.6.5 Faktor yang Memengaruhi Dukungan Sosial

Menurut Feiring dan Lewis (1984) dalam Friedman (1998), ada bukti kuat dari hasil penelitian yang menyatakan bahwa keluarga besar dan keluarga kecil secara kualitatif menggambarkan pengalaman-pengalaman perkembangan. Anak-anak yang berasal dari keluarga kecil menerima lebih banyak perhatian daripada anak-anak dari keluarga yang besar. Selain itu, dukungan yang diberikan orangtua (khususnya ibu) juga dipengaruhi oleh usia. Menurut Friedman (1998), ibu yang masih muda cenderung untuk lebih tidak bisa merasakan atau mengenali kebutuhan anaknya dan juga lebih egosentris dibandingkan ibu-ibu yang lebih tua. Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga lainnya adalah kelas sosial ekonomi orangtua. Kelas sosial ekonomi disini meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan orang tua dan tingkat pendidikan.

Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan yang lebih demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas bawah, hubungan yang ada lebih otoritas atau otokrasi. Selain itu orang tua dengan kelas sosial menengah mempunyai


(64)

tingkat dukungan, afeksi dan keterlibatan yang lebih tinggi daripada orang tua dengan kelas sosial bawah.

Tidak semua orang mendapatkan dukungan sosial seperti yang diharapkannya. Setidaknya ada 3 faktor yang menyebabkan seseorang menerima dukungan (Sarafino, 1994) :

a. Potensi Penerima Dukungan

Tidak mungkin seseorang memperoleh dukungan sosial seperti yang diharapkannya jika dia tidak sosial, tidak pernah menolong orang lain, dan tidak membiarkan orang lain mengetahui bahwa dia sebenarnya memerlukan pertolongan. Beberapa orang tidak perlu assertive untuk meminta bantuan orang lain, atau merasa bahwa mereka seharusnya tidak tergantung dan menyusahkan orang lain.

b. Potensi Penyedia Dukungan

Seseorang yang seharusnya menjadi penyedia dukungan bisa saja tidak mempunyai sesuatu yang dibutuhkan orang lain, atau mungkin mengalami stress sehingga tidak memikirkan orang lain, atau bisa saja tidak sadar akan kebutuhan orang lain.

c. Komposisi dan Struktur Jaringan Sosial

Maksud dari jaringan sosial adalah hubungan yang dimiliki individu dengan orang-orang dalam keluarga dan lingkungannya. Hubungan ini dapat bervariasi dalam ukuran (jumlah orang yang sering berhubungan dengan individu), frekuensi hubungan (seberapa sering individu bertemu dengan orang-orang


(65)

tersebut), komposisi (apakah orangorangtersebut keluarga, teman, rekan kerja, dan sebagainya), dan kedekatan hubungan.

2.6.6. Komponen Dukungan Sosial

Weiss (Cutrona et al., 1994) membagi dukungan sosial ke dalam enam bagian yang berasal dari hubungan dengan individu lain, yaitu : guidance, reliable alliance, attachment, reassurance of worth, social integration, dan opportunity to provide nurturance. Komponen-komponen itu sendiri dikelompokkan ke dalam 2 bentuk, yaitu instrumental support dan emotional support. Berikut ini penjelasan lebih lengkap mengenai enam komponen dukungan sosial dari Weiss (Cutrona et al., 1994):

a. Instrumental Support 1) Reliable alliance

Yang dimaksud dengan reliable alliance disini adalah pengetahuan yang dimiliki individu bahwa ia dapat mengandalkan bantuan yang nyata ketika dibutuhkan. Individu yang menerima bantuan ini akan merasa tenang karena ia menyadari ada orang yang dapat diandalkan untuk menolongnya bila ia menghadapi masalah dan kesulitan.

2) Guidance

Guidance (bimbingan) adalah dukungan sosial berupa nasehat dan informasi dari sumber yang dapat dipercaya. Dukungan ini juga dapat berupa pemberian feedback (umpan balik) atas sesuatu yang telah dilakukan individu (Sarafino, 1998).


(66)

b. Emotional Support

Yang termasuk di dalamnya yaitu : reassurance of worth, attachment, social integration, dan opportunity to provide nurturance.

1) Reassurance of Worth

Dukungan sosial ini berbentuk pengakuan atau penghargaan terhadap kemampuan dan kualitas individu (Cutrona et al., 1984). Dukungan ini akan membuat individu merasa dirinya diterima dan dihargai. Contoh dari dukungan ini misalnya memberikan pujian kepada individu karena telah melakukan sesuatu dengan baik.

2) Attachment

Dukungan ini berupa pengekspresian dari kasih sayang dan cinta yang diterima individu (Cutrona et al., 1984) yang dapat memberikan rasa aman kepada individu yang menerima. Kedekatan dan intimacy merupakan bentuk dari dukungan ini karena kedekatan dan intimacy dapat memberikan rasa aman.

3) Social Integration

Cutrona et al. (1984) dikatakan dukungan ini berbentuk kesamaan minat dan perhatian serta rasa memiliki dalam suatu kelompok.

4) Opportunity to Provide Nurturance

Dinyatakan bahwa dukungan ini berupa perasaan individu bahwa ia dibutuhkan oleh orang lain.

Menurut Lawrence Green (1991), faktor-faktor yang memengaruhi perilaku khususnya yang berhubungan dengan kesehatan adalah faktor pendorong (reinforcing


(67)

factors) Faktor pendorong atau faktor penguat merupakan tindakan yang menentukan apakah pelaku menerima pengaruh positif (atau negatif) dan didukung masyarakat.

Faktor penguat termasuk dorongan sosial, pengaruh kelompok dan nasehat, serta timbal balik dari penyedia perlindungan kesehatan. Faktor penguat juga termasuk konsekuensi fisik dari perilaku, yang mungkin dipisahkan dari konteks sosial. Keuntungan sosial (seperti pengenalan), keuntungan fisik (seperti kesenangan, kenyamanan, pengurangan kegelisahan atau sakit), penghargaan nyata (seperti keuntungan ekonomi atau penghindaran biaya, dan penghargaan imajinasi atau tiruan (seperti peningkatan penampilan, kehormatan diri, atau hubungan dengan orang yang dikagumi yang melakukannya) semua menguatkan perilaku. Faktor penguat juga termasuk konsekuensi yang berlawanan dari perilaku, atau “hukuman” yang dapat menuju pada penghilangan perilaku positif. Penguatan negatif merupakan penghargaan pilihan, perilaku salah.

2.6.7 Dukungan Suami

Dukungan sosial keluarga khususnya suami merupakan salah satu faktor pendorong (reinforcing factors) yang dapat mempengaruhi perilaku istri dalam berperilaku. Dukungan suami dalam pemilihan alat kontrasepsi merupakan bentuk dukungan nyata dari kepedulian dan tanggung jawab para anggota keluarga. Peran atau partisipasi suami istri dalam Keluarga Berencana (KB) antara lain menyangkut : a. Pemakaian alat kontrasepsi

b. Tempat mendapatkan pelayanan c. Lama pemakaian


(68)

d. Efek samping dari penggunaan kontrasepsi e. Siapa yang harus menggunakan kontrasepsi f. Suami memakai kontrasepsi

g. Istri memakai kontrasepsi tapi tidak dibicarakan dengan suami

h. Suami istri tidak memakai kontrasepsi, tapi dibicarakan antara suamiistri i. Suami istri tidak memakai dan tidak dibicarakan antara suami istri.

Partisipasi pria dalam kesehatan reproduksi adalah tanggung jawab pria dalam kesehatan reproduksi terutama dalam pemeliharaan kesehatan dan kelangsungan hidup ibu dan anak, serta berprilaku seksual yang sehat dan aman bagi dirinya, istri, dan keluarganya. Peningkatan partisipasi pria dalam KB dan kesehatan reproduksi adalah langkah yang tepat dalam upaya mendorong kesetaraan gender.

Ada banyak faktor yang menyebabkan rendahnya peserta KB pria antara lain: a. Kondisi lingkungan sosial budaya, masyarakat dan keluarga yang masih

menganggap partisipasi pria belum atau tidak penting dilakukan serta pandangan yang cenderung menyerahkan tanggung jawab pelaksanaan KB dan kesehatan reproduksi sepenuhnya kepada para wanita.

b. Pengetahuan, kesadaraan Pasangan Usia Subur (PUS) dan keluarga dalam KB pria rendah.

c. Keterbatasan jangkauan (aksesibilitas) dan kualitas pelayanan KB pria. Meskipun dari dua metode KB pria telah tersedia berbagai merek kondom dan telah dikembangkan beberapa teknik vasektomi yang relatif lebih baik, namun seringkali menjadi alasan utama yang dikemukakan dari berbagai pihak mengapa


(1)

Efek samping katagori * Penggunaan AKDR

Crosstab

Kelangsungan AKDR

Total Tidak droup

out droup out

Efek samping katagori tidak ada keluhan Count 38 4 42 % within Efek samping

katagori 90.5% 9.5% 100.0%

% within Kelangsungan

AKDR 77.6% 33.3% 68.9%

% of Total 62.3% 6.6% 68.9%

ada keluhan Count 11 8 19

% within Efek samping

katagori 57.9% 42.1% 100.0%

% within Kelangsungan

AKDR 22.4% 66.7% 31.1%

% of Total 18.0% 13.1% 31.1%

Total Count 49 12 61

% within Efek samping

katagori 80.3% 19.7% 100.0%

% within Kelangsungan

AKDR 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 80.3% 19.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 8.788a 1 .003

Continuity Correctionb 6.847 1 .009

Likelihood Ratio 8.209 1 .004

Fisher's Exact Test .006 .006

Linear-by-Linear Association 8.644 1 .003

N of Valid Casesb 61

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.74. b. Computed only for a 2x2 table


(2)

Dukungan suami katagori * Penggunaan AKDR

Crosstab

Kelangsungan AKDR

Total Tidak droup

out droup out

Dukungan suami katagori mendukung Count 41 8 49

% within Dukungan

suami katagori 83.7% 16.3% 100.0% % within Kelangsungan

AKDR 83.7% 66.7% 80.3%

% of Total 67.2% 13.1% 80.3%

tidak mendukung Count 8 4 12

% within Dukungan

suami katagori 66.7% 33.3% 100.0% % within Kelangsungan

AKDR 16.3% 33.3% 19.7%

% of Total 13.1% 6.6% 19.7%

Total Count 49 12 61

% within Dukungan

suami katagori 80.3% 19.7% 100.0% % within Kelangsungan

AKDR 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 80.3% 19.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 1.764a 1 .184

Continuity Correctionb .852 1 .356

Likelihood Ratio 1.600 1 .206

Fisher's Exact Test .229 .176

Linear-by-Linear Association 1.735 1 .188 N of Valid Casesb 61

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.36. b. Computed only for a 2x2 table


(3)

Logistic Regression

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Selected Cases Included in Analysis 61 100.0

Missing Cases 0 .0

Total 61 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 61 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding Original Value Internal Value

Tidak droup out 0

droup out 1

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

Observed

Predicted Kelangsungan AKDR

Percentage Correct Tidak droup out droup out

Step 0 Kelangsungan AKDR Tidak droup out 49 0 100.0

droup out 12 0 .0

Overall Percentage 80.3

a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant -1.407 .322 19.080 1 .000 .245

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables Umur 4.151 1 .042

Paritas 9.173 1 .002

EKAT 8.788 1 .003

DKAT 1.764 1 .184


(4)

Block 1: Method = Backward Stepwise (Wald) Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 19.443 4 .001

Block 19.443 4 .001

Model 19.443 4 .001

Step 2a Step -3.289 1 .070

Block 16.153 3 .001

Model 16.153 3 .001

Step 3a Step -.395 1 .530

Block 15.759 2 .000

Model 15.759 2 .000

a. A negative Chi-squares value indicates that the Chi-squares value has decreased from the previous step.

Model Summary

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 41.048a .273 .434

2 44.337b .233 .370

3 44.732b .228 .362

a. Estimation terminated at iteration number 20 because maximum iterations has been reached. Final solution cannot be found. b. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001.

Classification Tablea

Observed

Predicted Kelangsungan AKDR

Percentage Correct Tidak droup out droup out

Step 1 Kelangsungan AKDR Tidak droup out 47 2 95.9

droup out 7 5 41.7

Overall Percentage 85.2

Step 2 Kelangsungan AKDR Tidak droup out 47 2 95.9

droup out 8 4 33.3

Overall Percentage 83.6

Step 3 Kelangsungan AKDR Tidak droup out 47 2 95.9

droup out 8 4 33.3

Overall Percentage 83.6


(5)

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 1a Umur 22.862 4.019E4 .000 1 1.000 8.486E9

Paritas 2.356 .838 7.910 1 .005 10.546

EKAT 1.665 .841 3.921 1 .048 5.286

DKAT .865 .924 .877 1 .349 2.376

Constant -3.324 .793 17.585 1 .000 .036

Step 2a Paritas 2.133 .805 7.022 1 .008 8.439

EKAT 1.922 .812 5.596 1 .018 6.833

DKAT .562 .887 .402 1 .526 1.755

Constant -3.145 .742 17.986 1 .000 .043

Step 3a Paritas 2.093 .796 6.922 1 .009 8.109

EKAT 2.049 .788 6.766 1 .009 7.764

Constant -3.047 .712 18.332 1 .000 .048

a. Variable(s) entered on step 1: Umur, Paritas, EKAT, DKAT. Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 2a Variables Umur 3.709 1 .054

Overall Statistics 3.709 1 .054

Step 3b Variables Umur 2.899 1 .089

DKAT .406 1 .524

Overall Statistics 3.746 2 .154

a. Variable(s) removed on step 2: Umur. b. Variable(s) removed on step 3: DKAT.


(6)

Dokumen yang terkait

Faktor-faktor yang Memengaruhi Lama Ketidaklangsungan Pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) pada Ibu PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Patumbak Tahun 2013

2 81 143

Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap Istri Serta Dukungan Suami Terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Pada Ibu Paska Aborsi Dengan Kuretase Di Rumah Sakit Di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

2 51 141

Pengaruh Faktor Personal, Sosial dan Situasional terhadap Kelangsungan Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Marelan

2 68 119

PENDAHULUAN Hubungan Antara Dukungan Suami terhadap Istri dalam Keputusan Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Wilayah Kerja Puskesmas Ngemplak Kabupaten Boyolali.

0 2 7

karakteristik akseptor kb alat kontrasepsi dalam rahim di wilayah kerja puskesmas kti kebidanan

0 0 5

HUBUNGAN PARITAS, UMUR DAN PENGETAHUAN IBU DENGAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SIDOREJO KOTA LUBUKLINGGAU TAHUN 2015 Yeni Elviani,SKM,M.Kes Dosen Prodi Keperawatan LubukLinggau Poltekkes Kemenkes Palembang ABSTRAK - Hu

0 0 15

Case Processing Summary - HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM (AKDR) DAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI DI PUSKESMAS PAGEDANGAN KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2016

0 1 16

Pengaruh Umur, Paritas, Efek Samping dan Dukungan Suami terhadap Kelangsungan Pemakaian Alat Kontrasepsi dalam Rahim di Wilayah Kerja Puskesmas Kabanjahe Tahun 2013

0 0 17

Pengaruh Umur, Paritas, Efek Samping dan Dukungan Suami terhadap Kelangsungan Pemakaian Alat Kontrasepsi dalam Rahim di Wilayah Kerja Puskesmas Kabanjahe Tahun 2013

0 0 38

1 HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI TERHADAP PENGGUNAAN ALAT KONTRASESPSI DALAM RAHIM DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GAMPING II SLEMAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Dukungan Suami terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi dalam Rahim di Wilayah Kerja Puskesmas Gamp

0 0 11