BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efektifitas 2.1.1 Definisi - Efektivitas KIE Melalui Ceramah Booklet dan Powerpoint untuk Meningkatkan Pengetahuan Sub PPKBD (Kader) tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi di Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara tahun 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Efektifitas
2.1.1 Definisi
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, efektifitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai nilai efektif, pengaruh atau akibat, bisa diartikan sebagai kegiatan yang bisa memberikan hasil yang memuaskan, dapat dikatakan juga bahwa efektifitas merupakan keterkaitan antara tujuan dan hasil yang dinyatakan, dan menunjukkan derajat kesesuaian antara tujuan yang dinyatakan dengan hasil yang dicapai. Jadi pengertian efektifitas adalah pengaruh yang ditimbulkan atau disebabkan oleh adanya suatu kegiatan tertentu untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan yang dicapai dalam setiap tindakan yang dilakukan (Starawaji, 2009) .
Dapat disimpulkan bahwa pengertian efektifitas adalah keberhasilan suatu aktifitas atau kegiatan dalam mencapai tujuan dan target, sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya, dan apabila tujuan dan target dapat tercapai sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya, dikatakan efektif dan sebaliknya apabila tujuan dan target tidak dapat tercapai sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya maka aktifitas itu dikatakan tidak efektif.
2.1.2 Cara Pengukuran Efektifitas
Terdapat cara pengukuran terhadap efektifitas yang secara umum dan yang paling menonjol adalah sebagai berikut :
11
1. Keberhasilan program
2. Keberhasilan sasaran
3. Kepuasan terhadap program
4. Tingkat input dan output
5. Pencapaian tujuan menyeluruh (Cambel dalam Starawaji, 2009)
2.1.3 Pendekatan Efektifitas
Pendekatan efektifitas digunakan untuk mengukur sejauh mana aktifitas itu efektif. Ada beberapa pendekatan yang digunakan terhadap efektifitas yaitu: a. Pendekatan sasaran
Pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana suatu lembaga berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Pendekatan sasaran dalam pengukuran efektifitas dimulai dengan identifikasi sasaran organisasi dan mengukur tingkatan keberhasilan organisasi dalam mencapai sasaran tersebut.
Selain tercapainya tujuan, efektifitas juga selalu memperhatikan faktor waktu pelaksanaan. Oleh karena itu dalam efektifitas selalu terkandung unsur waktu pelaksanaan. Tujuan tercapai dengan waktu yang tepat maka program tersebut efektif.
b. Pendekatan sumber Pendekatan sumber mengukur efektifitas melalui keberhasilan suatu lembaga dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang dibutuhkannya. Suatu lembaga harus dapat memperoleh berbagai macam sumber dan juga memelihara keadaan dan sistem agar dapat efektif. Pendekatan ini didasarkan pada teori mengenai keterbukaan sistem suatu lembaga terhadap lingkungannya, karena lembaga mempunyai hubungan yang merata dengan lingkungannya dimana dari lingkungan diperoleh sumber-sumber yang merupakan input lembaga tersebut dan output yang dihasilkan juga dilemparkannya pada lingkungannya.
c. Pendekatan proses Pendekatan proses menganggap sebagai efisiensi dan kondisi kesehatan dari suatu lembaga internal. Pada lembaga yang efektif, proses internal berjalan dengan lancar dimana kegiatan bagian-bagian yang ada berjalan secara terkoordinasi. Pendekatan ini tidak memperhatikan lingkungan melainkan memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang dilakukan terhadap sumber-sumber yang dimiliki lembaga, yang menggambarkan tingkat efisiensi serta kesehatan lembaga.
2.1.4 Masalah dalam Pengukuran Efektifitas Efektifitas selalu diukur berdasarkan prestasi, produktivitas dan laba.
Pengukuran efektifitas dengan menggunakan sasaran yang sebenarnya dan memberikan hasil dari pada pengukuran efektifitas berdasarkan sasaran resmi dengan memperhatikan masalah yang ditimbulkan oleh beberapa hal berikut :
1. Adanya macam-macam output Adanya bermacam-macam output yang dihasilkan menyebabkan pengukuran efektifitas dengan pendekatan sasaran menjadi sulit untuk dilakukan. Pengukuran juga semakin sulit jika ada sasaran yang saling bertentangan dengan sasaran lainnya. Efektifitas tidak akan dapat diukur hanya dengan menggunakan suatu indikator atau efektifitas yang tinggi pada suatu sasaran yang seringkali disertai dengan efektifitas yang rendah pada sasaran lainnya. Dengan demikian, yang diperoleh dari pengukuran efektifitas adalah profil atau bentuk dari efek yang menunjukkan ukuran efektifitas pada setiap sasaran yang dimilikinya. Selanjutnya hal lain yang sering dipermasalahkan adalah frekuensi penggunaan kriteria dalam pengukuran efektifitas seperti yang dikemukakan oleh R.M Steers yaitu bahwa kriteria dan penggunaan hal-hal tersebut dalam pengukuran efektifitas adalah : a.
Adaptabilitas dan fleksibilitas b. Produktivitas c. Keberhasilan memperoleh sumber d. Keterbukaan dalam komunikasi e. Keberhasilan pencapaian program f. Pengembangan program (Steers dalam Starawaji, 2009)
2. Subjektivitas dalam adanya penilaian Pengukuran efektifitas dengan menggunakan pendekatan sasaran seringkali mengalami hambatan, karena sulitnya mengidentifikasi sasaran yang sebenarnya dan juga karena kesulitan dalam pengukuran keberhasilan dalam mencapai sasaran. Hal ini terjadi karena sasaran yang sebenarnya dalam pelaksanaan. Untuk itu ada baiknya bila meninjau perlu masuk ke dalam suatu lembaga untuk mempelajari sasaran yang sebenarnya karena informasi yang diperoleh hanya dari dalam suatu lembaga untuk melihat program yang berorientasi ke luar atau masyarakat, seringkali dipengaruhi oleh subjektifitas. Untuk sasaran yang dinyatakan dalam bentuk kualitatif, unsur subjektif itu tidak berpengaruh tetapi untuk sasaran yang harus dideskripsikan secara kuantitatif, informasi yang diperoleh akan sangat tergantung pada subjektifitas dalam suatu lembaga mengenai sasarannya. Hal ini didukung oleh pendapat R.M Steers yaitu bahwa lingkungan dan keseluruhan elemen-elemen kontekstual berpengaruh terhadap informasi lembaga dan menentukan tercapai tidaknya sasaran yang hendak dicapai. Karena itu perbedaan karakteristik faktor-faktor kontekstual ini perlu diperhatikan apabila hendak bermaksud mengukur efektifitas program yang terdapat pada lingkungan yang berbeda. Dengan demikian, suatu usaha atau kegiatan dikatakan efektifitas apabila tujuan atau sasaran dapat dicapai sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sebelumnya dan dapat memberikan manfaat yang nyata sesuai dengan kebutuhan (Steers dalam Starawaji, 2009).
2.2. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
2.2.1 Definisi
Menurut Effendi (1998) dalam Wardah (2010), komunikasi adalah pertukaran pikiran atau keterangan dalam rangka menciptakan rasa saling mengerti dan saling percaya demi terwujudnya hubungan yang baik antara seseorang dengan orang lain. Komunikasi kesehatan adalah usaha yang sistematis untuk memengaruhi secara positif perilaku kesehatan masyarakat, dengan menggunakan berbagai prinsip dan metode komunikasi, baik menggunakan komunikasi antar pribadi maupun komunikasi massa.
Informasi adalah suatu hal pemberitahuan/pesan yang diberikan kepada seseorang atau media kepada orang lain sesuai dengan kebutuhannya. Informasi adalah keterangan, gagasan maupun kenyataan-kenyataan yang perlu diketahui oleh masyarakat. Edukasi secara umum adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara sistematis, terencana dan terarah dengan partisipasi aktif dari individu ke kelompok maupun masyarakat umum untuk memecahkan masalah masyarakat sosial, ekonomi dan budaya (Wardah, 2010).
Menurut Effendy dalam Wardah (2010), pendidikan kesehatan merupakan salah satu kompetensi yang dituntut dari tenaga kesehatan, karena merupakan salah satu peranan yang harus dilaksanakan dalam setiap memberikan pelayanan kesehatan, baik itu terhadap individu, keluarga, kelompok atau masyarakat.
Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) adalah suatu kegiatan penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku individu, keluarga dan masyarakat (BkkbN, 2011).
Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) adalah suatu proses penyampaian pesan, informasi yang diberikan kepada masyarakat tentang program KB baik menggunakan media seperti: radio, televisi, pers, film, mobil unit penerangan, penerbitan, kegiatan promosi dan pameran dengan tujuan utama adalah untuk memecahkan masalah dalam lingkungan masyarakat dalam meningkatkan program KB atau sebagai penunjang tercapainya program KB (Wardah, 2010).
Agar berjalan dengan efektif sebaiknya topik Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) berdasarkan kebutuhan dan kondisinya. Mengingat ruang lingkup penyampaian Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) adalah perilaku dengan berbagai variabelnya, maka Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) ini juga mempergunakan prinsip dan metoda dari berbagai disiplin ilmu seperti komunikasi, antropologi medis, psikologi sosial dan pemasaran sosial.
2.2.2. Tahapan dalam KIE
Menurut Trimanah (2004), pengelolaan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) dibagi dalam 3 tahap pokok, yaitu :
1. Tahap perencanaan Pada tahap ini, kegiatan pokoknya yang dilakukan adalah mengumpulkan data, mengembangkan strategi, menguji coba dan memproduksi bahan-bahan komunikasi, membuat rencana pelaksanaan, menyiapkan pelaksanaan tahap intervensi (pelaksanaan).
2. Tahap intervensi Tahap intervensi ini dibagi ke dalam siklus-siklus pesan yang terpisah. Setiap siklus pesan mencakup informasi yang serupa dengan pendekatan yang sedikit berbeda disesuaikan dengan perubahan kebutuhan sasaran. Perubahan-perubahan ini dilakukan secara periodik, dapat mengurangi kejenuhan sasaran dan memungkinkan keterlibatan sasaran secara berkesinambungan. Cara ini memungkinkan perencana program untuk memasukkan hasil-hasil tahap sebelumnya ke dalam perencanaan tahap-tahap berikutnya. Cara ini memungkinkan perencana membuat beberapa kali perubahan-perubahan penting dalam strategi yang ditempuh. Perubahan-perubahan ini harus dilakukan sebagai jawaban terhadap informasi-informasi tentang penerimaan sasaran terhadap program dan efektifitas kegiatan yang dilaksanakan.
3. Tahap monitoring dan evaluasi (pemantauan dan penilaian) Tahap monitoring memberikan informasi kepada perencana mengenai pelaksanaan program, secara teratur dan pada waktu yang tepat, hingga perbaikan yang diperlukan dapat segera dilaksanakan. Aspek-aspek yang dipantau meliputi input, proses, dan output dari suatu kegiatan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE). Aspek-aspek tersebut meliputi: sasaran, media, jalur, isi pesan, hasil-hasil kegiatan, permasalahan yang dihadapi, kegiatan pemantauan oleh instansi di atasnya, tindak lanjut kegiatan dan kemandirian (Depkes RI, 1993). Tahap evaluasi dilakukan terhadap keluaran (output) program, dampak primer, perubahan perilaku dan perubahan status dari sasaran yang perinciannya antara lain sebagai berikut: a. Tahapan Indikator Keberhasilan
b. Keluaran (output) Frekuensi kegiatan KIE kelompok 1) Frekuensi kegiatan KIE perorangan 2) Frekuensi kegiatan KIE massa
c. Efek Primer Tingkat pengetahuan
d. Perubahan Perilaku Tingkat partisipasi dalam program 1) Tingkat kelestarian partisipasi 2) Perubahan Status Tingkat kesadaran
2.2.3. Tujuan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Menurut Handayani (2010), tujuan dari Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) adalah sebagai berikut:
a. Meletakkan dasar bagi mekanisme sosio kultural yang dapat menjamin berlangsungnya proses penerimaan untuk memberikan informasi yang sejelas- jelasnya tentang aspek medis kontrasepsi kepada calon peserta KB, dan kemudian mengajak mereka untuk menggunakan cara kontrasepsi yang sesuai dengan keinginannya.
b. Membantu klien dalam mengambil keputusan secara tepat dan cepat.
c. Meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktik KB sehingga tercapai penambahan peserta baru.
d. Membina kelestarian peserta KB.
e. Mendorong terjadinya proses perubahan perilaku ke arah yang positif, peningkatan pengetahuan, sikap dan praktik masyarakat (klien) secara wajar sehingga masyarakat melaksanakannya secara mantap sebagai perilaku yang sehat dan bertanggung jawab.
2.2.4. Jenis Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Menurut Wardah (2010), jenis Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) adalah:
1. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Individu: Suatu proses Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) timbul secara langsung antara petugas Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) dengan individu sasaran program KB.
2. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Kelompok: Suatu proses Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) timbul secara langsung antara petugas Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) dengan kelompok (2-15 orang).
3. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Massa: Suatu proses Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) tentang program KB yang dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat dalam jumlah besar.
2.2.5. Prinsip Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Menurut Handayani (2010) prinsip yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) adalah:
1. Memperlakukan klien dengan sopan, baik dan ramah.
2. Memahami, menghargai dan menerima keadaan ibu (status pendidikan, sosial ekonomi dan emosi) sebagaimana adanya.
3. Memberikan penjelasan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami.
4. Menggunakan alat peraga yang menarik dan mengambil contoh dari kehidupan sehari-hari.
5. Menyesuaikan isi penyuluhan dengan keadaan dan resiko yang dimiliki ibu.
6. Pemantapan kelestarian ber-KB dengan metode kontrasepsi efektif terpilih.
7. Mengarahkan gerakan KB nasional kepada gerakan yang menuntut partisipasi dari seluruh masyarakat.
8. Menumbuhkan lingkungan yang mendukung terhadap peningkatan penggunaan kontrasepsi.
9. Meningkatkan kualitas pelayanan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) melalui analisa sasaran yang semakin tajam, kesepakatan pengelola program, perkembangan isi pesan yang berkaitan dengan reproduksi sehat.
2.2.6. Langkah-Langkah Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Langkah-langkah dalam melakukan komunikasi, informasi dan edukasi adalah sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan komunikasi (Knowledge, Attitude, Practice)
2. Mengidentifikasi khalayak sasaran (segmentasi)
3. Mengembangkan pesan
4. Memilih media/strategi
5. Merencanakan dukungan sumberdaya dan penguatan interpersonal
6. Menyusun rencana kegiatan (jenis kegiatan, tugas, penanggung jawab, jangka waktu dan sumberdaya yang diperlukan)
7. Indikator keberhasilan Beberapa tahap dalam proses penerimaan atau penolakan seseorang terhadap keluarga berencana dalam kegiatan penerangan dan motivasi keluarga berencana adalah sebagai berikut:
a. Tahu Secara Sepintas (awareness) Individu mengetahui adanya KB, tetapi ia belum mempunyai informasi yang mendalam tentang sifat dan kegunaan gagasan tersebut. Ia mengetahui adanya KB dari berbagai sumber seperti surat kabar, radio, televisi dan lain-lain. b. Tertarik (interest) Individu mulai menaruh perhatian terhadap persoalan KB, dalam taraf ini individu ingin mengetahui lebih banyak tentang KB dengan sungguh-sungguh keterangan- keterangan atau penjelasan-penjelasan yang diperolehnya dari berbagai sumber.
c. Penilaian (evaluation) Setelah individu mempunyai pengetahuan yang cukup tentang KB, ia akan menilai untung ruginya KB bagi dirinya dan keluarganya.
d. Percobaan (trial) Dalam tahap ini individu mencoba menjalankan metoda atau cara KB yang diinginkannya. Hasil dari percobaan ini ada dua kemungkinan: Menerima dan melaksanakan KB (adopsi) atau menolak Keluarga Berencana (KB).
e. Adopsi (adoption) Individu menerima atau melaksanakan adopsi jika individu terus merasa puas, baik dari segi alat atau obat pencegah kehamilan maupun dari segi pelayanan petugas KB, maka individu akan terus menerima dan melaksanakan KB. Kemudian Menolak jika individu merasa sudah menerima dan melaksanakan KB kemudian merasa tidak puas, baik karena obat/alat pencegah kehamilan yang dipakai maupun akibat pelayanan petugas KB yang mengecewakannya, maka individu menolak yang berarti berhenti menerima dan melaksanakan KB.
Keadaan ini disebut ” drop out”. Apabila dalam tahap percobaan (trial) individu merasa tidak puas atau tidak senang, ia akan menolak KB. Dalam hal ini petugas
KB hendaknya dapat memberikan bimbingan dan pembinaan terus-menerus, serta tidak merasa kecewa karena individu seperti ini masih mempunyai dua kemungkinan yaitu: terus menolak jika individu merasa tidak puas dan tidak senang maka ia akan menolak dan kemungkinan menolak jika ternyata ia merasa puas dan senang, sesudah mendapat bantuan petugas KB, maka ia akan menerima.
2.2.7. KIE tentang Program KB
Petugas KB melakukan kegiatan penyuluhan, motivasi, KIE dan konseling program keluarga berencana untuk:
1. Mendorong peningkatan kesertaan ber-KB yang semakin mandiri.
2. Mendorong peran serta dan kepedulian masyarakat untuk memberikan perhatian kepada kesehatan dan keselamatan ibu dan keluarganya.
3. Meningkatkan kesadaran dan kepedulian keluarga terhadap kesehatan reproduksi dalam rangka membina keharmonisan keluarga.
4. Meningkatkan ketahanan keluarga yang meliputi aspek keagamaan, pendidikan, sosial budaya, cinta kasih dan perlindungan dalam rangka mewujudkan keluarga yang bahagia.
5. Mendorong keluarga agar mau dan mampu meningkatkan pendapatan keluarga melalui pemberdayaan ekonomi keluarga dalam rangka mewujudkan keluarga sejahtera (BkkbN, 2012).
2.3. Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB)
PLKB (Petugas Lapangan Keluarga Berencana) adalah perangkat pemerintah daerah yang melaksanakan tugas dan fungsi pengelolaaan, pergerakan dan pengembangan potensi, partisipasi masyarakat sesuai dengan tujuan kondisi dan kebutuhan program KB Nasional di tingkat desa atau kelurahan (BKKBN, 2008).
PLKB (Petugas Lapangan Keluarga Berencana) adalah seorang PNS atau non Pegawai Negeri Sipil yang diangkat oleh pejabat yang berwenang yang mempunyai tugas, tanggungjawab untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan, pelayanan, evaluasi dan pengembangan KB (BKKBN, 2011).
PLKB sebagai petugas yang mempunyai kedudukan di tingkat kelurahan/ desa, adalah merupakan petugas strategis yang diharapkan mampu menjawab dan membawa misi perubahan tersebut. Melalui PLKB, semua gagasan baru program KB bisa disampaikan kepada masyarakat. Melalui PLKB, semua potensi masyarakat bisa digali, dan melalui PLKB pula pada akhirnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan program KB bisa ditingkatkan (BKKBN, 2008).
PLKB mempunyai 10 fungsi yaitu: 1)pendekatan tokoh formal, 2)pendataan dan pemetaan, 3) pendekatan tokoh informan, 4) pembentukan kesepakatan, 5)penegasan kesepakatan, 5) komunikasi, informasi dan edukasi (KIE), 6)penyiapan kader dan penumbuhan IMP, 8) pelayanan, 9) pembinaan keluarga, 10)pencatatan dan pelaporan (BKKBN, 2012).
2.4. Sub Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (Sub PPKBD)
Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (PPKBD) adalah institusi masyarakat di tingkat kelurahan/desa yang mewadahi peran serta masyarakat dan pengelolaan, penyelenggaraan dan pembinaan program keluarga berencana di kelurahan/desa (BkkbN, 2011).
Sub Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (Sub PPKBD) adalah seorang atau beberapa orang kader dalam wadah organisasi yang secara sukarela berperan aktif melaksanakan / mengelola Gerakan Keluarga Berencana Nasional dan Pembangunan Keluarga Sejahtera di tingkat Dusun/RW (BKKBN, 2006).
Pelaksanaan Gerakan KB Nasional dan Gerakan Pembangunan Keluarga Sejahtera di setiap Desa/Kelurahan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh 1 (satu) orang PPKBD. Untuk pelaksanaannya PLKB memerlukan peran serta masyarakat, untuk membantu melaksanakan Gerakan KB Nasional, khususnya dalam meningkatkan peserta KB baru dan pembinaan peserta KB aktif, serta membantu PLKB menggerakkan seluruh potensi dusun/lingkungan/RW dalam gerakan KB dan pembangunan keluarga sejahtera.
Dalam pengangkatan Sub PPKBD, PLKB perlu memperhatikan persyaratan sebagai berikut:
1. Warga masyarakat desa/kelurahan setempat.
2. Tokoh masyarakat yang berpengaruh di desa/kelurahan, yang status keluarganya KS II ke tingkat pendidikan minimal lulus SD.
3. Bersedia menjadi Sub PPKBD secara aktif.
4. Bisa bekerjasama dengan PPKBD.
Menurut BKKBN (2012), kader sub PPKBD harus memiliki pengetahuan dan menguasai tentang Gerakan Pembangunan Keluarga Sejahtera meliputi:
Pengetahuan tentang bina keluarga sejahtera (BKB, BKR, BKL, BLK).
Gerakan nasional orangtua asuh (GNOTA). i.
h.
Gerakan keluarga berencana nasional melalui pondok pesantren.
g.
Bina keluarga Iqro.
f.
Gerakan keluarga berencana nasional, beasiswa, supersemar.
e.
Gerakan keluarga sadar lingkungan d. Keluarga sejahtera sadar buta aksara dan wajar 9 tahun.
c.
b.
1. Pengetahuan yang menyangkut reproduksi keluarga sejahtera, antara lain: a.
8 fungsi keluarga.
2. Pengetahuan yang menyangkut ketahanan keluarga sejahtera, antara lain: a.
Pemahaman gerakan keluarga sehat sejahtera; bina keluarga ibu hamil, bina keluarga ibu resiko tinggi, dan sebagainya.
e.
Pemahaman tentang keluarga sadar HIV/AIDS.
d.
Pemahaman tentang alat kontrasepsi: medis operatif, IUD, implant, suntikan, pil, kondom.
c.
Pemahaman tentang pola rasional tentang penggunaan alat kontrasepsi : penundaan kehamilan anak pertama, penjarangan anak kedua, penghentian kehamilan setelah anak kedua atau lebih.
b.
Pemahaman tentang reproduksi manusia: alat reproduksi pria, alat reproduksi wanita, siklus reproduksi.
Takesra untuk biaya pendidikan (Takesra Bidik). j.
Asuransi untuk biaya pendidikan k.
Pelaksanaan program Takesra dan Kukesra.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya.
Menurut Hidayat (2009) pengetahuan merupakan proses belajar dengan menggunakan panca indra yang dilakukan seseorang terhadap objek tertentu untuk dapat menghasilkan pengetahuan dan keterampilan.
Dan sebagainya.
g.
Program pengembangan kemitrausahaan.
f.
e.
Dan sebagainya 3. Pengetahuan yang menyangkut pemberdayaan ekonomi keluarga sejahtera, yaitu: a.
Bangga suka desa.
d.
Pelaksanaan kegiatan UPPKS (Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera).
c.
Tata cara penanggulangan kemiskinan, khususnya bagi keluarga sejahtera dan KS I alasan ekonomi.
b.
Pemahaman tentang indikator keluarga pra sejahtera, Keluarga Sejahtera (KS) I, KS II, KS III, dan KS III Plus.
2.5. Pengetahuan
Pengetahuan tersebut diperoleh baik dari pengalaman langsung maupun pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2010).
Menurut Taufik (2010), pengetahuan yang dicakup di dalam kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu: a.
Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
b.
Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
c.
Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks dan situasi yang lain.
d.
Analisa (Analysis) Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih pada kaitannya satu sama lain. e.
Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi yang ada.
f.
Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
Menurut Notoatmodjo (2010), dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni: a.
Cara tradisional untuk memperoleh pengetahuan Cara kuno atau tradisional dipakai orang untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sebelum ditemukannya metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematik dan logis. Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain meliputi: 1)
Cara Coba Salah (trial and error) Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan satu hingga beberapa kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil maka dicoba dengan kemungkinan yang lain, sampai masalah tersebut dapat terpecahkan.
2) Secara kebetulan
Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak disengaja oleh orang yang bersangkutan. Salah satu contoh adalah ditemukannya kina sebagai obat penyembuhan penyakit malaria. Kina ditemukan sebagai obat malaria adalah secara kebetulan oleh seorang penderita malaria yang sering mengembara. 3)
Cara kekuasaan atau otoritas Dimana pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan. 4)
Berdasarkan pengalaman pribadi Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu. 5)
Cara Akal sehat (Common sense) Akal sehat atau common sense kadang-kadang dapat menemukan teori atau kebenaran pengetahuan. Sebelum ilmu pendidikan berkembang, para orang tua zaman dahulu agar anaknya mau menuruti nasehat orang tuanya, atau agar anak disiplin menggunakan cara hukuman. Sampai sekarang berkembang menjadi teori atau kebenaran bahwa hukuman adalah merupakan metode bagi pendidikan anak (meskipun bukan yang paling baik).
6) Kebenaran melalui wahyu
Ajaran dan dogma agama adalah suatu kebenaran yang diwahyukan dari Tuhan melalui para Nabi.
7) Kebenaran secara intuitif
Kebenaran secara intuitif diperoleh manusia secara cepat sekali melalui proses di luar kesadaran dan tanpa melalui proses penalaran atau berpikir.
8) Melalui jalan pikiran
Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berpikir manusia juga ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain dalam memperoleh kebenaran pengetahuan, manusia telah menggunakan jalan pikirannya.
b.
Cara modern dalam memperoleh pengetahuan Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut Metode Penelitian Ilmiah, atau lebih populer disebut metodologi penelitian.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara wawancara atau kuesioner yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek peneliti atau responden. Pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan dalam domain kognitif (Notoatmodjo, 2010).
2.6. Keluarga Berencana
Menurut Hartanto (2010) Keluarga Berencana adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami isteri untuk mendapatkan objektif-objektif tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan usia suami isteri, dan menentukan jumlah anak dalam keluarga.
Kontrasepsi adalah usaha-usaha mencegah kehamilan. Usaha-usaha itu dapat bersifat sementara dan dapat juga dapat bersifat permanen. Sampai sekarang cara kontrasepsi yang ideal belum ada. Kontrasepsi ideal itu harus dapat dipercaya, tidak menimbulkan efek yang mengganggu kesehatan, daya kerjanya dapat diatur menurut kebutuhan, tidak menimbulkan gangguan saat melakukan coitus, tidak memerlukan motivasi terus-menerus, mudah pelaksanaannya, murah harganya sehingga dapat dijangkau oleh lapisan masyarakat dan dapat diterima penggunaannya oleh pasangan yang bersangkutan (Wiknjosastro, 2009).
2.6.1. Metode Kontrasepsi
2.6.1.1. Pil KB
1. Pil Kombinasi (Anisah, 2010)
Pil kombinasi adalah pil KB yang mengandung kombinasi derivat estrogen dan derivat progesteron dalam dosis kecil. Adapun jenis dari pil kombinasi yaitu: a. Monofasik Monofasik adalah pil kombinasi yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormon aktif progesteron dan estrogen dalam dosis yang sama, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif.
b. Bifasik Bifasik adalah pil kombinasi yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormon aktif progesteron dan estrogen dengan dua dosis yang berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif.
c. Trifasik Trifasik adalah pil kombinasi yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormon aktif progesteron dan estrogen dengan tiga dosis yang berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif.
2. Pil Mini
Pil mini hanya mengandung progestin saja dalam dosis rendah. Oleh karena itu, pil
mini cocok untuk ibu menyusui karena tidak mengganggu produksi ASI. Ada 2 jenis
pil mini yaitu: pil mini dalam kemasan isi pil 28 dan 35 pil.2.6.1.2 Cara Kerja Pil
Menurut Saifuddin (2010), cara kerja dari pil adalah sebagai berikut: 1. Menekan sekresi gonadotropin dan sintesis steroid seks di ovarium.
2. Endometrium mengalami transformasi lebih awal sehingga implantasi lebih sulit.
3. Mengentalkan lendir serviks sehingga menghambat penetrasi sperma.
4. Mengubah motilitas tuba sehingga transportasi sperma terganggu.
2.3.1.3 Keuntungan Pil Pil KB memberikan keuntungan yaitu resiko terhadap kesehatan kecil, efektifitas
tinggi bila diminum secara teratur, tidak mengganggu hubungan seksual, siklus haid
teratur, dapat mengurangi kejadian anemia, dapat digunakan dalam jangka panjang,
mudah dihentikan setiap waktu, dapat digunakan sebagai kontrasepsi darurat dan
membantu mengurangi kejadian kehamilan ektopik, kanker ovarium, kanker
endometrium, kista ovarium, penyakit radang panggul, kelainan jinak pada payudara,
dismenorea dan jerawat (Anisah, 2010).2.3.1.4 Efek Samping Pil Mual terutama pada 3 bulan pertama, perdarahan bercak, pusing dan nyeri
payudara, timbul flek-flek hitam di wajah, tidak mencegah IMS, HBV, HIV/AIDS,
amenorea, berat badan naik sedikit dan dapat meningkatkan tekanan darah dan retensi
cairan, sehingga beresiko stroke dan gangguan pembekuan darah pada vena (Saifuddin,
2010).2.3.1.5 Indikasi Pil Pada prinsipnya hampir semua ibu boleh menggunakan kontrasepsi pil seperti:
usia reproduksi, telah memiliki anak ataupun yang belum memiliki anak, gemuk atau
kurus, menginginkan metode kontrasepsi dengan efektifitas tinggi, setelah melahirkandan tidak menyusui, pasca keguguran, anemia karena haid berlebihan, nyeri haid hebat,
siklus haid tidak teratur, riwayat kehamilan ektopik, kelainan payudara jinak, kencing
manis tanpa komplikasi pada ginjal, penyakit tiroid, penyakit radang panggul,
endometriosis atau tumor ovarium jinak, menderita tuberkulosis dan varises vena
(Saifuddin, 2010).2.6.1.6 Kontra Indikasi Pil 1.
Hamil atau dicurigai hamil.
2. Menyusui eksklusif.
3. Perdarahan pervaginam yang belum diketahui penyebabnya.
4. Penyakit hati akut (hepatitis).
5. Perokok dengan usia lebih dari 35 tahun.
6. Riwayat penyakit jantung, stroke, atau tekanan darah > 180/110 mmHg.
7. Riwayat gangguan faktor pembekuan darah atau kencing manis > 20 tahun.
8. Kanker payudara atau dicurigai kanker payudara.
Migrain dan gejala neurologik fokal (epilepsi/riwayat epilepsi).
9.
10. Tidak dapat menggunakan pil secara teratur setiap hari. (Saifuddin, 2010)
2.6.2 Suntik KB
2.6.2.1 Jenis dan Cara Kerja
Kontrasepsi suntik adalah suatu cara kontrasepsi untuk wanita yang mampu melindungi seorang ibu terhadap kehamilan yang diberikan secara suntik. Dalam cara KB ini, seorang wanita diberikan injeksi hormon setiap 1-3 bulan, biasanya di klinik oleh petugas kesehatan (Manuaba, 2009).
KB suntik terdiri dari 2 ragam yakni suntikan progestin saja dan suntikan terpadu/kombinasi (progestin dan estrogen). Untuk suntikan progestin, misalnya Depoprovera atau Noristerat, hanya mengandung hormone progestin saja. Suntik progestin diberikan 2 atau 3 bulan sekali. Ini akan aman untuk perempuan yang sedang menyusui atau yang tidak boleh memakai tambahan estrogen (Suratun, 2010).
Jenis kontrasepsi ini pada dasarnya mempunyai cara kerja seperti pil yaitu
mencegah terjadinya ovulasi, mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan
kemampuan penetrasi sperma, menjadikan selaput lendir rahim tipis dan atrofi serta
menghambat transportasi gamet oleh tuba (Saifuddin, 2010).2.6.2.2 Keuntungan
Keuntungan alat kontrasepsi suntik adalah sebagai berikut: 1. Sangat efektif.
2. Pencegahan kehamilan jangka panjang.
3. Tidak berpengaruh pada hubungan seksual.
4. Klien tidak perlu menyimpan obat suntik.
5. Membantu mencegah kanker endometrium dan kehamilan ektopik.
6. Menurunkan kejadian penyakit kanker payudara.
7. Mencegah beberapa penyebab penyakit radang panggul.
8. Menurunkan krisis anemia bulan sabit. (BKKBN, 2006)
2.6.2.3 Kerugian
Kerugian penggunaan KB suntik adalah: 1. Perdarahan tidak teratur atau perdarahan bercak dan amenore.
2. Keterlambatan kembali kesuburan sampai satu tahun.
3. Depresi.
4. Berat badan meningkat.
Galaktore 5.
6. Terjadi osteoporosis pada pemakaian jangka panjang (Everett, 2008).
2.6.2.4 Indikasi Indikasi penggunaan KB suntik adalah: 1. Anemia 2. Haid teratur 3. Usia reproduksi 4. Nyeri haid hebat 5. Memberikan ASI > 6 bulan 6. Riwayat kehamilan ektopik 7. Pasca persalinan dan tidak menyusui 8. Sering lupa menggunakan kontrasepsi pil 9. Ingin mendapatkan kontrasepsi dengan efektifitas tinggi (Handayani, 2010).
2.6.2.5 Kontra Indikasi Kontraindikasi penggunaan KB suntik adalah: 1. Kehamilan 2. Perdarahan saluran genital yang tidak terdiagnosis 3. Penyakit arteri berat di masa lalu atau saat ini 4. Kelainan lipid yang hebat 5. Penyakit trofoblastik 6. Adanya penyakit hati, adenoma, atau kanker hati.
7. Penyakit sistemik kronis 8.
Faktor resiko penyakit arteri (kelainan lipid dapat memperburuk karena POP) 9. Depresi berat (Everett, 2008)
2.6.3 AKBK (Alat Kontrasepsi Bawah Kulit)
2.6.3.1 Definisi Salah satu jenis alat kontrasepsi yang berupa susuk yang terbuat dari sejenis karet silastik yang berisi hormon, dipasang pada lengan atas.
2.6.3.2 Keuntungan Keuntungan AKBK adalah: 1. Efektifitas tinggi 2. Mudah kembali subur 3. Kontrasepsi jangka panjang 4. Bebas efek samping estrogen 5. Kegagalan pengguna rendah
2.3.3.3 Kerugian Kerugian alat kontrasepsi AKBK adalah: 1. Membutuhkan seorang professional terlatih untuk memasang dan melepas implant.
2. Perdarahan menstruasi tidak teratur, seperti amenore dan perdarahan bercak 3.
Efek samping minor seperti sakit kepala dan jerawat 4. Kemungkinan rasa tidak nyaman atau infeksi pada tempat pemasangan.
2.3.3.4 Indikasi
Indikasi penggunaan alat kontrasepsi bawah kulit (AKBK) adalah: 1. Membutuhkan kontrasepsi jangka panjang selama 1 sampai 5 tahun 2.
Wanita yang menyenangi kontrasepsi yang bekerja lama 3. Wanita yang tidak boleh menggunakan pil kb yang mengandung estrogen.
2.3.3.5 Kontraindikasi
Kontraindikasi penggunaan alat kontrasepsi bawah kulit (AKBK) adalah: 1. Kehamilan atau disangka hamil 2. Penderita penyakit hati akut 3.
Kanker payudara 4. Kelainan jiwa 5. Penyakit jantung, hipertensi dan diabetes melitus 6. Riwayat kehamilan ektopik
2.6.4 AKDR (Alat Kontrasepsi dalam Rahim)
2.6.4.1 Definisi AKDR (Alat Kontrasepsi dalam Rahim) Alat Kontrasepsi dalam Rahim (AKDR) merupakan benda padat yang apabila
dipasang di dalam cavitas uteri dapat menyebabkan perubahan endometrium, sehingga
mengganggu implantasi ovum dan tidak mencegah ovulasi. Alat Kontrasepsi dalam
Rahim (AKDR) mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam, tetapi kebanyakan
dibuat dari bahan plastik atau silicon (Sarwono, 2008).2.6.4.2 Jenis – Jenis AKDR (Alat Kontrasepsi dalam Rahim) Ada berbagai jenis AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) yang beredar di
Indonesia. Secara umum AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) terdiri dari 3 tipe
yaitu: 1. Inert, dibuat dari plastik (Lippes Loop) atau baja anti karat (the Chinese Ring).2. Mengandung tembaga, seperti TCu 380A, TCu 200c, Multiload (MLCu 250 dan 375) serta Nova T
3. Mengandung hormon steroid, seperti progestasert (Hormon Progesteron) dan Levonova (Levonorgestrel).
2.6.4.3 Mekanisme Kerja AKDR (Alat Kontrasepsi dalam Rahim) Sampai saat ini mekanisme kerja AKDR (Alat Kontrasepsi dalam Rahim) belum
diketahui secara pasti. Menurut Hartanto (2010), mengatakan AKDR (Alat Kontrasepsi
dalam Rahim) dapat menghancurkan blastokista atau sperma. AKDR (Alat Kontrasepsi
dalam Rahim) yang mengandung tembaga juga menghambat khasiat anhidrasae karbon
dan fosfatase alkali, memblok bersatunya sperma dan ovum, mengurangi jumlah sperma
yang mencapai tuba fallopi dan menginaktifkan sperma. AKDR (Alat Kontrasepsi dalam
Rahim) yang mengeluarkan hormon juga menebalkan lendir serviks hingga menghalangi
pergerakan sperma.2.6.4.4 Keuntungan AKDR (Alat Kontrasepsi dalam Rahim) Menurut Sarwono (2008), keuntungan dari AKDR (Alat Kontrasepsi dalam Rahim) yaitu:
1. Sebagai kontrasepsi efektifitas tinggi, yaitu 0,6 – 0,8 kehamilan /100 perempuan dalam 1 tahun pertama dan 1 kegagalan dalam 125 – 170 kehamilan.
2. AKDR (Alat Kontrasepsi dalam Rahim) dapat efektif segera setelah pemasangan.
3. Metode jangka panjang 4.
Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat 5. Tidak memengaruhi hubungan seksual
6. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil.
7. Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (CuT – 380 A).
8. Tidak memengaruhi kualitas dan volume ASI 9.
Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus.
Dapat digunakan sampai menopause.
10.
11. Tidak ada interaksi dengan obat-obatan 12.
Membantu mencegah kehamilan ektopik.
2.6.4.5 Indikasi AKDR (Alat Kontrasepsi dalam Rahim)
Menurut Sarwono (2008), yang dapat menggunakan AKDR (Alat Kontrasepsi dalam Rahim) adalah:
1. Usia reproduktif.
2. Keadaan nulli para.
3. Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang.
4. Setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya.
5. Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi.
6. Resiko rendah dari IMS (Infeksi Menular Seksual).
7. Tidak menghendaki metode hormonal.
8. Tidak menyukai mengingat-ingat minum pil setiap hari.
2.6.5. Tubektomi atau Metode Operasi Wanita (MOW)
2.6.5.1 Pengertian Tubektomi
Tubektomi atau kontap wanita adalah intervensi operatif yang dimaksudkan untuk mencegah fertilisasi secara permanen (Datta, 2010). Kontrasepsi tubektomi
(MOW) adalah setiap tindakan pada kedua saluran telur wanita atau saluran bibit pria yang mengakibatkan orang/pasangan yang bersangkutan tidak akan mendapat keturunan lagi (Wiknjosastro, 2008). Pada wanita tubektomi (MOW) lazimnya dilakukan dengan memotong dan mengikat sebagian saluran telur (tuba) sehingga dikenal istilah tubektomi (MOW).
2.6.5.2 Efektifitas Tubektomi (MOW)
Angka kegagalan hanya 0,5 per 100 wanita per tahun, kegagalan ini umumnya disebabkan tuba fallopi kembali menyambung setelah ditutup, namun hal ini sangat jarang terjadi (Rimelda, 2008).
2.6.5.3 Indikasi Tubektomi (MOW)
Menurut Saifuddin, (2010) indikasi tubektomi (MOW) yaitu usia >26 tahun, paritas >2, yakin telah mempunyai keluarga sesuai kehendak, pada kehamilan yang menimbulkan resiko, pasca persalinan, paham dan secara suka rela setuju dengan prosedur ini.
2.6.5.4 Kontra Indikasi Tubektomi (MOW)
Kontra indikasi tubektomi (MOW) yaitu hamil (sudah terdeteksi atau dicurigai), perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya, infeksi sistemik atau pelvic yang akut, tidak boleh menjalani proses pembedahan, kurang pasti/yakin untuk fertilitas di masa depan, belum memberi persetujuan tertulis.
2.6.5.5. Waktu Pelaksanaan Tubektomi (MOW)
Menurut Suratun (2008), waktu pelaksanaan tubektomi (MOW) sebaiknya dilakukan pada saat:
1. Pasca persalinan, sebaiknya dalam jangka waktu 48 jam pasca persalinan.
2. Pasca keguguran, dapat dilakukan pada hari yang sama dengan evakuasi rahim atau keesokan harinya.
3. Masa interval (keadaan tidak hamil), sebaiknya dilakukan dalam 2 hari siklus haid ataupun setelahnya, seandainya calon akseptor menggunakan salah satu cara kontrasepsi dalam siklus tersebut.
2.6.5.6 Keuntungan Tubektomi (MOW)
Keuntungan utama tubektomi (MOW) merupakan suatu metode cara ber-KB yang paling efektif dibandingkan seluruh cara yang tersedia. Keefektifannya tercapai begitu operasi selesai dikerjakan. Tubektomi (MOW) merupakan cara ber-KB jangka panjang yang tidak memerlukan tindakan ulangan yang artinya cukup sekali dikerjakan. Karena cara ini permanen, dapat dikatakan continuation ratenya praktis 100%. Meskipun kontrasepsi mantap harus ditempuh melalui operasi, tubektomi (MOW) merupakan cara yang paling aman, bebas dari efek samping asal semua prosedur dan persyaratan operasi terpenuhi. Sebagaimana cara KB lainnya kontrasepsi mantap bersifat praktis artinya tidak membutuhkan kunjungan ulang yang terjadwal dan tidak mengganggu hubungan seksual. Bebas dari efek samping hormonal seperti pil, suntik maupun implan (Sujiyatini, 2008).
2.6.5.7 Kerugian Tubektomi (MOW)
Menurut Sujiyatini (2008), kerugian kontrasepsi tubektomi (MOW) bersifat permanen, sehingga calon ibu atau pasien harus benar-benar menyadari bahwa sekali dilakukan sterilisasi hampir tidak mungkin hamil kembali. Cara ini hanya cocok untuk mereka yang tidak ingin anak lagi, bukan sebagai cara penjarangan. Kontrasepsi tubektomi (MOW) merupakan tindakan operasi, sehingga sayatan operasi harus terpenuhi terutama yang menyangkut pencegahan infeksi.
2.6.5.8 Komplikasi Tubektomi (MOW)
Perdarahan di daerah tuba, perdarahan karena perlukaan pembuluh darah besar, perporasi usus, emboli udara, dan perforasi rahim (Suratun, 2008).
2.7. Metode Pembelajaran Ceramah dan Media Powerpoint
2.7.1. Metode Ceramah
Metode ceramah adalah sebuah bentuk interaksi penerapan dan penuturan lisan dari guru kepada peserta didik. Menurut Djamarah dan Zain (2007) metode ceramah ialah cara penyajian pelajaran yang dilakukan guru dengan penuturan atau penjelasan lisan secara langsung terhadap siswa.
Meskipun metode ceramah ini sederhana dan mudah dilakukan namun metode ini mempunyai kelemahan-kelemahan yaitu: a.
Metode ceramah tidak dapat memberikan kesempatan kepada peserta berdiskusi memecahkan masalah, sehingga proses penyerapan pengetahuannya kurang tajam.
b.
Metode ceramah kurang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan keberanian mengemukakan pendapatnya.
c.
Pertanyaan lisan dalam ceramah kurang dapat ditangkap oleh pendengarnya apalagi menggunakan kata-kata asing.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam metode ceramah yang baik, yaitu: a.
Metode ceramah dipakai jika jumlah siswa sangat banyak, sehingga tidak mungkin guru menggunakan metode lain.
b.
Guru hendak menyampaikan materi pelajaran baru.
c.
Siswa telah mampu menerima informasi melalui kata-kata.
d.