Efektivitas KIE Melalui Ceramah Booklet dan Powerpoint untuk Meningkatkan Pengetahuan Sub PPKBD (Kader) tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi di Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara tahun 2014

(1)

EFEKTIFITAS KIE MELALUI CERAMAH BOOKLET DAN POWERPOINT UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN SUB PPKBD (KADER)

TENTANG PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI DI KOTA BINJAI PROVINSI SUMATERA UTARA

TAHUN 2014

TESIS

Oleh NURDEWI 127032155/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE EFFECTIVENESS OF CIE THROUGH LECTURE, BOOKLET AND POWERPOINT TO IMPROVE THE KNOWLEDGE OF SUB PPKBD

(CADRES) ON THE USE OF CONTRACEPTION DEVICES IN THE CITY OF BINJAI, SUMATERA UTARA PROVINCE

IN 2014

THESIS

By

NURDEWI 127032155/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

EFEKTIFITAS KIE MELALUI CERAMAH BOOKLET DAN POWERPOINT UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN SUB PPKBD (KADER)

TENTANG PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI DI KOTA BINJAI PROVINSI SUMATERA UTARA

TAHUN 2014

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh NURDEWI 127032155/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : EFEKTIVITAS KIE MELALUI CERAMAH BOOKLET DAN POWERPOINT UNTUK MENINGKAT-KAN PENGETAHUAN SUB PPKBD (KADER) TENTANG PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI DI KOTA BINJAI PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2014 Nama Mahasiswa : Nurdewi

Nomor Induk Mahasiswa : 127032155

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D) (Dra. Syarifah, M.S

Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 20 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D Anggota : Dra. Syarifah, M.S

Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M Drs. Eddy Syahrial, M.Kes


(6)

PERNYATAAN

EFEKTIFITAS KIE MELALUI CERAMAH BOOKLET DAN POWERPOINT UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN SUB PPKBD (KADER)

TENTANG PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI DI KOTA BINJAI PROVINSI SUMATERA UTARA

TAHUN 2014

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2014

Nurdewi 127032155/IKM


(7)

ABSTRAK

Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) adalah suatu proses penyampaian pesan, informasi yang diberikan kepada masyarakat tentang program KB dengan menggunakan media. Metode penyuluhan yang diduga efektif untuk meningkatkan pengetahuan yaitu metode ceramah dengan media booklet dan metode ceramah dengan media powerpoint.

Penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan rancangan perlakuan ulang (Pretest and Posttest Group Design). Penelitian dilaksanakan di Kota Binjai. Populasi dan sampel dibagi dalam 3 kelompok, 25 orang intervensi KIE metode ceramah dengan booklet, 25 orang intervensi KIE metode ceramah dengan powerpoint, dan 25 orang tidak diberi perlakuan. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Analisis data secara univariat dan bivariat menggunakan uji Wilcoxon.

Hasil penelitian dengan menunjukkan bahwa ada pengaruh KIE dengan metode ceramah booklet pada pengetahuan Sub PPKBD (Kader) tentang penggunaan alat kontrasepsi, p=0,000 < α=0,05. Ada pengaruh KIE dengan metode ceramah powerpoint pada pengetahuan Sub PPKBD (Kader) tentang penggunaan alat kontrasepsi, p=0,000 < α=0,05. Tidak ada peningkatan pengetahuan Sub PPKBD (Kader) tentang penggunaan alat kontrasepsi pada kelompok kontrol (pretest dan posttest), nilai p=0,317 > α=0,05. Metode ceramah booklet memiliki efektivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode ceramah powerpoint dalam meningkatkan pengetahuan Sub PPKBD (Kader) tentang penggunaan alat kontrasepsi. Efektivitas peningkatan pengetahuan dengan metode ceramah booklet sebesar 23,8%, sedangkan dengan metode ceramah powerpoint sebesar 19,0%.

Disarankan pada Badan KB dan PP lebih rutin (4 bulan sekali) memberikan KIE kepada sub PPKBD di seluruh wilayah Kota Binjai dengan menggunakan metode ceramah booklet yang terbukti paling efektif dalam meningkatkan pengetahuan Sub PPKBD (Kader).


(8)

ABSTRACT

Communication, Information, Education and Communication (IEC) is a process of delivering a message, the information given to the public about family planning program by using the media. Effective extension methods alleged to increase the knowledge of the lecture method with media booklets and lecture with powerpoint media.

This study was a quasi-experimental design with repeated treatment (pretest and posttest group design). The experiment was conducted in the city of Binjai. Population and samples were divided into 3 groups, 25 people IEC interventions lecture method with booklet, 25 IEC interventions with powerpoint lecture method, and 25 untreated. The data used are primary data and secondary data. Analysis of univariate and bivariate data using the Wilcoxon test.

The results of the study showed that there is an influence of KIE with lecture booklet on Sub PPKBD (Cadre) knowledge on the use of contraceptives, p = 0.000 < α = 0.05. There is the influence of KIE with powerpoint lecture on Sub PPKBD (Cadre) knowledge on the use of contraceptives, p = 0.000 <α = 0.05. No increase in knowledge of Sub PPKBD (Cadre) on contraceptive use in the control group (pretest and posttest), p-value = 0.317> α = 0.05. Lecture booklet has a higher efficacy compared with powerpoint lecture method in improving the knowledge of Sub PPKBD (Cadre) on the use of contraceptives. Increase the effectiveness of the lecture method booklets knowledge of 23.8%, whereas the powerpoint lecture method of 19.0%.

Board advised on more routine family planning and PP (4 months) providing IEC to sub PPKBD throughout the city of Binjai booklet using lecture method that proved most effective in increasing the knowledge of the Sub PPKBD (Cadre).


(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas segala Rahmat dan KaruniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul: “Efektivitas KIE Melalui Ceramah Booklet dan Powerpoint untuk Meningkatkan Pengetahuan Sub PPKBD (Kader) tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi di Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara tahun 2014.”

Penulis menyadari penulisan ini tidak dapat terlaksana tanpa bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih yang tidak terhingga kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D, selaku Pembimbing I yang penuh kesabaran dalam memberikan bimbingan kepada penulis.

5. Dra. Syarifah, M.S, selaku Pembimbing II dengan ketulusannya memberikan arahan, bimbingan dan nasehat kepada penulis.

6. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M dan Drs. Eddy Syahrial, M.Kes, selaku Tim Pembanding yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan guna penyempurnaan tesis ini.


(10)

7. Seluruh staf pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat selama penulis mengikuti pendidikan.

8. Orang tua (Alm. Tupon dan Almh Sukinem), Mertua (Ilhamsyah Lubis, Airsyah Ritonga) dan suami (Idjan Uni Kada Lubis, SH), serta anak-anak tercinta (Nabila Dzursyah Ghazala Lubis dan Nouval Muhtarom Akbar Lubis) yang selalu menjadi penyemangat dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan pendidikan terutama dalam penyusunan tesis ini.

9. Seluruh teman-teman mahasiswa Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara khususnya minat studi Kesehatan Reproduksi yang telah menyumbangkan masukan dan saran serta kritikan untuk kesempurnaan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat.

Medan, Oktober 2014 Penulis

Nurdewi 127032155/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Nurdewi berumur 49 tahun, dilahirkan di Binjai pada tanggal 15 Agustus 1965. Penulis beragama Islam, anak kelima dari sepuluh bersaudara pasangan Alm. Tupon dan Almh Sukinem. Penulis menikah dengan Idjan Uni Kada Lubis, SH, pada tahun 04 April 1998 dan dikaruniai dua orang anak, satu putri dan satu putra (Nabila Dzursyah Ghazala Lubis dan Nouval Muhtarom Akbar Lubis).

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 2 Sunggal tamat tahun 1979, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri Sunggal tamat tahun 1982, Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) Rumkit Binjai tamat tahun 1985. Penulis melanjutkan pendidikan ke Program Pendidikan Bidan (D1 Kebidanan) di SPK Flora Medan, tamat tahun 2000. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan ke Program Studi D-III Kebidanan di Poltekkes Depkes RI Medan tamat tahun 2005. Kemudian melanjutkan pendidikan D-IV Bidan Pendidik di Poltekkes Depkes RI Medan tamat tahun 2009. Pada tahun 2012-2014 penulis menempuh pendidikan S-2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku (PKIP) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis bekerja di BKKBN Binjai dari tahun 1989 sampai saat ini, yang telah berganti nama menjadi Badan KB dan PP (Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan) Kota Binjai.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 10

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Hipotesis ... 11

1.5. Manfaat Penelitian ... 11

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Efektivitas ... 12

2.2. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) ... 16

2.3. Teori SOR ... 25

2.4. Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) ... 27

2.5. Sub Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (Sub PPKBD) ... 28

2.6. Pengetahuan ... 31

2.7. Keluarga Berencana ... 35

2.8. Metode Pembelajaran Ceramah, Media Booklet, dan Media Powerpoint ... 48

2.9. Landasan Teori ... 58

2.10.Kerangka Konsep Penelitian ... 59

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 60

3.1. Jenis Penelitian ... 60

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 61

3.3. Populasi dan Sampel ... 60

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 63

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 67

3.6. Metode Pengukuran ... 68

3.7. Metode Analisis Data ... 69

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 70


(13)

4.2. Analisis Univariat ... 74

4.3. Analisis Data ... 92

BAB 5. PEMBAHASAN ... 98

5.1. Pengetahuan Sub PPKBD (Kader) tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi Sebelum dan Sesudah KIE ... 98

5.2. Hasil Uji Beda Proporsi Pengetahuan Sub PPKBD (Kader) tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi pada Kelompok Ceramah Booklet, Ceramah Powerpoint, dan Kelompok Kontrol ... 104

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 109

6.1. Kesimpulan ... 109

6.2. Saran ... 110

DAFTAR PUSTAKA ... 111


(14)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman 3.1. Jumlah Sampel di Setiap Kecamatan ... 62 3.2. Hasil Uji Validitas Kuesioner ... 66 3.3. Hasil Uji Reliabilitas Angket ... 67 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik di Kota Binjai

Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 ... 74 4.2. Distribusi Frekuensi Jawaban Butir Soal Pengetahuan Sub PPKBD

(Kader) tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi Sebelum KIE Melalui Ceramah Booklet di Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara Tahun

2014 ... 75 4.3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang Penggunaan

Alat Kontrasepsi Sebelum KIE Melalui Ceramah Booklet di Kota

Binjai Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 ... 77 4.4. Distribusi Frekuensi Jawaban Butir Soal Pengetahuan Sub PPKBD

(Kader) tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi Sebelum KIE Melalui Ceramah Powerpoint di Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara Tahun

2014 ... 78 4.5. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang Penggunaan

Alat Kontrasepsi Sebelum KIE Melalui Ceramah Powerpoint di Kota

Binjai Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 ... 80 4.6. Distribusi Frekuensi Jawaban Butir Soal Pengetahuan Sub PPKBD

(Kader) tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi pada Kelompok Kontrol (Pretest) di Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara Tahun

2014 ... 81 4.7. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Sub PPKBD (Kader) tentang

Penggunaan Alat Kontrasepsi pada Kelompok Kontrol (Pretest) di

Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 ... 83 4.8. Distribusi Frekuensi Jawaban Butir Soal Pengetahuan Sub PPKBD

(Kader) tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi Sesudah KIE Melalui Ceramah Booklet di Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara Tahun

2014 ... 84 4.9. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang Penggunaan

Alat Kontrasepsi Setelah KIE Melalui Ceramah Booklet di Kota


(15)

4.10. Distribusi Frekuensi Jawaban Butir Soal Pengetahuan Sub PPKBD (Kader) tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi Sesudah KIE Melalui Ceramah Powerpoint di Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara Tahun

2014 ... 86 4.11. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang Penggunaan

Alat Kontrasepsi Setelah KIE Melalui Ceramah Booklet di Kota

Binjai Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 ... 88 4.12. Distribusi Frekuensi Jawaban Butir Soal Pengetahuan Sub PPKBD

(Kader) tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi pada Kelompok kontrol (Posttest) di Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara Tahun

2014 ... 89 4.13. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang Penggunaan

Alat Kontrasepsi pada Posttest di Kota Binjai Provinsi Sumatera

Utara Tahun 2014 ... 91 4.14. Hasil Uji Beda Proporsi Pengetahuan Sub PPKBD (Kader) tentang

Penggunaan Alat Kontrasepsi Sebelum dan Sesudah Pemberian

Intervensi KIE Pada Kelompok Ceramah Booklet ... 92 4.15. Hasil Uji Beda Proporsi Pengetahuan Sub PPKBD (Kader) tentang

Penggunaan Alat Kontrasepsi Sebelum dan Sesudah Pemberian

Intervensi KIE Pada Kelompok Ceramah Powerpoint... 94 4.16. Hasil Uji Beda Proporsi Pengetahuan Sub PPKBD (Kader) tentang

Penggunaan Alat Kontrasepsi Sebelum dan Sesudah Pemberian


(16)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman 2.1. Teori S-O-R ... 46 2.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 56


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Judul Halaman No Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 114

2. Data Uji Validitas Reliabilitas Data ... 119

3. Output Uji Validitas dan Reliabilitas ... 120

4. Master Data ... 123

5. Output SPSS Data Penelitian ... 124

6. Tabel Peningkatan dan Penurunan Jawaban Sebelum dan Setelah Perlakuan ... 164

7. Foto Dokumentasi ... 166

8. Daftar Hadir Responden ... 169

9. Materi Booklet ... 172

10. Materi Powerpoint ... 181


(18)

ABSTRAK

Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) adalah suatu proses penyampaian pesan, informasi yang diberikan kepada masyarakat tentang program KB dengan menggunakan media. Metode penyuluhan yang diduga efektif untuk meningkatkan pengetahuan yaitu metode ceramah dengan media booklet dan metode ceramah dengan media powerpoint.

Penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan rancangan perlakuan ulang (Pretest and Posttest Group Design). Penelitian dilaksanakan di Kota Binjai. Populasi dan sampel dibagi dalam 3 kelompok, 25 orang intervensi KIE metode ceramah dengan booklet, 25 orang intervensi KIE metode ceramah dengan powerpoint, dan 25 orang tidak diberi perlakuan. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Analisis data secara univariat dan bivariat menggunakan uji Wilcoxon.

Hasil penelitian dengan menunjukkan bahwa ada pengaruh KIE dengan metode ceramah booklet pada pengetahuan Sub PPKBD (Kader) tentang penggunaan alat kontrasepsi, p=0,000 < α=0,05. Ada pengaruh KIE dengan metode ceramah powerpoint pada pengetahuan Sub PPKBD (Kader) tentang penggunaan alat kontrasepsi, p=0,000 < α=0,05. Tidak ada peningkatan pengetahuan Sub PPKBD (Kader) tentang penggunaan alat kontrasepsi pada kelompok kontrol (pretest dan posttest), nilai p=0,317 > α=0,05. Metode ceramah booklet memiliki efektivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode ceramah powerpoint dalam meningkatkan pengetahuan Sub PPKBD (Kader) tentang penggunaan alat kontrasepsi. Efektivitas peningkatan pengetahuan dengan metode ceramah booklet sebesar 23,8%, sedangkan dengan metode ceramah powerpoint sebesar 19,0%.

Disarankan pada Badan KB dan PP lebih rutin (4 bulan sekali) memberikan KIE kepada sub PPKBD di seluruh wilayah Kota Binjai dengan menggunakan metode ceramah booklet yang terbukti paling efektif dalam meningkatkan pengetahuan Sub PPKBD (Kader).


(19)

ABSTRACT

Communication, Information, Education and Communication (IEC) is a process of delivering a message, the information given to the public about family planning program by using the media. Effective extension methods alleged to increase the knowledge of the lecture method with media booklets and lecture with powerpoint media.

This study was a quasi-experimental design with repeated treatment (pretest and posttest group design). The experiment was conducted in the city of Binjai. Population and samples were divided into 3 groups, 25 people IEC interventions lecture method with booklet, 25 IEC interventions with powerpoint lecture method, and 25 untreated. The data used are primary data and secondary data. Analysis of univariate and bivariate data using the Wilcoxon test.

The results of the study showed that there is an influence of KIE with lecture booklet on Sub PPKBD (Cadre) knowledge on the use of contraceptives, p = 0.000 < α = 0.05. There is the influence of KIE with powerpoint lecture on Sub PPKBD (Cadre) knowledge on the use of contraceptives, p = 0.000 <α = 0.05. No increase in knowledge of Sub PPKBD (Cadre) on contraceptive use in the control group (pretest and posttest), p-value = 0.317> α = 0.05. Lecture booklet has a higher efficacy compared with powerpoint lecture method in improving the knowledge of Sub PPKBD (Cadre) on the use of contraceptives. Increase the effectiveness of the lecture method booklets knowledge of 23.8%, whereas the powerpoint lecture method of 19.0%.

Board advised on more routine family planning and PP (4 months) providing IEC to sub PPKBD throughout the city of Binjai booklet using lecture method that proved most effective in increasing the knowledge of the Sub PPKBD (Cadre).


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keluarga Berencana (KB) bukanlah hal baru karena menurut catatan-catatan dan tulisan-tulisan yang berasal dari Mesir Kuno, Yunani Kuno, dan Tiongkok Kuno serta India, hal ini telah dipraktekkan sejak berabad-abad yang lalu, tetapi waktu itu cara-cara yang dipakai masih primitif. Di Indonesia, sejak zaman dahulu telah dipakai obat dan jamu untuk mencegah kehamilan. Selanjutnya, keluarga berencana modern di Indonesia mulai dikenal pada tahun 1953. Pada waktu itu sekelompok ahli kesehatan, kebidanan, dan tokoh masyarakat telah mulai membantu masyarakat memecahkan masalah-masalah pertumbuhan penduduk (Arum, 2011).

Peran Keluarga Berencana (KB) sangat penting, hal ini bukan saja dilihat dari segi bahwa KB dapat menekan laju peningkatan penduduk, tetapi KB juga berperan untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Perkembangan laju peningkatan penduduk di Indonesia dewasa ini kurang menggembirakan. Demikian pula halnya di masa yang akan datang. Tanpa adanya usaha-usaha pencegahan perkembangan laju peningkatan penduduk yang pesat, usaha-usaha di bidang pembangunan ekonomi dan sosial yang telah dilaksanakan dengan maksimal akan tidak bermanfaat (Budisuari, 2011).

Badan Pusat Statistik menyatakan terjadi peningkatan jumlah penduduk di Indonesia semakin tahunnya. Hal ini dapat dilihat dari hasil sensus penduduk Badan


(21)

Pusat Statistik di tahun 2010 yang mencatat jumlah penduduk di Indonesia sekitar 237 juta jiwa, di tahun 2011 sekitar 241 juta jiwa, dan di tahun 2012 mencapai sekitar 257 juta jiwa. Semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia ini tentu membuat semakin terancamnya kehidupan yang sejahtera dalam hal pendidikan, sandang pangan, kesehatan hingga kesempatan bekerja. Salah satu yang diperlukan adalah langkah konkrit untuk menurunkan laju penduduk dan meningkatkan kualitas penduduk melalui berbagai program yaitu revitalisasi program KB nasional (Nainggolan, 2013).

Data SDKI 2002–2003 menggambarkan bahwa 57% wanita berstatus kawin saat ini memakai kontrasepsi cara KB modern dan 4% memakai cara tradisional. Persentase wanita memakai kontrasepsi telah meningkat dari 50% di tahun 1991 menjadi 57% di tahun 1997. Alat kontrasepsi yang paling banyak dipakai adalah suntikan (28%), pil (13%) dan IUD atau Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) sebanyak 6% menurut SDKI 1997 proporsi drop out peserta KB (discontinuation rate) adalah 24%. Alasan penghentian antara lain adalah 10% karena efek samping/alasan kesehatan, 6% karena ingin hamil lagi, dan 3% karena kegagalan (Budisuari, 2011).

Berdasarkan data SDKI (2012) prevalensi pemakaian kontrasepsi di antara wanita kawin berusia 15-49 tahun menurut beberapa variabel karakteristik latar belakang menunjukkan bahwa 62% menggunakan alat cara KB, sebagian besar di antaranya menggunakan metode kontrasepsi modern (58%) dan 4% menggunakan metode kontrasepsi tradisional. Di antara cara KB modern yang dipakai, suntik KB


(22)

merupakan alat kontrasepsi terbanyak digunakan oleh wanita berstatus kawin (32%), diikuti oleh pil KB, hampir 14% (Kemenkes RI, 2012).

Data profil kependudukan BkkbN Propinsi Sumatera Utara bahwa laju pertumbuhan penduduk (LPP) dari tahun 2000 sampai 2010 sebesar 1,1%. Jumlah penduduk tahun 2000 tercatat sebanyak 11.506.808 jiwa sedangkan jumlah penduduk tahun 2010 tercatat sebanyak 12.985.075 jiwa. Angka kelahiran kasar (Crude Birth Rate/CBR) provinsi Sumatera Utara tahun 2010 sebesar 20,9 per 1.000 penduduk lebih tinggi di atas angka nasional sebesar 17,9 per 1.000 penduduk, tetapi lebih rendah atau mengalami penurunan jika dibandingkan angka kelahiran kasar tahun 2000 yaitu 26,54. Peserta KB aktif menurut metode kontrasepsi dari 33 kabupaten tercatat terbanyak menggunakan metode kontrasepsi suntikan (47,03%), disusul dengan pil (24,72%), IUD (11,68%), dan implan (9,38%). Sedangkan untuk MOW (3,61%), kondom (2,88%), dan MOP (0,71%) (BkkbN, 2013).

Berdasarkan data Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Kota Binjai tahun 2013 bahwa pada tahun 2013 pencapaian peserta KB aktif (PA) bulan Desember 2013 sebesar 29.564 akseptor atau 74,93% dari PUS lapangan sebesar 39.454 orang. Jumlah peserta KB aktif di Kecamatan Binjai Utara sebanyak 9.077 orang, kecamatan Binjai Kota sebanyak 3.472 orang, Kecamatan Binjai Barat sebanyak 5.049 orang, Kecamatan Binjai Timur sebanyak 6.304 orang dan Kecamatan Binjai Selatan sebanyak 5.662 orang. Berdasarkan jenis kontrasepsi, alat kontrasepsi yang paling banyak digunakan oleh adalah suntik (40,24%), pil (33,33%),


(23)

implant (9,44%), IUD (7,09%), MOW/MOP (6,61%), dan kondom (3,28%). Angka Drop out peserta KB di Kota Binjai sebanyak 6.246 (17,44%).

Sejak diserahkan kewenangan pemerintah dalam pengelolaan program KB nasional kepada pemerintahan kabupaten/kota, gerak dan langkah program KB nasional cenderung menurun sehingga dikatakan mati suri. Selain jumlah tenaga Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) yang semakin berkurang, karena telah banyak dimutasikan ke instansi lain, juga kualitas penguasaan program semakin menurun karena banyak tenaga PLKB yang baru hasil rekruitmen daerah belum mendapatkan pembekalan arti penting program KB nasional dalam mendukung pembangunan nasional. Seorang PLKB dibantu dan membawahi kader KB atau yang dinamakan Sub Pembantu Pembina KB Desa (Sub PPKBD) (BKKBN, 2008).

Sub PPKBD dituntut untuk mampu melakukan pendekatan dengan masyarakat sesuai dengan taraf kehidupan masyarakat tersebut. Misalnya, untuk para nelayan maka Sub PPKBD harus mengetahui kehidupan kaum nelayan, demikian juga halnya dengan kaum petani sehingga waktu melakukan pendekatan Sub PPKBD dapat menyesuaikan cara komunikasi sesuai tingkat pendidikan/pekerjaan. Sub PPKBD juga harus berkomunikasi yang dengan masyarakat menggunakan bahasa-bahasa yang harus dimengerti untuk menjelaskan tujuan KB sehingga diharapkan akhirnya masyarakat dapat menjadi peserta KB aktif.

Petugas PLKB dan Sub PPKBD memiliki tugas yang sulit dimana selain harus mengerti kehidupan masyarakat kota dan desa mereka juga harus menguasai dunia


(24)

kesehatan selain itu juga harus mampu melakukan pendekatan ke pimpinan daerah untuk menyampaikan program KB (Jurnal Keluarga, 2012).

Kader KB atau Sub PPKBD merupakan institusi masyarakat yang membantu pemerintah sebagai media perantara dalam Program Keluarga Berencana (KB), artinya Kader KB ini langsung berhadapan dengan masyarakat sasaran sehingga kinerja mereka sangat penting. Selama ini Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) hanya berperan untuk mengkoordinasikan para kader agar mengerti tentang program KB serta segala tujuan dan sasaran dari program tersebut, memberikan pengarahan kepada kader mengenai apa yang seharusnya mereka laksanakan. Dalam pelaksanaan program KB, kader memiliki peranan yang sangat penting. Kader dianggap lebih mengerti tentang masyarakat di wilayahnya sehingga merekalah yang lebih tahu apa yang harus dilakukan demi meningkatkan peran serta masyarakat dalam ber-KB (Oktaviani, 2007).

Hasil penelitian Handayani (2012) di Kota Malang dan Kabupaten Kotawaringin Timur menunjukkan masih banyak klien memperoleh pelayanan KB yang kurang berkualitas tetapi mentolerirnya sehingga tetap merasa puas dengan pelayanan tersebut. Masih cukup banyak juga klien yang mengeluhkan kurangnya penjelasan dari petugas puskesmas. Petugas kesehatan selain sebagian kurang terampil terhadap tindakan cara kontrasepsi tertentu, juga kurang melakukan konseling dan pemberian informasi. Penyediaan alat dan obat kontrasepsi tidak selalu berkesinambungan sehingga masih ada keluhan tentang ketidaktersediaan alat dan obat kontrasepsi (alkon) saat datang ke puskesmas. Ditemukan fakta di lapangan bahwa klien dalam pemilihan jenis alkon kurang didasari oleh pengetahuan yang


(25)

cukup. Pengetahuan yang rendah khususnya pada keluarga miskin di daerah perdesaan menyebabkan pemilihan jenis alkon tidak didasarkan pada pemahaman cara kerja alkon yang benar. Kurangnya informasi menyebabkan kurangnya pengetahuan klien dalam memilih jenis KB. Kenyataan ini didukung penelitian lain oleh Iswarati dkk (2009) bahwa pemberian KIE dari semua petugas berpengaruh terhadap pengambilan keputusan bersama (suami dan isteri) untuk ber-KB.

Temuan di lapangan membuktikan bahwa perlunya informasi bagi masyarakat karena akan membantu kesuksesan program KB. Penelitian Iswarati (2009) menunjukkan bahwa Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) KB melalui poster/pamflet maupun televisi memperlihatkan pengaruh yang sangat bermakna terhadap kepesertaan ber KB (p = 0,000). Pemberian KIE tentang KB oleh petugas medis (dokter, bidan, paramedis) juga memberi pengaruh yang sangat signifikan (p = 0,000) terhadap kesertaan ber KB. Demikian halnya dengan adanya kunjungan petugas lapangan KB (PLKB) dalam 6 bulan terakhir kepada klien pengaruhnya juga signifikan (p = 0,018) terhadap kesertaan ber KB.

Penelitian yang dilakukan Junita (2009), di kecamatan Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu menyimpulkan bahwa beberapa penyebab rendahnya pemakaian alat kontrasepsi adalah kurangnya Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) tentang alat kontrasepsi, kurangnya dukungan dari petugas kesehatan, biaya untuk membeli dan memasang kontrasepsi yang tidak terjangkau, serta alat kontrasepsi yang tidak tersedia.


(26)

Pembinaan Keluarga Berencana Desa merupakan wadah pengelolaan dan pelaksanaan Program KB Nasional mulai dari tingkat Desa/Kelurahan, Dusun/RW hingga tingkat RT. Di tingkat Desa/Kelurahan disebut Koordinator Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (Koord. PPKBD), di tingkat Dusun dinamakan Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (PPKBD) dan di tingkat RT dinamakan Sub Pembantu Pembina KB Desa (Sub PPKBD). Realitanya, Koordinator PPKBD adalah seseorang atau beberapa orang kader dalam wadah organisasi yang secara sukarela berperan aktif melaksanakan/mengelola program KB di tingkat desa/kelurahan. Sementara PPKBD adalah seseorang atau beberapa orang kader dalam wadah organisasi dengan peran yang sama di tingkat dusun/RW. Sedangkan Sub PPKBD adalah seseorang atau beberapa orang kader dalam wadah organisasi yang secara sukarela berperan aktif melaksanakan/mengelola program KB di tingkat RT (Mardiya, 2012).

Kota Binjai merupakan salah satu wilayah di Sumatera Utara yang menjadi target dalam peningkatan program KB. Kota Binjai terbagi menjadi 5 kecamatan dan 37 kelurahan yaitu Kecamatan Binjai Utara sebanyak 9 kelurahan, Binjai Kota sebanyak 7 kelurahan, Binjai Barat sebanyak 6 kelurahan, Binjai Timur sebanyak 7 kelurahan, dan Binjai Selatan sebanyak 8 kelurahan. Jumlah PLKB/PKB sebanyak 37 orang (1 orang 1 kelurahan). Jumlah sub PPKBD sebanyak 296 orang yang terdiri 69 orang di Kecamatan Binjai Utara, 51 orang di Kecamatan Binjai Kota, 42 orang di Kecamatan Binjai Barat, 73 orang di Kecamatan Binjai Timur dan 61 orang di Kecamatan Binjai Selatan. Jumlah peserta KB aktif pada bulan Desember 2013


(27)

sebanyak 29.564 orang, seharusnya 35.810 orang, sehingga yang mengalami drop out sebanyak 6.246 orang (17,44%). Kejadian drop out di Kecamatan Binjai Utara sebanyak 1.676 orang (15,59%), Kecamatan Binjai Kota sebanyak 790 (18,54%), Kecamatan Binjai Barat sebanyak 1.002 (16,56%), Kecamatan Binjai Timur sebanyak 1.488 (19,10%), dan Kecamatan Binjai Selatan sebanyak 1.290 orang (18,56%). Banyaknya jumlah akseptor yang drop out pada tahun 2013 disebabkan oleh banyak faktor seperti tidak cocok atau mengalami efek samping penggunaan salah satu alat kontrasepsi, ingin mempunyai anak lagi sehingga harus berhenti menggunakan alat kontrasepsi, suami yang meminta tidak menggunakan alat kontrasepsi lagi, dan lain-lain. Hal ini diduga karena informasi yang diberikan oleh Sub PPKBD kurang tepat pada akseptor, misalnya ibu yang berbadan gemuk dianjurkan untuk menggunakan alat kontrasepsi pil, ibu mengalami varises disarankan untuk menggunakan implant.

Berdasarkan wawancara dengan 10 orang akseptor yang memilih drop out, bahwa 4 orang mengatakan ingin memiliki anak lagi, 4 orang mengatakan mengalami efek samping karena tidak sesuai dengan apa yang dikatakan kader (PPKBD) sehingga ketika menggunakan alat kontrasepsi tersebut tidak cocok dengan dirinya, 2 orang karena suaminya yang memintanya tidak menggunakan alat kontrasepsi. Menurut 4 akseptor yang mengalami efek samping tersebut, bahwa kader (PPKBD) tidak menjelaskan persyaratan yang tepat sesuai dengan indikasi alat kontrasepsi yang akan digunakan. Ketika peneliti mewawancarai kader (PPKBD) mengapa tidak menjelaskan dengan detil alat kontrasepsi yang akan digunakan kepada calon


(28)

akseptor, mereka mengatakan apa yang mereka ketahui itulah yang disampaikan kepada akseptor, tetapi informasi tersebut sering kali kurang tepat. Hal tersebut diduga karena kurangnya komunikasi edukasi dan informasi (KIE) dari PLKB sehingga mereka juga menyampaikan hal-hal yang kurang tepat pada akseptor.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang Efektivitas Komunikasi Informasi Dan Edukasi dalam Meningkatkan Pengetahuan Sub PPKBD (Kader) tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi di Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara tahun 2014.

1.2. Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana efektivitas komunikasi informasi dan edukasi dalam meningkatkan pengetahuan sub PPKBD (Kader) tentang penggunaan alat kontrasepsi di Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara tahun 2014.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas komunikasi informasi dan edukasi dalam meningkatkan pengetahuan sub PPKBD (Kader) tentang penggunaan alat kontrasepsi di Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara tahun 2014.


(29)

1.4. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini yaitu: Komunikasi Informasi Dan Edukasi PLKB efektif dalam peningkatan pengetahuan sub PPKBD (Kader) tentang cara pemakaian alat kontrasepsi di Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara tahun 2014

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah: 1. BKKBN Kota Binjai

Menjadi masukan bagi BKKBN Kota Binjai dalam meningkatkan peran serta PLKB dalam komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) pada sub Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (sub PPKBD) tentang cara pemakaian alat kontrasepsi.

2. Bagi Kepala Dinas Kota Binjai

Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Binjai mengenai sejauh mana efektivitas Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) PLKB dalam meningkatkan cara pemakaian alat kontrasepsi.

3. Peneliti selanjutnya


(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Efektifitas 2.1.1 Definisi

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, efektifitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai nilai efektif, pengaruh atau akibat, bisa diartikan sebagai kegiatan yang bisa memberikan hasil yang memuaskan, dapat dikatakan juga bahwa efektifitas merupakan keterkaitan antara tujuan dan hasil yang dinyatakan, dan menunjukkan derajat kesesuaian antara tujuan yang dinyatakan dengan hasil yang dicapai. Jadi pengertian efektifitas adalah pengaruh yang ditimbulkan atau disebabkan oleh adanya suatu kegiatan tertentu untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan yang dicapai dalam setiap tindakan yang dilakukan (Starawaji, 2009) .

Dapat disimpulkan bahwa pengertian efektifitas adalah keberhasilan suatu aktifitas atau kegiatan dalam mencapai tujuan dan target, sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya, dan apabila tujuan dan target dapat tercapai sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya, dikatakan efektif dan sebaliknya apabila tujuan dan target tidak dapat tercapai sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya maka aktifitas itu dikatakan tidak efektif.

2.1.2 Cara Pengukuran Efektifitas

Terdapat cara pengukuran terhadap efektifitas yang secara umum dan yang paling menonjol adalah sebagai berikut :


(31)

1. Keberhasilan program 2. Keberhasilan sasaran

3. Kepuasan terhadap program 4. Tingkat input dan output

5. Pencapaian tujuan menyeluruh (Cambel dalam Starawaji, 2009) 2.1.3 Pendekatan Efektifitas

Pendekatan efektifitas digunakan untuk mengukur sejauh mana aktifitas itu efektif. Ada beberapa pendekatan yang digunakan terhadap efektifitas yaitu:

a. Pendekatan sasaran

Pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana suatu lembaga berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Pendekatan sasaran dalam pengukuran efektifitas dimulai dengan identifikasi sasaran organisasi dan mengukur tingkatan keberhasilan organisasi dalam mencapai sasaran tersebut. Selain tercapainya tujuan, efektifitas juga selalu memperhatikan faktor waktu pelaksanaan. Oleh karena itu dalam efektifitas selalu terkandung unsur waktu pelaksanaan. Tujuan tercapai dengan waktu yang tepat maka program tersebut efektif.

b. Pendekatan sumber

Pendekatan sumber mengukur efektifitas melalui keberhasilan suatu lembaga dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang dibutuhkannya. Suatu lembaga harus dapat memperoleh berbagai macam sumber dan juga memelihara keadaan dan sistem agar dapat efektif. Pendekatan ini didasarkan pada teori mengenai


(32)

keterbukaan sistem suatu lembaga terhadap lingkungannya, karena lembaga mempunyai hubungan yang merata dengan lingkungannya dimana dari lingkungan diperoleh sumber-sumber yang merupakan input lembaga tersebut dan output yang dihasilkan juga dilemparkannya pada lingkungannya.

c. Pendekatan proses

Pendekatan proses menganggap sebagai efisiensi dan kondisi kesehatan dari suatu lembaga internal. Pada lembaga yang efektif, proses internal berjalan dengan lancar dimana kegiatan bagian-bagian yang ada berjalan secara terkoordinasi. Pendekatan ini tidak memperhatikan lingkungan melainkan memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang dilakukan terhadap sumber-sumber yang dimiliki lembaga, yang menggambarkan tingkat efisiensi serta kesehatan lembaga.

2.1.4 Masalah dalam Pengukuran Efektifitas

Efektifitas selalu diukur berdasarkan prestasi, produktivitas dan laba. Pengukuran efektifitas dengan menggunakan sasaran yang sebenarnya dan memberikan hasil dari pada pengukuran efektifitas berdasarkan sasaran resmi dengan memperhatikan masalah yang ditimbulkan oleh beberapa hal berikut :

1. Adanya macam-macam output

Adanya bermacam-macam output yang dihasilkan menyebabkan pengukuran efektifitas dengan pendekatan sasaran menjadi sulit untuk dilakukan. Pengukuran juga semakin sulit jika ada sasaran yang saling bertentangan dengan sasaran lainnya. Efektifitas tidak akan dapat diukur hanya dengan menggunakan suatu


(33)

indikator atau efektifitas yang tinggi pada suatu sasaran yang seringkali disertai dengan efektifitas yang rendah pada sasaran lainnya. Dengan demikian, yang diperoleh dari pengukuran efektifitas adalah profil atau bentuk dari efek yang menunjukkan ukuran efektifitas pada setiap sasaran yang dimilikinya. Selanjutnya hal lain yang sering dipermasalahkan adalah frekuensi penggunaan kriteria dalam pengukuran efektifitas seperti yang dikemukakan oleh R.M Steers yaitu bahwa kriteria dan penggunaan hal-hal tersebut dalam pengukuran efektifitas adalah : a. Adaptabilitas dan fleksibilitas

b. Produktivitas

c. Keberhasilan memperoleh sumber d. Keterbukaan dalam komunikasi e. Keberhasilan pencapaian program

f. Pengembangan program (Steers dalam Starawaji, 2009) 2. Subjektivitas dalam adanya penilaian

Pengukuran efektifitas dengan menggunakan pendekatan sasaran seringkali mengalami hambatan, karena sulitnya mengidentifikasi sasaran yang sebenarnya dan juga karena kesulitan dalam pengukuran keberhasilan dalam mencapai sasaran. Hal ini terjadi karena sasaran yang sebenarnya dalam pelaksanaan. Untuk itu ada baiknya bila meninjau perlu masuk ke dalam suatu lembaga untuk mempelajari sasaran yang sebenarnya karena informasi yang diperoleh hanya dari dalam suatu lembaga untuk melihat program yang berorientasi ke luar atau masyarakat, seringkali dipengaruhi oleh subjektifitas. Untuk sasaran yang


(34)

dinyatakan dalam bentuk kualitatif, unsur subjektif itu tidak berpengaruh tetapi untuk sasaran yang harus dideskripsikan secara kuantitatif, informasi yang diperoleh akan sangat tergantung pada subjektifitas dalam suatu lembaga mengenai sasarannya. Hal ini didukung oleh pendapat R.M Steers yaitu bahwa lingkungan dan keseluruhan elemen-elemen kontekstual berpengaruh terhadap informasi lembaga dan menentukan tercapai tidaknya sasaran yang hendak dicapai. Karena itu perbedaan karakteristik faktor-faktor kontekstual ini perlu diperhatikan apabila hendak bermaksud mengukur efektifitas program yang terdapat pada lingkungan yang berbeda. Dengan demikian, suatu usaha atau kegiatan dikatakan efektifitas apabila tujuan atau sasaran dapat dicapai sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sebelumnya dan dapat memberikan manfaat yang nyata sesuai dengan kebutuhan (Steers dalam Starawaji, 2009).

2.2. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) 2.2.1 Definisi

Menurut Effendi (1998) dalam Wardah (2010), komunikasi adalah pertukaran pikiran atau keterangan dalam rangka menciptakan rasa saling mengerti dan saling percaya demi terwujudnya hubungan yang baik antara seseorang dengan orang lain. Komunikasi kesehatan adalah usaha yang sistematis untuk memengaruhi secara positif perilaku kesehatan masyarakat, dengan menggunakan berbagai prinsip dan metode komunikasi, baik menggunakan komunikasi antar pribadi maupun komunikasi massa.


(35)

Informasi adalah suatu hal pemberitahuan/pesan yang diberikan kepada seseorang atau media kepada orang lain sesuai dengan kebutuhannya. Informasi adalah keterangan, gagasan maupun kenyataan-kenyataan yang perlu diketahui oleh masyarakat. Edukasi secara umum adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara sistematis, terencana dan terarah dengan partisipasi aktif dari individu ke kelompok maupun masyarakat umum untuk memecahkan masalah masyarakat sosial, ekonomi dan budaya (Wardah, 2010).

Menurut Effendy dalam Wardah (2010), pendidikan kesehatan merupakan salah satu kompetensi yang dituntut dari tenaga kesehatan, karena merupakan salah satu peranan yang harus dilaksanakan dalam setiap memberikan pelayanan kesehatan, baik itu terhadap individu, keluarga, kelompok atau masyarakat.

Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) adalah suatu kegiatan penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku individu, keluarga dan masyarakat (BkkbN, 2011).

Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) adalah suatu proses penyampaian pesan, informasi yang diberikan kepada masyarakat tentang program KB baik menggunakan media seperti: radio, televisi, pers, film, mobil unit penerangan, penerbitan, kegiatan promosi dan pameran dengan tujuan utama adalah untuk memecahkan masalah dalam lingkungan masyarakat dalam meningkatkan program KB atau sebagai penunjang tercapainya program KB (Wardah, 2010).

Agar berjalan dengan efektif sebaiknya topik Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) berdasarkan kebutuhan dan kondisinya. Mengingat ruang lingkup


(36)

penyampaian Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) adalah perilaku dengan berbagai variabelnya, maka Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) ini juga mempergunakan prinsip dan metoda dari berbagai disiplin ilmu seperti komunikasi, antropologi medis, psikologi sosial dan pemasaran sosial.

2.2.2. Tahapan dalam KIE

Menurut Trimanah (2004), pengelolaan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) dibagi dalam 3 tahap pokok, yaitu :

1. Tahap perencanaan

Pada tahap ini, kegiatan pokoknya yang dilakukan adalah mengumpulkan data, mengembangkan strategi, menguji coba dan memproduksi bahan-bahan komunikasi, membuat rencana pelaksanaan, menyiapkan pelaksanaan tahap intervensi (pelaksanaan).

2. Tahap intervensi

Tahap intervensi ini dibagi ke dalam siklus-siklus pesan yang terpisah. Setiap siklus pesan mencakup informasi yang serupa dengan pendekatan yang sedikit berbeda disesuaikan dengan perubahan kebutuhan sasaran. Perubahan-perubahan ini dilakukan secara periodik, dapat mengurangi kejenuhan sasaran dan memungkinkan keterlibatan sasaran secara berkesinambungan. Cara ini memungkinkan perencana program untuk memasukkan hasil-hasil tahap sebelumnya ke dalam perencanaan tahap-tahap berikutnya. Cara ini memungkinkan perencana membuat beberapa kali perubahan-perubahan penting dalam strategi yang ditempuh. Perubahan-perubahan ini harus dilakukan sebagai


(37)

jawaban terhadap informasi-informasi tentang penerimaan sasaran terhadap program dan efektifitas kegiatan yang dilaksanakan.

3. Tahap monitoring dan evaluasi (pemantauan dan penilaian)

Tahap monitoring memberikan informasi kepada perencana mengenai pelaksanaan program, secara teratur dan pada waktu yang tepat, hingga perbaikan yang diperlukan dapat segera dilaksanakan. Aspek-aspek yang dipantau meliputi input, proses, dan output dari suatu kegiatan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE). Aspek-aspek tersebut meliputi: sasaran, media, jalur, isi pesan, hasil-hasil kegiatan, permasalahan yang dihadapi, kegiatan pemantauan oleh instansi di atasnya, tindak lanjut kegiatan dan kemandirian (Depkes RI, 1993). Tahap evaluasi dilakukan terhadap keluaran (output) program, dampak primer, perubahan perilaku dan perubahan status dari sasaran yang perinciannya antara lain sebagai berikut:

a. Tahapan Indikator Keberhasilan

b. Keluaran (output) Frekuensi kegiatan KIE kelompok 1) Frekuensi kegiatan KIE perorangan

2) Frekuensi kegiatan KIE massa c. Efek Primer Tingkat pengetahuan

d. Perubahan Perilaku Tingkat partisipasi dalam program 1) Tingkat kelestarian partisipasi


(38)

2.2.3. Tujuan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)

Menurut Handayani (2010), tujuan dari Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) adalah sebagai berikut:

a. Meletakkan dasar bagi mekanisme sosio kultural yang dapat menjamin berlangsungnya proses penerimaan untuk memberikan informasi yang sejelas-jelasnya tentang aspek medis kontrasepsi kepada calon peserta KB, dan kemudian mengajak mereka untuk menggunakan cara kontrasepsi yang sesuai dengan keinginannya.

b. Membantu klien dalam mengambil keputusan secara tepat dan cepat.

c. Meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktik KB sehingga tercapai penambahan peserta baru.

d. Membina kelestarian peserta KB.

e. Mendorong terjadinya proses perubahan perilaku ke arah yang positif, peningkatan pengetahuan, sikap dan praktik masyarakat (klien) secara wajar sehingga masyarakat melaksanakannya secara mantap sebagai perilaku yang sehat dan bertanggung jawab.

2.2.4. Jenis Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)

Menurut Wardah (2010), jenis Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) adalah:

1. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Individu: Suatu proses Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) timbul secara langsung antara petugas Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) dengan individu sasaran program KB.


(39)

2. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Kelompok: Suatu proses Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) timbul secara langsung antara petugas Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) dengan kelompok (2-15 orang).

3. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Massa: Suatu proses Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) tentang program KB yang dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat dalam jumlah besar.

2.2.5. Prinsip Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)

Menurut Handayani (2010) prinsip yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) adalah:

1. Memperlakukan klien dengan sopan, baik dan ramah.

2. Memahami, menghargai dan menerima keadaan ibu (status pendidikan, sosial ekonomi dan emosi) sebagaimana adanya.

3. Memberikan penjelasan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. 4. Menggunakan alat peraga yang menarik dan mengambil contoh dari kehidupan

sehari-hari.

5. Menyesuaikan isi penyuluhan dengan keadaan dan resiko yang dimiliki ibu. 6. Pemantapan kelestarian ber-KB dengan metode kontrasepsi efektif terpilih. 7. Mengarahkan gerakan KB nasional kepada gerakan yang menuntut partisipasi dari

seluruh masyarakat.

8. Menumbuhkan lingkungan yang mendukung terhadap peningkatan penggunaan kontrasepsi.


(40)

9. Meningkatkan kualitas pelayanan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) melalui analisa sasaran yang semakin tajam, kesepakatan pengelola program, perkembangan isi pesan yang berkaitan dengan reproduksi sehat.

2.2.6. Langkah-Langkah Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)

Langkah-langkah dalam melakukan komunikasi, informasi dan edukasi adalah sebagai berikut:

1. Menentukan tujuan komunikasi (Knowledge, Attitude, Practice) 2. Mengidentifikasi khalayak sasaran (segmentasi)

3. Mengembangkan pesan 4. Memilih media/strategi

5. Merencanakan dukungan sumberdaya dan penguatan interpersonal

6. Menyusun rencana kegiatan (jenis kegiatan, tugas, penanggung jawab, jangka waktu dan sumberdaya yang diperlukan)

7. Indikator keberhasilan

Beberapa tahap dalam proses penerimaan atau penolakan seseorang terhadap keluarga berencana dalam kegiatan penerangan dan motivasi keluarga berencana adalah sebagai berikut:

a. Tahu Secara Sepintas (awareness)

Individu mengetahui adanya KB, tetapi ia belum mempunyai informasi yang mendalam tentang sifat dan kegunaan gagasan tersebut. Ia mengetahui adanya KB dari berbagai sumber seperti surat kabar, radio, televisi dan lain-lain.


(41)

b. Tertarik (interest)

Individu mulai menaruh perhatian terhadap persoalan KB, dalam taraf ini individu ingin mengetahui lebih banyak tentang KB dengan sungguh-sungguh keterangan-keterangan atau penjelasan-penjelasan yang diperolehnya dari berbagai sumber. c. Penilaian (evaluation)

Setelah individu mempunyai pengetahuan yang cukup tentang KB, ia akan menilai untung ruginya KB bagi dirinya dan keluarganya.

d. Percobaan (trial)

Dalam tahap ini individu mencoba menjalankan metoda atau cara KB yang diinginkannya. Hasil dari percobaan ini ada dua kemungkinan: Menerima dan melaksanakan KB (adopsi) atau menolak Keluarga Berencana (KB).

e. Adopsi (adoption)

Individu menerima atau melaksanakan adopsi jika individu terus merasa puas, baik dari segi alat atau obat pencegah kehamilan maupun dari segi pelayanan petugas KB, maka individu akan terus menerima dan melaksanakan KB. Kemudian Menolak jika individu merasa sudah menerima dan melaksanakan KB kemudian merasa tidak puas, baik karena obat/alat pencegah kehamilan yang dipakai maupun akibat pelayanan petugas KB yang mengecewakannya, maka individu menolak yang berarti berhenti menerima dan melaksanakan KB. Keadaan ini disebut ” drop out”. Apabila dalam tahap percobaan (trial) individu merasa tidak puas atau tidak senang, ia akan menolak KB. Dalam hal ini petugas


(42)

KB hendaknya dapat memberikan bimbingan dan pembinaan terus-menerus, serta tidak merasa kecewa karena individu seperti ini masih mempunyai dua kemungkinan yaitu: terus menolak jika individu merasa tidak puas dan tidak senang maka ia akan menolak dan kemungkinan menolak jika ternyata ia merasa puas dan senang, sesudah mendapat bantuan petugas KB, maka ia akan menerima.

2.2.7. KIE tentang Program KB

Petugas KB melakukan kegiatan penyuluhan, motivasi, KIE dan konseling program keluarga berencana untuk:

1. Mendorong peningkatan kesertaan ber-KB yang semakin mandiri.

2. Mendorong peran serta dan kepedulian masyarakat untuk memberikan perhatian kepada kesehatan dan keselamatan ibu dan keluarganya.

3. Meningkatkan kesadaran dan kepedulian keluarga terhadap kesehatan reproduksi dalam rangka membina keharmonisan keluarga.

4. Meningkatkan ketahanan keluarga yang meliputi aspek keagamaan, pendidikan, sosial budaya, cinta kasih dan perlindungan dalam rangka mewujudkan keluarga yang bahagia.

5. Mendorong keluarga agar mau dan mampu meningkatkan pendapatan keluarga melalui pemberdayaan ekonomi keluarga dalam rangka mewujudkan keluarga sejahtera (BkkbN, 2012).


(43)

2.3. Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB)

PLKB (Petugas Lapangan Keluarga Berencana) adalah perangkat pemerintah daerah yang melaksanakan tugas dan fungsi pengelolaaan, pergerakan dan pengembangan potensi, partisipasi masyarakat sesuai dengan tujuan kondisi dan kebutuhan program KB Nasional di tingkat desa atau kelurahan (BKKBN, 2008).

PLKB (Petugas Lapangan Keluarga Berencana) adalah seorang PNS atau non Pegawai Negeri Sipil yang diangkat oleh pejabat yang berwenang yang mempunyai tugas, tanggungjawab untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan, pelayanan, evaluasi dan pengembangan KB (BKKBN, 2011).

PLKB sebagai petugas yang mempunyai kedudukan di tingkat kelurahan/ desa, adalah merupakan petugas strategis yang diharapkan mampu menjawab dan membawa misi perubahan tersebut. Melalui PLKB, semua gagasan baru program KB bisa disampaikan kepada masyarakat. Melalui PLKB, semua potensi masyarakat bisa digali, dan melalui PLKB pula pada akhirnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan program KB bisa ditingkatkan (BKKBN, 2008).

PLKB mempunyai 10 fungsi yaitu: 1)pendekatan tokoh formal, 2)pendataan dan pemetaan, 3) pendekatan tokoh informan, 4) pembentukan kesepakatan, 5)penegasan kesepakatan, 5) komunikasi, informasi dan edukasi (KIE), 6)penyiapan kader dan penumbuhan IMP, 8) pelayanan, 9) pembinaan keluarga, 10)pencatatan dan pelaporan (BKKBN, 2012).


(44)

2.4. Sub Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (Sub PPKBD)

Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (PPKBD) adalah institusi masyarakat di tingkat kelurahan/desa yang mewadahi peran serta masyarakat dan pengelolaan, penyelenggaraan dan pembinaan program keluarga berencana di kelurahan/desa (BkkbN, 2011).

Sub Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (Sub PPKBD) adalah seorang atau beberapa orang kader dalam wadah organisasi yang secara sukarela berperan aktif melaksanakan / mengelola Gerakan Keluarga Berencana Nasional dan Pembangunan Keluarga Sejahtera di tingkat Dusun/RW (BKKBN, 2006).

Pelaksanaan Gerakan KB Nasional dan Gerakan Pembangunan Keluarga Sejahtera di setiap Desa/Kelurahan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh 1 (satu) orang PPKBD. Untuk pelaksanaannya PLKB memerlukan peran serta masyarakat, untuk membantu melaksanakan Gerakan KB Nasional, khususnya dalam meningkatkan peserta KB baru dan pembinaan peserta KB aktif, serta membantu PLKB menggerakkan seluruh potensi dusun/lingkungan/RW dalam gerakan KB dan pembangunan keluarga sejahtera.

Dalam pengangkatan Sub PPKBD, PLKB perlu memperhatikan persyaratan sebagai berikut:

1. Warga masyarakat desa/kelurahan setempat.

2. Tokoh masyarakat yang berpengaruh di desa/kelurahan, yang status keluarganya KS II ke tingkat pendidikan minimal lulus SD.

3. Bersedia menjadi Sub PPKBD secara aktif. 4. Bisa bekerjasama dengan PPKBD.


(45)

Menurut BKKBN (2012), kader sub PPKBD harus memiliki pengetahuan dan menguasai tentang Gerakan Pembangunan Keluarga Sejahtera meliputi:

1. Pengetahuan yang menyangkut reproduksi keluarga sejahtera, antara lain:

a. Pemahaman tentang reproduksi manusia: alat reproduksi pria, alat reproduksi wanita, siklus reproduksi.

b. Pemahaman tentang pola rasional tentang penggunaan alat kontrasepsi : penundaan kehamilan anak pertama, penjarangan anak kedua, penghentian kehamilan setelah anak kedua atau lebih.

c. Pemahaman tentang alat kontrasepsi: medis operatif, IUD, implant, suntikan, pil, kondom.

d. Pemahaman tentang keluarga sadar HIV/AIDS.

e. Pemahaman gerakan keluarga sehat sejahtera; bina keluarga ibu hamil, bina keluarga ibu resiko tinggi, dan sebagainya.

2. Pengetahuan yang menyangkut ketahanan keluarga sejahtera, antara lain: a. 8 fungsi keluarga.

b. Pengetahuan tentang bina keluarga sejahtera (BKB, BKR, BKL, BLK). c. Gerakan keluarga sadar lingkungan

d. Keluarga sejahtera sadar buta aksara dan wajar 9 tahun. e. Gerakan keluarga berencana nasional, beasiswa, supersemar. f. Bina keluarga Iqro.

g. Gerakan keluarga berencana nasional melalui pondok pesantren. h. Gerakan nasional orangtua asuh (GNOTA).


(46)

j. Asuransi untuk biaya pendidikan k. Dan sebagainya

3. Pengetahuan yang menyangkut pemberdayaan ekonomi keluarga sejahtera, yaitu: a. Pemahaman tentang indikator keluarga pra sejahtera, Keluarga Sejahtera (KS)

I, KS II, KS III, dan KS III Plus.

b. Tata cara penanggulangan kemiskinan, khususnya bagi keluarga sejahtera dan KS I alasan ekonomi.

c. Pelaksanaan kegiatan UPPKS (Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera).

d. Bangga suka desa.

e. Pelaksanaan program Takesra dan Kukesra. f. Program pengembangan kemitrausahaan. g. Dan sebagainya.

2.5. Pengetahuan

Menurut Hidayat (2009) pengetahuan merupakan proses belajar dengan menggunakan panca indra yang dilakukan seseorang terhadap objek tertentu untuk dapat menghasilkan pengetahuan dan keterampilan.

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya.


(47)

Pengetahuan tersebut diperoleh baik dari pengalaman langsung maupun pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2010).

Menurut Taufik (2010), pengetahuan yang dicakup di dalam kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu:

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks dan situasi yang lain.

d. Analisa (Analysis)

Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih pada kaitannya satu sama lain.


(48)

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi yang ada. f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Menurut Notoatmodjo (2010), dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni:

a. Cara tradisional untuk memperoleh pengetahuan

Cara kuno atau tradisional dipakai orang untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sebelum ditemukannya metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematik dan logis. Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain meliputi:

1) Cara Coba Salah (trial and error)

Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan satu hingga beberapa kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil maka dicoba dengan kemungkinan yang lain, sampai masalah tersebut dapat terpecahkan.


(49)

2) Secara kebetulan

Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak disengaja oleh orang yang bersangkutan. Salah satu contoh adalah ditemukannya kina sebagai obat penyembuhan penyakit malaria. Kina ditemukan sebagai obat malaria adalah secara kebetulan oleh seorang penderita malaria yang sering mengembara.

3) Cara kekuasaan atau otoritas

Dimana pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan.

4) Berdasarkan pengalaman pribadi

Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.

5) Cara Akal sehat (Common sense)

Akal sehat atau common sense kadang-kadang dapat menemukan teori atau kebenaran pengetahuan. Sebelum ilmu pendidikan berkembang, para orang tua zaman dahulu agar anaknya mau menuruti nasehat orang tuanya, atau agar anak disiplin menggunakan cara hukuman. Sampai sekarang berkembang menjadi teori atau kebenaran bahwa hukuman adalah merupakan metode bagi pendidikan anak (meskipun bukan yang paling baik).


(50)

6) Kebenaran melalui wahyu

Ajaran dan dogma agama adalah suatu kebenaran yang diwahyukan dari Tuhan melalui para Nabi.

7) Kebenaran secara intuitif

Kebenaran secara intuitif diperoleh manusia secara cepat sekali melalui proses di luar kesadaran dan tanpa melalui proses penalaran atau berpikir.

8) Melalui jalan pikiran

Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berpikir manusia juga ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain dalam memperoleh kebenaran pengetahuan, manusia telah menggunakan jalan pikirannya.

b. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut Metode Penelitian Ilmiah, atau lebih populer disebut metodologi penelitian.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara wawancara atau kuesioner yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek peneliti atau responden. Pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan dalam domain kognitif (Notoatmodjo, 2010).


(51)

2.6. Keluarga Berencana

Menurut Hartanto (2010) Keluarga Berencana adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami isteri untuk mendapatkan objektif-objektif tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan usia suami isteri, dan menentukan jumlah anak dalam keluarga.

Kontrasepsi adalah usaha-usaha mencegah kehamilan. Usaha-usaha itu dapat bersifat sementara dan dapat juga dapat bersifat permanen. Sampai sekarang cara kontrasepsi yang ideal belum ada. Kontrasepsi ideal itu harus dapat dipercaya, tidak menimbulkan efek yang mengganggu kesehatan, daya kerjanya dapat diatur menurut kebutuhan, tidak menimbulkan gangguan saat melakukan coitus, tidak memerlukan motivasi terus-menerus, mudah pelaksanaannya, murah harganya sehingga dapat dijangkau oleh lapisan masyarakat dan dapat diterima penggunaannya oleh pasangan yang bersangkutan (Wiknjosastro, 2009).

2.6.1. Metode Kontrasepsi 2.6.1.1. Pil KB

1. Pil Kombinasi (Anisah, 2010)

Pil kombinasi adalah pil KB yang mengandung kombinasi derivat estrogen dan derivat progesteron dalam dosis kecil. Adapun jenis dari pil kombinasi yaitu:


(52)

a. Monofasik

Monofasik adalah pil kombinasi yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormon aktif progesteron dan estrogen dalam dosis yang sama, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif.

b. Bifasik

Bifasik adalah pil kombinasi yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormon aktif progesteron dan estrogen dengan dua dosis yang berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif.

c. Trifasik

Trifasik adalah pil kombinasi yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormon aktif progesteron dan estrogen dengan tiga dosis yang berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif.

2. Pil Mini

Pil mini hanya mengandung progestin saja dalam dosis rendah. Oleh karena itu, pil mini cocok untuk ibu menyusui karena tidak mengganggu produksi ASI. Ada 2 jenis pil mini yaitu: pil mini dalam kemasan isi pil 28 dan 35 pil.

2.6.1.2 Cara Kerja Pil

Menurut Saifuddin (2010), cara kerja dari pil adalah sebagai berikut: 1. Menekan sekresi gonadotropin dan sintesis steroid seks di ovarium.

2. Endometrium mengalami transformasi lebih awal sehingga implantasi lebih sulit. 3. Mengentalkan lendir serviks sehingga menghambat penetrasi sperma.


(53)

2.3.1.3 Keuntungan Pil

Pil KB memberikan keuntungan yaitu resiko terhadap kesehatan kecil, efektifitas tinggi bila diminum secara teratur, tidak mengganggu hubungan seksual, siklus haid teratur, dapat mengurangi kejadian anemia, dapat digunakan dalam jangka panjang, mudah dihentikan setiap waktu, dapat digunakan sebagai kontrasepsi darurat dan membantu mengurangi kejadian kehamilan ektopik, kanker ovarium, kanker endometrium, kista ovarium, penyakit radang panggul, kelainan jinak pada payudara, dismenorea dan jerawat (Anisah, 2010).

2.3.1.4 Efek Samping Pil

Mual terutama pada 3 bulan pertama, perdarahan bercak, pusing dan nyeri payudara, timbul flek-flek hitam di wajah, tidak mencegah IMS, HBV, HIV/AIDS, amenorea, berat badan naik sedikit dan dapat meningkatkan tekanan darah dan retensi cairan, sehingga beresiko stroke dan gangguan pembekuan darah pada vena (Saifuddin, 2010).

2.3.1.5 Indikasi Pil

Pada prinsipnya hampir semua ibu boleh menggunakan kontrasepsi pil seperti: usia reproduksi, telah memiliki anak ataupun yang belum memiliki anak, gemuk atau kurus, menginginkan metode kontrasepsi dengan efektifitas tinggi, setelah melahirkan dan tidak menyusui, pasca keguguran, anemia karena haid berlebihan, nyeri haid hebat, siklus haid tidak teratur, riwayat kehamilan ektopik, kelainan payudara jinak, kencing manis tanpa komplikasi pada ginjal, penyakit tiroid, penyakit radang panggul, endometriosis atau tumor ovarium jinak, menderita tuberkulosis dan varises vena (Saifuddin, 2010).


(54)

2.6.1.6 Kontra Indikasi Pil

1. Hamil atau dicurigai hamil. 2. Menyusui eksklusif.

3. Perdarahan pervaginam yang belum diketahui penyebabnya. 4. Penyakit hati akut (hepatitis).

5. Perokok dengan usia lebih dari 35 tahun.

6. Riwayat penyakit jantung, stroke, atau tekanan darah > 180/110 mmHg. 7. Riwayat gangguan faktor pembekuan darah atau kencing manis > 20 tahun. 8. Kanker payudara atau dicurigai kanker payudara.

9. Migrain dan gejala neurologik fokal (epilepsi/riwayat epilepsi).

10.Tidak dapat menggunakan pil secara teratur setiap hari. (Saifuddin, 2010)

2.6.2 Suntik KB

2.6.2.1 Jenis dan Cara Kerja

Kontrasepsi suntik adalah suatu cara kontrasepsi untuk wanita yang mampu melindungi seorang ibu terhadap kehamilan yang diberikan secara suntik. Dalam cara KB ini, seorang wanita diberikan injeksi hormon setiap 1-3 bulan, biasanya di klinik oleh petugas kesehatan (Manuaba, 2009).

KB suntik terdiri dari 2 ragam yakni suntikan progestin saja dan suntikan terpadu/kombinasi (progestin dan estrogen). Untuk suntikan progestin, misalnya Depoprovera atau Noristerat, hanya mengandung hormone progestin saja. Suntik progestin diberikan 2 atau 3 bulan sekali. Ini akan aman untuk perempuan yang sedang menyusui atau yang tidak boleh memakai tambahan estrogen (Suratun, 2010).


(55)

Jenis kontrasepsi ini pada dasarnya mempunyai cara kerja seperti pil yaitu mencegah terjadinya ovulasi, mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan kemampuan penetrasi sperma, menjadikan selaput lendir rahim tipis dan atrofi serta menghambat transportasi gamet oleh tuba (Saifuddin, 2010).

2.6.2.2 Keuntungan

Keuntungan alat kontrasepsi suntik adalah sebagai berikut: 1. Sangat efektif.

2. Pencegahan kehamilan jangka panjang. 3. Tidak berpengaruh pada hubungan seksual. 4. Klien tidak perlu menyimpan obat suntik.

5. Membantu mencegah kanker endometrium dan kehamilan ektopik. 6. Menurunkan kejadian penyakit kanker payudara.

7. Mencegah beberapa penyebab penyakit radang panggul. 8. Menurunkan krisis anemia bulan sabit. (BKKBN, 2006)

2.6.2.3 Kerugian

Kerugian penggunaan KB suntik adalah:

1. Perdarahan tidak teratur atau perdarahan bercak dan amenore. 2. Keterlambatan kembali kesuburan sampai satu tahun.

3. Depresi.

4. Berat badan meningkat. 5. Galaktore


(56)

2.6.2.4 Indikasi

Indikasi penggunaan KB suntik adalah: 1. Anemia

2. Haid teratur 3. Usia reproduksi 4. Nyeri haid hebat

5. Memberikan ASI > 6 bulan 6. Riwayat kehamilan ektopik

7. Pasca persalinan dan tidak menyusui 8. Sering lupa menggunakan kontrasepsi pil

9. Ingin mendapatkan kontrasepsi dengan efektifitas tinggi (Handayani, 2010).

2.6.2.5 Kontra Indikasi

Kontraindikasi penggunaan KB suntik adalah: 1. Kehamilan

2. Perdarahan saluran genital yang tidak terdiagnosis 3. Penyakit arteri berat di masa lalu atau saat ini 4. Kelainan lipid yang hebat

5. Penyakit trofoblastik

6. Adanya penyakit hati, adenoma, atau kanker hati. 7. Penyakit sistemik kronis

8. Faktor resiko penyakit arteri (kelainan lipid dapat memperburuk karena POP) 9. Depresi berat (Everett, 2008)


(57)

2.6.3 AKBK (Alat Kontrasepsi Bawah Kulit) 2.6.3.1 Definisi

Salah satu jenis alat kontrasepsi yang berupa susuk yang terbuat dari sejenis karet silastik yang berisi hormon, dipasang pada lengan atas.

2.6.3.2 Keuntungan

Keuntungan AKBK adalah: 1. Efektifitas tinggi

2. Mudah kembali subur 3. Kontrasepsi jangka panjang 4. Bebas efek samping estrogen 5. Kegagalan pengguna rendah

2.3.3.3 Kerugian

Kerugian alat kontrasepsi AKBK adalah:

1. Membutuhkan seorang professional terlatih untuk memasang dan melepas implant. 2. Perdarahan menstruasi tidak teratur, seperti amenore dan perdarahan bercak 3. Efek samping minor seperti sakit kepala dan jerawat

4. Kemungkinan rasa tidak nyaman atau infeksi pada tempat pemasangan.

2.3.3.4 Indikasi

Indikasi penggunaan alat kontrasepsi bawah kulit (AKBK) adalah: 1. Membutuhkan kontrasepsi jangka panjang selama 1 sampai 5 tahun 2. Wanita yang menyenangi kontrasepsi yang bekerja lama


(58)

2.3.3.5 Kontraindikasi

Kontraindikasi penggunaan alat kontrasepsi bawah kulit (AKBK) adalah: 1. Kehamilan atau disangka hamil

2. Penderita penyakit hati akut 3. Kanker payudara

4. Kelainan jiwa

5. Penyakit jantung, hipertensi dan diabetes melitus 6. Riwayat kehamilan ektopik

2.6.4 AKDR (Alat Kontrasepsi dalam Rahim)

2.6.4.1 Definisi AKDR (Alat Kontrasepsi dalam Rahim)

Alat Kontrasepsi dalam Rahim (AKDR) merupakan benda padat yang apabila dipasang di dalam cavitas uteri dapat menyebabkan perubahan endometrium, sehingga mengganggu implantasi ovum dan tidak mencegah ovulasi. Alat Kontrasepsi dalam Rahim (AKDR) mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam, tetapi kebanyakan dibuat dari bahan plastik atau silicon (Sarwono, 2008).

2.6.4.2 Jenis – Jenis AKDR (Alat Kontrasepsi dalam Rahim)

Ada berbagai jenis AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) yang beredar di Indonesia. Secara umum AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) terdiri dari 3 tipe yaitu:


(59)

2. Mengandung tembaga, seperti TCu 380A, TCu 200c, Multiload (MLCu 250 dan 375) serta Nova T

3. Mengandung hormon steroid, seperti progestasert (Hormon Progesteron) dan Levonova (Levonorgestrel).

2.6.4.3 Mekanisme Kerja AKDR (Alat Kontrasepsi dalam Rahim)

Sampai saat ini mekanisme kerja AKDR (Alat Kontrasepsi dalam Rahim) belum diketahui secara pasti. Menurut Hartanto (2010), mengatakan AKDR (Alat Kontrasepsi dalam Rahim) dapat menghancurkan blastokista atau sperma. AKDR (Alat Kontrasepsi dalam Rahim) yang mengandung tembaga juga menghambat khasiat anhidrasae karbon dan fosfatase alkali, memblok bersatunya sperma dan ovum, mengurangi jumlah sperma yang mencapai tuba fallopi dan menginaktifkan sperma. AKDR (Alat Kontrasepsi dalam Rahim) yang mengeluarkan hormon juga menebalkan lendir serviks hingga menghalangi pergerakan sperma.

2.6.4.4 Keuntungan AKDR (Alat Kontrasepsi dalam Rahim)

Menurut Sarwono (2008), keuntungan dari AKDR (Alat Kontrasepsi dalam Rahim) yaitu:

1. Sebagai kontrasepsi efektifitas tinggi, yaitu 0,6 – 0,8 kehamilan /100 perempuan dalam 1 tahun pertama dan 1 kegagalan dalam 125 – 170 kehamilan.

2. AKDR (Alat Kontrasepsi dalam Rahim) dapat efektif segera setelah pemasangan. 3. Metode jangka panjang

4. Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat 5. Tidak memengaruhi hubungan seksual


(60)

6. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil. 7. Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (CuT – 380 A). 8. Tidak memengaruhi kualitas dan volume ASI

9. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus. 10. Dapat digunakan sampai menopause.

11.Tidak ada interaksi dengan obat-obatan 12.Membantu mencegah kehamilan ektopik.

2.6.4.5 Indikasi AKDR (Alat Kontrasepsi dalam Rahim)

Menurut Sarwono (2008), yang dapat menggunakan AKDR (Alat Kontrasepsi dalam Rahim) adalah:

1. Usia reproduktif. 2. Keadaan nulli para.

3. Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang. 4. Setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya.

5. Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi. 6. Resiko rendah dari IMS (Infeksi Menular Seksual).

7. Tidak menghendaki metode hormonal.

8. Tidak menyukai mengingat-ingat minum pil setiap hari. 2.6.5. Tubektomi atau Metode Operasi Wanita (MOW) 2.6.5.1 Pengertian Tubektomi

Tubektomi atau kontap wanita adalah intervensi operatif yang dimaksudkan untuk mencegah fertilisasi secara permanen (Datta, 2010). Kontrasepsi tubektomi


(61)

(MOW) adalah setiap tindakan pada kedua saluran telur wanita atau saluran bibit pria yang mengakibatkan orang/pasangan yang bersangkutan tidak akan mendapat keturunan lagi (Wiknjosastro, 2008). Pada wanita tubektomi (MOW) lazimnya dilakukan dengan memotong dan mengikat sebagian saluran telur (tuba) sehingga dikenal istilah tubektomi (MOW).

2.6.5.2 Efektifitas Tubektomi (MOW)

Angka kegagalan hanya 0,5 per 100 wanita per tahun, kegagalan ini umumnya disebabkan tuba fallopi kembali menyambung setelah ditutup, namun hal ini sangat jarang terjadi (Rimelda, 2008).

2.6.5.3 Indikasi Tubektomi (MOW)

Menurut Saifuddin, (2010) indikasi tubektomi (MOW) yaitu usia >26 tahun, paritas >2, yakin telah mempunyai keluarga sesuai kehendak, pada kehamilan yang menimbulkan resiko, pasca persalinan, paham dan secara suka rela setuju dengan prosedur ini.

2.6.5.4 Kontra Indikasi Tubektomi (MOW)

Kontra indikasi tubektomi (MOW) yaitu hamil (sudah terdeteksi atau dicurigai), perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya, infeksi sistemik atau pelvic yang akut, tidak boleh menjalani proses pembedahan, kurang pasti/yakin untuk fertilitas di masa depan, belum memberi persetujuan tertulis.

2.6.5.5. Waktu Pelaksanaan Tubektomi (MOW)

Menurut Suratun (2008), waktu pelaksanaan tubektomi (MOW) sebaiknya dilakukan pada saat:


(62)

1. Pasca persalinan, sebaiknya dalam jangka waktu 48 jam pasca persalinan.

2. Pasca keguguran, dapat dilakukan pada hari yang sama dengan evakuasi rahim atau keesokan harinya.

3. Masa interval (keadaan tidak hamil), sebaiknya dilakukan dalam 2 hari siklus haid ataupun setelahnya, seandainya calon akseptor menggunakan salah satu cara kontrasepsi dalam siklus tersebut.

2.6.5.6 Keuntungan Tubektomi (MOW)

Keuntungan utama tubektomi (MOW) merupakan suatu metode cara ber-KB yang paling efektif dibandingkan seluruh cara yang tersedia. Keefektifannya tercapai begitu operasi selesai dikerjakan. Tubektomi (MOW) merupakan cara ber-KB jangka panjang yang tidak memerlukan tindakan ulangan yang artinya cukup sekali dikerjakan. Karena cara ini permanen, dapat dikatakan continuation ratenya praktis 100%. Meskipun kontrasepsi mantap harus ditempuh melalui operasi, tubektomi (MOW) merupakan cara yang paling aman, bebas dari efek samping asal semua prosedur dan persyaratan operasi terpenuhi. Sebagaimana cara KB lainnya kontrasepsi mantap bersifat praktis artinya tidak membutuhkan kunjungan ulang yang terjadwal dan tidak mengganggu hubungan seksual. Bebas dari efek samping hormonal seperti pil, suntik maupun implan (Sujiyatini, 2008).

2.6.5.7 Kerugian Tubektomi (MOW)

Menurut Sujiyatini (2008), kerugian kontrasepsi tubektomi (MOW) bersifat permanen, sehingga calon ibu atau pasien harus benar-benar menyadari bahwa sekali dilakukan sterilisasi hampir tidak mungkin hamil kembali. Cara ini hanya cocok


(63)

untuk mereka yang tidak ingin anak lagi, bukan sebagai cara penjarangan. Kontrasepsi tubektomi (MOW) merupakan tindakan operasi, sehingga sayatan operasi harus terpenuhi terutama yang menyangkut pencegahan infeksi.

2.6.5.8 Komplikasi Tubektomi (MOW)

Perdarahan di daerah tuba, perdarahan karena perlukaan pembuluh darah besar, perporasi usus, emboli udara, dan perforasi rahim (Suratun, 2008).

2.7. Metode Pembelajaran Ceramah dan Media Powerpoint 2.7.1. Metode Ceramah

Metode ceramah adalah sebuah bentuk interaksi penerapan dan penuturan lisan dari guru kepada peserta didik. Menurut Djamarah dan Zain (2007) metode ceramah ialah cara penyajian pelajaran yang dilakukan guru dengan penuturan atau penjelasan lisan secara langsung terhadap siswa.

Meskipun metode ceramah ini sederhana dan mudah dilakukan namun metode ini mempunyai kelemahan-kelemahan yaitu:

a. Metode ceramah tidak dapat memberikan kesempatan kepada peserta berdiskusi memecahkan masalah, sehingga proses penyerapan pengetahuannya kurang tajam.

b. Metode ceramah kurang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan keberanian mengemukakan pendapatnya.

c. Pertanyaan lisan dalam ceramah kurang dapat ditangkap oleh pendengarnya apalagi menggunakan kata-kata asing.


(64)

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam metode ceramah yang baik, yaitu:

a. Metode ceramah dipakai jika jumlah siswa sangat banyak, sehingga tidak mungkin guru menggunakan metode lain.

b. Guru hendak menyampaikan materi pelajaran baru.

c. Siswa telah mampu menerima informasi melalui kata-kata.

d. Sebaiknya ceramah diselingi oleh penjelasan melalui gambar atau alat visual lainnya

Adapun langkah-langkah yang harus dipersiapkan guru agar metode ceramah menjadi efektif dalam pelaksanaannya yaitu:

a. Melaksanakan pendahuluan sebelum bahan baru dengan cara:

1. Menjelaskan tujuan terlebih dahulu kepada peserta didik agar peserta didik mengetahui arah kegiatan dalam belajar bahkan dapat membangkitkan motivasi belajar jika berhubungan dengan kebutuhan mereka.

2. Kemukakan pokok-pokok materi yang akan dibahas.

3. Memancing pengalaman peserta didik yang cocok dengan materi yang akan dipelajari

b. Pelaksanaan menyajikan bahan baru, maka diperhatikan faktor-faktor, berikut:

1. Perhatian peserta didik dari awal sampai akhir pelajaran harus tetap terpelihara.

2. Menyajikan materi pelajaran secara sistematis. 3. Kegiatan belajar mengajar diciptakan secara variatif.


(65)

4. Memberikan ulangan.

5. Membangkitkan motivasi belajar dengan situasi belajar yang menyenangkan. 6. Menggunakan media pelajaran.

c. Menutup pelajaran pada akhir pelajaran, yaitu: 1. Menyimpulkan materi pelajaran.

2. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menanggapi materi pelajaran.

3. Melaksanakan penilaian secara komprehensif untuk mengetahui hasil belajar atau mengukur perubahan tingkah laku.

2.7.2. Metode Media Powerpoint

Metode mengajar guru yang kurang sesuai dengan karakteristik siswa serta penggunaan media pembelajaran yang kurang tepat, seringkali membuat siswa kesulitan untuk memahami materi pelajaran yang disampaikan oleh guru. Hal ini makin diperparah dengan kurangnya intensitas pendekatan guru terhadap siswa. Selain itu, perbedaan tingkat pemahaman siswa juga menjadi tantangan tersendiri bagi guru untuk mampu menciptakan pembelajaran yang kondusif dan interaktif (Hilmi, 2013)

Guru dituntut dapat menggunakan media alat sederhana seperti media powerpoint tetapi mencapai tujuan pengajaran yang diharapkan, sehingga materi bisa tersampaikan kepada siswa secara lebih menarik dan tidak monoton. Guru juga dituntut untuk mengembangkan keterampilan membuat media pembelajaran interaktif dengan menggunakan media powerpoint(Hilmi, 2013)


(66)

Dalam dunia pendidikan bagi seorang guru apa yang disebut media pembelajaran/alat untuk membantu dalam proses pembelajaran adalah hal biasa, media bagi seorang guru sama fungsinya cangkul bagi seorang petani. Guru yang professional dalam setiap mengajar tidak cukup hanya dengan pandai atau cakap dalam menjelaskan suatu materi kepada anak didiknya namun juga harus diikuti dengan suatu keahlian bagaimana cara menggunakan media atau alat bantu untuk lebih efektifnya proses pembelajaran dengan arti apa yang disampaikan guru lebih mudah dicerna dan dipahami oleh anak didik sesuai dengan definisi pembelajaran yaitu upaya menciptakan kondisi dengan sengaja agar tujuan pembelajaran dapat dipermudah (facilitated) pencapaiannya.

Dua fungsi media pembelajaran, yaitu :

1. Fungsi AVA (Audio Visual Aids) berfungsi untuk memberikan pengalaman yang konkrit kepada siswa dengan menggunakan media suara dan gambar sehingga siswa akan lebih mudah memahami atau mengerti apa yang disampaikan oleh guru.

2. Fungsi Komunikasi.

Media (Flural) berasal dari kata medium (Singular) yang artinya “inbetween” (di antara). Jadi media berada di tengah (diantara) dua hal yaitu yang menulis / membuat media (dalam komunikasi disebut komunikator / sumber /source) dan orang yang menerima (membaca, melihat dan mendengar) media (dalam komunikasi disebut receiver, penerima, audiensi atau komunikan) media yang dibuat (ditulis dalam bentuk modul dll., dibuat dalam bentuk film slide, OHP dan


(1)

28.

Indikasi kontrasepsi tubektomi/MOW yaitu ...

a.

Berumur >35 tahun, paham dan sukarela dengan prosedur kontrasepsi

tubektomi / MOW.

b.

Usia >26 tahun, jumlah anak >2, setelah persalinan, paham dan sukarela

dengan prosedur kontrasepsi tubektomi / MOW.

c.

Usia <20 tahun, jumlah anak >4 orang, setelah persalinan, paham dan sukarela

dengan prosedur kontrasepsi tubektomi / MOW.

29.

Keuntungan kontrasepsi tubektomi/MOW yaitu ...

a.

Tidak memerlukan tindakan ulangan, permanen, aman dan bebas efek

samping.

b.

Dapat dilakukan oleh bidan/perawat, dapat disambung lagi setelah 5 tahun,

tidak ada efek samping.

c.

a dan b benar.

30.

Kerugian kontrasepsi tubektomi/MOW yaitu ...

a.

Bersifat permanen (tidak bisa hamil lagi).

b.

Menambah berat badan


(2)

KUNCI JAWABAN

1.

a

2.

c

3.

c

4.

b

5.

a

6.

b

7.

b

8.

c

9.

b

10.

b

11.

c

12.

b

13.

c

14.

a

15.

c

16.

a

17.

a

18.

c

19.

c

20.

a

21.

a

22.

b

23.

b

24.

a

25.

a

26.

c

27.

c

28.

b

29.

a

30.

a


(3)

Correlations

Correlations

Pengetahuan- Total Pengetahuan-01 Pearson Correlation .695**

Sig. (2-tailed) .000

N 30

Pengetahuan-02 Pearson Correlation .553** Sig. (2-tailed) .002

N 30

Pengetahuan-03 Pearson Correlation .589** Sig. (2-tailed) .001

N 30

Pengetahuan-04 Pearson Correlation .432* Sig. (2-tailed) .017

N 30

Pengetahuan-05 Pearson Correlation .443* Sig. (2-tailed) .014

N 30

Pengetahuan-06 Pearson Correlation .552** Sig. (2-tailed) .002

N 30

Pengetahuan-07 Pearson Correlation .641** Sig. (2-tailed) .000

N 30

Pengetahuan-08 Pearson Correlation .755** Sig. (2-tailed) .000

N 30

Pengetahuan-09 Pearson Correlation .434* Sig. (2-tailed) .016

N 30

Pengetahuan-10 Pearson Correlation .578** Sig. (2-tailed) .001

N 30

Pengetahuan-11 Pearson Correlation .602** Sig. (2-tailed) .000

N 30


(4)

Sig. (2-tailed) .001

N 30

Pengetahuan-13 Pearson Correlation .384* Sig. (2-tailed) .036

N 30

Pengetahuan-14 Pearson Correlation .479** Sig. (2-tailed) .007

N 30

Pengetahuan-15 Pearson Correlation .580** Sig. (2-tailed) .001

N 30

Pengetahuan-16 Pearson Correlation .382* Sig. (2-tailed) .037

N 30

Pengetahuan-17 Pearson Correlation .620** Sig. (2-tailed) .000

N 30

Pengetahuan-18 Pearson Correlation .526** Sig. (2-tailed) .003

N 30

Pengetahuan-19 Pearson Correlation .417* Sig. (2-tailed) .022

N 30

Pengetahuan-20 Pearson Correlation .441* Sig. (2-tailed) .015

N 30

Pengetahuan-21 Pearson Correlation .607** Sig. (2-tailed) .000

N 30

Pengetahuan-22 Pearson Correlation .489** Sig. (2-tailed) .006

N 30

Pengetahuan-23 Pearson Correlation .512** Sig. (2-tailed) .004

N 30

Pengetahuan-24 Pearson Correlation .723** Sig. (2-tailed) .000

N 30

Pengetahuan-25 Pearson Correlation .684** Sig. (2-tailed) .000


(5)

Pengetahuan-26 Pearson Correlation .623** Sig. (2-tailed) .000

N 30

Pengetahuan-27 Pearson Correlation .388* Sig. (2-tailed) .034

N 30

Pengetahuan-28 Pearson Correlation .396* Sig. (2-tailed) .031

N 30

Pengetahuan-29 Pearson Correlation .435* Sig. (2-tailed) .016

N 30

Pengetahuan-30 Pearson Correlation .509** Sig. (2-tailed) .004

N 30

Pengetahuan-Total Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed)

N 30

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Reliability

Scale: ALL VARIABLES

Case Processing Summary

N % Cases Valid 30 100.0

Excludeda 0 .0 Total 30 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items .858 30


(6)

Dokumen yang terkait

Hubungan Penggunaan Alat Kontrasepsi yang Mengandungi Kombinasi Hormonal (Pil) dengan Kejadian Vaginal Dischage Patologis pada Dosen Wanita Usia Subur Universitas Sumatera Utara Tahun 2011

0 44 72

Peranan Kader Posyandu Dan Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Balita Di Posyandu Kelurahan Binjai Estate Kota Binjai

2 41 84

Peran Suami Menurut Istri dalam Pemakaian Alat Kontrasepsi di Rumah Sakit Umum Sundari Medan Tahun 2010

3 57 69

Persepsi Suami tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi pada Laki-laki di Lingkungan XIII Kelurahan Tegal Sari Mandala 3 Kecamatan Medan Denai

0 30 72

Analisisn Efektivitas Kebijakan Moneter terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia

3 59 99

Faktor–Faktor yang Behubungan dengan Perilaku Penggunaan Kontrasepsi pada Wanita Usia Subur (WUS) di Sumatera Utara (Data SDKI 2012)

0 4 135

Pengembangan Model KIE Dalam Meningkatkan Keikutsertaan Suami Menggunakan Alat Kontrasepsi Di Kota Bandung.

0 0 7

KUESIONER PENELITIAN EFEKTIFITAS KIE MELALUI CERAMAH BOOKLET DAN POWERPOINT UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN SUB PPKBD (KADER) TENTANG PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI DI KOTA BINJAI PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2014 PENGETAHUAN

0 0 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efektifitas 2.1.1 Definisi - Efektivitas KIE Melalui Ceramah Booklet dan Powerpoint untuk Meningkatkan Pengetahuan Sub PPKBD (Kader) tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi di Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara tahun 2014

0 0 39

THE EFFECTIVENESS OF CIE THROUGH LECTURE, BOOKLET AND POWERPOINT TO IMPROVE THE KNOWLEDGE OF SUB PPKBD (CADRES) ON THE USE OF CONTRACEPTION DEVICES IN THE CITY OF BINJAI, SUMATERA UTARA PROVINCE IN 2014 THESIS By

0 0 17