BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Strategi Pembangunan Perkotaan dalam Mengatasi Pemukiman Kumuh di Kelurahan Aur Kota Medan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Strategi Kata Strategi berasal dari bahasa Yunani yaitu strategia yang berarti seni

  atau ilmu menjadi seorang jendral. Jendral Yunani yang efektif perlu untuk memimpin tentara, menang perang dan memimpin wilayah, melindungi kota dari serbuan musuh, menghancurkan musuh. Setiap jenis tujuan memerlukan pemanfaatan sumber daya yang berbeda. Orang yunani mengetahui bahwa strategi lebih dari sekedar berperang dalam pertempuran, sejak zaman yunani kuno, konsep strategi sudah mempunyai komponen perencanaan dan pembuatan keputusan atau komponen tindakan (Stoner, 1996:267).

  Strategi dapat dideskripsikan sebagai suatu cara dimana organisasi akan mencapai tujuan-tujuannya, sesuai dengan peluang dan ancaman lingkungan eksternal organisasi (Jatmiko, 2004:4). Sedangkan menurut Tangkilisan (2003:20) Strategi merupakan suatu proses dimana misi dan tujuan dasar dari organisasi disusun dengan menggunakan sumber dayanya untuk mencapai tujuan tersebut. strategi berhubungan dengan masa depan, menyediakan kepada organisasi khususnya organisasi pemerintah jawaban-jawaban terhadap pertanyaan :

  1. Peluang apa yang tersedia saat ini dan pada masa depan yang dapat terlihat?

  2. Tantangan apa yang dihadapi oleh pemerintah dalam menjalankan tujuannya?

  3. Apa kekuatan yang dimiliki oleh pemerintah dalam menjalankan tujuannya tersebut?.

  4. Apa kelemahan-kelemahan yang harus di perbaharui? Sementara itu menurut Hunger dan Wheelen (2003:3) Strategi mempunyai tiga karakteristik yang pertama Rare yaitu keputusan-keputusan strategis yang tidak biasa dan khusus, yang tidak dapat ditiru. Kedua Consequentil adalah keputusan-keputusan strategis yang memasukan sumber daya penting dan menuntut banyak komitmen. Ketiga, Directive adalah keputusan-keputusan strategis yang menetapkan keputusan yang dapat ditiru untuk keputusan- keputusan lain dan tindakan-tindakan di masa yang akan datang untuk organisasi secara keseluruhan.

  Dalam strategi diperlukan pertimbangan-pertimbangan yang nantinya pertimbangan tersebut akan dijadikan landasan dalam pembuatan strategi dalam organisasi. Oleh karena itu menurut Hoffer dan Scheldel (dalam Tangkilisan, 2003:54) mengajukan empat komponen strategi yang perlu dipertimbangkan, yaitu:

  1. Ruang Lingkup (Scope), yaitu ruang gerak interaksi antara organisasi atau institusi dengan lingkungan eksternalnya, baik masa kini maupun masa akan datang.

  2. Pengarahan sumber daya (Resource deployments), yaitu pola pengarahan sumber daya dan kemampuan untuk mencapai tujuan atau sasaran organisasi atau instansi.

  3. Keunggulan kompetitif (Competitive advantage),yaitu posisi unik yang dikembangkan institusi atau organisasi.

  4. Sinergi, yaitu efek bersama dari pengerahan sumber daya atau keputusan seluruh komponen yang ada mampu bergerak secara terpadu dan efektif.

II.1.1. Manajemen Strategis

  Menurut Stoner (1996:268) manajemen strategis merupakan proses manajemen yang mencakup penyertaan organisasi dalam membuat rencana strategis dan kemudian bertindak berdasarkan rencana tersebut. definisi lain dari manajemen strategi adalah proses pengambilan keputusan yang bersifat mendasar dan menyeluruh dan disertai penerapan cara melaksanakan yang dibuat oleh manajemen puncak dan diimplementasikan oleh seluruh jajaran didalam suatu organisasi untuk mencapai tujuannya.

  Menurut Umar (1999:86) manajemen strategi adalah seni dan ilmu dalam hal pembuatan (formulating), penerapan (implementing) dan evaluasi (evaluating) keputusan-keputusan strategi antar fungsi yang memungkinkan sebuah organisasi mencapai tujuannya dimasa depan. Pembuatan (formulating) strategi adalah proses penyusunan langkah-langkah kedepan yang dimaksudkan untuk membangun visi dan misi organisasi, menetapkan tujuan strategis dan keuangan organisasi , serta merancang strategi untuk mencapai tujuan tersebut dalam menyediakan customer value terbaik. Ada beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk pembuatan suatu strategi, yaitu sebagai berikut: 1.

  Identifikasi lingkungan yang akan dimasuki oleh organisasi pada masa depan. Tentukan misi dari organisasi untuk mencapai visi yang dicita- citakan dalam lingkungan tersebut.

  2. Melakukan analisis lingkungan internal dan eksternal untuk mengukur kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman yang akan dihadapi organisasi dalam menjalani misi dan meraih keunggulan bersaing (competitive advantage).

  3. Merumuskan faktor-faktor penting ukuran keberhasilan (key Succes Factors) sesuai dengan perubahan lingkungan yang dihadapi.

  Penerapan (implementing) Strategi adalah proses pelaksaan visi dan misi organisasi melalui strategi yang telah dirumuskan untuk pencapaian tujuan organisasi dengan memanfaatkan segala sumber daya yang ada. Evaluasi

  (evaluating) adalah proses penilaian akan efektifitas strategi terhadap hasil yang

  diperoleh apakah sesuai dengan yang diharapkan atau tidak. Data yang diperoleh akan digunakan sebagai analisis situasi program dimasa mendatang. Dengan demikian, studi mengenai manajemen strategi menitik beratkan pada kegiatan untuk memantau dan mengevaluasi peluang dan kendala lingkungan, disamping memahami kekuatan dan kelemahan organisasi.

II.1.2. Pendekatan Dasar Mengenali Isu Strategis

  Menurut Barry (dalam Bryson, 2005:66) ada tiga pendekatan dasar dalam mengenali isu strategis, Pertama, Pendekatan langsung (direct approach).

  Pendekatan langsung meliputi jalan lurus dari ulasan terhadap mandat, misi, dan SWOT (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) hingga identifikasi isu-isu strategis. Pendekatan langsung akan sangat baik jika tidak ada visi sebelumnya dan mengembangkan visi berdasarkan konsesus akan terlalu sulit. Kedua Pendekatan sasaran (goals approach) Organisasi harus menciptakan sasaran dan tujuan bagi dirinya sendiri dan mengembangkan strategi untuk mencapainya. Pendekatan ini dapat bekerja jika ada kesepakatan yang agak luas dan mendalam tentang sasaran dan tujuan secara rinci dan spesifik untuk memandu pengembangan strategi. Kemudian isu-isu strategis menyangkut bagaimana yang terbaik untuk menerjemahkan sasaran dan tujuan itu menjadi tindakan. Ketiga, Visi Keberhasilan (Vision of Success) Organisasi dapat mengembangkan gambaran dirinya di masa depan sebagai organisasi berhasil memenuhi misinya.

  Isu strategis adalah tentang bagaimana organisasi harus beralih dari jalannya sekarang menuju bagaimana organisasi memandang dan berjalan sesuai dengan visinya. Pendekatan visi keberhasilan berguna jika organisasi kesulitan mengidentifikasikan isu-isu strategis secara langsung, jika tidak ada kesepakatan sasaran dan tujuannya yang terperinci dan spesifik serta akan kesulitan mengembangkan strategi, dan jika ada perubahan secara drastis.

II.1.3. Langkah-Langkah Proses Perencanaan Strategis

  Menurut Gretzky (dalam Bryson 2005: 55) 8 langkah dalam proses perencaan strategi adalah yaitu, Pertama, memprakarsai dan menyepakati suatu proses perencanaan strategis dengan menegoisiasikan kesepakatan dengan orang-orang penting pembuat keputusan (decision makers) atau pembentuk opini (opinion leaders) internal dan mungkin eksternal tentang seluruh upaya perencanaan strategis dan langkah perencanaan yang terpenting. Kedua, mengidentifikasi mandat organisasi yaitu mandat formal dan informal yang ditempatkan pada organisasi adalah “keharusan” yang dihadapi organisasi. Ketiga, memperjelas misi dan nilai-nilai organisasi artinya menetapkan misi lebih dari sekedar mempertegas keberadaan organisasi. Memperjelas maksud dapat mengurangi banyak konflik yang tidak perlu dalam organisasi dan organisasi merencanakan jalan masa depan. Keempat, menilai lingkungan eksternal, peluang, dan ancaman yaitu tim perencanaan harus mengeksplorasikan lingkungan di luar organisasi untuk mengidentifikasikan peluang dan ancaman yang dihadapi organisasi. Kelima, menilai lingkungan internal, kekuatan, dan kelemahan. Untuk mengenali kekuatan dan kelemahan internal, organisasi dapat memantau sumber daya (inputs), strategi (process), dan kinerja (outputs). Keenam mengidentifikasi isu strategis yang dihadapi organisasi artinya organisasi yang menanggapi isu strategis dihadapi dengan cara terbaik dan efektif maka organisasi dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya.

  Organisasi yang tidak menanggapi isu strategis dapat mengakibatkan adanya ancaman lenyap dari kelangsungan hidupnya. Isu strategis harus mengandung tiga unsur yang terdiri dari: 1.

  Isu disajikan dengan ringkas, harus dibingkai menjadi pertanyaan.

  2. Faktor yang menyebabkan isu menjadi persoalan kebijakan yang penting harus di daftar.

  3. Tim perencana harus menegaskan konsekuensi kegagalan menghadapi isu. Langkah identifikasi isu strategis penting untuk kelangsungan, keberhasilan, dan kefektifan organisasi. Langkah ketujuh, merumuskan strategi untuk mengelola isu-isu. Strategi didefinisikan sebagai pola tujuan, kebijakan, program, tindakan,alokasi sumber daya yang menegaskan bagaimana organisasi, apa yang dikerjakan organsasi, mengapa organisasi harus mengerjakan hal itu. Delapan, menciptakan visi organisai yang efektif bagi masa depan. Organisasi mengembangkan deskripsi mengenai bagaimana seharusnya organisasi itu sehingga berhasil mengimplementasikan strateginya dan mencapai seluruh potensinya.

II.1.4. Tantangan Dalam Perencanaan Strategis

  Tantangan harus dikenali secara efektif jika perencanaan strategis bertujuan mengadakan perubahan penting dalam cara bagaimana organisasi berhubungan dengan lingkungan internal dan eksternalnya. Jika tantangan berhasil dihadapi, perencanaan strategis mungkin berhasil diimplementasikan. Tantangan itu adalah (Bryson, 2005: 227): 1.

  Masalah manusia adalah manajemen perhatian dan komitmen. Perhatian orang-orang kunci harus difokuskan kepada isu, keputusan, konflik, dan preferensi kebijakan di tempat kunci dalam proses dan hierarki organisasi.

  2. Masalah proses adalah manajemen ide strategis menjadi good currency.

  Kearifan yang tidak konvensional harus diubah menjadi kearifan yang konvensional.

  3. Masalah struktural adalah manajemen hubungan bagian dan keseluruhan.

  Lingkungan internal dan eksternal harus menjadi kaitan yang menguntungkan.

II.2 Pembangunan Perkotaan

  Kota pada umumnya berawal dari suatu pemukiman kecil, yang secara spasial mempunyai lokasi strategis bagi kegiatan perdagangan. Seiring dengan berjalannya waktu kota mengalami perkembangan sebagai akibat dari pertambahan penduduk, Kajian spasial atas komponen komponen kota yang meliputi komponen penduduk, aktivitas manusia dalam kaitannya dengan penggunaan tanah, ketersediaan prasarana kota dan intensitas manfaat ruang, pada akhirnya mengacu pada analisis interaksi internal antar bagian wilayah kota, dan struktur kota yang juga dipengaruhi oleh kondisi fisik wilayah, kekuatan ekonomi kota. Kelengkapan prasarana kota yang sebagian besar dibangun oleh pengelola kota (pemerintah) pada bagian-bagian wilayah kota, turut berperan dalam penyebaran pemukiman dan penduduk kota, serta distribusi penduduk miskin dan daerah kumuh. Program-program pembangunan kota yang direncanakan dan dilaksanakan oleh pemerintah, dengan dukungan pihak swasta yang membangun kompleks perumahan dan partisipasi masyarakat secara individual, dan pada akhirnya melahirkan dinamika pembangunan kota yang tidak sama antara satu bagian kota dengan bagian kota lainnya yang pada akhirnya dapat mengubah struktur kota (Koestor dkk, 2001:98).

  Menurut Sri Mulyani Indrawati (2005:93) Pembangunan suatu kota adalah tanggung jawab daerah itu sendiri. Terutama dengan adanya keberagaman isu dan karakteristik kota baik ukurannya maupun laju pertumbuhannya, maka otoritas atau stakeholder lokal adalah yang lebih berkompeten untuk menyusun strategi dan melaksanakan program pembangunan kotanya. Hal tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang menekankan pada desentralisasi dan otonomi daerah. Hal ini memberikan kesempatan kepada seluruh daerah untuk melakukan penyelenggaraan pembangunan perkotaan didaerahnya. Masing-masing daerah mempunyai wewenang untuk merencanakan, melaksanakan dan mengawasi pembangunan didaerahnya.

II.2.1 Pengertian Pembangunan

  Penggunaan kata pembangunan telah dipopulerkan oleh beberapa sarjana dan pembuat kebijakan di Amerika Serikat, dan diperkenalkan ke Eropa Barat dan Negara-negara dunia ketiga yang sedang berkembang. Pembangunan berasal dari kata Development yang berarti pembangunan atau perkembangan dan perubahan sosial. Todaro dalam Arifin (2008:40)menyatakan bahwa pembangunan bukan hanya fenomena semata, namun pembangunan tersebut harus melampaui sisi materi dan keuangan dari kehidupan manusia. Dengan demikian pembangunan idealnya dipahami sebagai suatu proses yang berdimensi jamak, yang melibatkan masalah pengorganisasian dan peninjauan kembali keseluruhan sistem ekonomi dan sosial. Berdimensi jamak dalam hal ini artinya membahas komponen- komponen ekonomi maupun non ekonomi. Todaro dalam Arifin (2008:6) mendefinisikan pembangunan merupakan suatu proses multidimensial yang meliputi perubahan-perubahan struktur sosial, sikap masyarakat, lembaga- lembaga nasional, sekaligus peningkatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan kesenjangan dan pemberantasan kemiskinan. Menurut Todaro dalam Arifin (2008:7) Makna sebenarnya pembangunan itu adalah pemerataan jadi hakikatnya dibutuhkan cara yang baik agar pembangunan yang begitu pesatnya merata yang berkelanjutan bagi seluruh lapisan masyarakat dengan menjunjung tinggi azas keadilan.

II.2.1.1 Alat Ukur Pembangunan

  Menurut Arif Budiman(dalam skripsi Alex Candro Sidabutar, 2008: 20) dalam bukunya Teori Pembangunan Dunia Ketiga, diuraikan indikator-indikator pembangunan. Indikator tersebut adalah: 1.

  Kekayaan Rata-Rata. Kemajuan ekonomi masyarakat biasanya ditandai dengan pemerataan pendapatan. Berdasarkan hal tersebut kemajuan ekonomi menjadi hal yang signifikan dalam pembangunan.

  2. Pemerataan Bangsa atau negara yang berhasil melakukan pembangunan adalah mereka yang disamping tingginya produktifitas, penduduknya juga makmur juga sejahtera dan relatif merata.

  3. Kualitas Kehidupan. Kualitas yang dimaksud adalah rata-rata harapan hidup, rata-rata jumlah kematian bayi, dan rata-rata presentasi buta huruf.

  4. Kerusakan Lingkungan. Pembangunan tidak akan jauh pengaruhnya terhadap lingkungan sebagai objek yang sangat dekat dengan pembangunan.

  5. Keadilan Sosial dan Kesinambungan. Adanya pembangunan yang berkelanjutan adalah bukti bahwa pembangunan tersebut akan berhasil.

II.2.1.2 Tujuan Pembangunan Nasional Negara Berkembang

  John Friedman dalam Sri Mulyani (2005:26) mengemukakan bahwa kota- kota sangat berperan dalam pembangunan nasional. Di negara-negara berkembang pada umumnya tujuan pembangunan nasional antara lain: 1.

  Peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pertumbuhan produksi dengan laju yang lebih pesat dari pertumbuhan penduduk.

  2. Peningkatan integrasi sosial melalui peningkatan partisipasi yang lebih luas dan efektif dalam pembuatan keputusan publik yang menyangkut masyarakat.

  3. Peningkatan integrasi keruangan (spatial integration) dengan menebarkan proses pembangunan kesegenap kawasan di negara melalui sistem perkotaan yang seimbang. Tujuan-tujuan tersebut akan bergeser urgensinya dan akan muncul tujuan- tujuan baru dengan berjalannya waktu dan evolusi pembangunan nasional.

  Pembangunan nasional terjadi dalam sistem perkotaan. Pembangunan akan bermula disuatu kawasan atau pemukiman tertentu dan dampaknya akan diteruskan serta dirasakan di kawasan perkotaan lainnya. struktur dan bentuk sistem perkotaan akan berbeda sesuai dengan fungsi yang dilaksanakan oleh subsistem-subsistem atau pusat pemukiman didalamnya. Misalnya sistem perkotaan yang berfungsi utama pusat-pusat pemukiman adalah perdagangan akan berbeda dengan yang fungsi utamanya adalah pemerintahan atau pelayanan sosial bagi masyarakat.

  Sebagian besar kota di negara-negara yang sedang berkembang belum dapat berfungsi sepenuhnya. Peranannya sebagai wadah konsentrasi pemukiman dan sebagai pusat kegiatan-kegiatan sosial-ekonomi masih kurang memuaskan. Kebutuhan masyarakat perkotaan sangat banyak jumlahnya dan beranekaragam, sedangkan kemampuan penyediaan fasilitas (prasarana dan sarana) dan pelayanan perkotaan yang diperlukan masih terbatas, sehingga ketidakseimbangan dan ketimpangan perkotaan akan menimbulkan permasalahan yang serius dan harus ditanggulangi secepatnya. Dengan permasalahan yang banyak pembangunan yang dilakukan haruslah pembangunan yang berkelanjutan.

II.2.1.3. Pembangunan Berkelanjutan

  Banyak pemahaman yang keliru mengenai pembangunan berkelanjutan sehingga tidak sedikit visi pembangunan yang keliru atau tidak jelas formulasinya sehingga tidak jelas pula arah arah pembangunan yang dilaksanakan . perumusan visi pembangunan yang salah akan menyebabkan kesalahan dalam langkah- langkah strategis yang akan diambil. Pembangunan berkelanjutan sering disalah artikan sebagai suatu bentuk pembangunan atau kegiatan yang terus berlanjut, susul menyusul antara program pembangunan yang satu dengan program pembangunan yang lain sampai waktu tertentu, sehingga hal ini mudah sekali untuk dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu apalagi dalam era otonomi seperti saat ini.

  Pengertian pembangunan berkelanjutan menurut Yunus (2005:141) adalah suatu pola pembangunan yang bertujuan untuk mencukupi atau memenuhi kebutuhan generasi penduduk masa kini tanpa membahayakan kemampuan generasi yang akan datang untuk mencukupi kebutuhannya. Hal yang paling mendasar untuk dipahami dalam mengaplikasikan konsep Sustainable

  Development yaitu harus mampu menerjemahkan makna pernyataan meeting the needs of the present generation disatu sisi dan without jeopardizing the ability of the future generations to meet their own needs di sisi lain. United Nations Conference on Human Settlements dalam Yunus (2005:154) telah mencoba

  menjabarkan kedua ungkapan tersebut kedalam bahasa pembangunan yang lebih mudah dipahami dan diaplikasikan.

  Hal-hal yang terkait dengan upaya pemenuhan generasi masa kini meliputi tiga Yunus (2005:155) hal yang pertama kebutuhan ekonomi yang meliputi kemampuan mengakses semua sumber daya untuk dimanfaatkan dalam pencapaian kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi khususnya penduduk perkotaan yang miskin (the urban poor). Dalam aspek ekonomi ini yang diperhatikan adalah economic security yang dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat baik yang sehat maupun yang sakit, yang cacat maupun yang tidak cacat, yang menganggur ataupun tidak menganggur khususnya pada saat mereka tidak mampu lagi bekerja secara produktif. Kedua kebutuhan sosial, kultural dan kesehatan yang meliputi semua upaya pemenuhan kebutuhan tempat tinggal yang sehat, aman dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat dan dilengkapi oleh fasilitas pemukiman yang memadai. Persediaan air bersih yang cukup, jaringan sanitasi dan drainase yang baik, transportasi yang lancar dan pemeliharaan kesehatan yang cukup, pendidikan yang terjangkau serta program pengembangan anak-anak yang terarah dan terstruktur. Ketiga Kebutuhan politik terkait dengan rasa bebas dalam mengeluarkan pendapat dan kesempatan yang sama dalam berpartisipasi dalam kancah politik baik lokal, regional maupun nasional.

  Pemenuhan kebutuhan generasi sekarang tanpa mengancam kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya dapat dituangkan kedalam lima strategi, pertama terkait dengan pemanfaatan energi dan pemeliharaan kualitas udara, strategi ini menekankan pada penghematan energi baik untuk rumah tangga dan industri dengan tujuan menekan selama mungkin cadangan atau persediaan sehingga dapat dimanfaatkan oleh generasi mendatang. Kedua terkait dengan pemanfaatan lahan dan ruang terbuka hijau di kota, oleh karena sebagian besar pemanfaatan lahan didaerah perkotaan adalah untuk pemukiman maka tidak berlebihan kiranya memberikan perhatian terhadap kawasan ini. Penataan kawasan pemukiman secara internal baik pemukiman yang sudah terlanjur kumuh ataupun pemukiman yang berpotensi menjadi kumuh. Ketiga terkait dengan strategi dalam pemanfaatan air, bahan bangunan dan limbah. Keempat terkait dengan strategi kebijakan dibidang transportasi misalnya upaya mensosialisasikan pemanfaatan sarana trasnportasi bebas polusi seperti seperda. dan kelima strategi yang terkait dengan kesehatan,kenyamanan, ketentraman dan ketenangan hidup. Upaya untuk meningkatkan taraf hidup, pendidikan, penekanan tindak kriminal perbaikan dan penyediaan perumahan khusus bagi masyarakat miskin di perkotaan.

II.2.2 Pengertian Kota

  Dalam Penggunaan kata Kota perlu dicermati karena dalam bahasa Indonesia dalam Sadyohutomo (2008:3), kata kota memiliki dua pengertian yang berbeda. pertama, kota dalam pengertian umum adalah suatu daerah terbangun yang didominasi jenis penggunaan tanah nonpertanian dengan jumlah penduduk dan intensitas penggunaan ruang yang cukup tinggi. kedua kota dalam pengertian pemerintahan diartikan secara khusus, yaitu sebuah bentuk pemerintah daerah yang mayoritas wilayahnya merupakan daerah perkotaan.

  Begitu pula kota menurut Dickinson dalam Raldi (2001:9) adalah suatu permukiman yang bangunan rumahnya rapat, dan penduduknya bernafkah bukan pertanian. Pengertian lain dari kota ialah dicirikan oleh adanya prasarana perkotaan bagi pemerintahan dan rumah sakit, sekolah, pasar, dan taman.

  Kehidupan masyarakat kota yang serba kompleks memerlukan dukungan prasarana kota yang memadai, agar seluruh aktifitas penduduk dapat berjalan dengan lancar dan sehat.

  Menurut Sandy dalam Yunus (2005:43) Di Indonesia, diluar daerah khusus ibukota Jakarta, sebuah kota dari segi hukum dapat dikelompokkan menjadi empat golongan yaitu pertama Kotamadya, Kotamadya yaitu sebuah kota yang jelas batas hukum kewenangan pemerintah daerahnya. Mungkin sekali tidak seluruh wilayahnya merupakan wilayah yang terbangun, artinya sebagian wilayahnya masih merupakan daerah pedesaan dalam penggunaan lahannya seperti sawah, perkebunan, kolam ikan atau hutan kotamadya adalah tingkat II.

  kedua adalah Kotamadya Administratif yaitu sebuah kota yang tidak mempunyai

  dewan perwakilan rakyat, misalnya kota Batam. Ketiga kota administratif yaitu sebuah kota yang meskipun dipimpin oleh seorang walikota, tetapi masih tetap merupakan bagian dari sebuah daerah tingkat II. kota administratif tidak mempunyai dewan tetapi batas-batas wilayah hukum walikotanya jelas ditetapkan.

  Keempat adalah kota itu sendiri. Kota, seperti layaknya kabupaten, keberadaannya

  hanya ditandai oleh bagian-bagiannya yang sudah dibangun namun kewenangan hukum pemerintah daerahnya tidak terbatas pada daerah terbangun saja tetapi termasuk wilayah yang belum terbangun yang berada dalam batas-batas wilayah yang sudah ditetapkan.

II.2.2.1 Tantangan Pembangunan Perkotaan

  Menurut Sri Mulyani Indrawati (2005:13) Tantangan pokok yang dihadapi dalam pembangunan perkotaan nasional yaitu, (1) permasalahan penyediaan lapangan pekerjaan, diperkotaan sangat tinggi arus urbanisasi yaitu perpindahan penduduk dari desa ke kota, dalam hal ini kota dijadikan sasaran empuk bagi masyarakat untuk mencari pekerjaan, namun tidak dapat dipungkiri banyak masyarakat desa yang datang ke kota gagal dan menjadi pengangguran, hal ini akibat dari tidak seimbangnya antara penduduk kota dengan lapangan pekerjaan yang tersedia, (2) Penyediaan lingkungan perumahan, prasarana dan sarana perkotaan, serta pelayanan dasar, (3) Peningkatan kualitas lingkungan hidup diperkotaan,(4) penyerasian antar golongan dan penyelesaian masalah sosial lainnya, (5)Peningkatan kesadaran budaya, (6) Peningkatan keamanan dan ketertiban kota, (7) Pengendalian pengembangan sistem perkotaan dan kota-kota baru, (8) Pengendalian dan pencegahan urban sprawl. (9) Penanganan masalah pedesaan, pinggiran kota, hubungan antar kota dan desa-kota, (10) Peningkatan kapasitas, kelembangaan, pembiayaan dan pengelolaan kota dalam meningkatkan pelayanan masyarakat. (11) Peningkatan kinerja kota dalam menjalankan peran sebagai motor pendorong pembangunan wilayah dan pelayanan wilayah pengaruhnya.

  Kesebelas butir tersebut merupakan tantangan dasar dalam pengembangan perkotaan, seiring dengan upaya mengatasi isu-isu dan permasalahan yang dihadapi kota-kota itu sendiri.

  Menurut Raharjo (2006:187) Secara umum masalah perkotaan dapat dibagi dalam beberapa kelompok yaitu:

  1. Keadaan lingkungan fisik perkotaan yang kurang memadai antara lain laju pertumbuhan perkotaan yang cepat dan tidak berencana, perilaku para pendatang baru yang masih belum menyelesaikan dengan tata kehidupan kota, penciptaan lapangan kerja yang terbatas, kebutuhan akan perumahan yang terus meningkat, penggunaan ruang kota yang tidak efisien.

  2. Perencanaan dan program pembangunan kota serta koordinasi pelaksanaannya masih mengalami berbagai kelemahan.

  3. Sarana penunjang yang tersedia seringkali belum dimanfaatkan sepenuhnya. Misalnya keahlian dan keterampilan yang berada diperuruan tinggi.

  4. Partisipasi masyarakat dari lapisan atas sampai lapisan bawah untuk menunjang pembangunan kota belum dikembangkan secara luas.

  5. Norma-norma tata tertib pergaulan sosial, tertib hukum dan tertib kemasyarakatan ternyata sering kurang efektif disebabkan karena kondisi sosial dan ekonomi yang rendah dari sebagian penghuni kota dan terdapat pihak-pihak yang sengaja mengabaikan peraturan-peraturan yang berlaku sehingga menganggu tata kehidupan masyarakat kota.

  II.2.2.2. Strategi Kebijakan Pembangunan Kawasan Perkotaan

  Untuk menghadapi masalah dan tantangan dalam pembangunan kawasan perkotaan, strategi kebijakan yang harus dilakukan adalah (Raharjo,2010:148):

  1. Meningkatkan kemampuan pengelolaan perkotaan, khususnya dibidang pembiayaan, pembangunan kota, pelayanan prasarana dan sarana umum, pelayanan sosial (pendidikan, kesehatan, perumahan), dan pengelolaan tata ruang dan pertanahan.

  2. Meningkatkan penanganan masalah sosial kemasyarakatan khususnya kejahatan perkotaan, tenaga kerja dan kemiskinan.

  3. Meningkatkan kerja sama investasi dan pengelolaan prasarana dan sarana umum antara pemerintah kota dan swasta.

  4. Meningkatkan dan mengembangkan fungsi kota sebagai pusat pemerintahan, pusat pertumbuhan dan pusat pelayanan.

  II.2.2.3. Penataan Ruang Kawasan Perkotaan

  Menurut Raharjo (2010:149) Penataan ruang kawasan perkotaan diarahkan

  pertama untuk mencapai tata ruang yang optimal, serasi, selaras dan seimbang

  dalam pengembangan hidup manusia, kedua meningkatkan fungsi kawasan perkotaan secara serasi dan seimbang antara perkembangan lingkungan dan nilai kehidupan masyarakat, ketiga mengatur pemanfaatan ruang kawasan perkotaan guna meningkatkan kemakmuran rakyat dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan alam dan lingkungan sosial.

  Pada kawasan perkotaan diarahkan perkembangannya untuk berbagai kegiatan perkotaan meliputi pemukiman perkotaan, sarana dan prasarana pemukiman (fasilitas sosial dan fasilitas umum), infrastruktur (jaringan jalan dan angkutan,air minum, drainase, air limbah, persampahan, listrik dan telekomunikasi, kawasan fungsional perkotaan.

II.3 Pola Pemukiman

  Permukiman yang menempati area paling luas dalam pemanfaatan ruang kota mengalami perkembangan yang selaras dengan perkembangan penduduk dan mempunyai pola-pola tertentu yang menciptakan bentuk dan struktur suatu kota yang berbeda dengan kota lainnya. Intensitas penggunaan tanah di daerah pusat kota yang tinggi dan mengakibatkan naiknya nilai harga tanah, sementara jumlah penduduk kota bertambah terus dan memerlukan tempat hunian yang pada gilirannya memaksa penduduk kota memilih alternatif mendirikan perumahan kearah pinggiran kota. ( Koestor dkk 2001: 41).

  Menurut Koestor dkk (2001: 42) Ada tiga pola pemukiman penduduk dalam hubungannya dengan bentang alamnya, pertama; Pola Pemukiman Memanjang (Linear). Pola pemukiman memanjang memiliki ciri pemukiman berupa deretan memanjang karena mengikuti jalan, sungai, rel kereta api atau pantai. Dalam Pola ini terdapat empat bagian yaitu (a) Mengikuti Jalan; Pada daerah ini pemukiman berada di sebelah kanan kiri jalan. Umumnya pola pemukiman seperti ini banyak terdapat di dataran rendah yang morfologinya landai sehingga memudahkan pembangunan jalan-jalan di pemukiman. Namun pola ini sebenarnya terbentuk secara alami untuk mendekati sarana transportasi. (b) Mengikuti rel kereta api; Pada daerah ini pemukiman berada di sebelah kanan kiri rel kereta api. Umumnya pola pemukiman seperti ini banyak terdapat di daerah perkotaan terutama di DKI Jakarta dan atau daerah padat penduduknya yang dilalui rel kereta api seperti di kota Medan. (c) Mengikuti Alur Sungai; Pada daerah ini pemukiman terbentuk memanjang mengikuti aliran sungai. Biasanya pola pemukiman ini terdapat di daerah pedalaman yang memiliki sungai-sungai besar. Sungai-sungai tersebut memiliki fungsi yang sangat penting bagi kehidupan penduduk. (d) Mengikuti Garis Pantai; Daerah pantai pada umumnya merupakan pemukiman penduduk yang bermata pencaharian nelayan. Pada daerah ini pemukiman terbentuk memanjang mengikuti garis pantai. Hal itu untuk memudahkan penduduk dalam melakukan kegiatan ekonomi yaitu mencari ikan ke laut. Kedua

  Pola Pemukiman Terpusat dimana Pola pemukiman ini mengelompok membentuk unit-unit yang kecil dan menyebar, umumnya terdapat di daerah pegunungan atau daerah dataran tinggi yang berelief kasar, dan terkadang daerahnya terisolir. Di daerah pegunungan pola pemukiman memusat mengitari mata air dan tanah yang subur. Sedangkan daerah pertambangan di pedalaman pemukiman memusat mendekati lokasi pertambangan. Penduduk yang tinggal di pemukiman terpusat biasanya masih memiliki hubungan kekerabatan dan hubungan dalam pekerjaan. Pola pemukiman ini sengaja dibuat untuk mempermudah komunikasi antarkeluarga atau antarteman bekerja. Ketiga; Pola Pemukiman Tersebar dimana pola pemukiman ini terdapat di daerah dataran tinggi atau daerah gunung api dan daerah-daerah yang kurang subur. Pada daerah dataran tinggi atau daerah gunung api penduduk akan mendirikan pemukiman secara tersebar karena mencari daerah yang tidak terjal, morfologinya rata dan relatif aman. Sedangkan pada daerah kapur pemukiman penduduk akan tersebar mencari daerah yang memiliki kondisi air yang baik. Mata pencaharian penduduk pada pola pemukiman ini sebagian besar dalam bidang pertanian, ladang, perkebunan dan peternakan.

II.4. Asas-asas Pembangunan Perumahan dan Pemukiman

  Alvi Syahrin (2003:106) mengemukakan beberapa asas Pembangunan Perumahan dan Pemukiman yang terdiri dari: 1.

  Asas Demokrasi, artinya pembangunan perumahan dan pemukiman harus memperhatikan pengelolaan sumber daya alam serta adanya pengakomodasian kekuasaan dan kewenangan dalam mengelola antara pusat dan daerah, transparan dalam pengambilan keputusan, meningkatkan partisipasi semua pihak yang terkait, tidak diskriminasi dalam pembuatan dan implementasi.

  2. Asas Transparansi, artinya keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan membuka ruang bagi peningkatan partisipasi dan pengawasan publik dalam pengelolaan sumber daya alam dan pembangunan perumahan pemukiman, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi pemukiman, mulai dari perencaan, pelaksanan, pemantauan dan evaluasi.

  3. Asas Koordinasi dan Keterpaduan antar sektor, artinya pengelolaan pembangunan perumahan dan pemukiman dilakukan secara terintegrasi dengan saling memperhatikan kepentingan antar sektor, sehingga dapat dibina hubungan yang saling mendukung dan kerjasama yang menempatkan kepentingan pelestarian fungsi lingkungan dan keberlanjutan fungsi perumahan dan pemukiman diatas kepentingan masing-masing sektor.

  4. Asas Efisiensi, artinya pemanfaatan sumber daya alam bagi pembangunan perumahan dan pemukiman didasarkan pada pengelolaan secara bijaksana dan memperhatikan sifat dapat diperbaharui (renewable) dan tidak dapat diperbaharui (nonrenewable), dengan selalu memperhitungkan keberlanjutan fungsi dan manfaat sumber daya alam bagi kepentingan geerasi kini dan mendatang.

  5. Asas Desentralisasi, yaitu penyerahan wewenang tanggung jawab pengelolaan perumahan dan pemukiman serta keterkaitannya dengan lingkungan hidup oleh pemerintah kepada daerah otonom, atau menteri kepada birokrasi dibawahnya, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan sesuai dengan karakteristik wilayah masing-masing daerah.

  6. Asas Partisipasi Publik, artinya pengelolaan perumahan dan pemukiman dalam kaitannya dengan kelestarian fungsi lingkungan, membuka kesempatan kepada masyarakat dan semua pihak yang terkait (Stakeholder), untuk mengambil bagian aktif dalam pengelolaan dan pemukiman serta pelestarian lingkungan, mulai dari kegiatan idnetifikasi dan inventarisasi, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pemantauan dan evaluasi.

  7. Asas Pengawasan Publik, artinya mekanisme dan prosedur pengawasan masyarakat dan semua pihak yang terkait (stakeholder) dalam pengelolaan perumahan dan pemukiman serta pelestarian fungsi lingkungan, dengan mengambil bagian aktif dalam melakukan pengawasan yang efektif.

  8. Asas Akuntabilitas Publik, artinya upaya yang harus direncanakan dan dilaksanakan oleh pihak pengelola pembangunan perumahan dan pe mukiman serta pelestarian fungsi lingkungan, khususnya mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan publik dan kepentingan masyarakat, sebagai bentuk pertanggungjawabannya kepada rakyat atas segala tindakan yang dilakukan dalam pengelolaan secara transparan.

  9. Asas Informasi dan Persetujuan, artinya memberikan informasi yang benar dan meminta persetujuan masyarakat dalam pembangunan perumahan dan pemukiman serta pelestarian fungsi lingkungan, dengan persetujuan tersebut didasarkan pada prinsip kebebasan dari pihak yang memberi persetujuan.

II.5. Masalah dan Tantangan dalam Pembangunan Pemukiman

  Masalah utama dalam penyediaan sarana hunian, khususnya di pemukiman perkotaan adalah (Raharjo, 2010:139):

  1. Tingginya kebutuhan akan tempat tinggal, tempat usaha dan tempat memproduksi beserta prasarana dan sarana pendukungnya sedangkan lahan yang tersedia terbatas.

  2. Belum stabilnya iklim usaha perumahan dan pemukiman di kota.

  3. Belum optimalnya sistem penggalangan dana masyarakat sebagai sumber pembiayaan pembangunan sarana hunian.

  4. Belum mantapnya sistem penyediaan sarana hunian bagi masyarakat yang berpendapatan rendah dan masyarakat miskin.

  5. Masih rendahnya kualitas pelayanan prasarana dan sarana pemukiman seperti air bersih, air limbah persampahan, drainase dan penanggulangan banjir, jaringan jalan, lalu lintas dan transportasi umum, pasar, sarana sosial dan jalur hijau.

  II.6. Strategi Kebijakan Pembangunan Perumahan/Pemukiman

  Untuk mencapai tujuan pembangunan pemukiman Raharjo (2005:141) memaparkan strategi kebijakan yang dapat dilakukan pertama, mengembangkan sistem penyediaan, pembangunan dan perbaikan sarana hunian yang layak, murah dan terjangkau oleh masyarakat khususnya masyarakat yang berpendapatan rendah. Kedua meningkatnya kemampuan pengelolaan pelayanan prasarana dan sarana pemukiman di kawasan perkotaan dan pedesaan. Ketiga mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan pedesaan agar tidak digunakan secara berlebihan. Keempat meningkatkan kerjasama investasi dan pengelolaan pelayanan prasarana dan sarana pemukiman antara pemerintah dan masyarakat.

  II.7. Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Sistem Pemukiman

  Langkah-langkah dalam melakukan pengendalian ini menurut Raharjo (2010:141) dilakukan dengan dua tahapan yaitu tahap pemantauan dan tahap evaluasi, tahap pemantauan yaitu pemantauan terhadap pemanfaatan ruang sistem pemukiman dimaksudkan sebagai identifikasi menyangkut beberapa hal yaitu

  pertama klasifikasi sistem pemukiman yang ada dikabupaten/kota dihubungkan

  dengan pemanfaatan ruangnya, kedua identifikasi pertumbuhan sistem-sistem pemukiman dan penyebaran diwilayah kabupaten/kota, ketiga konservasi lahan- lahan produktif untuk pemanfaatan kawasan pemukiman, keempat ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk pemanfaatan ruang sistem pemukiman dan syarat- syarat pengembangan/pembangunan sistem pemukimanyang tercantum di kabupaten/kota. Tahap evaluasi pertama evaluasi terhadap kecenderungan atau proporsi dominan sistem pemukiman dan apakah penyebarannya telah merata dalam wilayah kabupaten/kota, kedua mengevaluasi kompleksitas fasilitas penunjang sistem pemukiman dan apakah penyebarannya telah merata pada wilayah kabupaen/kota, ketiga mengevaluasi penggunaan ruang untuk pengembangan sistem pemukiman terhadap lahan-lahan produktif dikabupaten/kota dan terakhir evaluasi tingkat ketersediaan kesesuaian lahan diperlukan kapling siap bangun dan lingkungan siap bangun sebagai pemanfaatan ruang untuk pengembangan sistem pemukiman dikabupaten/kota.

  II.8. Pemukiman Kumuh

  II.8.1. Pengertian Pemukiman Kumuh

  Menurut Raharjo (2010:118) Kumuh atau slum adalah permukiman atau perumahan orang-orang miskin kota yang berpenduduk padat,terdapat dilorong yang kotor dan merupakan bagian dari kota secara keseluruhan, juga biasa disebut dengan wilayah pencomberan (semraut).

  Menurut Raharjo(2010:11) pengertian lingkungan permukiman kumuh secara umum diperkotaan yaitu: a.

  Dari segi fisik : pada umumnya tanahnya sempit, pola penggunaan tanah tidak teratur, prasarana yang tidak baik,pembuangan air limbah yang tidak baik sehingga mudah menimbulkan wabah penyakit,rumah yang dibuat pada umumnya semi permanen dan dalam kondisi yang mudah rusak.

  b.

  Dari segi sosial: penduduk padat dengan area yang terbatas, tingkat pendidikan dan kesehatan yang terbatas, sifat gotong royong relatif lebih kuat dibandingkan masyarakat kota lainnya.

  c.

  Dari segi hukum: sebagian besar kawasan kumuh umumnya terbentuk tanpa melalui prosedur perundang-undangan yang ada, hal ini disebabkan langka dan mahalnya tanah perkotaan.

  d.

  Dari segi ekonomi: mata pencarian yang heterogen, sector perekonomian yang bersifat informal seperti : penarik becak, buruh pedagang kaki lima

II.8.2. Kebijakan Kuratif Terhadap Pemukiman Kumuh

  Wacana pemukiman kumuh pada dasarnya menekankan pada kondisi bangunan dan lingkungan tempat tinggal bukan pada legalitas lahan dimana bangunan tersebut berada. Di Indonesia sebagai salah satu Negara berkembang sangat perlu adanya upaya kuratif. Berdasarkan pengalaman empiris Negara- negara dunia, ada tiga macam proses terjadinya pemukiman kumuh menurut Drakakis-Smith dalam Yunus (2008:428) yaitu pertama densifikasi/pemadatan bangunan yang tidak terkendali, kedua proses penuaan bangunan, ketiga proses inundasi. Dalam wacana kuratif untuk memperbaiki kondisi kekumuhan pemukiman secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua tipe kebijakan spasial (Yunus,2008:428).

  Pertama tipe kebijakan kuratif revolutif terhadap pemukiman kumuh, yang

  bertujuan untuk menghilangkan rona kekumuhan seluruhnya pada suatu blok pemukiman dan menggantinya pada sesuatu yang baru sama sekali. Apabila hal ini diterapkan pada kawasan yang sebenarnya tidak legal untuk pemukiman, atau dikenal dengan pemukiman liar dan kumuh akan menyisakan persoalan yang terkait dengan status lahan. Bagi pemukiman kumuh yang bertempat dilahan yang legal upaya kuratif yang bersifat revolutif tidak terkendala dengan masalah status lahan pemukiman. Pada umumnya, kebijakan kuratif revolutif tersebut berupa pembangunan blok rumah susun diatas lahan dimana pemukiman kumuh sebelumnya berada. Keberadaan rumah susun jelas akan memakan lahan yang jauh lebih sempit dari daerah yang ditempati oleh unit tempat tinggal yang jumlahnya sama, karena penempatan masing-masing unit dilakukan kearah vertikal. Sedangkan sisa lahan digunakan untuk jalur penghijauan.

  Kedua kebijakan kuratif evolutif terhadap pemukiman kumuh, dengan

  kebijakan ini, kebijakan spasial ditekankan pada upaya memperbaiki rona sebuah pemukiman, dengan cara yang bertahap. Kekumuhan yang ada tidak dapat seluruhnya dihilangkan dalam waktu singkat dari pemukiman yang ada, namun diharapkan akan menghilang sedikit demi sedikit, hal ini dapat dikarenakan oleh minimnya ketersediaan dana, kemungkinan timbulnya permasalahan sosio- kultural apabila mengubah suatu keadaan secara tiba-tiba. Menurut Yunus yaitu (2008 : 433) Kebijakan kuratif evolutif dapat dilakukan melalui dua kelompok diantaranya (1) kebijakan fisik, kebijakan untuk memperbaiki kondisi fisik dari pemukiman tersebut (2) kebijakan non-fisik dengan cara melakukan pemberdayaan kepada masyarakat untuk mampu mensejahterakan kehidupannya dari keadaan sebelumnya.

II.9 Defenisi Konsep

  Adapun defenisi konsep yang penulis kemukakan dalam penelitian ini adalah: 1.

  Strategi : Strategi merupakan suatu proses dimana misi dan tujuan dasar dari organisasi disusun dengan menggunakan sumber dayanya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam membuat strategi harus mampu menjawab apa yang menjadi peluang, kekuatan, kelemahan ancaman dari organisasi/pemerintah. strategi memiliki empat komponen yang perlu dipertimbangkan yaitu ruang lingkup, pengarahan sumber daya, keunggulan kompetitif dan sinergitas.

  2. Pembangunan Perkotaan: suatu proses perubahan kota menuju kearah pembangunan yang merata dan berkelanjutan. Merata dalam arti dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat sedangkan berkelanjutan berarti pembangunan yang dilakukan pada saat ini tidak merusak atau membahayakan kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya.

  3. Strategi Pembangunan Perkotaan : Suatu cara atau usaha yang dilakukan oleh pemerintah,masyarakat dan pihak swasta untuk melakukan perubahan kota menuju kearah pembangunan yang lebih baik dengan meningkatkan segenap daya dan upaya yang dimiliki dengan memfokuskan pada pembangunan berkelanjutan.

  4. Permukiman kumuh : Permukiman atau perumahan orang-orang miskin kota yang berpenduduk padat,terdapat dilorong yang kotor dan merupakan bagian dari kota secara keseluruhan. Pemukiman.

  5. Strategi Pembangunan Perkotaan dalam Mengatasi Pemukiman Kumuh di Keluraha Aur: Suatu proses dimana misi dan tujuan dasar dari organisasi pemerintah kota disusun dengan menggunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan kota yang telah ditetapkan dalam mengatasi pemukiman kumuh yang ada dikelurahan Aur, dengan memperhatikan beberapa asas pembangunan perumahan dan pemukiman didalamnya yang terdiri dari Asas Demokrasi, Asas Transparansi, Asas Koordinasi dan Keterpaduan antar Sektor, Asas Efisiensi, Asas Desentralisasi, Asas Partisipasi Publik, Asas Pengawasan Publik, Asas Akuntabilitas Publik serta Asas Informasi dan Persetujuan.

II.7 Sistematika Penulisan

  Sistematika penulisan yang disusun dalam rangka memamparkan keseluruhan hasil penelitian ini secara singkat dapat diketahui sbb:

  BAB I PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah,

  tujuan penelitian, manfaat penelitian,

  BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi teori-teori yang menguatkan penelitian, defenisi

  konsep dan sistematika penulisan

  BAB III METODE PENELITIAN Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data, serta teknik analisa data. BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian BAB V PENYAJIAN DATA Bab ini berisikan tentang data-data yang diperoleh selama

  penelitian

  BAB VI ANALISA DATA Bab ini berisikan tentang analisa data yang diperoleh melalui

  interpretasi data

  BAB VII PENUTUP Bab ini berisikan kesimpulan dan saran.