Pola Pengasuhan Anak Di Daerah Pemukiman Kumuh Kota Medan (Studi Korelatif Antara Ruang Tempat Tinggal Yang Terbatas Terhadap Pola Pengasuhan Anak Pada Daerah Pemukiman Kumuh di Jalan Ir. Juanda Kelurahan Jati Kecamatan Medan Maimun)

(1)

Skripsi

POLA PENGASUHAN ANAK DI DAERAH PEMUKIMAN KUMUH

KOTA MEDAN

(Studi Korelatif Antara Ruang Tempat Tinggal Yang Terbatas Terhadap Pola Pengasuhan Anak Pada Daerah Pemukiman Kumuh di Jalan Ir. Juanda Kelurahan Jati Kecamatan

Medan Maimun)

D I S U S U N

Oleh :

LIA LIDIA T. SARAGIH 070901035

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

ABSTRAKSI

Kemiskinan merupakan masalah sosial yang sampai saat ini tidak mudah untuk diatasi. Kawasan-kawasan padat penduduk bermunculan di banyak kota-kota besar yang merupakan pusat perdagangan maupun pusat industri, seiring dengan semakin meningkatnya tingkat kemiskinan yang terjadi dan semakin tinggi pula tingkat urbanisasi yang menyebabkan terjadinya kepadatan penduduk. Pemukiman-pemukiman yang sesungguhnya tidak diperuntukkan untuk menjadi tempat tinggal dipergunakan menjadi sarana tempat tinggal. Oleh karena itu tentunya sarana tempat tinggal menjadi tidak optimal bagi yang menempatinya untuk dapat menjalani aktifitas didalamnya. Keterbatasan ruang yang ada di sarana tempat tinggal dapat mempengaruhi aktifitas penghuni didalamnya. Aktifitas yang seharusnya bisa dilakukan lebih baik menjadi tidak dilakukan seefektif mungkin. Salah satunya adalah penerapan pola pengasuhan yang dilakukan oleh orangtua kepada anak. Pola pengasuhan memiliki peranan penting dalam pembentukan karakter pada anak. Penerapan pola pengasuhan kepada anak ini dapat dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor, faktor lingkungan, faktor budaya dan faktor-faktor lainnya. Keterbatasan ruang tempat tinggal di kawasan pemukiman kumuh (slum area) tentu saja dapat memberikan pengaruh terhadap penerapan pola pengasuhan yang diterapkan kepada anak.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian korelatif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Adapun yang menjadi lokasi penelitiannya adalah di daerah pemukiman kumuh di Jalan Ir. Juanda Kelurahan Jati Kecamatan Medan Maimun. Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah warga yang tinggal di lingkungan di kelurahan tersebut. Pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menyebarkan kuesioner, survei, observasi (pengamatan) dan wawancara. Analisa data dilakukan dengan menggunakan teknik distribusi frekuensi yang disajikan dalam bentuk tabel tunggal dan tabel silang serta uji korelasi yang menggunakan rumus Spearman.

Penelitian ini menemukan bahwa terdapat nilai korelasi antara ruang tempat tinggal yang terbatas dengan pola pengasuhan anak di daerah pemukiman kumuh sebesar 0,331 yang menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang rendah tapi pasti antara ruang tempat tinggal yang terbatas dengan pola pengasuhan anak yang berarti bahwa ruang tempat tinggal yang terbatas di daerah pemukiman kumuh benar mempengaruhi penerapan pola pengasuhan kepada anak. Disamping karena adanya keterbatasan ruang yang ada di rumah tempat tinggal yang kurang memadai yang tidak dapat memenuhi kebutuhan ruang yang sesungguhnya dan menampung semua aktifitas populasi yang ada didalamnya, keterbatasan lingkungan daerah tempat tinggal juga memiliki hubungan terhadap penerapan pola pengasuhan kepada anak.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat, rahmat dan karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan semestinya. Penulisan skripsi ini merupakan karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, dengan judul : “Pola Pengasuhan Anak di Daerah Pemukiman Kumuh Kota Medan (Studi Korelatif Antara Ruang Tempat Tinggal Yang Terbatas Terhadap Pola Pengasuhan Anak Pada Daerah Pemukiman Kumuh di Jalan Ir. Juanda Kelurahan Jati Kecamatan Medan Maimun)”.

Skripsi ini khusus penulis persembahkan kepada orangtua tercinta dan tersayang penulis, Ayahanda Almarhum Djasarman Saragih (+) dan Ibunda tercinta Talonim Purba, atas semua doa, dukungan, pengorbanan dan kasih sayangnya yang telah diberikan kepada penulis sampai saat ini. Penulis bisa berhasil sampai saat ini karena cara mendidik papa dan mama yang penuh kasih sayang dan rasa tanggungjawab untuk menghargai waktu, belajar dengan sungguh-sungguh, tekun dan giat serta selalu bersikap rendah hati. Tak lupa juga kepada abang-abang dan kakak ipar penulis tersayang, Jefri Indo Pandapotan Saragih, STP., Yan Ronny Hotman, Amd. dan Gloria Herawaty Purba, SP. terima kasih buat doa, dukungan dan kasih sayangnya. Penulis akan ingat selalu dengan pesan-pesan yang pernah abang dan kakak berikan. Sayang sama kalian semua.

menerima saran, komentar, motivasi, dukungan dan bantuan dari beberapa pihak. Dalam kesempatan yang berbahagia ini, penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada :


(4)

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu, Dra. Lina Sudarwati, MSi. Selaku Ketua Jurusan Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Rizabuana, M.Phil.,Ph.D selaku dosen pembimbing penulis yang selalu meluangkan waktunya ditengah-tengah kesibukan beliau serta sabar dalam membimbing penulis hingga penulisan skripsi ini selesai. Beliau merupakan inspirasi bagi penulis karena meskipun beliau memiliki gelar yang tinggi beliau tetap bisa membaur dengan rendah hati, menghargai dan tidak membedakan status para anak bimbingannya serta membimbing dengan tulus dan sungguh-sungguh. Kebaikan beliau dengan sangat sabar membimbing penulis hingga penulisan skripsi ini selesai tidak dapat penulis lupakan. Terimakasih Pak.

4. Bapak Drs. T. Ilham Saladin, M.Sc selaku Sekretaris Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik universitas Sumatera Utara.

5. Ibu, Dra. Linda Elida, M.Si. selaku dosen penguji yang telah banyak memberi saran, pendapat, dan kritik yang membangun dalam penyusunan skripsi saya ini.

6. Kak Fenni Khairifa, S,Sos, M.Si, selaku Staf Administrasi di Departemen Sosiologi. Terima kasih atas segala bantuannya.

7. Kak Nurbaiti, selaku Pegawai Pendidikan bagian Departemen Sosiologi. Terima kasih buat bantuannya selama ini.

8. Kepada seluruh Dosen Sosiologi dan Staff pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah memberikan berbagai materi kuliah selama penulis menjalani perkuliahan.


(5)

9. Untuk seluruh keluarga penulis mulai dari keluarga mama hingga keluarga papa dan sepupu-sepupu penulis yang selalu mendoakan dan memberikan motivasi kepada penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Aku sayang kalian semua.

10.Buat teman-teman Stambuk 2007 yang sudah mendahului penulis, teman-teman Stambuk 2007 : Martinus Alfredo Munthe, Romaito Fitriana Siregar, Ester Novita, Ninda Ovtika Sinaga, Sari Hati, Puteri Atikah, Desti Ariani, Suryani Tinendung, Ester Verawati Pasaribu, Ayu, Lonaria Sitepu, Dini syahputri, Adrian, Royan Prayudie, Lestari Nova Marbun, Helen Siahaan Emby Weimsky, Hady Syahputra, Ridwan, Aspipin sinulingga, Bonny Sembiring dan teman-teman sewaktu PKL di desa Jago-Jago Sibolga : Agustina, Maya Lestari, Leo M. Purba, Nanda Purba, Fahruroziq, dan teman-teman lain yang sudah disebutkan diatas dan teman-teman-teman-teman lain yang tidak dapat disebutkan disini terima kasih buat kebersamaan dan semangatnya serta semoga kita menjadi orang yang berhasil dan berguna untuk masyarakat luas. Amin.

11.Untuk rekan-rekan sejawat penulis : Eka Sartika, SE, Vicky Rebecca, Amd dan lain-lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu terima kasih banyak telah memberikan sumbangan pemikiran, motivasi dan pertemanannya hingga saat ini. Dan buat teman spesial saya yang paling terdekat dan selalu sabar menghadapi saya sampai saat ini William S. Purba, SH terima kasih banyak telah memberikan motivasi, perhatian, cinta dan kasih sayangnya yang begitu tulus sampai dengan saat ini kepada penulis hingga penulis bisa menyelesaikan skripsi sampai selesai.

12.Buat Senior dan Junior penulis di Departemen Sosiologi, terima kasih buat doa dan dukungannya.


(6)

13.Untuk Rekan-rekan IMASI dan Panitia Olimpiade Sosiologi 2011, terima kasih atas supportnya selama ini. Semoga Visi dan Misi kita dapat kita laksanakan dan kenangan kebersamaan yang tidak dapat penulis lupakan.

14.Buat semua responden yang telah meluangkan waktu untuk menjawab kuesioner yang diberikan penulis

15.Buat semua pihak yang turut membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih buat bantuan dan kerjasamanya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk menambah kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Desember 2011

Penulis,


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAKSI ... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI ...vi

DAFTAR TABEL ...ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

1.5. Kerangka Teori ... 10

1.6. Hipotesis ... 15

1.7. Defenisi Konsep ... 16

1.8. Operasional Variabel ... 20


(8)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Ruang ... 22

2.2. Hasil-Hasil Penelitian Tentang Ruang Yang Terbatas dan Pola Pengasuhan Anak………...21

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 32

3.2. Lokasi Penelitian ... 32

3.3. Populasi dan Teknik Penarikan Sampel 3.3.1. Populasi ... 33

3.3.2. Sampel ... 33

3.3.3. Purposive Sampling ... 35

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 35

3.5. Teknik Analisis Data ... 36

3.6. Keterbatasan Penelitian ... 38

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA PENELITIAN 4.1. Deskripsi Lokasi………40

4.1.1. Gambaran Umum Potensi Lingkungan IV Kelurahan Jati………...42

4.2. Temuan Data dan Penyajian Data ... 45

4.2.1. Komposisi dan Karakteristik Responden ... 46


(9)

4.2.3. Pola Pengasuhan Anak ... 65 4.3.Analisa Tabel Silang ... 81 4.4.Pengujian Hipotesis... 87 BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan ... 111

DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Jumlah Lembaga Pendidikan ... 42

Tabel 4.2. Jumlah Rumah Ibadah ... 43

Tabel 4.3. Komposisi Responden Berdasarkan Usia ... 46

Tabel 4.4. Komposisi Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 47

Tabel 4.5. Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 48

Tabel 4.6. Komposisi Responden Berdasarkan Agama/Kepercayaan ... 49

Tabel 4.7. Komposisi Responden Berdasarkan Status Perkawinan ... 50

Tabel 4.8. Komposisi Responden Berdasarkan Jumlah Anak ... 50

Tabel 4.9. Komposisi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir... 51

Tabel 4.10. Jawaban Responden Berdasarkan Pernyataan Saya Menganggap Bahwa Tempat Tinggal Saya Masih Kurang Memenuhi Kehidupan yang Layak bagi Keluarga Saya. ... 53

Tabel 4.11. Jawaban Responden Berdasarkan Pernyataan Saya Merasa Bahwa Lubang Penghawaan Tempat Tinggal Saya Masih Kurang Memadai bagi Pertukaran Udara yang Baik. ... 54


(11)

Tabel 4.12. Jawaban Responden Berdasarkan Pernyataan Saya Berpendapat Bahwa Keadaan Ruang di Tempat Tinggal Saya Masih Kurang Memenuhi Kebutuhan Ruang Sesuai dengan Aktifitas Seluruh Anggota Keluarga yang Tinggal didalam Rumah ... 55

Tabel 4.13. Jawaban Responden Berdasarkan Pernyataan Saya menggangap ruang di rumah saya terlalu sempit bagi keluarga saya terutama dalam melaksanakan aktifitas sehari-hari di rumah ... 56

Tabel 4.14. Jawaban Responden Berdasarkan Pernyataan Saya merasa lingkungan daerah tempat tinggal saya memberikan pengaruh yang buruk bagi kenyamanan keluarga saya ... 57

Tabel 4.15. Jawaban Responden Berdasarkan Pernyataan Saya menganggap bahwa lingkungan tempat tinggal saya tempat yang kurang baik bagi perkembangan moral anak saya ... 58

Tabel 4.16. Jawaban Responden Berdasarkan Pernyataan Saya merasa bahwa lingkungan daerah tempat tinggal saya sering terjadi perilaku menyimpang yang dapat memberikan rasa khawatir bagi keluarga saya ... 59

Tabel 4.17. Jawaban Responden Berdasaran Pernyataan Saya berpendapat bahwa keadaan lingkungan saya memberikan pengaruh terhadap pola pengasuhan yang saya terapkan terhadap anak-anak saya... 60


(12)

Tabel 4.18. Jawaban Responden Berdasarkan Pernyataan Saya lebih sering menghabiskan waktu luang saya dengan anggota keluarga saya di dalam rumah ... 61

Tabel 4.19. Jawaban Responden Berdasarkan Pernyataan Saya berkumpul sehari-hari dengan seluruh anggota keluarga di ruang-ruang rumah saya, misalnya menonton televisi bersama... 62

Tabel 4.20. Jawaban Responden Berdasarkan Pernyataan Saya menganggap menghabiskan waktu dengan berkumpul bersama dan saling bercerita dengan seluruh anggota keluarga lainnya di ruang keluarga harus selalu diterapkan ... 63

Tabel 4.21. Jawaban Responden Berdasarkan Pernyataan Setiap harinya saya menemani anak-anak saya tidur dan bercerita kepada mereka sebelum tidur ... 64

Tabel 4.22. Jawaban Responden Berdasarkan Pernyataan Saya merasa bahwa setiap hari sudah menyediakan makanan sehat dan bergizi untuk anggota keluarga saya ... 66

Tabel 4.23. Jawaban Responden Berdasarkan Pernyataan Setiap harinya saya selalu makan bersama dengan seluruh anggota keluarga lainnya ... 67


(13)

Tabel 4.24. Jawaban Responden Berdasarkan Pernyataan Saya menganggap bahwa saya sudah menerapkan pola asuh makan yang tepat kepada anak saya ... 68

Tabel 4.25. Jawaban Responden Berdasarkan Pernyataan Saya selalu mengingatkan kepada anggota keluarga saya terutama anak-anak saya setiap harinya untuk selalu makan tepat pada waktunya ... 69

Tabel 4.26. Jawaban Responden Berdasarkan Pernyataan Saya menganggap bahwa lingkungan tempat tinggal saya merupakan lingkungan yang sehat ... 70

Tabel 4.27. Jawaban Responden Berdasarkan Pernyataan Saya dan anggota keluarga saya sudah menerapkan pola hidup sehat ... 71

Tabel 4.28. Jawaban Responden Berdasarkan Saya berpendapat bahwa menjaga kesehatan fisik dan jasmani diawali dengan menjaga kebersihan di lingkungan dan saya sudah menerapkannya ... 72

Tabel 4.29. Jawaban Responden Berdasarkan Pernyataan Saya sudah menerapkan pengetahuan tentang pentingnya menjaga kesehatan tubuh kepada anak-anak saya ... 73

Tabel 4.30. Jawaban Responden Berdasarkan Pernyataan Saya menganggap bahwa saya sudah memberikan pendidikan yang layak kepada anak-anak saya ... 74


(14)

Tabel 4.31. Jawaban Responden Berdasarkan Pernyataan Saya menggangap bahwa anak harus selalu dibimbing dalam mengerjakan tugas sekolah mereka, dan saya sudah menerapkannya ... 75

Tabel 4.32. Jawaban Responden Berdasarkan Pernyataan Ketika anak-anak saya menanyakan pelajaran yang tidak diketahuinya saya senantiasa akan membantu untuk menyelesaikannya... 76

Tabel 4.33. Jawaban Responden Berdasarkan Pernyataan Saya berpendapat bahwa mengajarkan pengetahuan dasar kepada anak-anak dapat meningkatkan kepintaran pada anak dan saya sudah menerapkannya dengan memberikan pengetahuan dasar kepada anak di sela waktu senggang .. 77

Tabel 4.34. Jawaban Responden Berdasarkan Pernyataan Saya menganggap bahwa pengetahuan agama yang saya ajarkan kepada anak saya sudah memenuhi kebutuhan tentang nilai agama... 78

Tabel 4.35. Jawaban Responden Berdasarkan Pernyataan Sebagai orangtua saya selalu mengingatkan kepada anak saya untuk selalu beribadah tepat pada waktunya karena hal itu merupakan kewajiban sebagai orangtua ... 79

Tabel 4.36. Jawaban Responden Berdasarkan Pernyataan Selalu membimbing anak dalam kegiatan beribadah merupakan kewajiban selaku orang tua. Maka dari itu saya selalu menemani dan membimbing anak saya dalam melaksanakan ibadah setiap harinya ... 80


(15)

Tabel 4.37. Jawaban Responden Berdasarkan Pernyataan Saya menganggap bahwa mengikuti kegiatan agama dapat meningkatkan ketaatan beragama. Oleh karena itu saya dan anak saya selalu mengikuti kegiatan agama yang ada di daerah tempat tinggal saya... 81

Tabel 4.38. Hubungan Antara Keadaan Tempat Tinggal Yang Kurang Layak Terhadap Pengaruhnya dalam Pemenuhan Makanan Yang Sehat dan Bergizi Kepada Anak... 82

Tabel 4.39. Hubungan Antara Kondisi Lubang Penghawaan Terhadap Pengaruhnya dalam Penerapan Pola Hidup Sehat ... 83

Tabel 4.40. Hubungan Antara keadaaan ruang tempat tinggal terhadap pengaruhnya dalam pemenuhan kebutuhan akademik pada anak... 84

Tabel 4.41. Hubungan Antara keadaan lingkungan tempat tinggal terhadap pengaruhnya dalam pemenuhan kebutuhan pola asuh ketaatan beragama ... 85

Tabel 4.42. Hasil Uji Korelasi Antara Ruang Tempat Tinggal dengan Pola Asuh Makan ... 86

Tabel 4.43. Hasil Uji Korelasi Antara Ruang Tempat Tinggal dengan Pola Asuh Hidup Sehat ... 89

Tabel 4.44. Hasil Uji Korelasi Antara Ruang Tempat Tinggal dengan Pola Asuh Akademik ... 90


(16)

Tabel 4.45. Hasil Uji Korelasi Antara Ruang Tempat Tinggal dengan Pola Asuh Ketaatan Beragama ... 92

Tabel 4.46. Hasil Uji Korelasi Antara Lingkungan Daerah Tempat Tinggal dengan Pola Asuh Makan ... 92

Tabel 4.47. Hasil Uji Korelasi Antara Lingkungan Daerah Tempat Tinggal dengan Pola Asuh Hidup Sehat... ...97

Tabel 4.48. Hasil Uji Korelasi Antara Lingkungan Daerah Tempat Tinggal dengan Pola Asuh Akademik ... 99

Tabel 4.49. Hasil Uji Korelasi Antara Lingkungan Daerah Tempat Tinggal dengan Pola Asuh Ketaatan Beragama ... 100

Tabel 4.50. Hasil Uji Korelasi Antara Komunikasi dan Interaksi Penghuni Rumah dengan Pola Asuh Makan ... 102

Tabel 4.51. Hasil Uji Korelasi Antara Komunikasi dan Interaksi Penghuni Rumah dengan Pola Asuh Hidup Sehat ... 104

Tabel 4.52. Hasil Uji Korelasi Antara Komunikasi dan Interaksi Penghuni Rumah dengan Pola Asuh Akademik ... 106

Tabel 4.53. Hasil Uji Korelasi Antara Komunikasi dan Interaksi Penghuni Rumah dengan Pola Asuh Ketaatan Beragama ... 107


(17)

Tabel 4.54. Hasil Uji Korelasi Antara Ruang Tempat Tinggal yang Terbatas dengan Pola Pengasuhan Anak ... 109


(18)

ABSTRAKSI

Kemiskinan merupakan masalah sosial yang sampai saat ini tidak mudah untuk diatasi. Kawasan-kawasan padat penduduk bermunculan di banyak kota-kota besar yang merupakan pusat perdagangan maupun pusat industri, seiring dengan semakin meningkatnya tingkat kemiskinan yang terjadi dan semakin tinggi pula tingkat urbanisasi yang menyebabkan terjadinya kepadatan penduduk. Pemukiman-pemukiman yang sesungguhnya tidak diperuntukkan untuk menjadi tempat tinggal dipergunakan menjadi sarana tempat tinggal. Oleh karena itu tentunya sarana tempat tinggal menjadi tidak optimal bagi yang menempatinya untuk dapat menjalani aktifitas didalamnya. Keterbatasan ruang yang ada di sarana tempat tinggal dapat mempengaruhi aktifitas penghuni didalamnya. Aktifitas yang seharusnya bisa dilakukan lebih baik menjadi tidak dilakukan seefektif mungkin. Salah satunya adalah penerapan pola pengasuhan yang dilakukan oleh orangtua kepada anak. Pola pengasuhan memiliki peranan penting dalam pembentukan karakter pada anak. Penerapan pola pengasuhan kepada anak ini dapat dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor, faktor lingkungan, faktor budaya dan faktor-faktor lainnya. Keterbatasan ruang tempat tinggal di kawasan pemukiman kumuh (slum area) tentu saja dapat memberikan pengaruh terhadap penerapan pola pengasuhan yang diterapkan kepada anak.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian korelatif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Adapun yang menjadi lokasi penelitiannya adalah di daerah pemukiman kumuh di Jalan Ir. Juanda Kelurahan Jati Kecamatan Medan Maimun. Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah warga yang tinggal di lingkungan di kelurahan tersebut. Pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menyebarkan kuesioner, survei, observasi (pengamatan) dan wawancara. Analisa data dilakukan dengan menggunakan teknik distribusi frekuensi yang disajikan dalam bentuk tabel tunggal dan tabel silang serta uji korelasi yang menggunakan rumus Spearman.

Penelitian ini menemukan bahwa terdapat nilai korelasi antara ruang tempat tinggal yang terbatas dengan pola pengasuhan anak di daerah pemukiman kumuh sebesar 0,331 yang menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang rendah tapi pasti antara ruang tempat tinggal yang terbatas dengan pola pengasuhan anak yang berarti bahwa ruang tempat tinggal yang terbatas di daerah pemukiman kumuh benar mempengaruhi penerapan pola pengasuhan kepada anak. Disamping karena adanya keterbatasan ruang yang ada di rumah tempat tinggal yang kurang memadai yang tidak dapat memenuhi kebutuhan ruang yang sesungguhnya dan menampung semua aktifitas populasi yang ada didalamnya, keterbatasan lingkungan daerah tempat tinggal juga memiliki hubungan terhadap penerapan pola pengasuhan kepada anak.


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang tidak mudah untuk diatasi. Beragam upaya dan program dilakukan untuk mengatasinya, namun masih saja banyak kita temukan pemukiman masyarakat miskin di hampir setiap sudut kota yang disertai dengan ketidaktertiban dalam hidup bermasyarakat di perkotaan. Adanya pemukiman kumuh ini merupakan pertanda kuatnya gejala kemiskinan, yang antara lain disebabkan oleh adanya urbanisasi berlebih, di kota-kota tersebut.

Kawasan yang sesungguhnya tidak diperuntukkan sebagai daerah pemukiman di banyak kota besar, oleh penduduk yang berpenghasilan rendah dan tidak tetap, diokupasi untuk dijadikan tempat tinggal, seperti bantaran sungai, di pinggir rel kereta api, tanah-tanah kosong di sekitar pabrik atau pusat kota dan di bawah jembatan. Kawasan dan lingkungan pemukiman kumuh juga dianggap sebagai bagian wilayah kota yang sangat tidak produktif, kotor, tidak memiliki potensi, tidak efisien dan mengganggu estetika serta tata ruang kota.

Pemukiman kumuh sering terdapat pada daerah perkotaan khususnya kota-kota yang merupakan pusat perdagangan dan juga pusat industri khususnya seperti kota Medan. Medan sebagai salah satu kota besar di Indonesia yang berfungsi sebagai kota perdagangan dan perindustrian di Propinsi Sumatera Utara menyebabkan terjadi


(20)

banyaknya urbanisasi yang terjadi di daerah Kota Medan yang menimbulkan berbagai permasalahan, misalnya semakin bertambahnya penduduk, dimana pertambahan


(21)

penduduk. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2008 penduduk kota Medan berjumlah 2.036.018 jiwa dengan jumlah pertumbuhan penduduk sebesar

7.681 jiwa/Km2

April 2011, pukul 15.32 WIB). Dapat dimengerti bahwa masyarakat yang memiliki kepadatan penduduk tinggi dengan kebudayaan kemiskinan dan sangat minim fasilitas fisiknya, ditambah dengan kasus penyakit dan penganguran dapat memberikan tekanan-tekanan tertentu yang juga dapat memberikan rangsangan kuat kepada masyarakat dan terutama anak-anak untuk melakukan pelanggaran norma-norma yang ada, kehidupan di wilayah-wilayah yang padat penduduk biasanya ditandai dengan hubungan saling pengaruh-mempengaruhi. Pengaruh yang buruk inilah yang dapat mengakibatkan masyarakat dan khususnya anak remaja menjadi mudah untuk berprilaku menyimpang(Soekanto, 1990 : 69 ).

Data dari Badan Pemberdayaan Nasional Sumatera Utara (BAPEMNAS SUMUT) 2007, menyatakan bahwa sedikitnya terdapat penduduk miskin di Sumatera Utara yang berjumlah 1.980.000 jiwa dari jumlah penduduk di Sumatera Utara 12.061.032 jiwa pada bulan Mei 2007 dan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) memperkirakan penduduk miskin di kota Medan berjumlah 143.037 jiwa. Sedangkan data BAPEMNAS kota Medan tahun 2005 menyatakan bahwa 12 kecamatan dari 21 kecamatan yang ada di kota Medan yang mempunyai lingkungan kumuh. Dari 12 kecamatan yang memiliki lingkungan kumuh tersebut terdapat 28 kelurahan yang memiliki lingkungan kumuh. Sedangkan lingkungan kumuh yang terdapat di ke-28 kelurahan tersebut berjumlah 62 lingkungan.


(22)

Pemukiman kumuh (slum area) sering dipandang sebagai masalah perkotaan, karena dapat merupakan sumber timbulnya berbagai perilaku menyimpang, seperti kejahatan dan sumber penyakit sosial lainnya. Ditambah dengan tingginya jumlah pengangguran di pemukiman kumuh sehingga memudahkan terjadinya aktivitas kejahatan dan sumber penyakit sosial lainnya.

Bagi kalangan masyarakat, pengangguran dan terutama anak-anak misalnya, biasanya penyimpangan perilakunya dapat berupa mabuk-mabukan, minum obat terlarang, pelacuran, adu ayam, bercumbu di depan umum, memutar VCD porno, mencorat-coret tembok/bangunan fasilitas umum dan lain-lain. Akibat lebih lanjut perilaku menyimpang tersebut dapat mengarah kepada tindakan kejahatan (kriminal) seperti pencurian, pemerkosaan, penipuan, penodongan, pembunuhan, pengerusakan fasilitas umum, perkelahian, melakukan pungutan liar, mencopet dan perbuatan kekerasan lainnya. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil penelitian Jhoni Sadri (2009) bahwa anak remaja yang tinggal di pemukiman kumuh di kota Medan khususnya di kecamatan Medan Polonia sarat dengan perilaku menyimpang. Perilaku menyimpang yang pernah dilakukan oleh 45 orang responden yang diteliti menyatakan bahwa sebanyak 45 responden (100%) pernah melakukan pencurian, yang pernah berkelahi sebanyak 31 orang (68,89%), yang pernah berjudi sebanyak 29 orang (64,44%), pernah membaca buku-buku cabul dan pornografi sebanyak 42 orang (93,33%), pernah menonton vcd porno sebanyak 45 orang(100%), pernah menghisap ganja sebanyak 29 orang (64,44%), pernah minum-minuman keras sebanyak 30 orang (66,67%), pernah melakukan seks diluar nikah sebanyak 18 orang (40%), pernah mencium pasangannya di depan umum sebanyak 45 orang (100%). Penyimpangan


(23)

yang terjadi juga dapat dilihat dari data bahwa pada tahun 2005 yang menyatakan bahwa, 6% dari anak-anak SMP dan SMA menjadi pemakai narkoba. Pada tahun 2006, jumlah tersebut naik 80%. Pada tahun 2005, 7% tahanan dan narapidana adalah pemakai dan pengedar narkoba. Hal itu dikatakan Kepala Seksi Badan Narkotika (BPN) DKI Jakarta, A. Kasandra Oemardji, dalam acara seminar yang diselenggarakan oleh Polisi Republik Indonesia (POLRI DKI Jakarta) (SuaraPembaruan,2006,http://www.suarapembaruan.com/news/2006/09/01/jabotabe/j ab17.htm, diakses 20 April 2011,pukul 17:21 WIB).

Sedangkan di wilayah Sumatera Utara sendiri juga terdapat banyak kasus penyimpangan. Berdasarkan data selama periode Januari - Mei 2008 terdapat 6867 kasus tindak pidana yang terjadi di wilayah hukum Polda Sumatera Utara yang didominasi kasus pencurian sebanyak 2.810 kasus, kasus penganiayaan 2.031 kasus, dan kasus narkoba 1267 kasus, mengamankan sebanyak 717 preman, 23 diantaranya masih tergolong anak remaja (Waspada online, Polda Sumut amankan 717 preman,

Masyarakat yang tinggal di pemukiman kumuh digambarkan sebagai masyarakat yang berpenghasilan rendah yang sulit memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup utama dan membawa indikasi pada rendahnya derajat kesejahteraan sosial masyarakat di sekitar mereka. Dan pada umumnya kondisi keluarga yang tingkat pendapatannya rendah seperti ini terkadang menyebabkan orangtua memiliki waktu yang lebih sedikit berada di dalam lingkungan keluarga dan berinteraksi dengan anak mereka sehingga tidak jarang orangtua memperlakukan anak mereka dengan kurang


(24)

perhatian, penghargaan, pujian untuk berbuat baik yang mengikuti aturan, kurang dalam penanaman moral (Gunarsa dan Gunarsa, 1991).

Memperlakukan anak dengan kurang perhatian, penghargaan,pujian untuk berbuat baik yang mengikuti aturan, kurang dalam penanaman moral biasanya dikarenakan oleh orangtua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan untuk memenuhi konsumsi kolektif, kesibukan atau urusan lain yang akhirnya lupa untuk mendidik dan mengasuh anak dengan baik. Anak yang diasuh orangtuanya dengan metode semacam ini nantinya bisa berkembang menjadi anak yang merasa tidak berarti, rendah diri, nakal, memiliki kemampuan sosialisasi yang buruk, kontrol diri buruk, salah bergaul, kurang menghargai orang lain, dan lain sebagainya baik ketika kecil maupun sudah dewasa, ketika anak merasa kurang diberi penghargaan di setiap perbuatan baik si anak, maka anak akan merasa tidak dihargai dalam setiap tingkah lakunya dan memilih hal lain yang dapat memberikan penghargaan kepadanya dan cenderung melakukan hal-hal yang menyimpang sebagai pelampiasan dari perhatian yang tidak didapatnya didalam lingkungan keluarganya.

Faktor lain yang mempengaruhi adalah faktor yang berasal dari lingkungan di mana keluarga tersebut bermukim. Lingkungan pemukiman kumuh jelas tidak mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak secara positif. Di dalam lingkungan ini terjadi saling pengaruh dan mempengaruhi hingga terkadang menyebabkan remaja-remaja dan pengangguran cenderung terpengaruh melakukan tindakan menyimpang. Di pemukiman padat, individu umumnya akan dihadapkan pada keadaan yang tidak menyenangkan. Di samping keterbatasan ruang, individu juga mengalarni kehidupan sosial yang lebih rumit. Keadaan padat ini


(25)

memungkinkan individu tidak ingin mengetahui kebutuhan individu lain di sekitarnya tetapi lebih memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan kepentingannya serta kurang memperhatikan isyarat-isyarat sosial yang muncul. Salah satu akibat negatif yang terjadi sebagai respon individu terhadap stresor lingkungan seperti lingkungan padat yaitu menurunnya intensi prososial individu dan juga dapat mengakibatkan perubahan prilaku sosial kearah yang negatif.

Melihat uraian mengenai banyaknya penyimpangan dan penerapan pola asuh yang terjadi di daerah pemukiman kumuh seperti pada kasus-kasus diatas membuat peneliti tertarik untuk meneliti tentang kajian tersebut. Penelitian ini akan melihat hubungan antara ruang tempat tinggal yang terbatas dalam keluarga yang tinggal di kawasan pemukiman kumuh (slum area) terhadap pola asuh anak yang diterapkan yang kemudian berujung pada kualitas anak yang terbentuk.

1.2.Perumusan Masalah

Penerapan pola pengasuhan anak terkait dengan hal-hal yang secara tidak langsung mempengaruhinya. Misalnya saja dengan keadaan ruang tempat tinggal serta lingkungan daerah tempat tinggal. Berdasarkan hasil penelitian mengatakan bahwa semakin padat jumlah populasi dalam suatu ruangan dapat mengakibatkan hal-hal yang berdampak negatif pada prilaku dan psikis pada populasi didalamnya. Penelitian tentang kepadatan pada manusia berawal dari penelitian terhadap hewan yang dilakukan oleh John Calhoun. Penelitian Calhoun ini bertujuan untuk mengetahui dampak negatif kepadatan dengan menggunakan hewan percobaan tikus.


(26)

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perilaku kanibal pada hewan tikus seiring dengan bertambahnya jumlah tikus. Ketika di dalam suatu ruang berisi beberapa tikus dalam jumlah yang tidak padat (kepadatan rendah), kondisi fisik dan perilaku tikus berjalan normal. Tikus-tikus tersebut dapat melaksanakan perkawinan, membuat sarang, melahirkan, dan membesarkan anaknya seperti halnya kehidupan alamiah, dan ketika tikus berada dalam kondisi kepadatan tinggi dengan pertumbuhan populasi yang tak terkendali, ternyata memberikan dampak negatif terhadap tikus-tikus tersebut. Terjadi penurunan fisik pada ginjal, otak, hati, dan jaringan kelenjar, serta penyimpangan perilaku seperti hiperaktif, homoseksual, dan kanibal. Akibat keseluruhan dampak negatif tersebut menyebabkan penurunan kesehatan dan fertilitas, sakit, mati, dan penurunan populasi.

Penelitian terhadap manusia juga pernah dilakukan oleh Bell (dalam Setiadi, 1991) Hasilnya memperlihatkan ternyata banyak hal-hal yang negatif akibat dari kepadatan. Pertama, ketidaknyamanan dan kecemasan, peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, hingga terjadi penurunan kesehatan atau peningkatan pada kelompok manusia tertentu. Kedua, peningkatan agresivitas pada anak-anak dan orang dewasa (mengikuti kurva linear) atau menjadi sangat menurun (berdiam diri/murung) bila kepadatan tinggi sekali (high spatial density). Juga kehilangan minat berkomunikasi, kerjasama, dan tolong-rnenolong sesama anggota kelompok. Ketiga, terjadi penurunan ketekunan dalam pemecahan persoalan atau pekerjaan. Juga penurunan hasil kerja terutama pada pekerjaan yang menuntut hasil kerja yang kompleks. Kawasan padat penduduk ini pastinya memiliki keluarga-keluarga yang


(27)

menetap dan mendiami kawasan tersebut. Penerapan pola pengasuhan yang diterapkan pada setiap keluarga tentu saja berbeda- beda tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor internal disini adalah seperti budaya dalam penerapan pola pengasuhan dan faktor eksternal yaitu lingkungan yang dapat mempengaruhi penerapan pola pengasuhan terhadap anak. Pola pengasuhan di aerah pemukiman kumuh memiliki cerita tersendiri. Penelitian Salioso (2003) menyebutkan bahwa lingkungan keluarga di pemukiman kumuh tidak dapat mengembangkan pola sosialisasi karena tidak ada kepastian memperoleh pekerjaan yang layak bagi memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Selain keadaan ruang tempat tinggal dan lingkungan daerah tempat tinggal, pada umumnya untuk memenuhi kebutuhan kolektif pada keluarga di daerah pemukiman kumuh ini terkadang mengharuskan mereka untuk bekerja dan berada di luar rumah lebih lama daripada berada di dalam rumah sehingga tidak jarang membuat kontrol terhadap anak sangat minim dan menyebabkan prilaku yang menyimpang pada anak. Biasanya anak-anak di daerah pemukiman kumuh ini memiliki karakteristik yang menyimpang dalam prilakunya, seperti prilaku yang kasar, acuh tak acuh, melanggar norma-norma dan tata susila, melakukan sikap anti sosial dan malas bekerja, hal ini bisa disebabkan karena penerapan pola pengasuhan yang tidak sesuai yang dilakukan oleh orang tua. Melihat dari hasil kedua penelitian tersebut membuat peneliti tertarik mengangkat tema permasalahan yaitu Apakah ada korelasi antara ruang tempat tinggal yang terbatas di daerah pemukiman kumuh terhadap pola pengasuhan anak.


(28)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat korelasi yang signifikan antara ruang tempat tinggal yang terbatas pada daerah pemukiman kumuh terhadap pola pengasuhan anak. Lokasi penelitian dilakukan di daerah pemukiman kumuh Jalan Ir. Juanda kelurahan Jati kecamatan Medan Maimun, yang merupakan daerah kawasan padat penduduk dan perumahan berada di dekat pinggiran sungai.

1.4 Manfaat Penelitian

Setelah mengadakan penelitian ini, diharapkan manfaat penelitian ini berupa :

a. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengetahuan maupun wawasan ilmiah kepada penulis dan juga pembaca mengenai hubungan antara ruang tempat tinggal yang terbatas terhadap pola pengasuhan anak pada daerah pemukiman kumuh sehingga dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan teori ilmu - ilmu sosial khususnya Sosiologi. Selain itu diharapkan juga dapat memberikan kontribusi kepada pihak yang memerlukannya.

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peneliti berupa fakta-fakta temuan dilapangan dalam meningkatkan daya, kritis dan analisis


(29)

penelitian sehingga memperoleh pengetahuan tambahan dari penelitian tersebut. Dan khususnya penelitian ini dapat menjadi referensi penunjang yang diharapkan dapat berguna bagi peneliti berikutnya.

1.5 Kerangka Teori

Teori ruang neo-Marxian adalah The Production of space karya Henry Lefebvre. Aspek kunci dari argumen Lefebvre yang kompleks itu terletak dalam tiga perbedaan berikut ini. Dia mulai dengan praktik spasial (spatial practice), yang menurutnya melibatkan produksi dan reproduksi ruang, yang melapisi dan akhirnya mendominasi praktik spasial adalah apa yang dinamakan Lafebvre sebagai representasi ruang (representation of space). Ini adalah ruang yang dibayangkan oleh sebagian elite masyarakat seperti perencana tata kota dan arsitek.

Mereka menganggapnya sebagai “ruang sesungguhnya”, dan dipakai oleh mereka dan oleh yang lainnya untuk mencapai dan mempertahankan dominasi. Jadi, misalnya, perencana tata kota mendesain, secara teoritis, untuk menggusur rumah-rumah kaum miskin yang kumuh dan menggantikannya dengan perumah-rumahan yang jauh lebih baik dan modern. Akan tetapi pembaruan kota itu kemudian disebut “pembongkaran urban”. Kelompok miskin digusur untuk membuka perumahan baru, tetapi ketika perumahan baru keluarga kelas menengah atas perkotaan, sering kali kelompok miskin ini harus pindah ke daerah baru, dan sering kali mendapatkan rumah yang tidak lebih baik daripada yang mereka tinggalkan. Mereka juga terpaksa beradaptasi dengan daerah baru dan komunitas, dan tetangga baru. Jadi, “praktik


(30)

spasial” tehadap kaum miskin dan radikal diubah oleh “representasi ruang” dari mereka yang mendukung, menciptakan,dan mengimplementasikan pembaruan urban.

Lafebvre mulai dengan apa yang dinamakan spesies absolut, atau ruang natural (yakni area “hijau”) yang tak dapat dikolonisasi, diubah menjadi tak autentik, atau dihancurkan oleh kekuatan ekonomi dan politik.

Lefebvre tertarik untuk menganalisa secara kritis apa yang dia sebut sebagai ruang abstrak. Seperti reprsentasi ruang, ini adalah ruang dari sudut pandang subjek abstrak seperti perencana kota atau arsitek. Tetapi ruang abstrak bukan hanya ideasional; ia secara aktual menggantikan ruang historis (yang didirikan diatas ruang absolut). Ruang abstrak dicirikan oleh ketiadaan sesuatu yang diasosiasikan dengan ruang absolut (pohon, udara bersih dan sebagainya). Ia adalah ruang represif (bahkan melibatkan brutalitas dan kekerasan), otoritarian, terkontrol, diduduki, dan didominasi. Jenis ruang yang ketiga adalah ruang diferensial. Sementara ruang abstrak berusaha mengontrol dan mendominasi setiap orang dan segala sesuatu, ruang diferensial mengaksentuasikan perbedaan dan kebebasan dari kontrol. Sementara ruang abstrak memecah kesatuan natural yang ada di dunia, ruang diferensial memulihkan kesatuan itu. Lefebvre mengatakan bahwa ruang dapat memainkan berbagai peran dalam dunia sosioekonomi. Pertama, dia dapat mengambil peran dari salah satu kekuatan produksi (yang lainnya, kekuatan yang lebih tradisional, adalah pabrik, alat dan mesin). Kedua, ruang itu sendiri dapat menjadi komoditas luas yang dikonsumsi, atau dapat dikonsumsi secara produktif (misalnya tanah tempat pabrik dibangun). Ketiga, ruang adalah penting secara politik, memfasilitasi kontrol sistem.


(31)

Keempat, ruang menopang reproduksi dan relasi properti (misalnya, komunitas mahal untuk kapitalis dan dan kampung kumuh untuk orang miskin). Kelima, ruang dapat berbentuk suprastruktur yang misalnya, tampaknya netral tapi menyembunyikan basis ekonomi yang menghasilkan suprastruktur dan jauh dari netral(Ritzer, 2008 : 211).

1.5.2 Hasil-hasil penelitian tentang Ruang Yang Terbatas dan Pola Pengasuhan Anak :

1. Ruang Yang Terbatas

Rumah dan lingkungan pemukiman akan memberi pengaruh psikologis pada individu yang menempatinya. Lingkungan sekitar dapat merupakan sumber yang penting dalam mempengaruhi sikap, perilaku dan keadaan internal individu di suatu tempat tinggal, rumah dan lingkungan pemukiman yang memiliki situasi dan kondisi yang baik dan nyaman seperti memiliki ruang yang cukup untuk kegiatan pribadi akan memberikan kepuasan psikis pada individu yang menempatinya. Macam dan kualitas pemukiman dapat memberikan pengaruh penting terhadap persepsi diri penghuninya, stress dan kesehatan fisik, sehingga kondisi pemukiman ini tampaknya berpengaruh pada perilaku dan sikap-sikap orang yang tinggal di sana.

Penelitian menunjukkan adanya hubungan yang erat antara kepadatan dengan interaksi sosial. Para mahasiswa yang bertempat tinggal di asrama yang padat sengaja mencari dan memilih tempat duduk yang jauh dari orang lain, tidak berbicara dengan orang lain yang berada di tempat yang sama. Dengan kata lain mahasiswa yang


(32)

tinggal di tempat padat cenderung untuk menghindari kontak sosial dengan orang lain.

Penelitian yang diadakan oleh Karlin dkk, (dalam Sears dkk., 1994) mencoba membandingkan mahasiswa yang tinggal berdua dalam satu kamar dengan mahasiswa yang tinggal bertiga dalam satu kamar. Kesemuanya itu tinggal dalam kamar yang dirancang untuk dua orang. Ternyata mahasiswa yang tinggal bertiga melaporkan adanya stres dan kekecewaan yang secara nyata lebih besar dari pada mahasiswa yang tinggal berdua. Selain itu mereka yang tinggal bertiga juga lebih rendah prestasi belajarnya. Pengaruh ini ternyata lebih berat dihadapi pada mahasiswi yang lebih banyak mengubah lingkungan untuk menyesuaikan diri, sebaliknya pada mahasiswa pada umumnya lebih banyak mengubah perilaku untuk menyesuaikan diri. Para mahasiswi berusaha membuat bagian ruang yang sudah sempit tersebut agar dapat menjadi ruang yang menyenangkan, sementara para mahasiswa lebih banyak menggunakan waktunya di luar.

Rumah dengan luas lantai yang sempit dan terbatas apabila dihuni oleh sejumlah besar individu umumnya akan menimbulkan pengaruh negatif pada penghuninya. Hal ini terjadi karena dalarn rumah tinggal yang terbatas umumnya individu tidak memiliki ruang atau tempat yang dapat dipakai untuk kegiatan pribadi. Keterbatasan ruang memungkinkan individu sering harus bertemu dan berhubungan dengan orang lain baik secara fisik maupun verbal, sehingga individu memperoleh masukan yang berlebihan. Keadaan tersebut dapat menyebabkan individu merasa tidak mampu rnengolah dan mengatur masukan yang diterima. Individu menjadi


(33)

terhambat untuk memperoleh apa yang diinginkannya. Keadaan tersebut pada akhimya menimbulkan perasaan sesak pada individu dan pada penghuni didalam rumah tempat tinggal tersebut.

2. Pola Pengasuhan Anak dalam Keluarga

Hastuti (2008) mengemukakan bahwa pengasuhan kerap didefinisikan sebagai cara mengasuh anak mencakup pengalaman, keahlian, kualitas dan tanggung jawab yang dilakukan orangtua dalam mendidik dan merawat anak, sehingga anak dapat tumbuh menjadi pribadi yang diharapkan oleh keluarga dan masyarakat dimana dia berada atau tinggal. Tugas pengasuhan ini umumnya dilakukan oleh ayah dan ibu (orangtua biologis anak), namun bila orangtua biologisnya tidak mampu melakukan tugas ini, maka tugas ini diambil alih oleh kerabat dekat termasuk kakak, kakek dan nenek, orangtua angkat atau oleh institusi pengasuhan sebagai alternative care. Tugas pengasuhan juga mencakup pemenuhan kebutuhan psikis anak dan pemberian stimulasi untuk memacu pertumbuhan dan perkembangan anak secara maksimal. Beberapa aspek dalam pola pengasuhan yaitu mencakup pola asuh makan, pola asuh hidup sehat, pola asuh akademik atau intelektual, pola asuh sosial emosi serta pola asuh moral dan spiritual.

Penelitian yang dilakukan pada keluarga yang tinggal di desa dan kota menemukan fakta bahwa anak yang tinggal di kota lebih banyak menerima stimulasi dari orangtuanya dibandingkan dengan anak yang tinggal di desa. Hal ini dipengaruhi oleh nomor urut anak, pendidikan orangtua dan pendapatan keluarga.


(34)

Faktor karakteristik anak dan kondisi ekonomi serta pendidikan orangtua berpengaruh dalam pemberian stimulasi pada anak dan menemukan bahwa selain faktor ekonomi, faktor keadaan kehidupan keluarga juga mempengaruhi pola pengasuhan anak dalam keluarga tersebut. Pada penelitian, ditemukan bahwa banyak sekali keluarga yang tidak lengkap struktur keluarganya, namun di sisi lain juga ditemukan keluarga yang terlalu banyak anggota keluarganya. Pola pengasuhan anak juga dipengaruhi oleh keadaan pekerjaan tetap pada orangtua, dengan adanya pekerjaan pada orangtua yang mengharuskan suami dan istri bekerja guna untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dimana hal itu akan mempengaruhi penerapan pola pengasuhan dan cenderung berbeda antara satu keluarga dan keluarga yang lainnya dan berujung pada pembentukan kualitas karakter anak kedepannya. Pola pengasuhan anak terkadang juga dapat dipengaruhi oleh kebudayaan yang ada di lingkungan dimana mereka tinggal, maupun kebudayaan dari etnis yang mereka wariskan.

1.6. Hipotesis

Hipotesis adalah dalil atau prinsip yang logis yang dapat diterima secara rasional mempercayainya sebagai kebenaran sebelum diuji atau disesuaikan dengan fakta-fakta atau kenyataan-kenyataan yang mendukung atau menolak kebenarannya (Nawawi; 1995). Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis dalam suatu penelitian harus diuji. Oleh karena itu, perumusan hipotesa yang baik adalah hipotesa yang dapat diuji kebenarannya atau ketidakbenarannya.


(35)

Berdasarkan penjelasan di atas, maka hipotesa yang dapat dibuat dalam penelitian ini adalah :

H0 : Tidak terdapat hubungan pengaruh yang signifikan antara Ruang Tempat Tinggal Yang Terbatas terhadap Pola Pengasuhan Anak

Ha : Terdapat hubungan pengaruh yang signifikan antara Ruang Tempat Tinggal Yang Terbatas terhadap Pola Pengasuhan Anak.

1.7. Definisi Konsep

Konsep adalah istilah yang terdiri dari satu kata atau lebih yang menggambarkan suatu gejala atau menyatakan suatu ide maupun gagasan (Hasan, 2002:17). Untuk menjelaskan maksud dan pengertian konsep-konsep yang terdapat di dalam penelitian ini, maka akan dibuat batasan-batasan konsep yang dipakai adalah sebagai berikut.

1. Ruang Tempat Tinggal Terbatas di Pemukiman Kumuh (slum area) yaitu keadaan ruang tempat di derah kawasan padat penduduk dimana individu berlindung dan menetap didalamnya. Ruangan ini merupakan tempat dimana individu melakukan aktifitas yang saling berkesinambungan dan bersifat berkelanjutan didalam ruangan tersebut, dimana akan terjalin interaksi antara individu didalam ruangan tersebut.

2. Pola Pengasuhan Anak yaitu jika dilihat secara etimologi, pola berarti bentuk, tata cara, sedangkan asuh berarti menjaga, merawat dan mendidik.


(36)

Sehingga pola asuh berarti bentuk atau sistem dalam menjaga, merawat dan mendidik. Jika ditinjau dari terminologi, pola asuh anak adalah suatu pola atau sistem yang diterapkan dalam menjaga, merawat dan mendidik seorang anak yang bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak dari segi negatif atau positif. Hastuti (2008) mengemukakan bahwa pengasuhan kerap didefinisikan sebagai cara mengasuh anak mencakup pengalaman, keahlian, kualitas dan tanggung jawab yang dilakukan orangtua dalam mendidik dan merawat anak, sehingga anak dapat tumbuh menjadi pribadi yang diharapkan oleh keluarga dan masyarakat dimana ia berada atau tinggal. Tugas pengasuhan juga mencakup pemenuhan kebutuhan psikis anak dan pemberian stimulasi untuk memacu pertumbuhan dan perkembangan anak secara maksimal. Beberapa aspek dalam pola pengasuhan yaitu mencakup pola asuh makan, pola asuh hidup sehat, pola asuh akademik atau intelektual, pola asuh sosial emosi serta pola asuh moral dan spiritual. Tipologi gaya pola asuh Baurind (1971) mengidentifikasikan tiga pola yang berbeda secara kualitatif pada otoritas, yaitu authoritarian parenting, authoritative parenting, permissive parenting.


(37)

Pola asuh otoriter adalah pola pengasuhan anak yang bersifat pemaksaan, keras dan kaku di mana orangtua akan membuat berbagai aturan yang mutlak harus dipatuhi oleh anak-anaknya tanpa ingin tahu perasaan sang anak. Orang tua akan emosi dan marah jika anak melakukan hal yang tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh orang tuanya. Hukuman mental dan fisik akan sering diterima oleh anak-anak dengan alasan agar anak terus tetap patuh dan disiplin serta menghormati orang-tua yang telah membesarkannya. Anak yang besar dengan teknik asuhan anak seperti ini biasanya tidak bahagia, paranoid/selalu berada dalam ketakutan, mudah sedih dan tertekan, senang berada di luar rumah, benci orangtua, dan lain-lain. Namun di balik itu biasanya anak hasil didikan orangtua otoriter lebih bisa mandiri, bisa menjadi orang sesuai keinginan orang tua, lebih disiplin dan lebih bertanggung jawab dalam menjalani hidup dan biasanya ini diterapkan oleh orang tua yang disiplin dan sudah terbiasa pada peraturan-peraturan yang mengikat seperti pada keluarga militer dan penerapan pola pengasuhan seperti ini juga biasa terjadi pada keluarga yang kurang memiliki pengetahuan tentang prilaku yang seharusnya dilakukan pada anak yang dapat memberikan pengaruh terhadap anak.


(38)

Pola asuh permisif adalah jenis pola mengasuh anak yang cuek terhadap anak. Jadi apa pun yang ingin dilakukan anak diperbolehkan seperti tidak sekolah, bandel, melakukan banyak kegiatan maksiat, pergaulan bebas negatif, matrialistis, dan sebagainya. Biasanya pola pengasuhan anak oleh orangtua semacam ini diakibatkan oleh orangtua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan, kesibukan atau urusan lain yang akhirnya lupa untuk mendidik dan mengasuh anak dengan baik. Dengan begitu anak hanya diberi materi atau harta saja dan terserah anak itu mau tumbuh dan berkembang menjadi apa. Anak yang diasuh orangtuanya dengan metode semacam ini nantinya bisa berkembang menjadi anak yang kurang perhatian, merasa tidak berarti, rendah diri, nakal, memiliki kemampuan sosialisasi yang buruk, kontrol diri buruk, salah bergaul, kurang menghargai orang lain, dan lain sebagainya baik ketika kecil maupun sudah dewasa. Biasanya penerapan pola pengasuhan ini diterapkan oleh keluarga dari kalangan menengah ke atas yang memiliki mata pencaharian yang bagus dan cukup sibuk dan berpenghasilan yang bagus pula tetapi hanya memiliki waktu yang cukup singkat untuk berkomunikasi dengan anak-anak mereka karena begitu sibuk dengan dunia kerja mereka dan biasanya menyerahkan perawatan anak mereka kepada pengasuh anak maupun pembantu rumah tangga.


(39)

Pola asuh otoritatif adalah pola asuh orangtua pada anak yang memberi kebebasan pada anak untuk berkreasi dan mengeksplorasi berbagai hal sesuai dengan kemampuan anak dengan sensor batasan dan pengawasan yang baik dari orangtua. Pola asuh ini adalah pola asuh yang cocok dan baik untuk diterapkan para orangtua kepada anak-anaknya. Anak yang diasuh dengan tehnik asuhan otoritatif akan hidup ceria, menyenangkan, kreatif, cerdas, percaya diri, terbuka pada orangtua, menghargai dan menghormati orangtua, tidak mudah stres dan depresi, berprestasi baik, disukai lingkungan dan masyarakat dan lain-lain. Biasanya penerapan pola pengasuhan ini dilakukan pada keluarga yang berpendidikan dan memiliki kehidupan menengah keatas dan mempunyai pengetahuan yang bagus tentang penerapan pola pengasuhan anak.

1.8 Operasional Variabel

Operasional variabel adalah suatu batasan yang diberikan kepada suatu variabel dengan cara memberikan arti atau mempersepsikan kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut. Operasional variabel juga dimaksudkan untuk mencegah salah tafsir dan perluasan permasalahan dari serangkaian proses penelitian ini melibatkan dua variabel, yaitu variabel bebas (ruang tempat tinggal yang terbatas) dan variabel terikat (pola pengasuhan anak).


(40)

Kedua variabel tersebut ingin dilihat bagaimana hubungan yang ada antara satu variabel dengan variabel lainnya.

1.9. Bagan Operasional Variabel

Untuk lebih jelasnya kerangka konsep operasionalisasi dapat kita lihat dari diagram dibawah ini :

Variabel Bebas (X) Variabel Terikat (Y)

Ruang Tempat Tinggal Yang Terbatas

• Luas ruang tempat tinggal yang relatif sempit dan terbatas padahal populasi didalamnya banyak sehingga tidak dapat menampung semua aktifitas populasi di dalamnya

• Lingkungan daerah tempat tinggal

• Komunikasi dan interaksi penghuni rumah

Pola Pengasuhan Anak • Pola asuh makan • Pola asuh hidup sehat • Pola asuh akademik • Pola asuh ketaatan


(41)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Ruang

Karya terobosan dalam teori ruang neo-Marxian adalah The Production of space karya Henry Lefebvre. Aspek kunci dari argumen Lefebvre yang kompleks itu terletak dalam tiga perbedaan berikut ini. Dia mulai dengan praktik spasial (spatial practice), yang menurutnya melibatkan produksi dan reproduksi ruang, yang melapisi dan akhirnya mendominasi praktik spasial adalah apa yang dinamakan Lafebvre sebagai representasi ruang (representation of space). Ini adalah ruang yang dibayangkan oleh sebagian elite masyarakat seperti perencana tata kota dan arsitek.

Mereka menganggapnya sebagai “ruang sesungguhnya”, dan dipakai oleh mereka dan oleh yang lainnya untuk mencapai dan mempertahankan dominasi. Jadi, misalnya, perencana tata kota mendesain, secara teoritis, untuk menggusur rumah-rumah kaum miskin yang kumuh dan menggantikannya dengan perumah-rumahan yang jauh lebih baik dan modern. Akan tetapi pembaruan kota itu kemudian disebut “pembongkaran urban”. Kelompok miskin digusur untuk membuka perumahan baru, tetapi ketika perumahan baru keluarga kelas menengah atas perkotaan, sering kali kelompok miskin ini harus pindah ke daerah baru, dan sering kali mendapatkan rumah yang tidak lebih baik daripada yang mereka tinggalkan. Mereka juga terpaksa beradaptasi dengan daerah baru dan komunitas, dan tetangga baru. Jadi, “praktik spasial” tehadap kaum miskin dan radikal diubah oleh “representasi ruang” dari


(42)

mereka yang mendukung, menciptakan,dan mengimplementasikan pembaruan urban. Representasi ruang mendominasi bukan hanya atas praktikal spasial, tetapi juga atas ruang-ruang representasional (representational spaces). Sementara representasi ruang adalah ciptaan dari kelompok dominan, ruang representasional berasal dari pengalaman hidup orang khususnya dari kalangan bawah atau klendestin. Seperti yang telah kita lihat, sementara representasi ruang dianggap sebagai ”ruang sesungguhnya” oleh pemegang kekuasaan, representasi ruang itu lalu menghasilkan “kebenaran ruang”. Yakni, mereka mencerminkan apa yang sesungguhnya terjadi di dalam pengalaman hidup ketimbang sebuah kebenaran abstrak yang diciptakan oleh seseorang seperti perencana tata kota, untuk meraih dominasi.

Akan tetapi dalam dunia kontemporer, representasi ruang dengan, sebagaimana praktik ruang, menderita karena hegemoni representasi ruang. Dalam kenyataannya, Lafebvre melanjutkan dengan mengatakan, “ruang representasional lenyap didalam reprentasi ruang”. Jadi, problem utama menurut Lafebvre adalah pradominasi dari elite representasi ruang atas praktik spasial sehari-hari dan ruang-ruang representasional. Sejajar dengan gagasan Marx tentang spesies manusia, Lafebvre mulai dengan apa yang dinamakan spesies absolut, atau ruang natural (yakni area “hijau”) yang tak dapat dikolonisasi, diubah menjadi tak autentik, atau dihancurkan oleh kekuatan ekonomi dan politik.

Lefebvre tertarik untuk menganalisa secara kritis apa yang dia sebut sebagai ruang abstrak. Seperti reprsentasi ruang, ini adalah ruang dari sudut pandang subjek abstrak seperti perencana kota atau arsitek. Tetapi ruang abstrak bukan hanya


(43)

ideasional; ia secara aktual menggantikan ruang historis (yang didirikan diatas ruang absolut). Ruang abstrak dicirikan oleh ketiadaan sesuatu yang diasosiasikan dengan ruang absolut (pohon, udara bersih dan sebagainya). Ia adalah ruang represif (bahkan melibatkan brutalitas dan kekerasan), otoritarian, terkontrol, diduduki, dan didominasi. Jenis ruang yang ketiga adalah ruang diferensial. Sementara ruang abstrak berusaha mengontrol dan mendominasi setiap orang dan segala sesuatu, ruang diferensial mengaksentuasikan perbedaan dan kebebasan dari kontrol. Sementara ruang abstrak memecah kesatuan natural yang ada di dunia, ruang diferensial memulihkan kesatuan itu.

Lefebvre mengatakan bahwa ruang dapat memainkan berbagai peran dalam dunia sosioekonomi. Pertama, dia dapat mengambil peran dari salah satu kekuatan produksi (yang lainnya, kekuatan yang lebih tradisional, adalah pabrik, alat dan mesin). Kedua, ruang itu sendiri dapat menjadi komoditas luas yang dikonsumsi, atau dapat dikonsumsi secara produktif (misalnya tanah tempat pabrik dibangun). Ketiga, ruang adalah penting secara politik, memfasilitasi kontrol sistem. Keempat, ruang menopang reproduksi dan relasi properti (misalnya, komunitas mahal untuk kapitalis dan dan kampung kumuh untuk orang miskin). Kelima, ruang dapat berbentuk suprastruktur yang misalnya, tampaknya netral tapi menyembunyikan basis ekonomi yang menghasilkan suprastruktur dan jauh dari netral(Ritzer, 2008 : 211).


(44)

2.2 Hasil-hasil penelitian tentang Ruang Yang Terbatas dan Pola Pengasuhan Anak :

1. Ruang Yang Terbatas

Rumah dan lingkungan pemukiman akan memberi pengaruh psikologis pada individu yang menempatinya. Lingkungan sekitar dapat merupakan sumber yang penting dalam mempengaruhi sikap, perilaku dan keadaan internal individu di suatu tempat tinggal, rumah dan lingkungan pemukiman yang memiliki situasi dan kondisi yang baik dan nyaman seperti memiliki ruang yang cukup untuk kegiatan pribadi akan memberikan kepuasan psikis pada individu yang menempatinya. Macam dan kualitas pemukiman dapat memberikan pengaruh penting terhadap persepsi diri penghuninya, stress dan kesehatan fisik, sehingga kondisi pemukiman ini tampaknya berpengaruh pada perilaku dan sikap-sikap orang yang tinggal di sana.

Penelitian menunjukkan adanya hubungan yang erat antara kepadatan dengan interaksi sosial. Para mahasiswa yang bertempat tinggal di asrama yang padat sengaja mencari dan memilih tempat duduk yang jauh dari orang lain, tidak berbicara dengan orang lain yang berada di tempat yang sama. Dengan kata lain mahasiswa yang tinggal di tempat padat cenderung untuk menghindari kontak sosial dengan orang lain.

Penelitian yang diadakan oleh Karlin dkk, mencoba membandingkan mahasiswa yang tinggal berdua dalam satu kamar dengan mahasiswa yang tinggal bertiga dalam satu kamar. Kesemuanya itu tinggal dalam kamar yang dirancang untuk


(45)

dua orang. Ternyata mahasiswa yang tinggal bertiga melaporkan adanya stres dan kekecewaan yang secara nyata lebih besar dari pada mahasiswa yang tinggal berdua. Selain itu mereka yang tinggal bertiga juga lebih rendah prestasi belajarnya. Pengaruh ini ternyata lebih berat dihadapi pada mahasiswi yang lebih banyak mengubah lingkungan untuk menyesuaikan diri, sebaliknya pada mahasiswa pada umumnya lebih banyak mengubah perilaku untuk menyesuaikan diri. Para mahasiswi berusaha membuat bagian ruang yang sudah sempit tersebut agar dapat menjadi ruang yang menyenangkan, sementara para mahasiswa lebih banyak menggunakan waktunya di luar.

Rumah dengan luas lantai yang sempit dan terbatas apabila dihuni oleh sejumlah besar individu umumnya akan menimbulkan pengaruh negatif pada penghuninya. Hal ini terjadi karena dalarn rumah tinggal yang terbatas umumnya individu tidak memiliki ruang atau tempat yang dapat dipakai untuk kegiatan pribadi. Keterbatasan ruang memungkinkan individu sering harus bertemu dan berhubungan dengan orang lain baik secara fisik maupun verbal, sehingga individu memperoleh masukan yang berlebihan. Keadaan tersebut dapat menyebabkan individu merasa tidak mampu rnengolah dan mengatur masukan yang diterima. Individu menjadi terhambat untuk memperoleh apa yang diinginkannya. Keadaan tersebut pada akhimya menimbulkan perasaan sesak pada individu dan pada penghuni didalam rumah tempat tinggal tersebut.


(46)

2. Pola Pengasuhan Anak dalam Keluarga

Hastuti (2008) mengemukakan bahwa pengasuhan kerap didefinisikan sebagai cara mengasuh anak mencakup pengalaman, keahlian, kualitas dan tanggung jawab yang dilakukan orangtua dalam mendidik dan merawat anak, sehingga anak dapat tumbuh menjadi pribadi yang diharapkan oleh keluarga dan masyarakat dimana dia berada atau tinggal. Tugas pengasuhan ini umumnya dilakukan oleh ayah dan ibu (orangtua biologis anak), namun bila orangtua biologisnya tidak mampu melakukan tugas ini, maka tugas ini diambil alih oleh kerabat dekat termasuk kakak, kakek dan nenek, orangtua angkat atau oleh institusi pengasuhan sebagai alternative care. Tugas pengasuhan juga mencakup pemenuhan kebutuhan psikis anak dan pemberian stimulasi untuk memacu pertumbuhan dan perkembangan anak secara maksimal. Beberapa aspek dalam pola pengasuhan yaitu mencakup pola asuh makan, pola asuh hidup sehat, pola asuh akademik atau intelektual, pola asuh sosial emosi serta pola asuh moral dan spiritual.

Penelitian yang dilakukan pada keluarga yang tinggal di desa dan kota menemukan fakta bahwa anak yang tinggal di kota lebih banyak menerima stimulasi dari orangtuanya dibandingkan dengan anak yang tinggal di desa. Hal ini dipengaruhi oleh nomor urut anak, pendidikan orangtua dan pendapatan keluarga.

Faktor karakteristik anak dan kondisi ekonomi serta pendidikan orangtua berpengaruh dalam pemberian stimulasi pada anak dan menemukan bahwa selain faktor ekonomi, faktor keadaan kehidupan keluarga juga mempengaruhi pola


(47)

pengasuhan anak dalam keluarga tersebut. Pada penelitian, ditemukan bahwa banyak sekali keluarga yang tidak lengkap struktur keluarganya, namun di sisi lain juga ditemukan keluarga yang terlalu banyak anggota keluarganya. Pola pengasuhan anak juga dipengaruhi oleh keadaan pekerjaan tetap pada orangtua, dengan adanya pekerjaan pada orangtua yang mengharuskan suami dan istri bekerja guna untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dimana hal itu akan mempengaruhi penerapan pola pengasuhan dan cenderung berbeda antara satu keluarga dan keluarga yang lainnya dan berujung pada pembentukan kualitas karakter anak kedepannya. Pola pengasuhan anak terkadang juga dapat dipengaruhi oleh kebudayaan yang ada di lingkungan dimana mereka tinggal, maupun kebudayaan dari etnis yang mereka wariskan.

Pola Pengasuhan Anak Pada Etnis Jawa

Pola pengasuhan anak pada setiap etnis ternyata memiliki kekhasan masing-masing. Berangkat dari fakta pengasuhan anak kemudian dipergunakan sebagai bahan kajian untuk membangun konsep dan proposisi ilmiah. Fakta yang ditemukan pada etnik mandar adalah bahwa ibu menyiapkan ASI secara sederhana, menyusui pada tempat tertentu dan secara terbatas, memberi makanan pada anak dengan cara anak menyuap dirinya sendiri, dan melepaskan anak bebas bermain tanpa kontrol ketat. pada orang Jawa migran ditemukan fenomena berupa tindakan persiapan ASI yang lebih kompleks, menyusui kapan saja dan di mana saja, pemberian makanan dengan jalan disuapi, dan anak bermain di bawah pengawasan ketat. Ibu Jawa migran mempersiapkan ASI dengan minum jamu, pilis susu, dan wowong yang dianjurkan


(48)

oleh orang tuanya sedangkan pada ibu Mandar tidak ditemukan hal sedemikian. Budaya memiliki salah satu aspek yaitu norma. Perilaku terpilih kemudian dianut oleh sabagian besar masyarakat yang terbentuk menjadi norma. Norma ini mengatur perilaku masyarakat atau menjadi pola pengasuhan anak yang dianut masyarakat. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa norma yang dianut oleh suatu masyarakat berpengaruh terhadap pola pengasuhan anak pada masyarakat bersangkutan. Pola pengasuhan anak diperoleh dari produk interaksi ibu dengan lingkungannya (significant others dan generalized others). Interaksi itu sendiri merupakan norma berperilaku dari ibu dalam bermasyarakat pada suatu komunitas (sosietas). Norma itu sendiri merupakan salah satu unsur budaya. Dengan demikian pola pengasuhan merupakan produk budaya. Peneliti. menangkap makna tindakan pengasuhan yang dilakukan ibu ternyata bersandar pada apa yang dituntut masyarakat terhadap diri ibu yang merupakan norma pengasuhan anak. Karena perilaku etnik merupakan produk budaya maka dapat disimpulkan : (1) pengasuhan anak melekat pada orang jawa migran merupakan produk budaya Jawa migran; (2) pengasuhan anak lepas pada orang Mandar merupakan produk budaya Mandar. Kristalisasi kesimpulan makna adalah ditemukan "pengasuhan anak melekat pada orang Jawa migran" dan ditemukan "pengasuhan anak lepas pada orang Mandar". Bila diajukan pertanyaan mengapa orang Jawa Mandar mengasuh secara lepas, penelitian ini akan menyodorkan kesimpulan yang diambil berdasar pada fakta dari dua etnik tersebut. Proposisi yang disimpulkan secara rinci adalah : Proposisi 1: Pengasuhan anak dipengaruhi oleh budaya asal ibu. Proposisi 2: Pengasuhan anak merupakan produk


(49)

budaya etnik ibu. Proposisi 3: Pengasuhan anak merupakan hasil interaksi budaya ibu dengan masyarakat tempat ibu berada.

Pola Pengasuhan Anak Pada Etnis Batak

Hasil penelitian Irmawati yang disampaikan pada temu Ilmiah Nasional dan Kongres D (Himpunan Psikologi Indonesia) Surabaya 15-17 Januari 2004 menunjukkan bahwa suku Bangsa Batak Toba yang tinggal di desa Parparean II memiliki lingkungan geografis yang berstruktu r tanah gersang, tidak mudah diolah dan tingkat kesuburan yang tergantung pada curah hujan, membuat masyarakatnya tidak terrnanjakan oleh alam. Mayoritas penduduk bermata pencaharian sebagai petani. Menariknya, penggarap sawah adalah perempuan sekalipun tidak berarti bahwa laki-laki sama sekali tidak bertani. Bilamana usai pelajaran sekolah, anak-anak juga terlihat membantu pekerjaan orangtua di sawah. Menurut beberapa orangtua dengan menyertakan anak bekerja sejak usia sekolah dasar, utamanya bukanlah karena ingin memanfaatkan tenaga anak-anak tersebut sekalipun bantuan anak-anak sangat memudahkan mereka, tetapi lebih untuk memperkenalkan mereka pada kehidupan yang menuntut kerja keras. Kehidupan penduduk di desa ini tergolong sederhana. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas rumah penduduk yang dibangun dari kayu dan beratap seng. Hal yang mencolok adalah mereka mempunyai kebanggaan dengan menghiasi dinding ruang tamu dengan foto-foto anak-anaknya yang telah berhasil dalam pendidikan (wisuda). Sarana hiburan dapat dikatakan tidak ada, kecuali sarana kehidupan sosial masyarakat pria Batak Toba yaitu kedai kopi/tuak yang berjumlah 3 buah kedai. Dalam melakukan aktifitas keseharian rumah tangga,


(50)

mereka terbiasa bekerja sama antara orangtua dan anak tanpa melibatkan orang lain. Hai yang istimewa adalah sarana pendidikan yang cukup lengkap, yang dimulai dari tingkat taman kanak-kanak sampai tingkat pendidikan menengah atas, termasuk di antaranya sekolah kejuruan. Suku Bangsa Batak Toba meletakan nilai pendidikan sebagai hal yang utama dalam kehidupan mereka. Untuk pendidikan, keluarga suku bangsa BatakToba satu dan lainnya sangat berkompetisi dalam menyekolahkan anak-anaknya. Hal ini dilandasi oleh nilai-niiai filsafat hidup orang Batak Toba, bahwa jalan menuju tercapainya. Kekayaan (hamoraon) dan kehormatan (hasangapon) adalah melalui pendidikan. Namun diantara nilai-nilai tersebut, anak (hagabeon) merupakan nilai yang paling penting. Dalam nilai gabe, juga tercakup unsur-unsur kaya dan kehormatan. Aspirasi orangtua mengenai pendidikan anak ternyata agar anaknya mampu bersekolah sampai tingkat perguruan tinggi. Pembentukan motivasi berprestasi pada anak-anak Batak Toba sekalipun pada awalnya bersifat ekstrinsik namun kemudian hasil penelitian menunjukan bahwa motivasi ini terinternaiisasi menjadi motivasi intrinsik.

Berbicara mengenai pola pengasuhan, orangtua cenderung bergaya authoritative. Sekalipun demikian, gaya authoritarian tetap masih ada berkaitan dengan keinginan agar anak bersikap taat pada aturan agama dan orangtua. Pola pengasuhan ini diikuti juga oieh sikap orangtua yang mendorong pencapaian pendidikan anak dibidang pendidikan/akademik berupa dukungan, kontrol dan kekuasaan, yang mereka perlihatkan dalam mengarahkan kegiatan anak pada pencapaian prestasi tertentu.


(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah studi deskriptif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu penelitian yang digunakan untuk mendeteksi sejauh mana Variabel bebas mempengaruhi Variabel terikat. Jenis penelitian deskriptif dimaksud untuk ekspolarasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkanaan dengan masalah yang diteliti.

Dimana dengan metode tersebut diharapkan dapat melihat hubungan atau pengaruh sejauh mana ruang tempat tinggal yang terbatas terhadap penerapan pola pengasuhan anak pada daerah pemukiman kumuh.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di kawasan pemukiman kumuh yang berada di lingkungan IV Jalan Ir. Juanda kelurahan Jati kecamatan Medan Maimun. Lokasi penelitian ini diambil berdasarkan pertimbangan diantaranya adalah lokasi penelitian tersebut merupakan salah satu lokasi pemukiman kumuh (slum area) yang ada di kota Medan dan lokasi tersebut merupakan lokasi yang mudah dijangkau oleh peneliti, tersedianya transportasi yang memadai dan hemat biaya.


(52)

3.3 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Dilihat dari jumlah, maka terdapat dua jenis populasi. Yaitu jumlah terhingga yang terdiri dari elemen dengan jumlah tertentu dan jumlah tak terhingga yang terdiri dari elemen yang sukar sekali dicari batasannya. Penelitian yang dilakukan untuk melihat semua elemen yang ada dalam wilayah merupakan penelitian merupakan penelitian populasi (Arikunto, 2002 : 108).

Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh keluarga yang memiliki anak yang tinggal di daerah pemukiman kumuh di Jalan Juanda kelurahan Jati kecamatan Medan Maimun berdasarkan keterangan yang diperoleh dari Kepala Lurah kelurahan Jati kecamatan Medan Maimun, yaitu Bapak Mhd. Ridho Siregar S.Stp diperoleh jumlah keseluruhan 401 KK dengan demikian, populasi dalam penelitian termasuk jenis populasi jumlah terhingga.

2.3.2 Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang ingin diteliti. Oleh karena itu, sampel harus dilihat sebagai suatu pendugaan terhadap populasi dan bukan populasi itu sendiri (Bailey, 1994:83). Untuk menghitung besarnya sampel didasarkan pada pendapat Taro Yamane (Rakhmat, 1995:99) yang mengajukan pilihan ukuran sampel berdasarkan tingkat presisi 10% dan tingkat kepercayaan 90%.


(53)

Rumus yang dikemukakan Taro Yamane adalah :

N n =

N (d)2 + 1

Dimana,` n : Besarnya sampel N : Besarnya populasi

d : Presisi atau derajat kebebasan (peneliti menetapkan 10% atau d = 0,1) Dari rumus Taro Yamane tersebut, maka besar sampel yang ditarik pada penelitian ini adalah :

N n =

N (d)2 + 1

401 n =

401 (0,1)2 + 1 401 n =

4,01 + 1 401 n =

5,01 n = 80,03 n = 80 KK

Dari proses penjumlahan melalui rumus Taro Yamane diatas maka didapat sampel sebanyak 80 Keluarga sebagai responden. Sedangkan teknik untuk menarik sampelnya dilakukan dengan cara :


(54)

3.3.3 Purposive Sampling

Purposive sampling yaitu pemilihan sampel berdasarkan karakteristik tertentu yang dianggap mempunyai kaitan dengan karakteristik populasi yang diketahui sebelumnya. Tehnik sampling ini digunakan berdasarkan pengetahuan terhadap populasi, maka unit-unit populasi yang dianggap “kunci” diambil sebagai sampel penelitian (Bungin 2005:115).

Karakteristik sampel dalam penelitian ini adalah :

a. Keluarga yang menempati daerah pemukiman tersebut minimal 1 tahun.

b. Orangtua yang memiliki anak berusia 5-16 tahun.

c. Keluarga yang memiliki luas rumah < 36 m2.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :

a) Data primer adalah data yang di peroleh dari sumber data pertama di lokasi penelitian.

Langkah-langkah pengumpulan data primer adalah dengan cara : • Dokumentasi

Pengamatan dan pengambilan gambar yang di lakukan atau diambil secara langsung dari lapangan penelitian.


(55)

• Kuesioner

Menyebarkan kuesioner dengan pertanyaan tertutup, dimana responden bebas menentukan jawaban yang terbaik. Bentuk seperti ini dengan memakai pedoman untuk mendapatkan informasi yang lengkap tentang penelitian sehingga hasilnya bersifat valid.

b) Data Sekunder

Data yang di peroleh dari data kedua atau sumber-sumber yang di butuhkan dalam penelitian ini sebelum menuju tahap berikutnya. Data sekunder diperoleh dengan cara studi kepustakaan dan pencatatan dokumen, yaitu dengan mengumpulkan data dan mengambil informasi dari buku-buku referensi, dokumen, majalah, jurnal,artikel dan dari internet yang dianggap relevan dengan masalah yang diteliti.

3.5 Teknik Analisis Data

Singarimbun dalam (Nanawi 1994:263) mengatakan analisa data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan dipresentasikan. Data yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisa dalam beberapa tahap analisa, yaitu dengan menggunakan beberapa analisis yaitu:

1. Analisis Tabel Tunggal

Analisa Tabel Tunggal merupakan yaitu suatu analisa yang dilakukan dengan membagi-bagikan variabel penelitian kedalam kategori-kategori yang dilakukan atas


(56)

dasar frekuensi. Tabel tunggal merupakan langkah awal dalam menganalisa kolom yang merupakan sejumlah frekuensi dan persentasi untuk setiap kategori (Nanawi 1994:266).

2. Analisis Tabel Silang

Teknik yang dilakukan untuk menganalisa dan mengetahui variabel yang satu memiliki hubungan dengan variabel lainnya, sehingga dapat diketahui apakah variabel tersebut positif atau negatif (Nanawi 1994: 273).

3. Uji Hipotesa

Uji hipotesa adalah pengujian dan statistik untuk mengetahui data hipotesis yang diajukan dapat diterima atau ditolak. Untuk menguji hubungan diantara kedua variabel yang dikorelasikan maka peneliti menggunakan rumus koefisien korelasi tata jenjang oleh Spearman. Kriyantono dalam (Jonathan 2006:174) mengatakan teknik data setiap data dari variabel-variabel yang diteliti harus ditetapkan peringkatnya dari yang terkecil sampai terbesar (diranking).

Rumus koefisien adalah :

6 - ∑ d2 Rho = 1 -

N (N2 – 1 ) Keterangan :

Rs (Rho) : Koefisien korelasi rank order


(57)

Angka 6 : Angka enam ; yaitu bilangan konstan

d : Perbedaan antara pasangan jenjang

∑ : Sigma atau jumlah

N : Jumlah individu atau sampel

Untuk melihat tinggi rendahnya korelasi, digunakan skala Guilford (dalam Sugiyono, 1994:149) sebagai berikut.

0,00 – 0,199 : Hubungan rendah sekali; lemah sekali

0,20 – 0,399 : Hubungan rendah tapi pasti

0,40 – 0,599 : Hubungan yang cukup berarti

0,60 – 0,799 : hubungan yang tinggi; kuat

0,80 – 1,000 : Hubungan yang sangat tinggi; kuat sekali; dapat

diandal

3.6. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian mencakup uraian tentang keterbatasan dan hambatan yang ditemui dalam penelitian, baik yang berkaitan dengan metode dan teknik penulisan yang digunakan, maupun keterbatasan peneliti sendiri.

1. Dalam penelitian tersebut penulis melakukan penelitian pada bulan Agustus sehingga data yang ditemukan berasal dari responden yang sedang sibuk menyambut bulan suci ramadhan.

2. Kendala yang dihadapi adalah terbatasnya waktu responden dalam mengisi kuesioner yang dibagikan. Hal ini dikarenakan kebanyakan


(58)

responden sedang mengerjakan pekerjaan rumah dalam menyambut bulan suci ramadhan.

3. Keterbatasan lain yang ditemukan dalam penelitian tersebut adalah kemampuan responden untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan peneliti di dalam kuesioner kurang dimengerti oleh mereka, sehingga jawaban yang diberikan ada yang tidak mereka isi atau jawab. Akhirnya membuat peneliti harus melakukan pengulangan memberikan pertanyaan dan terkadang juga menyebarkan kuesioner yang baru.


(59)

BAB IV

HASIL DAN ANALISA PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah Kelurahan Jati, Kecamatan Medan Maimun Propinsi Sumatera Utara dengan ibukota adalah kota Medan. Pada awalnya kota Medan dikenal dengan nama Tanah Deli. Tanah Deli dinamakan mulai dari Sungai Ular (Deli Serdang) sampai ke sungai Wampu di Langkat. Pada mulanya yang membuka perkampungan Medan adalah Guru Patimpus lokasinya yang terletak di Tanah Deli, maka sejak zaman penjajahan banyak yang merangkaikan Medan dengan Deli (Medan-Deli) kemudian setelah zaman kemerdekaan lama kelamaan istilah Medan Deli secara berangsur-angsur lenyap ehingga akhirnya kurang terdengar lagi.

Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km2) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainnya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3º 30´- 3º 43´ Lintang Utara dan 98º 35´ - 98º 44´ Bujur Timur. Kota Medan memiliki beberapa kecamatan, salah satu diantaranya adalah Kecamatan Medan Maimun. sebelum pemekaran Kcamatan Medan Maimun dahulu bergabung dengan kecamatan Medan Baru. Tahun 1988 terjadi pemekaran di Kotamadya Medan. Maka berdirilah Kecamatan Medan Maimun.

Kecamatan Medan Maimun mempunyai beberapa kelurahan diantaranya adalah Kelurahan Sukaraja, Kelurahan AUR, Kelurahan Jati, Kelurahan Hamdan,


(60)

Kelurahan Sei Mati, dan Kelurahan Kampung Baru. Kelurahan Jati pada awalnya sebelum menjadi daerah padat penduduk seperti sekarang ini adalah lahan yang digunakan untuk bercocok tanam oleh masyarakat sekitar dan masyarakat pendatang seperti sayur-sayuran. Maka dari itu sebelum dinamakan kelurahan Jati nama sebelumnya dikenal dengan nama kebon sayur karena daerah tersebut banyak ditanami sayur-sayuran oleh masyarakat sekitar dan pendatang. Disamping ditanami dengan sayur-sayuran banyak juga terdapat pohon Jati yang berukuran besar mengelilingi lahan tempat menanam sayur-sayuran sehingga penduduk setempat menamakan daerah tersebut sebagai kelurahan Jati begitu menurut salah seorang penduduk di kelurahan tersebut yang sudah mendiami daerah tersebut selama 60-an tahun lalu hingga saat ini. Namun seiring dengan perkembangan zaman Kelurahan Jati tersebut kemudian dimekarkan sehingga kelurahan Jati menjadi dua dengan Kelurahan yang dikenal dengan nama Kelurahan Hamdan. Kelurahan Jati ini yang dahulunya banyak terdapat pohon Jati dengan semakin banyaknya para pendatang semakin lama pepohonan ini pun suda tidak bias ditemukan lagi di kelurahan tersebut dan banyak juga warga yang tidak mengetahui mulanya terjadinya kelurahan tersebut. Lingkungan IV Kelurahan Jati ini dapat dikatakan pemukiman kumuh atau slum area karena pemukiman kumuh ini merupakan pemukiman padat penduduk yang mendukung apabila dilihat dari kriteria sosial ekonomi, kriteria letak lokasi dan kriteria berdasarkan jenis dan aktifitas pekerjaan penduduk. Ditinjau dari kriteria sosial ekonomi, warga di lingkungan IV ini ada yang hanya sempat menyelesaikan pendidikan di bangku Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas yang membuat kurangnya keahlian sehingga membuat warga


(61)

kebanyakan memiliki pekerjaan yang tidak menentu jam kerjanya dan memiliki usaha berskala kecil seperti warung kopi, dan warung makanan ringan sedangkan jika ditinjau dari letak lokasi Lingkungan IV ini berada sangat dekat dengan bantaran sungai yang seharusnya tidak aman dan tidak layak untuk diperuntukkan menjadi sarana tempat tinggal.

4.1.1. Gambaran Umum Potensi Lingkungan IV Kelurahan Jati

1. Kelurahan Jati memiliki 5 lingkungan dan mempunyai batas wilayah sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Hamdan

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Sukadamai Medan Polonia

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Anggung Medan Polonia

- Sebelah Timur berbatasan dengan Sungai Deli

2. Jumlah Lembaga Pendidikan

Tabel 4.1

No. Lembaga Pendidikan Frekuensi (F) Persentase (%)

1 TK 4 25,0

2 Sekolah Dasar 5 31,2

3 SLTP Swasta 2 12,5

4 SLTA Swasta 1 6,3

5 Perguruan Tinggi 1 6,3

6 Lembaga Pendidikan Non Formal 3 18,7

Jumlah 16 100


(62)

Berdasarkan tabel 4.1 mengenai potensi lembaga pendidikan di Kelurahan Jati Kecamatan Medan Maimun dapat dilihat lembaga pendidikan TK sebanyak 4 unit dengan prentase 25,0 %, Lembaga pendidikan Sekolah Dasar sebanyak 5 unit dengan persentase 31,2%, lembaga pendidikan SLTP swasta sebanyak 2 unit dengan persentase 12,5%, SLTA swasta sebanyak 1 unit atau dengan persentase 6,3%, sedangkan perguruan tinggi sebanyak 1 unit dengan persentase 6,3% dan lembaga pendidikan non formal sebanyak 3 unit dengan persentase 18,7%. Data yang ada di atas menunjukkan lembaga pendidikan yang berada di Kelurahan Jati Kecamatan Medan Maimun. Lembaga pendidikan yang berada di daerah ini banyak juga yang dipergunakan oleh warga setempat untuk anak-anak mereka, dikarenakan jaraknya yang tidak terlalu jauh dari tempat tinggal mereka dan dapat dengan mudah menjangkau tempat pendidikan tersebut

d. Jumlah Rumah Ibadah

Tabel 4.2

No. Rumah Ibadah Frekuensi Persen

1 Mesjid 1 33,3

2 Gereja 1 33,3

3 Kuil 1 33,3

Jumlah 3 33,3

Sumber : Data Profil Kelurahan Jati Desember 2010

Berdasarkan tabel 4.2 mengenai rumah ibadah yang berada di Kelurahan Jati Kecamatan Medan Maimun. dapat dilihat dari data yang diperoleh dari profil Kelurahan Jati memiliki Mesjid sebanyak 1 unit dengan persentase 33,3%, Gereja sebanyak 1 unit dengan prsentase 33,3%. Sedangkan kuil sebanyak 1 unit atau


(63)

dengan persentase 33,3%. Data pada tabel diatas menunjukkan rumah peribadatan yang berada di Kelurahan Jati Kecamatan Medan Maimun. Hal ini memperlihatkan bahwa toleransi keagamaan sangat terjaga dengan baik antara warga yang tinggal di kelurahan tersebut terbukti dengan adanya rumah-rumah ibadah yang terbangun yang berada di Kelurahan Jati tersebut.

4.2. Temuan Data dan Penyajian Data

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tahun 2011 di daerah pemukiman kumuh di Jl. Juanda Kelurahan Jati Kecamatan Medan Maimun lingkungan IV, informasi yang diperoleh merupakan hasil kuesioner yang telah disebarkan kepada masyarakat yang berada di lingkungan IV. Hasil penelitian ini akan ditampilkan melalui tabel tunggal dan tabel silang dengan menggunakan SPSS yang disertai dengan analisis data. Didalam penyajian tabel tunggal, peneliti membagi kedalam bagian, yaitu :

1. 4.2.1. Membahas mengenai karakteristik responden. 2. 4.2.2. Membahas ruang tempat tinggal yang terbatas 3. 4.2.3 Membahas pola pengasuhan anak

Didalam penyajian tabel silang, peneliti memfokuskan penilaian hubungan antara variabel X dan variabel Y kedalam bagian, yaitu :

1. Hubungan antara keadaan ruang tempat tinggal terhadap pemenuhan kebutuhan makanan yang sehat dan bergizi kepada anak.

2. Hubungan antara lubang penghawaan yang kurang memadai terhadap penerapan pola hidup sehat.


(64)

3. Hubungan antara kebutuhan ruang di tempat tinggal terhadap pemenuhan kebutuhan akademik pada anak.

4. Hubungan antara lingkungan daerah tempat tinggal terhadap pemenuhan kebutuhan pola asuh ketaatan beragama kepada anak. Pembagian kelompok tersebut akan dijelaskan secara berurutan yang disesuaikan dengan kuesioner penelitian. Penyajian data yang diperoleh dengan menggunakan alat bantu SPSS adalah sebagai berikut :

Tabel Tunggal

Tabel tersebut mengemukakan data variabel penelitian dan penganalisaannya dalam bentuk analisa tabel tunggal yang berasal dari data temuan yang diperoleh berdasarkan daftar pertanyaan di kuesioner. Data-data yang lebih terperinci akan disajikan berikut ini:

4.2.1 Komposisi dan Karakteristik Responden

Maksud dari penyajian data karakteristik responden adalah agar penulis lebih mengenal responden yang diteliti sehingga dapat lebih memudahkan menulis dalam melakukan penganalisaan data. Adapun karakteristik responden adalah sebagai berikut :

4.2.1.1 Komposisi responden berdasarkan usia

Adapun yang menjadi responden pada penelitian ini memiliki usia antara 20 tahun hingga 50 tahun seperti yang terlihat dibawah ini :


(65)

Tabel 4.3

Komposisi Responden Berdasarkan Usia

Sumber : Data Penelitian Lapangan (Kuesioner) September 2011

Tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa usia responden dalam penelitian ini bervariasi. Tujuan dibuatnya penyebaran kuesioner dengan usia yang bervariasi agar peneliti dapat memperoleh data yang lebih lengkap berdasarkan lama tinggal responden dari total keluarga yang tinggal di lingkungan tersebut. Dari hasil penelitian tersebut dapat dilihat responden dengan usia 20-25 tahun memiliki frekuensi 2 dengan persentase 2,5 %, usia 26 – 30 tahun memiliki frekuensi yakni 4 responden dengan persentase 5,0 %, sedangkan responden dengan usia 31-35 tahun memiliki frekuensi 7 responden dengan persentase 8,8 %, sedangkan responden dengan usia 36-40 tahun memiliki frekuensi 8 dengan persentase 10,0 % dan responden yang berusia 41-50 memiliki frekuensi 59 responden dengan persentase 73,8%. Hal ini menunjukkan bahwa responden yang berusia 41-50 tahun di lingkungan tersebut lebih banyak dari responden lainnya berdasarkan lama tinggalnya dilingkungan tersebut sehingga memunculkan pemahaman yang berbeda-beda terhadap penerapan pola pengasuhan di lingkungan tersebut.

No. Usia Frekuensi (F) Persentase (%)

1 20-25 Tahun 2 2,5

2 26-30 Tahun 4 5,0

3 31-35 Tahun 7 8,8

4 36-40 Tahun 8 10,0

5 41-50 Tahun 49 73,8


(66)

4.2.1.2 Komposisi Responden Berdasarkan Pekerjaan Tabel 4.4

Komposisi Responden Berdasarkan Pekerjaan No. Pekerjaan Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Pegawai negeri sipil 1 1,3

2 Pegawai swasta 8 10,0

3 Wiraswasta 42 52,5

4 Ibu rumah tangga 29 36,3

5 Lainnya 0 0,0

Jumlah 80 100,0

Sumber : Data Penelitian Lapangan (Kuesioner) September 2011

Tabel 4.4 diatas menunjukkan bahwa dari penyebaran kuesioner yang dilakukan dilapangan responden memiliki pekerjaan yang bervariasi dan peneliti juga dapat memperoleh data yang lebih lengkap berdasarkan pekerjaan responden dari total keluarga yang tinggal di lingkungan tersebut. Dari hasil penelitian tersebut dapat dilihat responden dengan pekerjaan sebagai Pegawai Negeri Sipil memiliki frekuensi 1 responden dengan persentase 1,3 %, Pegawai Swasta memiliki frekuensi yakni 8 responden dengan persentase 10,0 %, sedangkan responden dengan pekerjaan sebagai Wiraswasta memiliki frekuensi 42 responden dengan persentase 52,5 %, sedangkan responden dengan pekerjaan sebagai Ibu rumah tangga memiliki frekuensi 29 responden dengan persentase 36,3 % . Hal ini menunjukkan bahwa responden yang memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta di lingkungan tersebut lebih banyak dari pekerjaan responden lainnya sehingga memunculkan pemahaman yang berbeda-beda terhadap penerapan pola pengasuhan di lingkungan tersebut.


(1)

1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Netral 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju

25. Saya dan anggota keluarga saya sudah menerapkan pola hidup sehat 1. Sangat setuju

2. Setuju 3. Netral 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju

26. Saya berpendapat bahwa menjaga kesehatan fisik dan jasmani diawali dengan menjaga kebersihan di lingkungan dan saya sudah menerapkannya.

1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Netral 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju

27. Saya sudah menerapkan pengetahuan tentang pentingnya menjaga kesehatan tubuh kepada anak-anak saya.

1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Netral 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju

Pola asuh akademik

28. Saya menganggap bahwa saya sudah memberikan pendidikan yang layak kepada anak-anak saya.

1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Netral 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju


(2)

29. Saya menggangap bahwa anak harus selalu dibimbing dalam mengerjakan tugas sekolah mereka, dan saya sudah menerapkannya.

1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Netral 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju

30. Ketika anak-anak saya menanyakan pelajaran yang tidak diketahuinya saya senantiasa akan membantu untuk menyelesaikannya.

1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Netral 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju

31. Saya berpendapat bahwa mengajarkan pengetahuan dasar kepada anak-anak dapat meningkatkan kepintaran pada anak dan saya sudah menerapkannya dengan memberikan pengetahuan dasar kepada anak di sela waktu senggang.

1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Netral 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju

Pola asuh ketaatan beragama

32. Saya menganggap bahwa pengetahuan agama yang saya ajarkan kepada anak saya sudah memenuhi kebutuhan tentang nilai agama.

1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Netral 4. Tidak setuju


(3)

33. Sebagai orangtua saya selalu mengingatkan kepada anak saya untuk selalu beribadah tepat pada waktunya karena hal itu merupakan kewajiban ebgai orangtua.

1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Netral 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju

34. Selalu membimbing anak dalam kegiatan beribadah merupakan kewajiban selaku orang tua. Maka dari itu saya selalu menemani dan membimbing anak saya dalam melaksanakan ibadah setiap harinya.

1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Netral 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju

35. Saya menganggap bahwa mengikuti kegiatan agama dapat meningkatkan ketaatan beragama. Oleh karena itu saya dan anak saya selalu mengikuti kegiatan agama yang ada di daerah tempat tinggal saya.

1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Netral 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju


(4)

DOKUMENTASI DILAPANGAN

Gambar 1


(5)

Gambar 3

Rumah warga yang padat yang berada di sepanjang aliran sungai

Gambar 4


(6)

Gambar 5

Sampah yang berserakan yang terlihat dibawah jembatan