Strategi Pembangunan Perkotaan dalam Mengatasi Pemukiman Kumuh di Kelurahan Aur Kota Medan

(1)

STRATEGI PEMBANGUNAN PERKOTAAN

DALAM MENGATASI PEMUKIMAN KUMUH

DI KELURAHAN AUR KOTA MEDAN

NAMA

: DIAN BUDIANA

NIM

: 090903008

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

Pembangunan adalah usaha yang dilakukan secara terus menerus untuk memperbaiki suatu keadaan menjadi lebih baik, pembangunan harus bisa dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat untuk mencapai hasil pembangunan yang maksimal. Kota Medan belum mencapai pada titik pembangunan yang merata tersebut, hal ini dapat dilihat dari segi pemukiman penduduk, masih ada terdapat pemukiman-pemukiman kumuh diantara rumah mewah. Pemukiman kumuh seiring berjalan waktu terus bertambah sejalan dengan arus urbanisasi. Pemukiman kumuh yang cenderung padat akan rawan terhadap bencana kebakaran, banjir akibat drainase yang tidak baik dan kepadatan rumah yang tinggi, seperti pada lingkungan III dan IV Kelurahan Aur. Hal ini perlu menjadi perhatian pemerintah agar kota menjadi tertata dengan rapi dan hak rakyat terpenuhi dengan baik, mengingat Kampung Aur teletak pada wilayah Urban. Berdasarkan pemaparan diatas maka peneliti mengambil judul Strategi Pembangunan Perkotaan dalam Mengatasi Pemukiman Kumuh di Kelurahan Aur Kota Medan.

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui strategi pemerintah dan masyarakat dalam mengatasi pemukiman kumuh di Kelurahan Aur, hambatan-hambatan yang dihadapi serta tanggapan masyarakat terhadap usaha pemerintah dalam mengatasi pemukiman kumuh di Kelurahan Aur Kota Medan.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, dengan lokasi penelitian di Kelurahan Aur lingkungan III dan IV, Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Dinas Perumahan dan Pemukiman dan Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota Medan.

Pemerintah memiliki strategi yang berlawanan dengan strategi yang dimiliki oleh masyarakat. Masyarakat yang cenderung ingin bertahan dengan kondisi pemukiman dikampung Aur, atau pergi dari pemukiman dengan syarat ganti rugi dari pemerintah, sedangkan pemerintah mendirikan rumah susun untuk masyarakat di Kampung Aur tersebut agar cagar budaya masyarakat Kampung Aur yang mayoritas adalah masyarakat suku minang tidak hilang dan tetap terjaga, namun karena tidak adanya respon yang baik maka alternative terakhir yang harus di ambil oleh pemerintah.

Tidak adanya kesinergisan antara harapan pemerintah dengan keinginan masyarakat, sehingga alternatif terakhir yang bisa dilakukan pemerintah adalah memberi kebebasan kepada masyarakat untuk tetap tinggal di Kampung Aur dengan syarat tinggal dirumah susun, atau pindah dari Kampung Aur tersebut dengan standar harga ganti rugi sesuai dengan kualitas rumah yang dimiliki masyarakat yang pada umumnya sangat sederhana.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta hidayahnya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan judul “Strategi Pembangunan Perkotaan dalam Mengatasi Pemukiman Kumuh di Kelurahan Aur Kota Medan”.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Administrasi Negara pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Selama penyusunan skripsi ini penulis banyak memperoleh petunjuk dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Zakaria selaku Pembantu Dekan 1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nst M.si Selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dra. Elita Dewi M.Sp selaku Sekretaris Jurusan Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Dra. Asimayanti Siahaan PhD selaku dosen pada Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas


(4)

Sumatera Utara yang telah banyak memberi bimbingan dan masukan kepada penulis dari mulai pengerjaan proposal sehingga skripsi ini selesai. 6. Bapak Drs Robinson Sembiring M.Si selaku dosen penguji.

7. Kak Dian Rahmayani Siregar selaku Staf bagian pendidikan yang telah banyak membatu penulis dalam mengurus surat penelitian.

8. Bapak Tondi Nasya Yusuf Nasution ST MT, selaku seksi Pembinaan Perumahan Formal dan Swadaya pada Dinas Perumahan dan Pemukiman Kota Medan.

9. Bapak John Elase dan Ibu Erika seksi Tata Letak dan Tata Bangunan pada Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota Medan

10.Bapak Hendra selaku Seksi di bidang Data Monitoring dan Evaluasi pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Medan.

11.Ibu Sandra selaku pegawai pada Sub Bagian Penyusunan Program Bappeda.\

12.Bapak Eben E.P SH selaku Sekretaris Lurah di Kelurahan Aur.

13.Bapak Ali Umar dan Yahdi Syabil Selaku Kepala Lingkungan III dan IV Kampung Aur Kelurahan Aur.

Kepada orang-orang yang istimewa dihati penulis yang telah memberi semangat, dan dukungan disaat penulis dalam keadaan sulit, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Malaikat yang selalu memberi kasih sayang yang tidak ada henti-hentinya kepada penulis, yaitu ayahanda Hasnan dan Ibunda Jawariah, tidak mampu penulis membalas semua yang telah kalian berikan,


(5)

Skripsi ini ananda dedikasikan buat ayahanda dan ibunda.you are

everything for me. Aku sangat cinta kalian. :’)

2. Kakak-kakak dan abang-abang yang selalu mencintai adik bungsunya ini, kalian bagian terpenting dalam hidup ku, yang telah melahirkan keponakan-keponakan yang membuat ku selalu rindu suasana

kampung halaman. :’)

3. Buat teman ku yang istimewa fatma dan sifra,gk akan bermakna kuliah ku tanpa kalian, buat vana juga, kalian orang-orang yang sangat berperan dalam dunia perkuliahan ku. 

4. Dua bidadari yang selalu menemani tidur ku,, emi dan icha kalian teman yang TOP, aku cinta kalian.. terimakasih telah memberi ku

support disaat ku rapuh. :’)

5. Tiga wanita yang selalu ada disaat aku menangis dan bahagia ona, nda, kiki, kalian punya tempat khusus dihati ku. tetap jaga persahabatan kita yang udah kita jaga dari SMA. Love You. ^____^

6. Buat Teman magangku Lino, Soni,Darwin, Seru, Fatma, Sifra, Mona, Bora, Agustina,Riris, dan eva.. makasi sayang atas kerjasamanya..  7. Buat semua teman AN09 yang TOP makasi atas kebersamaannya.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Abstraksi ... ii

Kata Pengantar ... iii

BAB I : PENDAHULUAN I,1. Latar Belakang Masalah ... 1

I.2. Fokus Masalah ... 10

I.3. Rumusan Masalah ... 11

I.4. Tujuan Penelitian ... 12

I.5. Manfaat Penelitian ... 12

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA II.1. Strategi ... 13

II.1.1. Manajemen Strategi ... 15

II.1.2. Pendekatan Dasar Mengenali Isu Strategis ... 16

II.1.3.Langkah-Langkah Proses Perencanaan Strategis ... 17

II.1.4.Tantangan Dalam Perencanaan Strategi ... 18

II.2. Pembangunan Perkotaan ... 19

II.2.1.Pengertian Pembangunan... 20

II.2.1.1. Alat Ukur Pembangunan ... 21

II.2.1.2. Tujuan Pembangunan Negara Berkembang ... 22


(7)

II.2.2.Pengertian Kota ... 25

II.2.2.1. Tantangan Pembangunan Perkotaan ... 27

II.2.2.2. Strategi Kebijakan Pembangunan Perkotaan ... 29

II.2.2.3. Penataan Ruang Kawasan Perkotaan ... 29

II.3. Pola Pemukiman ... 30

II.4. Asas-asas Pembangunan Perumahan dan Pemukiman ... 31

II.5. Masalah dan Tantangan dalam Pembangunan Pemukiman ... 32

II.6. Strategi Kebijakan Pembangunan Perumahan/Pemukiman ... 33

II.7. Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Sistem Pemukiman ... 34

II.8. Pemukiman Kumuh ... 35

II.8.1.Pengertian Pemukiman Kumuh ... 35

II.8.2.Kebijakan Kuratif Terhadap Pemukiman Kumuh ... 36

II.9. Defenisi Konsep ... 37

II.7. Sistematika Penulisan ... 39

BAB III METODE PENELIAN SOSIAL III.1. Bentuk Penelitian ... 40

III.2. Lokasi Penelitian ... 40

III.3. Informan Penelitian ... 41

III.4. Teknik pengumpulan Data ... 42


(8)

BAB IV: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

IV.1. Kondisi Geografis Kota Medan ... 45

IV.2. Kondisi Demografi Kota Medan ... 45

IV.3. Keadaan Sosial Kota Medan ... 46

IV.4. Gambaran Pemerintahan Kota Medan ... 47

IV.5. Gambaran Umum Bappeda Kota Medan ... 48

IV.5.1. Tugas Pokok dan fungsi Bappeda ... 48

IV.5.2. Struktur Organisasi ... 50

IV.5.3. Susunan Kepegawaian dan Perlengkapan ... 52

IV.6. Gambaran Umum Dinas (Perumkim) Kota Medan ... 53

IV.6.1. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Perumkim ... 53

IV.6.2. Struktur Organisasi Dinas Perumkim ... 55

IV.7. Gambaran Umum Dinas TRTBKota Medan ... 57

IV.7.1. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas TRTB ... 58

IV.7.2.Struktur Organisasi ... 60

IV.8.Gambaran Umum Kelurahan Aur ... 64

IV.8.1. Data Kependudukan Masyarakat di Kelurahan Aur ... 67

BAB V : PEMUKIMAN KUMUH SEBAGAI PRIORITAS PEMBANGUNAN PERKOTAAN YANG BERSIFAT JANGKA PANJANG V.1. Prioritas Pemerintahan ... 72


(9)

V.3. Visi dan Misi Perumahan dan Pemukiman Nasional ... 84 V.4. Dinas Perumahan dan Pemukiman Kota Medan ... 86 V.4.1. Visi dan Misi ... 86 V.4.2. Tantangan, Kendala dan Peluang Pengembangan Pelayanan Dinas

Perumkim ... 87 V.5. Strategi yang di Lakukan Pemerintah ... 93 V.6. Kurangnya Koordinasi Pemerintah ... 98 V.7. Permasalahan Pembangunan Lingkungan III dan IV Kelurahan Aur .... 101 V.8. Tingkat Ketidakpercayaan Masyarakat yang Tinggi ... 106 V.9. Faktor Kebiasaan Masyarakat ... 109 V.10. Studi Kasus Masyarakat Kampung Aur ... 112

BAB VI : SINERGITAS PEMERINTAH DAN MASYARAKAT SEBAGAI STRATEGI DALAM MENGURANGI PEMUKIMAN KUMUH DI KELURAHAN AUR

VI.1. Koordinasi yang tidak Efektif antara Pemerintah dan Masyarakat ... 115 VI.2. Kebijakan Rumah Susun demi Pembangunan Berkelanjutan ... 118 VI.3. Pengarahan Sumber Daya (Resource deployments) ... 120 VI.4. Strategi Masyarakat dalam Mengatasi Persoalan Pemukiman Kumuh .. 123 VI.5. Pemerintah yang kurang Kompetitif (Competitive advantage) ... 124 VI.6.Sinergitas Pemerintah dan Masyarakat ... 127

BAB VII : KESIMPULAN DAN SARAN

VII.1.Kesimpulan ... 131 VII.2.Saran ... 136


(10)

ABSTRAK

Pembangunan adalah usaha yang dilakukan secara terus menerus untuk memperbaiki suatu keadaan menjadi lebih baik, pembangunan harus bisa dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat untuk mencapai hasil pembangunan yang maksimal. Kota Medan belum mencapai pada titik pembangunan yang merata tersebut, hal ini dapat dilihat dari segi pemukiman penduduk, masih ada terdapat pemukiman-pemukiman kumuh diantara rumah mewah. Pemukiman kumuh seiring berjalan waktu terus bertambah sejalan dengan arus urbanisasi. Pemukiman kumuh yang cenderung padat akan rawan terhadap bencana kebakaran, banjir akibat drainase yang tidak baik dan kepadatan rumah yang tinggi, seperti pada lingkungan III dan IV Kelurahan Aur. Hal ini perlu menjadi perhatian pemerintah agar kota menjadi tertata dengan rapi dan hak rakyat terpenuhi dengan baik, mengingat Kampung Aur teletak pada wilayah Urban. Berdasarkan pemaparan diatas maka peneliti mengambil judul Strategi Pembangunan Perkotaan dalam Mengatasi Pemukiman Kumuh di Kelurahan Aur Kota Medan.

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui strategi pemerintah dan masyarakat dalam mengatasi pemukiman kumuh di Kelurahan Aur, hambatan-hambatan yang dihadapi serta tanggapan masyarakat terhadap usaha pemerintah dalam mengatasi pemukiman kumuh di Kelurahan Aur Kota Medan.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, dengan lokasi penelitian di Kelurahan Aur lingkungan III dan IV, Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Dinas Perumahan dan Pemukiman dan Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota Medan.

Pemerintah memiliki strategi yang berlawanan dengan strategi yang dimiliki oleh masyarakat. Masyarakat yang cenderung ingin bertahan dengan kondisi pemukiman dikampung Aur, atau pergi dari pemukiman dengan syarat ganti rugi dari pemerintah, sedangkan pemerintah mendirikan rumah susun untuk masyarakat di Kampung Aur tersebut agar cagar budaya masyarakat Kampung Aur yang mayoritas adalah masyarakat suku minang tidak hilang dan tetap terjaga, namun karena tidak adanya respon yang baik maka alternative terakhir yang harus di ambil oleh pemerintah.

Tidak adanya kesinergisan antara harapan pemerintah dengan keinginan masyarakat, sehingga alternatif terakhir yang bisa dilakukan pemerintah adalah memberi kebebasan kepada masyarakat untuk tetap tinggal di Kampung Aur dengan syarat tinggal dirumah susun, atau pindah dari Kampung Aur tersebut dengan standar harga ganti rugi sesuai dengan kualitas rumah yang dimiliki masyarakat yang pada umumnya sangat sederhana.


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Isu pembangunan adalah isu yang sangat sering dibahas diseluruh dunia terutama negara negara yang masih berkembang. Pembangunan adalah suatu proses bagi seluruh masyarakat untuk hidup kearah yang lebih baik, dimana melalui pembangunan, masyarakat dapat merasakan betapa besar pengaruh pembangunan tersebut bagi peningkatan kualitas kehidupan mereka tanpa terkecuali artinya pembangunan adalah suatu kesempatan terbaik bagi suatu negara atau pemerintah untuk mewujudkan mimpi masyarakat agar bisa hidup lebih layak dari sebelumnya. Namun kebanyakan pembangunan disetiap negara berkembang masih belum mencapai arti pembangunan yang sesungguhnya. Pembangunan pada negara berkembang hanya dirasakan oleh orang-orang tertentu dimana yang kaya makin kaya sedangkan yang miskin semakin terpuruk. (Arief Budiman, 1995:3)

Pembangunan yang sebenarnya tidak akan membiarkan masyarakat atau orang-orang yang tidak mampu menjadi lebih terpuruk. Karena hakikat pembangunan adalah menyeluruh dan merata untuk perbaikan suatu keadaan yang pada awalnya tidak baik menjadi lebih baik. Jadi masyarakat yang tidak mampu atau kurang beruntung adalah orang yang memiliki hak lebih dalam proses pembangunan, hak untuk dipikirkan dan diperhatikan oleh negara, perhatian yang lebih ini dimaksudkan agar tidak terjadi perbedaan yang tajam antara masyarakat yang tidak mampu dengan masyarakat yang sudah berkecukupan. Salah satu yang


(12)

paling menonjol dan paling dapat dilihat perbedaan tersebut adalah dari segi perumahan atau pemukiman masyarakat yang ada di perkotaan pada negara berkembang salah satunya Indonesia. Perkotaan di Indonesia dapat kita lihat perbedaan tajam antara masyarakat yang berkecukupan dengan masyarakat yang tidak mampu. dimana ada rumah yang megah bagi mereka yang berkecukupan dan rumah yang kecil dan usang bagi mereka yang yang tidak mampu, hal ini dapat di lihat di Ibu Kota Negara Indonesia yaitu Jakarta bahwa masih banyaknya pemukiman kumuh yang perlu di tangani, padahal begitu banyaknya rumah-rumah megah di pusat negara tersebut. (http://finance.detik.com, diakses pada 12 Oktober 2012)

Rumah adalah salah satu kebutuhan dasar manusia, tempat bermukim bagi sebuah keluarga, tempat berkumpul bagi anak dan orang tuanya, dan tempat bagi seorang anak untuk mendapatkan pendidikan pertama sebelum masuk kebangku sekolah dasar. Rumah memiliki arti penting dalam pengembangan kehidupan sehingga kualitas pemukiman menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas bangsa dimasa mendatang (Sri Mulyani Indrawati, 2005:50).

Masalah perumahan atau pemukiman merupakan isu yang sering dibicarakan baik di media televisi, jejaring sosial, dan surat kabar, permasalahan yang sering diangkat adalah pemukiman kumuh dan rumah liar tanpa surat izin.

Diperkirakan antara 30% hingga 50% warga kota di Asia tidak memiliki dokumen legal atas lahan yang mereka tinggali. Mayoritas warga yang tidak memiliki dokumen legal atas lahan tanah adalah mereka yang berpenghasilan rendah,sulit sekali bagi masyarakat tersebut untuk memperoleh hak atas lahan dan sering sekali lahan kota di kuasai oleh pemilik modal, sehingga masyarakat dengan


(13)

penghasilan rendah selalu tersingkir dan akibatnya krisis terhadap lahan pemukiman, hal ini diperburuk oleh tingkat perpindahan penduduk kekota yang terus menerus meningkat. (http://www.housing-the-urban-poor.net/ diakses pada 22 Oktober 2012).

Penduduk perkotaan di dunia diperkirakan tumbuh dari 3,5 miliar pada tahun 2010 sampai 6,2 miliar pada tahun 2050 atau dari sekitar 52% sampai 67% dari total populasi dunia. Sebanyak 94% dari pertumbuhan ini berada di negara berkembang. Kapasitas kota untuk menangani pertumbuhan penduduk ditantang oleh masalah struktural pembangunan yang rendah dan masalah kemiskinan. Kemiskinan ini menopang munculnya permukiman kumuh (UN-Habitat, 2012:12). Di masa akan datang, akan bertambah banyak kota kumuh. Akan bertambah 1 milyar orang yang akan tinggal di permukiman kumuh dan rumah di bawah standar. Hampir 3 milyar penghuni kota membutuhkan akses terhadap lahan untuk permukiman, untuk tempat berlindung dan membutuhkan infrasruktur dasar dan pelayanan ditahun 2030. Artinya dibutuhkan 96.150 unit rumah yang membutuhkan lahan tanah yang akan di layani setiap harinya selama 25 tahun kedepan(UN-Habitat, 2011:15).

Pemukiman kumuh sulit untuk dielakkan dan sampai saat ini masih menjadi persoalan besar bagi perkotaan termasuk kota yang ada di Indonesia, persoalan ini terjadi karena perkembangan kota yang sangat cepat dan tidak diikuti dengan pembangunan yang tepat sehingga menyebabkan degradasi atau penurunan kualitas lingkungan. Pemerintah tentunya tidak bisa tinggal diam dengan kondisi seperti ini, perlu adanya langkah konkrit yang berkeadilan, tidak hanya melakukan penggusuran tanpa memberi solusi yang berarti bagi masyarakat


(14)

yang bermukim dipemukiman kumuh, karena hal itu sangat bertentangan dengan Konstitusi UUD 1945 dalam Pasal 28 H. Pertama, setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Kedua, setiap orang berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. Ketiga, setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. Keempat, setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun. (Tim Visimedia, 2007:28)

Sesuai dengan konstitusi tersebut, pemerintah memiliki tanggung jawab dalam mengelola kehidupan masyarakat terutama masyarakat kota yang masih membutuhkan perhatian dari pemerintah seperti mereka yang tinggal di pemukiman kumuh (slum area) yang bangunan dan lahan yang ditempati adalah lahan pribadi dengan bangunan yang tidak layak huni maka dalam memecahkan persoalan tersebut adalah menjadi kewajiban pemerintah dengan melakukan pendekatan kepada masyarakat secara langsung untuk mengetahui keinginan dari masyarakat itu sebenarnya. Karena pada dasarnya masyarakat yang tinggal dipemukiman kumuh adalah masyarakat yang memiliki pengasilan rendah selain itu juga ada alasan tertentu baginya sehingga ia memilih bertahan di pemukiman tersebut, oleh karena itu pemerintah harus melakukan pendekatan agar tidak salah dalam mengambil langkah dalam pelaksanaan kebijakan, karena sering kali pemikiran masyarakat dan pemerintah berbeda seperti misalnya kebijakan


(15)

penyediaan rumah bagi masyarakat seperti rumah susun, ada sebagian masyarakat menolak menerima karena rumah yang dibangun tidak sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat.

Penyediaan perumahan yang layak dan terjangkau tetap menjadi prioritas utama bagi semua pemerintah kota di dunia. Namun, konsep perumahan membutuhkan pemahaman baru yang secara efektif dan sinergis dalam mengatasi masalah yang mendesak mengenai pencegahan pemukiman kumuh, kesenjangan perkotaan, kesenjangan ekonomi dan pembangunan manusia, serta iklim perubahan. Pemukiman tidak lagi dianggap sekedar sebagai atap tempat berlindung bagi seseorang, perumahan saat ini memainkan peran penting dalam mencapai pembangunan berkelanjutan. Solusi yang dapat ditawarkan untuk membangun lingkungan yang berkelanjutan yaitu dengan efisiensi sumber daya dan energi, lingkungan, ekologi dan kesehatan keselamatan dan ketahanan terhadap bencana alam. kebijakan perumahan yang berkelanjutan harus terjangkau, berkeadilan sosial, semua itu memiliki kontribusi untuk membuat lingkungan perumahan yang sehat dan pembangunan kota yang berkelanjutan(UN-Habitat, 2011:1).

Kota tidak selalu memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat, akibatnya banyak penduduk yang melakukan urbanisasi menjadi penduduk kota yang miskin oleh keadaan kota yang tidak mampu memberikan apa yang mereka butuhkan. Pada akhirnya masyarakat miskin ini membentuk kehidupan sendiri dengan pemukiman seadanya dan lama kelamaan penduduk berkembangan semakin pesat dan didukung oleh ruang yang tidak mencukupi pada akhirnya tercipta pemukiman kumuh, hal inilah yang akan menimbulkan


(16)

berbagai masalah dimasa akan datang diantaranya yaitu Kondisi lingkungan yang tidak sehat dan akan mengancam jiwa mereka yang tinggal dipemukiman tersebut. 1. Ancaman dari bahaya lingkungan seperti longsor, banjir dan drainase yang

buruk.

2. Timbulkan kejahatan-kejahatan sosial.

3. Kota menjadi tidak terkontrol dan rawan terhadap konflik. 4. Munculnya perekonomian masyarakat yang illegal.

Bagi kota yang memiliki jumlah penduduk yang padat, bertambahnya penduduk tiap tahun jauh melampaui penyediaan kesempatan kerja didalam wilayahnya, dan kurangnya penyediaan lahan tempat bermukin serta mahalnya biaya kehidupan menyebabkan masyarakat banyak tinggal di pinggiran, seperti dipinggir rel kereta api, di pinggiran sungai dengan kondisi rumah yang memprihatinkan dan kualitas kesehatan yang sangat rendah sehingga dirasakan menambah berat tekanan permasalahan dikota-kota besar. Tekanan ekonomi dan

keterdesakan akan tempat tinggal bagi kaum pinggiran (slum area), hingga membentuk lingkungan permukiman kumuh. (UN-Habitat, 2012:5)

Secara teoritis, pelaku dalam pembangunan perumahan dan pemukiman dapat dibagi dalam tiga pihak, yaitu: pemerintah, swasta (pengembang), dan masyarakat. Ketiga pihak ini mempunyai tugas dan fungsinya sendiri-sendiri, serta mempunyai kepentingan masing-masing. Pada dasarnya tanggung jawab pemerintah, pengembang (swasta) dan masyarakat dalam bentuk kemitraan diarahkan untuk mengurangi kemiskinan dan melaksanakan pemerataan pendapatan dan kesejahteraan. Sedangkan segi empiris, pembangunan pemukiman


(17)

hanya terpola sebagai kelanjutan struktur kota lama atau usaha pembangunan secara partial, seperti program perbaikan kampung, peremajaan kota, atau pembangunan kawasan-kawasan perumahan. (Budiharjo, 1998:40)

Pemukiman kumuh tidak bisa dibiarkan terus menerus karena dapat menyebabkan penyakit sosial dan berbagai masalah lain. Seperti misalnya timbulnya penyakit karena lingkungan yang padat dan tidak memiliki akses pembuangan sampah dan kotoran yang layak, pemukiman kumuh sangat rentan terhadap berbagai virus dan dapat menurunkan tingkat kesehatan, sedangkan mereka yang tingal dipemukiman kumuh terdiri dari keluarga yang memiliki anak, anak tersebut adalah aset bangsa yang harus dijaga, hal ini menjadi kewajiban pemerintah untuk memberikan kemakmuran bagi masyarakat tersebut, seperti yang dikatakan oleh Abdurahman Wahid (Budiharjo,1998:24) yang menyatakan ada empat masalah pemukiman dipekotaan yaitu

pertama, karena daerah perkotaan merupakan titik rawan terbesar dalam dislokasi sosial, seperti terbukti dari meningkatnya kejahatan didalamnya. Diikuti oleh persoalan lingkungan yang tercemar serta cepatnya perubahan demografisnya yang semakin memusatnya penguasaan tanah pemukiman. Kedua, daerah perkotaan merupakan wilayah pemukiman yang sudah terjamah oleh perencanaan yang terperinci, ditujang oleh sarana keuangan dan organisasi yang memungkinkan pengembangan inisiatif. Ketiga, daerah perkotaan bagaimanapun juga akan merupakan daerah konsentrasi penduduk terbesar dikemudian hari, bila dibandingkan dengan daerah pedesaan. Hal ini akan memudarkan ikatan ikatan tradisional dipedesaan sebagai akibat perubahan mendasar dalam pola kehidupan didalamnya. Keempat, secara sosiologi dapat dikemukakan bahwa daerah perkotaan merupakan sumber pengembangan manusia atau sebaliknya sumber kemungkinan konflik massa, yang akan merubah seluruh hubungan antar lapisan masyarakat diperkotaan.

Permasalahan dalam penyediaan dan pembangunan perumahan di Indonesia meliputi, antara lain, perencanaan tata ruang yang belum antisipatif terhadap kebijaksanaan perumahan dan pemukiman, rendahnya keterjangkauan masyarakat membeli rumah, belum mantapnya koordinasi dan keterpaduan


(18)

pelaksanaan sektoral, belum kuatnya peran pemerintah daerah dalam pembangunan perumahan, belum memadainya pendanaan dan pembiayaan, sulitnya memperoleh tanah bagi pembangunan perumahan, belum mendukungnya peraturan perundang-undangan, serta belum efisiennya pembangunan perumahan.

Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah konkrit dari semua pihak yang

terlibat dalam pembangunan perumahan untuk mengatasi permasalahan

-permasalahan tersebut apabila ingin menyediakan perumahan bagi masyarakat secara efektif dan efisien serta berkelanjutan untuk mengatasi pemukiman yang tidak layak huni. (Utomo 2011:24).

Pemukiman Kumuh dapat di lihat di kota Medan, Medan merupakan kota terbesar ke tiga di Indonesia dan memiliki masalah dalam penataan ruang dan menyebabkan perkembangan pemukiman kumuh,pemukiman kumuh adalah permasalahan kota yang selalu berkembang dengan pesat. alasan pemerintah atas perkembangan permukiman kumuh ini tidak lain adalah masalah dana yang tidak memadai hal ini disampaikan oleh Tondi Nasha Yusuf Nasution selaku Kepala seksi Pembina Rumah Formal dan Swadaya Dinas Perumahan dan Pemukiman Kota Medan bahwa Penanganan sebenarnya sudah dilakukan. Bahkan, di seluruh kawasan sudah dilakukan penataan. Hanya, hal itu tidak sepenuhnya dilakukan karena terbatasnya anggaran. (http://www.waspada.co.id diakses pada 11 Oktober

2012).

Berdasarkan data Dinas Perumahan dan Pemukiman Kota Medan, kawasan kumuh terdapat di Kelurahan Tegalsari Mandala I dan II, Kelurahan Binjai Medan Denai, Kelurahan Bahari Medan Belawan, Kelurahan Aur Medan Maimun, Kampung Madras Kecamatan Medan Petisah. Pada umumnya kawasan


(19)

ini berada di bantaran sungai dan rel kereta api (http://www.waspada.co.id diakses

pada 11 Oktober 2012). Pemukiman kumuh didasari karena meningkatnya jumlah Rumah Tangga Miskin Kota, sehingga masyarakat tersebut, tidak mampu mendirikan perumahan yang layak, berdasarkan Kota Medan dalam Angka terjadinya peningkatan kemiskinan, menurut data Kota Medan dalam Angka, rumah tangga sasaran di Kota Medan pada tahun 2008 adalah 79.136 ribu. dari 345.127 Rumah Tangga. Kondisi ini perlu diperhatikan agar tidak terus menjadi peningkatan, dengan meningkatkan rumah tangga miskin maka kemampuan masyarakat untuk memiliki rumah semakin rendah, dan tentu saja hal ini berimbas kepada rona wajah kota dan menjadikan kota menjadi kumuh selain itu, menimbulkan berbagai pesoalan seperti premanisme, timbulnya penyakit karena kurangnya kebersihan, drainase tidak baik yang menyebabkan banjir.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Perumahan dan Pemukiman, Kelurahan Aur adalah salah satu kelurahan yang memiliki X lingkungan, diantaranya ada 4 lingkungan yang merupakan kawasan pemukiman kumuh, lingkungan tersebut yaitu lingkungan III, IV, VIII dan IX. Pemukiman kumuh di Kelurahan Aur menjadi perhatian bagi pemerintah karena kondisinya yang kumuh dan sangat padat. Pemukiman tersebut rawan sekali terhadap banjir akibat hujan dan drainase yang tidak baik, masyarakat menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan sampah dan sebagai sarana MCK. Usaha pemerintah seperti pembuatan rumah susun tidak mendapat tanggapan positif dari masyarakat tersebut.

Harus ada strategi pembangunan perkotaan yang baik demi kenyaman suatu kota yang besar seperti kota Medan. Strategi pembangunan perkotaan perlu


(20)

memiliki suatu kerangka strategi baik ditingkat lokal/daerah maupun ditingkat nasional. dalam kerangka ini pemerintah daerah dapat merancang strategi pembangunan perkotaannya, yang mengakomodir kondisi lokal dan variasi-variasi

yang diperlukan. Kerangka strategi pembangunan perkotaan daerah perlu serasi dan seimbang agar pembangunan menjadi terarah. Dengan penetapan dan pelaksanaan kebijakan nasional untuk menerapkan desentralisasi dan otonomi daerah maka strategi pembangunan perkotaan perlu terdesentralisasi untuk dapat mengakomodir kondisi dan aspirasi daerah dan lebih dapat menjadi landasan

-landasan program-program pembangunan daerah terutama untuk mengatasi

persoalan pemukiman kumuh yang sangat krusial yang ada dikota besar seperti di kota Medan. Dengan alasan dan pemaparan yang telah penulis sampaikan diatas maka penulis mengambil judul “Strategi Pembangunan Perkotaan dalam Mengatasi Pemukiman Kumuh di Kelurahan Aur Kota Medan

1.2. Fokus Masalah

Dalam Penelitian kualitatif ada yang disebut dengan batasan masalah, yang sering juga disebut fokus masalah, yang berisi pokok masalah yang masih bersifat umum. Pada penelitian kualitatif, penentuan fokus berdasarkan hasil studi pendahuluan, pengalaman, referensi dan disarankan oleh orang yang dipandang ahli. Fokus juga bisa berkembang saat dilapangan dalam penelitian kualitatif. Fokus masalah yang ingin diteliti dalam penelitian ini adalah mengetahui bagaimana strategi pembangunan perkotaan untuk mengatasi persoalan pemukiman kumuh yang ada di Kelurahan Aur, strategi ini berbicara tentang sosialisasi yang dilakukan pemerintah kepada masyarakat mengenai pemukiman


(21)

kumuh, strategi pemerintah untuk mengatasi pemukiman kumuh, pengetahuan masyarakat mengenai strategi pemerintah untuk mengatasi pemukiman kumuh dan melihat strategi masyarakat sendiri dalam mengatasi persoalan pemukiman yang mereka hadapi tersebut. Badan yang terkait dalam penelitian ini adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, selain badan ada terdapat Dinas yang terkait dalam penelitian ini yaitu dinas Perumahan dan Pemukiman serta dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan, dan Kelurahan Aur khusus pada lingkungan III dan IV.

I.3. Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan suatu pertanyaan yang akan dicari jawabannya melalui pengumpulan data. Berdasarkan pemaparan dari latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

1. Bagaimana strategi pembangunan perkotaan yang dapat dilakukan oleh

pemerintah dan masyarakat dalam mengatasi pemukiman kumuh di Kelurahan Aur?

2. Apakah usaha yang dilakukan pemerintah dalam menyelesaikan persoalan

pemukiman kumuh di Kelurahan Aur?

3. Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap usaha-usaha pemerintah


(22)

I.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui strategi pembagunan perkotaan yang dilakukan

pemerintah serta strategi masyarakat dalam mengatasi permukiman kumuh di Kelurahan Aur.

2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi pemerintah dalam

mengatasi permukiman kumuh di Kelurahan Aur.

3. Untuk mengetahui tanggapan masyarakat terhadap usaha-usaha

pemerintah dalam mengatasi pemukiman kumuh di kelurahan Aur

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis/akademis: penelitian ini diharapkan dapat memperkaya

khasanah kepustakaan Departemen Ilmu Administrasi Negara.

2. Secara praktis: hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat

sebagai berikut:

a. Bagi penulis : Sebagai masukan dan menambah pengetahuan berpikir

secara sistematis dan teoritis dalam memecahkan suatu permasalahan.

b. Bagi instansi: sebagai masukan/sumbangan pemikiran bagi pemerintah

daerah setempat khususnya bagi dinas perumahan dan pemukiman kota Medan untuk mampu mengurangi perumahan kumuh.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Strategi

Kata Strategi berasal dari bahasa Yunani yaitu strategia yang berarti seni atau ilmu menjadi seorang jendral. Jendral Yunani yang efektif perlu untuk memimpin tentara, menang perang dan memimpin wilayah, melindungi kota dari serbuan musuh, menghancurkan musuh. Setiap jenis tujuan memerlukan pemanfaatan sumber daya yang berbeda. Orang yunani mengetahui bahwa strategi lebih dari sekedar berperang dalam pertempuran, sejak zaman yunani kuno, konsep strategi sudah mempunyai komponen perencanaan dan pembuatan keputusan atau komponen tindakan (Stoner, 1996:267).

Strategi dapat dideskripsikan sebagai suatu cara dimana organisasi akan mencapai tujuan-tujuannya, sesuai dengan peluang dan ancaman lingkungan

eksternal organisasi (Jatmiko, 2004:4). Sedangkan menurut Tangkilisan (2003:20) Strategi merupakan suatu proses dimana misi dan tujuan dasar dari organisasi disusun dengan menggunakan sumber dayanya untuk mencapai tujuan tersebut. strategi berhubungan dengan masa depan, menyediakan kepada organisasi khususnya organisasi pemerintah jawaban-jawaban terhadap pertanyaan :

1. Peluang apa yang tersedia saat ini dan pada masa depan yang dapat

terlihat?

2. Tantangan apa yang dihadapi oleh pemerintah dalam menjalankan


(24)

3. Apa kekuatan yang dimiliki oleh pemerintah dalam menjalankan

tujuannya tersebut?.

4. Apa kelemahan-kelemahan yang harus di perbaharui?

Sementara itu menurut Hunger dan Wheelen (2003:3) Strategi mempunyai tiga karakteristik yang pertama Rare yaitu keputusan-keputusan strategis yang tidak biasa dan khusus, yang tidak dapat ditiru. Kedua Consequentil adalah keputusan-keputusan strategis yang memasukan sumber daya penting dan menuntut banyak komitmen. Ketiga, Directive adalah keputusan-keputusan strategis yang menetapkan keputusan yang dapat ditiru untuk keputusan-keputusan lain dan tindakan-tindakan di masa yang akan datang untuk organisasi secara keseluruhan.

Dalam strategi diperlukan pertimbangan-pertimbangan yang nantinya pertimbangan tersebut akan dijadikan landasan dalam pembuatan strategi dalam organisasi. Oleh karena itu menurut Hoffer dan Scheldel (dalam Tangkilisan, 2003:54) mengajukan empat komponen strategi yang perlu dipertimbangkan, yaitu:

1. Ruang Lingkup (Scope), yaitu ruang gerak interaksi antara organisasi atau institusi dengan lingkungan eksternalnya, baik masa kini maupun masa akan datang.

2. Pengarahan sumber daya (Resource deployments), yaitu pola pengarahan sumber daya dan kemampuan untuk mencapai tujuan atau sasaran organisasi atau instansi.

3. Keunggulan kompetitif (Competitive advantage),yaitu posisi unik yang dikembangkan institusi atau organisasi.


(25)

4. Sinergi, yaitu efek bersama dari pengerahan sumber daya atau keputusan seluruh komponen yang ada mampu bergerak secara terpadu dan efektif.

II.1.1. Manajemen Strategis

Menurut Stoner (1996:268) manajemen strategis merupakan proses manajemen yang mencakup penyertaan organisasi dalam membuat rencana strategis dan kemudian bertindak berdasarkan rencana tersebut. definisi lain dari manajemen strategi adalah proses pengambilan keputusan yang bersifat mendasar dan menyeluruh dan disertai penerapan cara melaksanakan yang dibuat oleh manajemen puncak dan diimplementasikan oleh seluruh jajaran didalam suatu organisasi untuk mencapai tujuannya.

Menurut Umar (1999:86) manajemen strategi adalah seni dan ilmu dalam hal pembuatan (formulating), penerapan (implementing) dan evaluasi (evaluating)

keputusan-keputusan strategi antar fungsi yang memungkinkan sebuah organisasi

mencapai tujuannya dimasa depan. Pembuatan (formulating) strategi adalah proses penyusunan langkah-langkah kedepan yang dimaksudkan untuk

membangun visi dan misi organisasi, menetapkan tujuan strategis dan keuangan organisasi , serta merancang strategi untuk mencapai tujuan tersebut dalam menyediakan customer value terbaik. Ada beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk pembuatan suatu strategi, yaitu sebagai berikut:

1. Identifikasi lingkungan yang akan dimasuki oleh organisasi pada masa

depan. Tentukan misi dari organisasi untuk mencapai visi yang dicita


(26)

2. Melakukan analisis lingkungan internal dan eksternal untuk mengukur

kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman yang akan dihadapi organisasi dalam menjalani misi dan meraih keunggulan bersaing

(competitive advantage).

3. Merumuskan faktor-faktor penting ukuran keberhasilan (key Succes

Factors) sesuai dengan perubahan lingkungan yang dihadapi.

Penerapan (implementing) Strategi adalah proses pelaksaan visi dan misi organisasi melalui strategi yang telah dirumuskan untuk pencapaian tujuan organisasi dengan memanfaatkan segala sumber daya yang ada. Evaluasi

(evaluating) adalah proses penilaian akan efektifitas strategi terhadap hasil yang diperoleh apakah sesuai dengan yang diharapkan atau tidak. Data yang diperoleh akan digunakan sebagai analisis situasi program dimasa mendatang. Dengan demikian, studi mengenai manajemen strategi menitik beratkan pada kegiatan untuk memantau dan mengevaluasi peluang dan kendala lingkungan, disamping memahami kekuatan dan kelemahan organisasi.

II.1.2. Pendekatan Dasar Mengenali Isu Strategis

Menurut Barry (dalam Bryson, 2005:66) ada tiga pendekatan dasar dalam mengenali isu strategis, Pertama, Pendekatan langsung (direct approach). Pendekatan langsung meliputi jalan lurus dari ulasan terhadap mandat, misi, dan SWOT (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) hingga identifikasi isu-isu strategis. Pendekatan langsung akan sangat baik jika tidak ada visi sebelumnya dan mengembangkan visi berdasarkan konsesus akan terlalu sulit. Kedua Pendekatan sasaran (goals approach) Organisasi harus menciptakan sasaran dan


(27)

tujuan bagi dirinya sendiri dan mengembangkan strategi untuk mencapainya. Pendekatan ini dapat bekerja jika ada kesepakatan yang agak luas dan mendalam tentang sasaran dan tujuan secara rinci dan spesifik untuk memandu pengembangan strategi. Kemudian isu-isu strategis menyangkut bagaimana yang terbaik untuk menerjemahkan sasaran dan tujuan itu menjadi tindakan. Ketiga, Visi Keberhasilan (Vision of Success) Organisasi dapat mengembangkan gambaran dirinya di masa depan sebagai organisasi berhasil memenuhi misinya. Isu strategis adalah tentang bagaimana organisasi harus beralih dari jalannya sekarang menuju bagaimana organisasi memandang dan berjalan sesuai dengan visinya. Pendekatan visi keberhasilan berguna jika organisasi kesulitan mengidentifikasikan isu-isu strategis secara langsung, jika tidak ada kesepakatan sasaran dan tujuannya yang terperinci dan spesifik serta akan kesulitan mengembangkan strategi, dan jika ada perubahan secara drastis.

II.1.3. Langkah-Langkah Proses Perencanaan Strategis

Menurut Gretzky (dalam Bryson 2005: 55) 8 langkah dalam proses perencaan strategi adalah yaitu, Pertama, memprakarsai dan menyepakati suatu proses perencanaan strategis dengan menegoisiasikan kesepakatan dengan orang-orang penting pembuat keputusan (decision makers) atau pembentuk opini (opinion leaders) internal dan mungkin eksternal tentang seluruh upaya perencanaan strategis dan langkah perencanaan yang terpenting. Kedua, mengidentifikasi mandat organisasi yaitu mandat

formal dan informal yang ditempatkan pada organisasi adalah “keharusan”

yang dihadapi organisasi. Ketiga, memperjelas misi dan nilai-nilai organisasi artinya menetapkan misi lebih dari sekedar mempertegas keberadaan organisasi. Memperjelas maksud dapat mengurangi banyak konflik yang tidak perlu dalam organisasi dan organisasi merencanakan jalan masa depan. Keempat, menilai lingkungan eksternal, peluang, dan ancaman yaitu tim perencanaan harus mengeksplorasikan lingkungan di luar organisasi untuk mengidentifikasikan peluang dan ancaman yang dihadapi organisasi. Kelima, menilai lingkungan internal, kekuatan, dan kelemahan. Untuk mengenali kekuatan dan kelemahan internal, organisasi dapat memantau sumber daya (inputs), strategi (process), dan kinerja (outputs). Keenam mengidentifikasi isu strategis yang dihadapi organisasi


(28)

artinya organisasi yang menanggapi isu strategis dihadapi dengan cara terbaik dan efektif maka organisasi dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Organisasi yang tidak menanggapi isu strategis dapat mengakibatkan adanya ancaman lenyap dari kelangsungan hidupnya. Isu strategis harus mengandung tiga unsur yang terdiri dari:

1. Isu disajikan dengan ringkas, harus dibingkai menjadi pertanyaan. 2. Faktor yang menyebabkan isu menjadi persoalan kebijakan yang

penting harus di daftar.

3. Tim perencana harus menegaskan konsekuensi kegagalan menghadapi isu. Langkah identifikasi isu strategis penting untuk kelangsungan, keberhasilan, dan kefektifan organisasi.

Langkah ketujuh, merumuskan strategi untuk mengelola isu-isu. Strategi didefinisikan sebagai pola tujuan, kebijakan, program, tindakan,alokasi sumber daya yang menegaskan bagaimana organisasi, apa yang dikerjakan organsasi, mengapa organisasi harus mengerjakan hal itu. Delapan, menciptakan visi organisai yang efektif bagi masa depan. Organisasi mengembangkan deskripsi mengenai bagaimana seharusnya organisasi itu sehingga berhasil mengimplementasikan strateginya dan mencapai seluruh potensinya.

II.1.4. Tantangan Dalam Perencanaan Strategis

Tantangan harus dikenali secara efektif jika perencanaan strategis bertujuan mengadakan perubahan penting dalam cara bagaimana organisasi berhubungan dengan lingkungan internal dan eksternalnya. Jika tantangan berhasil dihadapi, perencanaan strategis mungkin berhasil diimplementasikan. Tantangan itu adalah (Bryson, 2005: 227):

1. Masalah manusia adalah manajemen perhatian dan komitmen. Perhatian orang-orang kunci harus difokuskan kepada isu, keputusan, konflik, dan preferensi kebijakan di tempat kunci dalam proses dan hierarki organisasi. 2. Masalah proses adalah manajemen ide strategis menjadi good currency.

Kearifan yang tidak konvensional harus diubah menjadi kearifan yang konvensional.

3. Masalah struktural adalah manajemen hubungan bagian dan keseluruhan. Lingkungan internal dan eksternal harus menjadi kaitan yang menguntungkan.


(29)

II.2 Pembangunan Perkotaan

Kota pada umumnya berawal dari suatu pemukiman kecil, yang secara spasial mempunyai lokasi strategis bagi kegiatan perdagangan. Seiring dengan berjalannya waktu kota mengalami perkembangan sebagai akibat dari pertambahan penduduk, Kajian spasial atas komponen komponen kota yang meliputi komponen penduduk, aktivitas manusia dalam kaitannya dengan penggunaan tanah, ketersediaan prasarana kota dan intensitas manfaat ruang, pada akhirnya mengacu pada analisis interaksi internal antar bagian wilayah kota, dan struktur kota yang juga dipengaruhi oleh kondisi fisik wilayah, kekuatan ekonomi kota. Kelengkapan prasarana kota yang sebagian besar dibangun oleh pengelola kota (pemerintah) pada bagian-bagian wilayah kota, turut berperan dalam

penyebaran pemukiman dan penduduk kota, serta distribusi penduduk miskin dan daerah kumuh. Program-program pembangunan kota yang direncanakan dan

dilaksanakan oleh pemerintah, dengan dukungan pihak swasta yang membangun kompleks perumahan dan partisipasi masyarakat secara individual, dan pada akhirnya melahirkan dinamika pembangunan kota yang tidak sama antara satu bagian kota dengan bagian kota lainnya yang pada akhirnya dapat mengubah struktur kota (Koestor dkk, 2001:98).

Menurut Sri Mulyani Indrawati (2005:93) Pembangunan suatu kota adalah tanggung jawab daerah itu sendiri. Terutama dengan adanya keberagaman isu dan karakteristik kota baik ukurannya maupun laju pertumbuhannya, maka otoritas atau stakeholder lokal adalah yang lebih berkompeten untuk menyusun strategi dan melaksanakan program pembangunan kotanya. Hal tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah


(30)

yang menekankan pada desentralisasi dan otonomi daerah. Hal ini memberikan kesempatan kepada seluruh daerah untuk melakukan penyelenggaraan pembangunan perkotaan didaerahnya. Masing-masing daerah mempunyai

wewenang untuk merencanakan, melaksanakan dan mengawasi pembangunan didaerahnya.

II.2.1 Pengertian Pembangunan

Penggunaan kata pembangunan telah dipopulerkan oleh beberapa sarjana dan pembuat kebijakan di Amerika Serikat, dan diperkenalkan ke Eropa Barat dan Negara-negara dunia ketiga yang sedang berkembang. Pembangunan berasal dari

kata Development yang berarti pembangunan atau perkembangan dan perubahan sosial. Todaro dalam Arifin (2008:40)menyatakan bahwa pembangunan bukan hanya fenomena semata, namun pembangunan tersebut harus melampaui sisi materi dan keuangan dari kehidupan manusia. Dengan demikian pembangunan idealnya dipahami sebagai suatu proses yang berdimensi jamak, yang melibatkan masalah pengorganisasian dan peninjauan kembali keseluruhan sistem ekonomi dan sosial. Berdimensi jamak dalam hal ini artinya membahas komponen

-komponen ekonomi maupun non ekonomi. Todaro dalam Arifin (2008:6) mendefinisikan pembangunan merupakan suatu proses multidimensial yang meliputi perubahan-perubahan struktur sosial, sikap masyarakat, lembaga

-lembaga nasional, sekaligus peningkatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan kesenjangan dan pemberantasan kemiskinan. Menurut Todaro dalam Arifin (2008:7) Makna sebenarnya pembangunan itu adalah pemerataan jadi hakikatnya dibutuhkan cara yang baik agar pembangunan yang begitu pesatnya merata yang


(31)

berkelanjutan bagi seluruh lapisan masyarakat dengan menjunjung tinggi azas keadilan.

II.2.1.1 Alat Ukur Pembangunan

Menurut Arif Budiman(dalam skripsi Alex Candro Sidabutar, 2008: 20) dalam bukunya Teori Pembangunan Dunia Ketiga, diuraikan indikator-indikator

pembangunan. Indikator tersebut adalah:

1. Kekayaan Rata-Rata. Kemajuan ekonomi masyarakat biasanya ditandai

dengan pemerataan pendapatan. Berdasarkan hal tersebut kemajuan ekonomi menjadi hal yang signifikan dalam pembangunan.

2. Pemerataan Bangsa atau negara yang berhasil melakukan pembangunan

adalah mereka yang disamping tingginya produktifitas, penduduknya juga makmur juga sejahtera dan relatif merata.

3. Kualitas Kehidupan. Kualitas yang dimaksud adalah rata-rata harapan

hidup, rata-rata jumlah kematian bayi, dan rata-rata presentasi buta huruf. 4. Kerusakan Lingkungan. Pembangunan tidak akan jauh pengaruhnya

terhadap lingkungan sebagai objek yang sangat dekat dengan pembangunan.

5. Keadilan Sosial dan Kesinambungan. Adanya pembangunan yang


(32)

II.2.1.2 Tujuan Pembangunan Nasional Negara Berkembang

John Friedman dalam Sri Mulyani (2005:26) mengemukakan bahwa kota

-kota sangat berperan dalam pembangunan nasional. Di negara-negara berkembang

pada umumnya tujuan pembangunan nasional antara lain:

1. Peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pertumbuhan

produksi dengan laju yang lebih pesat dari pertumbuhan penduduk.

2. Peningkatan integrasi sosial melalui peningkatan partisipasi yang lebih

luas dan efektif dalam pembuatan keputusan publik yang menyangkut masyarakat.

3. Peningkatan integrasi keruangan (spatial integration) dengan menebarkan

proses pembangunan kesegenap kawasan di negara melalui sistem perkotaan yang seimbang.

Tujuan-tujuan tersebut akan bergeser urgensinya dan akan muncul tujuan

-tujuan baru dengan berjalannya waktu dan evolusi pembangunan nasional.

Pembangunan nasional terjadi dalam sistem perkotaan. Pembangunan akan bermula disuatu kawasan atau pemukiman tertentu dan dampaknya akan diteruskan serta dirasakan di kawasan perkotaan lainnya. struktur dan bentuk sistem perkotaan akan berbeda sesuai dengan fungsi yang dilaksanakan oleh subsistem-subsistem atau pusat pemukiman didalamnya. Misalnya sistem

perkotaan yang berfungsi utama pusat-pusat pemukiman adalah perdagangan akan

berbeda dengan yang fungsi utamanya adalah pemerintahan atau pelayanan sosial bagi masyarakat.

Sebagian besar kota di negara-negara yang sedang berkembang belum


(33)

dan sebagai pusat kegiatan-kegiatan sosial-ekonomi masih kurang memuaskan.

Kebutuhan masyarakat perkotaan sangat banyak jumlahnya dan beranekaragam, sedangkan kemampuan penyediaan fasilitas (prasarana dan sarana) dan pelayanan perkotaan yang diperlukan masih terbatas, sehingga ketidakseimbangan dan ketimpangan perkotaan akan menimbulkan permasalahan yang serius dan harus ditanggulangi secepatnya. Dengan permasalahan yang banyak pembangunan yang dilakukan haruslah pembangunan yang berkelanjutan.

II.2.1.3. Pembangunan Berkelanjutan

Banyak pemahaman yang keliru mengenai pembangunan berkelanjutan sehingga tidak sedikit visi pembangunan yang keliru atau tidak jelas formulasinya sehingga tidak jelas pula arah arah pembangunan yang dilaksanakan . perumusan visi pembangunan yang salah akan menyebabkan kesalahan dalam langkah

-langkah strategis yang akan diambil. Pembangunan berkelanjutan sering disalah artikan sebagai suatu bentuk pembangunan atau kegiatan yang terus berlanjut, susul menyusul antara program pembangunan yang satu dengan program pembangunan yang lain sampai waktu tertentu, sehingga hal ini mudah sekali untuk dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu apalagi dalam era otonomi

seperti saat ini.

Pengertian pembangunan berkelanjutan menurut Yunus (2005:141) adalah suatu pola pembangunan yang bertujuan untuk mencukupi atau memenuhi kebutuhan generasi penduduk masa kini tanpa membahayakan kemampuan generasi yang akan datang untuk mencukupi kebutuhannya. Hal yang paling mendasar untuk dipahami dalam mengaplikasikan konsep Sustainable


(34)

Development yaitu harus mampu menerjemahkan makna pernyataan meeting the needs of the present generation disatu sisi dan without jeopardizing the ability of the future generations to meet their own needs di sisi lain. United Nations Conference on Human Settlements dalam Yunus (2005:154) telah mencoba menjabarkan kedua ungkapan tersebut kedalam bahasa pembangunan yang lebih mudah dipahami dan diaplikasikan.

Hal-hal yang terkait dengan upaya pemenuhan generasi masa kini meliputi

tiga Yunus (2005:155) hal yang pertama kebutuhan ekonomi yang meliputi kemampuan mengakses semua sumber daya untuk dimanfaatkan dalam pencapaian kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi khususnya penduduk perkotaan yang miskin (the urban poor). Dalam aspek ekonomi ini yang diperhatikan adalah economic security yang dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat baik yang sehat maupun yang sakit, yang cacat maupun yang tidak cacat, yang menganggur ataupun tidak menganggur khususnya pada saat mereka tidak mampu lagi bekerja secara produktif. Kedua kebutuhan sosial, kultural dan kesehatan yang meliputi semua upaya pemenuhan kebutuhan tempat tinggal yang sehat, aman dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat dan dilengkapi oleh fasilitas pemukiman yang memadai. Persediaan air bersih yang cukup, jaringan sanitasi dan drainase yang baik, transportasi yang lancar dan pemeliharaan kesehatan yang cukup, pendidikan yang terjangkau serta program pengembangan anak-anak yang terarah dan terstruktur. Ketiga Kebutuhan politik terkait dengan

rasa bebas dalam mengeluarkan pendapat dan kesempatan yang sama dalam berpartisipasi dalam kancah politik baik lokal, regional maupun nasional.


(35)

Pemenuhan kebutuhan generasi sekarang tanpa mengancam kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya dapat dituangkan kedalam lima strategi, pertama terkait dengan pemanfaatan energi dan pemeliharaan kualitas udara, strategi ini menekankan pada penghematan energi baik untuk rumah tangga dan industri dengan tujuan menekan selama mungkin cadangan atau persediaan sehingga dapat dimanfaatkan oleh generasi mendatang. Kedua terkait dengan pemanfaatan lahan dan ruang terbuka hijau di kota, oleh karena sebagian besar pemanfaatan lahan didaerah perkotaan adalah untuk pemukiman maka tidak berlebihan kiranya memberikan perhatian terhadap kawasan ini. Penataan kawasan pemukiman secara internal baik pemukiman yang sudah terlanjur kumuh ataupun pemukiman yang berpotensi menjadi kumuh. Ketiga terkait dengan strategi dalam pemanfaatan air, bahan bangunan dan limbah. Keempat terkait dengan strategi kebijakan dibidang transportasi misalnya upaya mensosialisasikan pemanfaatan sarana trasnportasi bebas polusi seperti seperda. dan kelima strategi yang terkait dengan kesehatan,kenyamanan, ketentraman dan ketenangan hidup. Upaya untuk meningkatkan taraf hidup, pendidikan, penekanan tindak kriminal perbaikan dan penyediaan perumahan khusus bagi masyarakat miskin di perkotaan.

II.2.2 Pengertian Kota

Dalam Penggunaan kata Kota perlu dicermati karena dalam bahasa Indonesia dalam Sadyohutomo (2008:3), kata kota memiliki dua pengertian yang berbeda. pertama, kota dalam pengertian umum adalah suatu daerah terbangun yang didominasi jenis penggunaan tanah nonpertanian dengan jumlah penduduk


(36)

dan intensitas penggunaan ruang yang cukup tinggi. kedua kota dalam pengertian pemerintahan diartikan secara khusus, yaitu sebuah bentuk pemerintah daerah yang mayoritas wilayahnya merupakan daerah perkotaan.

Begitu pula kota menurut Dickinson dalam Raldi (2001:9) adalah suatu permukiman yang bangunan rumahnya rapat, dan penduduknya bernafkah bukan pertanian. Pengertian lain dari kota ialah dicirikan oleh adanya prasarana perkotaan bagi pemerintahan dan rumah sakit, sekolah, pasar, dan taman. Kehidupan masyarakat kota yang serba kompleks memerlukan dukungan prasarana kota yang memadai, agar seluruh aktifitas penduduk dapat berjalan dengan lancar dan sehat.

Menurut Sandy dalam Yunus (2005:43) Di Indonesia, diluar daerah khusus ibukota Jakarta, sebuah kota dari segi hukum dapat dikelompokkan menjadi empat golongan yaitu pertama Kotamadya, Kotamadya yaitu sebuah kota yang jelas batas hukum kewenangan pemerintah daerahnya. Mungkin sekali tidak seluruh wilayahnya merupakan wilayah yang terbangun, artinya sebagian wilayahnya masih merupakan daerah pedesaan dalam penggunaan lahannya seperti sawah, perkebunan, kolam ikan atau hutan kotamadya adalah tingkat II.

kedua adalah Kotamadya Administratif yaitu sebuah kota yang tidak mempunyai dewan perwakilan rakyat, misalnya kota Batam. Ketiga kota administratif yaitu sebuah kota yang meskipun dipimpin oleh seorang walikota, tetapi masih tetap merupakan bagian dari sebuah daerah tingkat II. kota administratif tidak mempunyai dewan tetapi batas-batas wilayah hukum walikotanya jelas ditetapkan.

Keempat adalah kota itu sendiri. Kota, seperti layaknya kabupaten, keberadaannya hanya ditandai oleh bagian-bagiannya yang sudah dibangun namun kewenangan


(37)

hukum pemerintah daerahnya tidak terbatas pada daerah terbangun saja tetapi termasuk wilayah yang belum terbangun yang berada dalam batas-batas wilayah

yang sudah ditetapkan.

II.2.2.1 Tantangan Pembangunan Perkotaan

Menurut Sri Mulyani Indrawati (2005:13) Tantangan pokok yang dihadapi dalam pembangunan perkotaan nasional yaitu, (1) permasalahan penyediaan lapangan pekerjaan, diperkotaan sangat tinggi arus urbanisasi yaitu perpindahan penduduk dari desa ke kota, dalam hal ini kota dijadikan sasaran empuk bagi masyarakat untuk mencari pekerjaan, namun tidak dapat dipungkiri banyak masyarakat desa yang datang ke kota gagal dan menjadi pengangguran, hal ini akibat dari tidak seimbangnya antara penduduk kota dengan lapangan pekerjaan yang tersedia, (2) Penyediaan lingkungan perumahan, prasarana dan sarana perkotaan, serta pelayanan dasar, (3) Peningkatan kualitas lingkungan hidup diperkotaan,(4) penyerasian antar golongan dan penyelesaian masalah sosial lainnya, (5)Peningkatan kesadaran budaya, (6) Peningkatan keamanan dan ketertiban kota, (7) Pengendalian pengembangan sistem perkotaan dan kota-kota

baru, (8) Pengendalian dan pencegahan urban sprawl. (9) Penanganan masalah pedesaan, pinggiran kota, hubungan antar kota dan desa-kota, (10) Peningkatan

kapasitas, kelembangaan, pembiayaan dan pengelolaan kota dalam meningkatkan pelayanan masyarakat. (11) Peningkatan kinerja kota dalam menjalankan peran sebagai motor pendorong pembangunan wilayah dan pelayanan wilayah pengaruhnya.


(38)

Kesebelas butir tersebut merupakan tantangan dasar dalam pengembangan perkotaan, seiring dengan upaya mengatasi isu-isu dan permasalahan yang

dihadapi kota-kota itu sendiri.

Menurut Raharjo (2006:187) Secara umum masalah perkotaan dapat dibagi dalam beberapa kelompok yaitu:

1. Keadaan lingkungan fisik perkotaan yang kurang memadai antara lain laju

pertumbuhan perkotaan yang cepat dan tidak berencana, perilaku para pendatang baru yang masih belum menyelesaikan dengan tata kehidupan kota, penciptaan lapangan kerja yang terbatas, kebutuhan akan perumahan yang terus meningkat, penggunaan ruang kota yang tidak efisien.

2. Perencanaan dan program pembangunan kota serta koordinasi

pelaksanaannya masih mengalami berbagai kelemahan.

3. Sarana penunjang yang tersedia seringkali belum dimanfaatkan

sepenuhnya. Misalnya keahlian dan keterampilan yang berada diperuruan tinggi.

4. Partisipasi masyarakat dari lapisan atas sampai lapisan bawah untuk

menunjang pembangunan kota belum dikembangkan secara luas.

5. Norma-norma tata tertib pergaulan sosial, tertib hukum dan tertib

kemasyarakatan ternyata sering kurang efektif disebabkan karena kondisi sosial dan ekonomi yang rendah dari sebagian penghuni kota dan terdapat pihak-pihak yang sengaja mengabaikan peraturan-peraturan yang berlaku


(39)

II.2.2.2. Strategi Kebijakan Pembangunan Kawasan Perkotaan

Untuk menghadapi masalah dan tantangan dalam pembangunan kawasan perkotaan, strategi kebijakan yang harus dilakukan adalah (Raharjo,2010:148):

1. Meningkatkan kemampuan pengelolaan perkotaan, khususnya dibidang

pembiayaan, pembangunan kota, pelayanan prasarana dan sarana umum, pelayanan sosial (pendidikan, kesehatan, perumahan), dan pengelolaan tata ruang dan pertanahan.

2. Meningkatkan penanganan masalah sosial kemasyarakatan khususnya

kejahatan perkotaan, tenaga kerja dan kemiskinan.

3. Meningkatkan kerja sama investasi dan pengelolaan prasarana dan sarana

umum antara pemerintah kota dan swasta.

4. Meningkatkan dan mengembangkan fungsi kota sebagai pusat

pemerintahan, pusat pertumbuhan dan pusat pelayanan.

II.2.2.3. Penataan Ruang Kawasan Perkotaan

Menurut Raharjo (2010:149) Penataan ruang kawasan perkotaan diarahkan

pertama untuk mencapai tata ruang yang optimal, serasi, selaras dan seimbang dalam pengembangan hidup manusia, kedua meningkatkan fungsi kawasan perkotaan secara serasi dan seimbang antara perkembangan lingkungan dan nilai kehidupan masyarakat, ketiga mengatur pemanfaatan ruang kawasan perkotaan guna meningkatkan kemakmuran rakyat dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan alam dan lingkungan sosial.

Pada kawasan perkotaan diarahkan perkembangannya untuk berbagai kegiatan perkotaan meliputi pemukiman perkotaan, sarana dan prasarana


(40)

pemukiman (fasilitas sosial dan fasilitas umum), infrastruktur (jaringan jalan dan angkutan,air minum, drainase, air limbah, persampahan, listrik dan telekomunikasi, kawasan fungsional perkotaan.

II.3 Pola Pemukiman

Permukiman yang menempati area paling luas dalam pemanfaatan ruang kota mengalami perkembangan yang selaras dengan perkembangan penduduk dan mempunyai pola-pola tertentu yang menciptakan bentuk dan struktur suatu kota

yang berbeda dengan kota lainnya. Intensitas penggunaan tanah di daerah pusat kota yang tinggi dan mengakibatkan naiknya nilai harga tanah, sementara jumlah penduduk kota bertambah terus dan memerlukan tempat hunian yang pada gilirannya memaksa penduduk kota memilih alternatif mendirikan perumahan kearah pinggiran kota. ( Koestor dkk 2001: 41).

Menurut Koestor dkk (2001: 42) Ada tiga pola pemukiman penduduk dalam hubungannya dengan bentang alamnya, pertama; Pola Pemukiman Memanjang (Linear). Pola pemukiman memanjang memiliki ciri pemukiman berupa deretan memanjang karena mengikuti jalan, sungai, rel kereta api atau pantai. Dalam Pola ini terdapat empat bagian yaitu (a) Mengikuti Jalan; Pada daerah ini pemukiman berada di sebelah kanan kiri jalan. Umumnya pola pemukiman seperti ini banyak terdapat di dataran rendah yang morfologinya landai sehingga memudahkan pembangunan jalan-jalan di pemukiman. Namun pola ini sebenarnya terbentuk secara alami untuk mendekati sarana transportasi. (b) Mengikuti rel kereta api; Pada daerah ini pemukiman berada di sebelah kanan kiri rel kereta api. Umumnya pola pemukiman seperti ini banyak terdapat di daerah perkotaan terutama di DKI Jakarta dan atau daerah padat penduduknya yang dilalui rel kereta api seperti di kota Medan. (c) Mengikuti Alur Sungai; Pada daerah ini pemukiman terbentuk memanjang mengikuti aliran sungai. Biasanya pola pemukiman ini terdapat di daerah pedalaman yang memiliki sungai-sungai besar. Sungai-sungai tersebut memiliki fungsi yang sangat penting bagi kehidupan penduduk. (d) Mengikuti Garis Pantai; Daerah pantai pada umumnya merupakan pemukiman penduduk yang bermata pencaharian nelayan. Pada daerah ini pemukiman terbentuk memanjang mengikuti garis pantai. Hal itu untuk memudahkan penduduk dalam melakukan kegiatan ekonomi yaitu mencari ikan ke laut. Kedua


(41)

Pola Pemukiman Terpusat dimana Pola pemukiman ini mengelompok membentuk unit-unit yang kecil dan menyebar, umumnya terdapat di daerah pegunungan atau daerah dataran tinggi yang berelief kasar, dan terkadang daerahnya terisolir. Di daerah pegunungan pola pemukiman memusat mengitari mata air dan tanah yang subur. Sedangkan daerah pertambangan di pedalaman pemukiman memusat mendekati lokasi pertambangan. Penduduk yang tinggal di pemukiman terpusat biasanya masih memiliki hubungan kekerabatan dan hubungan dalam pekerjaan. Pola pemukiman ini sengaja dibuat untuk mempermudah komunikasi antarkeluarga atau antarteman bekerja. Ketiga; Pola Pemukiman Tersebar dimana pola pemukiman ini terdapat di daerah dataran tinggi atau daerah gunung api dan daerah-daerah yang kurang subur. Pada daerah dataran tinggi atau daerah gunung api penduduk akan mendirikan pemukiman secara tersebar karena mencari daerah yang tidak terjal, morfologinya rata dan relatif aman. Sedangkan pada daerah kapur pemukiman penduduk akan tersebar mencari daerah yang memiliki kondisi air yang baik. Mata pencaharian penduduk pada pola pemukiman ini sebagian besar dalam bidang pertanian, ladang, perkebunan dan peternakan.

II.4. Asas-asas Pembangunan Perumahan dan Pemukiman

Alvi Syahrin (2003:106) mengemukakan beberapa asas Pembangunan Perumahan dan Pemukiman yang terdiri dari:

1. Asas Demokrasi, artinya pembangunan perumahan dan pemukiman

harus memperhatikan pengelolaan sumber daya alam serta adanya pengakomodasian kekuasaan dan kewenangan dalam mengelola antara pusat dan daerah, transparan dalam pengambilan keputusan, meningkatkan partisipasi semua pihak yang terkait, tidak diskriminasi dalam pembuatan dan implementasi.

2. Asas Transparansi, artinya keterbukaan dalam proses pengambilan

keputusan membuka ruang bagi peningkatan partisipasi dan pengawasan publik dalam pengelolaan sumber daya alam dan pembangunan perumahan pemukiman, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi pemukiman, mulai dari perencaan, pelaksanan, pemantauan dan evaluasi.

3. Asas Koordinasi dan Keterpaduan antar sektor, artinya pengelolaan

pembangunan perumahan dan pemukiman dilakukan secara terintegrasi dengan saling memperhatikan kepentingan antar sektor, sehingga dapat dibina hubungan yang saling mendukung dan kerjasama yang menempatkan kepentingan pelestarian fungsi lingkungan dan keberlanjutan fungsi perumahan dan pemukiman diatas kepentingan masing-masing sektor.

4. Asas Efisiensi, artinya pemanfaatan sumber daya alam bagi

pembangunan perumahan dan pemukiman didasarkan pada pengelolaan secara bijaksana dan memperhatikan sifat dapat diperbaharui (renewable) dan tidak dapat diperbaharui (nonrenewable),


(42)

dengan selalu memperhitungkan keberlanjutan fungsi dan manfaat sumber daya alam bagi kepentingan geerasi kini dan mendatang.

5. Asas Desentralisasi, yaitu penyerahan wewenang tanggung jawab

pengelolaan perumahan dan pemukiman serta keterkaitannya dengan lingkungan hidup oleh pemerintah kepada daerah otonom, atau menteri kepada birokrasi dibawahnya, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan sesuai dengan karakteristik wilayah masing-masing daerah. 6. Asas Partisipasi Publik, artinya pengelolaan perumahan dan

pemukiman dalam kaitannya dengan kelestarian fungsi lingkungan, membuka kesempatan kepada masyarakat dan semua pihak yang terkait (Stakeholder), untuk mengambil bagian aktif dalam pengelolaan dan pemukiman serta pelestarian lingkungan, mulai dari kegiatan idnetifikasi dan inventarisasi, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pemantauan dan evaluasi.

7. Asas Pengawasan Publik, artinya mekanisme dan prosedur

pengawasan masyarakat dan semua pihak yang terkait (stakeholder)

dalam pengelolaan perumahan dan pemukiman serta pelestarian fungsi lingkungan, dengan mengambil bagian aktif dalam melakukan pengawasan yang efektif.

8. Asas Akuntabilitas Publik, artinya upaya yang harus direncanakan dan

dilaksanakan oleh pihak pengelola pembangunan perumahan dan pe mukiman serta pelestarian fungsi lingkungan, khususnya mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan publik dan kepentingan

masyarakat, sebagai bentuk pertanggungjawabannya kepada rakyat atas segala tindakan yang dilakukan dalam pengelolaan secara transparan.

9. Asas Informasi dan Persetujuan, artinya memberikan informasi yang

benar dan meminta persetujuan masyarakat dalam pembangunan perumahan dan pemukiman serta pelestarian fungsi lingkungan, dengan persetujuan tersebut didasarkan pada prinsip kebebasan dari pihak yang memberi persetujuan.

II.5. Masalah dan Tantangan dalam Pembangunan Pemukiman

Masalah utama dalam penyediaan sarana hunian, khususnya di pemukiman perkotaan adalah (Raharjo, 2010:139):

1. Tingginya kebutuhan akan tempat tinggal, tempat usaha dan tempat

memproduksi beserta prasarana dan sarana pendukungnya sedangkan lahan yang tersedia terbatas.


(43)

3. Belum optimalnya sistem penggalangan dana masyarakat sebagai sumber

pembiayaan pembangunan sarana hunian.

4. Belum mantapnya sistem penyediaan sarana hunian bagi masyarakat yang

berpendapatan rendah dan masyarakat miskin.

5. Masih rendahnya kualitas pelayanan prasarana dan sarana pemukiman

seperti air bersih, air limbah persampahan, drainase dan penanggulangan banjir, jaringan jalan, lalu lintas dan transportasi umum, pasar, sarana sosial dan jalur hijau.

II.6. Strategi Kebijakan Pembangunan Perumahan/Pemukiman

Untuk mencapai tujuan pembangunan pemukiman Raharjo (2005:141) memaparkan strategi kebijakan yang dapat dilakukan pertama, mengembangkan sistem penyediaan, pembangunan dan perbaikan sarana hunian yang layak, murah dan terjangkau oleh masyarakat khususnya masyarakat yang berpendapatan rendah. Kedua meningkatnya kemampuan pengelolaan pelayanan prasarana dan sarana pemukiman di kawasan perkotaan dan pedesaan. Ketiga mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan pedesaan agar tidak digunakan secara berlebihan. Keempat meningkatkan kerjasama investasi dan pengelolaan pelayanan prasarana dan sarana pemukiman antara pemerintah dan masyarakat.

II.7. Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Sistem Pemukiman

Langkah-langkah dalam melakukan pengendalian ini menurut Raharjo

(2010:141) dilakukan dengan dua tahapan yaitu tahap pemantauan dan tahap evaluasi, tahap pemantauan yaitu pemantauan terhadap pemanfaatan ruang sistem


(44)

pemukiman dimaksudkan sebagai identifikasi menyangkut beberapa hal yaitu

pertama klasifikasi sistem pemukiman yang ada dikabupaten/kota dihubungkan dengan pemanfaatan ruangnya, kedua identifikasi pertumbuhan sistem-sistem

pemukiman dan penyebaran diwilayah kabupaten/kota, ketiga konservasi lahan

-lahan produktif untuk pemanfaatan kawasan pemukiman, keempat ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk pemanfaatan ruang sistem pemukiman dan syarat

-syarat pengembangan/pembangunan sistem pemukimanyang tercantum di kabupaten/kota. Tahap evaluasi pertama evaluasi terhadap kecenderungan atau proporsi dominan sistem pemukiman dan apakah penyebarannya telah merata dalam wilayah kabupaten/kota, kedua mengevaluasi kompleksitas fasilitas penunjang sistem pemukiman dan apakah penyebarannya telah merata pada wilayah kabupaen/kota, ketiga mengevaluasi penggunaan ruang untuk pengembangan sistem pemukiman terhadap lahan-lahan produktif

dikabupaten/kota dan terakhir evaluasi tingkat ketersediaan kesesuaian lahan diperlukan kapling siap bangun dan lingkungan siap bangun sebagai pemanfaatan ruang untuk pengembangan sistem pemukiman dikabupaten/kota.

II.8. Pemukiman Kumuh

II.8.1. Pengertian Pemukiman Kumuh

Menurut Raharjo (2010:118) Kumuh atau slum adalah permukiman atau perumahan orang-orang miskin kota yang berpenduduk padat,terdapat dilorong

yang kotor dan merupakan bagian dari kota secara keseluruhan, juga biasa disebut dengan wilayah pencomberan (semraut).


(45)

Menurut Raharjo(2010:11) pengertian lingkungan permukiman kumuh secara umum diperkotaan yaitu:

a. Dari segi fisik : pada umumnya tanahnya sempit, pola penggunaan tanah

tidak teratur, prasarana yang tidak baik,pembuangan air limbah yang tidak baik sehingga mudah menimbulkan wabah penyakit,rumah yang dibuat pada umumnya semi permanen dan dalam kondisi yang mudah rusak.

b. Dari segi sosial: penduduk padat dengan area yang terbatas, tingkat

pendidikan dan kesehatan yang terbatas, sifat gotong royong relatif lebih kuat dibandingkan masyarakat kota lainnya.

c. Dari segi hukum: sebagian besar kawasan kumuh umumnya terbentuk

tanpa melalui prosedur perundang-undangan yang ada, hal ini disebabkan

langka dan mahalnya tanah perkotaan.

d. Dari segi ekonomi: mata pencarian yang heterogen, sector perekonomian

yang bersifat informal seperti : penarik becak, buruh pedagang kaki lima

II.8.2. Kebijakan Kuratif Terhadap Pemukiman Kumuh

Wacana pemukiman kumuh pada dasarnya menekankan pada kondisi bangunan dan lingkungan tempat tinggal bukan pada legalitas lahan dimana bangunan tersebut berada. Di Indonesia sebagai salah satu Negara berkembang sangat perlu adanya upaya kuratif. Berdasarkan pengalaman empiris Negara

-negara dunia, ada tiga macam proses terjadinya pemukiman kumuh menurut Drakakis-Smith dalam Yunus (2008:428) yaitu pertama densifikasi/pemadatan

bangunan yang tidak terkendali, kedua proses penuaan bangunan, ketiga proses inundasi. Dalam wacana kuratif untuk memperbaiki kondisi kekumuhan


(46)

pemukiman secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua tipe kebijakan spasial (Yunus,2008:428).

Pertama tipe kebijakan kuratif revolutif terhadap pemukiman kumuh, yang bertujuan untuk menghilangkan rona kekumuhan seluruhnya pada suatu blok pemukiman dan menggantinya pada sesuatu yang baru sama sekali. Apabila hal ini diterapkan pada kawasan yang sebenarnya tidak legal untuk pemukiman, atau dikenal dengan pemukiman liar dan kumuh akan menyisakan persoalan yang terkait dengan status lahan. Bagi pemukiman kumuh yang bertempat dilahan yang legal upaya kuratif yang bersifat revolutif tidak terkendala dengan masalah status lahan pemukiman. Pada umumnya, kebijakan kuratif revolutif tersebut berupa pembangunan blok rumah susun diatas lahan dimana pemukiman kumuh sebelumnya berada. Keberadaan rumah susun jelas akan memakan lahan yang jauh lebih sempit dari daerah yang ditempati oleh unit tempat tinggal yang jumlahnya sama, karena penempatan masing-masing unit dilakukan kearah

vertikal. Sedangkan sisa lahan digunakan untuk jalur penghijauan.

Kedua kebijakan kuratif evolutif terhadap pemukiman kumuh, dengan kebijakan ini, kebijakan spasial ditekankan pada upaya memperbaiki rona sebuah pemukiman, dengan cara yang bertahap. Kekumuhan yang ada tidak dapat seluruhnya dihilangkan dalam waktu singkat dari pemukiman yang ada, namun diharapkan akan menghilang sedikit demi sedikit, hal ini dapat dikarenakan oleh minimnya ketersediaan dana, kemungkinan timbulnya permasalahan sosio

-kultural apabila mengubah suatu keadaan secara tiba-tiba. Menurut Yunus yaitu

(2008 : 433) Kebijakan kuratif evolutif dapat dilakukan melalui dua kelompok diantaranya (1) kebijakan fisik, kebijakan untuk memperbaiki kondisi fisik dari


(47)

pemukiman tersebut (2) kebijakan non-fisik dengan cara melakukan

pemberdayaan kepada masyarakat untuk mampu mensejahterakan kehidupannya dari keadaan sebelumnya.

II.9 Defenisi Konsep

Adapun defenisi konsep yang penulis kemukakan dalam penelitian ini adalah: 1. Strategi : Strategi merupakan suatu proses dimana misi dan tujuan dasar

dari organisasi disusun dengan menggunakan sumber dayanya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam membuat strategi harus mampu menjawab apa yang menjadi peluang, kekuatan, kelemahan ancaman dari organisasi/pemerintah. strategi memiliki empat komponen yang perlu dipertimbangkan yaitu ruang lingkup, pengarahan sumber daya, keunggulan kompetitif dan sinergitas.

2. Pembangunan Perkotaan: suatu proses perubahan kota menuju kearah pembangunan yang merata dan berkelanjutan. Merata dalam arti dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat sedangkan berkelanjutan berarti pembangunan yang dilakukan pada saat ini tidak merusak atau membahayakan kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya.

3. Strategi Pembangunan Perkotaan : Suatu cara atau usaha yang dilakukan oleh pemerintah,masyarakat dan pihak swasta untuk melakukan perubahan kota menuju kearah pembangunan yang lebih baik dengan meningkatkan segenap daya dan upaya yang dimiliki dengan memfokuskan pada pembangunan berkelanjutan.


(48)

4. Permukiman kumuh : Permukiman atau perumahan orang-orang miskin

kota yang berpenduduk padat,terdapat dilorong yang kotor dan merupakan bagian dari kota secara keseluruhan. Pemukiman.

5. Strategi Pembangunan Perkotaan dalam Mengatasi Pemukiman Kumuh di

Keluraha Aur: Suatu proses dimana misi dan tujuan dasar dari organisasi pemerintah kota disusun dengan menggunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan kota yang telah ditetapkan dalam mengatasi pemukiman kumuh yang ada dikelurahan Aur, dengan memperhatikan beberapa asas pembangunan perumahan dan pemukiman didalamnya yang terdiri dari Asas Demokrasi, Asas Transparansi, Asas Koordinasi dan Keterpaduan antar Sektor, Asas Efisiensi, Asas Desentralisasi, Asas Partisipasi Publik, Asas Pengawasan Publik, Asas Akuntabilitas Publik serta Asas Informasi dan Persetujuan.


(49)

II.7 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang disusun dalam rangka memamparkan keseluruhan hasil penelitian ini secara singkat dapat diketahui sbb:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi teori-teori yang menguatkan penelitian, defenisi konsep dan sistematika penulisan

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data, serta teknik analisa data.

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian

BAB V PENYAJIAN DATA

Bab ini berisikan tentang data-data yang diperoleh selama penelitian

BAB VI ANALISA DATA

Bab ini berisikan tentang analisa data yang diperoleh melalui interpretasi data

BAB VII PENUTUP


(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1 Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Zuriah (2006:47), penelitian dengan menggunakan metode deskriptif adalah penelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta-fakta atau kejadian-kejadian secara akurat dan sistematif mengenai sifat-sifat populasi dan daerah tertentu. dalam penelitian deskriptif cenderung tidak perlu mencari atau menerangkan saling berhubungan dan menguji hipotesis.

Menurut Bogdan dan Taylor (Meleong, 2007:3) penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan terhadap manusia dalam kawasan sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya. Penelitian ini berupaya untuk melakukan deskripsi mengenai strategi pembangunan perkotaan dan masalah-masalah yang dihadapi oleh pihak-pihak yang terkait secara mendalam oleh karena itu penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif.

III.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Medan yang beralamat Jl. Kapten Maulana Lubis No. 2 Dinas Perumahan dan Permukiman (Perumkim) yang beralamat di Jalan Jendral Abdul Haris Nasution No 17 Medan Sumatera Utara. Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan


(1)

Dengan kondisi lingkungan pemukiman kumuh yang identik dengan penyebaran sampah dimana-mana yang mudah menimbulkan penyakit maka dibutuhkan kerjasama dengan dinas kebersihan untuk menangani persoalan kebersihan, melakukan sosialisasi dan pemungutan sampah secara rutin agar sampah tidak dibuang ditempat yang tidak semestinya. Dengan demikian walaupun lingkungan tersebut belum bisa diupayakan penanganan yang lebih matang maka penanganan dari hal terkecil telah dilakukan dengan begitu dapat mengurangi rona kekumuhan suatu pemukiman.

Banyak pihak yang terlibat untuk mengatasi pemukiman kumuh, pemukiman kumuh disebabkan faktor ketidakmampuan masyarakat dalam memiliki lahan dan ketidakmampuan masyarakat dalam membangun rumah yang layak, hal ini berpunca kepada kemiskinan. untuk itu perlu pemerintah perlu melakukan pertemuan dan pendekatan kepada masyarakat secara langsung maupun melalui ketua kepling untuk memberi pemahaman kepada masyarakat tentang setiap kebijakan yang telah dibuat dengan mengutamakan win win solution artinya disetiap kebijakan yang dibuat dan tidak mengesampingkan hak-hak masyarakat dan tidak pula menjadikan masalah dalam perencanaan pembangunan yang telah ditetapkan, Pemerintah perlu untuk melakukan pertemuan intens khusus untuk membicarakan pemukiman kumuh antar SKPD dan Badan yang terlibat, Melakukan perbaikan-perbaikan pemukiman secara bertahap sesuai dengan harapan masyarakat, Mengoptimalkan koordinasi dengan pihak kelurahan agar pihak kelurahan mengetahui apa yang harus dilakukan untuk mengatasi pemukiman kumuh. Lebih memperhatikan azas-azas pembangunan perumahan dan pemukiman agar semua pihak yang terlibat mengetahui hak,


(2)

kewajiban, tugas dan fungsi nya dalam pembangunan perumahan dan pemukiman di Kelurahan Aur.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita,Raharjo. 2006. Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan. Yokyakarta: Graha Ilmu.

________________. 2010. Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang. Yogyakarta: Graha Ilmu.

________________. 2010. Pembangunan Kota Optimum, efisien & Mandiri. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Arifin, Muhammad,Nasution. 2008. Perencanaan Pembangunan Daerah. Medan:FISIP USU Press.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Budiharjo, Eko. 1998. Sejumlah Masalah Pemukiman Kota. Bandung: PT. Alumni

Bungin, M. Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Hunger, David J dan Wheelen Thomas L. 2003. Manajemen Strategis. Yogyakarta: ANDI.

Indrawati, Sri, Mulyani. 2005. Pembangunan Kota Indonesia Dalam Abad 21

Konsep dan Pendekatan Pembangunan Perkotaan di Indonesia. Jakarta: Yayasan Sugijanto Soegijoko.

Jatmiko, RD.2004. Manajemen Strategik. Malang: UMM Press.

Keman, S. 2005. Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Pemukiman. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Surabaya: Universitas Airlangga


(4)

Koestoer, Raldi, Hendro.2001. DIMENSI KERUANGAN KOTA. Teori dan Kasus. Jakarta: UI Press.

M. Bryson, John. 2005. Perencanaan Strategis Bagi Organisasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Meleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Rangkuti, Freddy. 2001. Analisis SWOT. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.

Syahrin, Alvi. 2003. Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Pemukiman Berkelanjutan. Medan: Pustaka Bangsa Press Medan.

Singarimbun, Masri, Effendi, Sofian. 2006. Metode Penelitian Survey. Jakarta : LP3ES.

Sadyohutomo, Mulyono. 2008. Manajemen Kota dan Wilayah Realita dan Tantangan. Jakarta. Bumi Aksara.

Sidabutar, Alex Candro. 2008. Stategi Pembangunan Perumahan dan Pemukiman dalam Meminimalisir Pemukiman Kumuh di Kota Medan. Medan. Skripsi Mahasiswa USU S1.

Stoner, James, dkk. 1996. Manajemen. Jakarta: PT Prenhallindo.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suyanto., Bagong. 2005. Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta:Prenada.

Tangkilisan, Hesel Nogi S. 2003. Kebijakan Publik yang Membumi. Yogyakarta: Lukman Offset.


(5)

Tangkilisan, Hesel Nogi S. 2003. Strategi Keunggulan Pelayanan Publik Manajemen Sumber Daya Manusia Birokrasi Publik. Yogyakarta: Lukman Offset.

Umar, Husein. 1989. Riset Strategi Perusahaan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka. Yunus, Hadi Sabari. 2005. Manajemen kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

_______________.2008. Dinamika Wilayah PERI-URBAN Determinan Masa Depan Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Zuriah, Nurul. 2006. Metode Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta:Bumi Aksara.

Undang-Undang dan Peraturan Menteri

UU 1945 pasal 28 tentang Hak Asasi Manusia UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

Sumber Internet

http://www.housing-the-urban-poor.net/.perumahan bagi kaum miskin di kota-kota asia.diakses pada 22 Oktober 2012

http://jurnal-sdm.blogspot.com. 2009. Perumusan Definisi Konsep Strategi. Diakses pada 07 Okt 2012.

Irwansyah,Romi.2012. http://www.waspada.co.id. 145 Titik Pemukiman Kumuh di Kota Medan.diakses pada 14 November 2012.


(6)

UN-Habitat. http://www.unhabitat.org. 2012. Sustainable Housing for Sustainable Cities , A policy framework forShelter and Sustainable Human Settlements Development Division : UN-Habitat.

_________. http://www.unhabitat.org. 2011. Urban Word, Cities and land right : Un-Habitat

Waspada. 2012. http://www.waspada.co.id/. Proyek Infrastruktur Medan di

Kerjakan. Diakses pada14 september 2012.