Status Dan Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula Berdasarkan Gradien Salinitas Di Hutan Pantai Pulau Pandang, Batu Bara, Sumatera Utara

(1)

STATUS DAN KEANEKARAGAMAN FUNGI MIKORIZA

ARBUSKULA BERDASARKAN GRADIEN SALINITAS

DI HUTAN PANTAI PULAU PANDANG,

BATU BARA, SUMATERA UTARA

T E S I S

Oleh :

ADAWIYAH

077030001/BIO

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

STATUS DAN KEANEKARAGAMAN FUNGI MIKORIZA

ARBUSKULA BERDASARKAN GRADIEN SALINITAS

DI HUTAN PANTAI PULAU PANDANG,

BATU BARA, SUMATERA UTARA

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Magister Sains dalam Program Studi Biologi pada Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

ADAWIYAH

077030001/BIO

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

Judul Tesis : STATUS DAN KEANEKARAGAMAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA BERDASARKAN

GRADIEN SALINITAS DI HUTAN PANTAI PULAU PANDANG, BATU BARA, SUMATERA UTARA

Nama Mahasiswa : ADAWIYAH Nomor Pokok : 077030001 Program Studi : Biologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Delvian, SP. MP) (Prof. Dr. Dwi Suryanto, M. Sc) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

Prof. Dr. Dwi Suryanto, M. Sc Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M. Sc


(4)

Telah diuji pada

Tanggal: 08 September 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Delvian, SP. MP

Anggota : 1. Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc

2. Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS 3. Dr. Deni Elfiati, SP. MP


(5)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman dan jenis fungi mikoriza di hutan pantai berdasarkan gradien salinitas. Contoh tanah sebanyak 50 g diambil dari Pantai Pulau Pandang Kabupaten Batu Bara dari setiap petak ukur 20 x 5 m. Contoh tanah disaring dengan satu set saringan bertingkat dan spora yang didapat diidentifikasi. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa di lokasi penelitian terdapat 246 spora yang termasuk kedalam 3 genus mikoriza yaitu Glomus, Acaulospora dan Gigaspora. Jenis Glomus merupakan yang paling dominan dan terdapat pada setiap petak ukur. Kepadatan populasi spora makin meningkat sejalan dengan meningkatnya gradien salinitas. Hasil trapping dengan tanaman inang Pueraria javanica menunjukkan jumlah spora yang tinggi dibandingkan dengan spora yang diisolasi dari lapangan. Semua akar contoh tanaman terinfeksi fungi mikoriza. Fungi mikoriza mampu membentuk asosiasi dengan akar tanaman hutan pantai dengan persentase kolonisasi yang beragam, paling rendah dalam akar tanaman Ipomoea pescaprae (13%) dan yang paling tinggi (83,9%) dalam akar tanaman Terminalia catappa.


(6)

ABSTRACT

The objective of research was to know the mycorrhiza diversity in coastal forest based on salinity gradient. A 50 g of soil sample has been taken from the Pulau Pandang Beach, District of Batu Bara, from each plot of 20 x 5 m size. The soil sample was filtered through a set of gradient filter, and the spora found was then identified. The result of observation indicated that in location of research, there were 246 spores categorized into three genus of mycorrhizae; Glomus, Acaulospora and Gigaspora. Glomus was the most dominant type and found in each plot. The density of spora population increased with increased salinity gradient. The trapping result with host of Pueraria javanica indicated a high number of spora in comparison to the spora isolated from the site. All roots of plant sample have been infected by mycorrhiza fungi. The mycorrhizae fungi could form the association with roots of coastal forest plants of various colonization percentage, the lowest percentage was in plant roots of Ipomoea pescaprae (13%) and the highest percentage (83,9%) was in plant roots of Terminalia catappa.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ………. ABSTRACT ……….... KATA PENGANTAR ……….. RIWAYAT HIDUP ……….... DAFTAR ISI ……….... DAFTAR TABEL ………... DAFTAR GAMBAR ………...

i ii iii v vi viii xi DAFTAR LAMPIRAN …………..………...

BAB I. PENDAHULUAN ... 1.1 Latar Belakang ………... 1.2 Permasalahan ……….……….... 1.3 Tujuan Penelitian ………….……….... 1.4 Manfaat Penelitian ………...……….... BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 2.1 Fungi Mikoriza Arbuskula ...………... 2.2 Peranan Fungi Mikoriza …..………... 2.3 Distribusi dan Ekologi Fungi Mikoriza Arbuskula ... 2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Keberadaan FMA …………. 2.5 Fungi Mikoriza Arbuskula dalam Tanah Salin …………... BAB III. BAHAN DAN METODA ... 3.1 Tempat dan Waktu ……….. 3.2 Bahan dan Alat ………. 3.3 Pengambilan Contoh Tanah dan Akar ……... …………... 3.4 Ekstraksi dan Identifikasi Spora Fungi Mikoriza

Arbuskula ... 3.5 Kolonisasi FMA pada Akar Tanaman Sampel ……… 3.6 Pemerangkapan (Trapping culture) ………... 3.7 Pengamatan ……….………... BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 4.1 Salinitas Tanah dan Sifat Kimia Tanah ... 4.2 Kepadatan Spora …………....……… 4.3 Persentase Kolonisasi Akar …..………

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 5.1 Kesimpulan ……….……….... 5.2 Saran ………...

x 1 1 3 4 4 5 5 8 9 10 13 15 15 15 16 16 17 18 18 20 20 22 36 40 40 40


(8)

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Klasifikasi fungi mikoriza arbuskula ………...

Tingkat salinitas tanah pada lokasi penelitian ………

Hasil analisis sifat kimia contoh tanah dan kriterianya menurut

Pusat penelitian tanah (1983) dan BPP dalam Harjowigeno…..

Jumlah tipe spora berdasarkan tingkat salinitas tanah ..………

Jumlah spora dari lapangan ………...

Jumlah spora hasil pemerangkapan (trapping) ……….

Nilai frekuensi mutlak (FM-%) dan frekuensi relatif (FR-%) kehadiran suatu jenis fungi mikoriza pada setiap petak ukur di

lapangan

... Nilai frekuensi mutlak (FM-%) dan frekuensi relatife (FR-%)

Kehadiran suatu jenis fungi mikoriza pada hasil trapping ...

Karakteristik spora yang ditemukan dari lapangan …………..

Karakteristik spora yang ditemukan dari trapping …………...

Status fungi mikoriza pada akar tanaman hutan pantai Pulau Pandang ………....… 8 20 21 23 24 26 28 28 29 32 38


(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1

2

3

4

5

6

Penampang longitudinal akar yang terinfeksi fungi mikoriza (Brundrett et al., 1994)

Filogeni perkembangan dan taksonomi ordo

Glomeromycota (INVAM, 2009) ………... Kepadatan spora dari lapangan pada berbagai tingkat salinitas tanah ……… Kepadatan spora hasil trapping pada berbagai tingkat salinitas tanah ……… A. Penampang akar Buchanania arborescen, v (vesikula) B. Penampang akar Terminalia catappa, h (hifa) ………. Hubungan persentase kolonisasi mikoriza dengan tingkat salinitas tanah ………...

6

7

25

27

36


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 2

3

4

5

Skematis ekstraksi dan identifikasi spora fungi mikoriza.. Skematis kolonisasi fungi mikoriza pada akar tanaman sampel ………... Skematis teknis pembuatan kultur trapping fungi

mikoriza ………... Dokumentasi penelitian

Gambar 1. Tanaman Pueraria javanica dalam trapping fungi mikoriza ………... Gambar 2. Lokasi pengambilan sampel (tepi pantai Pulau Pandang) ... Gambar 3. Lokasi pengambilan sampel (dalam hutan pantai Pulau Pandang) ... Gambar 4. Peta lokasi penelitian pantai Pulau Pandang ... Kriteria persentase kolonisasi akar menurut Setiadi et al. (1992) ………..

45

6

49

48

49

49

50


(12)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirrahim

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini yang berjudul “Status dan keanekaragaman fungi mikoriza arbuskula berdasarkan gradien salinitas di hutan pantai Pulau Pandang, Batu

Bara, Sumatera Utara” dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Tesis ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Magister Biologi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

Selama pelaksanaan penelitian ini penulis telah banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Dr. Delvian, SP. MP selaku ketua komisi pembimbing dan Prof. Dr. Dwi Suryanto

selaku pembimbing II, sekaligus sebagai ketua Departemen Biologi, atas segala

bantuan, bimbingan dan arahan yang telah diberikan kepada penulis.

2. Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS sebagai penguji I serta Dr. Deni Elfiati,

SP. MP sebagai penguji II yang telah banyak memberikan arahan dan masukan


(13)

3. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melalui BAPPEDA yang telah memberikan

kesempatan dan bantuan finansial kepada penulis untuk mengikuti perkuliahan Sekolah Pascasarjana ini.

4. Drs. Sofyan Alwi, M.Hum selaku kepala sekolah SMA Harapan 1 Medan dan Ibnu Rusdi S.Pd. M.si yang telah memberikan dukungan dan motivasi bagi penulis.

5. Orang tuaku Hasan Mansyur dan Mahinun juga saudara kandungku serta seluruh

keluarga yang telah memberikan motivasi dan doa untuk menyelesaikan tesis ini.

6. Suamiku tercinta Ir. Ms. Birgantara dan anak-anakku tersayang yang memberikan

motivasi, doa dan mendampingi dengan sabar selama pendidikan demi

keberhasilan studi ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati menerima kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukannya. Akhir kata semoga bermanfaat bagi kita semua. Amin.


(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tg. Tiram pada tanggal 15 Januari 1969, sebagai

anak keempat dari tiga belas bersaudara, dari pasangan Hasan Mansyur dan Mahinun.

Tahun 1983 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri No. 5 Tg. Tiram tahun 1983, selanjutnya pada tahun 1986 menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri No. 1 Tg. Tiram. Tahun 1989 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA swasta UISU Medan.

Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Biologi, Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan UISU Medan, lulus pada tahun 1994. Kemudian penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke Program Magister (S-2) Biologi di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan, mulai tahun 2007 melalui Beasiswa Pemerintahan Propinsi Sumatera Utara.

Tahun 1992-1997 penulis bertugas sebagai guru bidang studi Biologi di SMA Taman Siswa Medan, pada tahun 1994-1997 bertugas sebagai guru bidang studi Biologi di SMA UISU Medan. Tahun 1997 penulis mengajar di SMA Swasta Harapan 1 Medan sampai sekarang sebagai guru bidang studi Biologi.


(15)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman dan jenis fungi mikoriza di hutan pantai berdasarkan gradien salinitas. Contoh tanah sebanyak 50 g diambil dari Pantai Pulau Pandang Kabupaten Batu Bara dari setiap petak ukur 20 x 5 m. Contoh tanah disaring dengan satu set saringan bertingkat dan spora yang didapat diidentifikasi. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa di lokasi penelitian terdapat 246 spora yang termasuk kedalam 3 genus mikoriza yaitu Glomus, Acaulospora dan Gigaspora. Jenis Glomus merupakan yang paling dominan dan terdapat pada setiap petak ukur. Kepadatan populasi spora makin meningkat sejalan dengan meningkatnya gradien salinitas. Hasil trapping dengan tanaman inang Pueraria javanica menunjukkan jumlah spora yang tinggi dibandingkan dengan spora yang diisolasi dari lapangan. Semua akar contoh tanaman terinfeksi fungi mikoriza. Fungi mikoriza mampu membentuk asosiasi dengan akar tanaman hutan pantai dengan persentase kolonisasi yang beragam, paling rendah dalam akar tanaman Ipomoea pescaprae (13%) dan yang paling tinggi (83,9%) dalam akar tanaman Terminalia catappa.


(16)

ABSTRACT

The objective of research was to know the mycorrhiza diversity in coastal forest based on salinity gradient. A 50 g of soil sample has been taken from the Pulau Pandang Beach, District of Batu Bara, from each plot of 20 x 5 m size. The soil sample was filtered through a set of gradient filter, and the spora found was then identified. The result of observation indicated that in location of research, there were 246 spores categorized into three genus of mycorrhizae; Glomus, Acaulospora and Gigaspora. Glomus was the most dominant type and found in each plot. The density of spora population increased with increased salinity gradient. The trapping result with host of Pueraria javanica indicated a high number of spora in comparison to the spora isolated from the site. All roots of plant sample have been infected by mycorrhiza fungi. The mycorrhizae fungi could form the association with roots of coastal forest plants of various colonization percentage, the lowest percentage was in plant roots of Ipomoea pescaprae (13%) and the highest percentage (83,9%) was in plant roots of Terminalia catappa.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mikoriza merupakan hubungan simbiosis mutualisme antara fungi dengan perakaran tanaman tingkat tinggi. Kehadiran fungi mikoriza arbuskula (FMA) penting bagi ketahanan suatu ekosistem, stabilitas tanaman dan pemeliharaan serta keragaman tumbuhan dan meningkatkan produktivitas tanaman (Moriera et al., 2007). Selain itu mikoriza membantu kerja perakaran tanaman, mikoriza juga mampu meningkatkan toleransi tanaman terhadap keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan seperti kekeringan dan salinitas (Brundrett et al., 1996; Delvian, 2003). Fungi mikoriza arbuskula merupakan salah satu jenis fungi tanah yang memiliki tingkat penyebaran tinggi, karena kemampuannya bersimbiosis dengan hampir 90% jenis tanaman. Fungi mikoriza pada umumnya dapat ditemukan pada spesies tanaman tingkat tinggi yang tumbuh pada berbagai tipe habitat dan iklim. Adapun penyebarannya bervariasi menurut iklim, lingkungan dan tipe penggunaan lahan (Setiadi, 2001).

Keberadaan fungi mikoriza di alam bersifat kosmopolitan, artinya fungi mikoriza hampir pasti ada dalam kondisi tanah apapun, seperti di hutan pantai yang berpasir fungi mikoriza masih dapat tumbuh. Tanah hutan pantai memiliki faktor pembatas yang berpengaruh terhadap keberadaan fungi mikoriza antara lain kondisi tanah yang memiliki kadar salinitas yang tinggi (Siradz et al., 2007).

Pada umumnya tanaman asli hutan pantai produktifitasnya sangat rendah. Hal ini disebabkan karena struktur akar tanaman yang dalam, rambut akarnya


(18)

sedikit sehingga kurang mampu dalam penyerapan zat hara. Kondisi lahan yang berpasir, temperatur permukaan yang tinggi dan hembusan angin yang kencang yang berakibat evapotranspirasi sangat tinggi juga sangat mempengaruhi. Daerah yang kondisi seperti ini peranan fungi mikoriza sangat diperlukan (Siradz et al., 2007).

Peranan fungi mikoriza pada lahan pasir pantai yaitu membantu dalam pembentukan agregat tanah. Hifa eksternal mikoriza dapat mengikat butiran pasir sehingga terbentuk agregat. Agregasi meningkat dengan meningkatnya perkembangan fungi mikoriza arbuskula, terutama terdapat pada daerah yang berdekatan dengan zona akar tanaman pionir (Siradz et al., 2007). Peranan mikoriza pada tanah salin antara lain membantu pertumbuhan tanaman dalam hal memperbaiki nutrisi tanaman dengan meningkatkan serapan hara terutama fosfor, sebagai pelindung hayati dan membantu meningkatkan resistensi tanaman terhadap kekeringan (Brundrett et al., 1996).

Meskipun telah diketahui bahwa peranan fungi mikoriza dalam pertumbuhan tanaman pada kondisi salin sangat penting, namun jenis-jenis fungi mikoriza asal tanah salin belum dipelajari secara lengkap. Hal ini ditunjukkan oleh kebanyakan penelitian pemanfaatan fungi mikoriza pada kondisi salin menggunakan fungi mikoriza yang berasal dari tanah tidak salin (Hirrel dan Gerdemann, 1980; Delvian, 2003). Pemanfaatan fungi mikoriza pada tanah salin merupakan alternatif lain dalam menanggulangi masalah rendahnya produktivitas tanaman pada tanah salin, disamping itu penggunaan fungi mikoriza ini tidak membutuhkkan biaya yang besar. Dengan melihat banyaknya manfaat yang dapat


(19)

diperoleh dan keterbatasan informasi tentang fungi mikoriza pada kondisi salin maka perlu adanya upaya untuk mengetahui keberadaan dan keanekaragaman fungi mikoriza arbuskula berdasarkan gradien salinitas.

1.2 Permasalahan

Status fungi mikoriza pada ekosistem hutan pantai kurang mendapatkan perhatian, padahal hasil penelitian menunjukkan fungi mikoriza dapat membantu pertumbuhan tanaman pada daerah pantai berpasir yang kondisi tanahnya salin (Al- Karaki, 2000; Ruiz-Lozano dn Azcon, 2000; Delvian 2003), Tanah yang bersalinitas tinggi merupakan faktor pembatas budidaya pertanian pada tanah salin karena cekaman salinitas dapat menghambat pertumbuhan hampir semua jenis tanaman.

Pemanfaatan mikoriza pada tanah salin sangat penting untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman pada ekosistem pantai, akan tetapi sampai saat ini belum ada isolat yang berasal dari tanah salin, maka perlu dilakukan upaya dan langkah awal mempelajari keanekaragaman mikoriza.

Informasi tentang status dan keanekaragaman fungi mikoriza pada hutan pantai sangat diperlukan sebagai bahan untuk menentukan langkah pengelolaan dan pemanfaatannya. Berdasarkan permasalahan tersebut perlu dilakukan penelitian mengenai keanekaragaman fungi mikoriza pada tanah salin di hutan pantai.


(20)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status dan keanekaragaman fungi mikoriza di hutan pantai Pulau Pandang dan hubungannya dengan tingkat salinitas tanah.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber informasi

mengenai status dan keanekaragaman jenis fungi mikoriza di hutan pantai, yang berguna untuk pengelolaan dan pemanfaatan selanjutnya.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fungi Mikoriza Arbuskula

Fungi mikoriza arbuskula merupakan suatu bentuk asosiasi antara jamur dengan akar tumbuhan tingkat tinggi, yang mencerminkan adanya interaksi fungsional yang saling menguntungkan antara suatu tumbuhan dengan satu atau lebih galur mikobion dalam ruang dan waktu. Fungi mikoriza termasuk golongan endomikoriza. Tipe fungi ini dicirikan oleh hifa yang intraseluler yaitu hifa yang menembus ke dalam korteks dari satu sel kesel yang lain (Manan, 1993). Diantara sel-sel terdapat hifa yang membelit atau struktur hifa yang bercabang-cabang yang

disebut arbuskula. Pembengkakan yang terbentuk pada hifa yang berbentuk oval disebut vesikula. Arbuskula merupakan tempat pertukaran metabolit antara jamur dan tanaman. Adanya arbuskula sangat penting untuk mengidentifikasi bahwa telah terjadi infeksi pada akar tanaman (Scannerini dan Bonfante-Fosolo, 1983 dalam Delvian, 2003), sedangkan vesikula merupakan organ penyimpan makanan

dan berfungsi sebagai propagul (organ reproduktif). Selanjutnya dikatakan bahwa seluruh endofit dan yang termasuk genus Gigaspora, Scutellospora, Glomus, Sclerocystis dan Acaulospora mampu membentuk arbuskula. Anatomi sederhana

dapat dilihat pada Gambar 1.


(22)

Gambar 1. Penampang longitudinal akar yang terinfeksi fungi mikoriza (Brundrett

et al., 1994)

Vesikula menurut Abbott dan Robson (1982), berbentuk globosa dan berasal dari menggelembungnya hifa internal dari fungi mikoriza. Vesikula ditemukan baik di dalam maupun di luar lapisan kortek parenkim. Tidak semua fungi mikoriza membentuk vesikula dalam akar inangnya, seperti Gigaspora dan Scutellospora. Banyak pendapat tentang fungsi dari vesikula ini, yaitu sebagai

organ reproduksi atau organ yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan makanan yang kemudian diangkut ke dalam sel (Delvian, 2003).


(23)

menembus dinding sel inang dan berkembang di dalam sel (Brundrett et al.,1996). Perkembangan dan taksonomi mikoriza dapat dilihat pada Gambar 2, sedangkan klasifikasi fungi mikoriza menurut INVAM (2009) dapat dilihat pada Tabel 1.

Gambar 2. Filogeni perkembangan dan taksonomi ordo Glomeromycota (INVAM,

2009)

Tabel 1. Klasifikasi fungi mikoriza arbuskula

Ordo Sub Ordo Famili Genus Glomeromycota Glomineae Glomaceae Glomus Acaulosporaceae Acaulosporae Entrophospora Archaeosporaceae Archaeospora Paraglomaceae Paraglomus Gigasporineae Gigasporaceae Gigaspora Scutellospora Sumber INVAM 2009


(24)

2.2 Peranan Fungi Mikoriza Arbuskula

Adanya fungi mikoriza sangat penting bagi ketersediaan unsur hara seperti P, Mg, K, Fe dan Mn untuk pertumbuhan tanaman. Hal ini terjadi melalui pembentukan hifa pada permukaan akar yang berfungsi sebagai perpanjangan akar terutama di daerah yang kondisinya miskin unsur hara, pH rendah dan kurang air. Akar tanaman bermikoriza ternyata meningkatkan penyerapan seng dan sulfur dari dalam tanah lebih cepat daripada tanaman yang tidak bermikoriza (Abbot dan Robson 1984). Manfaat fungi mikoriza ini secara nyata terlihat jika kondisi tanahnya miskin hara atau kondisi kering, sedangkan pada kondisi tanah yang subur peran fungi ini tidak begitu nyata (Setiadi, 2001; Lakitan, 2000).

Menurut Siradz et al., (2007), hampir semua tanaman asli lahan pantai terinfeksi oleh fungi mikoriza. Hubungan antara jumlah spora dengan pertumbuhan tanaman menunjukkan hubungan positif dalam hal menyerap unsur hara. Hubungan yang positif tersebut cukup memberikan indikasi yang jelas tentang peluang penggunaan fungi mikoriza untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman, membantu memperbaiki dan meningkatkan sifat-sifat struktur agregat tanah.

Menurut Marx (1982), akar tanaman yang terbungkus oleh fungi mikoriza menyebabkan akar tersebut terhindar dari serangan penyakit dan hama. Infeksi patogen terhambat, disamping itu fungi mikoriza menggunakan semua kelebihan dan eksudat akar lainnya, sehingga tercipta lingkungan yang tidak cocok bagi pertumbuhan patogen.


(25)

2.3 Distribusi dan Ekologi Fungi Mikoriza Arbuskula

Fungi mikoriza biasanya tersebar dengan berbagai cara. Penyebaran aktif miselia melalui tanah, setelah infeksi di akar hifa berkembang di daerah perakaran pada tanah dan terbentuk struktur fungi, diantaranya miselium eksternal akar merupakan organ yang sangat penting dalam menyerap unsur hara dan mentransferkan ke tanaman, sedangkan penyebaran pasif dapat dilakukan oleh beberapa hewan dan juga angin (Setiadi, 2001). Penyebaran fungi mikoriza melalui inokulasi agak berkurang pada tanah yang sudah bermikoriza, tetapi meningkat pada tanah yang tidak bermikoriza.

Perbedaan lokasi dan rizosfer menyebabkan perbedaan keanekaragaman spesies dan populasi fungi mikoriza, misalnya yang didominasi oleh fraksi lempung berdebu merupakan tanah yang baik bagi perkembangan Glomus (Baon, 1998), begitu juga dengan tanah mangrove yang bercirikan tanah berlumpur dan cenderung liat hanya Glomus sp. yang dapat hidup, sedangkan tanah yang berpasir genus Acaulospora dan Gigaspora ditemukan dalam jumlah yang tinggi. Sebaran kedua genus tersebut ternyata berkebalikan apabila ditinjau posisinya dari garis pantai. Kepadatan populasi Acaulospora meningkat sejalan dengan jarak dari garis pantai, artinya makin jauh dari garis pantai populasi Acaulospora makin tinggi. Kecenderungan sebaliknya diperlihatkan oleh Gigaspora yang makin jauh dari garis pantai populasinya semakin menurun (Siradz et al., 2007).

Menurut Moreira (2007), pada ekosistem hutan asli Acaulospora mempunyai keanekaragaman jenis yang paling tinggi, selain itu ditemukan juga


(26)

Glomus macrocarpum yang menunjukkan jumlah spora yang paling banyak,

sedangkan daerah yang dihutankan kembali jenis yang paling banyak adalah Glomus macrocarpum dan Archeospora gerdemanni. Jenis-jenis ini

menyesuaikan diri pada lingkungan dan menunjukkan toleransi yang tinggi dan adaptasi yang berbeda.

2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Keberadaan FMA

Keberadaan spora FMA dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan seperti :

1. Cahaya

Adanya naungan yang berlebihan terutama untuk tanaman yang senang cahaya dapat mengurangi infeksi akar dan produksi spora, selain itu respon tanaman terhadap fungi mikoriza akan berkurang. Hal ini disebabkan adanya hambatan pertumbuhan dan perkembangan internal hifa dalam akar yang berakibat terbatasnya perkembangan eksternal hifa pada rizosfer (Setiadi, 2001).

2. Suhu

Suhu berpengaruh terhadap infeksi yakni pada perkembangan spora, penetrasi hifa pada sel akar dan perkembangan pada korteks akar, selain itu suhu juga berpengaruh pada ketahanan dan simbiosis. Semakin tinggi suhu semakin besar terbentuknya kolonisasi dan meningkatnya produksi spora. Schenk dan Schroder (1974) menyatakan bahwa suhu terbaik untuk perkembangan arbuskula


(27)

yakni pada suhu 30oC tetapi untuk koloni miselia terbaik berada pada suhu 28–

34oC, sedangkan perkembangan bagi vesikula pada suhu 35oC.

3. Kandungan air tanah

Kandungan air tanah dapat berpengaruh baik secara langsung atau tidak langsung terhadap infeksi dan pertumbuhan fungi mikoriza. Pengaruh secara langsung tanaman bermikoriza dapat memperbaiki dan meningkatkan kapasitas serapan air. Sedangkan pengaruh tidak langsung karena adanya miselia eksternal menyebabkan fungi mikoriza efektif dalam mengagregasi butir-butir tanah, kemampuan tanah menyerap air meningkat. Penjenuhan air tanah yang lama berpotensi mengurangi pertumbuhan dan infeksi fungi mikoriza karena kondisi yang anaerob. Daniels dan Trappe (1980) menggunakan Glomus epigaeum dikecambahkan pada lempung berdebu pada berbagai kandungan air. Glomus epigaeum ternyata berkecambah paling baik pada kandungan air di antara

kapasitas lapang dan kandungan air jenuh.

4. pH Tanah

Fungi mikoriza pada umumnya lebih tahan terhadap perubahan pH tanah. Meskipun demikian adaptasi masing-masing spesies fungi mikoriza terhadap pH tanah berbeda-beda, karena pH tanah mempengaruhi perkecambahan, perkembangan dan peran mikoriza terhadap pertumbuhan tanaman (Maas dan Nieman, 1978).

pH optimum untuk perkembangan fungi mikoriza berbeda-beda tergantung pada adaptasi fungi mikoriza terhadap lingkungan. pH dapat


(28)

berpengaruh langsung terhadap aktivitas enzim yang berperan dalam perkecambahan spora fungi mikoriza. Misalnya Glomus mosseae biasanya pada tanah alkali dapat berkecambah dengan baik pada air atau pada soil extract agar pada pH 6-9. Spora Gigaspora coralloidea

dan Gigaspora heterogama dari jenis yang lebih tahan asam dapat berkecambah dengan baik pada pH 4-6. Glomus epigaeum perkecambahannya lebih baik pada pH 6-8.

5. Bahan organik

Bahan organik merupakan salah satu komponen dalam tanah yang penting disamping air dan udara. Jumlah spora FMA berhubungan erat dengan kandungan bahan organik dalam tanah. Jumlah maksimum spora ditemukan pada tanah-tanah yang mengandung bahan organik 1-2% sedangkan pada tanah-tanah berbahan organik kurang dari 0,5% kandungan spora sangat rendah (Pujianto, 2001).

6. Logam berat dan unsur lain

Adanya logam berat dalam larutan tanah dapat mempengaruhi perkembangan mikoriza. Beberapa spesies mikoriza arbuskular diketahui mampu beradaptasi dengan tanah yang tercemar seng (Zn), tetapi sebagian besar spesies mikoriza peka terhadap kandungan Zn yang tinggi. Pada beberapa penelitian lain diketahui pula strain-strain fungi mikoriza tertentu toleran terhadap kandungan Mn, Al, dan Na yang tinggi. (Janouskuva et al., 2006).


(29)

2.5 Fungi Mikoriza Arbuskula dalam Tanah Salin

Salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman

adalah salinitas tanah. Tanah bersalinitas tinggi biasanya banyak ditemukan di daerah mangrove dan hutan pantai. Pengaruh salinitas paling umum adalah terhambatnya pertumbuhan tanaman. Peningkatan konsentrasi garam dalam tanah menyebabkan terjadinya perubahan morfologi dan fisiologi tanaman dengan metabolisme yang abnormal akibat kandungan garam di jaringan tanaman, selain itu terjadi penurunan potensial osmotik tanah sehingga menyulitkan penyerapan air dan hara bagi tanaman, merusak kloroplas dan mengganggu proses fotosintesis yang akhirnya menekan pertumbuhan dan produksi tanaman (Khattak et al., 1991).

Kadar garam yang tinggi dalam larutan tanah di daerah perakaran tanaman menyebabkan tekanan osmotik yang tinggi dan berkurangnya ketersediaan unsur kalium bagi tanaman (Bernstein, 1981 dalam Delvian, 2003). Untuk mengetahui bagaimana pengaruh salinitas terhadap pembentukan fungi mikoriza perlu diketahui bagaimana pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan tanaman inang. Beberapa studi menyimpulkan bahwa pembentukan fungi mikoriza menurun dengan bertambahnya salinitas tanah. Peningkatan level salinitas tanah menyebabkan terjadinya penurunan pertumbuhan tajuk sehingga mengakibatkan penurunan area fotosintesis pada tanaman (Hirrel dan Gerderman, 1980 dalam Delvian, 2003).


(30)

Menurut Ruiz-Lozano dan Azcoon, (2000), dikemukakan bahwa fungi mikoriza seperti Glomus sp mampu hidup dan berkembang pada kondisi salinitas yang tinggi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa fungi mikoriza dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman yang ditanam pada habitat salin. Tanaman bawang merah yang diinokulasikan dengan fungi mikoriza dari spesies Glomus ternyata memiliki berat bulbus dan bobot kering bawang serta total serapan hara yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang tidak diinokulasikan baik pada tingkat salinitas rendah (-0,06 Mpa), sedang (-0,20 Mpa) dan tinggi (-0,4 Mpa). Namun demikian infeksi fungi mikoriza cenderung menurun secara linier dengan meningkatnya salinitas (Gusmeizal, 1997).


(31)

BAB III

BAHAN DAN METODA

3.1 Tempat dan Waktu

Pengambilan contoh tanah dan akar tanaman dilakukan di kawasan hutan pantai Pulau Pandang Kabupaten Batu Bara pada bulan Maret 2009. Ekstraksi dan identifikasi spora serta penghitungan kolonisasi fungi mikoriza pada akar tanaman contoh dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah dan Laboratorium Bioteknologi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

3.2 Bahan dan Alat

Dalam penelitian ini digunakan contoh tanah dan akar tanaman dari hutan pantai. Untuk ekstraksi dan identifikasi spora fungi mikoriza digunakan bahan berupa larutan glukosa 60%, larutan Melzers sebagai bahan pewarna spora dan larutan polyvinyl lacto glycerol (PVLG) sebagai bahan pengawet spora. Sedangkan untuk pewarnaan akar digunakan bahan-bahan kimia antara lain, yaitu KOH 10%, HCl 2%, larutan pewarna (Staining: gliserol, asam laktat dan trypan blue), dan aquades.

Alat-alat yang digunakan untuk pengambilan contoh tanah dan akar tanaman adalah kompas, tali plastik, cangkul, kantong plastik dan spidol serta kertas label, sedangkan peralatan untuk pengamatan di laboratorium adalah saringan 425 µm, 212 µm, 106 µm, dan 53 µm, tabung sentrifuse, cawan petri,


(32)

pinset spora, mikroskop binokuler, mikroskop cahaya, kaca preparat, dan kaca penutup.

3.3 Pengambilan Contoh Tanah dan Akar

Pengambilan contoh tanah dan akar tanaman menggunakan metoda jalur atas dasar gradien salinitas. Jalur dibuat sepanjang 120 m dengan lebar 5 m dari garis pantai menuju ke daratan. Jalur dibagi dalam 6 petak dengan ukuran panjang setiap petak 20 m dan lebar 5 m. Jumlah jalur yang dibuat sebanyak 3 jalur dengan jarak antar jalur sekitar 200 m. Pada masing-masing petak dalam jalur diambil contoh tanah sebanyak 600-700 g dari zona rizosfir, yaitu pada kedalaman 0-20 cm. Selain itu juga diambil 3 jenis anakan yang dominan pada setiap petak ukur untuk mempelajari kolonisasi fungi mikoriza pada setiap petak ukur. Dari contoh tanah yang diambil juga dilakukan analisis tingkat salinitas tanah dengan metoda daya hantar listrik.

3.4 Ekstraksi dan Identifikasi Spora Fungi Mikoriza Arbuskula

Ekstraksi spora fungi mikoriza dilakukan untuk memisahkan spora dari sampel tanah dan mengidentifikasinya yaitu dengan teknik tuang saring dari Pacioni (1992) dan dilanjutkan dengan sentrifuse (Brundrett et al., 1996). Prosedur kerja secara lengkap adalah sebagai berikut: tanah sebanyak 50 g dicampur dengan 200-300 ml liter air dan diaduk sampai butiran tanah hancur. Campuran tanah dan air tersebut disaring dalam 1 set saringan dengan ukuran 425 µm, 212 µm, 106 µm dan 53 µm secara berurutan dari atas ke bawah. Dari saringan atas disemprot dengan air untuk memudahkan bahan pada saringan


(33)

lolos. Partikel yang tertahan pada saringan terbawah dipindahkan ke dalam tabung sentrifuse lalu tambahkan larutan glukosa 60% yang diletakkan pada bagian bawah dari larutan tanah dengan menggunakan pipet. Tabung sentrifuse ditutup rapat dan disentrifugasi dengan kecepatan 2500 rpm selama 3 menit, kemudian larutan supernatan dituang ke dalam saringan 53 µm dan dicuci dengan air untuk menghilangkan glukosa yang tersisa dalam saringan lalu dituangkan ke dalam cawan petri dan kemudian diamati bawah mikroskop. Selanjutnya spora yang diperoleh dihitung jumlahnya, kemudian diletakkan dalam larutan pewarnaan Melzers dan pengawetan polyvinil lacto glyserol yang terpisah pada satu kaca

preparat. Spora tersebut dipecahkan secara hati-hati dengan menekan kaca penutup dengan menggunakan ujung lidi, adanya perubahan warna spora adalah salah satu indikator untuk menentukan jenis spora.

3.5 Kolonisasi FMA pada Akar Tanaman Sampel

Akar halus segar dengan diameter 0,5 mm dicuci dengan air mengalir sampai

bersih, lalu akar sampel direndam dalam larutan KOH 10% selama 24 jam. Kemudian larutan KOH dibuang dan akar dicuci dengan air lalu direndam dengan larutan HCl 2% selama 24 jam (Kormanik dan McGraw, 1982). Selanjutnya akar sampel direndam dalam larutan trypan blue dan digantikan dengan larutan lacto glycerol untuk proses destaining (pengurangan warna). Penghitungan persentase kolonisasi akar menggunakan metode panjang akar terkolonisasi secara acak, diambil potongan akar yang telah diwarnai letakkan di


(34)

kaca preparat (Giovanneti dan Mosse, 1980). Secara skematis alur kerja kolonisasi fungi mikoriza pada akar tanaman disajikan pada lampiran 2.

Persentase kolonisasi akar dihitung dengan menggunakan rumus.

% 100 uruhan dang_kesel bidang_pan

) nda_( dang_berta bidang_pan

akar kolonisasi

% = + ×

3.6 Pemerangkapan (Trapping culture)

Teknik pemerangkapan digunakan mengikuti metode Brundreet et al., (1994).

Setiap contoh tanah dibuat 3 pot kultur sehingga terdapat 90 pot kultur. Media tanam pot kultur berupa campuran contoh tanah 50 g dan pasir sebanyak 150 g, selanjutnya benih Purieria javanica ditaruh dalam lubang tanam yang sudah diisi dengan pasir-tanah dan ditutup lagi dengan pasir (lampiran 3). Tanaman diberi larutan NaCl dengan konsentrasi yang sesuai dengan data di lapangan dan frekuensi pemberian 1 x 2 minggu. Perlakuan ini bertujuan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya perubahan salinitas tanah dibandingkan dengan ekosistem aslinya. Setiap 2 hari sekali disiram dan diberi hara Hyponex merah dengan konsentrasi 1 g. l-1 setiap minggu. Pemeliharaan tanaman dilakukan

selama 8 minggu, selanjutnya dibiarkan tanaman sampai mati, setelah itu dilakukan pemanenan tanah untuk mengamati spora.


(35)

3.7 Pengamatan

Hasil pengamatan yang diperoleh dilakukan secara deskriptif dan menyajikan

tabel-tabel hasil identifikasi genus-genus fungi mikoriza serta nama tanaman yang menjadi inangnya. Parameter pengukuran adalah sebagai berikut:

1). Tingkat salinitas tanah dan pH

Untuk mengetahui tingkat salinitas tanah maka dilakukan pengukuran dengan menggunakan metode daya hantar listrik.

2). Jumlah spora dan tipe spora

Untuk menghitung kepadatan spora dan tipe spora maka dilakukan dengan pengamatan preparat sesuai dengan yang sudah dijelaskan pada poin 3.4. Selain itu data yang diperoleh dihitung frekuensi mutlak (FM), frekuensi relatif (FR), secara rinci rumus tersebut adalah sebagai berikut:

1. Frekuensi Mutlak (FM - %)

100% Contoh Petak Sub Seluruh Spesies Ditemukan Petak Sub (FM) Mutlak

Frekuensi = ×

2. Frekuensi Relatif (FR – 100%)

100% × spesies satu ditemukan frekuensi Total spesies satu ditemukan Frekuensi (FR) Relatif Frekuensi =

3). Persentase kolonisasi akar

Penghitungan kolonisasi akar menggunakan metode panjang akar seperti yang sudah dijelaskan pada poin 3.5.


(36)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Salinitas tanah dan sifat kimia tanah

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa terjadi penurunan tingkat salinitas tanah seiring dengan semakin jauhnya letak petak pengambilan contoh tanah dari garis pantai. Tingkat salinitas tertinggi terdapat pada petak ukur 1 (0-20 m) dari garis pantai dan terendah pada petak ukur 6 (100-120 m) dari garis pantai. Hasil pengukuran salinitas tanah disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Tingkat salinitas tanah pada lokasi penelitian

Petak ukur Jarak Salinitas (S/m-1)

1 2 3 4 5

6

0 - 20 2 0 - 40 4 0 - 60 6 0 - 80 8 0 - 100 100 - 120

7,5 x 10 -5 6,5 x 10 -5 6,5 x 10 -5 5,5 x 10 -5 3,5 x 10 -5 3,5 x 10 -5

Tanah hutan pantai Pulau Pandang mempunyai tingkat salinitas yang berkisar antara 3,5-7,5 x 10-5 S/cm. Menurut Chapman (1975) nilai salinitas suatu

lokasi ditentukan oleh konsentrasi NaCl, NaCO3 atau garam-garam Mg. Untuk daerah pantai sumber utama salinitas tanah adalah air laut, NaCl adalah penyusun utamanya. Kandungan Na dan Cl dalam air laut menurut Carter (1975) masing-masing adalah 30,61% dan 55,04%. Adanya perbedaan antara pH, N, P tersedia dan C organik dari

data yang diperoleh menunjukkan variasi dalam hal sifat kimia dari tiap petak ukur


(37)

tanah. Hasil analisis dari contoh tanah diperlihatkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil analisis sifat kimia contoh tanah dan kriterianya menurut Pusat

Penelitian Tanah (1983) dalam Mukhlis Petak

ukur

pH N-total

(%) P- tersedia (ppm) C (%) 1 2 3 4 5 6 7,04 n 6,70 n 7,32 n 6,59 n 6,18 am 6,40 am 0,11 r 0,11 r 0,03 sr 0,05 sr 0,04 sr 0,16 r 13.90 r 19,58 s 6,22 sr 6,68 sr 6,22 sr 6,68 sr 1,94 r 3,57 t 7,52 st 2,12 s 7,70 st 2,83 s Keterangan: n = netral s = sedang

am = agak masam t = tinggi r = rendah st = sangat tinggi

sr = sangat rendah

Hasil analisis kimia tanah menunjukkan bahwa variasi sifat-sifat kimianya cukup berarti. Nilai pH tanah tampaknya tidak berhubungan dengan tingkat salinitas tanah karena adanya peningkatan salinitas tanah tidak diikuti oleh peningkatan pH. Konsentrasi P tersedia dalam tanah erat hubungannya dengan sifat kimia tanah lainnya, khususnya pH yaitu makin tinggi pH tanah maka ketersediaan P di dalam tanah makin besar (Winarso dan Setiawati, 2003). Kandungan fosfor agak tinggi pada petak ukur 1 dan 2 dibandingkan dengan petak ukur yang lain. Pada petak ini ditemui jumlah spora sedikit. Apabila kadar fosfor dalam kandungan tanah tinggi, biasanya fungi mikoriza terdapat sedikit di sekitar rizosfer, dan sebaliknya fungi mikoriza dapat berkembang dengan baik pada tanah yang mempunyai fosfor lebih rendah dan aerasi tanah yang lebih baik (Husin et al., 2000).


(38)

Fungi mikoriza membantu penyerapan air dan hara terutama fosfor. Tingkat kolonisasi diatur oleh fosfor dan nitrogen. Tanah yang kurang subur, kolonisasi akan maksimal terutama bila pada tanah tersebut tersedia fosfor. Pada tanah yang unsur fosfor sedikit maka mikoriza akan bekerja maksimal. Kolonisasi mikoriza menurun seiring dengan meningkatnya kesuburan tanah (Delvian, 2003).

Miselium mikoriza dapat menyerap hara terutama fosfor melalui enzim Pospatase. Adanya enzim ini ion-ion fosfor yang terikat kuat pada mineral tanah

seperti aluminium dapat diuraikan sehingga fosfor lebih tersedia di tanah dan dapat diserap oleh tanaman (Daniels, 1984). Unsur hara yang lain juga mempengaruhi pertumbuhan mikoriza. Tingkat nitrogen tanah yang tinggi berpengaruh negatif terhadap pembentukan dan perangsangan pertumbuhan fungi mikoriza, pengaruh nitrogen terhadap fungi mikoriza juga dipengaruh kuat oleh ketersediaan fosfor rendah atau tinggi didalam tanah. Pemupukan nitrogen dapat mengurangi infeksi mikoriza, namun pada tingkat fosfor yang sedang didalam tanah penambahan nitrogen meningkatkan infeksi fungi mikoriza (Safir dan Duniway 1982).

4.2 Kepadatan Spora

Hasil pengamatan menunjukkan kepadatan spora meningkat sejalan dengan menurunnya salinitas tanah meskipun pada petak terakhir terjadi penurunan jumlah spora yang diperoleh. Jumlah spora terendah ditemukan pada petak 1 (17 spora) dan tertinggi pada petak ukur 5 (59 spora), sedangkan pada petak 6 (47


(39)

spora). Data pengamatan spora (jumlah spora per 50 gram tanah) dan hubungannya dengan tingkat salinitas dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah tipe spora berdasarkan tingkat salinitas tanah Petak ukur Salinitas (S.m-1) Jumlah spora

1 2 3 4 5 6

7,5 x 10 -5 6,5 x 10 -5 6,5 x 10 -5 5,5 x 10 -5 3,5 x 10 -5 3,5 x 10 -5

17 28 41 54 59 47

Dari data yang diperoleh ternyata pada petak 5 jumlah spora lebih tinggi daripada

petak 6. Adanya perbedaan ini diduga pada petak ukur 6 spora belum banyak

bersporulasi dan ada kecenderungan dipengaruhi oleh musim (curah hujan). Keanekaragaman dan kepadatan spora fungi mikoriza selalu berubah dengan perubahan waktu pengamatan, jenis inang dan tingkat salinitas. Hal ini menunjukkan bahwa keanekaragaman fungi mikoriza dipengaruhi oleh faktor perubahan musim seperti curah hujan dan tanaman inang (Siguenza et al., 1996).

Hasil pengamatan isolasi spora di lapangan berdasarkan gradien salinitas ditemukan 3 jenis spora, pada petak ukur terdepan dari garis pantai dijumpai jenis dan jumlah spora yang sedikit. Hal ini diduga dipengaruhi oleh tingginya tingkat salinitas, artinya tingginya salinitas tanah berpengaruh negatif terhadap kepadatan populasi spora. Menurut Junifer dan Abbot (1993) salinitas tanah mempengaruhi pertumbuhan dan aktifitas fungi mikoriza.


(40)

Hasil identifikasi menunjukkan ada 3 genus mikoriza yang berkembang pada lahan pasir pantai Pulau Pandang yaitu Glomus, Acaulospora, dan Gigaspora

(Tabel 5). Identifikasi dilakukan berdasarkan perbedaan ciri, karakteristik morfologi (bentuk ketebalan dinding sel, ada tidaknya sublending hifa, kehalusan permukaan dan reaksi spora terhadap Melzers.

Tabel 5. Jumlah spora dari lapangan

Petak ukur Glomus Acaulospora Gigaspora

1 2 3 4 5 6 17 26 39 52 55 44 - 1 1 2 3 2 - 1 1 - 1 1

Sebaran anggota genus Glomus merata pada setiap petak ukur. Kepadatan populasi spora makin meningkat sejalan dengan berkurangnya tingkat salinitas tanah. Genus Glomus memiliki kepadatan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa Glomus bersifat adaptif dan menunjukkan toleransi yang tinggi pada ekosistem

pantai yang berpasir. Studi keanekaragaman fungi mikoriza pada tanah salin telah banyak dilakukan oleh peneliti, juga menunjukkan bahwa Glomus adalah jenis dengan jumlah spora yang dominan (Siradz, 2007; Delvian, 2003; Koske dan Tews, 1987). Menurut Moreira (2007) jenis Glomus menunjukkan toleransi yang tinggi pada semua habitat di alam, karena jenis Glomus ditemui dalam jumlah yang besar pada beberapa ekosistem. Nilai kepadatan spora yang diisolasi dari contoh tanah di lapangan hubungannya dengan tingkat salinitas tanah ditampilkan


(41)

pada Gambar 3, dari gambar tersebut tampak bahwa kepadatan spora meningkat sejalan dengan menurunnya salinitas tanah.

17 28 41 54 59 47

7.5 6.5 6.5 5.5

3.5 3.5 0 10 20 30 40 50 60 70

1 2 3 4 5 6

Petak ukur K e pa d a ta n s po ra ( p e r 5

0 g t

a

na

h

)

Kepadatan spora (per 50 g tanah) Salinitas tanah (S.m-1)

Gambar 3. Kepadatan spora dari lapangan dan hubungannya dengan salinitas tanah.

Hasil pengamatan dari pemerangkapan (trapping) menunjukkan bahwa kepadatan populasi spora sangat meningkat dibandingkan dengan populasi spora di lapangan, disebabkan karena fungi mikoriza yang diisolasi di lapangan telah berasosiasi dengan Pueraria javanica sebagai tanaman inangnya. Hal ini menunjukkan bahwa fungi mikoriza yang pada saat diisolasi di lapangan diduga belum bersporulasi sehingga dengan dilakukan pemerangkapan memberikan kesempatan propagul fungi mikoriza yang masih dorman untuk tumbuh dan berkembang membentuk spora, sehingga keanekaragaman dan jumlah fungi mikoriza dijumpai lebih banyak dan mendapatkan data yang akurat. Hasilnya dapat dilihat


(42)

pada Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah spora hasil pemerangkapan (trapping)

Petak ukur Glomus Acaulospora Gigaspora 1 26 - - 2 32 1 1 3 64 3 2 4 87 3 2 5 99 4 2 6 95 4 3

Data hasil pemerangkapan (trapping) juga menunjukkan bahwa jenis spora didominasi oleh Glomus. Hal ini menunjukkan bahwa jenis Glomus adalah jenis yang dominan pada Hutan Pantai Pulau Pandang. Tingkat salinitas tanah juga mempengaruhi jumlah jenis spora fungi mikoriza yang ditemukan (Gambar 4). Berdasarkan gambar 4 dapat dilihat bahwa jumlah spora hasil trapping sangat meningkat dibandingkan dengan jumlah spora hasil isolasi dari lapangan (Gambar 3). Kepadatan populasi spora juga makin meningkat sejalan dengan menurunnya salinitas tanah dan meningkatnya jarak dari garis pantai kearah pedalaman.

Kim dan Weber (1985) menyimpulkan bahwa kepadatan spora fungi mikoriza berhubungan erat dengan salinitas tanah, kepadatan spora fungi mikoriza akan menurun sejalan dengan peningkatan salinitas tanah. Hal ini karena fungi mikoriza berhubungan erat dengan tanaman inang. Fungi mikoriza dalam simbiosisnya sangat tergantung pada nutrisi dari karbohidrat hasil fotosintesis tanaman inang, Pengaruh salinitas terhadap fotosintesis menyebabkan terjadinya perubahan konsentrasi osmotik dari cairan daun, potensial air dan pembukaan stomata (Gale et al., 1967). Aktivitas fotosintesis tanaman akan mempengaruhi


(43)

dan perkembangan fungi mikoriza yang terdapat pada perakaran tanaman. (Thomson et al., 1990).

26

34

69

92

105 102

7.5 6.5 6.5 5.5 3.5 3.5

0 20 40 60 80 100 120

1 2 3 4 5 6

Petak ukur K e pa d a ta n s po ra ( p e r 5

0 g t

a

na

h

)

Kepadatan spora (per 50 g tanah) Salinitas tanah (S.m-1)

Gambar 4. Kepadatan spora hasil trapping dan hubungannya dengan salinitas

Hasil penghitungan Frekuensi mutlak (FM) dan Frekuensi relatif (FR) jenis spora fungi mikoriza di lapangan dan trapping menunjukkan peran yang hampir sama, seperti yang tampak pada Tabel 7 dan 8. Dari data ini dapat dilihat bahwa spora fungi mikoriza jenis Glomus mempunyai FM dan FR tertinggi, begitu juga dengan hasil data yang diperoleh dari hasil trapping. Tingginya jumlah Glomus yang ditemukan diduga karena jenis Glomus lebih banyak daripada jenis spora lainnya. Dari 172 jenis fungi mikoriza yang sudah diidentifikasi diketahui Glomus adalah jenis yang paling dominan sehingga berpengaruh terhadap sebarannya di alam (INVAM, 2009).

Tabel 7. Nilai frekuensi mutlak (FM-%) dan frekuensi relatif (FR -%) kehadiran

suatu jenis fungi mikoriza pada setiap petak ukur di lapangan Petak ukur

Jenis spora


(44)

FM FR FM FR FM FR FM FR FM FR FM FR Glomus

Acaulospora Gigaspora

100 73 0 0 0 0

93 11,2 4 11,1 4 25

95 16,7 2 11,1 2 25

96 22,3 4 22,2 0 0

93 23,6 5 33,3 2 25

94 18,9 4 22,2 2 25

Tabel 8. Nilai frekuensi mutlak (FM-%) dan frekuensi relatif (FR -%) kehadiran

suatu jenis fungi mikoriza pada hasil trapping Petak ukur

1 2 3 4 5 6

Jenis spora

FM FR FM FR FM FR FM FR FM FR FM FR Glomus

Acaulospora Gigaspora

100 6,5 0 0 0 0

94 7,9 3 6,7 3 10

93 15,9 4 20 3 20

95 21,6 3 20 2 20

94 24,6 4 26,7 2 20

93 23,6 4 26,7 3 30

berapa tipe spora fungi mikoriza dan deskripsinya dalam contoh tanah dari isolasi di lapangan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Karakteristik spora yang ditemukan di lapangan

No Tipe Spora Karakteristik Morfologi Reaksi dengan Melzer’s

1

Glomus sp -1

Spora bulat, berwarna merah tua kecoklatan dan permukaan spora halus Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s 2

Glomus sp -2

Spora bulat, berwarna kuning kemerahan, berdinding tebal

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s


(45)

3

Gigaspora sp -1

Gigaspora sp -1

Spora bulat, berwarna coklat, permukaanya halus dan berdinding tebal, mempunyai bulbus suspensor (bs)

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s 4 Glomus sp

Glomus sp -3

Spora bulat, berwarna kuning kecoklatan, permukaannya halus dan berdinding tebal

Bereaksi dengan pewarna Melzer’s terjadi perubahan dari warna kuning menjadi

kemerahan

5

Glomus sp - 4

Spora bulat agak

lonjong, berwarna coklat kemerahan dan berdinding tebal Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s 6

Glomus sp -5

Spora bulat, berwarna kuning, lapisan terluar mudah pecah

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s


(46)

7

Glomus sp - 6

Spora bulat, berwarna coklat kemerahan

Bereaksi dengan pewarna Melzer's, sehingga pada bagian dalam spora berwarna agak gelap

8

Acaulospora sp -1

Spora bulat, berwarna kuning kemerahan permukaannya halus.

Bereaksi dengan pewarna Melzer’s terjadi perubahan warna dari kuning menjadi coklat kemerahan

9

Acaulospora sp -2

Spora bulat, berwarna kuning kemerahan, permukaannya halus

Bereaksi dengan pewarna Melzer’s terjadi perubahan warna dari kuning menjadi coklat kemerahan

10

Glomus sp -7

Spora bulat, berwarna kuning kemerahan, permukaan halus

Bereaksi dengan pewarna Melzer’s warna berubah dari kuning kemerahan

Spora bulat, berwarna coklat kehitaman, permukaan kulit halus

Bereaksi dengan pewarna Melzer’s, sehingga pada


(47)

11

Acaulospora sp - 3 Acaulospora sp -3

dan berlapis-lapis bagian dalam spora berwarna lebih gelap

Beberapa tipe spora fungi mikoriza dan deskripsinya dalam contoh tanah dari hasil trapping dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Karakteristik spora yang ditemukan dari trapping No Tipe Spora Karakteristik

Morfologi

Reaksi dengan Melzer’s

1

Glomus sp - 5

Spora bulat, berwarna kuning kecoklatan, dinding sel spora mudah pecah Bereaksi dengan pewarna Melzer’s terjadi perubahan warna dari kuning menjadi agak coklat 2

Glomus sp - 9

Glomus sp-9

Spora agak lonjong, berwarna kuning, lapisan terluar mudah pecah

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s

3

Spora bulat, berwarna coklat kemerahan

Bereaksi dengan pewarna

Melzer’s warna berubah dari coklat kemerahan


(48)

Acaulospora sp -4

4

Glomus sp - 10

Spora agak lonjong, berwarna coklat kemerahan Bereaksi dengan pewarna Melzer’s 5

Glomus sp - 3

Spora bulat, berwarna kuning kecoklatan, dinding sel spora mudah pecah

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s

6

Glomus sp - 12

Spora bulat, berwarna coklat kemerahan

Bereaksi dengan pewarna

Melzer’s warna berubah dari coklat kemerahan

7

Glomus sp - 13

Spora bulat, berwarna coklat tembaga, permukaan spora mudah pecah Bereaksi dengan pewarna Melzer’s sehingga pada bagian dalam spora berwarna agak gelap


(49)

8

Glomus sp - 14

Spora bulat, berwarna kuning keemasan

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s

9

Glomus sp - 15

Spora bulat, berwarna coklat kehitaman

Bereaksi dengan pewarna

Melzer’s warna berubah dari coklat kehitaman

10

Glomus sp - 16

Spora bulat, berwarna coklat tembaga, permukaan spora mudah pecah Bereaksi dengan pewarna Melzer’s

sehingga peada bagian dalam spora berwarna agak gelap

11

Glomus sp - 17

Spora bulat, berwarna kuning tembaga, permukaan spora mudah pecah Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s,

Spora bulat, berwarna coklat kemerahan,

Bereaksi dengan pewarna


(50)

12

Acaulospora sp -5

permukaan spora mudah pecah

Melzer’s sehingga pada bagian dalam spora berwarna agak gelap

13

Acaulospora sp - 6

Spora bulat, berwarna coklat kemerahan, permukaan spora mudah pecah Bereaksi dengan pewarna Melzer’s sehingga pada bagian dalam spora berwarna agak gelap

14

Glomus sp -18

Spora bulat, berwarna coklat kemerahan, permukaan spora mudah pecah Bereaksi dengan pewarna Melzer’s sehingga pada bagian dalam spora berwarna agak gelap

15

Gigaspora sp -2

Spora bulat, berwarna agak ke coklatan, mempunyai bulbus suspensor (bs)

Bereaksi dengan pewarna

Melzer’s sehingga pada bagian dalam spora berwarna agak gelap bs


(51)

16

Glomus sp -19

Spora bulat, berwarna coklat kemerahan, permukaan spora mudah pecah

Bereaksi dengan pewarna


(52)

4.3 Persentase kolonisasi akar

Hasil pengamatan akar tanaman hutan pantai Pulau Pandang ditemukan adanya asosiasi akar dengan fungi mikoriza membentuk kolonisasi. Penginfeksian mikoriza dapat ditandai dengan adanya hifa menembus sel epidermis melalui permukaan akar atau rambut-rambut akar, sehingga kelihatan jelas hifa dan vesikula (Gambar 5). Pada pengamatan ini tidak dijumpai arbuskula.

v

v A

A

v

B

h

B

h

Gambar 5. A. Penampang akar Buchanania arborescen, v (vesikula) B. Penampang

akar Terminalia catappa, h (hifa)

Persentase kolonisasi akar yang terinfeksi mikoriza beragam, persentase paling rendah dalam akar tanaman Ipomoea pescaprae (13%) dan yang paling tinggi


(53)

(83,9%) dalam akar tanaman Terminalia catappa. Kolonisasi fungi mikoriza pada akar tanaman paling tinggi terdapat pada tingkat salinitas yang rendah. Spesies yang sama pada tingkat salinitas yang berbeda mempunyai persentase kolonisasi yang berbeda pula tergantung pada tingkat salinitasnya, seperti disajikan pada Tabel 11.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa persentase kolonisasi pada akar tanaman inang bervariasi. Kolonisasi meningkat dengan semakin jauhnya letak tanaman dari garis pantai walaupun ada kecendrungan beberapa tanaman terjadi fluktuasi, seperti ditampilkan pada Gambar 6. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tanaman yang berada pada petak ukur terdepan mempunyai persentase kolonisasi yang rendah dan makin meningkat dengan semakin jauhnya letak tanaman dari garis pantai, walaupun ada beberapa petak ukur yang jauh dari garis pantai memiliki derajat infeksi yang sedikit.

14.3

48 50.6

54.7

64.6 63.5

7.5 6.5 6.5 5.5

3.5 3.5 0 10 20 30 40 50 60 70

1 2 3 4 5 6

Petak ukur R a ta -r a ta k o lo n is a si ( % )

Rata-rata kolonisas i (%) Salinitas tanah (S.m -1)

Gambar 6. Hubungan persentase kolonisasi mikoriza dengan tingkat salinitas tanah


(54)

No Spesies tanaman

Kategori tumbuhan

% kolonisasi 1 Acasia

sieberiana

Pohon Petak 1

Petak 1

Petak 1

Petak 1

Petak 1

Persentase kolonisasi fungi mikoriza bervariasi dan berfluktuasi pada setiap tanaman dalam pengambilan contoh tanah. Penurunan persentase kolonisasi fungi mikoriza pada perakaran tanaman dengan adanya peningkatan salinitas tanah diduga disebabkan oleh perubahan fisiologi tanaman yang akan mempengaruhi simbionnya secara langsung maupun tidak langsung.

Variasi kolonisasi fungi mikoriza dipengaruhi oleh tingkat salinitas tanah. Salinitas berpengaruh negatif terhadap perkecambahan spora dan perkembangan hifa (Junifer dan Abbot, 2003). Lain halnya dengan pendapat Rozema et al. (1986) salinitas yang meningkat tidak terlalu mempengaruhi tingkat infeksi mikoriza tetapi di bawah salinitas yang rendah (150 mM NaCl) yang dikombinasi dengan kondisi-kondisi penggenangan air persentase infeksi mikoriza mengalami penurunan. Hal ini diduga disebabkan karena keadaan penggenangan air yang bersifat anaerobik.

Tingkat kolonisasi fungi mikoriza tergantung pada pertumbuhan tanaman dan produksi nutrisi karbohidrat dalam tanaman inang, adanya faktor yang mempengaruhi produksi karbohidrat dan translokasinya ke akar bisa mempengaruhi jumlah kolonisasi mikoriza (Thomson et al.,1990). Menurut Abbot et al. (1992) setiap jenis fungi mikoriza mempunyai pola kolonisasi yang berbeda


(55)

Kolonisasi fungi mikoriza pada beberapa tanaman yang tahan pada garam telah banyak dilaporkan di lapangan (Hirrel dan Gerdemann, 1980). Menurut Setiadi (2001), kriteria persentase kolonisasi akar dari 51-75 termasuk tinggi sedangkan persentase kolonisasi mikoriza pada akar tanaman di hutan pantai berkisar 14,3-63,5 yaitu tergolong kolonisasi tinggi.


(56)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Status dan keanekaragaman fungi mikoriza di hutan pantai Pulau Pandang dipengaruhi oleh salinitas tanah

2. Penurunan tingkat salinitas tanah diikuti oleh peningkatan kepadatan spora dan persentase kolonisasi fungi mikoriza pada akar tanaman.

3. Jenis-jenis fungi mikoriza yang terdapat di pantai Pulau Pandang adalah Glomus, Acaulospora dan Gigaspora. Spora mikoriza yang dominan

ditemui adalah jenis Glomus.

4. Persentase kolonisasi mikoriza pada akar tanaman di hutan pantai berkisar antara rendah sampai tinggi

5. Hasil trapping menunjukkan bahwa kepadatan spora lebih tinggi daripada spora yang diisolasi dari lapangan.

5.2 Saran

1. Dalam studi keanekaragaman fungi mikoriza perlu diadakan trapping, karena pada saat eksplorasi fungi mikoriza di lapangan mungkin banyak mikoriza yang belum bersporulasi sehingga dengan adanya trapping akan diperoleh keanekaragaman fungi mikoriza lebih banyak.

2. Hasil penelitian ini hanya mendapatkan data keanekaragaman mikoriza belum mengenai potensi mikoriza, jadi perlu dilanjutkan studi potensi mikoriza.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Abbott LK dan Robson AD. 1982. The role of VA mycorrhizae fungi agriculture and the selection of fungi for inoculation. Aust. J. Agric. Res. 33 : 389 1984. The effect of mycorrhizae on plant growth. Hlm: 113-130. Dalam: Powell CL dan Bagyaraj DJ. (Eds). Vesicular- Arbuscular mycorrhiza. CRC Press. Inc. Boca Raton. Florida.

Abbot LK, Robson AD, Jasper DA, dan Gazey C. 1992. What is the role of VA mycorrhyzal hypae in soil?. Hlm: 37-41. Dalam: Read D J, D H Lewis, A H Fitter, dan I J Alexander (Eds). Mycorrhizas in ecosystem. C.A.B. International. Al-karaki GN. 2000 Growth, water use efficiency, and mineral acquisition by tomato cultivars grown under salt stress. J. Plant. 23 : 1-8.

Baon JB 1998. Peranan mikoriza VA pada kopi dan kakao. Makalah disampaikan dalam workshop aplikasi fungi mikoriza arbuskula pada tanaman pertanian, perkebunan dan kehutanan. Bogor.

Bernstein L 1981. Effects of salinity dan sodicity on plant growth. Annu. Rev. Phytopathol. 13 : 295-312.

Brundrett MC, Bougher N, Dells B, Grove T, dan Malajozuk N. 1996. Working with mycorrhizas in forestry and agriculture. ACIAR. Canberra. 374 hlm.

Brundrett MC, Melville L dan Peterson L. 1994. Practical methods in mycorrhyza research. Mycology publication. Ontario, Canada. 161 hlm.

Carter DL 1975. Problems of salinity in agriculture. Dalam: A. Poljakoff-Mayber dan J. Gale (Eds) Plants in saline environments. Springer – Verlag - Berlin, Heildelberg. New York. Hlm: 25-38.

Champman VJ 1975. The salinity problem in general, its importance and distribution with special reference to natural halophytes. Dalam: A. Poljakoff-Mayber dan J. Gale (Eds). Plants in saline environments. Springer-verlag – Berlin, Heildelberg. New York. Hlm: 7-24.

Daniels BAH dan Trappe JM 1980 Factors affecting spora germination of the VAM fungus, Glomus epigaeus. Mycology. 72 : 457- 463.

Daniels BAH. 1984. Ecology of VA Mycorrhiza fungi Dalam VA Mycorrhizae CL Powel and DJ. Bagyaraj (Eds). CRC, Florida.


(58)

Delvian. 2003. Keanekaragaman dan potensi pemanfaatan cendawan mikoriza arbuskula (CMA) di Hutan Pantai [Disertasi]. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Gale J, Kohl HC dan Hagan RM. 1967. Changes in water balance and photosynthesis on onion plants under saline conditions. Physiologia. 20: 408-420. Giovannetti M dan Mosse B. 1980. An evaluation of technigue for measuring vesicular-arbuscular mycorrhizal infection in roots. New Phytol 84 : 489-500.

Gusmeizal. 1997. Pengujian toleransi bibit beberapa klon karet dengan dan tanpa inokulasi CMVA terhadap tingkat salinitas tanah. Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Medan.

Hirrel MC dan Gerdermann JW. 1980. Improved growth of onion and bell pepper in saline saoils by soils by two vesicular-arbuscular mycorrhyzal fungi. Soil Sci. Soc. Am. J. 44 : 654-655.

Husin EF, S Syafei M. Kasim dan R Hartawan. 2000. Respon pertumbuhan bibit Acasia mangium di persemaian terhadap mikoriza dan rhizobium. Prosiding pemanfaatan fungi mikoriza sebagai agen bioteknologi ramah lingkungan dalam meningkatkan produktivitas lahan di bidang kehutanan, perkebunan dan pertanian di era millennium baru. 21-23 April 2000. Bogor.

INVAM. 2009. International culture collection of (vesicular) arbuscular mycorrhizal Fungi. http ://invam. caf. wvu. Edu/Myco - info/Taxonomy/classification.htm. [15.04.2009].

Janouskova M; Pavlikova D; Vosatka M. 2006. Potensial contribution of arbuscular mycorrhiza to cadmium immobili sation in soil. Chemosphere 65 (11): 1959 - 1965.

Junifer S dan Abbott LK. 1993. Vesicular-arbuscular mycorrhyzas and soil salinity Mycorrhyza. 4 : 45-57.

Khattak MS, Marziah M, dan Syed MA. 1991. Effect of increasing levels of salinity on selected enzyme activities in rice cell suspension culture. Trans Malaysia Soc. Malaysia.

Kim CK dan Weber DJ. 1985. Distribution of VA mycorrhiza in halophytes, on inland salt playas. Plant soil. 83 : 207-214


(59)

Kormanik PP dan McGraw AC. 1982. Quantification of VA mycorrhiza in plant root. Dalam N.C. Schenk (Ed). Methods and principles of mycorrhiza research. The American Phytop. Soc. 46 : 37-45

Koske RE dan Tews LL. 1987. Vesicular-arbuscular mycorrhizal fungi of wisconsin sandy soil. Mycologia. 73 : 289-300

Lakitan B. 2000. Dasar-dasar fisiologi tumbuhan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Maas EV dan RH Nieman. 1978. Physiology of plant tolerance to salinity. Dalam GA Jung (Ed). Crop tolerance to suboptimal land conditions. ASA Spec. Pub. Hlm: 277-299.

Manan S. 1993. Pengaruh mikoriza pada pertumbuhan semai Pinus merkusi di persemaian. Kuliah silvikultur umum. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Hlm 247-261.

Marx DH. 1982. Mycorrhiza in interaction with other microorganism. In Method dan Principles of mycorrhizal research. The Am. Phyt. Soc Minessota. Moreira, Dilmar dan Tsai SM. 2007. Biodiversity dan distribution of arbuscular mycorrhizal fungi in Araucaria angustifolia forest. Journal agriculture vol. 64 : 393-399.

Mukhlis. 2007. Analisis tanah tanaman Universitas Sumatera Utara. Press. Medan.

Pacioni G. 1992. Wet sieving and decanting techniques for the extraction of spores of VA mycorrhyzal fungi. Dalam : Norris JR, DJ Read and AK Varma (Eds). Methods in Microbiology. Vol. 24. Academic Press Inc. San Diego Hlm: 317-322.

Poljakoff-Mayber A dan Gale J. 1975. Morphological dan anatomical changes in plant as a response to salinity stress. Dalam : Poljakoff - Mayber A

dan Gale Gale J (Eds). Plants in saline environments. Springer-Verlag Berlin Heidelberg New York. Hlm: 97-117.

Rozema J, W. ARP, Van Esbroek M. 1986. Vesicular arbuscular mycorrhiza in salt marsh plants in response to soil salinity and flooding and the significance to the water relations. Hlm: 657-660.

Ruiz-Lozano JM dan Azcon R. 2000. Symbiotic efficiency dan infectivity of an autochthonous arbuscular mycorrhyzal Glomus sp. From saline and Glomus deserticola under salinity. Mycorrhiza 10 : 137-143.


(60)

Safir GR dan JM Duniway. 1982. Evolution of pland Response to colonization by vesicular arbuscular mycorrhizae fungi in NC Schenks (ed). Methoda and Principled of mycorrhizae research.The American Phytopathology Society. St. Paul.

Scannerini S dan Bonfante-Fosolo P. 1983. Comparative ultrastructural analysis of mycorrhyzal associations. Can. J. Bot. 61: 917-922

Schenck NC dan Schroder VN 1974. Temperature response of endogone micorrhiza on soybean roots. Mycologia. 66 : 71.

Setiadi Y. 2001. Peranan mikoriza arbuskula dalam reboisasi lahan kritis di Indonesia. makalah seminar penggunaan CMA dalam sistem pertanian organik dan rehabilitas lahan. Bandung. 21-23 April 2001.

Siguenza C, Espejel l dan Allen EB. 1996. Seasonality of mycorrhizae in coastal sand dunes of Baja California. Mycorrhiza. 6 : 151-157

Siradz SA dan S Kabirun. 2007. Pengembangan lahan marginal pesisir pantai dengan bioteknologi masukan rendah. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian UGM. 7 : 83-92.

Smith SE dan D, Read DJ. 1997. Mycorrhizal symbiosis. Second edition. Academic Press. Harcourt Brace dan Company Publisher. London. Hlm: 32-79 Tan KH. 1991. Principles of soil chemistry. Marcel Dekker. Madison Vanue New York Inc.

Thomson BD, Robson AD dan Abbot LK 1990. Mycorrhizas formed by Gigaspora calospora and Glomus fasciculatum on subterranean clover in relation to soluble carbohydrate concentration in root. New Phytol. 114 : 217-225.

Winarso S dan Setiawati 2003. Kesuburan tanah dasar kesehatan dan kualitas tanah Penerbit Gava Media. Yogjakarta.


(61)

Lampiran 1. Skematis ekstraksi dan identifikasi spora fungi mikoriza

Ekstraksi mikoriza

PVLG

PVLG + Melzer

Identifikasi mikoriza

Lampiran 2. Skematis kolonisasi fungi mikoriza pada akar tanaman sampel


(62)

Pengamatan kolonisasi mikoriza

Akar di rendam dalam KOH 10%

larutan Trypan blue KOH 10%

Mikroskop Akar Sampel

Rendam dalam HCL 2%

larutan Glycerol


(63)


(64)

Gambar 1. Tanaman Pueraria javanica dalam trapping fungi mikoriza


(65)

Gambar 2. Lokasi pengambilan sampel (tepi pantai Pulau Pandang)

Gambar 3. Lokasi pengambilan sampel (dalam hutan pantai Pulau Pandang) Lampiran 4. Lanjutan


(66)

Lokasi penelitian

Gambar 4. Peta lokasi penelitian pantai Pulau Pandang

Lampiran 5. Kriteria persentase kolonisasi akar menurut Setiadi et al. (1992) No Persentase kolonisasi (%) keterangan

1 0 – 25 rendah

2 26 – 50 sedang 3 51 – 75 tinggi 4 76 - 100 sangat tinggi


(1)

Lampiran 1. Skematis ekstraksi dan identifikasi spora fungi mikoriza Ekstraksi mikoriza PVLG

PVLG + Melzer


(2)

Pengamatan kolonisasi mikoriza

Akar di rendam dalam KOH 10%

larutan Trypan blue KOH 10%

Mikroskop

Akar Sampel

Rendam dalam HCL 2%

larutan Glycerol


(3)


(4)

Gambar 1. Tanaman Pueraria javanica dalam trapping fungi mikoriza


(5)

Gambar 2. Lokasi pengambilan sampel (tepi pantai Pulau Pandang)

Gambar 3. Lokasi pengambilan sampel (dalam hutan pantai Pulau Pandang)


(6)

Lokasi penelitian

Gambar 4. Peta lokasi penelitian pantai Pulau Pandang

Lampiran 5. Kriteria persentase kolonisasi akar menurut Setiadi et al. (1992)

No Persentase kolonisasi (%) keterangan

1 0 – 25 rendah

2 26 – 50 sedang 3 51 – 75 tinggi 4 76 - 100 sangat tinggi