Pemberian Terabuster Dan Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Pembibitan Jabon (Anthocephalus Cadamba)

PEMBERIAN TERABUSTER DAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA PADA PEMBIBITAN JABON (Anthocephalus cadamba)
SKRIPSI Oleh :
DOMI RAJES K MANIK 091201065
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014
Universitas Sumatera Utara

PEMBERIAN TERABUSTER DAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA PADA PEMBIBITAN JABON (Anthocephalus cadamba)
SKRIPSI Oleh :
DOMI RAJES K MANIK 091201065/BUDIDAYA HUTAN Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014
Universitas Sumatera Utara

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

Judul Penelitian
Nama NIM Minat Program Studi

: Pemberian Terabuster dan Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Pembibitan Jabon (Anthocephalus cadamba)

: Domi Rajes K Manik
: 091201065
: Budidaya Hutan
: Kehutanan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Dr. Deni Elfiati, SP., MP Ketua

Dr. Delvian, SP., MP Anggota

Mengetahui

Tanggal Lulus :

Siti Latifah, S.Hut., M.Si, Ph.D Ketua Program Studi Kehutanan

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

DOMI RAJES K MANIK: Pemberian Terabuster dan Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Pembibitan Jabon (Anthocephalus cadamba). Dibimbing oleh DENI ELFIATI dan DELVIAN. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan dosis yang sesuai untuk diterapkan dalam pembibitan jabon (Anthocephalus cadamba) di lapangan. Metode yang digunakan adalah metode rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu pemberian Terabuster dengan konsentrasi kontrol, 0.001%,0.002%, 0.004%, dan Inokulasi mikoriza dengan dosis 0 gr, 5 gr, 10 gr. Terabuster merupakan salah satu pupuk polymer dalam bentuk cair. Pupuk ini memiliki kandungan unsur hara makro dan mikro yang langsung siap diserap oleh tanaman. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, diameter tanaman, jumlah daun, persentase kolonisasi akar, rasio tajuk akar, bobot kering tanaman, dan serapan P pada tajuk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara pemberin terabuster dan mikoriza tidak memberikan pengaruh yang nyata. Pemberian terabuster memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman, pertambahan diameter tanaman, pertambahan jumlah daun, dan serapan P pada tajuk. Konsentrasi terbaik yang dihasilkan adalah pada 0.004%. Penggunaan fungi mikoriza arbuskula berpengaruh nyata terhadap persentase jumlah kolonisasi akar, serapan P pada tajuk dan bobot kering total tanaman. Penggunaan FMA terbaik yang diperoleh adalah pada dosis 10 gr. Kata Kunci : Jabon (Anthocephalus cadamba), Terabuster, Fungi Mikoriza
Arbuskula
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
Domi Rajes K Manik : Using Terabuster and Arbuscular Mycorrhizal Fungi In Nursery of Jabon ( Anthocephalus cadamba ) . Under supervision of DENI ELFIATI and DELVIAN The objective of this research is for getting a doseage should be applied in nursery of jabon (Anthocephalus cadamba) in the field. The method was used is factorial completely randomized design with 2 factors , namely Terabuster with a concentration 0% , 0.001 % , 0.002 % , 0.004 % , and mycorrhizal inoculation at a doseage of 0 g , 5 g , 10 g . Terabusteris one of thepolymerliquidfertilizer. This fertilizercontainsmacroand micronutrientsaredirectlyabsorbedbythe plant.The research was conducted in the green house of the Faculty of Agriculture, University of Sumatera . The parameters measured were plant height , plant diameter , number of leaves , root colonization percentages , ratio of crown roots , plant dry weight and absorption of P. The results showed that the interaction between doseage of terabuster and mycorrhizal did not give significant effect . Terabuster showed significant effect on the increase of plant height , plant diameter , number of leaves , and absorption of P . The best result concentration is 0.004 % . Using arbuscular mycorrhizal fungi showed significantly effect the percentage of root colonization , absorption of P and total plant dry weight . The best used of AMF is 10 gr . Keywords : Jabon ( Anthocephalus cadamba ) , Terabuster , Arbuscular
Mycorrhizal Fungi
Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP
Domi Rajes K Manik dilahirkan di Jambu pada tanggal 01 Juli 1991 dari ayahanda Sabar Manik dan Ibunda Esmi Bancin. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh selama ini adalah SD Negeri 030429 Jambu dan lulus pada tahun 2003, kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 2 Kerajaan dan lulus pada tahun 2006. Penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Salak dan lulus pada tahun 2009 dan pada tahun 2009 penulis lulus melalui jalur ujian tertulis Ujian Masuk Bersama di USU. Penulis memilih minat Budidaya Hutan, Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS). Penulis mengikuti kegiatan Praktek Pengenalan Ekosisten Hutan di TAHURA Bukit Barisan pada tahun 2011. Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di KPH Banyuwangi Utara, Perum Perhutani Unit II Jawa timur pada tahun 2013.
Penulis melaksanakan penelitian dari bulan September hingga Desember 2013 dengan judul “Pemberian Terabuster dan Fungi Mikoriza Arbuskula pada Pembibitan jabon (Anthocephalus cadamba)” dibawah bimbingan Ibu Dr. Deni Elfiati, SP., MP. Dan Bapak Dr. Delvian, SP., MP.
Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Pemberian Terabuster dan Fungi Mikoriza Arbuskula pada Pembibitan jabon (Anthocephalus cadamba)”.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas penggunaan terabuster dan mikoriza dengan dosis yang berbeda. Hasil penelitian di harapkan bisa menjadi referensi dalam pembibitan tanaman jabon dilapangan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Ibu Dr. Deni Elfiati, S.P.,M.P sebagai ketua komisi pembimbing

penulisdan kepada Bapak Dr. Delvian, S.P., M.P sebagai anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga dalam penulisan skripsi ini. 2. Orang tua tercinta, Ayahanda Sabar Manik, Ibunda Esmi Bancin, Kakak tersayang Dewi Manik dan Linda Manik serta adikku Pijay Manik yang telah memberikan motivasi, kasih sayang, doa dan segala sesuatu yang penulis butuhkan dalam pembuatan skripsi ini. 3. Teman-teman : Sondang Parhusip, Hanna Manurung, Rio Hotlan, Elvira sihotang, Tetty Hutabarat, Monnica Zalukhu, Julius simarmata, Tabita Lumbangaol, Maria Panggabean, Boy Gurning, Julfredy, Juster dan kepada teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu disini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Universitas Sumatera Utara

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik daripembaca skripsi ini demi penyempurnaan skripsi ini.Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK .................................................................................................. i ABSTRACT.................................................................................................. ii RIWAYAT HIDUP..................................................................................... iii KATA PENGANTAR ................................................................................ iv DAFTA ISI ................................................................................................. vi DAFTAR TABEL....................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR .................................................................................. ix DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... x
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1 1.2 Tujuan Penelitian .................................................................................. 3 1.3 Hipotesis Penelitian............................................................................... 3 1.4 Kegunaan Penelitian ............................................................................. 4
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Jabon (Anthocephalus cadamba) .......................................... 5
A. Deskripsi Botani Jabon ................................................................... 5 B. Penyebaran Alami dan Tempat Tumbuh......................................... 4 C. Manfaat Tanaman Jabon ................................................................. 7 2.2 Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)........................................................ 7 A. Pengenalan Mikoriza....................................................................... 7 B. Peranan Mikoriza ............................................................................ 9 2.3 Terabuster.............................................................................................. 12 2.4 Tanah Ultisol......................................................................................... 13
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................... 15 3.2 Bahan dan Alat Penelitian..................................................................... 15 3.3 Metode Penelitian ................................................................................. 16 3.4 Pelaksanaan Penelitian .......................................................................... 17
A. Pengambilan dan Persiapan Contoh Tanah..................................... 17 B. Analisis Contoh Tanah .................................................................... 17 C. Penanaman dan Pemberian Perlakuan............................................. 17 D. Pemeliharaan Tanaman ................................................................... 18 E. Pengamatan Parameter .................................................................... 18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ...................................................................................................... 22
A. Sifat Kimia Tanah ........................................................................... 22 B. Pertambahan Tinggi Tanaman......................................................... 22 C. Pertambahan Diameter Tanaman .................................................... 23 D. Pertambahan Jumlah Daun.............................................................. 25 E. Persentase Kolonisasi Akar ............................................................. 27
Universitas Sumatera Utara

F. Rasio Tajuk Akar ............................................................................. 28 G. Bobot Kering Tanaman ................................................................... 28 H. Serapan P......................................................................................... 29 4.2 Pembahasan........................................................................................... 31 A. Pengaruh Interaksi Terabuster dengan Inokulasi Mikoriza ............ 31 B. Pengaruh Pemberian Terabuster Pada Pembibitan Jabon ............... 32 C. Pengaruh Pemberian Mikoriza Pada Pembibitan Jabon.................. 34 V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ................................................................................................. 38 Saran............................................................................................................ 38 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 39 LAMPIRAN................................................................................................ 42
Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL
Halaman 1. Analisis kimia tanah Ultisol asal Simalingkar B .......................................... 22 2. Rataan pertambahan tinggi tanaman jabon (cm) pada 13 mst ...................... 22 3. Rataan pertambahan diameter tanaman jabon (mm) pada 13 mst ................ 24 4. Rataan pertambahan jumlah daun tanaman jabon (helai) pada 13 mst......... 26 5. Rataan persentase jumlah kolonisasi akar tanaman jabon (%) pada 13 mst . 27 6. Rataan berat kering tanaman jabon (gr) pada 13 mst................................... 28 7. Rataan rasio tajuk akar tanaman pada 13 mst ............................................... 28 8. Rataan serapan P tajuk tanaman jabon pada 13 mst ..................................... 30
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Rataan pertambahan tinggi pada berbagai dosis terabuster .......................... 23 2. Rataan pertambahan diameter pada berbagai dosis terabuster...................... 25 3. Rataan pertambahan jumlah daun pada berbagai dosis terabuster................ 26 4. Infeksi pada akar ........................................................................................... 35
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman 1. Analisis sidik ragam pertambahan tinggi tanaman. ...................................... 39 2. Analisis sidik ragam pertambahan diameter tanaman................................... 39 3. Analisis sidik ragam pertambahan jumlah daun tanaman............................. 39 4. Analisis sidik ragam persentase jumlah kolonisasi akar tanaman ................ 40 5. Analisis sidik ragam rasio tajuk akar tanaman.............................................. 40 6. Analisis sidik ragam berat kering tanaman . ................................................. 40 7. Analisis sidik serapan P tajuk tanaman......................................................... 41 8. Data serapan P tajuk tanaman ....................................................................... 42 9. Kriteria persentase kolonisasi akar (Setiadi et al., 1992).............................. 43 10. Kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah menurut Pusat Penelitian Tanah
Bogor (1983) ................................................................................................. 43 11. Pengujian bahan organik tanah dan P-tersedia tanah ................................... 43 12. Perbedaan tinggi, diameter dan jumlah daun tanaman pada berbagai
konsentrasi terabuster.................................................................................... 45 13. Perbedaan tinggi, diameter dan jumlah daun pada berbagai dosis
mikoriza. ....................................................................................................... 47
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
DOMI RAJES K MANIK: Pemberian Terabuster dan Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Pembibitan Jabon (Anthocephalus cadamba). Dibimbing oleh DENI ELFIATI dan DELVIAN. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan dosis yang sesuai untuk diterapkan dalam pembibitan jabon (Anthocephalus cadamba) di lapangan. Metode yang digunakan adalah metode rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu pemberian Terabuster dengan konsentrasi kontrol, 0.001%,0.002%, 0.004%, dan Inokulasi mikoriza dengan dosis 0 gr, 5 gr, 10 gr. Terabuster merupakan salah satu pupuk polymer dalam bentuk cair. Pupuk ini memiliki kandungan unsur hara makro dan mikro yang langsung siap diserap oleh tanaman. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, diameter tanaman, jumlah daun, persentase kolonisasi akar, rasio tajuk akar, bobot kering tanaman, dan serapan P pada tajuk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara pemberin terabuster dan mikoriza tidak memberikan pengaruh yang nyata. Pemberian terabuster memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman, pertambahan diameter tanaman, pertambahan jumlah daun, dan serapan P pada tajuk. Konsentrasi terbaik yang dihasilkan adalah pada 0.004%. Penggunaan fungi mikoriza arbuskula berpengaruh nyata terhadap persentase jumlah kolonisasi akar, serapan P pada tajuk dan bobot kering total tanaman. Penggunaan FMA terbaik yang diperoleh adalah pada dosis 10 gr. Kata Kunci : Jabon (Anthocephalus cadamba), Terabuster, Fungi Mikoriza
Arbuskula
Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT
Domi Rajes K Manik : Using Terabuster and Arbuscular Mycorrhizal Fungi In Nursery of Jabon ( Anthocephalus cadamba ) . Under supervision of DENI ELFIATI and DELVIAN The objective of this research is for getting a doseage should be applied in nursery of jabon (Anthocephalus cadamba) in the field. The method was used is factorial completely randomized design with 2 factors , namely Terabuster with a concentration 0% , 0.001 % , 0.002 % , 0.004 % , and mycorrhizal inoculation at a doseage of 0 g , 5 g , 10 g . Terabusteris one of thepolymerliquidfertilizer. This fertilizercontainsmacroand micronutrientsaredirectlyabsorbedbythe plant.The research was conducted in the green house of the Faculty of Agriculture, University of Sumatera . The parameters measured were plant height , plant diameter , number of leaves , root colonization percentages , ratio of crown roots , plant dry weight and absorption of P. The results showed that the interaction between doseage of terabuster and mycorrhizal did not give significant effect . Terabuster showed significant effect on the increase of plant height , plant diameter , number of leaves , and absorption of P . The best result concentration is 0.004 % . Using arbuscular mycorrhizal fungi showed significantly effect the percentage of root colonization , absorption of P and total plant dry weight . The best used of AMF is 10 gr . Keywords : Jabon ( Anthocephalus cadamba ) , Terabuster , Arbuscular
Mycorrhizal Fungi
Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Luas lahan kritis di Indonesia diperkirakan telah mencapai 25 juta hektar dengan tingkat penggundulan 3 juta hektar per tahun atau setara dengan 1 hektar per menit hal ini sesuai dengan data Direktorat Pengelolaan Lahan dan Air (2007). Lahan terdegradasi atau lahan kritis merupakan hasil dari interaksi kondisi biologis, iklim, fisik, sumber daya lahan dan manusia sebagai pengelolanya. Lahan disuatu kawasan akan menjadi kritis apabila dipergunakan melebihi kemampuan ekologisnya yang disebabkan oleh alokasi penggunaan lahan yang tidak tepat, efektivitas kontrol pengelolaan sumber daya alam yang lemah, dan intensitas pengelolaan ataupun tekanan penduduk yang sangat tinggi (Prasetyo, 2005).
Salah satu kendala dalam melakukan rehabilitasi adalah kondisi lahan yang tidak mendukung (marginal) bagi pertumbuhan tanaman. Kondisi tanah yang kompak karena pemadatan dapat secara langsung berdampak negatif terhadap fungsi dan perkembangan akar. Akar tidak dapat berkembang dengan sempurna dan fungsinya sebagai alat absorpsi unsur hara akan terganggu. Akibatnya tanaman tidak dapat berkembang dengan normal, pertumbuhannya tetap kerdil dan mengalami stagnasi (Setiadi, 2009).
Pembangunan hutan tanaman merupakan suatu kegiatan penting dalam pemanfaatan lahan kritis. Hutan tanaman dapat memenuhi berbagai fungsi produksi dan perlindungan, dan apabila direncanakan dengan baik dari hutan tanaman dapat diperoleh kestabilan lingkungan.
Universitas Sumatera Utara

Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dapat digunakan untuk membantu program rehabilitasi lahan-lahan kritis. Kemampuannya dalam memperbaiki status nutrisi tanaman pada saat ini dapat dijadikan sebagai alternatif strategis untuk menggantikan (substitusi) sebagian kebutuhan pupuk yang diperlukan oleh tanamanyangditanampada tanah-tanahbermasalah(Setiadi, 1992).
Fungi mikoriza arbuskula (FMA) adalah salah satu tipe fungi pembentuk mikoriza yang cukup efektif dalam meningkatkan pertumbuhan dan memperbaiki kualitas semai tanaman kehutanan. Menurut Allen dan Allen (1992) di alam, keberadaan fungi mikoriza arbuskula (FMA) dapat mempercepat terjadinya suksesi secara alami pada habitat habitat yang mendapat gangguan ekstrim, selain itu keberadaannya mutlak diperlukan karena berperan penting dalam mengaktifkan daur ulang unsur hara (nutrients cycle) sehingga dianggap sebagai alat paling efektif untuk mempertahankan stabilitas ekosistem hutan dan keanekaragaman hayati.
Pemanfaatan teknologi dalam bidang kehutanan diperlukan untuk meningkatkan hasil produksi. Pupuk adalah unsur-unsur esensial baik makro maupun mikro, baik dalam bentuk komponen anorganik maupun organik yang dibutuhkan oleh tanaman untuk kelangsungan hidupnya (Yulipriyanto,2010). Dalam arti luas, pupuk adalah suatu bahan yang digunakan untuk mengubah sifat fisik, kimia, atau biologi tanah sehingga menjadi lebih baik bagi pertumbuhan tanaman (Rosmarkam, 2002). Terabuster merupakan salah satu pupuk polymer dalam bentuk cair. Pupuk ini memiliki kandungan unsur hara makro dan mikro yang langsung siap diserap oleh tanaman .
Universitas Sumatera Utara

Salah satu tanaman yang memiliki pertumbuhan yang cepat (Fast growing) adalah jabon . Jabon merupakan jenis tanaman asli Indonesia yang dapat direkomendasikan untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman. Pohon Jabon memiliki prospek yang cukup baik karena tergolong pohon yang cepat tumbuh, dapat tumbuh di berbagai tipe tanah, prospek pemasarannya cukup tinggi dengan teknik silvikultur yang mudah dan telah diketahui. Jabon akan memiliki peran yang cukup penting pada masa yang akan datang, terutama jika pasokan kayu untuk pertukangan dan industri kehutanan dari hutan alam mulai menurun (Pratiwi, 2003). 1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan perlakuan terbaik dengan pemberian mikoriza dan terabuster pada pembibitan jabon (Anthocephalus cadamba). 1.3 Hipotesis

1. Pemberian kombinasi terabuster dan fungi mikoriza arbuskula berpengaruh dalam meningkatkan pertumbuhan bibit jabon (Anthocephalus cadamba).
2. Pemberian terabuster berpengaruh dalam meningkatkan pertumbuhan bibit jabon (Anthocephalus cadamba).
3. Pemberian fungi mikoriza arbuskula pada dosis tertentu berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit jabon (Anthocephalus cadamba).
Universitas Sumatera Utara

1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dosis,
frekuensi pemberian terabuster, fungi mikoriza arbuskula, atau kombinasinya yang paling sesuai untuk pertumbuhan bibit jabon di lapangan.
Universitas Sumatera Utara

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jabon (Anthocephalus cadamba)

A. Deskripsi Botani Jabon

Jabon (Anthocephallus cadamba) merupakan pohon yang berukuran

sedang hingga besar yang tingginya dapat mencapai 45 m dengan diameter 100-

160 cm dan tinggi bebas cabang lebih dari 25 m (Soerianegara dan Lemmens,


1994).

Adapun klasifikasi Tanaman Jabon menurut Heyne (1987) adalah sebagai

berikut :

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh)

Superdivisi : Spermathopyta (berbiji)

Divisi

: Magnoliophyta (berbunga)

Kelas

: Magnoliopsida (dikotil)


Subkelas : Asteridae

Ordo

: Rubiales

Family

: Rubiaceae (kopi-kopian)

Genus

: Anthocaphalus

Spesies

: Anthocaphalus cadamba

B. Penyebaran Alami dan Syarat Tumbuh Jabon Menurut Pratiwi (2003), di beberapa Negara, Jabon memiliki banyak nama

antara lain Jabon (Indonesia), Common Bur-Flower (Inggris), Kadam (Prancis),

Universitas Sumatera Utara

Bangkal Kaatoan Bangkal (Brunai), Laran (Sabah), Labula (Papua New Guinea), dan Thkoow (Kamboja).
Anthocephalus terdiri atas dua jenis yaitu Anthocephalus cadamba dan Anthocephalus macrophylla. Pohon Jabon terdapat secara alami dari Sri Langka, India, Nepal dan Bangladesh ke arah timur melalui Malaysia hingga Papua Nugini. Jenis ini telah ditanam sebagai pohon hias dan pohon perkebunan dan telah berhasil diperkenalkan ke Afrika Selatan, Puerto Rico, Suriname, Taiwan dan negara-negara lainnya di kawasan tropika dan subtropika (Soerianegara dan Lemmens 1994). Sebaran tumbuh di Indonesia sebagian besar di Jawa Barat,Jawa Timur, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, NTB dan Irian Jaya. (Lembaga Biologi Nasional 1980).
Tanaman jabon dapat tumbuh pada ketinggian dengan kisaran 0 hingga 1000 meter dpl. Tetapi lebih disarankan menanamnya pada tempat dengan ketinggian tidak lebih dari 500 m dpl agar pertumbuhan dan produktifitasnya lebih optimal. Sedangkan jenis tanah yang bagus untuk tanaman jabon adalah tanah lempung, podsolik coklat dan alluvial lembab. Umumnya tanaman jabon ditemukan dihutan sekunderdaratan rendah, didasar lembah, sepanjang sungai dan punggung bukit. Pertumbuhan tanaman jabon akan terganggu jika ditanam dilahan yang memiliki kedalaman air tanah yang dangkal atau ditempat yang tergenang air. Genangan air ini akan menyebabkan pertumbuhan tanaman jabon menjadi tidak produktif, daun menguning dan rontok, cabang lebih terkumpul dibagian pucuk pohon, serta jarak antar ruas menjadi pendek (Martawijaya et al, 1981).
Universitas Sumatera Utara

C. Manfaat Tanaman Jabon Jabon merupakan jenis kayu yang mempunyai berat jenis rata-rata sebesar
0,42 dalam selang (0,29-0,56), kelas kuat III-IV dan kelas awet V. Kayu Jabon banyak digunakan untuk korek api, peti pembungkus, cetakan beton, mainan anak-anak, pulp dan konstruksi darurat yang ringan. (Martawijaya et al. 1981).
Menurut Soerianegara dan Lemmens (1994) jika dikeringkan dengan baik, kayu ini dapat digunakan untuk sampan atau perabot. Kayu jabon digunakan baik sebagai lapisan permukaan maupun lapisan inti dalam kayu lapis dan sesuai untuk membuat papan partikel, papan bersemen dan papan keras. Kegunaan kayu jabon yang terpenting ialah untuk membuat kertas bermutu rendah hingga sedang.
2.2 Fungi Mikoriza Arbuskula A. Pengenalan Mikoriza
Kata mikoriza terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu Mykes (fungi) dan Rhiza (akar). Kata mikoriza pertama kali dikemukakan oleh Frank (1885) yang melihat fungi di dalam sel akar tumbuhan yang ditelitinya di Jawa antara lain akar jati. Mikoriza secara harfiah berarti fungi akar. Dalam konteks ini merupakan kandungan simbiotik dan mutualistik menguntungkan antara fungi non patogen dengan sel-sel akar yang hidup, terutama sel epidermis dan korteks. (Fakuara, 1988).
Fungi mikoriza arbuskula dapat ditemukan hampir pada sebagian besar tanah dan pada umumnya tidak mempunyai inang yang spesifik. Namun tingkat populasi dan komposisi jenis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh karakteristik tanaman dan sejumlah faktor lingkungan seperti suhu, pH, kelembaban tanah, kandungan fosfor dan nitrogen. Suhu terbaik untuk perkembangan FMA adalah
Universitas Sumatera Utara

pada suhu 30 °C, tetapi untuk kolonisasi miselia yang terbaik adalah pada suhu 28-35 °C (Setiadi, 2001) .
Pengenalan dan pengelompokan dalam spora mikoriza vesikular arbuskulasaat ini dilakukan lebih didasarkan kepada struktur subselular dengan verifikasi teknologi molekular, mikoriza vesikular arbuskula dikelompokkan ke dalam ordo Glomales, sub ordo Glomineae dan Gigasporineae. Glomineae terdiri dari empat famili (Glomaceae, Acaulosporaceae, Aracheosporaceae dan Paraglomaceae).Sementara Gigasporineae terdiri dari lima famili yaitu Ehtrophospora,Aracheospora, Paraglomus, Gigaspora dan Scutellspora. Salah satu karakteristik yang mudah diterapkan adalah karakteristik morfologi yaitu dengan penyebarandan reproduksi spora, reaksi melzer, keberadaan struktur subselular diantaranya spore wall dan germinal wall, asesoris, serta struktur mikoriza yang terbentuk dalam akar (Fakuara, 1988).
Fungi mikoriza arbuskula yang membentuk asosiasi simbiotik dengan akar tanaman inangnya yang dapat hidup di dalam dan di luar jaringan akar (dalam tanah), fenomena ini dapat secara langsung berinteraksi dengan mikrobia tanah lainnya atau melalui fisiologi inang (akar dan pola eksudasi). Selain itu juga dipengaruhi oleh inang dan faktor edafik seperti pH tanah, kelembapan, komposisi nutrisi, bahn organik dan sifat fisik inang (Lestari,1998). B. Peranan Fungi Mikoriza Arbuskula

Asosiasi fungi mikoriza pada akar tumbuhan hutan memberi banyak keuntungan bagi tumbuhan inangnya terutama dalam penyerapan unsur hara dan air, serta pencegahan terhadap masuknya patogen akar. Namun demikian kemampuan simbion fungi dalam membantu inangnya tergantung pada tingkat
Universitas Sumatera Utara

kecocokan fungi tersebut dengan inangnya, tersedianya simbion yang paling cocok didalam tanah dan faktor-faktor lain (Smith dan Read, 1997).
Mikoriza arbuskula (MA) adalah golongan fungi yang hanya hidup apabila berasosiasi dengan akar tanaman (Brundett et al, 1996). Hasil penelitian menunjukkan bahwa MA dapat meningkatkan penyerapan unsur hara akibat meluasnya volume tanah yang dieksploitasi sebagai sumber serapan fosfat melalui perluasan hifa eksternal dan akibat aktivitas enzim yang membantu meningkatnya ketersediaan hara melalui pelepasan hara terfiksasi. Hal yang juga penting bagi tanaman untuk bertahan pada lahan terdegradasi adalah masalah kekeringan karena air tidak dapat ditahan oleh tanah. Telah banyak dilaporkan bahwa FMA mampu meningkatkan resistensi tanaman terhadap kekeringan. Hal ini karena hifa FMA selain mampu menyerap air juga dapat mempengaruhi tanaman dalam mengatur tekanan osmotis sel sehingga akan mempengaruhi laju transpirasi (Setiadi, 1999).
Secara tidak langsung, Fungi mikoriza arbuskula berperan dalam perbaikan struktur tanah, meningkatkan kelarutan hara dan proses pelapukan bahan induk. Sedangkan secara langsung, fungi mikoriza dapat meningkatkan serapan air, hara dan melindungi tanaman dari patogen akar dan unsur toksik. Sedikitnya ada 5 hal yang dapat membantu perkembangan tanaman dari adanya mikoriza ini antara lain Mikoriza dapat meningkatkan absorpsi hara dari dalam tanah, mikoriza dapat berperan sebagai penghalang biologi terhadap infeksi patogen akar, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan kelembaban yang ekstrim, meningkatkan produksi hormon pertumbuhan dan zat
Universitas Sumatera Utara

pengatur tumbuh lainnya seperti auxin, menjamin terselenggaranya proses biogeokemis (Nuhamara, 1994).
Kelebihan yang dimiliki oleh FMA ini adalah kemampuannya dalam meningkatkan penyerapan unsur hara makro terutama fosfat dan beberapa unsur mikro seperti Cu, Zn, dan Bo. Oleh sebab itu, maka penggunaan FMA ini dapat dijadikan sebagai alat biologis untuk mengefisienkan penggunaan pupuk buatan terutama fosfat. Untuk membantu pertumbuhan tanaman reboisasi pada lahanlahan yang rusak, penggunaan tipe fungi ini dianggap merupakan suatu cara yang paling efisien karena kemampuannya meningkatkan resistensi tanaman terhadap kekeringan.
Banyak penelitian melaporkan bahwa tanaman bermikoriza lebih tahan terhadap kekeringan dibandingkan dengan tanaman yang tidak bermikoriza. Mekanisme translokasi dan penyerapan langsung air melalui jaringan hifa sama dengan cara penyerapan nutrisi. Kemungkinan pengaruh kolonisasi mikoriza pada tanaman tahan kekeringan, terkait dengan penyerapan nutrisi. Pada tanah kering, ketersedian nutrisi menjadi berkurang karena adanya peningkatan proses difusi (Smith dan Read, 1997).
Hasil penelitian Rasyid (2011) menunjukkan bahwa pada lahan bekas tambang, inokulasi mikoriza pada persemaian suren dapat meningkatkan petumbuhan semai suren . Hal ini dikarenakan mikoriza mampu menyediakan hara yang dibutuhkan oleh semai, sesuai dengan pernyataan Setiadi (1999) bahwa FMA selain mampu menyerap air, FMA juga mampu memperbaiki kemampuan akar dalam menyerap dan mencari air dan mineral, dengan meningkatnya
Universitas Sumatera Utara

kemampuan akar, maka sangat memungkinkan semai dapat tumbuh pada lahan marginal terutama lahan bekas tambang.
Peran FMA sebetulnya secara tidak langsung meningkatkan ketahanan terhadap kadar air yang ekstrim. Fungi mikoriza dapat mempengaruhi kadar air tanaman inang (Morte dkk., 2000). Ada beberapa dugaan tanaman bermikoriza lebih tahan terhadap kekeringan, antara lain : 1. Adanya mikoriza menyebabkan resistensi akar terhadap gerakan air menurun
sehingga transpor air ke akar meningkat. 2. Peningkatan status P tanaman sehingga daya tahan tanaman terhadap kekeringan
meningkat. Tanaman yang mengalami kahat P cenderung peka terhadap kekeringan. 3. Pertumbuhan yang lebih baik serta ditunjang adanya hifa eksternal yang dapat menjangkau air jauh ke dalam tanah sehingga tanaman dapat bertahan pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan. 4. Pengaruh tidak langsung karena adanya hifa eksternal yang menyebabkan FMA efektif dalam mengagregasi butir tanah sehingga kemampuan tanah menyimpan air meningkat.
Universitas Sumatera Utara


2.3 Terabuster Terabuster merupakan Liquid foliar fertilizer, mengandung Natrium,
Posfor, Kalium, Magnesium, Kalsium dan chelated micronutrients. Produk ini diformulasikan untuk melindungi penyerapan melalui daundan digunakan ketika penyerapan nutrisi melalui akar terbatas. Produk ini biasanya digunakan sebagai pendorong untuk membantu dan mempercepat penyembuhan tanaman yang stress selama penempatan/pertumbuhan akar dan juga dapat digunakan sebagai pupuk tambahanuntuk pembibitan. Pemberian pupuk polimer terabuster diberikan sebanyak 500 cm3/tanaman dengan 1 liter terabuster dilarutkan dalam 400-500 liter air, dengan cara menyiramkannya pada akar dan daun. Hasil penelitian Fadhillah (2010) mengatakan bahwa penambahan terabuster dengan konsentrasi 0.002% dengan frekuensi 3 kali dalam seminggu pada pembibitan jabon dapat meningkatkan pertumbuhan bibit 2 kali lebih cepat jika dibandingkan dengan tanpa pemberian terabuster.
Adapun keunggulan dan manfaat Terabuster diantaranya adalah : 1. Memiliki kemampuan larut sangat tinggi dan sempurna sehingga mudah
diserap oleh tanaman. 2. Bentuk cairyang stabil menyediakan unsur hara dalam bentuk yang langsung
dapat diserap tanaman sehingga pertumbuhan tanaman menjadi optimal. 3. Merangsang pertumbuhan dan peningkatan produksi tanaman serta
meningkatkan kemampuan fotosintesa tanaman. 4. Penyemprotan pada saat pembungaan dapat mencegah kerontokan calon buah
dan meningkatkan daya tahan tanaman terhadap stress (cekaman) lingkungan dan ketahanan terhadap penyakit.
Universitas Sumatera Utara

2.4 Tanah Ultisol Di Indonesia tanah jenis Ultisol cukup luas yaitu sekitar 38,4 juta hektar
atau sekitar 29,7% dari 190 juta hektar luas daratan Indonesia. Kelemahankelemahan yang menonjol pada Ultisol adalah pH rendah, kapasitas tukar kation rendah, kejenuhan basa rendah, kandungan unsur hara seperti N, P, K, Ca, dan Mg sedikit dan tingkat Al-dd yang tinggi, mengakibatkan tidak tersedianya unsur hara yang cukup untuk pertumbuhan tanaman. Konsepsi pokok dari Ultisol (Ultimus, terakhir) adalah tanah-tanah yang bewarna merah kuning, yang sudah mengalami proses hancuran iklim lanjut (ultimate), sehingga merupakan tanah yang memiliki penampang dalam (> 2 m), menunjukkan adanya kenaikan kandungan liat dan terakumulasi disebut haorizon Argilik (Subagyo, dkk, 2000). Menurut Soil Survey Staff (2006), Ultisol memiliki ciri adanya horizon argilik atau kandik dengan kejenuhan basa (dengan menghitung jumlah kation) kurang dari 35%.
Reaksi tanah Ultisol pada umumnya masam hingga sangat masam (pH 3.10−5), kecuali tanah ultisol dari batu gamping yang mempunyai reaksi netral hingga agak masam (pH 6.8−06.50). Kapasitas tukar kation pada tanah Ultisol dari granit, sedimen, dan tufa tergolong rendah masing-masing berkisar antara 2.90−7.50 cmol/kg, 6.11−13.68 cmol/kg, dan 6.10−6.80 cmol/kg. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa tanah Ultisol dari bahan volkan, tufa berkapur, dan batu gamping mempunyai kapasitas tukar kation yang tinggi. Di Indonesia, Ultisol umumnya belum tertangani dengan baik. Dalam skala besar, tanah ini telah dimanfaatkan untuk perkebunan kelapa sawit, karet dan hutan tanaman
Universitas Sumatera Utara

industri,tetapi pada skala petani kendala ekonomi merupakan salah satu penyebab tidak terkelolanya tanah ini dengan baik (Prasetyo et al., 2005).
Tanah Ultisol sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi areal pertanian dan perlu diberi perhatian khusus. Ultisol bersifat masam dan telah mengalami pelapukan intensif serta pencucian yang kuat, disamping itu kelarutan Al nya juga tinggi. Masalah utama yang dihadapi dalam pendayagunaan tanah ini adalah produktivitas yang rendah dan degradasi kesuburan tanah yang cepat. Tanpa dilakukan pemupukan dan pengelolaan yang tepat, tanaman yang tumbuh pada Ultisol produksinya sangat rendah. Akan tetapi dengan pengapuran, penambahan bahan organik, pemupukan, dan pengelolaan tanah yang baik, tanah ini akan dapat dijadikan tanah yang cukup produktif (Djafaruddin, 1970 ).
Universitas Sumatera Utara

III. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan September hingga Desember 2013.
Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Tanah dan rumah kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
3.2 Bahan dan Alat Penelitian A. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah Ultisol, Terabuster , bibit Jabon (Anthocephalus cadamba), fungi mikoriza arbuskula (FMA) yang diperoleh dari Laboratorium Bioteknologi Hutan Pusat Penelitian Bioteknologi (PPB) IPB Bogor dengan jenis Glomus etunicatum,Glomus intraradices, Gigaspora margaritadan Acaulospora tuberculata, polibag, kertas label, air sebagai pelarut dan penyiraman tanaman. Bahan yang digunakan untuk pengamatan kolonisasi FMA adalah akar tanaman inang, larutan KOH 10%, larutan HCl 2%, larutan staining (trypan blue 0,05 %, asam laktat, aquadest), larutan destaining (glycerol). B. Alat
Alat yang digunakan adalah Jangka sorong untuk mengukur diameter bibit, penggaris untuk mengukur tinggi semai, sprayer untuk menyiram semai, tally sheet sebagai tempat untuk mencatat data-data hasil pengamatan, mikroskop binokuler untuk mengamati kolonisasi akar, kaca preparat sebagai tempat untuk meletakkan sampel pada saat pengamatan, pinset untuk menjepit, cover glass untuk menutup kaca preparat, cangkul, timbangan, kertas tisu, dan alat-alat tulis.
Universitas Sumatera Utara

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pola Rancangan Acak Lengkap (RAL)

faktorial dengan 2 faktor. Faktor-faktornya adalah sebagai berikut :

1. Faktor I : Pemberian dosis mikoriza (M) yang berbeda, terdiri dari :

M0 = Tanpa pemberian mikoriza (0 gr)

M1 = Penambahan mikoriza 5 gr/tanaman

M2 = Penambahan mikoriza 10 gr/tanaman

2. Faktor II : Pemberian Terabuster (T), terdiri dari:

T0 = Tanpa penambahan Terabuster (0)

T1 = Penambahan Terabuster dengan konsentrasi 0,001 % T3 = Penambahan Terabuster dengan konsentrasi 0,002 %

T4 = Penambahan Terabuster dengan konsentrasi 0,004 %

Jumlah kombinasi perlakuan adalah : 3 x 4 =12 perlakuan

Jumlah ulangan

: 5 ulangan

Jumlah tanaman seluruhnya

: 60 tanaman

Menurut Hanafiah (2008), rumus umum rancangan acak lengkap (RAL)

faktorial adalah sebagai berikut:

Yijk = μ + αi + βj + (αβ) ij + εijk

Dimana :

Yijk : Respon pertumbuhan bibit Jabon (Anthocephalus cadamba)

μ : Nilai tengah umum

αi : Pengaruh taraf ke-i dari pemberian mikoriza

βj : Pengaruh taraf ke-j dari pemberian Terabuster

Universitas Sumatera Utara

(α β) ij : Pengaruh interaksi taraf ke-i dari pemberian mikoriza dan taraf ke-j dari pemberian Terabuster
εijk : Pengaruh (galad percobaan) taraf ke- i dari pemberian mikoriza dan taraf ke-j dari pemberian Terabuster pada ulangan yang ke- k
Hasil analisis dimasukkan dalam tabel analisis sidik ragam (ANOVA). Hasil analisis sidik ragam yang berbeda nyataselanjutnya dilakukan Uji Lanjut Duncan pada taraf 5%.
3.4 Pelaksanaan Penelitian A. Pengambilan dan Persiapan Contoh Tanah Tanah yang digunakan sebagai media pertumbuhan bibit jabon di ambil
dari Simalingkar, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang. Tanah yang telah diambil, kemudian di jemur hingga pada kondisi kering udara. Setelah itu, tanah kemudian di ayak dengan menggunakan ayakan yang memiliki ukuran lobang 2 mm. Hal ini bertujuan untuk menyaring kotoran dan bebatuan dari contoh tanah.
B. Analisis Contoh Tanah Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan analisa
awalterhadap kondisi tanah, meliputi pH, kadar air,P-tersedia dan C-organik. Hal ini bertujuan untuk mengetahui sifat tanah.
C. Penanaman dan Pemberian Perlakuan Semai yang telah berumur 40-50 hari disapih kemudian ditanam di dalam
polibag hitam yang telah berisi 3 kg tanah Ultisol. Inokulasi FMA dilakukan pada saat penanaman semai ke polibag dengan meletakkan inokulum sebanyak 5 gr,dan
Universitas Sumatera Utara

10 gr / tanaman, dengan teknik inokulasi yang dilakukan dengan sistem “layering technique” yaitu dengan cara meletakkan mikoriza ke dalam lubang tanam. Bibit kemudian ditanam ke media yang telah diberi mikoriza. Akar tanaman diusahakan dekat dengan FMA yang ditabur. Kemudian lubang tanam yang telah berisi bibit ditutup dengan tanah.
Pemberian terbuster dilakukan 3 hari setelah dilakukan penanaman. Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan akar-akar halus untuk penyerapan hara. Frekuensi pemberian terabuster dilakukan sekali dalam 2 minggu yaitu sebanyak 100 ml untuk setiap tanaman kecuali pada kontrol.
D. Pemeliharaan Tanaman a. Penyiraman Penyiraman bibit dilakukan pada sore hari dengan menggunakan sprayer. b. Penyiangan Untuk menghindari persaingan antara gulma dan tanaman, maka dilakukan
penyiangan. Penyiangan dilakukan secara manual dengan mencabut gulma yang berada pada polibag.
E. Pengamatan Parameter Sebelum dilakukan pengamatan parameter, dilakukan terlebih dahulu
pengambilan data awal tiap parameter. Jadi data yang diperoleh pada saat pengukuran parameter dikurangi terhadap data awal. Pengamatan mulai dilakukan1 minggu setelah tanam, selama 13 minggu dan parameter yang diamati antara lain adalah:
Universitas Sumatera Utara

a. Tinggi bibit (cm) Tinggi semai diukur mulai dari pangkal batang dipermukaan tanah sampai
titik tumbuh terakhir. Pengukuran tinggi digunakan dengan menggunakan mistar . b. Diameter bibit (mm) Pengukuran dilakukan dengan menggunakan jangka sorong dengan dua
arah yang berlawanan dan saling tegak lurus terhadap batang kemudian diambil rata-ratanya.
c. Jumlah daun (helai) Pengamatan jumlah daun dilakukan setiap minggu selama 13 minggu,
setelah bibit ditanam pada media sesuai dengan perlakuan masing-masing. d. Persentase Kolonisasi Akar Persentasi infeksi mikoriza dilakukan pada minggu ke 13 setelah masa
tanam dan dilakukan di laboratorium Biologi Tanah. Pengamatan persentase akar yang terinfeksi berdasarkan bidang pandang (field of view) mikroskop. Adanya infeksi pada akar diberi simbol (+) dan tidak adanya infeksi diberi simbol ().Pengamatan persentase akar yang terinfeksi oleh fungi mikoriza arbuskula dilakukan dengan teknik pewarnaan akar Kormanik dan McGraw dalam Delvian (2003). Adapun tahapannya adalah sebagai berikut:
1. Contoh akar dicuci dengan air biasa untuk melepaskan semua miselium luar.
2. Bagian akar yang muda (serabut) dipotong-potong sepanjang 1 cm dan dimasukkan ke dalam botol film lalu direndam dalam larutan KOH 10 % kemudian tutup tabung tersebut dan biarkan selama 12 jam.
Universitas Sumatera Utara

3. Setelah akar berwarna kuning bersih, larutan KOH 10 % dibuang dan akar

dibilas dengan air selama 5-10 menit .

4. Akar diasamkan dalam HCl 2% selama 30 menit.Pada proses ini akar akan

berwarna pucat atau putih. HCl 2% dibuang dan diganti dengan larutan

staining (gliserol, asam laktat, dan aquades) dengan perbandingan 2:2:1

dan ditambah trypan blue sebanyak 0.05% lalu biarkan 24 jam.

5. Jika terlalu pekat dapat ditambahkan larutan destaining (larutan staining

tanpa trypan blue, dengan perbandingan gliserol, asam laktat, dan aquades

sebesar 2:2:1) dan dibiarkan semalam.

6. Akar yang telah diberikan larutan staining kemudian disusun pada gelas

objek (1 gelas objek untuk 10 potong akar) kemudian diamati dengan

mikroskop.

7. Jumlah akar yang terinfeksi CMA dari 10 potong akar tersebut dicatat.

8. Persentase akar yang terinfeksi oleh CMA dihitung berdasarkan

menggunakan rumus : ∑ Field of view (+)
Persentase akar terinfeksi = ∑ Field of all ×100 %

Dimana :

∑ field of view (+) = Setiap bidang pandang yang menunjukkan adanya infeksi

∑ field of all

= Seluruh bidang pandang yang diamati.

e. Rasio Tajuk Akar

Rasio tajuk akar diperoleh dengan cara membandingkan antara bobot

kering tajuk dan bobot kering akar. Tajuk dan akar tanaman dipisahkan dan

dibersihkan. Dimasukkan ke dalam kantongan kertas dan diberi tanda sesuai

Universitas Sumatera Utara

perlakuan. Rasio tajuk akar didapat dengan mengeringkan bagian akar dan tajuk dengan suhu 70°C selama 48 jam untuk mendapatkan bobot kering tajuk dan akar.
f. Bobot kering tanaman Bobot kering tanaman adalah jumlah seluruh bagian dari bobot kering
tajuk dan juga bobot kering akar dari tanaman. g. Serapan P Perhitungan serapan P tanaman didapatkan dengan mengalikan jumlah
berat kering total dengan kadar P tanaman. Pada serapan P ini, tanaman yang diambil pada umur 13 minggu.
Universitas Sumatera Utara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil A. Sifat Kimia Tanah
Hasil analisis sifat kimia tanah yang berasal dari Simalingkar B

menunjukkan bahwa jenis tanah ultisol yang digunakan sebagai media tanam

tanaman Jabon termasuk ke dalam kriteria tanah kurang subur. Hasil analisis sifat

kimia tanah ultisol disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Analisis sifat kimia tanah Ultisol Simalingkar B

Parameter

Satuan

Nilai

Keterangan

pH(H2O)

-

5.06 Masam

C-Organik

%

1.24 Rendah

P-Bray II

Ppm

8.27

Rendah

Keterangan :Penilaian sifat-sifat tanah didasarkan pada Kriteria Penilaian

Sifat Tanah (Pusat Penelitian Tanah. Bogor 1983).

Sifat-

B. Pertambahan Tinggi Tanaman Hasil uji sidik ragam pertambahan tinggi tanaman jabon menunjukkan

bahwa interaksi antara terabuster dan mikoriza tidak berpengaruh nyata terhadap

pertambahan tinggi tanaman jabon. Pada faktor tunggal, pemberian terabuster

berpengaruh nyata pada pertambahan tinggi bibit jabon sedangkan pemberian

mikoriza tidak berpengaruh nyata. Hasil uji lanjut pengaruh faktor tunggal

pemberian terabuster dan mikoriza disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan pertambahan tinggi tanaman jabon (cm) 13 mst

Terabuster

Mikoriza 0 gr 5 gr 10 gr

Rata-rata

0 % 3.73 4.43 5.43

4.53a

0.001% 0.002% 0.004%

5.50 6.67 5.97 7.73 8.23 6.63 8.00 8.77 9.37

6.04b
7.53c 8.70c

Rata-rata 6.24 7.03 6.85

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Pada tabel 2 terlihat bahwa perlakuan dengan pemberian terabuster dengan

konsentrasi 0.004% memiliki rataan pertambahan tertinggi yaitu 8.7 cm.

Universitas Sumatera Utara

Pertambahan rataan tinggi terendah adalah 4.53 cm, yaitu 0 %. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan rataan pertambahan tinggi pada 0 % berbeda nyata dengan pemberian terabuster dengan konsentrasi 0.001%, dan 0.002%, tetapi konsentrasi 0.002% tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 0.004%. Pertambahan tinggi bibit jabon pada berbagai konsentrasi terabuster dapat dilihat pada Gambar 1.

Rataan tinggi bibit (cm)

10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Waktu pengamatan (minggu)

Kontrol 0.001% 0.002% 0.004%

Gambar 1. Rataan pertambahan tinggi pada berbagai konsentrasi terabuster

Gambar 1 menunjukkan bahwa terjadi kenaikan tinggi tanaman jabon pada

setiap minggu. Pertambahan tinggi yang paling pesat adalah pemberian terabuster

dengan konsentrasi sebanyak 0.004%, kemudian diikuti dengan konsentrasi

0.002%, 0.001% dan terendah yaitu tanpa pemberian terabuster.

C. Pertambahan Diameter Tanaman Hasil uji sidik ragam pertambahan diameter tanaman jabon menunjukkan
bahwa interaksi antara pemberian terabuster dan mikoriza tidak berpengaruh nyata. Pada faktor tunggal yakni dengan pemberian terabuster menunjukkan pengaruh yang nyata dalam pertambahan diameter tanaman jabon, tetapi pada

Universitas Sumatera Utara

pemberian mikoriza tidak berpengaruh nyata. Hasil uji lanjut pengaruh faktor

tunggal pemberian terabuster dan mikoriza disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan pertambahan diameter tanaman jabon (mm) 13 mst

Terabuster

Mikoriza 0 gr 5 gr 10 gr

Rata-rata

0% 0.001% 0.002% 0.004%

2.33 2.13 3.17 3.23 3.87 3.37 3.87 3.93 4.23 4.37 4.77 5.67

2.54a 3.49b 4.01b 4.93c

Rata-rata 3.45 3.67 4.11

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Tabel 3 menunjukkan bahwa pada pemberian terabuster dengan

konsentrasi 0.004% memiliki rerata tinggi tertinggi yaitu 4.93 mm. Pertambahan

tinggi terendah adalah 2.54 mm dengan tanpa pemberian terabuster. Hasil uji

lanjut Duncan menunjukkan rataan pertambahan diameter pada 0 % berbeda nyata

dengan pemberian terabuster pada dosis 0.001%, tetapi pemberian terabuster pada

dosis 0.001% tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 0.002% dan berbeda nyata

dengan konsentrasi 0.004%. Pertambahan diameter tanaman jabon pada berbagai

konsentrasi terabuster dapat dilihat pada Gambar 2.

Universitas Sumatera Utara

Pertambahan Diameter (mm)

6 5 4 3 2 1 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Waktu pengamatan (minggu)

Kontrol 0.001% 0.002% 0.004%

Gambar 2. Rataan pertambahan diameter pada berbagai dosis terabuster Gambar 2 menunjukkan bahwa terjadi kenaikan pertambahan diameter
bibit jabon pada setiap minggu. Terlihat jelas pertambahan diameter tertinggi adalah dengan pemberian terabuster pada konsentrasi 0.004%, kemudian diikuti dengan 0.002%, 0.001% dan 0 %.

D