Pengaruh Penggunaan Fungisida Terhadap Perkecambahan Spora Fungi Mikoriza Arbuskula

(1)

PENGARUH PENGGUNAAN

FUNGISIDA TERHADAP PERKECAMBAHAN SPORA

FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA

TESIS

Oleh:

SUDIRMAN

077030022/BIO

PROGRAM MAGISTER BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(2)

PENGARUH PENGGUNAAN

FUNGISIDA TERHADAP PERKECAMBAHAN SPORA

FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA

TESIS

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Magister Biologi Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Oleh

SUDIRMAN

077030022/BIO

PROGRAM MAGISTER BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(3)

Judul Tesis : PENGARUH PENGGUNAAN FUNGISIDA TERHADAP PERKECAMBAHAN SPORA FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA

Nama Mahasiswa : Sudirman Nomor Pokok : 077030022 Program Studi : Biologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

Dr. Delvian, SP. MP. Prof. Dr. Dwi Suryanto, MSc. Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

Prof. Dr. Dwi Suryanto, MSc. Prof. Dr. Eddy Marliyanto, MSc.


(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

PENGARUH PENGGUNAAN

FUNGISIDA TERHADAP PERKECAMBAHAN SPORA FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA

T E S I S

Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis/disertasi ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar.

Medan, 30 Desember 2009

Sudirman


(5)

Telah diuji pada

Tanggal : 30 Desember 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Delvian, SP. MP. Anggota : 1. Prof. Dr. Dwi Suryanto, MSc.

2. Prof. Dr. Erman Munir, MSc. 3. Dr. Deni Elfiati, SP. MP.


(6)

ABSTRAK

Penelitian pengaruh penggunaan fungisida terhadap perkecambahan spora FMA telah dilakukan. Tujuan untuk mengetahui pengaruh fungisida terhadap perkecambahan spora FMA. Untuk menguji pengaruh fungisida digunakan rancangan acak lengkap faktorial. Dua fungisida dengan bahan aktif berbeda yaitu asam fosfit konsentrasi 0.04%, 0.12%, 0.20% dan metalaksil konsentrasi 0.0525%, 0.0875%, 0.1225%. Air digunakan sebagai kontrol. Dua fungisida ini digunakan kepada dua jenis spora yaitu Gigaspora margarita dan Acaulospora tuberculata. Hasil menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi dari kedua fungisida memberikan pengaruh menghambat namun tidak mencegah perkecambahan Gigaspora margarita yang ada tanaman inangnya maupun yang tidak ada tanaman inangnya. Pada sisi lain, spora Acaulospora tuberculata yang tidak ada tanaman inangnya tidak berkecambah, tapi Acaulospora tuberculata

yang ada tanaman inangnya berkecambah.

Kata kunci: Gigaspora margarita, Acaulospora tuberculata, fungisida, perkecambahan.


(7)

ABSTRACT

A study on effect of fungicide application to germination of FMA spore has been carried out. The objective of research is to know the effect of fungicide application to the germination of FMA spore. To examine the fungicide effect, a complete factorial random design was used. Two fungicides with different active compounds, i.e., phosphit acid and metalaxil were used at concentrations of 0.04%, 0.12%, 0.20% and 0.0525%, 0.0875%, 0.1225%, respectively. Water was

used as control. These two fungicides were applied for 2 spore types, i.e., Gigaspora margarita and Acaulospora tuberculata. The result showed that

increasing concentration of the two fungicides gave an effect on inhibiting germination but not preventing the germination of Gigaspora margarita without host plant or with host plant. On the other hand, spore of Acaulospora tuberculata

did not germinate without host plant. However it still germinated with host plant. Keywords: Gigaspora margarita, Acaulospora tuberculata, fungicide,


(8)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah saya ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat kesehatan dan kesempatan yang telah diberikan Nya sehingga penelitian tesis berjudul Pengaruh Penggunaan Fungisida Terhadap Perkecambahan Spora Fungi Mikoriza Arbuskula ini dapat terselesaikan.

Selama pelaksanaan penelitian ini penulis banyak mendapat bantuan baik moril, material maupun spiritual. Untuk itu penulis menyampaikan terimakasih kepada :

1. Dr. Delvian, SP. MP. selaku Ketua Komisi Pembimbing (Pembimbing I) dan Prof. Dr. Dwi Suryanto, MSc. selaku Pembimbingn II, sekaligus sebagai Ketua Departemen Biologi, atas bimbingan dan arahan yang telah diberikan kepada penulis.

2. Prof. Dr. Erman Munir, MSc. sebagai Penguji I serta Dr. Deni Elfiati, SP. MP. sebagai Penguji II yang telah banyak memberikan masukan dalam penyempurnaan tesis ini.

3. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam hal ini Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Sumatera Utara (BAPPEDASU) yang telah memberikan bantuan finansial kepada penulis untuk mengikuti perkuliahan Pasca Sarjana ini.

4. Istri tercinta Dra. Farida Nadeak dan anak-anak tersayang Widiya Sari Sufa, Muhammad Ridho Sufa, Hafizah Ilmi Sufa, dan Imam Penggowo Darojatun Sufa yang telah berperan sebagai sumber motivasi dan inspirasi dalam penyelesaian studi ini.

5. Orang tua tercinta Senun dan Bariyah juga saudara kandung serta seluruh keluarga dan teman yang telah memberikan motivasi dan doa sehingga saya dapat menyelesaikan S2 ini.

Akhirnya saya menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan. Dengan demikian akan menjadikan tesis ini lebih sempurna dan lebih bermanfaat tidak hanya bagi saya sendiri tapi juga bagi orang lain.


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kampung Penaga, Kecamatan Bandar Khalifah, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 28 Oktober 1963, anak keempat dari delapan bersaudara, dari pasangan Senun (ayah) dan Bariyah (ibu).

Penulis menamatkan pendidikan formal SD Negeri 102076 Kampung Juhar Kabupaten Serdang Bedagai pada 30 Nopember 1976, SMP Negeri Manggadua Kabupaten Serdang Bedagai pada 7 Mei 1980, SMA Negeri 1 Tebing Tinggi Provinsi Sumatera Utara pada 28 April 1983, S-1 Pendidikan Biologi IKIP Medan pada 20 Juni 1988, S-1 Budidaya Pertanian UMTS Padangsidimpuan pada 28 September 1995, dan S2 Biologi Universitas Sumatera Utara pada 30 Desember 2009.

Pengalaman kerja penulis yaitu tahun 1990-1991 bertugas sebagai guru SMA Negeri Hutapadang Kabupaten Tapanuli Selatan, pada tahun 1991-1998 bertugas sebagai guru SMA Negeri 2 Padangsidimpuan, pada tahun 1998-2003 bertugas sebagai guru yang diberi tugas tambahan sebagai Kepala SMA Negeri 1 Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan, pada tahun 2003-2006 bertugas sebagai guru yang diberi tugas tambahan sebagai Kepala SMA Negeri 1 Barumun Tengah Kabupaten Tapanuli Selatan, dan pada tahun 2006-sekarang bertugas sebagai guru SMA Negeri 5 Medan.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP... iv

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumausan Masalah... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Hipotesis Penelitian... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Mikoriza ... 4

2.2 Manfaat Mikoriza Bagi Tanama ... 7

2.3 Perkecambahan Spora Mikoriza ... 8

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 12

3.1 Tempat dan Waktu ... 12

3.2 Bahan dan Alat... 12

3.3 Metode Penelitian ... 12

3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 14

3.5 Variabel yang Diamati ... 16

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 20

4.1 Hasil ... 20

4.2 Pembahasan... 24

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 28

5.1 Kesimpulan ... 28

5.2 S a r a n... 28


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

1. Hari mulai berkecambah spora FMA (hari) ... 20

2. Persentase perkecambahan spora FMA (%) ... 22

3. Laju perkecambahan spora FMA (% / hari)... 22


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

1. Penampang membujur akar terinfeksi FMA (Brundrett dkk., 1996) ... 5 2. Phylogeny perkembangan dan taksonomi ordo Glomeromycota

(sumber: INVAM, 2009)... 6 3. Tabung perkecambahan (germ tube) spora FMA perlakuan F3M1

pada kultur cawan petri tanpa tanaman inang ... 43 4. Vesikula FMA perlakuan F6M2 pada kultur pot diberi tanaman inang . 44


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

1.a Hari mulai berkecambah (hari) ... 32

1.b Data transformasi V(y+0,5) hari mulai berkecambah (hari)... 33

1.c Daftar sidik ragam hari mulai berkecambah ... 34

2.a Persentase perkecambahan (%)... 35

2.b Data transformasi V(y+0,5) persentase perkecambahan (%)... 36

2.c Daftar sidik ragam persentase perkecambahan ... 37

3.a Laju perkecambahan (% / hari) ... 38

3.b Data transformasi V(y+0,5) laju perkecambahan (% / hari) ... 39

3.c Daftar sidik ragam laju perkecambahan... 40

4.a Persentase kolonisasi FMA pada akar tanaman inang (%) ... 41


(14)

ABSTRAK

Penelitian pengaruh penggunaan fungisida terhadap perkecambahan spora FMA telah dilakukan. Tujuan untuk mengetahui pengaruh fungisida terhadap perkecambahan spora FMA. Untuk menguji pengaruh fungisida digunakan rancangan acak lengkap faktorial. Dua fungisida dengan bahan aktif berbeda yaitu asam fosfit konsentrasi 0.04%, 0.12%, 0.20% dan metalaksil konsentrasi 0.0525%, 0.0875%, 0.1225%. Air digunakan sebagai kontrol. Dua fungisida ini digunakan kepada dua jenis spora yaitu Gigaspora margarita dan Acaulospora tuberculata. Hasil menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi dari kedua fungisida memberikan pengaruh menghambat namun tidak mencegah perkecambahan Gigaspora margarita yang ada tanaman inangnya maupun yang tidak ada tanaman inangnya. Pada sisi lain, spora Acaulospora tuberculata yang tidak ada tanaman inangnya tidak berkecambah, tapi Acaulospora tuberculata

yang ada tanaman inangnya berkecambah.

Kata kunci: Gigaspora margarita, Acaulospora tuberculata, fungisida, perkecambahan.


(15)

ABSTRACT

A study on effect of fungicide application to germination of FMA spore has been carried out. The objective of research is to know the effect of fungicide application to the germination of FMA spore. To examine the fungicide effect, a complete factorial random design was used. Two fungicides with different active compounds, i.e., phosphit acid and metalaxil were used at concentrations of 0.04%, 0.12%, 0.20% and 0.0525%, 0.0875%, 0.1225%, respectively. Water was

used as control. These two fungicides were applied for 2 spore types, i.e., Gigaspora margarita and Acaulospora tuberculata. The result showed that

increasing concentration of the two fungicides gave an effect on inhibiting germination but not preventing the germination of Gigaspora margarita without host plant or with host plant. On the other hand, spore of Acaulospora tuberculata

did not germinate without host plant. However it still germinated with host plant. Keywords: Gigaspora margarita, Acaulospora tuberculata, fungicide,


(16)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Fungi patogen hidup berasosiasi parasitik dengan tanaman pertanian. Asosiasi parasitik ini menimbulkan kerugian yang besar bagi petani yaitu merusak benih dorman, benih di persemaian, dan tanaman (akar, batang, daun, bunga dan buah). Hal yang biasa dilakukan petani dalam memutuskan asosiasi parasitik antara tumbuhan dan fungi patogen adalah dengan menggunakan fungisida. Fungisida merupakan racun kimia yang diracik untuk membunuh fungi penyebab penyakit tanaman (Rahayu dan Akbar, 2003).

Penggunaan fungisida dapat menimbulkan masalah lingkungan, residunya tidak terdegradasi oleh organisma kecuali mikroorganisma tertentu, akibatnya residu fungisida terakumulasi dalam sel/jaringan organisma dengan konsentrasi berbeda-beda antara tingkat tropik yaitu dari tingkat tropik terbawah sampai tingkat tropik teratas terjadi peningkatan konsentrasi residu. Manusia berpeluang menempati tingkat tropik teratas berarti berpeluang pula sel/jaringan tubuhnya mendapat residu konsentrasi tertinggi.

Dampak negatif lainnya dari penggunaan fungisida menurut Davies (2000) dapat menghambat perkembangan hifa dan kolonisasi fungi mikoriza arbuskula (FMA). Sementara perkembangan hifa dan kolonisasi FMA yang baik memberi manfaat bagi tanaman dalam hal peningkatan kemampuan penyerapan tanaman terhadap unsur hara makro P, peningkatan kemampuan tanaman menyerap unsur mikro Cu, Zn, Bo (Anonimus, 2006), menghambat infeksi patogen (Abbott dan Robson, 1984), memperlambat proses penuaan akar (Imas dkk., 1989),


(17)

meningkatkan ketahanan tanaman terhadap stres kekeringan (Setiadi, 1993). Dengan demikian berarti penggunaan fungisida menimbulkan kerugian terhadap keanekaragaman dan aktivitas mikroba tanah bermanfaat seperti FMA.

Penggunaan fungisida walaupun telah banyak disebut-sebut menimbulkan pengaruh buruk terhadap lingkungan, namun banyak pengguna fungisida yang tidak bersedia meninggalkan fungisida untuk beralih ke jenis pengendali hayati. Permasalaahan tersebut disebabkan yang pertama hambatan pertumbuhan dan perkembangan fungi patogen yang dikendalikan menggunakan fungisida lebih cepat dapat diamati hasilnya daripada menggunakan pengendali hayati, dan yang kedua pengguna fungisida tidak merasakan akibat buruk penggunaan fungisida berupa kerugian secara langsung dari sisi nilai nominal hasil usaha pertaniannya.

Hasil penelitian tentang pengaruh penggunaan fungisida terhadap pertumbuhan dan aktifitas FMA masih ditemukan perbedaan yaitu sebagaimana dikemukakan Carrencho dkk. (2000) bahwa ada fungisida yang sifatnya menghambat pertumbuhan dan aktifitas FMA dan ada pula yang justru sebaliknya yaitu mempercepat. Adanya fungisida yang bisa menghambat dan ada yang bisa mempercepat pertumbuhan dan aktifitas FMA inilah membuat penulis tertarik melakukan penelitian pengaruh penggunaan fungisida terhadap pertumbuhan dan aktifitas FMA.

Pertumbuhan dan aktifitas FMA menurut Peterson dan Guinel (2000) melalui tahapan 1). Pra-penetrasi (perkecambahan spora, perpanjangan dan percabangan hifa), 2). Penetrasi, 3). Perkembangan dan penyebaran hifa intraseluler ke dalam korteks dan 4). Pembentukan arbuskula. Dari keempat tahapan di atas ternyata perkecambahan yang paling mudah dipelajari, oleh karena


(18)

itu penelitiannya dibatasi menjadi pengaruh penggunaan fungisida terhadap perkecambahan spora FMA.

1.2 Perumusan Masalah

Apakah konsentrasi fungisida bahan aktif asam fosfit dan bahan aktif metalaksil berpengaruh terhadap perkecambahan spora FMA (Gigaspora margarita, Acaulospora tuberculata)?

1.3 Tujuan

Menguji pengaruh konsentrasi fungisida bahan aktif asam fosfit dan bahan aktif metalaksil terhadap perkecambahan spora FMA (Gigaspora margarita,

Acaulospora tuberculata).

1.4 Hipotesis

Konsentrasi fungisida bahan aktif asam fosfit dan bahan aktif metalaksil berpengaruh terhadap perkecambahan spora FMA Gigaspora margarita, spora


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mikoriza

Mikoriza merupakan asosiasi mutualistik antara jamur dengan akar tumbuhan tingkat tinggi (Smith dan Read, 1997). Mikoriza banyak mendapat perhatian karena kemampuannya berasosiasi membentuk simbiosis mutualistik dengan hampir 80% spesies tanaman (Steussy, 1992)

Pertumbuhan dan aktivitas mikoriza berbeda sesuai spesies dan lingkungan mikoriza (Hetrick, 1984). Sejalan dengan itu Abbott dan Robson (1984) menyatakan setiap spesies mikoriza mempunyai innate effectiveness atau kemampuan spesifik dari setiap spesies mikoriza untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman pada kondisi tanah yang kurang menguntungkan. Faktor kemampuan spesifik dimaksud adalah kemampuan membentuk hifa yang ekstensif di dalam tanah, membentuk infeksi hifa yang ekstensif pada seluruh sistem perakaran yang berkembang dari suatu tanaman, menyerap fosfor dari larutan tanah oleh hifa dan lamanya mekanisme transpor sepanjang hifa ke dalam

akar tanaman.

Berdasarkan struktur tubuh dan cara infeksi terhadap tanaman inang mikoriza dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu ektomikoriza dan endomikoriza (Rao, 1994). Endomikoriza tergolong ke dalam fungi mikoriza arbuskula (FMA) karena mempunyai arbuskula dan pada beberapa genus mempunyai vesikula (Smith dan Read, 1997). Arbuskula yaitu menyerupai struktur pohon kecil dari percabangan hifa berfungsi sebagai tempat pertukaran metabolit antara jamur dan tanaman. Vesikula berbentuk globose berasal dari


(20)

menggelembungnya hifa jamur mikoriza fungsinya sebagai organ penyimpan makanan (Bonfante dan Fasolo, 1984). Untuk lebih jelasnya bentuk dari arbuskula dan vesikula berikut ditampilkan dalam Gambar 1.


(21)

Fungi mikoriza arbuskula merupakan endomikoriza tergolong ke dalam ordo

Glomeromycota yang kemudian dibedakan menjadi 2 sub ordo yaitu

Gigasporineae dan Glominae. Sub ordo Gigasporineae memiliki 1 famili yaitu

Gigasporaceae dengan 2 genus yaitu genus Gigaspora dan Scutelospora. Sub ordo Glominae memiliki 4 famili yaitu famili Glomaceae dengan genus Glomus, famili Acaulosporaceae dengan genus Acaulospora dan Entrophospora, famili

Paraglomaceae dengan genus Paraglomus dan famili Archaeosporaceae dengan genus Archaeospora (INVAM, 2009). Untuk memperjelas klasifikasi ordo

Glomeromycota berikut ditampilkan dalam Gambar 2.

Gambar 2. Phylogeny perkembangan dan taksonomi ordo Glomeromycota


(22)

2.2 Manfaat Mikoriza Bagi Tanaman

Keuntungan yang didapat dari simbiosis mutualistik antara jamur dan tanaman adalah tanaman memberi karbon untuk jamur dan jamur memberi peningkatan kemampuan penyerapan fosfat, mineral dan nutrisi lainnya bagi tumbuhan (Anonimus, 2006). Peningkatan pengambilan nutrisi oleh akar tanaman bermikoriza terjadi karena perakaran menjadi tambah panjang, diameter tambah besar, sehingga permukaan absorbsi akar semakin luas (Abbott dan Robson, 1984). Mikoriza membantu pertumbuhan tanaman dengan meningkatkan penyerapan fosfat. Fosfat merupakan unsur essensial yang diperlukan tanaman dalam jumlah banyak. Sementara pada tanah asam, fosfat dalam bentuk tidak tersedia bagi tanaman. Mikoriza pada akar tanaman mampu mengubah fosfat yang tidak tersedia bagi tanaman menjadi tersedia (Powell dan Bagyaraj, 1984).

Akar tanaman yang bermikoriza mampu menghambat infeksi patogen melalui mekanisme mikoriza menciptakan lingkungan yang tidak menguntungkan buat pertumbuhan patogen dengan jalan menggunakan karbohidrat dan eksudat akar yang lebih. Dengan cara lain mikoriza juga mengeluarkan zat yang dapat mematikan patogen (Abbott dan Robson, 1984).

Imas dkk. (1989) menyatakan mikoriza juga dapat meningkatkan produksi hormon pertumbuhan seperti auksin, sitokinin dan giberelin bagi tanaman inangnya. Auksin berfungsi memperlambat proses penuaan akar sehingga fungsi akar sebagai penyerap unsur hara dan air akan bertahan lebih lama.


(23)

2.3 Perkecambahan Spora Mikoriza

1. Pengaruh suhu

Perkecambahan spora Gigaspora coralloidea (Schenck dan Schroder, 1975) terjadi pada suhu optimum 34oC, Gigaspora margarita (Clark, 1978) dan

Gigaspora gigantea (Koske, 1981) kedua spora tidak berkecambah pada suhu 15oC dan berkecambah pada suhu optimum 31oC, Glomus epigaeum (Daniel dan Trappe, 1980) berkecambah pada suhu 18-25oC, Glomus mosseae (Schenck dan Schroder, 1975) berkecambah pada suhu optimum 20oC, Glomus caledonium

(Tommerup dan Kidby, 1980) spora mati pada suhu 60oC untuk waktu 1-5 menit. Suhu berpengaruh pada perkecambahan spora mikoriza. Hal itu dimungkinkan lebih disebabkan oleh secara genetis ada perbedaan ketahanan enzim masing-masing spesies mikoriza terhadap suhu.

2. Pengaruh kelembaban

Percobaan Daniel dan Trappe (1980) pada perkecambahan Glomus epigaeum menggunakan lempung berdebu dengan berbagai kandungan air, menunjukkan bahwa perkecambahan paling baik pada kandungan air mulai air jenuh sampai dengan kapasitas lapang (0-1/3 bar). Perkecambahan menurun drastis mulai di atas kapasitas lapang sampai dengan titik layu permanen (di atas 1/3-15 bar) dan perkecambahan tidak ada sama sekali mulai di atas titik layu permanen sampai dengan koefisien higroskopis (di atas 15-31 bar).

Kelebihan air akan mendesak oksigen keluar dari dalam spora, yang kemudian oksigen yang merupakan unsur penting diperlukan dalam perkecambahan menjadi tidak tersedia, yang mengakibatkan spora tidak berkecambah. Sebaliknya kekurangan air mengakibatkan tidak berlangsung proses perkecambahan karena


(24)

air selain merupakan komponen dasar pembentukan zat makanan, air juga berfungsi membantu mengedarkan nutrisi ke bagian jaringan yang aktif membelah dan sebagai media berlangsungnya reaksi enzimatik proses perkecambahan spora.

3. Pengaruh pH

Perkecambahan spora fungi mikoriza arbuskula pH optimumnya berbeda-beda. Glomus mosseae mengalami perkecambahan dengan baik pada pH 6,0-9,0,

Gigaspora coralloidea dan Gigaspora heterogama pada pH 4,0-6,0, Glomus epigaeum pada pH 6,0-8,0 (Daniel dan Trappe, 1980).

Powell dan Bagyaraj (1984) mengemukakan antara pH dengan perkecambahan spora fungi mikoriza arbuskula terdapat hubungan yaitu pH berpengaruh pada aktivitas enzim, aktivitas enzim berpengaruh pada perkecambahan. Selain itu pH rendah atau asam juga berpengaruh menjadi tidak tersedianya fosfat sebagai unsur penting dalam pembelahan sel pada proses perkecambahan spora mikoriza.

4. Pengaruh mikroba tanah

Pengaruh mikroba tanah terhadap perkecambahan Glomus spp. dengan menggunakan rangkaian percobaan media agar ditambahkan tanah non steril dan air secukupnya diperoleh hasil perkecambahan meningkat (Hetrick, 1984). Pada rangkaian percobaan lainnya tentang pengaruh mikroba tanah terhadap perkecambahan pada spora Glomus epigaeum menggunakan tanah steril baik yang disterilkan dengan otoklaf, dipanaskan dengan uap, diberi radiasi sinar gamma diperoleh hasil perkecambahan gagal (Daniel dan Trappe, 1980).


(25)

Kegagalan perkecambahan dikemukakan Daniel dan Trappe (1980) karena pada tanah steril tidak ada kehidupan berbagai mikroba tanah termasuk bakteri endofitik diazotrop yang diharapkan mampu memproduksi zat perangsang perkecambahan spora mikoriza. Hal yang serupa dikemukakan (Hetrick, 1984) bahwa peningkatan perkecambahan terjadi dikarenakan pada tanah nonsteril terdapat mikroba tanah yang memberikan zat perangsang pertumbuhan bagi perkecambahan spora mikoriza.

5. Pengaruh tanaman inang

Perkecambahan spora tidak mutlak tergantung pada tanaman inang (Giovannetti dkk., 1993), tetapi proses selanjutnya membutuhkan tanaman inang. Tanaman inang penting dalam melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan spora mikoriza setelah berkecambah, karena tanaman inang memberi ketersediaan karbon bagi mikoriza (Anonimus, 2006). Eksudat akar tanaman inang berpengaruh positif terhadap pertumbuhan FMA dan pengaruh akan meningkat jika dikombinasi dengan CO2 konsentrasi tinggi (Be’card dan Piche’, 1989).

Mikoriza dapat berasosiasi tidak hanya terhadap jenis tanaman inang tertentu saja. Walaupun untuk masing-masing mikoriza ada tanaman inang yang disukainya dan ada pula tanaman inang yang tidak disukainya. Tanaman inang yang tidak disukai ditandai dengan sedikitnya koloni dan produksi spora mikoriza yang terbentuk. Hal tersebut dimungkinkan karena adanya eksudat yang dikeluarkan oleh tanaman inang bersifat racun bagi mikoriza (Hetrick, 1984).


(26)

6. Pengaruh fungisida

Fungisida benomyl konsentrasi relatif rendah (0,001-0,1µm/ml) berpengaruh meningkatkan perkecambahan spora Glomus mosseae. Fungisida benomyl konsentrasi relatif tinggi (1-2,12µm/ml) berpengaruh menghambat perkecambahan spora Glomus mosseae. Fungisida benomyl konsentrasi relatif sangat tinggi (10-21,25µm/ml) berpengaruh menggagalkan perkecambahan spora mikoriza (Chiocchio dkk., 2000).

Berkecambahnya spora pada perlakuan yang diberi benomyl konsentrasi relatif rendah (0,001-0,1µm/ml) meningkatkan perkecambahan spora Glomus mosseae, pertama: dikarenakan pemberian fungisida dengan konsentrasi rendah tersebut masih belum menghalangi proses pindahnya air dari larutan fungisida ke larutan sel spora secara osmosis, dan kedua: pemberian fungisida tersebut diduga mengakibatkan terangsangnya tanaman inang menghasilkan eksudat akar. Terangsangnya tanaman inang menghasilkan eksudat akar dapat berpengaruh mempercepat perkecambahan spora Glomus mosseae. Hal tersebut sesuai yang dikemukakan Melin (1963) dalam Imas dkk. (1989) yaitu eksudat akar yang dikeluarkan tanaman inang dapat merangsang perkecambahan spora FMA. Eksudat yang dapat merangsang perkecambahan spora FMA tersebut kemudian dikenal dengan faktor M.

Pemberian benomyl konsentrasi relatif tinggi (1-2,12µm/ml) menghambat perkecambahan spora FMA, dikarenakan pemberian fungisida konsentrasi tinggi tersebut meurunkan laju pindahnya air dari larutan fungisida ke larutan sel spora FMA secara osmosis. Pemberian benomyl konsentrasi relatif sangat tinggi (10- 21,25µm/ml) bahkan dapat menyetop pindahnya air ke larutan sel spora FMA.


(27)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2009 sampai Agustus 2009 bertempat di Laboratorium Bioteknologi Hutan Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah spora FMA (Gigaspora margarita,

Acaulospora tuberculata), fungisida dengan bahan aktif asam fosfit dan metalaksil, bahan sterilisasi (chlorox), pasir sungai, kertas saring, kertas HVS, aquades, glukosa. Alat yang digunakan adalah saringan bertingkat, cawan petri, rak kultur, mikroskop dissecting,otoklaf, sentrifuse, pinset spora, pipet mikro.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor yang diuji yaitu:

1. Perbedaan bahan aktif dan konsentrasi fungisida (F): Tanpa penggunaan fungisida (0,0000%) sebagai kontrol (F0) Penggunaan fungisida bahan aktif asam fosfit 0,0400% (F1) Penggunaan fungisida bahan aktif asam fosfit 0,1200% (F2) Penggunaan fungisida bahan aktif asam fosfit 0,2000% (F3) Penggunaan fungisida bahan aktif metalaksil 0,0525% (F4) Penggunaan fungisida bahan aktif metalaksil 0,0875% (F5) Penggunaan fungisida bahan aktif metalaksil 0,1225% (F6)


(28)

2. Perbedaan spesies spora FMA (M):

Gigaspora margarita (M1)

Acaulospora tuberculata (M2)

Kombinasi perlakuan:

F0M1: Tanpa penggunaan fungisida (0,0000%) terhadap Gigaspora margarita

F1M1: Bahan aktif asam fosfit 0,0400% terhadap Gigaspora margarita

F2M1: Bahan aktif asam fosfit 0,1200% terhadap Gigaspora margarita

F3M1: Bahan aktif asam fosfit 0,2000% terhadap Gigaspora margarita

F4M1: Bahan aktif metalaksil 0,0525% terhadap Gigaspora margarita

F5M1: Bahan aktif metalaksil 0,0875% terhadap Gigaspora margarita

F6M1: Bahan aktif metalaksil 0,1225% terhadap Gigaspora margarita

F0M2: Tanpa penggunaan fungisida (0,0000%) terhadap Acaulospora tuberculata

F1M2: Bahan aktif asam fosfit 0,0400% terhadap Acaulospora tuberculata

F2M2: Bahan aktif asam fosfit 0,1200% terhadap Acaulospora tuberculata

F3M2: Bahan aktif asam fosfit 0,2000% terhadap Acaulospora tuberculata

F4M2: Bahan aktif metalaksil 0,0525% terhadap Acaulospora tuberculata

F5M2 : Bahan aktif metalaksil 0,0875% terhadap Acaulospora tuberculata

F6M2: Bahan aktif metalaksil 0,1225% terhadap Acaulospora tuberculata

Masing-masing perlakuan dibuat sebanyak tiga ulangan. Data yang diperoleh diolah menggunakan analisis varian untuk mengetahui pengaruh perlakuan dan dilanjutkan dengan uji DMRT untuk mengetahui perbedaan pengaruh perlakuan.


(29)

3.4 Pelaksanaan Penelitian

1. Sterilisasi alat dan bahan

Cawan petri, gelas ukur, tabung reaksi, erlenmeyer, pinset spora, pipet mikro, kertas saring, pasir sungai, dicuci bersih, dibungkus kertas HVS, dimasukkan ke dalam otoklaf pada suhu 1210C tekanan 1 atm selama 60 menit.

2. Isolasi spora

Teknik mengisolasi spora FMA menggunakan teknik tuang saring dan dilanjutkan dengan teknik sentrifugasi. Prosedur kerja teknik tuang saring yang digunakan berdasarkan Pacioni (1992), pertama adalah mencampurkan mikofer sampel sebanyak 50 g dengan 200-300 ml air dan diaduk. Selanjutnya disaring dalam satu set saringan bertingkat ukuran 710 µm, 425 µm dan 45 µm secara berurutan dari atas ke bawah. Dari saringan bagian atas disemprot dengan air kran untuk memudahkan bahan saringan lolos. Kemudian saringan paling atas dilepas dan saringan ke dua kembali disemprot dengan air kran. Setelah saringan kedua dilepas sejumlah mikofer sisa yang tertinggal pada saringan terbawah dipindahkan ke dalam tabung sentrifuse untuk dilanjutkan dengan teknik sentrifugasi.

Prosedur kerja teknik sentrifugasi yang digunakan berdasarkan Brundrett

dkk. (1996), pertama adalah hasil saringan dalam tabung sentrifuse ditambahkan dengan glukosa 60% yang diletakkan pada bagian bawah dengan menggunakan pipet. Tabung sentrifuse ditutup rapat dan disentrifuse dengan kecepatan 2500 rpm selama 3 menit. Selanjutnya larutan supernatan yang mengandung spora dituang ke dalam saringan 45 µm, dicuci dengan air mengalir (air kran) untuk menghilangkan glukosa. Selanjutnya spora-spora tersebut dituangkan ke dalam cawan petri dan siap untuk masuk tahap sterilisasi.


(30)

3. Sterilisasi spora

Spora yang diperoleh dari kegiatan isolasi spora dimasukkan ke dalam tabung, kemudian dimasukkan bahan sterilan (chlorox 5%) dan disentrifugasi dengan 2500 rpm selama 2 menit. Setelah disentrifugasi sterilan yang terdapat di dalam tabung disedot dengan pipet sampai habis dan kemudian dimasukkan larutan pembilas (aquades) ke dalam tabung tersebut dan kemudian tabung dikocok/digoyang dengan tangan dan setelah itu larutan pembilas disedot. Kegiatan membilas spora dilakukan sebanyak 3 kali. Spora-spora yang telah disterilisasi diletakkan di cawan petri (wadah sementara) dan kemudian diletakkan ke dalam cawan petri perlakuan dan untuk seterusnya dilakukan pembuatan kultur.

4. Pembuatan kultur

Untuk pengamatan variabel persentase perkecambahan, hari mulai berkecambah dan laju perkecambahan dibuat kultur FMA tanpa tanaman inang. Mula-mula cawan petri diberi label F0M1, F1M1, F2M1, F3M1, F4M1, F5M1, F6M1, F0M2, F1M2, F2M2, F3M2, F4M2, F5M2, F6M2 dengan ulangan sebanyak 3 kali. Berikutnya cawan petri diberi pasir sungai masing-masing seberat 20 g, diratakan, diberi alas kertas saring, diletakkan masing-masing 5 spora Gigaspora margarita, Acaulospora tuberculata sesuai label. Setelah itu cawan petri diberi perlakuan konsentrasi fungisida bahan aktif asam fosfit dan metalaksil dimana pemberian langsung mengenai spora dengan cara diteteskan sedikit demi sedikit sampai alas kertas saring lembab/basah. Terakhir ditutup dengan bidang atas cawan petri.


(31)

5. Pemeliharaan

Seluruh cawan petri yang telah berisi FMA tanpa tanaman inang yang telah diberi perlakuan dimasukkan ke dalam rak kultur selama 42 hari pada suhu kamar, tanpa cahaya/ruang gelap.

3.5 Variabel yang Diamati

Tiga variabel yang diamati yaitu persentase perkecambahan, hari mulai berkecambah dan laju perkecambahan. Pengamatan dilaksanakan setiap hari dimulai hari ke-1 sampai dengan hari ke-42.

1. Hari mulai berkecambah

Dilakukan pengamatan hari mulai berkecambah menggunakan mikroskop dissecting. Spora berkecambah ditandai dengan adanya hifa. Kemudian dihitung rata-rata hari mulai berkecambah dari setiap cawan petri dengan rumus sebagai berikut :

X1 + X2 + X3 + ... + Xn

X =

n Dimana:

X : Rata-rata hari mulai berkecambah spora dalam 1 cawan petri X1: Hari mulai berkecambah data 1

X2: Hari mulai berkecambah data 2

X3: Hari mulai berkecambah data 3

Xn: Hari mulai berkecambah data n n: Banyaknya data


(32)

2. Persentase perkecambahan

Menghitung persentase perkecambahan spora fungi mikoriza arbuskula dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Jumlah spora yang berkecambah

Persentase perkecambahan = x 100%

Jumlah spora yang dikecambahkan 3. Laju perkecambahan (Kartasapoetra, 2003)

Laju perkecambahan dihitung dengan menggunakan rumus berikut : (100) (A1 + A2 + ... + An)

C.G =

A1T1 + A2T2 + ... + AnTn

Dimana :

A : Jumlah benih yang berkecambah pada hari tertentu. T : Waktu yang bersesuaian dengan A.

n : Jumlah hari pada penilaian/perhitungan akhir. CG: Koefisiensi perkecambahan.

4. Uji kolonisasi FMA pada akar tanaman inang

Untuk membandingkan bagaimana pengaruh konsentrasi fungisida bahan aktif asamfosfit dan metalaksil terhadap FMA yang ada tanaman inangnya menjadi penting dalam penelitian ini. Variabel yang diamati adalah persentase kolonisasi FMA pada akar tanaman inang (Zea mays L).

Mula-mula pot plastik diberi label perlakuan F0M1, F1M1, F2M1, F3M1, F4M1, F5M1, F6M1, F0M2, F1M2, F2M2, F3M2, F4M2, F5M2, F6M2 dengan ulangan sebanyak 3 kali. Setiap pot plastik diisi sebanyak ±500 gram pasir sungai yang terlebih dahulu pasirnya dicuci bersih dan dijemur di panas matahari. Kemudian diberi 5 spora FMA (Gigaspora margarita atau Acaulospora


(33)

tuberculata) dan benih tanaman inang (Zea mays L). Setiap pot plastik yang telah berisi FMA dan tanaman inang (Zea mays L) disirami dengan air secukupnya hingga tercapai keadaan kapasitas lapang, interval penyiraman 1 kali dalam 1 hari, diberi larutan pupuk hyponex merah konsentrasi 1 gram/2 liter air, interval penyiraman 1 kali dalam 3 hari dan diberi konsentrasi larutan fungisida asam fosfit dan metalaksil sesuai perlakuan, interval penyiraman 1 kali dalam 1 minggu. Penyiraman air, larutan pupuk hyponex merah dan larutan fungisida dilakukan

sampai tanaman berumur 42 hari.

Akar tanaman inang dipanen pada saat tanaman berumur 42 hari, yang digunakan adalah yang segar dan halus berdiameter 0,5-1,0 mm (Rajapakse dan Miller, 1992). Akar dicuci dengan air mengalir (air kran) hingga bersih, kemudian dimasukkan ke dalam larutan KOH 10% selama 24 jam sampai keluar seluruh isi sitoplasma sel atau berwarna pucat untuk memudahkan pengamatan struktur kolonisasi FMA pada akar. Larutan KOH dicuci menggunakan air mengalir (air kran). Setelah itu akar direndam dalam HCl 2% selama 12 jam kemudian dicuci menggunakan air mengalir (kran), bertujuan menurunkan pH akar agar proses pewarnaan lebih bagus. Selanjutnya akar tanaman inang diberi larutan pewarna (staining) mengandung trypan blue 0,05% sesuai teknik yang dilakukan oleh Kormanik dan McGraw (1982). Larutan trypan blue dibuang dan diganti dengan larutan lacto glyserol untuk proses destaining (pengurangan warna). Setelah itu akar dipotong-potong dengan ukuran panjang ±1 cm. Dari yang satu perlakuan dan ulangan yang sama diambil secara acak sebanyak 10 potong akar tanaman yang berukuran ±1 cm tadi untuk disusun pada kaca preparat secara berbaris.


(34)

Setiap preparat diberi label perlakuan dan ulangan. Selanjutnya kolonisasi FMA pada akar tanaman inang siap diamati menggunakan mikroskop compoun.

Penghitungan persentase kolonisasi FMA pada akar tanaman inang menggunakan metode panjang akar terkolonisasi (Giovannetti dan Mosse, 1980). Potongan akar tanaman yang tersusun pada preparat diamati di bawah mikroskop compoun untuk setiap bidang pandang. Bidang pandang yang menunjukkan tanda-tanda kolonisasi (terdapat hifa dan atau arbuskula dan atau vesikula) diberi tanda (+), sedangkan yng tidak terdapat tanda-tanda kolonisasi diberi tanda negatif (-). Selanjutnya dihitung persentase kolonisasi FMA pada akar tanaman inang menggunakan rumus :

∑ bidang pandang bertanda (+)

% kolonisasi FMA pada akar tanaman = x 100%


(35)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

1. Hari mulai berkecambah spora FMA

Perlakuan interaksi fungisida dan mikoriza berpengaruh sangat nyata terhadap hari mulai berkecambah spora FMA. Data dan analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 1a-1c. Uji beda rataan antar perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hari mulai berkecambah spora FMA (hari)

Bahan aktif fungisida dan konsentrasi Kontrol

Asam fosfit Metalaksil

0,0000 % 0,0400 % 0,1200 % 0,2000 % 0,0525 % 0,0875 % 0,1225 % Perlakuan

(F0) (F1) (F2) (F3) (F4) (F5) (F6)

Rataan

G. margarita

(M1) 5,13 b 5,20 b 6,22 d 10,00 f 5,78 c 6,20 d 6,53 e 6,44 A. tuberculata

(M2) 0,00 a 0,00 a 0,00 a 0,00 a 0,00 a 0,00 a 0,00 a 0,00

Rataan 2,57 2,60 3,11 5,00 2,89 3,10 3,27

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata.

Pemberian fungisida bahan aktif asam fosfit pada konsentrasi tertinggi F3M1 lebih menghambat perkecambahan spora FMA dibandingkan pemberian fungisida bahan aktif metalaksil konsentrasi tertinggi F6M1. Tetapi pemberian fungisida bahan aktif asam fosfit konsentrasi terendah F1M1 tidak lebih menghambat perkecambahan spora FMA dibandingkan pemberian fungisida bahan aktif metalaksil konsentrasi terendah F4M1. Kemudian pemberian fungisida bahan aktif asam fosfit konsentrasi menengah F2M1 tidak berbeda nyata dengan pemberian fungisida bahan aktif metalaksil konsentrasi menengah F5M1. Dari data tersebut terlihat bahwa jenis bahan aktif fungisida yang digunakan


(36)

memberikan pengaruh berbeda, namun dalam penelitian ini tidak dilakukan pengujian pengaruh jenis fungisida terhadap perkecambahan spora FMA.

Penggunaan fungisida dengan semakin dinaikkan konsentrasi bahan aktifnya F0(0,0000%), F1(0,0400%), F4(0,0525%), F5(0,0875%), F2(0,1200%), F6(0,1225%), F3(0,2000%) tidak tergantung apakah yang dinaikkan konsentrasinya adalah bahan aktif asam fosfit ataukah bahan aktif metalaksil, terlihat berpengaruh terhadap hari mulai berkecambah spora Gigaspora margarita

yaitu menjadi lebih lambat beraturan 5,13; 5,20; 5,78; 6,20; 6,22; 6,53; 10,00 hari. Semakin tinggi konsentrasi bahan aktif fungisida yang digunakan menjadikan semakin sedikit jumlah air yang dapat pindah masuk secara osmosis ke dalam sel-sel spora, yang kemudian akan berpengaruh menghambat perkecambahan. Cukupnya jumlah air mutlak bagi spora untuk berkecambah yaitu diperlukan sebagai media reaksi kimia di dalam sel, mengaktifkan enzim, mengedarkan nutrisi ke seluruh bagian sel-sel spora yang sedang aktif melakukan pembelahan sel untuk berkecambah (Priadi, 2009 ).

2. Persentase perkecambahan spora FMA

Perlakuan mikoriza berpengaruh sangat nyata terhadap persentase perkecambahan spora FMA. Sementara perlakuan fungisida berpengaruh tidak nyata terhadap persentase perkecambahan spora FMA. Data dan analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 2a-2c. Uji beda rataan antar perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2.


(37)

Tabel 2. Persentase perkecambahan spora FMA (%)

Bahan aktif fungisida dan konsentrasi Kontrol

Asam fosfit Metalaksil

0,0000 % 0,0400 % 0,1200 % 0,2000 % 0,0525 % 0,0875 % 0,1225 % Perlakuan

(F0) (F1) (F2) (F3) (F4) (F5) (F6)

Rataan

G. margarita

(M1) 100,00 100,00 93,33 86,67 100,00 93,33 86,67 94,29 b

A. tuberculata

(M2) 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 a

Rataan 50,00 50,00 46,67 43,34 50,00 46,67 43,34

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata.

Dari Tabel 1 diketahui bahwa konsentrasi fungisida berpengaruh menghambat hari mulai berkecambah spora FMA. Sementara dari Tabel 2 diketahui bahwa konsentrasi fungisida tidak berpengaruh menurunkan persentase perkecambahan spora FMA. Dari Tabel 1 dan 2 berarti konsentrasi fungisida hanya bersifat menunda tetapi tidak mencegah perkecambahan spora FMA.

3. Laju perkecambahan spora FMA

Perlakuan interaksi fungisida dengan mikoriza berpengaruh sangat nyata terhadap laju perkecambahan spora FMA. Data dan analisis sidik ragam terdapat pada Lampiran 3a-3c. Uji beda rataan antar perlakuan terdapat pada Tabel 3. Tabel 3. Laju perkecambahan spora FMA (%/hari)

Bahan aktif fungisida dan konsentrasi Kontrol

Asam fosfit Metalaksil

0,0000 % 0,0400 % 0,1200 % 0,2000 % 0,0525 % 0,0875 % 0,1225 % Perlakuan

(F0) (F1) (F2) (F3) (F4) (F5) (F6)

Rataan

G. margarita

(M1) 19,53 g 19,25 f 16,13 d 10,00 b 17,31 e 16,18 d 15,31 c 16,24 A. tuberculata

(M2) 0,00 a 0,00 a 0,00 a 0,00 a 0,00 a 0,00 a 0,00 a 0,00 Rataan 9,77 9,63 8,07 5,00 8,66 8,09 7,66


(38)

Dari Tabel 3 diketahui bahwa konsentrasi fungisida berpengaruh menghambat laju perkecambahan spora FMA. Sementara dari Tabel 2 diketahui bahwa konsentrasi fungisida tidak berpengaruh menurunkan persentase perkecambahan spora FMA. Tabel 2 dan 3 terlihat bahwa konsentrasi fungisida hanya menunda tetapi tidak mencegah perkecambahan spora FMA.

4. Persentase kolonisasi FMA pada akar tanaman inang

Perlakuan fungisida dan mikoriza berpengaruh sangat nyata terhadap persentase perkecambahan spora FMA. Data dan analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 4a-4b. Uji beda rataan antar perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Persentase kolonisasi FMA pada akar tanaman inang (%)

Bahan aktif fungisida dan konsentrasi Kontrol

Asam fosfit Metalaksil

0,0000 % 0,0400 % 0,1200 % 0,2000 % 0,0525 % 0,0875 % 0,1225 % Perlakuan

(F0) (F1) (F2) (F3) (F4) (F5) (F6)

Rataan

G. margarita

(M1) 67,67 67,00 58,67 52,33 63,00 62,33 56,00 61,00 b A. tuberculata

(M2) 21,00 20,00 16,00 12,00 18,00 17,33 13,67 16,86 a

Rataan 4 44,34 g 43,50 f 37,34 c 32,17 a 40,50 e 39,83 d 34,84 b

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom dan lajur yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata.

Dari Tabel 2 diketahui bahwa spora Acaulospora tuberculata sama sekali tidak berkecambah. Sementara Tabel 4 terlihat bahwa spora Acaulospora tuberculata berkecambah. Acaulospora tuberculata berkecambah pada Tabel 4 ditunjukkan dengan terjadinya kolonisasi FMA pada akar tanaman inang. Penyebab spora Acaulospora tuberculata pada Tabel 2 tidak berkecambah dan pada Tabel 4 berkecambah adalah jelas karena faktor ada tidaknya tanaman inang.


(39)

4.2 Pembahasan

Pemberian fungisida dengan semakin dinaikkan konsentrasi bahan aktifnya F0(0,0000%), F1(0,0400%), F4(0,0525%), F5(0,0875%), F2(0,1200%), F6(0,1225%), dan F3(0,2000%) berpengaruh semakin memperlambat hari mulai berkecambah spora FMA (Tabel 1), dan juga berpengaruh semakin memperlambat laju perkecambahan spora FMA (Tabel 3). Namun demikian pemberian konsentrasi fungisida tersebut tidak berpengaruh menurunkan persentase perkecambahan spora FMA (Tabel 2). Dari ketiga data tersebut berarti pengaruh konsentrasi fungisida hanya bersifat menghambat, artinya bersifat menunda perkecambahan tetapi tidak mencegah.

Terhambatnya perkecambahan spora FMA pada penelitian ini diperkirakan karena penyerapan air oleh spora FMA menjadi semakin lambat seiring kenaikan konsentrasi fungisida. Penyerapan air menjadi lambat berpengaruh terhadap perkecambahan spora FMA menjadi terhambat, sebab penyerapan air menurut Gazey dkk. (1993) merupakan salah satu tahapan dalam perkecambahan spora FMA disamping tiga tahapan lainnya yaitu pengaktifan, pemunculan tabung perkecambahan dan pembentukan hifa. Lebih lanjut menurutnya bahwa mekanisma perkecambahan spora FMA dimulai dengan masuknya air ke dalam spora, diikuti dengan terhidrasinya komponen-komponen organel dan makromolekul dalam spora, kemudian enzim menjadi aktif, sehingga aktifitas metabolisma meningkat. Dua hingga sepuluh hari setelah spora diaktifkan, tabung perkecambahan nampak dan diikuti oleh pertumbuhan hifa.

Pada Tabel 4 bahwa pemberian fungisida dengan semakin dinaikkan konsentrasi bahan aktifnya F0(0,0000%), F1(0,0400%), F4(0,0525%),


(40)

F5(0,0875%), F2(0,1200%), F6(0,1225%), F3(0,2000%) tidak tergantung apakah yang dinaikkan konsentrasinya adalah bahan aktif asam fosfit ataukah bahan aktif metalaksil, terlihat berpengaruh terhadap persentase kolonisasi spora Gigaspora margarita menjadi turun secara beraturan 67,67%; 67,00%; 63,00%; 62,33%; 58,67%; 56,00%; 52,33%. Pengaruhnya terlihat juga pada persentase kolonisasi spora Acaulospora tuberculata menjadi turun secara beraturan 21,00%; 20,00%; 18,00%; 17,33%; 16,00%; 13,67%; 12,00%. Pengaruhnya terhadap kedua spora FMA dalam hal ini Gigaspora margarita dan Acaulospora tuberculata menjadi turun secara beraturan 44,34%; 43,50%; 40,50%; 39,83%; 37,34%; 34,84%; 32,17%. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian Carrenho dkk. (2000) maupun Chiocchio dkk. (2000).

Hasil penelitian Carrenho dkk. (2000) bahwa pemberian dosis fungisida bahan aktif metalaksil berkorelasi negatif terhadap kolonisasi FMA. Untuk pemberian dosis 1 g a.i./m2 yang dilaksanakan di Casa Branca 1, di Casa Branca 2, dan di Ilha Solteira secara berurutan diperoleh harga r sebesar -0,96, -0,91, dan -0,63 sehingga harga r rata-rata sebesar -0,83. Sementara untuk pemberian dosis 2 g a.i./m2 diperoleh harga r sebesar -0,99, -0,94, dan -0,63 sehingga harga r rata-rata sebesar -0,85. Dibandingkan kedua data tersebut terlihat bahwa dosis 2 g a.i./m2 lebih menghambat kolonisasi FMA dari pada dosis 1 g a.i./m2. Demikian pula hasil penelitian Chiocchio dkk. (2000) bahwa pemberian fungisida redomil dengan kenaikan konsentrasi 0,001, 0,01, 0,1, 1, 2,12, 10, 10,62, dan 21,25 μg/ml mengakibatkan perkecambahan spora FMA turun menjadi 72, 68, 64, 17, 12, 0, 0, dan 0%.


(41)

Data Tabel 2 memperlihatkan bahwa Acaulospora tuberculata pada kultur cawan petri tanpa tanaman inang sama sekali tidak berkecambah, sementara data Tabel 4 memperlihatkan bahwa Acaulospora tuberculata pada kultur pot yang diberi tanaman inang berkecambah. Dari kedua data tersebut menunjukkan adanya suatu kondisi yang dibutuhkan spora Acaulospora tuberculata untuk berkecambah yang tidak tersedia pada kultur cawan petri. Kondisi dimaksud adalah faktor karbohidrat dan faktor M (Imas dkk., 1989).

Faktor karbohidrat mempengaruhi perkecambahan spora FMA sesuai teori faktor karbohidrat yang dikemukakan Bjorkman (1942) dalam Imas dkk. (1989) menyatakan bahwa perkecambahan mikoriza sangat tergantung kepada tersedianya karbohidrat-karbohidrat sederhana yang berlebihan di dalam akar tumbuhan. Sehubungan dengan ketersediaan karbohidrat yang berlebihan, Bjorkman (1942) dalam Imas (1989) menunjukkan bahwa mikoriza berkembang dengan baik jika tumbuhan mendapat cahaya 25% lebih dari cahaya siang penuh dan status unsur hara N dan P dalam kondisi sedikit.

Untuk menunjang teori faktor karbohidrat, Bjorkman (1942) dalam Imas

dkk. (1989) melakukan percobaan pencekikan pada Pinus sylvestri umur 3 tahun dengan memakai kawat tipis digunakan untuk membatasi pengangkutan gula dari daun ke akar melalui floem. Hasil percobaan menunjukkan bahwa tanaman yang dicekik mempunyai sistem perakaran yang kerdil dan jelek.

Faktor M mempengaruhi perkecambahan spora FMA sesuai teori Faktor M yang dikemukakan Melin (1963) dalam Imas dkk. (1989) yaitu dengan mempelajari metabolisma akar dan pengaruhnya terhadap pembentukan jamur mikoriza pada potongan-potongan akar Pinus sylvestri dinyatakan bahwa


(42)

akar-akar Pinus sylvestri dapat mengeluarkan satu atau lebih metabolit yang dapat merangsang pertumbuhan FMA yang kemudian metabolit tersebut dikenal dengan faktor M.

Tanaman inang mempengaruhi perkecambahan spora FMA juga ditunjukkan Giovanneti dkk. (1993) dari hasil observasi yang lebih detail terhadap hifa-hifa FMA diameter 20-30 µm yang mendekati akar tanaman inang. Karakteristik hifa-hifa FMA yang kontak langsung dengan akar tanaman inang berbentuk seperti kipas yang komplek dengan percabangan lateral. Sementara pencegahan hifa-hifa FMA kontak langsung dengan perakaran tanaman inang mencegah pembentukan struktur seperti kipas tersebut. Dari data observasi ini terlihat bahwa morfogenesis spesifik dari mikoriza terjadi pada kondisi bila ada tanaman inang.

Masih berkisar peranan tanaman inang terhadap kolonisasi FMA, David

dkk. (2001) melakukan penelitian tentang pertumbuhan dan percabangan hifa FMA yang dikontrol oleh signal khusus dari akar tanaman inang. Hasilnya telah diketahui bahwa signal husus dari tanaman inang mampu mempengaruhi tahap pra-infeksi hifa FMA, tetapi mekanismanya belum dapat dijelaskan. Lebih lanjut Perrin dan Plenchettie (1993) menyatakan bahwa perkecambahan dan kolonisasi FMA selain tergantung pada tanaman inang juga tergantung pada faktor lingkungan seperti tanah, iklim, dan juga strain FMA.


(43)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

1. Konsentrasi bahan aktif fungisida yang diberikan berpengaruh hanya bersifat menghambat perkecambahan spora FMA artinya bersifat menunda tetapi tidak mencegah.

2. Ada perbedaan respon terhadap kondisi lingkungan dalam proses perkecambahan dan kolonisasi spora FMA antar mikoriza.

3. Keberadaan tanaman inang mempengaruhi perkecambahan dan kolonisasi spora FMA.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh penggunaan fungisida terhadap perkecambahan spora Acaulospora tuberculata pada kultur tanpa tanaman inang dengan memperpanjang waktu pengamatan perkecambahan mendekati masa dormansi spora Acaulospora tuberculata berkisar tiga bulan atau lebih. 2. Dalam penelitian ini hanya dilakukan pengujian pengaruh konsentrasi

fungisida terhadap perkecambahan spora FMA, tetapi tidak dilakukan pengujian pengaruh jenis fungisida terhadap perkecambahan spora FMA. Oleh karena itu kedepan perlu dilakukan penelitian pengaruh jenis fungisida bahan aktif asam fosfit dan bahan aktif metalaksil dengan konsentrasi yang sama untuk keduanya terhadap perkecambahan spora FMA.


(44)

DAFTAR PUSTAKA

Abbott LK dan AD Robson. 1984. The Effect of Mycorrhizae on Plant Growth. CRC Press. Inc. Boca Raton. Florida. Hlm: 113-130.

Anonimus. 2006. The Use of Mycorrhiza in Native Plant Production. University of Washington. USA.

Be`card G dan Piche´ Y. 1989. Fungal growth stimulation by CO2 and root

exudates in vesicular-arbuscular mycorrhizal symbiosis. Appl Environ Microbiol. 55: 2320-2325.

Bonfante dan Fasolo P. 1984. Anatomy and Morphology of V A Mycorrhizae. CRC Press. Inc. Boca Raton. Florida. Hlm: 6-33.

Brundrett MC, Bougher N, Dells B, Grove T, dan Malajczuk N. 1996. Working with mycorrhizas in forestry and agriculture. ACIAR. Canberra. 374 hlm. Carrenho Rosilaine, VLR Bononin, dan LA Graciolli. 2000. Effect of the

fungicides Fosetyl-Al and Metalaxyl on arbuscular mycorrhizal colonization of seedlings of Citrus sinensis (L.) Osbeck grafted onto C. limon (L.) Burmf. Acta Scientiarum. 22(2): 305-310.

Chiocchio V, Nadia V, Alicia EM, Ana M, Juan AO, dan Alicia G. 2000. Effect Of The Fungicide Benomyl On Spore Germination And Hyphal Length On The Arbuscular Mycorrhizal Fungus Glomus Mosseae. Spain Internatl Microbiol. 3: 173-175.

Clark CA. 1978. Requirements for germination and growth of VA mycorrhizal spores. Rhoamsted Experiment Static. Annual Report. Hlm: 234.

Daniel BA dan IM Trappe. 1980. Factor affecting spore germination of the VAM fungus Glomus epigaeun. Mycologia. 69: 237-247.

David Schwartz R, Badani H, Wininger S, Levy AA, Galili G, dan Kapulnik Y. 2001. Identification of a novel genetically controlled step in mycorrhizal colonization: Plant resistance to infection by fungal spores but not to extraradical hyphae. Plant J. 27: 561-569.

Davies FT Jr. 2000. Benefits and Opportunities with Mycorrhizal Fungi in Nursery Propagation and Production System. Dept. of Horticultural Sciences, Texas A & M University, College Station, Texas.

Giovannetti M, Sbrana C, Avio L, Citernesi AS, dan Logi C. 1993. Differential hyphal morphogenesis in arbuscular mycorrhizal fungi during pre-infection stages. New Phytol. 125: 587-593.


(45)

Gazey C, Abbott LK dan Robson AD. 1993. VA Mycorrhizal spores from three species of Acaulospora: germination, longevity and hyphal growth. Mycol Res. 97(7): 785-790.

Hetrick BAD. 1984. Ecology of VA Mycorrhizal Fungi. CRC Press. Inc. Boca Raton. Florida. Hlm: 35-56.

Imas T, Hadioetomo RS, Gunawan AW, dan Setiadi Y. 1989. Mikrobiologi Tanah II. Dirjen Dikti. PAU Bioteknologi IPB. 145 hlm.

INVAM. 2009. International ulture Collection of (Vesicular) Arbuskular Mycorrhizal Fungi. [9 Maret 2009].

Kartasapoetra AG. 2003. Teknologi Benih Pengolahan Benih dan Tuntunan Praktikum. Rineka Cipta.

Kormanik PP dan McGraw AC. 1982. Quantification of VA mycorrhizae in plant root. Dalam: NC Schenk (Ed.) Methods and principles of mycorrhizae research. The American Phytop Soc. 46: 37-45.

Koske RE. 1981. Gigaspora gigantea observation on spore germination of VA mycorrhizal fungus. Mycologia. 72: 288-300.

Pacioni G. 1992. Wet sieving and decanting techniques for the extraction of spores of VA mycorrhizal fungi. Hlm: 317-322. Dalam: Norris JR, DJ Read dan AK Varma (Eds). Methods in Microbiology. Vol 24. Academic Press Inc. San Diego.

Perrin R dan Plenchette C. 1993. Effects of some fungicides applied as soil drenches on the mycorrhizal infectivity of two cultivated soils and their receptiveness to Glomus intraradices. Crop Protection. 12: 127-133

Peterson LR dan Guinel FC. 2000. The use of plant mutants to study regulation of colonization by AM fungi. Dalam: Y Kapulnik, DD Douds. Arbuscular Mycorrhizas: Physiology and Function. Kluwer Academic Publishers, Dordrecht, The Netherlands. Hlm: 147-171.

Powel CL dan Bagyaraj DJ. 1984. Ecology of VA Mycorrhiza; Why All the Interest?. CRC Press. Inc. Boca Raton. Florida. Hlm: 1-3.

Priadi Arif. 2009. Biology 3 For Senior High School Year XII. Yudhistira. Hlm: 6-9.

Rahayu dan Akbar. 2003. Pemanfaatan Mikoriza dan bahan Organik dalam Rangka Reklamasi Lahan Pasca Penumbangan.Karya Tulis Ilmiah Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura Pontianak.


(46)

Rajapakse S dan Miller Jr JC. 1992. Methods for studying vesicular-arbuscular mycorrhizal root colonization and related root physical properties. Hlm: 301-316. Dalam: Norris JR, Read DJ dan Varma AK (Eds). Methods of microbiology vol 24. Academic Press.

Rao NSS. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Terjemahan Herawati Susilo. UI Press. Jakarta.

Schenck NC dan Schroder VN. 1975. Temperature Response of Endogone mycorrhiza on soybean roots. Mycologia. 66: 600-601.

Setiadi Y. 1993. Prospek Pengembangan Pupuk Biologis untuk Tanaman Kehutanan. Makalah disampaikan dalam Forum Komunikasi Hasil Penelitian Bioteknologi. Bogor.

Smith SE dan Read DJ. 1997. Mycorrhizal Symbiosis. New York: Academic Press.

Steussy TF. 1992. The Systematics of Arbuscular Mycorrhizal Fungi in Relation to Current Approaches to Biological Classification. Mycorrhiza. 1: 113-121.

Tommerup IC dan DK Kidby. 1980. Production of aseptic spores of vesicular arbuscular endophytes and their veability after chemical and physical stress. Appl. Environ. Microbial. 39: 1111-1119.


(47)

Lampiran 1.a. Hari mulai berkecambah (hari)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

F0M1 4,80 5,20 5,40 15,40 5,13 F0M2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 F1M1 5,00 5,40 5,20 15,60 5,20 F1M2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 F2M1 6,60 6,25 5,80 18,65 6,22 F2M2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 F3M1 10,00 10,20 9,80 30,00 10,00 F3M2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 F4M1 5,75 5,60 6,00 17,35 5,78 F4M2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 F5M1 6,25 6,60 5,75 18,60 6,20 F5M2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 F6M1 6,40 6,60 6,60 19,60 6,53 F6M2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Total 44,80 45,85 44,55 135,20 Rataan 3,20 3,28 3,18 3,22


(48)

Lampiran 1.b. Data transformasi V(y+0,5) hari mulai berkecambah (hari)

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

F0M1 2,30 2,39 2,43 7,12 2,37 F0M2 0,71 0,71 0,71 2,13 0,71 F1M1 2,35 2,43 2,39 7,17 2,39 F1M2 0,71 0,71 0,71 2,13 0,71 F2M1 2,66 2,60 2,51 7,77 2,59 F2M2 0,71 0,71 0,71 2,13 0,71 F3M1 3,24 3,27 3,21 9,72 3,24 F3M2 0,71 0,71 0,71 2,13 0,71 F4M1 2,50 2,47 2,55 7,52 2,51 F4M2 0,71 0,71 0,71 2,13 0,71 F5M1 2,60 2,66 2,50 7,76 2,59 F5M2 0,71 0,71 0,71 2,13 0,71 F6M1 2,63 2,66 2,66 7,95 2,65 F6M2 0,71 0,71 0,71 2,13 0,71 Total 23,25 23,45 23,22 69,92 Rataan 1,66 1,68 1,66 1,67


(49)

Lampiran 1.c. Daftar sidik ragam hari mulai berkecambah

SK DB JK KT Fh F.05 F.01

Perlakuan 13 39.8276 3.064 1532.00 ** 2.12 2.90

F 6 0.7708 0.128 64.00 ** 2.44 2.53

M 1 38.2859 38.286 19143.00 ** 4.20 7.64

FM 6 0.7789 0.130 65.00 ** 2.44 2.53

Galat 28 0.0422 0.002

Total 41 39.8698


(50)

Lampiran 2.a. Persentase perkecambahan (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

F0M1 100,00 100,00 100,00 300,00 100,00 F0M2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 F1M1 100,00 100,00 100,00 300,00 100,00 F1M2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 F2M1 80,00 100,00 100,00 280,00 93,33 F2M2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 F3M1 80,00 100,00 80,00 260,00 86,67 F3M2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 F4M1 100,00 100,00 100,00 300,00 100,00 F4M2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 F5M1 100,00 80,00 100,00 280,00 93,33 F5M2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 F6M1 80,00 100,00 80,00 260,00 86,67 F6M2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Total 640,00 680,00 660,00 1.980,00 Rataan 45,71 48,57 47,14 47,14


(51)

Lampiran 2.b. Data transformasi V(y+0,5) persentase perkecambahan (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

F0M1 10,02 10,02 10,02 30,06 10,02 F0M2 0,71 0,71 0,71 2,13 0,71 F1M1 10,02 10,02 10,02 30,06 10,02 F1M2 0,71 0,71 0,71 2,13 0,71 F2M1 8,97 10,02 10,02 29,01 9,67 F2M2 0,71 0,71 0,71 2,13 0,71 F3M1 8,97 10,02 8,97 27,96 9,32 F3M2 0,71 0,71 0,71 2,13 0,71 F4M1 10,02 10,02 10,02 30,06 10,02 F4M2 0,71 0,71 0,71 2,13 0,71 F5M1 10,02 8,97 10,02 29,01 9,67 F5M2 0,71 0,71 0,71 2,13 0,71 F6M1 8,97 10,02 8,97 27,96 9,32 F6M2 0,71 0,71 0,71 2,13 0,71 Total 71,96 74,06 73,01 219,03 Rataan 5,14 5,29 5,22 5,22


(52)

Lampiran 2.c. Daftar sidik ragam persentase perkecambahan

SK DB JK KT Fh F.05 F.01

Perlakuan 13 854,176 65,706 625.77 ** 2,12 2,90

F 6 0,892 0,149 1.42 tn 2,44 2,53

M 1 852,391 852,391 8118.01 ** 4,20 7,64

FM 6 0,893 0,149 1.42 tn 2,44 2,53

Galat 28 2,940 0,105

Total 41 857,116


(53)

Lampiran 3.a. Laju perkecambahan (% / hari)

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

F0M1 20,83 19,23 18,52 58,58 19,53 F0M2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 F1M1 20,00 18,52 19,23 57,75 19,25 F1M2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 F2M1 15,15 16,00 17,24 48,39 16,13 F2M2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 F3M1 10,00 9,80 10,20 30,00 10,00 F3M2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 F4M1 17,39 17,86 16,67 51,92 17,31 F4M2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 F5M1 16,00 15,15 17,39 48,54 16,18 F5M2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 F6M1 15,63 15,15 15,15 45,93 15,31 F6M2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Total 115,00 111,71 114,40 341,11 Rataan 8,21 7,98 8,17 8,12


(54)

Lampiran 3.b. Data transformasi V(y+0,5) laju perkecambahan (% / hari)

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

F0M1 4,62 4,44 4,36 13,42 4,47 F0M2 0,71 0,71 0,71 2,13 0,71 F1M1 4,53 4,36 4,44 13,33 4,44 F1M2 0,71 0,71 0,71 2,13 0,71 F2M1 3,96 4,06 4,21 12,23 4,08 F2M2 0,71 0,71 0,71 2,13 0,71 F3M1 3,24 3,21 3,27 9,72 3,24 F3M2 0,71 0,71 0,71 2,13 0,71 F4M1 4,23 4,28 4,14 12,65 4,22 F4M2 0,71 0,71 0,71 2,13 0,71 F5M1 4,06 3,96 4,23 12,25 4,08 F5M2 0,71 0,71 0,71 2,13 0,71 F6M1 4,02 3,96 3,96 11,94 3,98 F6M2 0,71 0,71 0,71 2,13 0,71 Total 33,63 33,24 33,58 100,45 Rataan 2,40 2,37 2,40 2,39


(55)

Lampiran 3.c. Daftar sidik ragam laju perkecambahan

SK DB JK KT Fh F.05 F.01

Perlakuan 13 121.838 9.372 1874.43 ** 2,12 2,90

F 6 1.531 0.255 51.00 ** 2,44 2,53

M 1 118.776 118.776 23755.20 ** 4,20 7,64

FM 6 1.531 0.255 51.00 ** 2,44 2,53

Galat 28 0.133 0.005

Total 41 121.971


(56)

Lampiran 4.a. Persentase kolonisasi FMA pada akar tanaman inang (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

F0M1 68,00 70,00 65,00 203,00 67,67 F0M2 20,00 19,00 24,00 63,00 21,00 F1M1 64,00 69,00 68,00 201,00 67,00 F1M2 20,00 22,00 18,00 60,00 20,00 F2M1 64,00 57,00 55,00 176,00 58,67 F2M2 15,00 14,00 19,00 48,00 16,00 F3M1 51,00 54,00 52,00 157,00 52,33 F3M2 13,00 12,00 11,00 36,00 12,00 F4M1 60,00 65,00 64,00 189,00 63,00 F4M2 19,00 17,00 18,00 54,00 18,00 F5M1 60,00 65,00 62,00 187,00 62,33 F5M2 19,00 15,00 18,00 52,00 17,33 F6M1 58,00 53,00 57,00 168,00 56,00 F6M2 12,00 15,00 14,00 41,00 13,67 Total 543,00 547,00 545,00 1.635,00 Rataan 38,79 39,07 38,93 38,93


(57)

Lampiran 4.b. Daftar sidik ragam persentase kolonisasi akar

SK DB JK KT Fh F.05 F.01

Perlakuan 13 21224,7857 1632,6758 268,91 ** 2,12 2,90

F 6 710,6190 118,4365 19,51 ** 2,44 2,53

M 1 20460,2143 20460,2143 3369,93** 4,20 7,64

FM 6 53,9524 8,9921 1,48 tn 2,44 2,53

Galat 28 170,0000 6,0714

Total 41 21394,7857


(58)

Germ tube

Gambar 3. Tabung perkecambahan (germ tube) spora FMA perlakuan F3M1 pada kultur cawan petri tanpa tanaman inang


(59)

Vesikula

Gambar 4. Vesikula FMA perlakuan F6M2 pada kultur pot diberi tanaman inang


(1)

Lampiran 3.b. Data transformasi V(y+0,5) laju perkecambahan (% / hari)

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

F0M1 4,62 4,44 4,36 13,42 4,47 F0M2 0,71 0,71 0,71 2,13 0,71 F1M1 4,53 4,36 4,44 13,33 4,44 F1M2 0,71 0,71 0,71 2,13 0,71 F2M1 3,96 4,06 4,21 12,23 4,08 F2M2 0,71 0,71 0,71 2,13 0,71 F3M1 3,24 3,21 3,27 9,72 3,24 F3M2 0,71 0,71 0,71 2,13 0,71 F4M1 4,23 4,28 4,14 12,65 4,22 F4M2 0,71 0,71 0,71 2,13 0,71 F5M1 4,06 3,96 4,23 12,25 4,08 F5M2 0,71 0,71 0,71 2,13 0,71 F6M1 4,02 3,96 3,96 11,94 3,98 F6M2 0,71 0,71 0,71 2,13 0,71 Total 33,63 33,24 33,58 100,45 Rataan 2,40 2,37 2,40 2,39


(2)

Lampiran 3.c. Daftar sidik ragam laju perkecambahan

SK DB JK KT Fh F.05 F.01

Perlakuan 13 121.838 9.372 1874.43 ** 2,12 2,90

F 6 1.531 0.255 51.00 ** 2,44 2,53

M 1 118.776 118.776 23755.20 ** 4,20 7,64

FM 6 1.531 0.255 51.00 ** 2,44 2,53

Galat 28 0.133 0.005

Total 41 121.971

KK = 2,96 %


(3)

Lampiran 4.a. Persentase kolonisasi FMA pada akar tanaman inang (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

F0M1 68,00 70,00 65,00 203,00 67,67 F0M2 20,00 19,00 24,00 63,00 21,00 F1M1 64,00 69,00 68,00 201,00 67,00 F1M2 20,00 22,00 18,00 60,00 20,00 F2M1 64,00 57,00 55,00 176,00 58,67 F2M2 15,00 14,00 19,00 48,00 16,00 F3M1 51,00 54,00 52,00 157,00 52,33 F3M2 13,00 12,00 11,00 36,00 12,00 F4M1 60,00 65,00 64,00 189,00 63,00 F4M2 19,00 17,00 18,00 54,00 18,00 F5M1 60,00 65,00 62,00 187,00 62,33 F5M2 19,00 15,00 18,00 52,00 17,33 F6M1 58,00 53,00 57,00 168,00 56,00 F6M2 12,00 15,00 14,00 41,00 13,67 Total 543,00 547,00 545,00 1.635,00 Rataan 38,79 39,07 38,93 38,93


(4)

Lampiran 4.b. Daftar sidik ragam persentase kolonisasi akar

SK DB JK KT Fh F.05 F.01

Perlakuan 13 21224,7857 1632,6758 268,91 ** 2,12 2,90

F 6 710,6190 118,4365 19,51 ** 2,44 2,53

M 1 20460,2143 20460,2143 3369,93** 4,20 7,64

FM 6 53,9524 8,9921 1,48 tn 2,44 2,53

Galat 28 170,0000 6,0714

Total 41 21394,7857

KK = 6,33 %


(5)

Germ tube

Gambar 3. Tabung perkecambahan (germ tube) spora FMA perlakuan F3M1 pada kultur cawan petri tanpa tanaman inang


(6)

Vesikula

Gambar 4. Vesikula FMA perlakuan F6M2 pada kultur pot diberi tanaman inang