BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Indeks Pembangunan Manusia 2.1.1.1 Definisi Pembangunan Manusia - Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia Di Provinsi Riau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Indeks Pembangunan Manusia

2.1.1.1 Definisi Pembangunan Manusia

  UNDP (United Nation Development Programme) mendefenisikan pembangunan manusia sebagai suatu proses untuk memperluas pilihan-pilihan bagi penduduk. Dalam konsep tersebut penduduk ditempatkan sebagai tujuan akhir (the ultimated end) sedangkan upaya pembangunan dipandang sebagai sarana (principal means) untuk mencapai tujuan itu. Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan manusia, empat hal pokok yang perlu diperhatikan adalah produktivitas, pemerataan, kesinambungan, pemberdayaan (UNDP, 1995). Secara ringkas empat hal pokok tersebut mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut:

  1. Produktivitas Penduduk harus dimampukan untuk meningkatkan produktivitas dan berpartisipasi penuh dalam proses penciptaan pendapatan dan nafkah.

  Pembangunan ekonomi, dengan demikian merupakan himpunan bagian dari model pembangunan manusia.

  2. Pemerataan Penduduk harus memiliki kesempatan atau peluang yang sama untuk mendapatkan akses terhadap semua sumber daya ekonomi dan sosial.

  Semua hambatan yang memperkecil kesempatan untuk memperoleh akses tersebut harus dihapus, sehingga mereka dapat mengambil manfaat dari kesempatan yang ada dan berpartisipasi dalam kegiatan produktif yang dapat meningkatkan kualitas hidup.

  3. Kesinambungan Akses terhadap sumber daya ekonomi dan sosial harus dipastikan tidak hanya untuk generasi-generasi yang akan datang. Semua sumber daya fisik, manusia, dan lingkungan selalu diperbaharui.

  4. Pemberdayaan Penduduk harus berpartisipasi penuh dalam keputusan dan proses yang akan menentukan (bentuk/arah) kehidupan mereka, serta untuk berpartisipasi dan mengambil manfaat dari proses pembangunan. Sebenarnya paradigma pembangunan manusia tidak berhenti sampai disana. Pilihan-pilihan tambahan yang dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat luas seperti kebebasan politik, ekonomi dan sosial, sampai kesempatan untuk menjadi kreatif dan produktif, dan menikmati kehidupan yang sesuai dengan harkat pribadi dan jasmani hak-hak azasi manusia merupakan bagian dari paradigma tersebut. Dengan demikian, paradigma pembangunan manusia memiliki dua sisi. Sisi pertama berupa informasi kapabilitas manusia seperti perbaikan taraf kesehatan, pendidikan dan keterampilan. Sisi lainnya adalah pemanfaatan kapabilitas mereka untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat produktif, kultural, sosial dan politik. Jika kedua sisi itu tidak seimbang maka hasilnya adalah frustasi masyarakat.

  Konsep pembangunan manusia dalam pengertian di atas jauh lebih baik dari pada teori-teori pembangunan ekonomi yang konvensional termasuk model pertumbuhan ekonomi, pembangunan sumber daya manusia (SDM), pendekatan kesejahteraan dan pendekatan kebutuhan-kebutuhan dasar manusia. Model pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan peningkatan pendapatan dan produksi nasional (GNP). Pembangunan manusia terutama sebagai input dari proses produksi (sebagai suatu sarana bukan tujuan). Pendekatan kesejahteraan melihat manusia sebagai agen perubahan dalam pembangunan. Pendekatan kebutuhan dasar memfokuskan pada penyediaan barang dan jasa kebutuhan hidup.

  Untuk dapat membuat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) maka UNDP mensponsori sebuah proyek tahun 1989 yang dilaksanakan oleh tim ekonomi dan pembangunan, tim tersebut menciptakan kemampuan dasar. Kemampuan dasar itu adalah umur panjang, pengetahuan dan daya beli. Umur panjang yang dikuantifikasikan dalam umur harapan hidup saat lahir atau sering disebut Angka Harapan Hidup/AHH (e0). Pengetahuan dikuantifikasikan dalam kemampuan baca tulis/angka melek huruf dan rata-rata lama bersekolah. Daya beli dikuantifikasikan terhadap kemampuan mengakses sumberdaya yang dibutuhkan untuk mencapai standar hidup yang layak.

  Nilai IPM suatu negara atau wilayah menunjukkan seberapa jauh negara atau wilayah itu telah mencapai sasaran yang ditentukan yaitu angka harapan hidup 85 tahun, pendidikan dasar bagi semua lapisan masyarakat (tanpa terkecuali), dan tingkat pengeluaran dan konsumsi yang telah mencapai standar hidup yang layak. Semakin dekat nilai IPM suatu wilayah terhadap angka 100, semakin dekat jalan yang harus ditempuh untuk mencapai sasaran itu.

  Karena hanya mencakup tiga komponen, maka IPM harus dilihat sebagai penyederhanaan dari realitas yang kompleks dari luasnya dimensi pembangunan manusia. Oleh karena itu, pesan dasar IPM perlu dilengkapi dengan kajian dan analisis yang dapat mengungkapkan dimensi-dimensi pembangunan manusia yang penting lainnya (yang tidak seluruhnya dapat diukur) seperti kebebasan politik, kesinambungan lingkungan, kemerataan antar generasi.

  Indeks Pembangunan Manusia merupakan alat ukur yang peka untuk dapat memberikan gambaran perubahan yang terjadi, terutama pada komponen daya beli yang dalam kasus Indonesia sudah sangat merosot akibat krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997. Krisis ekonomi dan moneter tersebut berdampak pada tingkat pendapatan yang akibatnya banyak PHK dan kesempatan kerja yang kemudian dipengaruhi tingkat inflasi yang tinggi selama tahun 1997- 1998. Tingkat kesempatan kerja dalam konteks pembangunan manusia merupakan terputusnya jembatan yang menghubungkan antara pertumbuhan ekonomi dengan upaya peningkatan kapasitas dasar penduduk.

  Dampak dari krisis ekonomi pada pembangunan manusia adalah dengan menurunnya daya beli dan ini juga berarti terjadinya penundaan upaya peningkatan kapasitas fisik dan kapasitas intelektual penduduk. Penurunan beberapa komponen IPM sebagai akibat kepekaan IPM sebagai alat ukur yang dapat menangkap perubahan nyata yang dialami penduduk dalam jangka pendek.

  Pembangunan di bidang sosial yang sangat mengesankan adalah upaya pengendalian jumlah penduduk melalui program keluarga berencana. Upaya ini secara nyata telah berhasil menurunkan angka kelahiran hingga setengahnya yang kemudian berpengaruh pada pengurangan laju pertambahan penduduk dalam konteks Indonesia, sesungguhnya merupakan upaya yang mempercepat terjadinya peningkatan kualitas hidup, oleh karena bagian terbesar penduduk Indonesia ditinjau dari berbagai indikator sosial berada pada tingkatan kualitas yang masih rendah.

  Berdasarkan kajian aspek status pembangunan manusia, tinggi rendahnya status pembangunan manusia menurut UNDP dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu: 1.

  Tingkatan rendah, jika IPM < 50.

  2. Tingkatan menengah, jika 50 < IPM < 80.

  3. Tingkatan tinggi, jika IPM > 80.

  Namun untuk perbandingan antar daerah di Indonesia, yaitu perbandingan antar kabupaten/kota, maka kriteria kedua yaitu tingkatan menengah, dipecah menjadi 2 (dua) golongan, sehingga gambaran status akan berubah menjadi sebagai berikut:

  1. Tingkatan rendah, jika IPM < 50 2.

  Tingkatan menengah-bawah, jika 50 < IPM < 66 3. Tingkatan menengah-atas, jika 66 < IPM < 80 4. Tingkatan atas, jika IPM > 80

  Berdasarkan kajian aspek tingkat pertumbuhannya, IPM dapat digunakan sebagai ukuran kemajuan pembangunan, melalui 2 (dua) cara, yaitu:

  1. Perbandingan Antar Wilayah, yaitu suatu posisi relatif dari satu wilayah terhadap wilayah yang lain berdasarkan peringkatnya dalam suatu kawasan tertentu.

  2. Pengukuran Tingkat Kemajuan, yaitu untuk mengkaji pencapaian tingkat kemajuan pencapaian setelah berbagai program diimplementasikan dalam suatu periode tertentu, yang dinotasikan kedalam rumus reduksi shortfall per tahun (annual reduction shortfall). Semakin besar reduksi shortfall (r) di suatu wilayah menunjukkan semakin besar kemampuan yang dicapai oleh wilayah tersebut dalam periode tertentu. Kecepatan pencapaian dalam hal ini mengukur perbandingan antara capaian yang telah ditempuh dengan capaian yang masih harus (seharusnya) ditempuh untuk mencapai titik ideal IPM, yakni IPM = 100. Kecepatan pencapaian = r, terbagi kedalam 4 (empat) tingkatan:

1. Kecepatan pencapaian sangat lambat, jika r < 1,30 2.

  Kecepatan pencapaian lambat, jika 1,30 &lt; r &lt; 1,50 3. Kecepatan pencapaian menengah, jika 1,50 &lt; r &lt; 1,70 4. Kecepatan pencapaian cepat, jika r &gt; 1,70

2.1.1.2 Metode Perhitungan

  Adapun komponen IPM disusun dari tiga komponen yaitu lamanya hidup diukur dengan harapan hidup pada saat lahir, tingkat pendidikan diukur dengan kombinasi antara angka melek huruf pada penduduk dewasa (dengan bobot dua per tiga) dan rata-rata lama sekolah (dengan bobot sepertiga), dan tingkat kehidupan yang layak yang diukur dengan pengeluaran perkapita yang telah disesuaikan (PPP rupiah), indeks ini merupakan rata-rata sederhana dari ketiga komponen tersebut diatas:

  1

  • IPM = ( ) +

  1

  2

  3

3 Dimana :

  = Indeks Harapan Hidup

  1

  = Indeks Pendidikan

  2

  = Indeks Standar Hidup Layak

3 Sebelum menghitung IPM, setiap komponen dari setiap indeksnya harus

  dihitung terlebih dahulu dengan formula perhitungan sebagai berikut:

  • – ( )

  min

  =

  ( – )

min

  Dimana : = Indeks komponen IPM ke-i = Indikator ke-i

  = Nilai minimum dari = Nilai maksimal dari

  Sumber: Panduan Kongres Nasional Pembangunan Manusia, 2006

Gambar 2.1 Perhitungan Indeks Pembangunan Manusia

2.1.1.3 Komponen-Komponen IPM

1. Lamanya Hidup (Longevity)

  Lamanya hidup adalah kehidupan untuk bertahan lebih lama diukur dengan indikator harapan hidup pada saat lahir (life expectancy at birth) (e0), angka e0 yang disajikan merupakan ekstrapolasi dari angka e0 pada akhir tahun yang merupakan penyesuaian dari angka kematian bayi (infant mortality rate).

  Dalam publikasi, angka IMR untuk tingkat provinsi dihitung berdasarkan data yang diperoleh dalam sensus penduduk tahun 1990, 2000, 2010 serta data gabungan dari SUPAS 2005 dan SUSENAS 2010.

  Perhitungan dilakukan secara tidak langsung berdasarkan dua data dasar yaitu rata-rata jumlah lahir hidup dan rata-rata anak yang masih hidup dari wanita yang pernah kawin. Untuk mendapatkan Indeks Harapan Hidup dengan menstandarkan angka harapan hidup terhadap nilai maksimum dan minimumnya, seperti yang tercantum pada tabel 2.1 di bawah ini:

Tabel 2.1 Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM Indikator Komponen IPM Nilai Minimum Nilai maksimum Catatan (=X(I))

  Angka Harapan Sesuai standar

  25

  85 Hidup (e0) global (UNDP)

  Angka Melek Sesuai standar

  100 Huruf (Lit) global (UNDP)

  Rata-rata lama Sesuai standar

  15 sekolah (MYS) global (UNDP)

  UNDP Konsumsi per

  300.000 (1996)

  a) menggunakan

  kapita yang

b) 732.720

  360.000 (1999) PDB per kapita riil disesuaikan (PPP) yang disesuaikan

  Sumber: BPS, Bappenas, UNDP, 2014 Keterangan: a) Perkiraan maksimum pada akhir Pembangunan Jangka Panjang (PJP) II tahun 2018.

b) Penyesuaian garis kemiskinan lama dengan garis kemiskinan baru.

  2. Tingkat Pendidikan

  Dalam perhitungan IPM, komponen tingkat pendidikan diukur dari dua indikator, yaitu: angka melek huruf (Lit) dan rata-rata lama sekolah (MYS).

  Angka melek huruf adalah persentase dari pendidik usia 15 tahun ke atas yang bisa membaca dan menulis dalam huruf latin atau huruf lainnya. Rata-rata lama sekolah, yaitu rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk usia 15 tahun ke atas di seluruh jenjang pendidikan formal yang pernah dijalani atau sedang menjalani. Indikator ini dihitung dari variabel pendidikan yang tertinggi yang ditamatkan dan tingkat pendidikan yang sedang ditamatkan dan tingkat pendidikan yang sedang diduduki. Tabel 2.1 menyajikan faktor konversi dari tiap jenjang pendidikan, rata-rata lama sekolah (MYS) dihitung berdasarkan formula sebagai berikut:

  MYS = tahun konversi + kelas tertinggi yang pernah diduduki – 1

  3. Standar Hidup Layak

  Standar hidup dalam perhitungan IPM, didekati dari pengeluaran riil per kapita yang telah disesuaikan. Untuk menjamin keterbandingan antar daerah dan antar waktu, dilakukan penyesuaian sebagai berikut: a.

  Menghitung pengeluaran per kapita dari modul SUSENAS (= Y).

  b.

  Menaikkan nilai Y sebesar 20% (= Y1), karena berbagai studi diperkirakan bahwa data dari SUSENAS cenderung lebih rendah dari 20%.

  c.

  Menghitung nilai daya beli atau Purchasing Power Parity (PPP) untuk setiap daerah yang merupakan harga suatu kelompok barang, relatif terhadap harga kelompok barang yang sama di daerah yang ditetapkan sebagai standar.

  d.

  Menghitung nilai riil Y1 dengan mendeflasikan Y1 dengan indeks harga konsumen (CPI) (= Y2).

  e.

  Membagi Y2 dengan PPP untuk memperoleh Rupiah yang sudah disetarakan antar daerah (= Y3).

  f.

  Mengurangi nilai Y3 dengan menggunakan formula Atkinson untuk mendapatkan estimasi daya beli (= Y4). Langkah ini ditempuh berdasarkan prinsip penurunan manfaat marginal dari pendapatan. Dimensi lain dari ukuran kualitas hidup manusia adalah standar hidup layak. Dalam cakupan lebih luas, standar hidup layak menggambarkan tingkat kesejahteraan yang dinikmati oleh penduduk sebagai dampak semakin membaiknya ekonomi. UNDP mengukur standar hidup layak menggunakan Produk Domestik Bruto (PDRB) riil yang disesuaikan. Sedangkan investasi dapat meningkatkan pendapatan melalui peningkatan modal-modal produksi sehingga akan meningkatkan daya beli masyarakat.

  BPS dalam menghitung standar hidup layak menggunakan rata-rata pengeluaran per kapita riil yang disesuaikan dengan formula Atkinson. Rumus Atkinson yang digunakan untuk penyesuaian rata-rata konsumsi riil secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

  C (I) = C(i) jika C(i) &lt; Z = Z + 2(C(i) – Z) (1/2) jika Z &lt; C(i) &lt; 2Z = Z + 2(Z) (1/2)+ 3(C(i) – 2Z) (1/3) jika 2Z &lt; C(i) &lt; 3Z dan seterusnya Dimana: C (I) = Konsumsi per kapita riil yang telah disesuaikan dengan PPP/unit.

  Z = Batas tingkat pengeluaran yang sudah ditetapkan sebagai Rp 547.500 per kapita per tahun atau Rp 1.500 per kapita per hari.

2.1.2 Produk Domestik Regional Bruto

  Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product) menyatakan pendapatan total dan pengeluaran total nasional atas output barang dan jasa.

  Tujuan GDB adalah meringkas aktivitas ekonomi dalam suatu nilai uang tertentu selama periode waktu tertentu. Ada dua cara statistik untuk melihat GDP sebagai pendapatan total dari setiap orang didalam perekonomian dan pengeluaran total atas output barang dan jasa perekonomian. Setiap transaksi yang mempengaruhi pengeluaran harus mempengaruhi pengeluaran, dan setiap transaksi yang mempengaruhi pendapatan harus mempengaruhi pengeluaran. (Mankiw, 2007)

  Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode tertentu adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah (value added) yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir (neto) yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. (Widodo, 2006)

  Perhitungan Produk Domestik Regional Bruto secara konseptual menggunakan tiga macam pendekatan, yaitu: pendekatan produksi, pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan (www.bps.co.id). Sebagai berikut: 1.

  Pendekatan Produksi Produk Domestik Regional Bruto adalah jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Unit-unit produksi dalam penyajian ini dikelompokkan dalam 9 lapangan usaha (sektor), yaitu: (1) pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan, (2) pertambangan dan penggalian, (3) industri pengolahan, (4) listrik, gas dan air bersih, (5) konstruksi, (6) perdagangan, hotel dan restoran, (7) pengangkutan dan komunikasi, (8) keuangan, real estate dan jasa perusahaan, (9) jasa-jasa (termasuk jasa pemerintah).

  2. Pendekatan Pengeluaran Produk Domestik Regional Bruto adalah semua komponen permintaan akhir yang terdiri dari: (1) pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba, (2) konsumsi pemerintah, (3) pembentukan modal tetap domestik bruto, (4) perubahan inventori dan (5) ekspor neto (merupakan ekspor dikurangi impor).

  3. Pendekatan Pendapatan Produk Domestik Regional Bruto merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas jasa yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan; semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam definisi ini, PDRB mencakup juga penyusutan dan pajak tidak langsung neto (pajak tak langsung dikurangi subsidi). Sementara itu, PDRB berdasarkan penggunaan dikelompokkan dalam 6 komponen, yaitu:

  1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga, mencakup semua pengeluaran untuk konsumsi barang dan jasa dikurangi dengan penjualan neto barang bekas dan sisa yang dilakukan rumah tangga selama setahun.

  2. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah, mencakup pengeluaran untuk belanja pegawai, penyusutan dan belanja barang pemerintah daerah, tidak termasuk penerimaan dari produksi barang dan jasa yang dihasilkan.

  3. Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto, mencakup pembuatan dan pembelian barang-barang modal baru dari dalam daerah dan barang modal bekas atau baru dari luar daerah. Metode yang dipakai adalah pendekatan arus barang.

  4. Perubahan Inventori. Perubahan stok dihitung dari PDRB hasil penjumlahan nilai tambah bruto sektoral dikurangi komponen permintaan akhir lainnya.

  5. Ekspor Barang dan Jasa. Ekspor barang dinilai menurut harga free on board (fob).

  6. Impor Barang dan Jasa. Impor barang dinilai menurut cost insurance freight (cif).

2.1.3 Ekspor

  Ekspor merupakan proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain, memperhitungkan perdagangan dengan negara lain, kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean. Ekspor adalah penjualan barang ke luar negeri dengan menggunakan sistem pembayaran, kualitas, kuantitas dan syarat penjualan lainnya yang telah disetujui oleh pihak eksportir dan importir.

  Menurut Soekartawi (1991) alasan yang mendesak mengapa suatu negara perlu menggalakkan ekspor adalah untuk meningkatkan kekayaan negara yang juga berarti meningkatkan pendapatan per kapita. Soekartawi lebih jauh mengungkapkan bahwa sebagai bagian dari perdagangan internasional ekspor dimungkinkan oleh berbagai kondisi, antara lain: 1.

  Adanya kelebihan produksi dalam negeri sehingga kelebihan tersebut dapat dijual ke luar negeri melalui kebijakan ekspor.

  2. Adanya permintaan luar negeri untuk suatu produk meskipun untuk kebutuhan di dalam negeri sendiri belum memadai.

  3. Adanya keuntungan yang lebih besar dari penjualan keluar negeri dibandingkan dengan penjualan di dalam negeri, karena harga pasar dunia yang lebih menguntungkan.

  4. Adanya barter antar produk tertentu dengan produk lain yang diperlukan dan tidak dapat diproduksi di dalam negeri.

  5. Adanya kebijakan ekspor yang bersifat politis.

  Secara teoritis menurut Soelistyo dalam Soekartawi (1991) bahwa konsep dasar dari teori perdagangan internasional antar negara adalah kelanjutan dari perdagangan antar daerah. Barang yang diperdagangkan antar negara tidaklah didasarkan atas keuntungan alamiah saja tetapi juga atas dasar proporsi dan intensitas faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan barang- barang tersebut.

  Negara-negara berkembang juga dapat mengandalkan kelancaran arus pendapatan devisa dan kegiatan ekonomi yang berasal dari ekspor untuk meningkatkan kekayaan atau pendapatan negara, yang berarti pula akan meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat (the export let growth

  hypothesis ). (Soekartawi, 1991)

2.1.4 Tenaga Kerja Tenaga Kerja adalah semua orang yang bersedia untuk sanggup bekerja.

  Pengertian tenaga kerja ini meliputi mereka yang bekerja untuk diri sendiri ataupun anggota keluarga yang tidak menerima bayaran berupa upah atau mereka yang sesungguhnya bersedia dan mampu untuk bekerja, dalam arti mereka menganggur dengan terpaksa karena tidak ada kesempatan kerja. (Sumarsono, 2009)

  Tenaga kerja (manpower) adalah seluruh penduduk dalam usia kerja (berusia 15 tahun atau lebih) yang potensial dapat memproduksi barang dan jasa.

  Sebelum tahun 2000, Indonesia menggunakan patokan seluruh penduduk berusia 10 tahun ke atas (lihat hasil Sensus Penduduk 1980, 1990, 2000). Namun sejak Sensus Penduduk 2000 dan sesuai dengan ketentuan internasional, tenaga kerja adalah penduduk yang berusia 15 tahun atau lebih. (www.datastatistik- indonesia.com)

  Tenaga kerja mencakup penduduk yang sudah/sedang bekerja, sedang mencari pekerjaan dan melakukan pekerjaan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Di Indonesia yang dimaksud tenaga kerja yaitu penduduk yang berumur 15 tahun atau lebih, Indonesia tidak mengenal batasan umur maksimum alasannya Indonesia masih belum memiliki jaminan kesehatan nasional. Sebagian kecil penduduk Indonesia yang menerima tunjangan dihari tua, yaitu pegawai negeri dan sebagian kecil pegawai perusahaan swasta.

  Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Penduduk tergolong tenaga kerja jika penduduk tersebut telah memasuki usia kerja.

  Kualitas input tenaga kerja, atau sumber daya manusia merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan ekonomi. Hampir semua faktor produksi yang lainnya, yakni barang modal, bahan mentah serta teknologi, bisa dibeli atau dipinjam dari negara lain. Tetapi penerapan teknik-teknik produktivitas tinggi atas kondisi-kondisi lokal hampir selalu menuntut tersedianya manajemen, ketrampilan produksi, dan keahlian yang hanya bisa diperoleh melalui angkatan kerja terampil yang terdidik. Ini terlihat jelas bahwa dengan meningkatnya kualitas tenaga kerja maka akan meningkatkan pula pertumbuhan ekonomi yang ditandai dengan meningkatnya PDRB disuatu wilayah. (Samuelson dan Nordhaus, 1995)

2.1.5 Investasi

  Investasi merupakan konsep aliran (flow concept), karena besarnya dihitung selama satu interval periode tertentu. Tetapi investasi akan mempengaruhi jumlah barang modal yang tersedia (capital stock) pada satu periode tertentu. Tambahan stok barang modal adalah sebesar pengeluaran investasi satu periode sebelumnya. (Rahardja, 2008)

  Investasi (investment) terdiri dari barang-barang yang dibeli untuk penggunaan masa depan. Baik perusahaan maupun rumah tangga membeli barang-barang investasi. Perusahaan membeli barang-barang investasi untuk menambah persediaan modalnya dan mengganti modal yang ada setelah habis dipakai. Rumah tangga membeli rumah baru, yang juga menjadi bagian dari investasi. Jadi menurut para ekonom investasi adalah menciptakan modal baru (Mankiw, 2007).

  Jumlah barang-barang modal yang diminta bergantung pada tingkat bunga yang mengukur biaya dari dana yang digunakan untuk membiayai investasi.

  Investasi merupakan unsur GDP yang paling sering berubah. Ketika pengeluaran atas barang dan jasa turun selama resesi, sebagian besar dari penurunan itu berkaitan dengan anjloknya pengeluaran investasi. Ada tiga bentuk pengeluaran investasi yakni investasi tetap bisnis, investasi residensial dan investasi persediaan. Sumber dana untuk investasi bisa berasal dari aset-aset yang dimiliki saat ini, pinjaman dari pihak lain, ataupun dari tabungan.

  Secara lebih khusus lagi, ada beberapa alasan mengapa seorang melakukan investasi, antara lain adalah:

1. Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa datang.

  Seseorang yang bijaksana akan berpikir bagaimana meningkatkan taraf hidupnya dari waktu ke waktu atau setidaknya berusaha bagaimana mempertahankan tingkat pendapatannya yang ada sekarang agar tidak berkurang di masa yang akan datang.

  2. Mengurangi tekanan inflasi.

  Dengan melakukan investasi dalam pemilikan perusahaan atau obyek lain, seseorang dapat menghindarkan diri dari resiko penurunan nilai kekayaan atau hak miliknya akibat adanya pengaruh inflasi.

  3. Dorongan untuk menghemat pajak Beberapa negara di dunia banyak melakukan pemberian fasilitas perpajak kepada masyarakat yang melakukan investasi pada bidang-bidang usaha tertentu.

2.1.6 Inflasi Inflasi adalah kenaikan harga-harga secara umum dan terus-menerus.

  Inflasi sering dihitung dengan menggunakan indeks harga konsumen (consumer

  

price index , CPI), indeks harga produsen (producer price index, PPI) atau deflator

  PDRB (Widodo, 2006). Inflasi merupakan indikator untuk melihat tingkat perubahan dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-mempengaruhi.

  Pada perekonomian modern inflasi sangat bersifat inersial artinya bahwa gejala inflasi memang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gejala ekonomi tersebut sehingga disebut inflasi inersial. Gejala inflasi inersial bersifat tetap dan jangka panjang sehingga bisa diprediksikan. Namun inflasi inersial akan mengalami perubahan manakala timbul guncangan (shock) pada sisi permintaan agregat atau perubahan harga minyak dunia, pergeseran nilai tukar, kegagalan panen, dan sebagainya (Yuliadi, 2008). Sama halnya ketika tingkat PDRB meningkat maka akan meningkatkan jumlah uang yang beredar sehingga akan meningkatkan angka inflasi.

  Ada dua faktor yang menjadi masalah utama yang dapat menyebabkan inflasi dalam negara berkembang berdasarkan teori strukturalis, yaitu:

  1. Ketidakelastisan penerimaan ekspor, yaitu ekspor berkembang secara lamban dibanding sektor lain dalam perekonomian. Hal ini disebabkan naiknya harga barang-barang komoditi negara-negara berkembang (hasil alam), dalam jangka panjang perkembangannya sangat lamban dibanding harga barang industri.

  2. Ketidakelastisan dari supply atau produksi bahan makanan dalam negeri, berakibat pertumbuhan produksi bahan makanan tidak secepat pertumbuhan penduduk dan pendapatan, sehingga harga bahan makanan cenderung untuk meningkat melebihi kenaikan harga barang-barang lain.

  Menurut Samuelson dan Nordhaus (2004), efek-efek buruk dari inflasi yaitu sebagai berikut:

  1. Inflasi dan perkembangan ekonomi. Inflasi yang tinggi tingkatnya akan menggalakkan perkembangan ekonomi. Biaya yang terus menerus naik menyebabkan kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan. Maka pemilik modal biasanya lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi. Investasi produktif akan berkurang dan tingkat kegiatan ekonomi akan menurun. Sebagai akibatnya lebih banyak pengangguran akan terwujud.

  2. Inflasi dan kemakmuran rakyat. Disamping menimbulkan efek buruk ke atas kegiatan ekonomi negara, inflasi juga akan menimbulkan efek-efek terhadap individu dan masyarakat.

  3. Inflasi akan menurunkan pendapatan riil orang-orang yang berpendapatan tetap. Pada umumnya kenaikan upah tidaklah secepat kenaikan harga- harga. Maka inflasi akan menurunkan upah riil individu-individu yang berpendapatan tetap. Sehingga daya beli masyarakat juga akan menurun.

  4. Inflasi akan mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang. Sebagian kekayaan masyarakat disimpan dalam bentuk uang. Simpanan di bank, simpanan tunai, dan simpanan dalam institusi-institusi keuangan lain merupakan simpanan keuangan, nilai riilnya akan menurun apabila inflasi berlaku. Maka mereka akan mengenakan tingkat bunga yang tinggi atas pinjaman yang diberikan sebagai langkah proteksi dalam menghadapi penurunan pendapatan riil dan kekayaan.

  5. Memperburuk pembagian kekayaan. Telah ditunjukkan bahwa penerima pendapatan tetap akan menghadapi kemorosotan dalam nilai riil pendapatannya, dan pemilik kekayaan bersifat keuangan mengalami penurunan dalam nilai riil kekayaannya. Sebagian penjual/pedagang dapat mempertahankan nilai riil pendapatannya. Dengan demikian inflasi menyebabkan pembagian pendapatan diantara golongan berpendapat tetap dengan pemilik-pemilik harga tetap dan penjual/pedagang akan menjadi semakin tidak merata.

  2.1.7 Suku Bunga

  Suku bunga merupakan persentase dari pokok utang yang dibayarkan sebagai imbal jasa (bunga) dalam satu periode tertentu. Menurut Karl dan Fair (2001), suku bunga adalah pembayaran bunga tahunan dari suatu pinjaman dalam bentuk persentase, dari pinjaman yang diperoleh dari jumlah bunga yang diterima tiap tahun dibagi dengan jumlah pinjaman.

  Bunga adalah pembayaran yang dilakukan untuk penggunaan uang. Suku bunga adalah jumlah bunga yang dibayarkan per unit waktu yang disebut sebagai persentase dari jumlah yang dipinjamkan. Dengan kata lain, orang harus membayar kesempatan untuk meminjam uang. Biaya peminjaman uang, diukur dalam dolar per tahun, per dolar yang dipinjam adalah suku bunga. (Samuelson dan Nordhaus, 2004)

  Pembayaran ke atas modal yang dipinjam dari pihak lain, yang dinyatakan dalam persentase dari modal dinamakan suku bunga (Sukirno, 2005). Pada umumnya persentase yang dinyatakan menunjukkan suku bunga dari sejumlah modal di dalam satu tahun. Dengan demikian jika dinyatakan suku bunga adalah 15 persen, maka artinya modal yang dipinjamkan memperoleh suku bunga sebanyak 15 persen setahun.

  2.1.8 Kurs

  Kurs (exchange rate) antara dua negara adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Kurs dapat dibedakan menjadi kurs nominal dan kurs riil. (Mankiw, 2007)

  Pertukaran suatu mata uang dengan mata uang lainnya disebut transaksi valas, foreign exchange transaction (Kuncoro, 1996). Harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya disebut kurs atau nilai tukar mata uang (exchange

  rate ). (Salvatore, 1997)

  Mankiw (2007) menambahkan, kurs nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Kurs riil (real exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang di antara dua negara.

  Dalam sistem kurs bebas nilai kurs yang mengalami depresiasi atau apresiasi akan mendorong terjadinya arus perubahan ekspor dan impor barang dan jasa dari suatu negara ke negara lainnya sehingga akan tercapai keseimbangan nilai kurs dimana nilai ekspor sama dengan nilai impornya. (Yuliadi, 2008)

  Perubahan nilai tukar dianggap penting, karena dapat berdampak pada harga komoditas ekspor dan impor, upah tenaga kerja relatif, suku bunga, jumlah pengangguran, dan tingkat produksi (Saeed et al, 2012), sehingga perlu adanya upaya menstabilkan nilai tukar di suatu negara. Secara umum menunjukkan bahwa determinasi nilai tukar ditentukan oleh variabel-variabel makroekonomi, seperti supply uang diferensial, suku bunga diferensial, PDB riil diferensial, dan inflasi diferensial.

  Oleh karena penentuan nilai tukar mata uang dalam sistem mengambang bebas ditentukan oleh mekanisme pasar, maka hal tersebut akan sangat bergantung pada kekuatan faktor-faktor ekonomi yang diduga dapat mempengaruhi kondisi permintaan dan penawaran valuta asing di pasar valuta asing (Madura, 2000). Faktor-faktor tersebut, antara lain adalah: 1.

  Perbedaan tingkat inflasi (tingkat harga umum) antara kedua negara.

  2. Perbedaan tingkat suku bunga antara kedua negara.

  3. Perbedaan tingkat pendapatan nasional (Gross Domestik Product, GDP) antara kedua negara.

2.2 Landasan Penelitian Terdahulu

  Pratowo (2009) meneliti tentang seberapa besar variabel Belanja Daerah, Gini Rasio, Pengeluaran Non Makanan, dan Rasio Ketergantungan berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Propinsi Jawa Tengah. Penelitian ini menganalisis dengan data sekunder maka di dapat hasil penelitian tersebut bahwa Belanja Daerah dan Pengeluaran non Makanan secara signifikan berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia, sedangkan Gini Rasio dan Rasio Ketergantungan secara signifikan berpengaruh negatif terhadap Indeks Pembangunan Manusia.

  Setiawan dan Hakim (2013) meneliti tentang Indeks Pembangunan Manusia Indonesia dengan variabel yang digunakan Produk Domestik Bruto (PDB), Pajak Pendapatan (PPN), Dummy Desentralisasi (DD), dan Dummy Krisis Ekonomi (DK). Data yang digunakan adalah data sekunder. Hasil penelitian tersebut adalah Produk Domestik Bruto (PDB) secara signifikan berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia sedangkan Pajak Pendapatan (PPN) secara signifikan berpengaruh negatif terhadap Indeks Pembangunan Manusia.

  Saddewisasi dan Ariefiantoro (2011) meneliti tentang Analisis Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Di Kota Semarang. Penelitian ini menggunakan data sekunder, hasil penelitiannya adalah selama tiga tahun terakhir (2006-2008) pengaruh variabel Kesehatan, Pendidikan, Standar Hidup Layak dan Ketenagakerjaan terhadap Indeks Pembangunan Manusia Kota Semarang secara umum belum mengalami perubahan yang berarti.

  Mirza (2012) meneliti tentang Pengaruh Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi, dan Belanja Modal Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Di Jawa Tengah Tahun 2006-2009. Data yang digunakan adalah data sekunder, hasil penelitiannya adalah bahwa Pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Modal secara signifikan berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia, sedangkan Kemiskinan secara signifikan berpengaruh negatif terhadap Indeks Pembangunan Manusia.

  Badrudin (2011) meneliti tentang Pengaruh Pendapatan dan Belanja Daerah Terhadap Pembangunan Manusia Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari hasil penelitian tersebut didapat kesimpulan bahwa variabel Pengeluaran Pemerintah pada sektor pendidikan, kesehatan dan infrastuktur tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pembangunan manusia di Provinsi DI Yogyakarta. Keberhasilan pembangunan manusia lebih banyak ditentukan oleh

  

sense of education masyarakat yang dilakukan secara mandiri dan sangat

  dipengaruhi oleh kondisi dan kekuatan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat itu sendiri.

  Kusumawardhani, et al (2012) meneliti tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi PDB Indonesia Dengan Persamaan Simultan 2SLS. Penelitian ini menggunakan data PDB tahunan statistik Indonesia dari tahun 1991 sampai dengan tahun 2010 dengan model persamaan simultan 2SLS. Dari hasil penelitian bahwa PDB yang diduga pajak dan kurs berpengaruh signifikan terhadap investasi di Indonesia.

  Yasinta A, et al (2008) meneliti tentang Pemodelan PDRB Jawa Timur Dengan Pendekatan Sistem Persamaan Simultan. Data yang digunakan adalah data sekunder yang meliputi data PDRB atas dasar harga konstan 2000, data upah sektor pertanian, data pengeluaran untuk belanja pegawai; belanja barang dan jasa; belanja modal, serta data jumlah tenaga kerja per sektor (1992-2007). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa faktor yang paling berpengaruh dalam persamaan adalah sektor tenaga kerja, dimana variabel tenaga kerja memiliki nilai elastisitas yang lebih besar dari pada variabel-variabel yang lainnya.

Tabel 2.2 Theorical Maping

  N O NAMA (TAHUN) / JUDUL, SUMBER PERUMUSAN MASALAH HIPOTESIS MODEL HASIL

  1 Nur Isa Pratowo (2009)/ Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap IPM Sumber: Jurnal

  Bagaimakah Pengaruh Belanja Daerah, Gini Rasio, Proporsi Pengeluaran Non Makanan dan Rasio Ketergantungan Terhadap pencapaian Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Jawa Tengah? a.Belanja Daerah diduga berpengaruh positif terhadap IPM. b.Gini Rasio diduga berpengaruh negatif terhadap IPM.

c.Proporsi

Pengeluaran Non Makanan diduga Berpengaruh positif terhadap IPM. d.Rasio Ketergantungan diduga berpengaruh negatif terhadap IPM. log(IPMit) =α+β1log (BDit)+β2 log(GRit)

  Makanan secara signifikan berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia, sedangkan Gini Rasio dan Rasio Ketergantungan secara signifikan berpengaruh negatif terhadap Indeks Pembangunan Manusia.

  • β3log (PNMit)+ β4log(RK it)+ ɛit Belanja Daerah dan Pengeluaran Non

  N O NAMA (TAHUN) / JUDUL, SUMBER PERUMUSAN MASALAH HIPOTESIS MODEL HASIL

  2 Moh Bakti Setiawan &amp; Abdul Hakim (2013)/ Indeks Pembangunan Manusia Indonesia Sumber: Jurnal Bagaimanakah pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB) Pajak Pendapatan (PPN), Dummy Desentralisasi (DD), Dummy Krisis Ekonomi (DK) terhadap

  IPM di Indonesia? Produk Domestik Bruto (PDB) dan Pajak Pendapatan

  (PPN) berpengaruh secara signifikan

terhadap IPM.

  IPMt=βo+ β1PDBt+ β2PPNt+ ɛt

  Produk Domestik Bruto (PDB) secara signifikan berpengaruh positif terhadap IPM sedangkan Pajak Pertambahan (PPN) secara signifikan berpengaruh negatif terhadap IPM.

  3 Wyati Saddewisasi &amp; Teguh Ariefiantoro (2011)/Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

  IPM di Kota Semarang Sumber: Jurnal Bagaimanakah pengaruh Kesehatan, Pendidikan, Standar Hidup Layak dan Ketenagakerjaan Terhadap IPM di Kota Semarang?

  

Kesehatan,

Pendidikan, Standar Hidup Layak dan Ketenagakerjaan berpengaruh secara signifikan terhadap

  IPM.

  IPMt=α+ β1X1t+ β2X2t+ β3X3t+ β4X4t+ ɛt

  Selama tiga tahun terakhir (2006-2008) pengaruh variabel Kesehatan, Pendidikan, Standar Hidup Layak dan Ketenagakerjaan terhadap IPM Kota Semarang secara umum belum mengalami perubahan yang berarti.

  4 Denni Sulistio Mirza (2012)/ Pengaruh Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi Dan Belanja Modal Terhadap IPM Di Jawa Tengah Tahun 2006-2009 Sumber: Jurnal Bagaimanakah pengaruh Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Modal terhadap IPM di Jawa Tengah?

Kemiskinan,

  

Pertumbuhan

Ekonomi dan

Belanja Modal berpengaruh secara signifikan terhadap IPM.

  IPMit= αi+ β1KMSit+ β2GRWT it+β3ln β MODit+ uit Pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Modal secara signifikan berpengaruh positif terhadap IPM sedangkan kemiskinan secara signifikan berpengaruh negatif terhadap IPM.

  N O NAMA (TAHUN) / JUDUL, SUMBER PERUMUSAN MASALAH HIPOTESIS MODEL HASIL

  5 Rudy Badrudin (2011)/ Pengaruh Pendapatan Dan Belanja Daerah Terhadap Pembangunan Manusia Di Provinsi DI Yogyakarta Sumber: Jurnal Bagaimanakah pengaruh Pendapatan dan Belanja Daerah terhadap

  IPM di DIY? Pendapatan dan Belanja Daerah berpengaruh secara signifikan terhadap IPM.

  IPMit=α+ β1Yit+ β2BDit+ ɛit

  Pengeluaran Pemerintah pada sektor Pendidikan, Kesehatan dan Infrastruktur tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pembangunan manusia di Provinsi DI Yogyakarta. Keberhasilan pembangunan manusia lebih banyak ditentukan oleh sense of education masyarakat yang dilakukan secara mandiri dan sangat dipengaruhi oleh kondisi dan kekuatan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat itu sendiri.

  6 Ni Made Sri Kusumawardhani,

  I Gusti Ayu Made Srinadi, Made Susilawati (2012)/ Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi PDB Indonesia Dengan Persamaan Simultan

  2SLS Sumber: Jurnal Bagaimanakah Pengaruh Pajak, PDB dan Kurs Terhadap Investasi?

  Investasi dipengaruhi oleh PDB, Pajak dan Kurs.

  It= α+ β1PDBit+ β2Tit+ β3Kursit+ ɛit

  PDB yang diduga pajak dan kurs berpengaruh signifikan terhadap investasi di Indonesia.

  N NAMA (TAHUN) / PERUMUSAN HIPOTESIS MODEL HASIL O JUDUL, SUMBER MASALAH

  7 Risna Yasinta A, Bagaimanakah Variabel-variabel PDRBPt= Faktor yang paling

Setiawan, M. variabel-variabel yang membentuk α0+ berpengaruh dalam

Sjahid Akbar yang membentuk PDRB di Jawa Timur α1WGP+ persamaan adalah

(2008)/ PDRB di Jawa berpengaruh secara α2BMD+ sektor tenaga kerja

Pemodelan PDRB Timur dalam signifikan. α3BBJ+ɛ1 dimana variabel tenaga

Provinsi Jawa Persamaan PDRBTt= kerja nilai elastisitas

Timur Dengan Simultan dan b0+ yang lebih besar dari

Pendekatan Sistem faktor-faktor b1TKT+ pada variabel-variabel Persamaan Simultan apa saja yang b2BPG+ yang lainnya. Sumber: Jurnal mempengaruhinya? ɛ2 PDRBIt= c0+ c1TKI+ c2BMD+ c3BBJ+ c4BPG+ ɛ3 PDRBLt= d0+ d1TKL+ d2BBJ+ ɛ4 PDRBBt= e0+ e1TKB+ e2BMD+ e3BPG+

  ɛ5 PDRBDt= f0+ f1TKD+ f2BMD+ f3BPG+

  ɛ6 PDRBAt= g0+ g1TKA+ Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu, yaitu: 1. Variabel penelitian

  Pada penelitian ini penulis menggunakan variabel-variabel penelitian seperti ekspor, inflasi serta suku bunga yang tidak ada satupun penelitian terdahulu yang menggunakan variabel-variabel tersebut.

2. Waktu Penelitian

  Pada penelitian ini penulis menggunakan periode penelitian dari tahun 1994 sampai dengan 2013 dimana tidak ada satupun penelitian terdahulu yang menggunakan periode penelitian ini.

2.3 Kerangka Konseptual

  Kerangka konseptual merupakan skema/kerangka sederhana untuk memberikan gambaran mengenai penelitian yang akan dilakukan secara keseluruhan agar dapat diketahui secara jelas dan terarah. Kerangka konseptual pada persamaan simultan ini menggambarkan pengaruh antara variabel-variabel eksogen terhadap variabel-variabel endogen. Secara sistematis dapat dilihat pada gambar berikut:

  Investasi Ekspor Inflasi Tenaga PDRB

  Suku Bunga Kerja

  Kurs

  Indeks Pembangunan Manusia

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual Keterangan: 1.

  Variabel Eksogen : Tenaga Kerja Ekspor Suku Bunga 2. Variabel Endogen : PDRB

  Kurs Inflasi Investasi Indeks Pembangunan Manusia

2.4 Hipotesis Penelitian

  Hipotesis penelitian yang dapat diambil dari penelitian diatas adalah sebagai berikut:

  1. Tenaga kerja berpengaruh terhadap PDRB di Provinsi Riau.

  2. PDRB, ekspor dan suku bunga berpengaruh secara simultan terhadap inflasi di Provinsi Riau.

  3. PDRB dan suku bunga berpengaruh secara simultan terhadap kurs di Provinsi Riau.

  4. Suku bunga, inflasi dan kurs berpengaruh secara simultan terhadap investasi di Provinsi Riau.

  5. PDRB dan investasi berpengaruh secara simultan terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Provinsi Riau.