Analisis Determinan Indeks Pembangunan Manusia Di Propinsi Aceh

(1)

ANALISIS DETERMINAN INDEKS PEMBANGUNAN

MANUSIA DI PROPINSI ACEH

TESIS

Oleh

Y U S R I

087018037/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010

SE

K O L A

H

P A

S C

A S A R JA


(2)

ANALISIS DETERMINAN INDEKS PEMBANGUNAN

MANUSIA DI PROPINSI ACEH

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

YUSRI

087018037/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

Judul Tesis : ANALISIS DETERMINAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROPINSI ACEH

Nama Mahasiswa : Yusri Nomor Pokok : 087018037

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Dr. Murni Daulay, SE., M.Si) (Drs. Iskandar Syarief, MA) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur,


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 4 Februari 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Murni Daulay, SE., M.Si Anggota : 1. Drs. Iskandar Syarief, MA 2. Dr. Rahmanta Ginting, MS 3. Drs. Rujiman, MA


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan Tesis yang berjudul:

“ANALISIS DETERMINAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROPINSI ACEH”

Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, Februari 2010 Yang membuat pernyataan:


(6)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis determinan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) propinsi Aceh. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Aceh, Bappeda Aceh, Dinas Pendidikan Aceh dan Bank Indonesia dengan runtun waktu tahun 2003 – 2007. Dalam penelitian ini digunakan data panel.

Metode analisis yang dipergunakan adalah Metode Generalized Least Square (GLS) dengan Random Effect Model (REM).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat empat variabel penelitian signifikan yang mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Propinsi Aceh. Variabel tersebut adalah pengeluaran rumah tangga makanan, pengeluaran rumah tangga bukan makanan, rasio penduduk miskin dan pengeluaran pemerintah bidang kesehatan. Sementara itu terdapat satu variabel penelitian yang tidak signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Propinsi Aceh yaitu pengeluaran pemerintah bidang pendidikan.

Kata kunci : Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Pengeluaran Rumah Tangga Makanan, Pengeluaran Rumah Tangga Bukan Makanan, Rasio Penduduk Miskin, Pengeluaran Pemerintah Untuk Kesehatan, Pengeluaran Pemerintah Untuk Pendidikan.


(7)

ABSTRACT

The aim of this research is to analyze the influence of household expenditure for food, household expenditure for non-food, government expenditure for education, government expenditure for healthy and ratio of poor population on Human Index Davelopment (HDI) in Aceh Province.

Data obtained from Planning Development Board (Bappeda), Aceh Education institution and Bank of Indonesia during the year 2003-2007. The method used in this analysis is Generald Least Square (GLS) with Random Effect Model (REM).

The result shows that all variables significant influence on Human Development Index (HDI) Aceh Province, except government expenditure for education.

Key words : Household expenditure for food, household expenditure for non-food, government expenditure for education, government expenditure for healthy and ratio of poor population on Human Davelopment Index (HDI)in Aceh Province.


(8)

KATA PENGANTAR

Segalah puji syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan hikmat dan hidayah kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul “Analisis Determinan Indeks Pembangunan Manusia Di Propinsi Aceh” sebagai tugas akhir pada Program Magister Ekonomi Pembangunan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini penulis mengucakan terimakasih yang tulus kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan bantuan selama proses penyelesaian Tesis ini. Secara khusus, penulis haturkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si, sebagai Pembimbing I, dan Drs. Iskandar Syarief, MA sebagai Pembimbing II, yang banyak memberikan arahan, bimbingan dan dorongan pemikiran hingga Tesis ini dapat selesai.

2. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si, selaku Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang dengan arif dan bijaksana dapat mengarahkan kami sehingga mampu menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, beserta seluruh staf pengajar dan pegawai, khususnya pada Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan pengajaran dan bimbingan selama proses perkuliahan hingga penulis mampu menyelesaikan studi ini.

4. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara angkatan 15 yang telah sama-sama berjuang dengan penulis, dalam menyelesaikan studi dan telah memberikan banyak bantuan dan dukungan yang luar biasa.


(9)

5. Kedua orang tuaku Ayahanda dan Ibunda tercinta, Istriku dan Anakku, serta seluruh keluarga besarku yang ada di Bireuen yang selama ini turut memberikan dorongan moril dan materil hingga penulis mampu menyelesaikan Tesis ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar nantinya dapat menjadi lebih baik dan sempurna. Akhirnya penulis memohon agar Allah SWT memberikan limpahan rahmat dan hidayahnya kepada penulis dan semua pihak yang telah memberikan bantuannya selama ini.

Medan, Februari 2010

Penulis,


(10)

RIWAYAT HIDUP

1. Nama Lengkap : YUSRI

2. NIP : 19591231 199203 1 027

3. Pangkat dan Golongan Ruang : Pembina Tk. I (IV.b) 4. Tempat / Tanggal lahir : Lamkuta, 1959

5. Jenis Kelamin : Pria

6. Agama : Islam

7. Status Perkawinan : Kawin

8. Alamat Rumah : Jl. T. Affan Meunasah Timu, Kec. Peusangan Bireuen.

9. Keterangan Badan

a. Tinggi : 171 cm

b. Berat Badan : 69 kg

c. Rambut : Hitam lurus

d. Bentuk Muka : Oval

e. Warna Kulit : Sawo Matang

10.Kegemaran : Membaca

11.Pendidikan :

a. SD : MIN Lamkuta Tahun Lulus 1973

b. SLTP : MTs. AIN Matang Glumpang II Tahun Lulus 1976 c. SLTA : SMA Jurusan IPS Bireuen Tahun Lulus 1981 d. S1 : FISIPOL UNIDA Banda Aceh Tahun Lulus1994 e. S2 : Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana USU Tahun Lulus 2010


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 13

1.3. Tujuan Penelitian ... 14

1.4. Manfaat Penelitian ... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 16

2.1. Definisi Pembangunan Manusia ... 16

2.2. Indeks Pembangunan Manusia... 18

2.3. Teori Engel... 27

2.4. Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 29

2.5. Teori Pertumbuhan Klasik ... 32

2.6. Teori Pertumbuhan Neo-Klasik ... 34

2.7. Teori Pertumbuhan Ekonomi Modern ... 34

2.8. Pengeluaran Pemerintah... 39

2.9. Konsumsi Rumah Tangga ... 41


(12)

2.12. Kerangka Berfikir ... 62

2.13. Hipotesis Penelitian ... 62

BAB III METODE PENELITIAN ... 64

3.1. Ruang Lingkup Penelitian... 64

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 65

3.3. Model Analisis ... 65

3.4. Metode Analisis ... 66

3.5. Uji Kesesuaian (Test Goodness of Fit)... 71

3.6. Definisi Operasional... 71

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 73

4.1. Deskripsi Ekonomi Aceh ... 73

4.2. Gambaran Umum dan Sosial Aceh ... 79

4.3. Analisa Hasil Persamaan Regresi Panel... 84

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 108

5.1. Kesimpulan ... 108

5.1. Saran ... 109


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1 Perbandingan Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Propinsi, Sumatera Utara dan Kabupaten Langkat Tahun 2007 ... 6

1.2 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia Propinsi Aceh Tahun 1999 s/d Tahun 2007... 7

1.3 Indikator Kesehatan Propinsi Aceh Tahun 2002 ... 8

1.4 Tingkat pendidikan berdasarkan distrik tertentu di Aceh dan jenis kelamin Tahun 2007... 9

1.5 Jumlah Penduduk Aceh tahun 2003-2007 Berdasarkan Propinsi .... 10

1.6 Angka PDB Perkapita Aceh tahun 2003-2007 ... 11

2.1 Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM... 19

2.2 Jenjang Pendidikan dan Faktor Konversi untuk Menghitung Rata-Rata Lama Sekolah (MYS) ... 23

2.3 Paritas Daya Beli (PPP) Terhdap 27 Jenis Komoditi... 25

4.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Menurut Lapangan Usaha Tahun 2003-2007 (Persentase) ... 77

4.2 Kepadatan penduduk provinsi nanggroe aceh darussalam menurut kabupaten/kota, (jiwa/km) Tahun 2002 – 2007 ... 80

4.3 Penduduk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Menurut Jenis Kelamin, Tahun 1979 - 2007 (000)... 81

4.4 Penduduk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Menurut Kabupaten/Kota, Hasil SP Dan SPAN 2005 ... 82

4.5 Luas, Jumlah Kecamatan, Desa, Rumah Tangga Dan Penduduk Provinsi Naggroe Aceh Darussalam Menurut Kabupaten/ Kota, 2007 ... 83

4.6 Pooled Least Square Common Intercept... 85

4.7 Pooled least square dengan Fixed Effect Methode ... 89

4.8. Hasil Uji Chow... 93

4.9 Random Effect Model ... 97


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Hubungan pendapatan dan permintaan terhadap barang dengan asumsi

harga barang tetap, makanan (Q1) dan bukan makanan (Q2)... 28

2.2. Fungsi Konsumsi Keynes ... 43

2.3. Kurva Lorentz dan Garis Pemerataan Pendapatan... 52


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Data Variabel ……… ……… 114

2. Output Common Intercept ……… 117

3. Output Fixed Effect ………... 119

4. Output Random Effect ………... 122


(16)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis determinan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) propinsi Aceh. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Aceh, Bappeda Aceh, Dinas Pendidikan Aceh dan Bank Indonesia dengan runtun waktu tahun 2003 – 2007. Dalam penelitian ini digunakan data panel.

Metode analisis yang dipergunakan adalah Metode Generalized Least Square (GLS) dengan Random Effect Model (REM).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat empat variabel penelitian signifikan yang mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Propinsi Aceh. Variabel tersebut adalah pengeluaran rumah tangga makanan, pengeluaran rumah tangga bukan makanan, rasio penduduk miskin dan pengeluaran pemerintah bidang kesehatan. Sementara itu terdapat satu variabel penelitian yang tidak signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Propinsi Aceh yaitu pengeluaran pemerintah bidang pendidikan.

Kata kunci : Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Pengeluaran Rumah Tangga Makanan, Pengeluaran Rumah Tangga Bukan Makanan, Rasio Penduduk Miskin, Pengeluaran Pemerintah Untuk Kesehatan, Pengeluaran Pemerintah Untuk Pendidikan.


(17)

ABSTRACT

The aim of this research is to analyze the influence of household expenditure for food, household expenditure for non-food, government expenditure for education, government expenditure for healthy and ratio of poor population on Human Index Davelopment (HDI) in Aceh Province.

Data obtained from Planning Development Board (Bappeda), Aceh Education institution and Bank of Indonesia during the year 2003-2007. The method used in this analysis is Generald Least Square (GLS) with Random Effect Model (REM).

The result shows that all variables significant influence on Human Development Index (HDI) Aceh Province, except government expenditure for education.

Key words : Household expenditure for food, household expenditure for non-food, government expenditure for education, government expenditure for healthy and ratio of poor population on Human Davelopment Index (HDI)in Aceh Province.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan di segala bidang yang dilakukan pemerintah bersama masyarakat melalui tahapan pelita demi pelita telah banyak membawa kemajuan bagi bangsa Indonesia. Namun pembangunan itu sendiri juga menyisakan berbagai persoalan dan tuntutan baru seperti kesenjangan sosial, kualitas hidup manusia, kesempatan kerja, lhak asasi manusia, keterbukaan, penegakan hukum, lingkungan hidup dan masih banyak lagi. Seperti diketahui, bahwa pelaksanaan pembangunan selama ini lebih mengedepankan pada konsep pertumbuhan ekonomi, dengan asumsi bahwa pertumbuhan ekonomi akan menguntungkan manusia. Namun dalam kenyataannya tidaklah selalu demikian, dalam jangka panjang pertumbuhan ekonomi yang tinggi memang penting, tetapi pertumbuhan ekonomi yang bagaimana dan untuk siapa. Oleh karena itu dalam pelaksanaan pembangunan seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah perlu adanya paradigma baru yakni pembangunan yang lebih mengedepankan aspek pembangunan manusia. Hal ini selain sesuai dengan Tujuan Nasional Indonesia yang termaktub dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, yaitu memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, juga sesuai dengan Visi Propinsi Aceh yaitu “Terwujudnya Kesejahteraan Masyarakat Aceh Melalui Peningkatan Perekonomian dan Kualitas Sumber Daya Manusia yang Lebih Baik dan Maju dengan Dilandasi Kebersamaan dan


(19)

Pemberdayaan Masyarakat “yang tercantum di dalam RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) Kabupaten Bireun Tahun 2006–2010. Menurut United Nations Development Programme (UNDP), pembangunan manusia merupakan suatu model pembangunan yang ditujukan untuk memperluas pilihan bagi penduduk yang dapat ditumbuhkan melalui upaya pemberdayaan penduduk. Hal ini dapat dicapai melalui program pembangunan yang menitik-beratkan pada peningkatan kemampuan dasar manusia yaitu meningkatnya derajat kesehatan, berupa umur panjang dan hidup sehat, mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang memadai agar dapat digunakan untuk mempertinggi partisipasi dalam kegiatan ekonomi produktif serta mendapat penghasilan yang mencukupin dengan daya beli yang layak. Berdasarkan konsep diatas, membangun manusia berarti meningkatkan sumber daya manusia (SDM) dalam arti yang luas meliputi aspek jasmani dan rohani, material dan spiritual dalam skala individu maupun sosial yang pada akhirnya harus mampu menjadi sumber daya pembangunan secara komprehensif.

Seperti halnya pembangunan ekonomi, pembangunan manusia memerlukan ketersediaan analisis data guna perencanaan dan pengambilan kebijakan agar tepat sasaran, juga perlu dievaluasi sejauh mana pembangunan yang dilaksanakan mampu meningkatkan kualitas hidup manusia (penduduk) sebagai obyek pembangunan. Salah satu alat ukur yang lazim digunakan adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Walaupun tidak semua aspek pembangunan manusia dapat diukur melalui penghitungan IPM mengingat sangat luasnya dimensi pembangunan manusia, tetapi


(20)

menurut tiga komponen indikator kemampuan manusia yang sangat mendasar yaitu; derajat kesehatan, kualitas pendidikan serta akses terhadap sumber daya ekonomi berupa pemerataan tingkat daya beli masyarakat. Alat ukur ini telah digunakan baik pada tingkat nasional maupun internasional dalam melihat hasil-hasil pembangunan masing-masing propinsi atau negara. Selanjutnya alat ukur ini diperluas kegunaannya pada tingkat yang lebih rendah yaitu pada level kabupaten/kota.

Pada tahun 1990 United Nation Development Program (UNDP) memperkenalkan ”Human Development Index” (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Menurut Drapper (1990) dalam kata pengantarnya pada Human Development Report 1990, munculnya HDI bukan berarti mengenyampingkan peran GDP, tetapi bagaimana menerjemahkan GDP tersebut ke dalam pembangunan manusia. Proses penerjemahan itu kadang-kadang berhasil, tetapi tidak jarang yang gagal.

Pembangunan manusia, menurut definisi UNDP, adalah proses memperluas pilihan-pilihan penduduk (people’s choice). Dari sekian banyak pilihan, ada tiga pilihan yang dianggap paling penting, yaitu: panjang umur dan sehat, berpendidikan, dan akses ke sumber daya yang dapat memenuhi standar hidup yang layak. Pilihan lain yang dianggap mendukung tiga pilihan di atas adalah kebebasan politik, hak asasi manusia, dan penghormatan hak pribadi. Dengan demikian, pembangunan manusia lebih dari sekedar pertumbuhan ekonomi, lebih dari sekedar peningkatan pendapatan dan lebih dari sekedar proses produksi komoditas serta akumulasi modal.


(21)

Alasan mengapa pembangunan manusia perlu mendapat perhatian adalah: pertama, banyak negara berkembang – termasuk Indonesia – yang berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi gagal mengurangi kesenjangan social ekonomi dan kemiskinan. Kedua, banyak negara maju yang mempunyai tingkat pendapatan tinggi ternyata tidak berhasil mengurangi masalah-masalah sosial, seperti: penyalahgunaan obat, AIDS, alkohol, gelandangan, dan kekerasan dalam rumah tangga. Ketiga, beberapa negara berpendapatan rendah mampu mencapai tingkat pembangunan manusia yang tinggi, jika negara-negara itu mampu menggunakan secara bijaksana semua sumber daya untuk mengembangkan kemampuan dasar manusia.

Untuk mengukur ketiga pilihan tersebut, UNDP menyusun suatu indeks komposit atau Indkes Pembangunan Manusia (IPM) berdasarkan tiga indikator, yaitu: angka harapan hidup pada waktu lahir (life expectancy at birth), angka melek huruf penduduk dewasa (adult literacy rate) dan rata-rata lama sekolah (mean years of schooling), dan kemampuan daya beli (purchasing power parity). Indikator angka harapan hidup mengukur kesehatan,indikator angka melek huruf penduduk dewasa dan rata-rata lama sekolah mengukur pendidikan dan terakhir indikator daya beli mengukur standar hidup.

Modal manusia (human capital) merupakan salah satu faktor penting dalam proses pertumbuhan ekonomi (teori Cobb-Douglas). Dengan modal manusia yang berkualitas kinerja ekonomi diyakini akan lebih baik. Kualitas modal manusia ini


(22)

memacu pertumbuhan ekonomi perlu pula dilakukan pembangunan manusia. Dibutuhkan kebijakan pemerintah yang mendorong peningkatan kualitas SDM.

Propinsi Aceh merupakan salah propinsi paling barat yang ada di Indonesia. Propinsi Aceh memiliki luas 57.365,57 Km2. Terdiri dari 23 Kabupaten/Kota dengan 228 kecamatan, 642 mukim dan 5.947 desa serta 112 kelurahan dengan jumlah penduduk tahun 2007 sebanyak 4,223 juta jiwa dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp 532 milyar. Propinsi Aceh sebagai wilayah pertanian, perikanan dan perkebunan. Pembangunan sumber daya manusia di Kabupaten Bireuen tergolong masih belum optimal, dimana angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Propinsi Aceh masih bisa ditingkatkan lagi jika melihat potensi pengembangan IPM yang sangat tinggi. Untuk melihat perbandingan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Propinsi Aceh dapat dilihat pada tabel berikut :

Berdasarkan Tabel 1.1 diketahui bahwa IPM untuk Aceh sebesar 70,35. Kemudian lebih besar dibandingkan dengan Kabupaten terdekat diluar propinsi yaitu Kabupaten Langkat sebesar 71,83 namun lebih rendah dibandingkan dengan propinsi terdekat yaitu Sumatera Utara sebesar 72,78. Masih belum tingginya angka IPM di Propinsi Aceh tersebut disebabkan adanya indikasi dari masih rendahnya angka harapan hidup masyarakat, kemudian angka melek huruf, rata-rata lama sekolah dan pengeluaran perkapita masyarakat. Secara nasional IPM di Aceh tahun 2005 masih lebih rendah jika dibandingkan dengan propinsi lainnya seperti Sumatera Utara 72,0, Propinsi Riau 73,6, Propinsi DKI Jakarta 76,1. Kemudian secara nasional IPM propisni Aceh masih memiliki ranking yang rendah yaitu IPM dengan ranking 18


(23)

dari 33 propinsi secara nasional sedangkan Sumatera Utara sebagai propinsi terdekat sudah memiliki ranking 8 secara nasional. Hasil tersebut menunjukkan bahwa IPM Aceh masih sangat rendah jika dibandingkan dengan propinsi lainnya di Indonesia. Tabel 1.1 Perbandingan Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Propinsi, Sumatera Utara dan Kabupaten Langkat Tahun 2007

No Propinsi/Kota Angka Harapan Hidup (Tahun) Angka Melek Huruf (%) Rata-rata Lama Sekolah (tahun) Pengeluaran perkapita riil (Rp.000) IPM Rangking IPM Se- ACEH 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Simuleue Aceh Singkil Aceh Selatan Aceh Tenggara Aceh Timur Aceh Tengah Aceh Barat Aceh Besar Piddie Bireuen Aceh Utara Aceh Barat Daya Gayo Lues Aceh Tamiang Nagan Raya Aceh Jaya Bener Meriah Pidie Jaya Kota Banda Aceh Kota Sabang Kota Langsa Kota Lhokseumawe Subulussalam 62,75 64,27 66,61 69,11 69,41 69,31 69,69 70,42 68,94 72,22 69,41 66,30 66,73 68,09 69,31 67,84 67,31 68,91 69,99 70,10 69,96 69,70 65,40 98,30 96,20 96,42 96,94 97,24 97,47 94,06 96,93 94,53 98,34 96,04 95,70 86,70 98,00 89,70 91,78 97,19 94,20 99,03 98,26 98,75 98,82 96,50 7,60 7,70 8,20 9,30 8,40 9,27 8,20 9,48 8,60 9,20 9,10 7,50 8,70 8,40 7,32 8,70 8,49 8,00 11,86 10,13 9,70 9,70 7,50 613,41 607,59 596,92 593,99 579,33 606,22 586,91 605,60 606,32 587,78 601,82 601,49 596,10 583,72 589,38 588,36 587,03 602,87 626,44 620,65 595,18 628,30 604,56 67,97 67,97 68,87 70,96 69,40 72,11 69,28 72,71 70,76 72,45 71,39 68,37 67,00 69,17 67,64 68,23 68,88 69,96 76,31 74,48 72,22 74,65 68,28 22 22 17 9 13 7 14 4 10 5 8 18 24 15 23 20 16 11 1 3 6 2 19 Aceh

Sumatera Utara (propinsi terdekat) Langkat (kabupaten luar terdekat)

68,40 69,10 68,92 96,20 97,03 96,81 5,50 8,60 8,70 600,95 624,12 612,75 70,35 72,78 71,83 18 nasional 8 nasional - Sumber : BPS Indonesia, 2008

Angka harapan hidup di Aceh yaitu 68,40, kemudian angaka melek huruf 96,20, rata-rata lama sekolah 5,50 dan pengeluaran perkapita riil sebesar Rp 600 ribu. Masih belum tingginya angka harapan hidup disebabkan masih banyaknya kematian


(24)

bayi dan usia muda akibat kondisi kesehatan yang belum memadai, dimana jumlah fasilitas kesehatan yang belum banyak dijumpai di jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Aceh.

Tabel 1.2 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia Propinsi Aceh Tahun 1999 s/d Tahun 2007

Tahun

Angka Harapan

Hidup

Angka Melek Huruf

Rata2 lama sekolah

Pengeluaran riil perkapita

(Rp000)

IPM

1999 67,7 93,1 7,2 562,8 65,3

2002 67,7 95,8 7,8 557,5 66,0

2004 67,9 95,7 8,4 585,8 68,7

2005 68,0 96,0 8,4 588,9 69,0

2007 68,4 96,2 5,5 600,95 70,35

Sumber : BPS Aceh ,2008

Berdasarkan Tabel 1.2 diketahui perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Propinsi Aceh . IPM didasarkan atas pembentukan dari angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah dan pengeluaran riil perkapita. Dari tabel tersebut diketahui bahwa angka harapan hidup di Aceh menunjukkan angka yang belum tinggi (68,0 tahun 2005) dibandingkan dengan propinsi lainnya seperti DKI Jakarta 72,5 pada tahun 2005, DIY sebesar 72,9 dan Sulawesi Utara 71,7. Angka harapan hidup tersebut masih rendah disebabkan adanya berbagai fasilitas kesehatan di Aceh yang belum optimal dalam mendukung masyarakat yang sehat dan memiliki harapan hidup yang tinggi.


(25)

Tabel 1.3 Indikator Kesehatan Propinsi Aceh Tahun 2002 No Jenis Tenaga Medis Jumlah (orang)

1 2 3 4 5 6 7 Dokter Umum Dokter Spesialis Dokter Gigi SKM Perawat Bidan Lainnya 145 11 46 15 1.570 1.368 2.097

Jumlah Tenaga

Kesehatan

5.252

Jumlah penduduk

Aceh

4.166 juta Sumber : Bireun Dalam Angka Tahun 2008

Berdasarkan Tabel 1.3 diketahui bahwa jumlah tenaga kesehatan yang masih sangat minim sebagai salah satu penyebab masih rendahnya angka harapan hidup di Aceh tenaga kesehatan hanya sekitar 0,13% dari jumlah penduduk. Masih rendahnya jumlah tenaga kesehatan akan menyulitkan peningkatan IPM. IPM yang masih rendah tersebut disebabkan berbagai masalah sosial ekonomi di Aceh. Dewan Ekonomi dan Sosial PBB menyatakan bahwa dibandingkan dengan angka partisipasi SD untuk anak-anak dan pemuda yang tidak memiliki cacat fisik sebesar 70%, kurang dari 10% anak-anak dan pemuda penyandang cacat yang mendapat akses terhadap segala bentuk pendidikan di kawasan Asia dan Pasifik.26 Selain itu, anak-anak dan pemuda penyandang cacat sering tidak mendapat kesempatan untuk berkembang, terutama terhambatnya akses mereka terhadap pelatihan keterampilan, lapangan kerja, kesempatan memperoleh penghasilan dan pengembangan usaha. Hal ini menghalangi mereka untuk hidup mandiri dan mencukupi dirinya sendiri. Lebih jauh


(26)

lagi, secara umum masih belum terpenuhinya jumlah staf yang terlatih dan kompeten untuk menangani penyandang cacat, terutama berkaitan dengan pelatihan dan pekerjaan.

Tabel 1.4 Tingkat Pendidikan Berdasarkan Distrik Tertentu Di Aceh Dan Jenis Kelamin Tahun 2007

Belum/Tidak pernah sekolah

Tdk Selesai

SD SD SMP SMA Universitas

Tahun

P (%) L(%) P(%) L(%) P(%) L(%) P(%) L(%) P(%) L(%) P(%) L(%) Banda Aceh 2 2 12 11 12 10 15 46 46 49 13 13

Sabang 5 4 16 15 23 22 22 28 28 32 8 8

Aceh Besar 6 5 22 21 24 23 21 24 24 27 6 6 Aceh Jaya 10 8 27 24 38 36 17 7 7 10 2 2 Aceh Pidie 9 7 25 24 28 27 22 23 5 17 4 4

Total NAD 7 6 25 24 31 29 19 20 16 19 4 4

Sumber : Jurnal Pendidikan Aceh ,BPS 2008

Menurut Direktorat Statistik Kependudukan Indonesia (BPS), jurang pendidikan antara anak laki-laki dan perempuan yang berumur diatas umur lima tahun tidaklah besar di propinsi Aceh. Secara umum, anak perempuan sedikit lebih banyak jumlahnya diantara penduduk berpendidikan rendah, dan agak kurang banyak diantara penduduk berpendidikan tinggi meskipun perbedaannya dibandingkan dengan anak laki-laki dalam statistik terbaru tahun 2007 tidak lebih besar dari 4%. Diantara para lulusan universitas, perempuan dan laki-laki terwakilkan secara seimbang. Sementara itu, perbedaan terbesar ditemukan pada lulusan SMA, dimana perbedaannya di beberapa daerah mencapai 4%. Perbedaan terbesar dalam tingkat pendidikan penduduk bukan antara laki-laki dan perempuan tetapi antara pedesaan dan perkotaan. Bila di Banda Aceh hanya 2% dari semua laki-laki dan perempuan


(27)

yang tidak bersekolah, di Aceh Jaya (sebagai contoh daerah pedesaan di Aceh ) ada 8% laki-laki dan 10% perempuan.

Tabel 1.5 Jumlah Penduduk Aceh tahun 2003-2007 Berdasarkan Propinsi Tahun (orang)

Kabupaten/Kota

Regency/City 2003 2004 2005 2006 2007

1. Simeulue 59.093 71.517 78.389 9.878 81.127

2. Aceh Singkil 124.758 144.684 148.277 53.761 94.961 3. Aceh Selatan 197.719 185.704 191.539 93.727 209.853 4. Aceh Tenggara 150.776 168.229 169.053 71.947 174.371 5. Aceh Timur 331.636 312.014 304.643 309.374 313.333 6. Aceh Tengah 272.453 285.619 160.549 164.570 170.766 7. Aceh Barat 195.000 160.545 150.450 151.594 152.557 8. Aceh Besar 295.957 301.575 296.541 302.428 307.362 9. Pi d i e 517.697 469.888 474.359 478.157 373.234 10. Bireuen 361.528 348.057 351.835 354.763 355.989 11. Aceh Utara 523.717 487.526 493.670 499.814 510.494 12. Aceh Barat Daya 115.358 111.100 115.676 116.998 121.302 13. Gayo Lues 66.448 68.312 72.045 73.279 74.312 14. Aceh Tamiang 225.011 229.520 235.314 237.564 239.451 15. Nagan Raya 143.985 110.486 123.743 123.951 124.141 16. Aceh Jaya 98.796 79.155 60.660 61.121 70.673

17. Bener Meriah* - - 106.148 108.806 111.040

18. Pidie Jaya - - - - 128.446

19. Banda Aceh 223.829 239.146 177.881 179.266 219.659

20. Sabang 24.498 28.692 28.597 28.894 29.144

21. Langsa 122.865 135.167 137.586 138.901 140.005 22. Lhokseumawe 167.362 138.663 154.634 156.558 158.169

23. Subulussalam - - - - 63.444

Jumlah/Total 4.166.040 4.218.486 4.075.599 4.031.589 4.223.833 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

Tingginya jumlah penduduk dan pertumbuhannya menyebabkan pemerintah daerah propinsi Aceh sulit untuk mengembangkan kapasitas IPM yang lebih tinggi lagi, dimana tingginya jumlah penduduk jika tidak sebanding dengan naiknya PDRB


(28)

Aceh akan menurunkan nilai IPM melalui penurunan pendapatan perkapita riil dan daya beli perkapita riil masyarakat Aceh.

Tabel 1.6 Angka PDB Perkapita Aceh Tahun 2003-2007

Perincian/

Items 2003 2004 2005 2006 2007

Dengan Migas

1 Produk Domestik Regional Bruto per Kapita)

10.537.097 9.873.669 9.000.897 9.123.781 8.532.088 2 Pendapatan Regional per

Kapita

10.241.705 9.546.620 8.702.757 8.821.570 8.403.357

Tanpa Migas

1 Produk Domestik Regional Bruto per Kapita

5.159.392 5.443.932 5.588.812 5.958.579 6.173.829 2 Pendapatan Regional per

Kapita

4.885.697 5.155.142 5.292.337 5.642.489 5.704.662 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Berdasarkan Tabel 1.6 menunjukkan bahwa adanya peningkatan PDRB perkapita masyarakat sehingga daya beli masyarakat propinsi Aceh juga akan meningkat, meningkatnya daya beli masyarakat juga diikuti oleh naiknya jumlah penduduk propinsi Aceh. Naiknya pendapatan perkapita masyarakat akan memungkinkan masyarakat berperan aktif dalam pembangunan. Masyarakat memegang peranan penting dalam pembangunan manusia, di mana pengeluaran rumah tangga memiliki kontribusi langsung terhadap pembangunan manusia, seperti: makanan, kesehatan dan pendidikan. Pengeluaran rumah tangga ditentukan oleh pendapatan. Penduduk miskin akan lebih banyak atau bahkan seluruh pendapatannya digunakan untuk kebutuhan makanan, dibandingkan penduduk kaya. Akibatnya penduduk miskin tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan dan pelayanan kesehatan yang layak jika hanya mengandalkan pendapatannya. Disinilah


(29)

perlunya campur tangan pemerintah untuk membantu penduduk yang kurang mampu atau miskin.

Lanjouw, dkk. (2001) menyatakan pembangunan manusia di Indonesia adalah identik dengan pengurangan kemiskinan. Investasi di bidang pendidikan dan kesehatan akan lebih berarti bagi penduduk miskin dibandingkan penduduk tidak miskin, karena bagi penduduk miskin aset utama adalah tenaga kasar mereka. Adanya fasilitas pendidikan dan kesehatan murah akan sangat membantu untuk meningkatkan produktivitas, dan pada gilirannya meningkatkan pendapatan.

Noorbakhsh (1999) melakukan penelitian terhadap 86 negara nasabah Bank Dunia dan menemukan bahwa GDP/kap negara-negara berstatus debitur nonrestrukturisasi berpengaruh signifikan terhadap pembangunan manusia, sedangkan debitur dengan fasilitas restrukturisasi intensif justru tidak. Brata (2004) dalam penelitiannya menemukan bahwa distribusi pendapatan adalah determinan paling berperan dalam pembangunan manusia pada seluruh kabupaten/kota di Indonesia, di samping determinan pendapatan per kapita dan rata-rata lama sekolah perempuan. Ranis dan Stewart (2002) menyatakan hal yang sama kecuali adanya tambahan determinan pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan. Ranis dan Stewart melakukan penelitian atas 22 negara di Amerika Latin. Brata (2005) menyimpulkan bahwa pengeluaran pemerintah, investasi dan distribusi pendapatan sebagai determinan-determinan pembangunan manusia atas penelitiannya terhadap seluruh provinsi di Indonesia. Investasi sebagai penentu pembangunan manusia


(30)

dipertegas oleh Ranis dan Stewart (2005) dalam studinya atas 85 negara di dunia, di samping determinan pendapatan per kapita dan jumlah penduduk miskin.

Atas dasar pemikiran tersebut, penulis terdorong untuk mendalami faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia di Propinsi Aceh. Besar harapan penulis, kesimpulan akhir dari tulisan ini bisa lebih membuka pikiran dan nurani para elit bangsa untuk lebih arif dan segera memperhatikan pembangunan manusia di Propinsi Aceh serta kaum intelektual untuk lebih intensif lagi mencari cara dan jalan keluar yang efektif agar pembangunan manusia di Propinsi Aceh dapat maju pesat. Adapun berdasarkan fenomena pada latar belakang masalah tersebut penulis dapat merumuskan perumusan masalah sebagai berikut :

1.2. Perumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh pengeluaran rumah tangga untuk makanan terhadap indeks pembangunan manusia di Propinsi Aceh ?

2. Bagaimana pengaruh pengeluaran rumah tangga untuk bukan makanan terhadap indeks pembangunan manusia Propinsi Aceh ?

3. Bagaimana pengaruh pengeluaran pemerintah bidang pendidikan terhadap indeks pembangunan manusia Propinsi Aceh ?

4. Bagaimana pengaruh rasio penduduk miskin terhadap indeks pembangunan manusia Propinsi Aceh?

5. Bagaimana pengaruh pengeluaran pemerintah bidang kesehatan terhadap indeks pembangunan manusia Propinsi Aceh ?


(31)

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis pengaruh pengeluaran rumah tangga untuk makanan terhadap indeks pembangunan manusia Propinsi Aceh .

2. Untuk menganalisis pengaruh pengeluaran rumah tangga untuk bukan makanan terhadap indeks pembangunan manusia Propinsi Aceh.

3. Untuk menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah bidang pendidikan terhadap indeks pembangunan manusia Propinsi Aceh.

4. Untuk menganalisis pengaruh rasio penduduk miskin terhadap indeks pembangunan manusia Propinsi Aceh.

5. Untuk menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah bidang kesehatan terhadap indeks pembangunan manusia Propinsi Aceh.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah Aceh untuk menjadi data bantu perencanaan (planning data) pembangunan yang lebih mengakomodasi dimensi pembangunan manusia, misalnya ; jumlah angka melek huruf, lamanya sekolah, harapan hidup masyarakat, dan konsumsi daya beli masyarakat. Sehingga penyerapan dana pembangunan di pemerintahan aceh lebih adil dan merata.

2. Untuk menjadi bahan analisis dan evaluasi tingkat pembangunan manusia yang ada di Aceh,baik untuk perencanaan jangka panjang dan jangka pendek


(32)

untuk masa yang akan datang,sehingga pelaksanaan pembangunan manusia di Aceh akan lebih efektif.

3. Sebagai bahan kebijakan pemerintah Aceh, dan memberi peluang/kesempatan bagi akademisi, LSM Lokal,LSM Nasional dan LSM International dalam pelaksanaan pembangunan manusia di Aceh. Agar harapan pemerintah aceh dan masyarakat aceh pelaksanaan pembangunan dapat terwujud dengan tepatguna akibat gempa dan Tsunami tahun 2004.

4. Untuk menambah ilmu dan wawasan bagi peneliti, dan agar mampu melahirkan konsep-konsep baru dalam penelitian ini serta menjadi kajian bagi peneliti lain dalam permasalahan yang sama.


(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Pembangunan Manusia

Menurut UNDP (1990), pembangunan manusia adalah suatu proses untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi manusia (”a process of enlarging peoples’s choices”). Dari definisi ini dapat ditarik kesimpulan bahwa fokus pembangunan suatu negara adalah manusia sebagai aset negara yang sangat berharga. Definisi pembangunan manusia tersebut pada dasarnya mencakup dimensi pembangunan yang sangat luas. Definisi ini lebih luas dari definisi pembangunan yang hanya menekankan pada pertumbuhan ekonomi. Dalam konsep pembangunan manusia, pembangunan seharusnya dianalisis serta dipahami dari sisi manusianya, bukan hanya dari sisi pertumbuhan ekonominya.

Sebagaimana laporan UNDP (1995), dasar pemikiran konsep pembangunan manusia meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

a. Pembangunan harus mengutamakan penduduk sebagai pusat perhatian;

b. Pembangunan dimaksudkan untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi penduduk, bukan hanya untuk meningkatkan pendapatan mereka. Oleh karena itu, konsep pembangunan manusia harus berpusat pada penduduk secara komprehensif dan bukan hanya pada aspek ekonomi semata;


(34)

c. Pembangunan manusia memperhatikan bukan hanya pada upaya meningkatkan kemampuan/kapasitas manusia, tetapi juga pada upaya-upaya memanfaatkan kemampuan/kapasitas manusia tersebut secara optimal;

d. Pembangunan manusia didukung empat pilar pokok, yaitu: produktifitas, pemerataan, kesinambungan dan pemberdayaan;

e. Pembangunan manusia menjadi dasar dalam penentuan tujuan pembangunan dan dalam menganalisis pilihan-pilihan untuk mencapainya.

Konsep pembangunan manusia yang diprakarsai dan ditunjang oleh UNDP ini mengembangkan suatu indikator yang dapat menggambarkan perkembangan pembangunan manusia secara terukur dan representatif, yang dinamakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM diperkenalkan pertama sekali pada tahun 1990. IPM mencakup tiga komponen yang dianggap mendasar bagi manusia dan secara operasional mudah dihitung untuk menghasilkan suatu ukuran yang merefleksikan upaya pembangunan manusia. Ketiga komponen tersebut adalah peluang hidup (longevity), pengetahuan (knowledge) dan hidup layak (living standards). Peluang hidup dihitung berdasarkan angka harapan hidup ketika lahir; pengetahuan diukur berdasarkan rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf penduduk berusia 15 tahun ke atas; dan hidup layak diukur dengan pengeluaran per kapita yang didasarkan pada paritas daya beli (purchasing power parity).


(35)

2.2. Indeks Pembangunan Manusia

IPM merupakan indeks komposit yang dihitung sebagai rata-rata sederhana dihitung sebagai rata-rata dari 3 (tiga) indeks yang menggambarkan kemampuan dasar manusia dalam memperluas pilihan-pilihan, yaitu:

1. Indeks Harapan Hidup 2. Indeks Pendidikan

3. Indeks Standart Hidup Layak

Rumus umum yang dipakai adalah sebagai berikut : IPM =1/3 (X1 + X2 + X3)

Di mana :

X1 = Indeks Harapan Hidup X2 = Indeks Pendidikan

X3 = Indeks Standart Hidup Layak

Masing-masing komponen tersebut terlebih dahulu dihitung indeksnya sehingga bernilai antara 0 (terburuk) dan 1 (terbaik). Untuk memudahkan dalam analisa biasanya indeks ini dikalikan 100. Teknik penyusunan indeks tersebut pada dasarnya mengikuti rumus sebagai berikut :

Masing-masing komponen tersebut terlebih dahulu dihitung indeksnya sehingga bernilai antara 0 (terburuk) dan 1 (terbaik). Untuk memudahkan dalam analisa biasanya indeks ini dikalikan 100. Teknik penyusunan indeks tersebut pada dasarnya mengikuti rumus sebagai berikut:


(36)

 3 1 i Ii IPM Xi Min Xi Max Xi Min Xi Ii    Di mana:

Ii = Indeks komponen IPM ke i di mana i = 1,2,3 Xi = Nilai indikator komponen IPM ke i

MaxXi = Nilai maksimum Xi Min Xi = Nilai minimum Xi

Tabel 2.1 Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM Indikator Komponen IPM Nilai

Minimum

Nilai Maksimum Angka Harapan Hidup (eo)

Angka Melek Huruf (Lit) Rata-rata Lama Sekolah (MYS)

Purchasing Power Parity (PPP)

25,0 0 0 360 85,0 100 15 737,720 Sumber : BPS, Bappenas, UNDP, 2007

2.2.1. Indeks Harapan Hidup

Angka ini menunjukkan jumlah tahun yang diharapkan dapat dinikmati penduduk suatu wilayah. Dengan memasukkan informasi mengenai angka kelahiran dan kematian per tahun variabel e0 diharapkan akan mencerminkan rata-rata “dalam hidup” sekaligus hidup sehat masyarakat. Sehubungan dengan sulitnya mendapatkan informasi orang yang meninggal pada kurun waktu tertentu, maka untuk menghitung angka harapan hidup digunakan metode tidak langsung (metode Brass, varian


(37)

Trussel). Data dasar yang dibutuhkan dalam metode ini adalah rata-rata anak lahir hidup dan rata-rata anak masih hidup dari wanita pernah kawin. Secara singkat, proses penghitungan. angka harapan hidup ini disediakan oleh program Mortpak. Untuk mendapatkan Indeks Harapan Hidup dengan cara menstandartkan angka harapan hidup terhadap nilai maksimum dan minimumnya. Indeks Harapan Hidup menunjukkan jumlah tahun hidup yang diharapkan dapat dinikmati penduduk suatu wilayah. Dengan memasukkan informasi mengenai angka kelahiran dan kematian per tahun variabel e0 diharapkan akan mencerminkan rata-rata lama hidup sekaligus hidup sehat masyarakat.

Sehubungan dengan sulitnya mendapatkan informasi orang yang meninggal pada kurun waktu tertentu, maka untuk menghitung angka harapan hidup digunakan metode tidak langsung (metode Brass, varian Trussel). Data dasar yang dibutuhkan dalam metode ini adalah rata-rata anak lahir hidup dan rata-rata anak masih hidup dari wanita pernah kawin. Secara singkat, proses penghitungan angka harapan hidup ini disediakan oleh program Mortpak. Untuk mendapatkan Indeks Harapan Hidup dengan cara menstandartkan angka harapan hidup terhadap nilai maksimum dan minimumnya.

2.2.2. Indeks Pendidikan

Sebagaimana disebutkan di awal bab ini, penghitungan Indeks Pendidikan (IP) mencakup dua indikator yaitu angka angka melek huruf (Lit) dan rata-rata lama sekolah (MYS). Populasi yang digunakan adalah penduduk berumur 15 tahun ke atas


(38)

karena pada kenyataannya penduduk usia tersebut sudah ada yang berhenti sekolah. Batasan ini diperlukan agar angkanya lebih mencerminkan kondisi sebenarnya mengingat penduduk yang berusia kurang dari 15 tahun masih dalam proses sekolah atau akan sekolah sehingga belum pantas untuk rata-rata lama sekolahnya.

Kedua indikator pendidikan ini dimunculkan dengan harapan dapat mencerminkan tingkat pengetahuan (cerminan angka Lit), dimana Lit merupakan proporsi penduduk yang memiliki kemampuan baca tulis dalam suatu kelompok penduduk secara keseluruhan. Sedangkan cerminan angka MYS merupakan gambaran terhadap keterampilan yang dimiliki penduduk..

Penghitungan Indeks Pendidikan (IP) mencakup dua indikator yaitu angka melek huruf (Lit) dan rata-rata lama sekolah (MYS). Populasi yang digunakan adalah penduduk berumur 15 tahun ke atas karena pada kenyataannya penduduk usia tersebut sudah ada yang berhenti sekolah. Batasan ini diperlukan agar angkanya lebih mencerminkan kondisi sebenarnya mengingat penduduk yang berusia kurang dari 15 tahun masih dalam proses sekolah atau akan sekolah sehingga belum pantas untuk rata-rata lama sekolahnya.

Kedua indikator pendidikan ini dimunculkan dengan harapan dapat mencerminkan tingkat pengetahuan (cerminan angka Lit), dimana Lit merupakan proporsi penduduk yang memiliki kemampuan baca tulis dalam suatu kelompok penduduk secara keseluruhan. Sedangkan cerminan angka MYS merupakan gambaran terhadap keterampilan yang dimiliki penduduk.


(39)

MYS dihitung secara tidak langsung, pertama-tama dengan memberikan Faktor Konversi pada variabel “Pendidikan yang Ditamatkan” sebagaimana disajikan pada Tabel 2.2. Langkah selanjutnya adalah dengan menghitung rata-rata tertimbang dari variabel tersebut sesuai dengan bobotnya.

fi si x fi MYS

  

Di mana :

MYS = Rata – rata lama sekolah

fi = Frekuensi penduduk berumur 10 tahun ke atas pada jenjang pendidikan i,

I = 1,2,…,11

si = Skor masing-masing jenjang pendidikan

Angka melek huruf pengertiannya tidak berbeda dengan definisi yang telah secara luas dikenal masyarakat, yaitu kemampuan membaca dan menulis. Pengertian rata-rata lama sekolah, secara sederhana dapat diilustrasikan sebagai berikut: misalkan di Provinsi Aceh ada 5 orang tamatan SD, 5 orang tamatan SMP, 5 orang tamatan SMA, 5 orang tidak sekolah sama sekali, maka rata- rata lama sekolah di Provinsi Aceh adalah {5 (6) + 5 (9) +5 (12) +5 (0) } : 20 = 6,25 tahun. Setelah diperoleh nilai Lit dan MYS, dilakukan penyesuaian agar kedua nilai ini berada diantara skala yang sama yaitu antara 0 dan 1. Selanjutnya kedua nilai yang telah disesuaikan ini disatukan untuk mendapatkan indeks pendidikan dengan perbandingan bobot 2 untuk Lit dan 1 untuk MYS, sesuai ketentuan UNDP. Dengan demikian untuk menghitung indeks pendidikan digunakan rumus:


(40)

IP = 2/3 Indeks Lit + 1/3 Indeks MYS

Tabel 2.2 Jenjang Pendidikan dan Faktor Konversi untuk Menghitung Rata-Rata Lama Sekolah (MYS)

No Jenjang Penddikan Faktor

Konversi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Tidak, belum pernah sekolah Belum tamat SD

Tamat SD sederejat Tamat SLTP Tamat SLTA Tamat DI Tamat DII Tamat DIII Tamat DIV/Sarjana S2 S3 0 3 6 9 12 13 14 15 16 18 21 Sumber : BPS, Bappenas, UNDP, 2007

2.2.3. Purchasing Power Parity / Paritas Daya Beli (PPP)

Untuk mengukur dimensi standar hidup layak (daya beli), UNDP mengunakan indikator yang dikenal dengan real per kapita GDP adjusted. Untuk perhitungan IPM sub nasional (provinsi atau kabupaten/kota) tidak memakai PDRB per kapita karena PDRB per kapita hanya mengukur produksi suatu wilayah dan tidak mencerminkan daya beli riil masyarakat yang merupakan concern IPM. Untuk mengukur daya beli penduduk antar provinsi di Indonesia, BPS menggunakan data rata-rata konsumsi 27 komoditi terpilih dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dianggap paling dominan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dan telah distandarkan agar bisa dibandingkan antar daerah dan antar waktu yang disesuaikan dengan indeks PPP dengan tahapan sebagai berikut (berdasarkan ketentuan UNDP):


(41)

a. Menghitung rata-rata pengeluaran konsumsi perkapita per tahun untuk 27 komoditi dari SUSENAS Kor yang telah disesuaikan (=A).

b. Menghitung nilai pengeluaran riil (=B) yaitu dengan membagi rata-rata pengeluaran (A) dengan IHK tahun yang bersangkutan.

c. Agar indikator yang diperoleh nantinya dapat menjamin keterbandingan antar daerah, diperlukan indeks ”Kemahalan“ wilayah yang biasa disebut dengan daya beli per unit (= PPP/ Unit).

Metode penghitungannya disesuaikan dengan metode yang dipakai

International Comparsion Project (ICP) dalam menstandarkan GNP per kapita suatu negara. Data yang digunakan adalah data kuantum per kapita per tahun dari suatu basket komoditi yang terdiri dari 27 komoditi yang diperoleh dari Susenas Modul sesuai ketetapan UNDP. Penghitungan PPP/unit dilaksanakan dengan rumus :

     27 1 27 1 ) , ( ) , ( ) ( / j j j i Q j i P ij Ri Unit PPP Di mana:

E (i,j ) = Pengeluaran untuk komoditi j di Provinsi i P ( i,j ) = Harga komoditi j di Provinsi i


(42)

Tabel 2.3 Paritas Daya Beli (PPP) Terhdap 27 Jenis Komoditi

No Komoditi Unit

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 Beras lokal Tepung Terigu Ketela Pohon Ikan Tongkol Ikan Teri Daging Sapi

Daging Ayam Kampung Telur Ayam

Susu Kental Manis 397

Bayam Kacang Panjang Kacang Tanah Tempe Jeruk Pepaya Kelapa Gula Pasir Kopi Bubuk Garam

Merica / Lada Mie Instant 80

Rokok Kretek Filter 10

Listrik Air Minum Bensin Minyak Tanah Sewa Rumah Kg Kg Kg Kg Ons Kg Kg Butir Gram Kg Kg Kg Kg Kg Kg Butir Ons Ons Ons Ons Gram Batang Kwh M3 Liter Liter Unit

Untuk kuantitas sewa rumah ditentukan berdasarkan Indeks Kualitas Rumah yang dihitung berdasarkan kualitas dan fasilitas rumah tinggal 7 (tujuh) yang diperoleh dari daftar isian Susenas.

1. Lantai : keramik, marmer, atau granit =1, lainnya =0 2. Luas lantai perkapita : > 10 m2 =1, lainnya =0


(43)

3. Dinding : tembok = 1, lainnya = 0 4. Atap : kayu /sirap, beton = 1, lainnya = 0 5. Fasilitas penerangan : Listrik = 1, lainnya = 0 6. Fasilitas air minum : Ledeng = 1, lainnya = 0 7. Jamban : Milik sendiri = 1, lainnya = 0 8. Skor awal untuk setiap rumah = 1

Indeks Kualitas Rumah merupakan penjumlahan dari skor yang dimiliki oleh suatu rumah tangga tinggal dan bernilai antara 1 s/d 8. Kualitas dari rumah yang di konsumsi oleh suatu rumah tangga adalah Indeks Kualitas Rumah dibagi 8.

Sebagai contoh, jika suatu rumah tangga menempati suatu rumah tinggal yang mempunyai Indeks Kualitas Rumah = 6, maka kualitas rumah yang dikonsumsi oleh rumah tangga tersebut adalah 6/8 atau 0,75 unit (=C). Untuk mendapatkan nilai pengeluaran riil yang dapat dibandingkan antar waktu dan antar daerah maka nilai B dibagi dengan PPP/unit (=C). Menyesuaikan nilai C dengan Formula Aktinson sebagai upaya untuk mengestimasi nilai marginal utility dari C (=D). Rumus Atkinson yang digunakan untuk penyesuaian rata-rata konsumsi riil, dinyatakan sebagai berikut (berdasarkan ketentuan UNDP):

D = C Jika C ≤ Z

= Z + 2(C– Z)(1/2) Jika Z < C ≤ 2Z

= Z + 2(Z)(1/2) + 3(C-2Z)(1/3) Jika 2Z < C ≤ 3Z


(44)

Di mana :

C = konsumsi per kapita riil yang telah disesuaikan dengan PPP/unit

Z = threshold atau tingkat pendapatan tertentu yang digunakan sebagai batas kecukupan yang ditetapkan Rp 1.040.250,- per kapita setahun atau Rp2.850,- per hari (BPPS, 2005).

2.3. Teori Engel

Engel (1857) melakukan studi tentang prilaku konsumsi rumah tangga terhadap 153 rumah tangga di Belgia. Engel menetapkan lima jenis konsumsi yang umumnya dilakukan rumah tangga, yaitu konsumsi makanan, sandang, perumahan (termasuk penerangan dan bahan bakar minyak), jasa (meliputi pendidikan, kesehatan dan perlindungan hukum) dan rekreasi. Terhadap konsumsi makanan, peningkatan pendapatan tidak diikuti dengan peningkatan permintaan yang progresif. Berdasarkan hal tersebut dan dengan asumsi harga makanan yang dibayar rumah tangga adalah sama, maka Engel menyimpulkan bahwa pangsa pengeluaran makanan terhadap pengeluaran rumah tangga akan semakin berkurang dengan meningkatnya pendapatan; disebut juga dengan Hukum Engel. Menurut Trenggonowati (2009) menunjukkan jumlah komoditi yang ingin dibeli oleh konsumen per periode tertentu dengan sejumlah pendapatan totalnya. Kurva Enggel mempunyai variabel pendapatan dan jumlah barang yang ingin dibelinya.


(45)

Hukum Engel dapat dijelaskan dengan Kurva Engel seperti ditunjukkan Gambar 2.1. Kurva Engel berdasarkan asumsi harga barang tetap, peningkatan kesejahteraan penduduk yang ditunjukkan oleh garis anggaran dan kurva indeferen yang bergeser ke kanan atas akan meningkatkan konsumsi barang dengan proporsi yang semakin berkurang untuk makanan (Q1) dan proporsi yang semakin meningkat untuk bukan makanan (Q2). Karena harga barang diasumsikan tetap maka pangsa pengeluaran untuk belanja makanan yang merupakan barang normal akan semakin berkurang.

Gambar 2.1 Hubungan Pendapatan Dan Permintaan Terhadap Barang Dengan Asumsi Harga Barang Tetap, Makanan (Q1) dan Bukan Makanan (Q2)


(46)

Menurut Engel, pangsa pengeluaran makanan rumah tangga miskin lebih besar dari rumah tangga kaya, sehingga pangsa pengeluaran makanan terhadap pengeluaran total dapat dijadikan indikator tidak langsung terhadap kesejahteraan.

2.4. Teori Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang (Boediono, 1999). Pengertian tersebut mencakup tiga aspek, yaitu : proses, output perkapita dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses, bukan gambaran ekonomi pada suatu saat. Mencerminkan aspek dinamis dari suatu perekonomian, yaitu melihat bagaimana suatu perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu. Kemudian Menurut Murni (2009) pertumbuhan ekonomi adalah suatu kondisi dimana terjadinya perkembangan GNP yang mencerminkan adanya pertumbuhan output per kapita dan meningkatnya standar hidup.

Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output per kapita. Dalam hal ini berkaitan dengan output total (GDP) dan jumlah penduduk, karena output per kapita adalah output total dibagi dengan jumlah penduduk. Jadi proses kenaikan output perkapita harus dianalisa dengan melihat apa yang terjadi dengan output total disatu pihak, dan jumlah penduduk di pihak lain. Dengan perkataan lain, pertumbuhan ekonomi mencakup pertumbuhan GDP total dan pertumbuhan penduduk.


(47)

Aspek ketiga dari definisi pertumbuhan ekonomi adalah perspektif waktu jangka waktu suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan apabila dalam waktu yang cukup lama (10, 20 atau 50 tahun, atau bahkan lebih lama lagi) mengalami kenaikan output per kapita. Tentu saja dalam waktu tersebut bisa terjadi kemerosotan output per kapita, karena gagal panen misalnya, tetapi apabila dalam waktu yang cukup panjang tersebut output per kapita menunjukkan kecenderungan menaik maka dapat kita katakan bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi.

Beberapa ekonom berpendapat bahwa adanya kecenderungan menaik bagi output per kapita saja tidak cukup, tapi kenaikan output harus bersumber dari proses intern perekonomian tersebut. Dengan kata lain proses pertumbuhan ekonomi harus bersifat self-generating, yang berarti bahwa proses pertumbuhan itu sendiri menghasilkan kekuatan bagi timbulnya kelanjutan pertumbuhan dalam periode-periode selanjutnya. Teori pertumbuhan ekonomi bisa didefinisikan sebagai penjelasan mengenai faktor-faktor apa yang menentukan kenaikan output per kapita dalam jangka panjang, dan penjelasan mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut berinteraksi satu sama lain, sehingga terjadi proses pertumbuhan (Boediono, 1999 : 10). Di dalam ilmu ekonomi tidak hanya terdapat satu teori pertumbuhan, tetapi terdapat banyak teori pertumbuhan. Pada ekonom mempunyai pandangan atau persepsi yang tidak selalu sama mengenai proses pertumbuhan suatu perekonomian. Teori-teori pertumbuhan dapat dikelompokkan kedalam beberapa teori, yaitu:


(48)

sumber alamnya, sumberdaya manusia, modal, usaha, teknologi dan sebagainya. Semua itu merupakan faktor ekonomi. Namun pertumbuhan ekonomi tidak mungkin terjadi selama lembaga sosial, kondisi politik, dan nilai-nilai moral dalam suatu bangsa tidak menunjang. Di dalam pertumbuhan ekonomi, lembaga sosial, sikap budaya, nilai moral, kondisi politik dan kelembagaan merupakan faktor non ekonomi. Para ahli ekonomi menganggap faktor produksi sebagai kekuatan utama yang mempengaruhi pertumbuhan. Laju pertumbuhan ekonomi jatuh atau bangunnya merupakan konsekuensi dari perubahan yang terjadi di dalam faktor produksi tersebut. Beberapa faktor ekonomi yang turut mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah:

1. Sumber Alam. 2. Akumulasi modal 3. Organisasi

4. Kemampuan Teknologi.

5. Pembagian Kerja dan Skala Produksi.

Faktor-faktor non ekonomi bersama-sama faktor ekonomi saling mempengaruhi kemajuan perekonomian. Faktor non ekonomi juga memiliki arti penting di dalam pertumbuhan ekonomi. Beberapa faktor non ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan adalah:

1. Faktor Sosial. Faktor sosial dan budaya juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.


(49)

2. Faktor Manusia. Sumber Daya Manusia merupakan faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi.

3. Faktor Politik dan Administratif. Struktur politik dan administrasi yang lemah merupakan penghambat besar bagi pembangunan ekonomi negara terbelakang.

Menurut Nurkse (dalam Jhingan, 2000) : “Pembangunan ekonomi berkaitan dengan peranan manusia, pandangan masyarakat, kondisi politik, dan latar belakang histories”. Didalam Pertumbuhan ekonomi, faktor sosial, budaya, politik dan psikologis adalah sama pentingnya dengan faktor ekonomi.

2.5 Teori Pertumbuhan Klasik

yang mencakup teori pertumbuhan dari Adam Smith, David Ricardo, Thomas Robert Malthus, dan John Stuart Mill. Adam Smith adalah ahli ekonomi klasik yang pertama kali mengemukakan mengenai pentingnya kebijaksanaan

lisezfaire (diserahkan ke pasar) atas system mekanisme untuk memaksimalkan tingkat perkembangan ekonomi suatu masyarakat. Menurut teori klasik pertumbuhan ekonomi dilambangkan oleh fungsi :

O = Y = f (K,L,R,T) Dimana:

O = Output Y = Pendapatan K = Kapital


(50)

L = Labor R = Tanah T = Teknologi

Adam Smith mengemukakan bahwa faktor manusia sebagai sumber pertumbuhan ekonomi. Manusia dengan melakukan spesialisasi akan meningkatkan produktivitas. Smith bersama dengan Ricardo percaya bahwa batas dari pertumbuhan ekonomi adalah ketersediaan tanah. Tanah bagi kaum klasik merupakan faktor yang tetap. Kaum klasik juga yakin bahwa pertumbuhan ekonomi dapat berlangsung akibat adanya pembentukan akumulasi modal. Akumulasi tercipta karena adanya surplus dalam ekonomi. Namun David Ricardo pesimis bahwa tersedianya modal dalam jangka panjang akan tetap mendukung pertumbuhan ekonomi. Menurutnya pada jangka panjang (long run) perekonomian akan menuju kepada keadaan yang stationer, yaitu dimana pertumbuhan ekonomi tidak terjadi sama sekali. Menurut Ricardo peranan teknologi akan dapat menghambat berjalannya the law of diminishing return,

walaupun tehnologi bersifat rigid (kaku), dan hanya dapat berubah dalam jangka panjang. Bagi kaum klasik, keadaan stationer merupakan keadaan ekonomi yang sudah mapan dimana masyarakat sudah hidup sejahtera dan tidak ada lagi pertumbuhan yang berarti.


(51)

2.6 Teori Pertumbuhan Neo-Klasik

Teori pertumbuhan ekonomi yang diwakili teori pertumbuhan Joseph Schumpeter, Alferd Marshal, Robert Solow dan Trevor Swan. Pendapat neo-klasik tentang perkembangan ekonomi dapat diikhtisarkan sebagai berikut : ( Suryana, 2000).

1. Adanya akumulasi kapital merupakan faktor penting dalam pembangunan ekonomi;

2. Perkembangan merupakan proses yang gradual;

3. Perkembangan merupakan proses yang harmonis dan kumulatif; 4. Adanya pikiran yang optimis terhadap perkembangan;

5. Aspek Internasional merupakan faktor bagi perkembangan.

Menurut neo-klasik tingkat bunga dan tingkat pendapatan menentukan tingginya tingkat tabungan. Pada tingkat teknik tertentu, tingkat bunga akan menentukan tingkat investasi. Apabila permintaan terhadap investasi berkurang maka tingkat bunga turun, hasrat menabung turun, Perkembangan teknologi merupakan salah satu faktor pendorong kenaikan pendapatan nasional.

2.7 Teori Pertumbuhan Ekonomi Modern

Meliputi teori pertumbuhan Rostow, Kuznet, dan Teori Harrod-Domar. Menurut Rostow (dalam Suryana, 2000) pembangunan ekonomi adalah suatu transformasi suatu masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern, melalui tahapan:


(52)

1. Masyarakat tradisional ( The traditional society) 2. Prasyarat lepas landas (Theprecondition for take-off) 3. Lepas landas ( The take-off)

4. Tahap kematangan (The drive to maturity)

5. Masyarakat berkonsumsi tinggi (The age of high mass consumption)

Kuznet (dalam Suryana, 2000) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kemampuan jangka panjang untuk menyediakan berbagai jenis barang ekonomi yang terus meningkat kepada masyarakat. Kemampuan ini tumbuh atas dasar kemajuan teknologi, institusional dan ideologis yang diperlukannya.

Harrod-Domar (dalam Suryana, 2000 : 62) mengembangkan analisa Keynes yang menekankan tentang perlunya penanaman modal dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi. Setiap usaha ekonomi harus menyelamatkan proporsi tertentu dari pendapatan nasional yaitu untuk menambah stok modal yang akan digunakan dalam investasi baru. Menurut Harrod-Domar terdapat hubungan ekonomi yang langsung antar besarnya stok modal ( C ) dan jumlah produksi nasional ( Y ).

S Growth=

COR

Growth = Pertumbuhan S = Saving

COR = Capital Output Ratio

Setiap negara di dunia ini sudah lama menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai target ekonomi. Pertumbuhan ekonomi selalu menjadi faktor yang paling


(53)

penting dalam keberhasilan perekonomian suatu negara untuk jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi sangat dibutuhkan dan dianggap sebagai sumber peningkatan standar hidup (standar of living) penduduk yang jumlahnya terus meningkat. Istilah pertumbuhan ekonomi sering dicampurbaurkan dengan perkembangan ekonomi, dan pemakaiannya selalu berganti-ganti, sehingga kelihatan pengertian antara keduanya dianggap sama. Akan tetapi beberapa ahli ekonomi, seperti Schumpeter (1911) dan Ursula Hicks (1957) telah menarik perbedaan yang lazim antara istilah perkembangan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi (Jhingan, 1993). Menurut kedua pakar tersebut perkembangan ekonomi mengacu kepada masalah-masalah negara terbelakang, sedangkan pertumbuhan ekonomi mengacu kepada masalah-masalah negara maju. Demikian juga menurut Maddison (1970), ia mengatakan bahwa di negara-negara maju kenaikan dalam tingkat pendapatan biasanya disebut pertumbuhan ekonomi, sedang di negara miskin ia disebut perkembangan ekonomi. Namun ada juga pakar ekonomi lainnya yang beranggapan bahwa antara pertumbuhan ekonomi dengan perkembangan ekonomi merupakan sinonim, misalnya pendapat dari Arthur Lewis (1954), serta Meir and Baldwin (1973).

Berdasarkan ciri-ciri dari pertumbuhan ekonomi modern yang diungkapkan oleh Simon Kuznets (1966) yang mengacu kepada perkembangan negara-negara maju Eropa Barat, Amerika Serikat, Kanada, Australia dan Jepang. Secara ringkas ciri-ciri tersebut dapat disampaikan sebagai berikut (Jhingan, 1993).


(54)

1. Laju pertumbuhan penduduk dan produk perkapita

Pertumbuhan ekonomi modern, sebagaimana terungkap dari pengalaman negara maju sejak akhir abad ke-18 atau awal abad ke-19, ditandai dengan laju kenaikan produk perkapita yang tinggi (paling sedikit sebesar sepuluh kali) dan dibarengi dengan laju pertumbuhan penduduk yang cepat (paling sedikit sebesar lima kali).

2. Peningkatan produktifitas

Pertumbuhan ekonomi modern terlihat dari semakin meningkatnya laju produk perkapita terutama sebagai akibat adanya perbaikan kualitas input yang meningkatkan efisiensi atau produktifitas per unit input. Hal ini dapat dilihat dari semakin meningkatnya efisiensi penggunaan tenaga kerja dan kapital.

3. Laju perubahan struktural yang tinggi

Perubahan struktural dalam pertumbuhan ekonomi modern mencakup peralihan dari kegiatan pertanian ke nonpertanian, dari industri ke jasa, perubahan dalam skala unitunit produktif dan peralihan perusahaan perseorangan menjadi perusahaan berbadan hukum, atau perubahan status kerja buruh.

4. Urbanisasi

Pertumbuhan ekonomi modern ditandai pula dengan semakin banyaknya penduduk di negara maju yang berpindah dari daerah pedesaan ke daerah perkotaan, atau yang disebut urbanisasi. Akibat urbanisasi, tingkat dan struktur konsumsi masyarakat berubah melalui tiga cara. Pertama, urbanisasi menghasilkan pembagian kerja dan spesialisasi. Kedua, urbanisasi menyebabkan biaya pemenuhan sejumlah


(55)

kebutuhan menjadi mahal. Ketiga, demonstration effect kehidupan kota mendorong kelompok urbanisasi meniru pola konsumsi orang kota sehingga menyebabkan meningkatnya pengeluaran konsumsi.

5. Ekspansi negara maju

Pertumbuhan negara maju kebanyakan tidak sama. Pada beberapa negara, pertumbuhan ekonomi modern terjadi lebih awal dari pada negara lain. Hal ini disebabkan karena perbedaan latar belakang sejarah dan masa lalu, ketika ilmu dan teknologi modern mulai berkembang.

6. Arus barang, kapital, dan migrasi

Pertumbuhan ekonomi modern selalu ditandai dengan mobilitas barang, kapital, dan penduduk antar negara yang sangat tinggi. Adanya perkembangan teknologi transportasi yang modern menyebabkan perpindahan penduduk antar negara, lalu lintas kapital dan barang, berjalan sangat cepat dan tinggi.

Keenam ciri pertumbuhan ekonomi modern di atas saling kait mengait. Keenamnya terjalin dalam urutan sebab akibat. Dengan rasio yang stabil antara tenaga kerja terhadap total penduduk, laju kenaikan produk perkapita menjadi tinggi. Ini berarti produktifitas tenaga kerja menjadi meningkat. Hal ini sebaliknya, menyebabkan kenaikan yang tinggi dalam produk perkapita dan konsumsi per kapita. Akan tetapi hal terakhir itu bisa juga karena merupakan hasil dari kemajuan teknologi dan perubahan skala produksi perusahaan. Perusahaan ini tidak hanya memproduksi untuk pasar domestik tetapi juga untuk pasar internasional. Begitulah urutan-urutan


(56)

dikategorikan dalam kelompok yang sedang mengalami pertumbuhan ekonomi modern.

2.8. Pengeluaran Pemerintah

Dalam rangka kegiatan ekonomi pembangunan, kebutuhan akan dana yang menjadi beban pengeluaran pemerintah terus meningkat, kebutuhan dana yang terus meningkat tersebut tidak boleh dipenuhi melalui pencetakan uang, namun harus didanai dari sumber penerimaan negara dari pajak dan pendapatan negara lainnya yang sah, termasuk dari bantuan atau pinjaman atau hutang dari dalam dan luar negeri ataupun dengan mengadakan efisiensi pengeluaran pemerintah. (Frans Seda, 2004).

Penggalian sumber-sumber keuangan khususnya yang berasal dari pajak dapat dilakukan dengan terlebih dahulu meningkatkan pengeluaran Pemerintah (Government Expenditures) untuk merangsang meningkatnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Dalam hal ini pemerintah dapat melakukannya melalui : a. Belanja Pegawai.

Belanja Pegawai merupakan salah satu pos yang penting dari APBN karena jika pos ini tidak ada, maka roda pemerintahan tidak dapat digerakkan. Belanja Pegawai dalam hal ini kita sederhanakan sebagai bayar Gaji ( W ). Apakah yang terjadi dari perubahan W ? Pembayaran atau peningkatan gaji pegawai negeri ( PNS ) akan berpengaruh pada pendapatan dan seterusnya permintaan permintaan PNS untuk membeli barang barang atau jasa- jasa. Gaji PNS berubah atau naik, maka pendapatan disposable income sektor rumah tangga bertambah ( Yd ).


(57)

Pertambahan Yd dapat menaikkan ∆ AD melalui pengeluaran konsumsi ( ∆C ). Tambahan konsumsi, akibat dari tambahan pendapatan itu tergantung pada kecenderungan konsumsi atau pada MPC. Jadi konsumsi meningkat dengan ∆C = c Yd = c ∆W, c adalah MPC, selanjutnya efek pengganda atau proses pelipat ( proses multiplier ) akan meningkat AD sebesar :

1

∆ AD = --- ∆ C 1 – c

1 c

∆ AD = --- c ∆ Yd = --- ∆ W 1 - c 1 - c

MPC atau c dinegara kita dapat dikatakan masih tinggi, karena pendapatannya masih rendah. Sebagian besar dari tambahan pendapatan digunakan untuk tambahan konsumsi. Misal diasumsi MPC = c = 0,80 , maka dengan ∆ belanja pegawai sebesar Rp. x ,- maka dapat menaikkan ∆AD sebesar 500%. Seterusnya perubahan AD sebesar ini akan meningkatkan PDRB.

b. Belanja Barang / Jasa atau Pengeluaran Pembangunan.

Belanja Barang atau Pengeluaran Pembangunan pada putaran pertama akan menaikkan AD sebesar :

1

∆ AD = --- ∆ G 1 - c


(58)

Kalau kita asumsi MPC = c = 0,8 , maka pengeluaran pembangunan akan meningkatkan AD sebesar 500%. Dengan tingginya multiplier effect yang tercipta maka akan juga menigkatkan PDRB.

Menurut Rahmayanti (2006) peningkatan tarif pajak akan meningkatkan ketidakefisienan dan kepatuhan wajib pajak sehingga dapat mengurang penerimaan pajak. Selanjutnya Rahmayanti menyatakan bahwa batas untuk meningkatkan tarif pajak adalah sesuatu yang harus ditetapkan dengan hati-hati, dimana globalisasi membuat negara-negara lebih terbuka dan persaingan dalam menarik investasi dapat dipengaruhi oleh pajak di suatu negara. Meskipun masih banyak faktor-faktor lain yang menentukan keputusan untuk berinvestasi namun pajak termasuk tarif pajak masih menjadi bahan pertimbangan yang penting.

Memasukkan variabel jumlah penduduk dan perubahan harga dalam menentukan besarnya pengeluaran pemerintah, jelas merupakan hal yang sangat penting. Tetapi hal itu tidak cukup dan terdapat banyak alasan jika kita menganggap bahwa sebagian dari kenaikan pendapatan dikeluarkan untuk membeli barang dan jasa oleh sektor pemerintah

2.9. Konsumsi Rumah Tangga

Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang melakukan pembelanjaan tersebut. Pembelanjaan masyarakat atas makanan,


(59)

pakaian, dan barang-barang kebutuhan mereka yang lain digolongkan pembelanjaan atau konsumsi. Barang-barang yang di produksi untuk digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dinamakan barang konsumsi (Dumairy, 2004).

Dalam teorinya Keynes mengandalkan analisis statistik, dan juga membuat dugaan-dugaan tentang konsumsi berdasarkan introspeksi dan observasi kasual. Pertama dan terpenting Keynes menduga bahwa, kecenderungan mengkonsumsi marginal (marginal propensity to consume) jumlah yang dikonsumsi dalam setiap tambahan pendapatan adalah antara nol dan satu. Kecenderungan mengkonsumsi marginal merupakan rekomendasi kebijakan Keynes untuk menurunkan pengangguran yang kian meluas. Kekuatan kebijakan fiskal, untuk mempengaruhi perekonomian seperti ditunjukkan oleh pengganda kebijakan fiskal muncul dari umpan balik antara pendapatan dan konsumsi. Kedua, Keynes menyatakan bahwa rasio konsumsi terhadap pendapatan, yang disebut kecenderungan mengkonsumsi rata-rata (avarage prospensity to consume), turun ketika pendapatan naik. Ia percaya bahwa tabungan adalah kemewahan, sehingga ia barharap orang kaya menabung dalam proporsi yang lebih tinggi dari pendapatan mereka ketimbang si miskin.

Ketiga, Keynes berpendapat bahwa pendapatan merupakan determinan konsumsi yang penting dan tingkat bunga tidak memiliki peranan penting. Keynes menyatakan bahwa pengaruh tingkat bunga terhadap konsumsi hanya sebatas teori. Kesimpulannya bahwa pengaruh jangka pendek dari tingkat bunga terhadap pengeluaran individu dari pendapatannya bersifat sekunder dan relatif tidak penting.


(60)

Berdasarkan tiga dugaan ini, persamaan konsumsi Keynes sering ditulis sebagai berikut (Mankiw, 2003) :

C = a + bY, a > 0, 0 < b < 1 Keterangan :

C = konsumsi

Y = pendapatan disposebel a = konstanta

b = kecenderungan mengkonsumsi marginal

Secara grafis, fungsi konsumsi Keynes digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.2. Fungsi Konsumsi Keynes

Menurut Reksoprayitno (2000) ada beberapa catatan mengenai fungsi konsumsi Keynes :

1. Fungsi konsumsi Keynes menunjukkan hubungan antara pendapatan nasional dengan pengeluaran konsumsi yang keduanya dinyatakan dengan menggunakan tingkat harga konstan.

C0

0

C Y = C

Konsumsi


(61)

2. Pendapatan yang terjadi, merupakan pendapatan nasional yang dapat menentukan besar kecilnya pengeluaran konsumsi yaitu pendapatan nasional yang terjadi atau current national income.

3. Dalam fungsi konsumsi Keynes, pendapatan nasional diinterpretasikan sebagai pendapatan nasional absolut.

4. Fungsi konsumsi berbentuk lengkung.

Pada Gambar 2.2. terlihat bahwa fungsi konsumsi Keynes tidak melalui titik 0, tetapi melalui sumbu vertikal pada nilai positif (Co). Konsekwensi fungsi konsumsi ini, dengan meningkatnya pendapatan nasional akan memberikan dampak terhadap penurunan hasrat konsumsi rata-rata atau APC. Jika APC akan mengalami penurunan dengan terjadinya peningkatan pendapatan nasional, dalam fungsi konsumsi Keynes akan terlihat pertama, peningkatan pendapatan masih diikuti dengan peningkatan konsumsi, kedua, pada saat garis konsumsi C memotong garis OY maka peningkatan pendapatan diiringi dengan penurunan konsumsi atau APC.

Dalam teori makro ekonomi dikenal berbagai variasi tentang model fungsi konsumsi. Fungsi konsumsi yang paling dikenal dan sangat sering ditemukan dalam buku-buku makro ekonomi adalah fungsi konsumsi Keynesian, yaitu :

C = f (Y) Atau,


(62)

Persamaan ini menyatakan bahwa konsumsi adalah fungsi dari disposible income. Hubungan antara konsumsi dan disposible income disebut consumption function (Mankiw, 2003).

Keynes menyatakan bahwa pengeluaran konsumsi masyarakat tergantung (berbanding lurus) dengan tingkat pendapatannya. Secara lebih spesifik, Keynes memasukkan komponen marginal propensity to consume (MPC) ke dalam persamaan konsumsinya seperti yang telah diuraikan pada persamaan (2.1) sebelumnya.

Teori daur hidup (life-cycle) yang terutama dikembangkan oleh Franco Modigliani, melihat bahwa individu merencanakan perilaku konsumsi dan tabungan mereka untuk jangka panjang dengan tujuan mengalokasikan konsumsi mereka dengan cara terbaik yang mungkin selama masa hidup mereka. Tabungan dipandang sebagai akibat dari keinginan individu untuk menjamin konsumsi di hari tua. Fungsi konsumsi yang dikembangkan berdasarkan teori daur hidup adalah :

C = aWR + cYL

dimana WR merupakan kekayaan riel, a adalah kecenderungan mengkonsumsi marjinal dari kekayaan, YL merupakan pendapatan tenaga kerja dan c adalah kecenderungan mengkonsumsi marjinal dari pendapatan tenaga kerja.

Milton Friedman dengan teori pendapatan permanennya mengemukakan bahwa orang menyesuaikan perilaku konsumsi mereka dengan kesempatan konsumsi permanen atau jangka panjang, dan bukan dengan tingkat pendapatan mereka yang sekarang (Dornbusch and Fisher, 2004). Dalam bentuk yang paling sederhana,


(63)

hipotesis pendapatan permanen dari perilaku konsumsi berpendapat bahwa konsumsi itu adalah proporsional terhadap pendapatan permanen, yaitu :

C = cYP

dimana YP merupakan pendapatan (disposibel) permanen. Dari persamaan (2.4), konsumsi bervariasi menurut proporsi yang sama dengan pendapatan permanen. Kenaikan 5% dalam pendapatan permanen akan menaikkan konsumsi sebesar 5%.

Lebih jauh hipotesis Friedman menjelaskan bahwa konsumsi pada saat ini tidak tergantung pada pendapatan saat ini tetapi pada Expected Normal Income (rata-rata pendapatan normal. Bentuk lain fungsi konsumsinya adalah :

C = f (YP,i)

dimana YP adalah permanen income dan i adalah real interest rate.

Berbagai teori modern tentang konsumsi lebih jauh mengkombinasikan pembentukan ekspektasi melalui pendekatan pendapatan permanen dan pendekatan daur hidup yang menggunakan variabel kekayaan dan demografis (Dornbusch and Fisher, 2004). Suatu fungsi konsumsi modern yang disederhanakan akan menjadi :

C = aWR + bθYD + b(1 – θ) YD-1

dimana WR adalah kekayaan riel, YD adalah pendapatan disposibel tahun ini, YD-1 adalah pendapatan disposibel tahun lalu. Persamaan (2.7) memperlihatkan peranan kekayaan yang mempunyai pengaruh penting terhadap pengeluaran konsumsi.

Konsumsi adakalanya tidak sesuai dengan yang diharapkan, hal ini terjadi karena keterbatasan anggaran. Fisher mencoba membuat persamaan yang


(64)

menganalisis tentang batas anggaran untuk konsumsi pada dua periode, yaitu pada periode pertama, tabungan sama dengan pendapatan dikurangi konsumsi :

S = Y1 – C1

Dalam periode kedua, konsumsi sama dengan akumulasi tabungan (termasuk bunga tabungan) ditambah pendapatan periode kedua, yaitu :

C2 = (1 + r)S + Y2

Dimana r adalah tingkat bunga riel, variabel S menunjukkan tabungan atau pinjaman dan persamaan ini berlaku dalam kedua kasus. Jika konsumsi pada periode pertama kurang dari pendapatan periode pertama, berarti konsumen menabung dan S lebih besar dari nol. Jika konsumsi periode pertama melebihi pendapatan periode pertama, konsumen meminjam dan S kurang dari nol. Untuk menderivasi batas anggaran konsumen, maka kombinasi persamaan (2.8) dan persamaan (2,9) menghasilkan persamaan :

C2 = (1 + r) (Y1 – C1) + Y2

Persamaan ini menghubungkan konsumsi selama dua periode dengan pendapatan dalam dua periode.

Sukirno (2001) dalam buku makro ekonomi-nya membuat suatu definisi tentang fungsi konsumsi yang menyatakan bahwa fungsi konsumsi adalah suatu kurva yang menggambarkan sifat hubungan di antara tingkat konsumsi rumah tangga dalam perekonomian dengan pendapatan nasional (pendapatan disposebel) perekonomian tersebut.


(1)

IPM_LANGSA = 63.16147459 + 0.004451224541*PRM_LANGSA +

0.003013305834*PRB_LANGSA + 0.0005642753317*PPD_LANGSA - 0.0008377079082*RPM_LANGSA + 0.0007857709375*PKS_LANGSA

IPMLHOKSEUMAWE = 63.16147459 + 0.004451224541*PRMSINGKIL + 0.003013305834*PRBSINGKIL + 0.0005642753317*PPDSINGKIL -0.0008377079082*RPMSINGKIL + 0.0007857709375*PKSSINGKIL

Lampiran 3.

Output

Fixed Effect

Dependent Variable: IPM? Method: Pooled Least Squares Date: 01/30/10 Time: 01:52 Sample: 2003 2007

Included observations: 5

Number of cross-sections used: 20 Total panel (balanced) observations: 100

Cross sections without valid observations dropped

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. LOG(PRM?) 3.921707 2.689860 2.457960 0.0490 LOG(PRB?) 0.062402 1.136856 0.054890 0.9564 LOG(PPD?) 0.520359 1.428464 0.364278 0.7167 LOG(RPM?) -1.067712 4.166254 -0.256276 0.7984

LOG(PKS?) 2.012769 1.219046 2.651102 0.0029 Fixed Effects

_SIMEULUE--C 54.81747 _ACEHSINGKIL--C 56.39511 _ACEHSELATAN--C 58.32286 _ACEHTENGGARA--C 56.92808 _ACEHTIMUR--C 59.70557 _ACEHTENGAH--C 54.87301 _ACEHBARAT--C 57.80547 _ACEHBESAR--C 58.09554

_PIDIE--C 59.86568

_BIREUEN--C 61.71512 _ACEHUTARA--C 56.04115 _ACEHBDAYA--C 52.46378 _GAYOLUES--C 56.92941 _ACEHTAMIANG--C 53.44339 _NAGANRAYA--C 56.67944 _ACEHJAYA--C 59.40924 _BANDAACEH--C 58.76096 _SABANG--C 60.06002 LHOKSEUMAWE--C 57.83774

R-squared 0.744598 Mean dependent var 69.27300 Adjusted R-squared 0.662869 S.D. dependent var 3.465380 S.E. of regression 2.012102 Sum squared resid 303.6417 F-statistic 9.110610 Durbin-Watson stat 1.625163


(2)

Estimation Command: =====================

EST(F,M=500,C=0.0001) IPM? LOG(PRM?) LOG(PRB?) LOG(PPD?) LOG(RPM?) LOG(PKS?)

Substituted Coefficients: =====================

IPM_SIMEULUE = 26.92141213 + 3.921706728*LOG(PRM_SIMEULUE) +

0.06240196874*LOG(PRB_SIMEULUE) + 0.5203586314*LOG(PPD_SIMEULUE) - 1.067711865*LOG(RPM_SIMEULUE) + 2.012768705*LOG(PKS_SIMEULUE)

IPM_ACEHSINGKIL = 28.07466642 + 3.921706728*LOG(PRM_ACEH) +

0.06240196874*LOG(PRB_ACEH) + 0.5203586314*LOG(PPD_ACEH) - 1.067711865*LOG(RPM_ACEH) + 2.012768705*LOG(PKS_ACEH)

IPMLHOKSEUMAWE = 28.36934949 + 3.921706728*LOG(PRMSINGKIL) +

0.06240196874*LOG(PRBSINGKIL) + 0.5203586314*LOG(PPDSINGKIL) - 1.067711865*LOG(RPMSINGKIL) + 2.012768705*LOG(PKSSINGKIL)

IPM_ACEHSELATAN = 28.69728497 + 3.921706728*LOG(PRM_ACEHSELATAN) + 0.06240196874*LOG(PRB_ACEHSELATAN) +

0.5203586314*LOG(PPD_ACEHSELATAN) - 1.067711865*LOG(RPM_ACEHSELATAN) + 2.012768705*LOG(PKS_ACEHSELATAN)

IPM_ACEHTENGGARA = 28.24765728 + 3.921706728*LOG(PRM_ACEHTENGGARA) + 0.06240196874*LOG(PRB_ACEHTENGGARA) +

0.5203586314*LOG(PPD_ACEHTENGGARA) - 1.067711865*LOG(RPM_ACEHTENGGARA) + 2.012768705*LOG(PKS_ACEHTENGGARA)

IPM_ACEHTIMUR = 30.18290016 + 3.921706728*LOG(PRM_ACEHTIMUR) + 0.06240196874*LOG(PRB_ACEHTIMUR) +

0.5203586314*LOG(PPD_ACEHTIMUR) - 1.067711865*LOG(RPM_ACEHTIMUR) + 2.012768705*LOG(PKS_ACEHTIMUR)

IPM_ACEHTENGAH = 27.5511488 + 3.921706728*LOG(PRM_ACEHTENGAH) + 0.06240196874*LOG(PRB_ACEHTENGAH) +

0.5203586314*LOG(PPD_ACEHTENGAH) - 1.067711865*LOG(RPM_ACEHTENGAH) +


(3)

IPM_ACEHBARAT = 29.25341886 + 3.921706728*LOG(PRM_ACEHBARAT) + 0.06240196874*LOG(PRB_ACEHBARAT) +

0.5203586314*LOG(PPD_ACEHBARAT) -

1.067711865*LOG(RPM_ACEHBARAT) + 2.012768705*LOG(PKS_ACEHBARAT)

IPM_ACEHBESAR = 30.11721546 + 3.921706728*LOG(PRM_ACEHBESAR) + 0.06240196874*LOG(PRB_ACEHBESAR) +

0.5203586314*LOG(PPD_ACEHBESAR) -

1.067711865*LOG(RPM_ACEHBESAR) + 2.012768705*LOG(PKS_ACEHBESAR) IPM_PIDIE = 30.72589847 + 3.921706728*LOG(PRM_PIDIE) +

0.06240196874*LOG(PRB_PIDIE) + 0.5203586314*LOG(PPD_PIDIE) - 1.067711865*LOG(RPM_PIDIE) + 2.012768705*LOG(PKS_PIDIE)

IPM_BIREUEN = 33.48653292 + 3.921706728*LOG(PRM_BIREUEN) +

0.06240196874*LOG(PRB_BIREUEN) + 0.5203586314*LOG(PPD_BIREUEN) - 1.067711865*LOG(RPM_BIREUEN) + 2.012768705*LOG(PKS_BIREUEN)

IPM_ACEHUTARA = 27.26252262 + 3.921706728*LOG(PRM_ACEHUTARA) + 0.06240196874*LOG(PRB_ACEHUTARA) +

0.5203586314*LOG(PPD_ACEHUTARA) -

1.067711865*LOG(RPM_ACEHUTARA) + 2.012768705*LOG(PKS_ACEHUTARA)

IPM_ACEHBARATDAYA = 24.63813175 + 3.921706728*LOG(PRM_ACEHBARATDAYA) + 0.06240196874*LOG(PRB_ACEHBARATDAYA) +

0.5203586314*LOG(PPD_ACEHBARATDAYA) - 1.067711865*LOG(RPM_ACEHBARATDAYA) + 2.012768705*LOG(PKS_ACEHBARATDAYA)

IPM_GAYOLUES = 26.64781723 + 3.921706728*LOG(PRM_GAYOLUES) + 0.06240196874*LOG(PRB_GAYOLUES) +

0.5203586314*LOG(PPD_GAYOLUES) - 1.067711865*LOG(RPM_GAYOLUES) + 2.012768705*LOG(PKS_GAYOLUES)

IPM_ACEHTAMIANG = 25.36794928 + 3.921706728*LOG(PRM_ACEHTAMIANG) + 0.06240196874*LOG(PRB_ACEHTAMIANG) +

0.5203586314*LOG(PPD_ACEHTAMIANG) - 1.067711865*LOG(RPM_ACEHTAMIANG) + 2.012768705*LOG(PKS_ACEHTAMIANG)

IPM_NAGANRAYA = 27.98308073 + 3.921706728*LOG(PRM_NAGANRAYA) + 0.06240196874*LOG(PRB_NAGANRAYA) +

0.5203586314*LOG(PPD_NAGANRAYA) - 1.067711865*LOG(RPM_NAGANRAYA) + 2.012768705*LOG(PKS_NAGANRAYA)

IPM_ACEHJAYA = 28.62158216 + 3.921706728*LOG(PRM_ACEHJAYA) +

0.06240196874*LOG(PRB_ACEHJAYA) + 0.5203586314*LOG(PPD_ACEHJAYA) - 1.067711865*LOG(RPM_ACEHJAYA) + 2.012768705*LOG(PKS_ACEHJAYA)


(4)

IPM_BANDAACEH = 30.42280883 + 3.921706728*LOG(PRM_BANDAACEH) + 0.06240196874*LOG(PRB_BANDAACEH) +

0.5203586314*LOG(PPD_BANDAACEH) - 1.067711865*LOG(RPM_BANDAACEH) + 2.012768705*LOG(PKS_BANDAACEH)

IPM_SABANG = 28.26893511 + 3.921706728*LOG(PRM_SABANG) +

0.06240196874*LOG(PRB_SABANG) + 0.5203586314*LOG(PPD_SABANG) - 1.067711865*LOG(RPM_SABANG) + 2.012768705*LOG(PKS_SABANG)

IPM_LANGSA = 28.84497699 + 3.921706728*LOG(PRM_LANGSA) +

0.06240196874*LOG(PRB_LANGSA) + 0.5203586314*LOG(PPD_LANGSA) - 1.067711865*LOG(RPM_LANGSA) + 2.012768705*LOG(PKS_LANGSA)

Lampiran 4.

Output Random Effect

Dependent Variable: IPM?

Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects) Date: 01/30/10 Time: 01:46

Sample: 2003 2007 Included observations: 5

Number of cross-sections used: 20 Total panel (balanced) observations: 100

Swamy and Arora estimator of component variances

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 62.47743 3.588558 17.41018 0.0000

LOG(PRM?) 4.209905 0.605229 6.955893 0.0000 LOG(PRB?) 0.375397 0.162106 2.315755 0.0233 LOG(PPD?) 0.124037 0.362400 0.342266 0.7331 LOG(RPM?) -2.165095 0.823540 -2.629010 0.0104

LOG(PKS?) 2.019886 0.268555 7.521310 0.0000 Random Effects

_SIMEULUE--C -1.605777 _ACEHSINGKIL--C -0.764995 _ACEHSELATAN--C 0.463913 _ACEHTENGGARA--C -0.096950 _ACEHTIMUR--C 1.721493 _ACEHTENGAH--C -0.996641 _ACEHBARAT--C 0.809263 _ACEHBESAR--C 1.297195 _PIDIE--C 1.987116 _BIREUEN--C 4.134682 _ACEHUTARA--C -1.162197 _ACEHBARATDAYA--C -3.276888 _GAYOLUES--C -1.387078 _ACEHTAMIANG--C -2.581702 _NAGANRAYA--C -0.500463


(5)

_BANDAACEH--C 1.553127 _SABANG--C 0.701098 _LANGSA--C 0.551867 _LHOKSEUMAWE--C -0.066026

GLS Transformed Regression

R-squared 0.694258 Mean dependent var 69.27300 Adjusted R-squared 0.677995 S.D. dependent var 3.465380 S.E. of regression 1.966446 Sum squared resid 363.4895 F-statistic 59351.51 Durbin-Watson stat 1.850653 Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics including Random Effects

R-squared 0.743445 Mean dependent var 69.27300 Adjusted R-squared 0.661347 S.D. dependent var 3.465380 S.E. of regression 2.016639 Sum squared resid 305.0125 Durbin-Watson stat 1.628233

Estimation Command: =====================

EST(F,W,M=500,C=0.0001) IPM? LOG(PRM?) LOG(PRB?) LOG(PPD?) LOG(RPM?) LOG(PKS?)

Substituted Coefficients: =====================

IPM_SIMEULUE = -1.605777336 + 62.47742575 + 0.006844269952*PRM_SIMEULUE + 0.00129780265*PRB_SIMEULUE + 0.000438801049*PPD_SIMEULUE -

0.004454272661*RPM_SIMEULUE + 0.0007402918201*PKS_SIMEULUE

IPM_ACEHSINGKIL = -0.7649947062 + 62.47742575 + 0.006844269952*PRM_ACEH + 0.00129780265*PRB_ACEH + 0.000438801049*PPD_ACEH -

0.004454272661*RPM_ACEH + 0.0007402918201*PKS_ACEH

IPM_ACEHSELATAN = 0.4639129372 + 62.47742575 +

0.006844269952*PRM_ACEHSELATAN + 0.00129780265*PRB_ACEHSELATAN + 0.000438801049*PPD_ACEHSELATAN - 0.004454272661*RPM_ACEHSELATAN + 0.0007402918201*PKS_ACEHSELATAN

IPM_ACEHTENGGARA = -0.09695034433 + 62.47742575 + 0.006844269952*PRM_ACEHTENGGARA +

0.00129780265*PRB_ACEHTENGGARA + 0.000438801049*PPD_ACEHTENGGARA - 0.004454272661*RPM_ACEHTENGGARA + 0.0007402918201*PKS_ACEHTENGGARA

IPM_ACEHTIMUR = 1.721493025 + 62.47742575 + 0.006844269952*PRM_ACEHTIMUR + 0.00129780265*PRB_ACEHTIMUR + 0.000438801049*PPD_ACEHTIMUR - 0.004454272661*RPM_ACEHTIMUR + 0.0007402918201*PKS_ACEHTIMUR


(6)

IPM_ACEHTENGAH = -0.996641176 + 62.47742575 +

0.006844269952*PRM_ACEHTENGAH + 0.00129780265*PRB_ACEHTENGAH + 0.000438801049*PPD_ACEHTENGAH - 0.004454272661*RPM_ACEHTENGAH + 0.0007402918201*PKS_ACEHTENGAH

IPM_ACEHBARAT = 0.8092626449 + 62.47742575 + 0.006844269952*PRM_ACEHBARAT + 0.00129780265*PRB_ACEHBARAT + 0.000438801049*PPD_ACEHBARAT - 0.004454272661*RPM_ACEHBARAT + 0.0007402918201*PKS_ACEHBARAT

IPM_ACEHBESAR = 1.297195209 + 62.47742575 + 0.006844269952*PRM_ACEHBESAR + 0.00129780265*PRB_ACEHBESAR + 0.000438801049*PPD_ACEHBESAR

-0.004454272661*RPM_ACEHBESAR + 0.0007402918201*PKS_ACEHBESAR

IPM_PIDIE = 1.987115804 + 62.47742575 + 0.006844269952*PRM_PIDIE + 0.00129780265*PRB_PIDIE + 0.000438801049*PPD_PIDIE - 0.004454272661*RPM_PIDIE + 0.0007402918201*PKS_PIDIE

IPM_BIREUEN = 4.134681524 + 62.47742575 + 0.006844269952*PRM_BIREUEN + 0.00129780265*PRB_BIREUEN + 0.000438801049*PPD_BIREUEN - 0.004454272661*RPM_BIREUEN + 0.0007402918201*PKS_BIREUEN

IPM_ACEHUTARA = -1.162196923 + 62.47742575 + 0.006844269952*PRM_ACEHUTARA + 0.00129780265*PRB_ACEHUTARA + 0.000438801049*PPD_ACEHUTARA - 0.004454272661*RPM_ACEHUTARA + 0.0007402918201*PKS_ACEHUTARA

IPM_ACEHBDAYA = -3.27688803 + 62.47742575 + 0.006844269952*PRM_ACEHBDAYA + 0.00129780265*PRB_ACEHBDAYA + 0.000438801049*PPD_ACEHBDAYA - 0.004454272661*RPM_ACEHBDAYA + 0.0007402918201*PKS_ACEHBDAYA

IPM_GAYOLUES = -1.387077804 + 62.47742575 + 0.006844269952*PRM_GAYOLUES + 0.00129780265*PRB_GAYOLUES + 0.000438801049*PPD_GAYOLUES -

0.004454272661*RPM_GAYOLUES + 0.0007402918201*PKS_GAYOLUES

IPM_ACEHTAMIANG = -2.581702441 + 62.47742575 +

0.006844269952*PRM_ACEHTAMIANG + 0.00129780265*PRB_ACEHTAMIANG + 0.000438801049*PPD_ACEHTAMIANG - 0.004454272661*RPM_ACEHTAMIANG + 0.0007402918201*PKS_ACEHTAMIANG

IPM_NAGANRAYA = -0.5004626652 + 62.47742575 +

0.006844269952*PRM_NAGANRAYA + 0.00129780265*PRB_NAGANRAYA + 0.000438801049*PPD_NAGANRAYA - 0.004454272661*RPM_NAGANRAYA + 0.0007402918201*PKS_NAGANRAYA

IPM_ACEHJAYA = -0.7810361236 + 62.47742575 + 0.006844269952*PRM_ACEHJAYA + 0.00129780265*PRB_ACEHJAYA + 0.000438801049*PPD_ACEHJAYA -

0.004454272661*RPM_ACEHJAYA + 0.0007402918201*PKS_ACEHJAYA

IPM_BANDAACEH = 1.553126976 + 62.47742575 + 0.006844269952*PRM_BANDAACEH + 0.00129780265*PRB_BANDAACEH + 0.000438801049*PPD_BANDAACEH - 0.004454272661*RPM_BANDAACEH + 0.0007402918201*PKS_BANDAACEH