PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA MELALUI MODEL PEMBIASAAN : Studi Kasus di SMP Daarut Tauhid Boarding School Bandung.

(1)

No. Daftar FPIPS: 2006/UN.40.2.2/PL/2014

PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA MELALUI MODEL

PEMBIASAAN

(Studi Kasus Di SMP Daarut Tauhid Boarding School Bandung)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan

Oleh Anisa Fitriani

1006410

JURUSAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2014


(2)

PERNYATAAN

De ga i i saya e yataka bahwa skripsi ya g berjudul PEMBINAAN

KEDISIPLINAN SISWA MELALUI MODEL PEMBIASAAN (Studi Kasus Di Smp Daarut Tauhid Boarding School Ba du g) i i da seluruh isi ya adalah be ar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika ilmu yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan tersebut, saya siap menanggung resiko yang dijatuhkan kepada saya apabila dikemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap karya saya.

Bandung, Januari 2014 Yang membuat pernyataan,

Anisa Fitriani NIM. 1006410


(3)

ANISA FITRIANI

PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA MELALUI MODEL PEMBIASAAN

(Studi Kasus Di SMP Daarut Tauhid Boarding School Bandung)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH:

PEMBIMBING I

Prof. Dr. H. Dasim Budimasyah, M.Si. NIP. 19620316 198803 1 003

PEMBIMBING II

Dr. Kokom Komalasari, M.Pd.

NIP. 19721001 200112 2 001

Mengetahui

Ketua Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan

Prof. Dr. H.Sapriya, M.Ed. NIP. 19630820 198803 1 001


(4)

ABSTRAK

Anisa Fitriani (1006410) Pembinaan Kedisiplinan Siswa Melalui Model Pembiasaan (Studi Kasus di SMP Daarut Tauhid Boarding School

Bandung

Model pembiasaan (habituasi) merupakan bagian dari sistem nilai budaya yang berfungsi sebagai petunjuk atau pedoman untuk menanamkan kedisiplinan seseorang, yang harus dimulai sejak kanak-kanak melalui jalur pendidikan informal di dalam keluarga dan masyarakat serta pendidikan formal di sekolah. Pembinaan kedisiplinan siswa melalui pembiasaan di lingkungan pendidikan formal harus dilaksanakan secara holistic dan dirancang dalam suatu sistem yang terarah. Bagaimana pembinaan kedisiplinan melalui model pembiasaan tersebut, maka dibuat rumusan masalah sebagi berikut: (1) Model pembiasaan apa saja yang diterapkan dalam membina kedisiplinan siswa di SMP DTBS Bandung? (2) Bagaimana proses pembinaan kedisiplinan siswa melalui model pembiasaan di SMP DTBS Bandung? (3) Bagaimana bentuk-bentuk perilaku mandiri siswa yang tercermin dalam kegiatan di lingkungan sekolah dan lingkungan asrama? (4) Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam melaksanakan pembinaan kedisiplinan siswa melalui model pembiasaan di SMP DTBS Bandung?

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah kualitatif, sedangkan metode yang digunakan adalah studi kasus. Penelitian dilakukan di SMP Daarut Tauhid Boarding School Bandung, sedangkan yang menjadi subjek penelitian adalah pelaksana pendidikan di SMP Daarut Tauhid Boarding School Bandung yaitu Wakasek Kurikulum, Wakasek Kesiswaan, Pembina Ekstrakurikuler, Pengasuh Asrama, Binsis, Guru PKn, Mudaris dan Siswa.

Hasil penelitian yang penulis peroleh yaitu: (1) Model pembiasaan yang diterapkan di SMP DTBS Bandung dalam membina kedisiplinan siswa bertujuan untuk mencetak pribadi sholeh dan berakhlakul karimah yang meliputi seluruh kegiatan siswa, (2) Proses pelaksanaan pembinaan kedisiplinan melalui pembiasaan telah berhasil dilaksanakan sesuai dengan rancangan kurikulum khas sekolah Pesantren Daarut Tauhid, 3) Bentuk perilaku disiplin siswa terlihat dalam kegiatan di kelas, kegiatan eksrakurikuler dan dalam keseharian siswa di Asrama. Perpaduan antara sikap disiplin siswa dengan model pembiasaan yang diterapkan di SMP Daarut Tauhid Bandung akan menjadi pengarah dan pedoman juga untuk mewujudkan kejujuran dan tanggung jawab siswa yang nantinya tercermin di dalam kehidupan sehari-hari, (4) Keteladanan, keistiqomahan, aturan yang baik dan kerja sama dari semua pihak menjadi faktor pendukung dalam membina kedisiplinan siswa. Sedangkan perbedaan karakteristik siswa, minimnya sarana dan prasarana sera efek negatif dari perkembangan IPTEK menjadi kendala dalam proses pembinaan kedisiplinan siswa di SMP Daarut Tauhid Boarding School Bandung.


(5)

ABSTRACK

Habituation is part of the cultural value system that serves as instructions

or guidance to embed one’s discipline that should start since childhood through

informal education within the family and society and formal education in the school. Fostering students’ discipline through habitation in the formal education environment should be implemented in a holistic and designed in the targeted system. To know how fostering discipline through the habitation described in the following problem identification: (1) what habituation applied in fostering the

students’ discipline at Daarut Tauhid Junior Secondary Boarding School Bandung? (2) How the fostering students’ discipline process through habituation at Daarut Tauhid Junior Secondary Boarding School Bandung? (3) How independent forms of behavior that reflects on the activities of students in the school and dormitory environment? (4) What are the factors supporting and

inhibiting in implementing the fostering students’ discipline through habituation

at Daarut Tauhid Junior Secondary Boarding School Bandung?

The approach adopted in this study is qualitative approach, where the method used is a case study. The study conducted in SMP Daarut Tauhid Boarding School Bandung, while the subject of the study is the education implementors specifically Vice Principal of Curriculum, Vice Principal of Student Affairs, Extracurricular Advisor, Dormitory Caretaker, Binsis, Civics Teacher,

Mudaris and Students.

The study’s results obtained by the author are: (1) The habituation model applied at Daarut Tauhid Junior Secondary Boarding School in building student discipline was aimed to create pious and well-mannered individuals, covering all

of the students’ activities, (2) The process of building student discipline through habituation was successfully implemented according to the curriculum specially designed by Daarut Tauhid Boarding School, (3) The well-disciplined attitudes of the students were observable during their classroom activities, extracurricular activities, and daily activities in the dormitory. The unification of students’ discipline behavior and habituation implemented at Daarut Tauhid Junior Secondary Boarding School Bandung will be a steering and guidance to actualize

students’ honesty and responsibility that will show in the daily life, (4) Exemplary, consistency, good regulations, and cooperation from all parties

became the supporting factors in building student discipline. Meanwhile, students’

varying characteristics, minimum infrastructure, and negative effects of the development of science and technology were the hindrances of the process of building student discipline at Daarut Tauhid Junior Secondary Boarding School Bandung.

.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK ... KATA PENGANTAR ... UCAPAN TERIMAKASIH ... DAFTAR ISI ... DAFTAR BAGAN ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR LAMPIRAN ...

BAB I PENDAHULUAN ... A. Latar Belakang Masalah ... B. Identifikasi dan Rumusan Masalah ... C. Tujuan Penelitian ... D. Manfaat Penelitian ... E. Struktur Organisasi Skripsi ...

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... A. Kajian Tentang Disiplin ... 1. Pengertian dan Hakikat Disiplin ... 2. Fungsi dan Tujuan Disiplin ... 3. Terbentuknya Disiplin ... 4. Unsur-Unsur Disiplin... 5. Bentuk-Bentuk Disiplin... 6. Pentingnya Disiplin... 7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Disiplin... 8. Disiplin sebagai Bagian dari Pendidikan Karakter... B. Tinjauan Mengenai Model Pembiasaan ... 1. Pengertian dan Hakikat Model Pembiasaan ...

I ii iii vii x xi xii 1 1 6 7 7 9 11 11 11 12 14 17 19 20 22 24 25 25


(7)

2. Mendidik Melalui Model Pembiasaan... C. Tinjauan Mengenai Sekolah Boarding School ... 1. Pengertian dan hakikat Sekolah Boarding School ... 2. Karakteristik Sekolah Boarding School ... 3. Keunggulan Sekolah Boarding School... D. Kaitan antara PKn dengan Pembinaan Kedisiplinan Siswa Melalui

Model Pembiasaan ... E. Penelitian Terdahulu yang Relevan ...

BAB III METODE PENELITIAN ... A. Lokasi dan Subjek Penelitian ...

1. Lokasi Penenlitian ... 2. Subjek Penelitian... B. Desain Penelitian ... 1. Tahap Pra Penelitian ... 2. Tahap Perizinan ... 3. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 4. Tahap Analisis Data ... 5. Tahap Penyusunan Laporan... C. Pendekatan dan Metode Penelitian ... D. Definisi Operasional... E. Instrumen Penelitian... F. Pengujian Keabsahan Data...

1. Credibilty... 2. Pengujian Transerability... 3. Dependability... 4. Confirmability...

G. Teknik Pengumpulan Data... 1. Observasi... 2. Wawancara... 3. Studi Dokumentasi...

27 31 31 32 34 35 37 39 39 39 39 41 41 42 42 43 43 44 48 51 52 52 55 56 56 57 57 59 60


(8)

4. Studi Literatur... H. Analisis Data...

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 1. Gambaran Umum Subjek dan Lokasi Penelitian... 2. Sistem Pendidikan SMP DTBS Bandung ... 3. Peserta Didik dan Tenaga Pendidik ... 4. Struktur Organisasi SMP DTBS Bandung ... 5. Sarana Pendukung SMP DTBS Bandung... B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 1. Model Pembiasaan yang Diterapkan di SMP DTBS Bandung

dalam Membina Kedisiplinan Siswa... 2. Proses Pembinaan Kedisiplinan Siswa di SMP DTBS Bandung

melalui Model Pembiasaan ... 3. Bentuk-bentuk Perilaku Disiplin Siswa yang Tercermin dalam

Kegiatan di Lingkungan Sekolah dan Lingkungan Asrama ... a. Kedisiplinan di Lingkungan Sekolah ... b. Kemandirian di Lingkungan Asrama ... 4. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Model

Pembiasaan dalam Membina Kedisiplinan Siswa di SMP DTBS Bandung ... a. Faktor Pendukung dalam Melaksanakan Pembinaan Kedisiplinan Siswa Melalui Model Pembiasaan ... b. Faktor Penghambat dalam Melaksanakan Pembinaan

Kedisiplinan Siswa Melalui Model Pembiasaan... C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 1. Model Pembiasaan yang Diterapkan di SMP DTBS Bandung dalam Membina Kedisiplinan Siswa ... 2. Proses Pembinaan Kedisiplinan Siswa di SMP DTBS Bandung

Melalui Model Pembiasaan ... 61 61 65 65 65 68 69 69 71 72 73 82 96 96 100 105 105 108 109 109 119


(9)

3. Bentuk-bentuk Perilaku Disiplin Siswa yang Tercermin dalam Lingkungan Sekolah dan Lingkungan Asrama... a. Kedisiplinan Siswa di Lingkungan Sekolah... b. Kedisiplinan Siswa di Lingkungan Asrama ... 4. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Model

Pembiasaan dan Membina Kedisiplinan Siswa di SMP DTBS

Bandung... a. Faktor Pendukung Pelaksanaan Model Pembiasaan dalam

Membina Kedisiplinan Siswa di SMP DTBS

Bandung... b. Faktor Penghambat Pelaksanaan Model Pembiasaan dalam

Membina Kedisiplinan Siswa di SMP DTBS Bandung ... BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... A. Kesimpulan ... B. Rekomendasi ...

DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN-LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

124 124 126

129

129

133 137 137 139


(10)

DAFTAR BAGAN

Bagan 3.1. Triangulasi dengan tiga sumber data ... Bagan 3.2. Triangulasi dengan tiga teknik pengumpulan data ... Bagan 3.3. Triangulasi dengan tiga waktu pengumpulan data ... Bagan 4.1. Struktur Organisasi SMP DTBS Bandung ... Bagan 4.2. Bentuk-bentuk Kedisiplinan Siswa di lingkungan sekolah dan Asrama... Bagan 4.3. Kurikulum Khas SMP DTBS Bandung ...

53 54 54 70

105 121


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Sarana dan prasarana SMP DTBS Bandung... Tabel 4.2. Jadwal Pengasuhan Harian Ikhwan ... Tabel 4.3. Jadwal Pengasuhan Harian Akhwat... Tabel 4.4. Seragam Sekolah Ikhwan dan Akhwat...

71 112 113 116


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

SK Skripsi

Buku Laporan Kemajuan Penulisan Skripsi Surat Izin Penelitian

Pedoman Wawancara Deskripsi Hasil Wawancara

Temuan Observasi dan Kajian Dokumentasi Hasil Observasi dan Catatan Lapangan Foto Dokumentasi


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Penelitian

Gencarnya arus globalisasi yang ditandai dengan pesatnya perkembangan teknologi dan informasi telah memberikan corak dan warna tersendiri dalam kehidupan masyarakat. Apabila hal tersebut tidak dibarengi dengan filter dan benteng yang kuat dari diri masyarakat, akan mengakibatkan masyarakat mudah terbawa arus yang nantinya berdampak terhadap menurunnya kualitas moral dan hilangnya nilai luhur budaya bangsa Indonesia. Padahal sesungguhnya nilai-nilai luhur budaya masyarakat Indonesia memiliki sejumlah tata nilai-nilai yang baik, yang dapat menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.

Disiplin diri merupakan salah satu nilai luhur budaya yang telah hilang dari

jiwa bangsa Indonesia saat ini, yang dicirikan oleh “maraknya praktek Korupsi,

Kolusi, dan Nepotisme (KKN), terjadinya konflik (antar etnis, agama, politis, pelajar), meningkatnya kriminalitas, etos kerja yang semakin rendah merupakan praktik pelanggaran moral berupa kurangnya sikap tanggung jawab dan

rendahnya sikap disiplin” (Megawangi, 2004:14). Sejalan dengan hal itu, kondisi paradoksial bangsa saat ini dipaparkan oleh Budimansyah (2011:47) yaitu berupa tindak kekerasan, pelanggaran lalu lintas, kebohongan publik, arogansi kekuasaan, korupsi kolektif, korupsi dengan baju profesionalisme, nepotisme lokal dan institusional.

Ketidaksipilinan diri merupakan kelemahan mentalitas bangsa Indonesia yang sudah ada sejak lama dalam sistem nilai budaya kita yang tradisional.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat, (1985:51) bahwa “sifat

tidak berdisiplin secara murni merupakan suatu sifat yang justru dalam zaman setelah revolusi tampak semakin memburuk dan merupakan pangkal daripada

banyak masalah sosial budaya yang sekarang ini kita hadapi”. Lebih dari itu,

lemahnya mentalitas disiplin bangsa Indonesia juga tampak saat berlalulintas di jalan raya yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan. Kepala Satuan Lalu Lintas


(14)

(log.viva.co.id/news/read/396584-setiap-hari-terdapat-12-ribu-pelanggaran-lalu-lintas, 5 Februari 2013) mengungkapkan bahwa::

Kecelakaan lalu lintas di Kabupaten Bandung dalam sehari mencapai rata-rata dua kecelakaan, terhitung sejak Februari 2013. Kecelakaan yang terjadi di jalan bermula dari pelanggaran lalu lintas, dimana hubungannya berbanding lurus antara pelanggaran dan kecelakaan. Sedangkan pelaku pelanggaran terdiri dari berbagai kalangan. Pelajar dan mahasiswa merupakan pelanggar terbanyak yakni 3.508 pelanggar; kemudian karyawan swasta 2.058; supir 199, PNS 9 orang dan profesi lainnya 116 orang dengan pengemudi yang lain.

Keadaan faktual di atas, memposisikan siswa sebagai pelaku utama penyebab adanya ketidakdisiplinan berlalu lintas. Hal tersebut kemungkinan dipicu oleh keinginan mereka untuk menunjukan eksistensinya sebagai remaja, sehingga terkesan seenaknya di jalan tanpa memperhatikan perturan-peraturan yang berlaku. Padahal sesungguhnya siswa memiliki potensi yang besar untuk memiliki berbagai khasanah ilmu pengetahun yang mempuni dan karakter yang baik yang nantinya digunakan untuk membangun bangsa ini. Budimansyah (2010:

140) mengungkapkan bahwa “setiap generasi adalah masyarakat baru yang harus

memperoleh pengetahuan, mempelajari keahlian, dan mengembangkan karakter atau watak publik maupun privat yang sejalan dengan demokrasi konstitusional”. Dengan demikian pendidikan karakter

yang baik bagi setiap generasi bangsa perlu dilakukan guna menciptakan manusia yang berkualitas.

Dalam masyarakat yang heterogen seperti Indonesia, nilai-nilai karakter yang ditanamkan harus dapat menjadi common denominator (dasar kesamaan nilai) yang akan menjadi perekat pada elemen-elemen masyarakat yang berbeda, sehingga masyarakat dapat hidup berdampingan secara damai dan tertib, yang akhirnya menciptakan suasana sinergi yang sangat produktif bagi kemajuan bangsa (Megawangi, 2004: 96). Ungkapan tersebut mengisyaratkan bahwa betapa pentingnya penegakan disiplin yang harus ditanamkan sejak dini. Sehingga disiplin diri merupakan hal yang sangat esensial di era global ini yang harus dimiliki dan dikembangkan oleh anak dan akan mengaktualisasi pada proses


(15)

pembangunan dan pembinaan karakter seseorang, sebuah organisasi dan sebuah bangsa.

Apabila kemerosotan nilai-nilai luhur budaya, khusunya disiplin dibiarkan tanpa adanya suatu upaya perbaikan, maka akan menjadi sebuah ancaman besar terhadap kemajuan bangsa ini di masa yang akan datang. Presiden Soeharto (20

Mei 1995) mengatakan bahwa “bangsa-bangsa yang maju dengan cepat adalah bangsa-bangsa yang berdisipllin tinggi”. Maka perbaikan disiplin merupakan kunci terpenting agar bangsa yang besar jumlah penduduknya ini bisa keluar dari krisis untuk menyongsong nasibnya yang baru.

Sejalan dengan perkataan di atas, Suprapto dalam Waluya (2006:2) mengungkapkan bahwa:

Disiplin merupakan sutau tuntutan bagi berlangsungnya kehidupan bersama yang teratur, tetib, yang merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya sutau kemajuan dan perkembangan. Suatu masyarakat tanpa diisplin akan mengarah pada bentuk anarkis, suatu masyarakat tanpa aturan akan sera membolehkan sehingga akan menimbulkan kekacauan.

Berdasarkan ungkapan tersebut sudah jelaslah bahwa kedisiplinan diri merupakan salah satu karakter yang sangat penting bagi seorang warga negara yang diperlukan bagi berlangsungnya suatu bangsa yang terarah dan teratur sesuai dengan harapan dan cita-cita bangsa.

Pendidikan merupakan aspek yang sangat sentral dalam menciptakan manusia yang berkualitas, berkarakter baik (good character), serta memiliki kemampuan dalam berbagai hal yang mendasar. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan yang terdapat dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas yang semuanya bermuatan positif dalam menjungjung nilai-nilai luhur budaya, seperti: beriman dan bertakwa, berakhlak mulia,sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, disiplin, warga negara demokratis dan warga negara yang bertanggung jawab.

Pencapaian pendidikan yang maksimal membutuhkan kerja sama yang bersifat koletif dari semua pihak, baik dari pihak sekolah, keluarga, pemerintah mauapun masyarakat. Hal ini senada dengan pernyataan Kardiman (Tanszhil, 2012:3) bahwa “Pembangunan karakter bangsa tidak saja menjadi tanggungjawab


(16)

dunia persekolahan tetapi juga menjadi tanggungjawab situs-situs

kewarganegaraan di luar persekolahan”. Pernyataan tersebut menegaskan bahawa

PKn yang merupakan pengepak sayap pendidikan karakter, tidak hanya sebagai mata pelajaran di persekolahan, tetapi harus menjadi Pendidikan Kewarganegaraan di semua elemen lingkungan, baik itu di lingkungan keluarga maupun masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut, Budimansyah (2010: 141)

mengemukakan bahwa “Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education)

merupakan bagian inheren dari instrumentasi serta praksis pendidikan nasional

untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui koridor “value-based education”.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal merupakan komponen yang sangat berperan dalam mengembangkan disiplin siswa. Hal ini didasarkan bahwa sekolah dapat menciptakan peraturan dan ketentuan yang cenderung akan ditaati oleh siswanya. Dari sinilah karakter disiplin akan tertanam dalam diri siswa yang terejawantahkan dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran dan penanaman nilai kedisiplinan harus disampaikan dalam suasana interaktif, menyenangkan, menggembirakan, penuh dorongan, motivasi, dan memberikan ruang gerak yang lebih leluasa kepada peserta didik dalam membentuk kompetensi dirinya untuk

mencapai tujuan. Zaenul (2012:10) menyebutkan bahwa “ yang dapat

dikembangkan untuk mendukung keberhasilan pendidikan karakter adalah melalui proses secara bertahap, yaitu : (a) sosialisasi; (b) internalisasi; (c) pembiasaan, dan

(d) pembudayaan di sekolah”.

Senada dengan ungkapan di atas, Kohlberg dan dan Lockheed (Budimansyah, 2010:67) mengungkapkan bahwa:

Terdapat empat tahap pendidikan karakter yang perlu dilakukan, yaitu (a)

tahap “pembiasaan” sebagai awal perkembangan karakter anak, (b) tahap

pemahaman dan penalaran terhadap nilai, sikap, perilaku dan karakter siswa; (c) tehap penerapan berbagai perilaku dan tindakan siswa dalam kenyataan sehari-hari; dan (d) tahap pemaknaan yaitu suatu tahap refleksi dari para siswa melalui penilaian terhadap seluruh sikap dan perilaku yang telah mereka fahami dan lakukan dan bagaimana dampak dan kemanfaatannya dalam kehidupan baik bagi dirinya maupun orang lain.


(17)

Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan. Pembiasaan sebenarnya berintikan pengalaman, yang dibiasakan kemudian diamalkan secara terus menerus (kontinue). Hal tersebut sesuai dengan pendapat Budimansyah (2010:57), yang mengungkapkan bahwa:

Di dalam habituasi atau pembiasaan diciptakan situasi dan kondisi serta peguatan yang memungkinkan peserta didik pada satuan pendidikannya, di rumahnya, di lingkungan masyarakatnya dapat membiasakan diri berperilaku sesuai dengan nilai dan menjadi karakter yang telah diinternalisasikan dan dipersonalisasi dari dan melalui proses intervensi. Studi awal terhadap beberapa sekolah, ternyata tidak semua sekolah mempunyai model khusus dalam membina kedisiplinan siswa, sehingga hasilnya pun menunjukkan masih terjadi kemerosotan dalam perilaku siswa. Apabila permasalahan tersebut tidak dicarikan solusinya, maka akan berdampak terhadap pembinaan kedisiplinan pada lingkungan pendidikan di Indonesia.

Atas dasar latar belakang di atas, penulis tergerak untuk melakukan penelitian di SMP Daarut Tauhid Boarding School Bandung. Pemilihan lokasi

penelitian ini didasarkan pada pendapat Marlina

(edukasi.kompasiana.com/2011/12/23/boardingschool-tombak-kesuksesan, 21 Februari 2013) yang menyatakan bahwa apabila dilihat dari segi pembentukan karakter siswa yang diusung, ternyata boarding school mampu melangsungkan aksi-aksi nyata seperti kedisiplinan, kemandirian, tanggung jawab, dan lain-lain yang dalam dunia pendidikan menjadi pilar pembentukan karakter, dan mampu menjaga generasi muda dari rezim liberalisme negatif yang sekarang ini telah beradaptasi dengan adat Indonesia yang menonjolkan sisi sopan santun.

Kehadiran Boarding School telah memberikan alternative pendidikan bagi para orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya. Polusi sosial yang sekarang ini melanda lingkungan kehidupan masyarakat seperti pergaulan bebas, narkoba, tawuran pelajar, pengaruh media, dan lain-lain. Maka, boarding school dianggap mempunyai nilai plus tersendiri dibandingkan dengan sekolah-sekolah negeri pada umumnya. Kekhususan tersebut terlihat dari sistem penerapan kedisiplinan, kemandirian, dan tanggung jawabnya yang selalu disesuaikan dengan nilai-nilai


(18)

positif yang bersumber dari Al-Quran. Dengan demikian, aksi-aksi nyata pendidikan berkarakter yang dikembangkan oleh sekolah boarding school dapat menjadi tombak kesuksesan yang sejalan dengan kata dan perbuatan guna menciptakan generasi bangsa yang berkualitas dan berkhlak mulia.

Sekolah Menengah Pertama (SMP) Daarut Tauhiid Boarding School adalah SMP yang pertama menerapkan kurikulum KTSP dan kurikulum Boarding School khas Pesantren Daarut Tauhiid yang berbasis Karakter. SMP tersebut mempunyai

motto yaitu “Bertauhiid - Berakhlak –Berprestasi”. Oleh karena itu, SMP Daarut tauhid Bandung sangat kental dengan nuansa pendidikan karakternya. Pembinaan kedisiplinan di SMP DT dikembangkan melalui model pembiasaan yang diarahkan pada upaya peningkatan nilai-nilai yang mendasari suatu kebaikan sehingga menjadi suatu kepribadian diri warga Negara.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh penyusun melalui wawancara dengan salah seorang pengajar di SMP tersebut, beliau mengatakan bahwa model pembiasaan yang dilakukan dalam membina kedisiplinan siswa sudah berhasil dilaksanakan dan berdampak positif terhadap perkembangan karakter siswa. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa tidak sedikit siswa yang terindikasi belum sepenuhnya dapat berprilaku disiplin. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, penulis bermaksud untuk mengungkapkan dan menemukan aspek-aspek sekaligus melakukan langkah-langkah lebih lanjut yang bisa dilaksanakan dalam upaya membina kualitas kedisiplinan yang diharapkan dapat terus berkembang. Berdasarkan pemaparan di atas, kiranya penting untuk dikaji lebih dalam tentang “PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA MELALUI MODEL PEMBIASAAN (Studi Kasus Di SMP Daarut Tauhid Boarding School Bandung)”.

B.Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Bagaimana pembinaan kedisiplinan siswa melalui model

pembiasaan di SMP Daarut Tauhid Boarding School Bandung?”. Berdasarkan permasalahan di atas, dirumuskan pernyataan penelitian sebagai berikut:


(19)

1. Model pembiasaan apa saja yang diterapkan di SMP Daarut Tauhid

Boarding School Bandung dalam membina kedisiplinan siswa?

2. Bagaimana proses pembinaan kedisiplinan siswa di SMP Daarut Tauhid

Boarding School Bandung melalui model pembiasaan?

3. Bagaimana bentuk-bentuk perilaku disiplin siswa yang tercermin dalam kegiatan di lingkungan sekolah dan lingkungan asrama?

4. Faktor apa yang menjadi pendukung dan penghambat pelaksanaan model pembiasaan dalam membina kedisiplinan siswa di SMP Daarut Tauhid

Boarding School Bandung?

C.Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan mengenai pembinaan kedisiplinan siswa melalui model pembiasaan di SMP Daarut Tauhid Boarding School Bandung. Adapun yang menjadi tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui program model pembiasaan yang diterapkan di SMP Daarut Tauhid Boarding School Bandung dalam membina kedisiplinan siswa. 2. Mengetahui proses pembinaan kedisiplinan siswa di SMP Daarut Tauhid

Boarding School Bandung melalui model pembiasaan.

3. Mengetahui bentuk-bentuk perilaku disiplin siswa yang tercermin dalam kegiatan di lingkungan sekolah dan lingkungan asrama.

4. Mengetahui faktor yang menjadi pendukung dan penghambat pelaksanaan model pembiasaan dalam membina kedisiplinan siswa di SMP Daarut Tauhid Boarding School Bandung.

D.Manfaat Penelitian

Secara garis besar hasil penelitian ini berkaiatn dengan upaya untuk memperoleh informasi dan data mengenai pembinaan kedisiplinan siswa melalui model pembiasaan di SMP Daarut Tauhid Boarding School Bandung. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dapat diperoleh manfaat sebagai berikut:


(20)

1. Manfaat secara teoritis

Penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan keilmuan PKn sebagai salah satu mata pelajaran pengembang pendidikan karakter bangsa, khususnya memberikan pengetahuan dan bahan tambahan referensi tentang upaya pembinaan kedisiplinan siswa yaitu melalui model pembiasaan. Dengan demikian perilaku disiplin akan tercermin dalam diri dan terejawantahkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga akan lahir generasi penerus bangsa yang berkualitas.

2. Manfaat secara kebijakan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi solusi nyata dalam proses penanaman nilai-nilai moral yang baik khususnya disipin serta dapat memajukan pendidikan berkualitas yang dilakukan melalui model pembiasaan. Selain itu, penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh para pendidik maupun pemerintah dalam mengelola sistem pendidikan yang berkualitas.

3. Manfaat secara praktis a. Guru

1) Diharapkan menjadi langkah strategis dalam upaya membina potensi disiplin siswa melalui model pembiasaan.

2) Diharapkan sebagai bahan evaluasi tentang pembinaan karakter khususnya kedisiplinan siswa.

3) Diharapkan menjadi langkah-langkah penyempurnaan pembinaan kedisiplinan siswa.

b. Siswa

1) Diharapkan menjadi bahan pengetahuan dan langkah untuk mengetahui karakter yang harus dimiliki khususnya kedisiplinan.

2) Diharapkan dapat memotivasi agar mempunyai semangat dalam menanamkan nilai-nilai kedisiplinannya.

3) Diharapkan memberikan arahan dalam berperilaku disiplin dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.


(21)

c. Sekolah

1) Diharapkan memberikan sumbangsih praktis tentang upaya untuk membina kedisiplinan siswa yaitu melalui model pembiasaan.

2) Diharapkan dapat memberikan acuan dalam upaya membina kedisiplinan siswa.

4. Manfaat secara isu

Penelitian ini bermanfaat dalam memberikan secercah harapan menuju perbaikan kedisiplinan siswa yang sekarang ini mulai hilang. Dengan demikian, segala persoalan yang dihadapi oleh sekolah dalam menanamkan disiplin siswa dapat diatasi.

E.Struktur Organisasi Skripsi

Struktur organisasi skripsi berisi rincian mengenai urutan dari setiap bab dan bagian bab dalam seluruh penulisan skripsi, yang terdiri dari bab satu sampai bab terakhir, yaitu bab lima. Rincian urutan dari setiap bab adalah sebagi berikut:

Bab I Pendahuluan

Bab satu sebagai pendahuluan, akan dijelaskan mengenai latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penlitian, dan struktur organisasi skripsi.

Bab II Kajian Pustaka

Bab dua sebagai kajian pustaka, akan dipaparkan mengenai teori-teori yang mendukung terhadap masalah yang akan dikaji. Pada bab ini, akan dijelaskan teori dan konsep kedisiplinan, tinjauan mengenai habituasi, konsep mengenai sekolah boarding school, karakteristik pendidikan sekolah

boarding school, serta penelitian terdahulu yang relevan dengan kajian


(22)

Bab III Metode Penelitian

Bab tiga berisi paparan secara rinci mengenai pendekatan dan metode peneilitian, termasuk beberapa komponen seperti lokasi dan subjek penelitan, metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, prose pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data: wawancara, observasi, studi dokumentasi, serta analisis data: reduksi data, penyajian data, dan verifikasi data.

Bab IV Hasil Penelitian dan pembahasan

Bab empat sebagai hasil penelitian dan pembahasan, akan dijelaskan mengenai deskripsi lokasi penelitian, deskripsi data hasil penelitian, serta pembahasan dari analisis data yang ditemukan penulis di lapangan.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Bab kesimpulan dan saran ini menyajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian di lapangan. Bab ini berisi mengenai kesimpulan-kesimpulan yang diambil dari analisis data secara keseluruhan, serta berisi mengenai saran-saran.


(23)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat di mana penelitian akan dilakukan, yang disertai dengan jalan berikut kotanya. Hal ini sejalan dengan ungkapan Nasution

(2003:43) yang menyatakan bahwa ”Lokasi penelitian menunjukkan pada

pengertian tempat atau lokasi penelitian yang dicirikan oleh adanya unsur yaitu pelaku, tempat dan kegiatan yang dapat diobservasi dan dan lokasi penelitian

tersebut menggambarkan lokasi situasi sosial”. Adapun lokasi penelitian ini dilakukan di SMP Daarut Tauhid Boarding School Bandung, yang terletak di Jalan Geger Kalong Girang Komp. Setiabudi Indah Kav. 25-26 Bandung, Tlp/Fax (022) 2005132.

Penulis mengambil lokasi ini didasarkan atas pertimbangan: Sekolah Menengah Pertama (SMP) Daarut Tauhiid Boarding school adalah SMP yang pertama menerapkan kurikulum KTSP, kurikulum pengembangan diri, serta kurikulum Boarding school khas Pesantren Daarut Tauhiid yang berbasis Karakter. Hal ini sesuai dengan motto SMP Daarut Tauhid Boarding school Bandung Bertauhiid - Berakhlak - Berprestasi. Selain itu Disiplin merupakan

tujuan utama di sekolah ini dengan slogan khasnya yaitu “Lebih baik santri keluar karena tidak siap disiplin daripada santri keluar karena pesantren terkesan tidak

disiplin”. Dengan demikian SMP DTBS ini syarat dengan kedisiplinannya. 2. Subjek penelitian

Penelitian kualitatif memerlukan data-data atau informasi dari berbagai sumber yang dapat memberikan informasi sesuai dengan tujuan dari penelitian. Untuk itu harus ditentukan subjek penelitian yang dapat dijadikan sumber informasi tersebut. Dengan demikian pada penelitian kualitatif, subjek penelitian dipilih secara purposive bertalian dengan porpose tertentu atau tujuan tertentu.


(24)

Moleong (2000: 181) menyatakan bahwa “... pada penelitian kualitatif tidak ada

sampel acak, tetapi sampel bertujuan (purposive sample)”.

Subjek penelitian dalam kuaitatif adalah individu, benda, atau organisme yang dijadikan sumber informasi yang dibutuhkan dalam pengumpulan data penelitian. Hal ini selaras dengan pendapat Arikunto (2009:89) yang memberi batasan subjek penelitian sebagai benda, hal atau orang tempat data untuk variabel penelitian melekat, dan yang dipermasalahkan. Dengan demikian, dalam sebuah penelitian, subjek penelitian memiliki peran yang sangat strategis karena pada subjek penelitian, akan didapat hasil sebagaimna tujuan dalam penelitian ini.

Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah lingkup Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pertimbangan memilih lingkup SMP adalah karena siswa SMP sedang berada dalam masa transisi, sehingga sangat tepat apabila dilakukan pembinaan kedisiplinan sejak dini. Karena pada dasarnya penanaman kedisiplinan harus dibina sejak dini agar terbiasa ketika kelak nanti.

Berdasarkan uraian di atas, maka yang dijadikan subjek penelitian dalam penelitian ini adalah:

1) Pembina kurikulum SMP Daartut Tauhid Boarding school Bandung. Hal ini didasarkan bahwa pembina kurikulum sebagai pihak yang dapat memberikan informasi berkenaan dengan penyusunan dan perencanaan program pembelajaran yang diterapkan di SMP Daarut Tauhid Boarding

school Bandung.

2) Pengasuh asrama merupakan informan yang sangat baik dalam memberikan gambaran tentang pengembangan kedisiplinan siswa serta perubahan perilaku siswa di asrama SMP Daarut Tauhid Boarding school Bandung.

3) Guru PKn merupakan informan yang sangat baik dalam memberikan gambaran tentang perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi model pembiasaan serta dampaknya terhadap perubahan kedisiplinan siswa. 4) Mudaris merupakan informan yang sangat baik dalam memberikan

penjelasaan mengenai karakteristik siswa, karena mudaris merupakan sosok pengganti orang tua bagi siswa.


(25)

5) Siswa merupakan objek yang merasakan perubahan karakter disiplin dirinya yang dibina melalui model pembiasaan di SMP Daarut Tauhid

Boarding school Bandung.

6) Pembina ekstra kulikuler merupakan informan yang sangat baik dalam memberikan gambaran mengenai berbagai kegiatan akstra kulikuler yang menunjang terhadap pembentukan disiplin siswa.

7) Pembina kesiswaan merupakan pihak yang sangat penting dalam mengawasi, dan mengontrol perilaku disiplin siswa khusunya disiplin, sehingga mampu memberikan gambaran mengenai pembinaan kedisiplinan siswa melalui model pembiasaan.

B.Desain Penelitian

Agar penelitian ini berjalan dengan lancar dan hasilnya maksimal, maka peneliti telah merancang tahap-tahap atau prosedur penelitian sebagai berikut: 1. Tahap Pra Penelitian

Tahap pra penelitian merupakan langkah awal dalam melakukan suatu penelitian dengan mempersiapkan hal-hal yang berkaitan dengan penelitian. Tahap pertama dalam pra penelitian ini adalah melakukan studi pendahuluan ke SMP Daarut Tauhid Boarding school Bandung. Studi pendahuluan ini bertujuan untuk mengecek atau mengsurvey keadaan lokasi tersebut apakah sesuai dengan rumusan tujuan atau fokus penelitian atau tidak. Peneliti melakukan pra penelitian ke SMP Daarut Tauhid Boarding school bertujuan untuk mengetahui gambaran umum kedisplinan siswa baik itu di lingkungan sekolah maupun asrama.

Setelah peneliti melakukan penelitian ke SMP Daarut Taauhid Boarding

school, kemudian peneliti mengajukan rancangan penelitian yang berisikan judul

penelitian, latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode dan pendekatan penelitian, lokasi dan subjek penelitian, serta teknik pengumpulan dan analisis data.


(26)

2. Tahap Perizinan

Perizinan merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh peneliti agar proses selama penelitian berjalan dengan lancar dan mendapatkan legalitas dari lembaga atau instansi terkait. Untuk memasuki lokasi penelitian, peneliti harus mendapatkan perizinan terlebih dahulu dari pihak-pihak yang terkait. Hal ini

sesuai dengan ungkapan Moleong (2007:128) bahwa “Pertama-tama yang harus diperhatikan oleh peneliti adalah siapa saja yang berwenang memberikan izin bagi

pelaksanaan penelitian”. Adapun tahapan perizinan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Peneliti mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada Ketua Jurusan Pendidikan Kewarganegraan Fakultas pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS) UPI Bandung.

b. Selanjutnya, surat izin penelitian yang sudah ditandatangani oleh Ketua Jurusan PKn, kemudian diserahkan kepada Dekan FPIPS UPI melalui Dekan Pembantu Bidang Akademik dan Kemahasiswaan.

c. Surat izin penelitian diserahkan kepada sekolah terkait yaitu SMP Daarut Tauhid Boarding School Bandung.

d. Konfirmasi kepada pihak SMP Daarut Tauhid Boarding School Bandung terkait izin sekolah sebagai lokasi penelitian.

e. Peneliti menyiapkan segala hal yang menjadi langkah awal penelitian dengan membuat format wawancara tetlebih dahulu.

3. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Setelah tahap penelitian dan izin penelitian diperoleh, maka barulah peneliti dapat melaksanakan tahap penelitian. Di dalam tahap pelaksaan penelitian, peneliti mencari segala informasi di lokasi dan subjek penelitian sebagaimana yang telah dirancang. Data atau informasi yang diperoleh, kemudian diolah dan dianalisis berdasarkan fokus permasalahan.

Data merupakan hal yang sangat penting, karena dengan data maka rumusan masalah dalam penelitian ini akan terjawab sebagaimana yang diungkapkan oleh Arikunto (2009:126) bahwa “Dengan data, peneliti dapat menjawab


(27)

permasalahan, dan mencari sesuatu yang menjadi tujuan penelitian”. Jadi, data

atau informasi yang didapat berdasarkan format pedoman wawancara yang telah disusun dan dipersiapkan oleh peneliti. Adapun langkah-langkah yang ditempuh peneliti adalah sebagai berikut:

a. Menentukan responden yang akan diwawancarai, dengan cara mendatangi dan menghubunginya,

b. Mengadakan wawancara dengan responden sesuai dengan kesepakatan,

c. Melakukan studi dokumentasi disertai dengan catatan sesuai dengan fokus permasalahan di lapangan,

d. Penulis mengkaji literatur yang berkaitan dengan fokus masalah dalam penelitian ini,

e. Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis sehingga menghasilkan sebuah kesimpulan.

4. Tahap Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Adapun pengertian analisis data menurut Sugiyono (2009: 89) adalah:

Proses mencari dan menyusun data secara sistematis yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sistesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

Dengan demikian, apabila data-data yang diperoleh di lapangan sudah lengkap dan memadai, maka langkah peneliti selanjutnya adalah mengolah, menganalisis data yang dimaksudkan untuk mencari keabsahan dan kebenarannya guna menjawab berbagai fokus permasalahan yang diteliti.

5. Tahap Penyusunan Laporan

Tahap penyusunan laporan merupakan tahap yang sangat penting dalam sebuah penelitian. Dari tahap inilah semua data dan informasi selama proses


(28)

penelitian di lapangan akan diperoleh. Hal ini sesuai dengan pernyataan Arikunto (2009:47) bahwa:

Laporan penelitian adalah uraian tentang hal-hal yang berkaitan dengan proses kegiatan penelitian. Dengan demikian isi laporan penelitian bukan hanya tentang langkah-langkah yang telah dilalui oleh peneliti saja tetapi juga latar belakangnya, kerangka berfikir, dukungan teori, dan lain sebagainya yang bersifat memperkuat makna penelitian yang dilakukan. Semua data yang diperoleh dan ditemukan selama penelitian di lapangan, kemudian disusun, dinalisis sehingga tergabung dalam suatu laporan. Laporan yang telah disusun harus sistematis dan terperinci sesuai dengan buku panduan karya tulis ilmiah yang nantinya akandipertanggungjawabkan pada ujian sidang. Selain itu, laporan yang akan disajikan harus bersifat jelas dan logis sehingga memudahkan pembaca untuk memahaminya, sebagaimana ungkapan Sugiyono

(2009: 151) bahwa “Laporan penelitian harus dibuat secara sistematis dan logis pada setiap bagian sehingga pembaca mudah memahami langkah-langkah yang

telah ditempuh selama proses penelitian berikut hasilnya”.

C.Pendekatan dan Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan kajian analitis terhadap pembiasaan-pembiasaan kedisiplinan siswa dalam menjalani aktivitasnya baik itu di lingkungan sekolah maupun di lingkungan asrama. Di dalam menjalani aktivitasnya, siswa senantiasa berinteraksi dengan orang lain yang nantinya akan berhubungan dengan sikap dan perilakunya. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang hasil analisis dari penelitian tersebut berupa pemaparan gambaran mengenai situasi dan fenomena yang terjadi selama proses penelitian dalam bentuk uraian naratif. Cresweel (1998:15) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai berikut:

Quality research is an inquary process of understanding based on distict methodologicak traditions of inquary that explore a social or human problem. The researcher build a complex, holistic and conducts the study in a natural setting.

Dari definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa penelitian kualitatif adalah proses penelitian yang bertujuan untuk memahami dan menyelidiki


(29)

masalah sosial atau manusia yang didasarkan pada tradisi-tradisi metodologi penelitian tertentu. Selain itu, peneliti membuat gambaran yang bersifat kompleks kemudian diuraikan dalam kata-kata serta melakukan penelitian dalam situasi yang alamiah. Hal pokok yang menjadi ciri utama dalam penelitian kualitatif

adalah kepedulian terhadap “makna”. Dalam hal ini peneliti dituntut untuk

menganalisis dan memaknai setiap kejadian yang menjadi objek penelitiannya, sehingga alat utama dalam penelitian kualitatif adalah manuisa itu sendiri.

Penelitian kualitatif sering juga disebut sebagai metode etnografik, metode

fenomenologis, atau metode impresionistik (Cresweel, 1998:7). Hal ini didasarkan

bahwa penelitian kualitatif sering digunakan untuk menghasilkan teori berdasarkan data dari lapangan (grounded theory), maka teori yang dihasilkannya disebut sebagai generating theory. Dengan demikian, dibutuhkan kejelian, ketelitian dan ketajaman peneliti dalam memaknai objek yang diteliti .

Penelitian kualitatif disebut juga penelitian naturalistik, sebagaimana yang diungkapkan oleh Moleong (2010: 6) adalah:

Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, moivasi, tindakan, dan lain secara holistic dan degan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Ungkapan tersebut diperkuat oleh Cresweel (2010:8) bahwa pendekatan kualitatif disebut juga pendekatan naturalistik karena situasi lapangan penelitian bersifat natural atau alamiah, apa adanya dan tidak dimanipulasi. Di dalam proses pengumpulan data, hendaknya dilakukan sendiri oleh peneliti dengan mendatangi objek dan sumbernya secara langsung.

Sejalan dengan ungkapan di atas, Sugiyono (2010:15) memaparkan pengertian penelitian kualitatif sebagai berikut:

Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yag alamiah, (sebagai jawabannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik pengumpulan dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/deduktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.


(30)

Berdasarkan pengertian penelitian kualitatif menurut beberapa pakar di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk memahami, menggali dan menemukan fenomena-fenomena sosial dari sudut atau perspektif partisipan.

Selain itu, penulis menggunakan pendekatan kualitatif karena pendekatan kualitatif memiliki banyak kelebihan, sebagaimana yang diungkapkan oleh Sugiyono (2010: 41) bahwa penelitian kualitatif memiliki kompetensi sebagai berikut:

1. Memiliki wawasan yang luas dan mendalam tentang bidang yang akan diteliti.

2. Mampu menciptakan raport kepada setiap orang yang ada pada situasi sosial yang akan diteliti. Menciptakan raport berarti mampu menciptakan hubungan yang akrab dengan setiap orang yang ada pada konteks sosial. 3. Memiliki kepekaan untuk melihat setiap gejala yang ada pada obyek

(penelitian situasi sosial).

4. Mampu menggali sumber data dengan observasi partisipan, dan wawancara mendalam secara triangulasi, serta sumber-sumber lain,

5. Mampu menganalisis data kualitatif secara induktif berkesinambungan mulai dari analisis deskriptif, domain, komponensial, dan tema kultural/budaya.

6. Mampu menguji kredibilitas, dependabiltas, konfirmabilitas, dan tranferabilitas hasil penelitian.

7. Mampu menghasilkan temuan pengetahuan, mengkontruksi fenomena, hipotesis atau ilmu baru.

8. Mampu membuat laporan secara sistematis, jelas, lengkap dan rinci,

9. Mampu membuat abstraksi hasil penelitian, dan membuat artikel untuk dimuat kedalam jurnal ilmiah, dan

10. Mampu mengkomunikasikan hasil penelitian kepada masyarakat luas. Berdasarkan pendapat di atas, maka kompetensi yang dihasilkan melalui penelitian kualitatif ini yaitu menciptakan suatu hal yang baru dalam berbagai hal terutama wawasan yang luas yang akan didapat oleh peneliti di lapangan. Dengan penelitian kualitatif maka apa yang dicari oleh peneliti akan diperoleh sekaligus melengkapi data yang telah dirumuskan.

2. Metode Penelitian

Demi tercapainya tujuan penelitian maka diperlukan suatu metode yang berguna untuk memecahkan masalah yang diteliti. Adapun metode yang


(31)

digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus (case study), yaitu penelitian yang dilakukan secara intensif, terperinci, dan bersifat mendalam terhadap organisasi, lembaga, atau gejala tertentu. Hal ini sejalan dengan

ungkapan Creswell (1998:61) yang menyatakan bahwa “ a case study is an exploration of bounded system or a case (or multiple case) over time through detailed, in-depth data collection involving mutiple sources of information rich in context”. Maksud dari ungkapan tersebut adalah bahwa dalam metode kasus ini peneliti mengeksplor terhadap sistem yang dibatasi, atau sebuah kasus yang terjadi dalam waktu yang lama melalui pengumpulan data secara mendalam dan terperinci, yang meliputi berbagai informasi yang sangat berkaitan dengan konteksnya.

Ditinjau dari lingkup wilayahnya Arikunto (1989: 115) mengungkapkan bahwa:

“Penelitian kasus hanya melingkupi daerah atau subjek yang sangat sempit, tetapi ditinjau dari sifat penelitiaannya, penelitian kasus lebih mendalam dan membicarakan kemungkinan untuk memecahkan masalah yang aktual dengan cara mengumpulkan data, menyusun serta mengaplikasikannya serta

menginterpretasikannya”.

Oleh karena itu, tujuan dari metode studi kasus ini yaitu untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan suatu unit sosial: individu, kelompok, lembaga atau masyarakat Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan dan mempelajari mengenai pembinaan kedisiplinan siswa melalui kebiasaan seperti yang diterapkan di SMP Daarut Tauhid Boarding School Bandung.

Semua data yang didapat selama proses penelitian itu dikumpulkan, kemudian disusun sedemikian rupa dan dituangkan dalam sebuah kata sehingga mencerminkan coraknya sebagai sebuah kasus. Selain itu, metode kasus juga memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melakukan suatu analisa yang tajam dan mendalam mengenai unsur-unsur khusus sebagaimana yang terjadi dan tercakup di dalam sebuah objek dalam kasus tersebut.

Dengan menggunakan studi kasus ini peneliti berharap dapat mengidentifikasi sekaligus menggambarkan secara rinci mengenai pembinaan


(32)

kedisiplinan siswa melalui model pembiasaan di SMP Daarut Tauhid Boarding

School Bandung. Dengan demikian penelitian ini diharapkan mampu menjawab

pertanyaan : (1) Model pembiasaan yang diterapkan di SMP Daarut Tauhid

Boarding School Bandung dalam membina kedisiplinan siswa, (2) Proses

pembinaan kedisiplinan siswa di SMP Daarut Tauhid Boarding School Bandung melalui model pembiasaan, (3) Bentuk-bentuk perilaku disiplin siswa yang tercermin dalam kegiatan di lingkungan sekolah dan lingkungan asrama, dan (4) Faktor yang menjadi pendukung dan penghambat pelaksanaan model pembiasaan dalam membina kedisiplinan siswa di SMP Daarut Tauhid Boarding School Bandung.

Adapun alasan dipilihnya metode kasus dalam peneilitian ini adalah sebagai berikut:

a. Studi ini diharapkan dapat memberikan keleluasaan dalam menggunakan beragam teknik pengumpulan data sebagai sarana untuk menjangkau dimensi otentik dari pemasalahan yang diteliti.

b. Memungkinkan peneliti dapat menggali dan mengkaji pengembangan kedisiplinan siswa melalui model pembiasaan secara mendalam dan menyeluruh.

D.Definisi Operasional

Agar tidak ada kesalahpahaman dalam memahami penelitian ini, maka ada tiga istilah yang perlu dijelaskan, yaitu arti pembinaan, kedisiplinan, dan model pembiasaan. Ketiga istilah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pembinaan

Di dalam Kamus Bahasa Indonesia (1995:110), pembinaan berasal dari kata

bina yang berarti: “mengusahakan lebih baik, mengupayakan agar sedikit maju atau sempurna; membangun mendirikan perintah negara.” Sedangkan dalam

Bahasa Inggris, pembinaan diartikan sebagai directing. Menurut Hani (Magdalena, 2011:5), directing memiliki makna “adanya komando yang diperlukan untuk melihat bhawa kepentingan individu tidak mengganggu


(33)

dan tujuan dari pembinaan itu adalah agar seseorang bertanggungjawab dalam melaksanakan tugasnya dengan tidak mengganggu hak orang lain sehingga tujuan bersama tercapai.

Sejalan dengan ungkapan di atas, B.Simanjuntak (Ulfa, 2012:1) mengemukakan bahwa:

Pembinaan merupakan suatu upaya dalam pendidikan formal maupun non formal yang dilaksanakan secara sadar, terencana, terarah, tertaur dan bertanggingjawab dalam rangka memperkenalkan, menumbuhkan , membantu, dan mengembangkan suatu dasar-dasar kepribadian yang seimbang, utuh, dan selaras, pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan bakat, kecenderungan dan keinginan serta kemampuan-kemampuannya sebagai bekal untuk selanjutnya atas prakarsa sendiri, menambah, meningkatkan, dan mengembangkan dirinya, sesamanya maupun lingkungannya ke arah tercapainya martabat, mutu dan kemampuan manusiawi yang optimal dan pribadi yang mandiri.

Dalam penelitian ini, pembinaan dilakukan oleh para pendidik di SMP Daarut Tauhid Boarding school yang bertujuan agar peserta didik menjadi pribadi-pribadi yang berdisiplin tinggi melalaui model pembiasaan yang nantinya berguna untuk mengembangkan kualitas diri ke arah yang lebih baik. Karena pada dasarnya disiplin merupakan kunci keberhasilan seseorang. Pembinaan disini telah direncanakn secara sadar dan terarah oleh pihak sekolah sehingga prosesnya berjalan dengan baik.

2. Kedisiplinan

Disiplin merupakan suatu kepatuhan, ketaatan, dan ketertiban dalam menjalankan tugas, sehingga memperoleh hasil yang memuaskan. Sebagai panutan dalam menjalankan tugas haruslah disiplin. Disiplin muncul dari kebiasaan sehari-hari yang teratur, serta mencintai dan menghargai pekerjaannya. Disiplin adalah sesuatu yang terletak di dalam jiwa seseorang yang memberikan dorongan orang yang bersangkutan untk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu sebagaimana yang ditetapkan oleh norma dan peraturan yang berlaku.

Prijodarminto, S (1994:23) mengartikan disiplin sebagai berikut:

Suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan ketertiban, dlm mematuhi semua ketentuan sekolah


(34)

sehingga mencapai kondisi yg lebih baik, dalam upaya merealisasikan

tujuan pendidikan nasional yaitu” untuk berkembangnya potensi peserta

didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME , berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi

warga negar yg demokratis serta bertanggungjawab”.

Sementara Tim kelompok Kerja Gerakan Disiplin Nasional 1995, merumuskan pengertian disiplin sebagai berikut:

Disiplin sebagai ketaatan terhadap peraturan dan norma kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara yang berlaku, yang dilaksanakn secara sadar dan ikhlas lahir batin, sehingga tiimbul rasa malu terkena sanksi dan rasa takut terhadap Tuhan YME. Perilaku tersebut diikuti berdasrkan dan keyakinan bahwa hal itulah yg benar, dan keinsyafan bahwa hal itu bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat. Pada sisi lain, disiplin adalah alat untuk menciptakan perilaku dan tata tertib manusia sebagai pribadi ,atupun sebagai kelompok masyarakat (GDN 1996: 29-30).

Berdasarkan pengertian di atas dapat diambil suatu kesimpulan, bahwa disiplin sebagai alat dan sarana untuk membentuk, mengendalikan, dan menciptakan pola perilaku seseorang sebagai pribadi yang berada dalam satu lingkungan atau kelompok tertentu. Informasi mengenai kedisiplinan siswa di SMP Daarut Tauhid Boarding school Bandung, diperoleh dari hasil wawancara dengan pembina kesiswaan, pembina asrama, pembina kurikulum, guru PKn, mudaris, pembina ekstra kulikuler, siswa, observasi dan dokumentasi.

3. Model Pembiasaan

Kebiasaan merupakan suatu cara yang bertindak yang telah dikuasai, bersifat persistent (tahan uji), seragam, dan hampi-hampir otomatis dalam arti sudah terpatri dalam diri Budimansyah (2010: 63) yang menyatakan bahwa:

Habituasi atau pembiasaan adalah proses penciptaan aneka situasi dan kondisi (persistent-life situation) yang berisi aneka penguatan (reinforcement) yang memungkinkan peserta didik pada satuan pendidikannya, di rumahnya, di lingkungan masyarakatnya, membiasakan diri berperilaku sesuai nilai dan menjadikan perangkat nilai yang telah diinternalisasi melalui proses olah hati, olah pikir, olah raga, dan oleh rasa dan karsa itu sebagai karakter atau watak.

Secara umum, proses pembiasaan dapat dilakukan dengan dua cara, yakni: kebiasaan berawal dari tindakan sederhana yang dilakukan dengan suatu cara


(35)

tertentu dimana seseorang tidak perlu mengerahkan suatu usaha yang besar dengan melalui rintangan-rintangan. Kedua, kebiasaan terbntuk karena seseorang secara sengaja melakukan sesuatu dengan cara tertentu agar terbentuk semacam pola sambutan otomatis (Ditjen Bagais, 2002:46).

Model pembiasaan ini diterapkan oleh pendidik yang ada di SMP DT

Boarding school baik di lingkungan sekolah maupun asrama agar nilai-nilai

kebaikan khususnya disiplin terpatri dalam diri dan terejawantahkan dalam kegiatan sehari-hari sehingga disiplin tersebut akan muncul dengan sendirinya tanpa adanya suatu paksaan.

E.Instrumen Pebelitian

Manusia mempunyai kedudukan yang sangat penting di dalam penelitian kualitatif, sebagaimana ungkapan Moleong (2010: 168) bahwa di dalam penelitian kualitatif, manusia merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analis, penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya, sehingga ia menjadi segalanya dari keseluruhan proses penelitian. Lebih lanjut, Nasution dalam Sugiyono (2010: 306) menyatakan bahwa:

Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatu belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti an belum jelas sebelumnya Segala sesutau masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya.

Dengan demikian, dalam pendekatan kualitatif Penulis mengadakan pengamatan atau wawancara sendiri sehingga dapat menyelami, menggali dan memahami makna interaksi antar-manusia secara mendalam dengan dibantu oleh pedoman wawancara dan observasi.

Lebih lanjut, Sugiyono (2010: 193) menjelaskan bahwa terdapat dua hal utama yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian, yaitu kualitas intrumen

penelitian, dan kualitas pengumpulan data. Kualitas instrumen penelitian


(36)

data berkenaan dengan ketepatan cara-cara yang digunakan untuk mengumpulkan data. Oleh karena itu, instrumen yang telah diuji validitas dan reabilitasnya, belum tentu dapat menghasilkan data yang valid dan reliable, apabila instrumen tersebut tidak digunakan secara tepat dalam pengumpulan datanya.

F. Pengujian Keabsahan Data

Keabsahan data yang diperoleh dalam penelitian kualitatif menurut L.J Moleong (2010: 324) adalah mempunyai derajat kepercayaan (credibility). Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang sesungguhnya terjadi di lapangan.

Keabsahan yang dimaksud adalah data-data yang diperoleh dari guru mata pelajaran, pembina ekstra kurikuler, pembina asrama, pembina kesiswaan, pembina kurikulum, dan siswa yang menjalankan kedisiplinan baik itu di lingkungan sekolah maupun asrama.

Selanjutnya L.J Moleong (2010: 325) menyebutkan prosedur validasi data adalah sebagai berikut: (1) perpanjangan keikutsertaan dalam penelitian, (2) ketekunan melakukan penelitian, (3) triangulasi data, (4) pemeriksaan oleh teman sejawat melalui diskusi, dan (5) mengupayakan referensi yang cukup.

Lebih lanjut, Sugiyono (2010: 366) menjelaskan bahwa “uji keabsahan data

dalam penelitian kualitatif meliputi uji credibility (validitas Internal),

transferability (validitas eksternal), dependability (reliabilitas), dan confirmability (obyektivitas)”.

1. Credibility (Validitas Internal)

Menurut Sugiyono (2010: 368) “uji kredibilitas data atau kepercayaan

terhadap data hasil penelitian kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, analisis kasus negatif, menggunakan bahan referensi, dan member check”. Rangkaian aktivitas


(37)

a. Memperpanjang pengamatan

Perpanjangan pengamatan penulis lakukan guna memperoleh data yang sahih (valid) dari sumber data dengan cara meningkatkan intensitas pertemuan dan melakukan penelitian dalam kondisi yang wajar dan waktu yang tepat. Dengan perpanjangan pengamatan ini berarti hubungan peneliti dengan nara sumber semakin akrab, semakin terbuka dan saling mempercayai sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan lagi.

b. Meningkatkan ketekunan dalam penelitian

Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan, sehingga data atau peristiwa dapat direkam secara pasti dan sistematis tentang apa yang diamati. Selain itu, dengan kegiatan ini, peneliti dapat melakukan pengecekan kembali apakah data yang telah ditemukan itu salah atau tidak.

c. Triangulasi data

Kegiatan triangulasi data bertujuan untuk melakukan pengecekan kebenaran data tertentu dari berbagai cara, dan berbagai waktu. Dalam penelitian ini triangulasi dilakukan terhadap informasi yang diberikan pembina kurikulum, pembina kesiswaan, pembina asrama, pembina ekstrakurikuler, guru, mudaris, BINSIS dan siswa

1) Trangulasi Sumber

Triangulasi sumber bertujuan untuk menguji kredibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.

Guru, Mudaris, BINSIS

Pembina kurikulum, Pembina asrama,

& Pembina ekstrakurikuler

Siswa

Bagan 3.1 Triangulasi dengan tiga sumber data (Sumber : Sugiyono, 2010 : 372)


(38)

2) Triangulasi Teknik

Triangulasi terbaik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.

Wawancara Observasi

Dokumentasi

Bagan 3.2. Triangulasi dengan tiga teknik pengumpulan data (Sumber : Sugiyono, 2010 : 372)

3) Triangulasi Waktu

Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara dipagi hari pada saat narasumber masih segar, belum banyak masalah, akan memberikan data yang lebih valid sehingga lebih kredibel.

Siang Sore

Pagi

Bagan 3.3. Triangulasi dengan tiga waktu pengumpulan data (Sumber : Sugiyono, 2008 : 3).

d. Analisis kasus negatif

Melakukan analisis kasus negatif berarti peneliti mencari data yang berbeda bahkan bertentangan dengan data yang ditemukan di lapangan. Dengan adanya kasus negatif ini, maka peneliti justru harus mencari tahu secara mendalam mengapa masih ada data yang berbeda.

e. Menggunakan referensi yang cukup

Yang dimaksud menggunakan referensi yang cukup disini adalah adanya pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti. Oleh karena itu supaya validitas penelitian ini dapat dipercaya maka penulis


(39)

mengumpulkan semua bukti penelitian yang ada disertai dengan foto-foto atau dokumen autentik, sehingga lebih dapat dipercaya.

f. Member check

Member check adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti

kepada pemberi data. Tujuan member check ini adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan pemberi data. Apabila data yang ditemukan disepakati oleh para pemberi data, berarti data tersebut valid, sehingga semakin kredibel, begitupun sebalikya. Dengan adanya member check, maka informasi yang diperoleh dan akan digunakan dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud sumber data atau informan.

Dalam penelitian ini penulis melakukan member check kepada semua sumber data terutama kepada pembina kurikulum, pembina kesiswaan, pembina ekstra kurikuler, pembina asrama, guru, dan siswa.

2. Pengujian Transferability (Validitas Eksternal)

Nilai transfer ini berkenaan dengan pertanyaan, hingga hasil penelitiannya dapat diterapkan atau digunakan dalam situasi lain. Bagi peneliti naturalistik, nilai transfer bergantung pada pemakai, hingga manakal hasil penelitian tersebut dapat digunakan dalam konteks dan situasi sosial lain.

Lebih lanjut, Sugiyono (2010: 368) menjelaskan bahwa:

Transferability merupakan validitas eksternal dalam penelitian kuantitatif.

Validitas eksternal menunjukan derajat ketepatan atau dapat diterapkannya hasil penelitian ke populasi dimana sampel tersebut diambil. Nilai transfer berkenaan dengan kenyataan, hingga mana hasil penelitian dapat diterapkan atau digunakan dalam situasi lain.

Oleh karena itu, supaya orang lain dapat memahami hasil penelitian kualitatif yang penulis lakukan sehingga ada kemungkinan untuk menerapkan hasil penelitian ini, maka penulis dalam membuat laporan memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya. Dengan demikian penulis berharap pembaca menjadi jelas atas hasil penelitian ini, sehingga dapat menentukan dapat atau tidaknya untuk mengaplikasikan hasil penelitian tersebut di tempat lain.


(40)

3. Dependability (Reliabilitas)

Dalam penelitian kualitatif, dependability disebut dengan reliabilitas. Mengenai dependability. Sugiyono (2010: 368) menjelaskan bahwa:

Suatu penelitian yang reliabel adalah apabila orang lain dapat mengulangi/merepleksi proses penelitian tersebut. Dalam penelitian kualitatif, uji dependability dilakukan dengan melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Sering terjadi peneliti tidak melakukan proses penelitian ke lapangan, tetapi bisa memberikan data. Penelitian seperti ini perlu diuji Dependability.

Pengujuan reliabilitas dilakukan dengan cara melakukan audit terhadap keseluran proses penelitian. Oleh karena itu, dalam hal ini penulis bekerja sama dengan pembimbing untuk mengaudit terhadap keseluruhan proses penelitian dengan maksud supaya penulis dapat menunjukan jejak aktivitas di lapangan dan mempertanggung jawabkan seluruh rangkaian penelitian di lapangan mulai dari menentukan masalah/fokus, memasuki lapangan, menentukan sumber data, melakukan analisis data, melakukan keabsahan data, sampai membuat kesimpulan yang harus ditunjukkan oleh peneliti.

4. Confirmability (Obyektivitas)

Sugiyono (2008: 368) menjelaskan bahwa:

Pengujian konfirmability dalam penelitian kuantitatif disebut dengan uji obyektivitas penelitian. Penelitian dikatakan obyektif bila hasil penelitian telah disepakati banyak orang. Dalam penelitian kualitatif, uji konfirmability mirip dengan uji dependability, sehingga pengujiannya dapat dilakukan secara bersamaan. Confirmability berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang dilakukan. Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi standar confirmability.

Berkenaan dengan uji konfirmability, peneliti berusahan menguji hasil ikaitkan dengan proses yang dilakukan selama penelitian di lapangan kemudian mengevaluasinya apakah hasil penelitian tersebut merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan atau bukan.


(41)

G. Teknik Pengumpulan Data

Di dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Sugiyono (2010: 193)

menyatakan bahwa “Apabila dilihat dari setting-nya, data dapat dikumpulkan

pada setting alamiah (natural setting), sumber primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperan serta wawancara mendalam dan

dokumen mendalam”.

Sedangkan apabila dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengna wawancara, observasi, studi dokumentasi, dan gabungan/triangulasi. Supaya data yang diperoleh akurat dan valid, maka penulis bertindak sebagai instrumen utama (key instrument) atau terjun langsung ke lapangan dan menyatu dengan sumber data dalam situasi yang alamiah (natural setting).

1. Observasi

Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang mempunyai ciri spesiifik apabila dibandingkan dengan teknik yang lain. Nasution (2003: 56) mengatakan bahwa:

Observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Data itu dikumpulkan dengan berbagai alat, diantaranya alat yang sangat canggih, sehingga dapat diobservasi benda yang sekecil-kecilnya atau yang sejauh-jauhnya di jadag raya.

Lebih lanjut, Sutrisno Hadi (Sugiyono, 2008:203) mengemukakan bahwa

„Observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun

dari pelbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses ingatan dan pengamatan‟.

Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan apabila penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan apabila responden yang diamati tidak terlalu besar. Dengan demikian, observasi merupakan teknik yang sangat tepat dalam penelitian ini karena berkaitan dengan pengamatan perilaku manusia.


(42)

M.Q Patton (Nasution, 2003:59) menjelaskan bahwa observasi memberi manfaat sebagai berikut:

a. Dengan berada di lapangan peneliti lebih mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi, jadi ia dapat memperoleh pandangan yang holistik atau menyeluruh.

b. Pengalaman langsung memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan induktif, jadi tidak dipengaruhi oleh konsep-konsep atau pandangan sebelumnya. Pandangan induktif membuka kemungkinan melakukan penemuan atau discovery.

c. Peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang atau yang tidak diamati orang lain, khususnya orang yang berada di lingkungan itu, karena telah

dianggap “bisa” dan karena itu tidak akan terungkapkan dalam wawancara.

d. Peneliti dapat menemukan hal-hal yang sedianya tidak akan terungkapkan oleh responden dalam wawancara karena bersifat sensitif atau ingin ditutupi karena dapat merugikan nama lembaga.

e. Peneliti dapat menemukan hal-hal di luar persepsi responden, sehingga peneliti memperoleh gambaran yang lebih komprehensif.

f. Dalam lapangan peneliti tidak hanya dapat mengadakan pengamatan akan tetapi juga memperoleh kesan-kesan pribadi.

g. Dengan terjun ke lapangan, peneliti dapat memperoleh gambaran secara langsung mengenai kondisi umum objek yang akan diteliti, selain itu juga peneliti mempunyai banyak kesempatan untuk mendapatkan data yang lebih banyak yang dapat dijadikan dasar untuk memperoleh data yang valid, akurat dan lebih terperinci.

Observasi dilakukan secara langsung oleh peneliti dengan cara melihat dan mengamati bagaimana model pembiasaan dapat membina kedisiplinan siswa di SMP Daarut tauhid Boarding school Bandung. Peneliti akan mengamati berbagai aktivitas siswa yang berhubungan dengan perilaku kedisiplinan siswa baik itu di lingkungan sekolah mauun asrama.

Dengan demikian, penulis mempunyai kesempatan untuk memahami secara langsung sesuai dengan peristiwa yang terjadi di lapangan, serta dapat mengumpulkan data lebih mendalam, terinci dan lebih cermat sehingga data yang diperlukan dapat terkumpul secara menyeluruh dan akurat yang didasarkan pada konteks data dalam keseluruhan situasi.


(43)

2. Wawancara

Wawancara menurut Moleong (2010: 186) ”adalah percakapan dengan maksud tertentu”. Sedangkan Estenberg (Sugiyono, 2008: 317) menjelaskan

„bahwa wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan

ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksi makna dalam suatu topik

tertentu”.

Susan Stainback (Sugiyono, 2008: 318) mengemukakan bahwa “dengan wawancara peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam mengekspresikan situasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal

ini tidak dapat dikemukakan/ditemukan melaui observasi”.

Pendapat tersebut sejalan dengan pendapatnya Nasution (2003: 73)

menjelaskan bahwa “tujuan dari wawancara adalah untuk megetahui apa yang

terkandung dalam pikiran dan hati orang lain, bagaimana pandangannya tentang dunia, yaitu hal-hal yang tidak dapat kita ketahui melaui observasi”.

Wawancara merupakan percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Maksud mengadakan wawancara seperti yang ditegaskan oleh Linclon dan Guba dalam Moleong (2010: 186), antara lain:

“ … mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan,

motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain kebulatan; mengkonstruksi kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang dialami masa lalu; memproyeksikan kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang diharapkan untuk untuk dialami pada masa yang akan datang; memverifikasi, mengubah, dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain, baik manusia maupun bukan manusia (triangulasi)…”

Dengan demikian, melalui wawancara peneliti ingin memperoleh informasi penting yang menjadi fokus penelitian dengan cara melakukan tanya jawab langsung kepada pihak yang mendukung untuk memberikan informasi, sehingga akan memperoleh gambaran tentang dunia mereka. Dalam penelitian tentang pembinaan kedisiplian siswa melalui model pembiasaan ini, wawancara dilakukan kepada: (1) Pembina Kurikulum SMP DT Boarding school Bandung, (2) Guru


(44)

PKn, (3) mudaris, (4) Pengasuh asrama, (5) Pembina ekstra kurikuler, (6) Pembina kesiswaan, (7) Siswa SMP Daarut Tauhid Boarding School Bandung.

3. Studi Dokumentasi

Guba dan Lincoln sebagaimana dikutip Moleong (2010: 216) memaknai

“Dokumen sebagai barang yang tertulis atau terfilmkan selain records (bukti catatan) yang tidak disiapkan khusus atas permintaan peneliti”. Sejalan dengan itu, tujuan dari dokumentasi menurut Danial dan Warsiah (2009: 97) yaitu untuk mengumpulkan sejumlah dokumen yang diperlukan sebagai bahan data informasi sesuai sesuai dengan masalah penelitian seperti peta, statistik, jumlah dan nama pegawai, data siswa, data penduduk, grafik, gambar, surat-surat, foto, akte, dan sebagainya.

Dokumen-dokumen seperti otobiografi, memo, catatan harian, surat-surat pribadi, berita koran, artikel majalah, brosur-brosur, buletin, foto-foto, film dan dokumen lain diperlukan dalam penelitian tentang pembinaan kedisiplinan siswa sebab ia dapat mengungkapkan bagaimana subjek mendefinisikan dirinya sendiri, lingkungan, dan situasi yang dihadapinya pada suatu saat, dan bagaimana kaitan antara definisi diri tersebut dalam hubungan dengan orang-orang di sekelilingnya dan tindakan-tindakannya.

Menurut Guba dan Lincoln (Moleong, 2010: 217) dokumen digunakan untuk keperluan penelitian karena alasan-alasan sebagai berikut:

a. Dokumen dan record digunakan karena merupakan sumber yang stabil, kaya dan mendorong.

b. Berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian.

c. Keduanya berguna dan sesuai dengan penelitian kualitatif karena sifatnya yang alamiah, sesuai dengan konteks, lahir dan berada dalam konteks. d. Hasil pegkajian isi akan membuka kesempatan untuk lebih memperluas

tubuh pengetahuan terhadap sesuatu yang diselidiki.

Dokumentasi yang peneliti lakukan dalam penelitian ini adalah mencari data mengenai profil sekolah, data siswa, agenda kegiatan, foto, gambar, serta hal-hal lain, yang berhubungan dengan rumusan masalah. Selain itu, peneliti melakukan pencatatan tentang bukti fisik kegiatan siswa, jenis-jenis perilaku disiplin siswa,


(45)

maupun segala jenis yang mendukung dalam membina kedisiplinan siswa melalui model pembiasaan.

4. Studi Literatur

Teknik ini penulis gunakan untuk mengungkapkan berbagai teori-teori yang relevan dengan permasalahan yang sedang dihadapi/diteliti sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. Teknik ini dilakukan dengan cara membaca, mempelajari dan mengkaji literatur-literatur yang berhubungan dengan pembinaan kedisiplinan siswa melalui model pembiasaan. Danial dan Warsiah (2007: 80)

mengemukakan bahwa ”Studi literatur adalah teknik penelitian yang dilakukan

oleh peneliti dengan mengumpulkan sejumlah buku, majalah, leaflet yang

berkenaan dengan masalah dan tujuan penelitian”.

Hal ini sesuai dengan pendapat Faisal (1992:30) yang mengungkapkan

bahwa “Hasil studi literatur bisa dijadikan masukan dan landasan dalam

menjelaskan dan merinci masalah-masalah yang diteliti; termasuk juga memberi

latar belakang mengapa masalah ini penting diteliti”. Dengan demikian, dalam

studi literatur ini, yang dilakukan peneliti adalah membaca dan mempelajari berbagai buku, jurnal maupun artikel yang berhubungan dengan fokus masalah dalam penelitian ini.

H.Analisis Data

Analisis data merupakan suatu langkah penting dalam penelitian, karena dapat memberikan makna terhadap data atau informasi yang didapat dari responden. Kegiatan analisis data ini dilakukan setelah data yang diperlukan terkumpul. Dengan demikian, pada tahap ini penulis berusaha mengorganisasikan data yang diperoleh dalam bentuk catatan lapangan dan dokumentasi. Untuk

memudahkan analisis Nasution (2003: 14) menjelaskan bahwa “Dalam penelitian kualitatif mula-mula dikumpulkan data empiris, dari data itu ditentukan pola atau

tema jadi ada penemuan dan kelak dikembangkan menjadi teori”. Jalannya ialah

dari yang spesifik kepada yang umum.


(1)

6. Pembinaan Siswa (BINSIS) SMP Daarut Tauhid Boarding School Bandung

BINSIS perperan sebagai penegak dan pembimbing kedisiplinan siswa selama berada di asrama dan mempunyai fungsi untuk memberikan pembinaan dan pemahaman terhadap santri. Adapun tuga BINSIS yaitu: a) menggali informasi (tabayun) dengan santri yang melanggar, b) melakukan konseling terhadap santri yang melanggar, c) memberikan teguran yang mendidik, d) memberikan nasehat yang membangun, e) memberikan sanksi yang mendidik kepada siswa, e) mengkontrol aktivitas santri dalam pondok, sera f) mengecek dan mengamati kedisiplinan siswa.

Apabila dilihat dari peran dan tugasnya, BINSIS merupakan figur yang sangat menetukan dalam menegakan mendisiplinkan siswa. Kedisiplinan akan berjalan dengan baik apabila penegakan sanksinya tegas. Dengan demikian, BINSIS harus lebih tegas terhadap siswa yang melanggar peraturan, lebih awal dalam mengikuti kegiatan-kegiatan siswa serta harus dekat dengan siswa, supaya lebih disegani bukan ditakuti.

7. Peneliti Selanjutnya

Banyak sekali hal-hal menarik yang bisa dikaji di SMP Daarut Tauhid Bandung ini. Untuk itu, diharapkan peneliti selanjutnya dapat mengembangkan hasil penelitian ini akan tetapi lebih menekankan kepada pengaruh model pembiasaan yang diterapkan di SMP DTBS Bandung terhadap kecerdasan emosional siswa. Hal ini dianggap penting karena peneliti menilai bahwa model pembiasaan di SMP DTBS Bandung mampu mengubah pola pikir siswa, sehingga tercipta karakter-karakter baik dalam setiap perkataan dan perbuatannya.


(2)

(3)

DAFTAR PUSTAKA

A’la. (2006). Pembaruan Pesantren. Yogyakarta: Pustaka Pesantren.

Barnawi dan Arifin. (2012). Strategi dan Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media

Budimansyah, D. (2012). Dimensi-Dimensi Praktik Pendidikan Karakter. Bandung: Widya Aksara Press.

Budimansyah, D. (2010). Penguatan Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Membangun Karakter Bangsa. Bandung: Widya ksara Pers.

Creswell, J.W. (1994). Research Design Qualitative & Quantitative Approach. London: Publication.

Dahliyana, (2009). Pengembangan Habituasi Pendidikan Karakter Melalui Kegiatan Ekstrakulikuler di Sekolah. Skrispi Pada Jurusan PKn FPIPS UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Danial, E dan Warsiah, N. (2009). Metode Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Laboratorium PKn UPI.

Darmawan, J. (2010). Profit and Beyond. Jakarata: PT. Gramedia Pustaka Utama. Faisal, S. (1992). Format-Format Penelitian Sosial (Dasar-Dasar dan Aplikasi).

Jakarta: Rajawali Pers.

Hakim. (2012). Belajar secara efektif. Jakarta: Puspa Swara.

Hermawanti. (2012). Implementasi Model Habituasi di Pesantren. Skrispi Pada Jurusan PKn FPIPS UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Hurlock. (1992). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Renyang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Kardiman, Y. (2008). Membangun Kembali Karakter Bangsa melalui situs-situs Kewarganegaraan. Bandung:Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan. Acta Civicus. Vol. 2. No. 2.

Karni. (2009). Etos Studi Kaum Santri Wajah Baru Pendidikan Islam. Bandung: PT.Mizan Pustaka.


(4)

144

Koesoema. (2007). Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: PT.Grasindo.

Koentjaraningrat.(1985). Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta. PT. Gramedia.

LEMHANNAS. (1997). Disiplin Nasional. Jakarta: Balai Pustaka. Lickona. (2012). Character Matters. Jakarta: PT.Bumi Aksara.

Maftuh, B dan Sapriya. (2005). “Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Melalui Pemetaan Konsep”. Jurnal Civicus: Impelementasi KBK Dalam Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Berbagai Konteks, hal 319-328.

Majid, dan Andayani.. (2012). Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Maksudin. (2006). Pendidikan nilai sistem Boarding School di SMP IT Abu Bakar. Disertasi. Yogyakarta:

Megawangi, R. (2004). Pendidikan Karakter Solusi yang Tepat untuk Membangun Bangsa. Jakarta:

Mulyasa, (2012). Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: PT.Bumi Aksara. Moleong, LJ. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda

Karya.

Narbuko, dan Achmadi. (2004). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Bumi Aksara. Nasution. (2003). Metode Research.Jakarata: bumi Aksara.

Prijodarminto, S. (1992). Disiplin Kiat Menuju Sukses. Jakarta: PT.Abadi.

Qomar, M.(2004). Pesantren dari Transformasi Metodologi Meuju Demokratisasi Institusi. Jakarta: PT.Gelora Aksara Pratama.

Rivai, dan Mulyady. 2011. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: Rajawali Pers.

Saylendra. (2012). Orgtanisasi Ekstrakulikuler sebagai Laboratorium Disiplin Siswa. Skripsi. Pada Jurusan PKn FPIPS UPI. Bandung: Tidak diterbitkan. Sugiyono. (2010). Metodologi Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif,


(5)

Sumarno, D. (1995). Gerakan Disiplin Nasonal.Jakarta: CV Minijaya Abadi. Saylendra. (2012). Organisasi Ekstra kulikuler sebagai Laboratorium Disiplin

Siswa. Skripsi. Pada Jurusan PKn FPIPS UPI. Bandung: Tidak diterbitkan. Syarbani, A. (2012). Buku Pintar Pendidikan Karakter.As@-Prima Pustaka.:

Jakarta.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Tanszhil. (2012). Model Pembinaan Pendidikan Karakter Pada lingkungan Pondok Pesantren dalam Membangun Kemandirian dan Kedisiplinan Santri. Tesis Magister pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: Tidak diterbitkan.

Waluya, Zenri (2006). Kontribusi Pembelajaran PKn Terhadap Disiplin Siswa di Sekolah. Skrispi Pada Jurusan PKn FPIPS UPI. Bandung: Tidak diterbitkan. Wardoyo dan Parsudi. (2008). Melepaskan panah melukis pelangi. Jakarata: PT

Elex Media Komputindo.

Zaenul, F. (2012). Penididikan Karakter Berbasis Nilai dan Etika di Sekolah. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Sumber lainnya

Aziz. (2014). Istiqomah Kunci Sukses Dunia dan Akhirat. (Online). Tersedia: (http://www.alfalahsby.com/node/301). (2 Januari 2014).

Dyas. (2012). Pentingnya Teknologi dan Informasi dalam Dunia Pendidikan. (Online). Tersedia: http://dyasyass.blogspot.com/2012/11/pentingnya-teknologi-dan-informasi_15.html). (6 januari 2014).

JSIT Indnesia. (2012). Empowering Islamic School. (Online) Available. Tersedia: http://jsit.web.id/r1/2012/06/pendidikan-berbasis-karakter). (21 Februari 2013).

Maulina, R. (2011). Boarding School, tombak kesuksesan pendidikan berkarakter.

Kompasania [Online]. Tersedia:

http://edukasi.kompasiana.com/2011/12/23/boarding-school-tombak-kesuksesan-pendidikan-berkarakter-421331.html). (21 Februari 2013).


(6)

146

Siyamto, P.(2013). Masyarakat multikultur Indonesia. (Online). Tersedia: http://panji-siyamto.blogspot.com/2013/01/masyarakat-multikultural-indonesia_1.html). (6 Januari 2014).

Vivalog. (2013). Setiap Hari Terdapat 12 Ribu Pelanggaran Lalu Lintas. [Online]. Tersedia: (http://log.viva.co.id/news/read/396584-setiap-hari-terdapat-12-ribu-pelanggaran-lalu-lintas). (5 Februari 2013).