Evaluasi Keberlanjutan Rantai Pasok Telur dari Peternakan Ayam Biosecure.

(1)

EVALUASI KEBERLANJUTAN RANTAI PASOK TELUR DARI PETERNAKAN AYAM

BIOSECURE

Ir. Ni Putu Sarini,MSc NIP. 196003141986012001

PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS UDAYANA

FEBRUARI 2016


(2)

KATA PENGANTAR

Biosekuriti adalah upaya yang dilakukan peternak untuk mencegah bibit penyakit memasuki peternakan dan mencegah bibit penyakit yang ada pada peternakannya menulari peternakan lain dan lingkungan sekitarnya. Dengan berjangkitnya wabah flu burung di Indonesia pada tahun 2003, mengingat kedekatan geografis dan hubungan perdagangan dan pariwisata maka Australia dan Indonesia mengadakan kerjasama untuk meningkatkan penerapan biosekuriti pada peternakan rakyat komersiil (sector 3). Dari proyek kerjasama tersebut diketahui bahwa petenak bersedia melanerapkan langkah-langkah biosekuriti bila produk dari peternakan mereka dibayar lebih mahal dibandingkan produk yang dihasilkan oleh peternak yang tidak menerapkan biosekuriti. Dalam upaya memberikan insentif maka Proyek kerjasama yang dilakukan ACIAR AH156/2006 mengembangkan rantai pasok telur dari peternakan biosecure. Paper yang berjudul “Evaluasi Keberlanjutan Rantai Pasok Telur dari Peternakan Biosecure” ini dibuat dengan maksud untuk didokumentasikan di Perpustakaan Pusat Universitas Udayana Bukit Jimbaran. Di dalam paper dicoba dibahas tentang keberlanjutan rantai pasok tersebut setelah proyek ACIAR selesai pada tahun 2014. Pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepa yang terhormat Dekan Fakultas Peternakan atas ijin yang diberikan serta kepada yang terhormat Kepala UPT Perpustakaan Pusat Universitas Udayana di Bukit Jimbaran atas dapat diterimanya karya ilmiah ini untuk dapat didokumentasikan.

Disadari bahwa karya tulis ini masih banyak kekurangan dan keterbatasannya, sehingga saran dan koreksi dari pembaca sangat diharapkan untuk lebih menyempurnakannya. Sebagai akhir kata, besar harapan penulis semoga karya tulis ini dapat bermanfaat.


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar ... ……… ii

DAFTAR ISI ………... iii

RINGKASAN ……… iv

BAB. I. PENDAHULUAN ……… 1

1.1. Latar belakang ………. 1

1.2. Tujuan Khusus Penelitian………. 2

1.3. Urgensi (Keutamaan) Penelitian ……… 2

BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA ……….. 5

2.1. Biosecurity …..………...…. 5

2.2. Kebutuhan pengembangan rantai pasok telur dari peternakan yang berbiosekuriti ……… 5

2.3. Rantai pasok telur ayam dari peternakan yang berbiosekuriti 7 BAB. III. METODE PENELITIAN ……….. 11

BAB. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 12


(4)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Pemangku Kepentingan dalam CMC ……….. 2. Kemasan telur yang dijual di Carrefour dari peternakan ayam biosecure


(5)

EVALUASI KEBERLANJUTAN RANTAI PASOK TELUR DARI PETERNAKAN AYAM BIOSECURE RINGKASAN

Telur ayam merupakan salah satu produk unggas yang sangat digemari oleh sebagian besar masyarakat Indonesia sebagai sumber protein hewani yang baik karena harganya yang relatif terjangkau. Namun merebaknya flu burung (AI) ke Indonesia pada tahun 2003 memberikan dampak yang sangat merugikan bagi industri perunggasan. Pemerintah telah mengambil langkah tepat melalui penerapan biosecurity, yaitu upaya pencegahan dan pengendalian penyakit di peternakan unggas komersial sektor 3. Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan ACIAR pada tahun 2012 telah mengembangkan suatu rantai pasok produk unggas yang disebut Clean Market Chain (CMC). Tujuan rantai pasok ini adalah adanya insentif ekonomi bagi pemangku kepentingan mulai dari pertenakan, penyalur dan konsumen mendapat produk yang baik. Di Provinsi Bali, CMC telah dijalankan dengan mengembangkan rantai pasok mulai dari peternakan biosecure, penyalur dan Carrefour sebagai konsumen lembaga yang menyediakan telur ayam dari peternakan yang sehat. Untuk melihat keberlanjutan rantai pasok CMC ini maka menarik untuk dikaji keberadaan CMC dan pemangku kepentingan rantai pasok dari pertenakan biosecure sampai di tangan konsumen. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran terkini implementasi dari CMC dari peternakan biosecure yang telah dibentuk pada tahun 2012 dan kebutuhan pendampingan (mentoring) untuk keberlanjutan penyediaan produk unggas bermutu. Responden penelitian ditentukan secara purposive yaitu dengan melihat keterlibatan pemangku kepentingan dalam penerapan aspek bisekuriti di peternakan, penyalur dan pengecer lembaga (Carrefour). Data yang diperoleh akan dianalisis dengan deskriptif kualitatif dengan pendekatan analisis rantai pasok. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rantai pasok telur biosecure bentukan proyek ACIAR /AH /169 pada tahun 2011 ini masih berjalan dengan sedikit perubahan pada peternakan dan outlet yang terlibat.


(6)

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

Meskipun wabah flu burung (AI) di Indonesia saat ini sudah mereda, tetapi kontrol terhadap HPAI (Highly Pathogenic Avian Influenza) masih merupakan prioritas utama dalam pengendalian penyakit pada peternakan ayam. Outbreak HPAI pertama kali dilaporkan terjadi di Asia Tenggara pada akhir tahun 2003, kemudian sejak saat itu beberapa negara di Asia juga melaporkan terjadinya outbreak penyakit tersebut bahkan di beberapa wilayah sudah menjadi endemi. Di Indonesia sendiri 31 dari 33 propinsi yang ada sudah terserang oleh penyakit itu dengan kematian yang diakibatkan sekitar 146 orang termasuk yang terakhir di Bali tahun 2012 (FAO, 2012). Penyakit ini mengakibatkan kerugian ekonomi secara nyata terutama pada peternakan ayam (melalui penurunan produksi dan pendapatan) di sektor tiga (Non-Industrial Comercial Poultry Sector /NICPS) dan pada semua institusi (stakeholder) sepanjang rantai pasar dari ternak ayam baik pedaging maupun petelur.Kerugian secara ekonomis yang disebabkan oleh HPAI ini diperkirakan mencapai 1 juta dolar Amerika (ABCRC,2007).

Dalam upaya penanggulangan HPAI, pemerintah Australia melalui ACIAR (AH/2006/169) bekerja sama dengan pemerintah Indonesia di tiga propinsi (Jawa Barat, Bali, dan Sulawesi Selatan) melaksanakan proyek penerapan biosekuriti pada peternakan ayam di sektor tiga. Dengan penerapan biosekuriti yang terus menerus diharapkan produk yang dihasilkan oleh peternakan (telur dan ayam) tersebut tentunya akan lebih bersih dan sehat.Pada tahun 2012 proyek ACIAR membentuk Clean and Healthy Market Chain (CMC) rantai pasok telur ayam di Provinsi Bali dengan tujuan mengembangkan suatu pasar telur dari peternakan biosecuredengan menciptakan insentif ekonomi untuk semua pemangku kepentingan rantai pasar, termasuk konsumen, pengecer, pengolah dan peternak. CMC pada waktu itu telah berjalan dengan alur produk mulai dari peternakan biosecure, penyalur (perusahaan) dan konsumen lembaga (Carrefour) yang menyalurkan telur ayam dengan label Pusat Biosekuriti Unggas Indonesia (PBUI). Proyek ACIAR telah berakhir pada tahun 2012, namun diharapkan bahwa CMC bagi produk yang berasal dari peternakan yang biosecure dapat berkelanjutan tanpa adanya proyek. Bagaimanakah kondisi kini dari CMC setelah selesainya proyek ACIAR pada akhir tahun 2012?Apakah konsumen masih memperoleh produk dari peternakan yang sehat /biosecure?


(7)

1.2. Tujuan Khusus Penelitian

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui keberadaan terkini dari CMC telur ayam yang telah dibentuk oleh proyek ACIAR; (2) untuk mengetahui manfaat yang diperoleh peternak dari produknya yang dijual berlabel PBUI; dan (3) untuk mengetahui siapa dari para pihak (stakeholder) pada rantai pasok itu yang mendapatkan manfaat yang paling besar.

1.3. Urgensi (Keutamaan Penelitian)

Produk dari peternakan unggas dalam hal ini telur merupakan salah satu penyedia sumber protein hewani yang murah yang memiliki andil besar dalam pemenuhan kebutuhan pangan.Wabah flu burung yang menyerang Indonesia juga memberikan kesadaran pada masyarakat akan pentingnya mendapatkan produk yang bersih dan aman bagi kesehatan. Ke depan, masalah keamanan pangan (food safety), pada gilirannya, juga mendorong pemerintah dan konsumen untuk mengawasi (mengontrol) secara lebih ketat rantai pasokan (supply chains) telur ayam dari kandang sampai ke tangan konsumen. Saat ini, sebagian besar komoditas dan produk unggas didistribusikan oleh pedagang kecil di pasar tradisional.Konsumen dengan daya beli yang lebih tinggi menginginkan komoditas dan produk yang lebih bersih dan lebih sehat.Oleh karena itu untuk meningkatkan kualitas produk yang lebih baik dan keterlacakan (traceability), maka proses produksi membutuhkan kontrol (pengawasan) yang lebih ketat atas rantai pasokan. Dengan mengevaluasi kekinian CMC telur yang telah dibentuk dalam proyek ACIAR dapat diketahui keberlanjutan penyediaan sumber protein hewani dari peternakan yang sehat.

Dalam penelitian akan diperoleh (1) gambaran terkini implementasi rantai pasok telur dari peternakan berbiosekuriti . (2) informasi kebutuhan pendampingan /mentoring untuk keberlanjutan /sustainable dari rantai pasok telur tersebut. (3) bahan kegiatan pembelajaran dan pengabdian untuk mahasiswa praktek baik S1 maupun S2.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biosecurity


(8)

Biosecurity adalah istilah yang dipakai dalam upaya semua tindakan pengendalian wabah untuk mencegah semua kemungkinan penularan/ kontak dengan ternak tertular sehingga rantai penyebaran penyakit dapat diminimalkan (Deptan, 2006).WHO (2008) juga menyebutkan bahwa tindakan biosecure meliputi sekumpulan penerapan manajemen yang dilakukan bersamaan untuk mengurangi potensi penyebaran penyakit, misalnya virus flu burung pada hewan atau manusia.

Penerapan biosecurity pada seluruh sektor peternakan, baik di industri perunggasan atau peternakan lainnya akan mengurangi risiko penyebaran mikroorganisme penyebab penyakit yang mengancam sektor tersebut. Menurut Cardona (2005), meskipun biosecurity bukan satu-satunya upaya pencegahan terhadap serangan penyakit, namun biosecurity merupakan garis pertahanan pertama terhadap pengendalian penyakit.

Menurut Sudarisman (2004), operasional biosecurity meliputi tiga hal pokok yakni:

1. Pengaturan traffic control. Pengaturan ini menyangkut pergerakan manusia dan ternak yang berasal dari luar peternakan ke lokasi kandang dan sebaliknya.

2. Pengaturan dalam farm. Pengaturan ini menyangkut keadaan di dalam peternakan yang menyangkut kondisi kandang, kebersihan kandang, penempatan pakan dan penyaluran drainase kandang.

3. Disinfeksi. Penggunaan disinfectan dimaksudkan untuk stelisasi kandang dalam dosis yang bisa ditoleransi.

Capua dan Marangon (2006) menyatakan bahwa peternakan yang menerapkan biosekuriti tidak hanya mampu mengurangi resiko penyakit tetapi juga mampu memberikan pesan kepada konsumen bahwa produk yang dihasilkan aman. Tentunya dapat dipastikan bahwa konsumen akan bersedia membayar dengan harga premium untuk produk tersebut ACIAR (2014) menyebutkan bahwa peternakan yang telah menerapkan biosecurity disebut peternakan biosecure.

2.2Clean Market Chain (CMC)

CMC yang diterapkan oleh proyek ACIAR ah/2006/169 merupakan rangkaian pengikutsertaan berbagai pemangku kepentingan dalam rantai pasok telur ayam yang berasal dari peternakan biosecure.Penerapan CMC pada prinsipnya menerapkan manajemen logistik dari peternakan biosecure ke tangan konsumen yang mau membayar produk dengan harga lebih mahal karena


(9)

berasal dari peternakan yang sehat.

Pengertian logistic menyangkut keseluruhan bahan, barang, alat dan sarana yang diperlukan dan dipergunakan oleh suatu organsasi dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasarannya (Siagian, 2005).Lebih lanjut Dwiantara dan Rumsari (2004) menyebutkan bahwa logistik adalah segala sesuatu atau benda yang berwujud dan dapat diperlakukan secara fisik (tangible), baik yang digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan pokok maupun kegiatan penunjang (administrasi).

Menurut Siagian (2005), melihat logistik dari segi dunia bisnis yakni logistik merupakan bagian dari proses rantai suplai yang berfungsi merencanakan, melaksanakan, mengontrol secara efektif, efisien proses pengadaan, pengelolaan, penyimpanan barang, pelayanan dan informasi mulai dari titik awal (point of origin) hingga titik konsumsi (point of consumption) dengan tujuan memenuhi kebutuhan konsumen.Dengan demikian manajemen logistik merupakan bagian dari rantai pasok (supply chain) untuk menjamin keefisienan dan keefektifan aliran barang dari produsen (point of origin) ke titik konsumsi untuk memenuhi kepuasan pelanggan.

Rantai pasok telur ayam yang umum dilalui melibatkan pemangku kepentingan seperti peternak ayam petelur, pedagang pengumpul yang menyalurkan telur ayam ke pasar tradisional maupun ke pasar modern (hotel, restoran dan institusi), sampai akhirnya ke konsumen rumah tangga. Peran poultry shop dan produsen pullet juga terlihat dalam penyaluran telur ayam. Selain itu, penjualan ayam apkir menjadi bagian yang umum terjadi setelah ayam tidak produktif lagi (Gambar 1).Penetapan CMC telur ayam dari peternakan biosecure adalah membuat saluran pemasaran ke pasar yang bersih (clean market) dengan mengurangi jumlah pemangku kepentingan dan produk diditujukan ke pasar modern (sering disebut sebagai konsumen lembaga).

Kriteria yang disertakan dalam pemilihan pemangku kepentingan dalam CMC meliputi (ACIAR, 2014):

 penerapanbiosecurity yang konsisten sesuai dengan kriteria ACIAR  lokasi yang berkaitan dengan pemangku pentingan lainnya

 rantai pasok yang telah berlangsung selama ini dan kaitannya dengan pemangku kepentingan lainnya

 adanya kemungkinan persetujuan penyusunan kontrak yang disepakati diantara pemangku kepentingan dalam mengenalkan produk baru.


(10)

Gambar 1. Pemangku kepentingan dalam CMC (ACIAR, 2014)

Dalam Gambar 1 tampak CMC diarahkan mulai dari peternakan ayam petelur biosecure, pedagang pengumpul/collector, konsumen lembaga (hotel/restoran/institusi)dan konsumen (diarsir denngan warna kuning).Collector pada CMC adalah perusahaan yang langsung mengambil produk ke peternakan untuk kemudian melakukan pengemasan berlogo PBUI dan label tentang peternakan sehat, selanjutnya disalurkan ke pasar modern yaitu Carrefour.Pertumbuhan pasar swalayan modern (supermarket)yang pesat di Indonesia didorong oleh pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan masyarakat telah menngalihkan konsumen untuk berbelanja di pasar modern seperti Carrefour dan mau membayar dengan harga yang lebih mahal untuk produk dari peternakan yang sehat.

Produk telur ayam yang ditampilkan dalam CMC dapat dibedakan dengan produk sejenis lainnya, yaitu memiliki label PBUI dan dikemas menarik seperti terlihat pada Gambar 2.

Peternakan ayam petelur

Pedagang pengumpul/ collector

Hotel/restoran dan institusi

Ayam apkir Pasar tradisional

Konsumen Poultry shop


(11)

Gambar 2. Kemasan telur yang dijual di Carrefour dari peternakan ayam biosecure dalam Clean market Chain

Dengan melihat label dan logo yang tercantum dalam kemasan telur, konsumen akan tertarik membelinya karena mereka memiliki persepsi bahwa produk yang dibeli berasal dari peternakan yang sehat. Kotler (2000) menyatakan bahwa produk yang memiliki pembeda (differentiable) akan disukai konsumen sesuai dengan karakteristik yang dicari oleh konsumen. Dalam hal ini, konsumen CMC melihat pembedaan tersebut dari kemasan yang menarik dan informasi yang tertera dalam label.

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di peternakan telur ayambiosecure yang telahmemperoleh sertifikat dari PBUI untuk melaksanakan CMC.Satu-satunya peternakan biosecure berada di Desa Petang, Kabupaten Badung.Lokasi penelitian kemudian akanmengikuti alur logistic telur ayam yang berasal dari peternakan biosecure ke perusahaan penyalur/collector dan ke Carrefour sebagai konsumen lembaga yang menyalurkan poduk langsung ke konsumen rumah tangga melalui outletnya.

Lokasi penelitian ditentukan secara purposive sampling yaitu penetapan lokasi secara sengaja atas dasar pertimbangan tertentu yaitu:

1. Usaha ayam petelur biosecurity ini telah mendapatkan pelatihan dari ACIAR.


(12)

3.2 Metode pengumpulan data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

1. Survey; metode pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner yang telah

dipersiapkan terlebih dahulu untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan mulai dari peternakan, penyalur dan ke konsumen lembaga (Carrefour).

2. Wawancara; suatu proses untuk mendapatkan informasi untuk kepentingan penelitian dengan cara dialog dan bertukar ide melalui tanya jawab antara peneliti dengan responden (Esterberg, 2002 dalam Sugiyono, 2008).

Penelitian ini akan dilaksanakan dengan survey ke peternakan petelur untuk mengetahui penerapan biosekuriti pada peternakan dengan memberikan pertanyaan yang terstruktur (questioner). Untuk mengetahui para pihak yang terlibat dalam rantai pasok yaitu dengan menggunakan metode snowbowling (mengikuti alur logistic rantai pasok telur) serta dengan

melakukan wawancara (interview) kepada para pihak yang terlibat dalam rantai pasok telur CMC mulai dari peternak sampai konsumen.

3.3 Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan analisis deskriptif kualitatif. Metode analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan menjawab tujuan penelitian dengan menggunakan beberapa indikator seperti:

- Pemangku kepentingan yang terlibat dalam CMC - Penerapan biosecurity di tingkat peternak


(13)

- Manajemen logistik telur ayam dari peternakan biosecure dan pemangku kepentingan lainnya dalam memenuhi permintaan konsumen yang dilihat dari perencanaan dengan indikator (jumlah produksi), penganggaran (biaya produksi), pengadaan/penyimpanan (volume), pengendalian dan pendistribusian (jenis alat angkut) dan harga jual di tingkat outlet.


(14)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1. Stakeholder (Pemangku Kepentingan) Telur Ayam dari Peternakan Biosecure pada awal pembentukan (2012) dan pada tahun 2015

Rantai Pasok atau supply chain adalah suatu system tempat organisasi menyalurkan barang produksi dan jasa kepada para pelanggannya dan rantai ini merupakan jejaring dari berbagai organisasi yang saling berhubungan dan mempunyai tujuan yang sama, yaitu sebaik mungkin menyelenggarakan pengadaan dan penyaluran barang tersebut. (Saptana dan Daryanto, 2012). Rantai pasok telur dari peternakan yang biosecure ini dikembangkan oleh proyek ACIAR AH/169 pada tahun 2012 melibatkan peternakan biosecure, supplier dan supermarket. Stakeholder yang terlibat dalam rantai pasok telur biosecure pada saat dikembangkan tahun 2012 dan keberadaannya di tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 4.1 dibawah ini.

Peternakan Petelur biosecure yang terlibat adalah peternakan petelur kontrak dari perusahaan PT. Mitra Sinar Jaya (PT. MSJ). Peternakan ini yang berlokasi di desa Petang Kabupaten Badung sebelum terlibat dalam rantai pasok telur biosecure ini mendapatkan pembinaan berupa pelatihan biosekuriti, pendampingan dalam pelaksanaan langkah – langkah biosekuriti dan audit dalam pelaksanaan langkah – langkah biosekuriti oleh proyek ACIAR AH/169. Setelah lulus audit oleh auditor biosekuriti yang terlatih, dan mendapatkan sertifikat biosecure yang ditandatangani Kepala Dinas Peternakan Propinsi dengan masa berlaku selama setahun maka produk dari peternakan ini dipasarkan melalui rantai pasok telur dari peternakan biosecure.

Tabel. 4.1. Stakeholder yang terlibat dalam rantai pasok telur dari peternakan ayam biosecure tahun 2012 dan 2015.

NO. RANTAI PASAR STAKEHOLDER

AWAL(2011) SAAT INI (2015) 1 Produser Telur

(Peternakan biosecure)

Petang Petang dan Penebel 2 Supplier UD. Limas UD. Limas 3 Out Let Carrefour - Carrefour

-Delta -Pepito

Supplier telur biosecure pada awal pembentukan adalah UD. Limas Merta Mandiri (UD. LMM), perusahaan ini bergerak di bidang perdagangan barang jasa dengan komoditi seperti telur


(15)

diantaranya telur ayam kampung, telur puyuh, telur itik dan telur ayam dari peternakan biosecure. UD. LMM ini sebelum terlibat dalam rantai pasok telur biosecure ini sudah mendapat pelatihan dan juga sudah diaudit oleh auditor terlatih dari ACIAR.

Pada awal pengembangan rantai pasok ini outlet yang bergabung adalah Carrefour. Pada saat akan mengembangkan rantai pasok ini banyak outlet yang ingin bekerjasama tetapi Carrefour dipilih karena supermarket ini merupakan salah satu supermarket terbesar di Bali, mempunyai banyak pembeli expatriate, dan menjual sekitar 200 box telur (Ayam ras, ayam kampong dll). Setelah berjalan, UD.LMM berhasil mengembangkan pemasaran telur biosecure ini ke Delta Supermarket Nusa Dua dan Pepito.

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa rantai pasok telur dari peternakan biosecure proyek ACIAR AH/169 masih berlanjut dan stakeholder yang terlibatpun masih sama yaitu peternakannya adalah peternakan petelur mitra dari PT. Mitra Sinar Jaya (PT. MSJ) dengan suppliernya adalah UD. Limas dan outletnya adalah Carrefour.

Pada pertengahan 2014, pemasaran telur biosecure ini mengalami perluasan outlet yaitu supermarket Delta dan Pepito.Ini berarti telur biosecure saat itu dijual di tiga outlet.Sehingga untuk memenuhi pasokan ke ketiga outlet itu, UD.LMM perlu merencanakan dan mengendalikan pasokan telur dari peternakan biosecure.Pada saat awal dimulai pada tahun 12 Juni 2011, rantai pasok ini cukup melibatkan satu peternak petelur saja tetapi dengan berjalanya waktu dimana penjualan di Carrefour juga mengalami peningkatan (tabel 4.3), UD. LMM berencana menambah peternak biosecurenya.Ini sejalan dengan tujuan dari dilaksanakannya proyek ACIAR bahwa makin banyak peternak yang mau melaksanakan biosekuriti di peternakannya untuk mencegah terjangkitnya penyakit pada peternakannya (Aciar AH/169, 2008). Sesuai dengan ketentuan awal pengembangan rantai pasok telur dari peternakan biosecure ini bahwa stakeholder yang terlibat harus memenuhi kriteria biosesure, artinya menerapkan langkah-langkah biosekuriti, kemudian lulus audit oleh auditor biosekuriti. Sehingga hak konsumen untuk mendapatkan telur biosecure dapat terjamin.


(16)

Sesuai dengan ketentuan masa berlaku sertifikat audit yang diberikan Dinas Peternakan Propinsi Bali yaitu selama setahun maka peternakan yang terlibat pada rantai pasok ini seharusnya sudah harus diaudit ulang kembali.

4.2. Penerapan langkah-langkah biosekuriti pada Peternakan Ayam Petelur

Biosekuriti adalah langkah – langkah yang harus dilakukan oleh peternak untuk mencegah masuknya bibit penyakit kedalam peternakannya dan mencegah kuman atau bibit penyakit yang ada didalam peternakannya menulari kandang lain beserta lingkungannya. Menurut Jubb dan Patrick (2010) ada 9 lokasi yang bisa dinilainuntuk penerapan langkah – langkah biosekuriti. Asal input produksi, lalu lintas kedalam peternakan, jarak antara sumber pathogen dan kandang, biosekuriti pada pintu peternakan, biosekuriti antara pintu peternakan dan kandang, biosekuriti pada pintu kandang dan kondisi dari unggas yang dipelihara.

Menyusun program biosekuriti, sangat tergantung bagaimana kita melakukan analisa suatu penyakit unggas bisa masuk ke peternakan. Jika melihat aktifitas di peternakan, kita sering menjumpai karyawan, tamu, peralatan hingga hewan lain. Semua itu sangat berpeluang menjadi faktor pembawa penyakit berbahaya.Secara sederhana, cara masuknya penyakit bisa melalui peralatan (sepatu bot atau alas kaki, kendaraan), manusia (tamu atau pekerja yang keluar masuk kandang), lingkungan (angin, debu, air) manajemen (pergantian unggas dikandang, pakan), hewan lain seperti (lalat dan serangga penghisap darah, babi, anjing, burung piaraan dan burung liar), vaksinasi (vaksin aktif, vaksin yang tidak lengkap atau tidak terencana).ACIAR, melakukan katagorisasi sumber resiko diatas menjadi Manusia, Hewan, benda inorganik dan benda organik (PATIO).

Tabel 4.2. Kondisi Biosekuriti Peternakan Ayam Petelur

NO DESKRIPSI AWAL (2011) SAAT INI (2015)

1 Pagar Ada Ada

2 Pintu pagar Ada Ada

3 Tanda dilarang masuk

Ada Ada


(17)

5 Hewan (burung ayam kampong, kucing itik bs masuk peternakan)

Tidak Bisa

6 Kendaraan bisa masuk

Ya Ya

Sprayer untuk kendaraan

Ada Tidak

7 Tempat cuci kaki di pintu kandang

Ada Tidak

8 Pintu kandang Ada Ada

9 Tanda dilarang masuk pada pintu kandang

Ada Tidak

10 Kunci pada pintu kandang

Ada Tidak

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa enam (6) dari sepuluh (10) langkah biosekuriti yang pada awal pengembangan rantai pasar ini dilaksanakan oleh peternakan petelur mengalami perubahan.Hal ini disebabkan karena perubahan system pemeliharaan. Pada saat dikembangkan peternak ayam ini merupakan peternakan ayam petelur semi closed housed sedangkan sekarang peternakan ini merupakan peternakan opened housed. Ini tentunya secara otomatis mempengaruhi kondisi biosekuriti dari peternakan tersebut.Perubahan ini terjadi karena terjadinya kenaikan tarif listrik yang sangat memegang peranan penting pada peternakan dengan system peternakan semi closed housed untuk penerangan dan pendingin kandang.

Mengingat berlakunya sertifikat audit selama setahun, maka peternakan inipun seharusnya sudah diaudit kembali, kemudian didampingi juga dalam pelaksanaan langkah – langkah biosekuritinya sampai lulus audit dan mendapatkan sertifikat biosecure kembali, sehingga keberlangsungan telur biosecure terjamin. Hanya yang perlu dipikirkan siapa yang harus meminta peternakan di audit, kepada siapakah (PBUI, Dinas Peternakan terdekat), siapa yang membayar audit tsb, siapa yang berhak menandatangani sertifikat biosecure tsb? Hal-hal ini barangkali yang harus dipikirkan oleh pemangku kepentingan rantai pasok ini, sehingga konsumen benar-benar mendapatkan apa yang mereka bayar.


(18)

Gambar 4.1. Kondisi peternakan pada saat awal rantai pasar dibentuk dan sekarang..


(19)

(20)

4.3. Telur Biosecure

Telur biosecure adalah telur yang berasal dari peternakan yang melaksanakan langkah – langkah biosekuriti sesuai dengan kondisinya sehingga peternakan tersebut bisa dikatakan biosecure. Karena produk ini berasal dari peternakan yang biosecure diharapkan harga jualnyapun berbeda dengan telur dari peternakan yang tidak menerapkan langkah –langkah biosekuriti, sehingga kelangsungan penerapan langkah-langkah tersebut bisa terjamin dari extra harga yang dibayar kepada peternakan tersebut.

Gambar 4 .3. Telur Biosecure yang di jual di Carrefour

Pada awal pengembangan rantai pasok ini, harga telur perbutir yang dibayarkan ke peternak masih sama dengan harga pasar untuk telur ayam ras. Ternyata setelah berjalan selama empat tahun harga telur dari peternakan biosecure masih tetap dibayar sama dengan harga pasar. Artinya harga premium yang dibayarkan konsumen belum sampai dibayarkan oleh UD.LMM ke peternak, meskipun margin yang diterima oleh UD. LMM meningkat dari Rp. 10.000 menjadi Rp. 13.000 / 10 butir telur (Tabel 4.3).Hal ini tentunya tidak sesuai dengan tujuan pengembangan yaitu untuk memberikan insentif kepada peternak gar mereka bisa menerapkan langkah-langkah biosekuriti secara terus menerus.Masalah ini juga perlu didiskusikan diantara UD.LMM dengan peternak sehingga tujuan pengembangan rantai pasok ini bisa tercapai.Apakah UD.LMM membayar lebih tinggi sedikit telur yang diambil di peternakan


(21)

biosecure dari harga pasaran atau UD.LMM memberi bantuan bisa berupa langkah-langkah biosekuriti pada peternakan tersebut sehingga penerapan biosekuritinya dilaksanakan oleh peternak secara terus menerus.Deskripsi telur dari peternakan biosecure yang dijual di Carrefour dapat dilihat pada tabel 4.3 dan telur biosecure yang dijual di Carrefour dapat dilihat pada gambar 4.3.

Tabel.4.3. Telur biosecure yang dijual oleh UD.LMM di Carrefour

NO. DESKRIPSI 2011 (Rp.) 2015 (Rp.)

1 Harga beli/butir 850 950 2 Harga Jual/box /10btr 19.475 25.900 3 Margin/ Box 10.000 13.000


(22)

V. SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan :

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Rantai pasok telur ayam dari peternakan biosecure masih berjalan dengan sedikit perbedaan yaitu penambahan satu peternakan ayam petelur dari Penebel dan dua outlet yaitu supermarket Delta Nusa Dua dan Pepito.

2. Margin yang diperoleh supplier dari penjualan telur biosecure dengan harga premium belum bisa dinikmati oleh peternak .

3. Penerapan langkah – langkah biosekuriti mengalami perubahan seiring dengan perubahan system perkandangannya. Yang pada awal pengembangan rantai pasok sistemnya semi closed house menjadi opened house.

6.2. Saran :

1. Untuk menjamin produk yang dijual sesuai dengan label produk, peternakan yang terlibat perlu diaudit kembali mengingat batas waktu sertifikat audit dari Dinas Peternakan dan PBUI (Pusat Biosekuriti Unggas Indonesia) adalah 1 tahun.

2. Demikian juga dengan peternakan yang akan dilibatkan harus juga diaudit pelaksanaan biosekuritinya sebelum disertakan dalam rantai pasok ini.

3. Peternak dan supplier harus bekerja sama dalam mencari jalan untuk sharing margin dari harga premium yang diperoleh dari penjualan telur biosecure ini sehingga keberlanjutan pelaksanaan biosekuriti di peternakan bisa berkelanjutan.


(23)

DAFTAR PUSTAKA

1. ABCRC (Australian Biosecurity Cooperative Research Centre for Emerging

2. Infectious Deseases) 2007. The epidemiology, pathogenesis and control of highly pathogenic avian influenza in ducks in Indonesia and Vietnam.

3. ABCRC. Accessible at http://www1.abcrc.org.au/pages / projects.aspx?projectid=117,accessed 11 july 2007

4. ACIAR (Australian Center for International Agricultural Research). 2014. Developing a clean market chain for poultry products in Indonesia.ACIAR technical report No. 82. www. aciar.gov. au, Canberra.

5. Capua,I dan Marangon S. 2006. Control of Avian Influenza in Poultry. Journal Center for Deseases Control and Pervention – EID 12:9.

6. Direktorat Jenderal Peternakan. 2005. Bagaimana Terhindar dariFlu Burung (Avianin fluenza). Jakarta http://intannursiam.wordpress.com/2011/07/15/penerapan-biosekuriti-pada-peternakan-unggas/ diunduh [ 27 April 2014].

7. Departemen Pertanian Republik Indonesia. 2006. Flu Burung.

http://ntb.litbang.deptan.go.id/liptan/fb.pdf Diunduh [07 Maret 2014].

8. FAO (Food and Agriculture Organization). 2005. Regional facts. AgriWorld Vision. 5 (1): 18-20. Published by Reed Business Information, The Netherlands.

9. FAO (Food and Agricultural Organization of the United Nations) 2012. H5N1

10. HPAI Global overview : January – March. Issue No.31, EMPRESS/FAO-GLEWS. FAO: ROME. Accessible at ,http://www.fao.org/ docrep /015 /an388c/an388e.pdf>, accessed 6 december 2013.

11. Jubb, T. and Patrick, I.W. 2010. Comparing Level of Biosecurity in Smallholder

12. Broiler and Layer Farms in Bali and West Java.Paper workshop on June of ACIAR Project. Bogor. 13. Kotler, P. 2000. Manajemen Pemasaran. Perspektif Asia. Penerbit Andi, Yogyakarta, Jakarta 14. Saptana dan A. Daryanto. 2012. Manajemen Rantai Pasok (Supply Chains Management) Melalui

Strategi Kemitraan Pada Industri Broiler. Dalam : Bunga Rampai Rantai Pasok Komoditas Pertanian Indonesia. Eds.Erna Maria Lokollo, Bogor. IPB Press.

15. Siagian, P. Sondang. 2003. Manajemen Logistik. Penerbit Bumi Aksara, Jakarta 16. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Bisnis. Penerbit Alfabeta, Bandung


(1)

Gambar 4.1. Kondisi peternakan pada saat awal rantai pasar dibentuk dan sekarang..


(2)

(3)

4.3. Telur Biosecure

Telur biosecure adalah telur yang berasal dari peternakan yang melaksanakan langkah – langkah biosekuriti sesuai dengan kondisinya sehingga peternakan tersebut bisa dikatakan biosecure. Karena produk ini berasal dari peternakan yang biosecure diharapkan harga jualnyapun berbeda dengan telur dari peternakan yang tidak menerapkan langkah –langkah biosekuriti, sehingga kelangsungan penerapan langkah-langkah tersebut bisa terjamin dari extra harga yang dibayar kepada peternakan tersebut.

Gambar 4 .3. Telur Biosecure yang di jual di Carrefour

Pada awal pengembangan rantai pasok ini, harga telur perbutir yang dibayarkan ke peternak masih sama dengan harga pasar untuk telur ayam ras. Ternyata setelah berjalan selama empat tahun harga telur dari peternakan biosecure masih tetap dibayar sama dengan harga pasar. Artinya harga premium yang dibayarkan konsumen belum sampai dibayarkan oleh UD.LMM ke peternak, meskipun margin yang diterima oleh UD. LMM meningkat dari Rp. 10.000 menjadi Rp. 13.000 / 10 butir telur (Tabel 4.3).Hal ini tentunya tidak sesuai dengan tujuan pengembangan yaitu untuk memberikan insentif kepada peternak gar mereka bisa menerapkan langkah-langkah biosekuriti secara terus menerus.Masalah ini juga perlu didiskusikan diantara UD.LMM dengan peternak sehingga tujuan pengembangan rantai pasok ini bisa tercapai.Apakah UD.LMM membayar lebih tinggi sedikit telur yang diambil di peternakan


(4)

biosecure dari harga pasaran atau UD.LMM memberi bantuan bisa berupa langkah-langkah biosekuriti pada peternakan tersebut sehingga penerapan biosekuritinya dilaksanakan oleh peternak secara terus menerus.Deskripsi telur dari peternakan biosecure yang dijual di Carrefour dapat dilihat pada tabel 4.3 dan telur biosecure yang dijual di Carrefour dapat dilihat pada gambar 4.3.

Tabel.4.3. Telur biosecure yang dijual oleh UD.LMM di Carrefour

NO. DESKRIPSI 2011 (Rp.) 2015 (Rp.)

1 Harga beli/butir 850 950

2 Harga Jual/box /10btr 19.475 25.900


(5)

V. SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan :

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Rantai pasok telur ayam dari peternakan biosecure masih berjalan dengan sedikit perbedaan yaitu penambahan satu peternakan ayam petelur dari Penebel dan dua outlet yaitu supermarket Delta Nusa Dua dan Pepito.

2. Margin yang diperoleh supplier dari penjualan telur biosecure dengan harga premium belum bisa dinikmati oleh peternak .

3. Penerapan langkah – langkah biosekuriti mengalami perubahan seiring dengan perubahan system perkandangannya. Yang pada awal pengembangan rantai pasok sistemnya semi closed house menjadi opened house.

6.2. Saran :

1. Untuk menjamin produk yang dijual sesuai dengan label produk, peternakan yang terlibat perlu diaudit kembali mengingat batas waktu sertifikat audit dari Dinas Peternakan dan PBUI (Pusat Biosekuriti Unggas Indonesia) adalah 1 tahun.

2. Demikian juga dengan peternakan yang akan dilibatkan harus juga diaudit pelaksanaan biosekuritinya sebelum disertakan dalam rantai pasok ini.

3. Peternak dan supplier harus bekerja sama dalam mencari jalan untuk sharing margin dari harga premium yang diperoleh dari penjualan telur biosecure ini sehingga keberlanjutan pelaksanaan biosekuriti di peternakan bisa berkelanjutan.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

1. ABCRC (Australian Biosecurity Cooperative Research Centre for Emerging

2. Infectious Deseases) 2007. The epidemiology, pathogenesis and control of highly pathogenic avian influenza in ducks in Indonesia and Vietnam.

3. ABCRC. Accessible at http://www1.abcrc.org.au/pages / projects.aspx?projectid=117,accessed 11 july 2007

4. ACIAR (Australian Center for International Agricultural Research). 2014. Developing a clean market chain for poultry products in Indonesia.ACIAR technical report No. 82. www. aciar.gov. au, Canberra.

5. Capua,I dan Marangon S. 2006. Control of Avian Influenza in Poultry. Journal Center for Deseases Control and Pervention – EID 12:9.

6. Direktorat Jenderal Peternakan. 2005. Bagaimana Terhindar dariFlu Burung (Avianin fluenza). Jakarta http://intannursiam.wordpress.com/2011/07/15/penerapan-biosekuriti-pada-peternakan-unggas/ diunduh [ 27 April 2014].

7. Departemen Pertanian Republik Indonesia. 2006. Flu Burung.

http://ntb.litbang.deptan.go.id/liptan/fb.pdf Diunduh [07 Maret 2014].

8. FAO (Food and Agriculture Organization). 2005. Regional facts. AgriWorld Vision. 5 (1): 18-20. Published by Reed Business Information, The Netherlands.

9. FAO (Food and Agricultural Organization of the United Nations) 2012. H5N1

10. HPAI Global overview : January – March. Issue No.31, EMPRESS/FAO-GLEWS. FAO: ROME. Accessible at ,http://www.fao.org/ docrep /015 /an388c/an388e.pdf>, accessed 6 december 2013.

11. Jubb, T. and Patrick, I.W. 2010. Comparing Level of Biosecurity in Smallholder

12. Broiler and Layer Farms in Bali and West Java.Paper workshop on June of ACIAR Project. Bogor. 13. Kotler, P. 2000. Manajemen Pemasaran. Perspektif Asia. Penerbit Andi, Yogyakarta, Jakarta 14. Saptana dan A. Daryanto. 2012. Manajemen Rantai Pasok (Supply Chains Management) Melalui

Strategi Kemitraan Pada Industri Broiler. Dalam : Bunga Rampai Rantai Pasok Komoditas Pertanian Indonesia. Eds.Erna Maria Lokollo, Bogor. IPB Press.

15. Siagian, P. Sondang. 2003. Manajemen Logistik. Penerbit Bumi Aksara, Jakarta 16. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Bisnis. Penerbit Alfabeta, Bandung