Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Eksistensi Peradilan Adat Kabupaten Biak Numfor dalam Sistem Hukum di Indonesia T1 312008033 BAB I

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Provinsi Papua merupakan pulau terluas di Indonesia yang memiliki luas 410.600

km2 atau 22% dari daratan Indonesia. Letak pulau ini adalah di ujung timur Indonesia

dan pulau ini dihuni oleh penduduk asli dari ras Melanesia, dengan ciri-ciri fisik: berkulit hitam (coklat kopi) dan berambut keriting (ikal) serta rata-rata berperawakan besar. Selain itu Papua dipandang sebagai suatu kelangsungan dari benua Australia yang letaknya di zona tropika atas dasar topografi, alam tumbuh-tumbuhan dan hewannya.

Pulau Papua tidak asing lagi bagi para pelaut. Pada tahun 1528, Gubernur pertama Portugis di Maluku, Jorge De Meneses mengunjungi pulau Waigeo dan mendapati penduduk yang berkulit hitam dan berambut keriting, maka dia menyebut mereka

sebagai orang Papua, sedangkan wilayahnya disebut Ilhas Dos Papua (Pulau Papua).1

Pada tahun yang sama, Alvaro de Savaedra singgah di pantai utara Papua dan

menyebut Pulau Papua sebagai Pulau Emas (Island Gold). Ketika dia menyebut Pulau

Papua sebagai Pulau Emas, semangat imperialisme dan kolonialisme mendorong bangsa-bangas Eropa untuk berekspansi menguasai atau menjajah bangsa-bangsa lain, sehingga sebutan untuk pulau ini akhirnya memicu mereka untuk berlomba-lomba

menguasainya.2

1

http/prosiding.lppm.unisba.ac.id/index.php/Sains/.../pdF download pada Jumat, 16 Agustus 2013, Jam 01.16

2


(2)

Selanjutnya Papua mulai terkenal di kalangan bangsa-bangsa Eropa, tetapi hanya Belanda yang mampu menyatakan klaimnya atas tanah Papua pada tanggal 24 Agustus 1828, dan klaim atas tanah Papua ditandai oleh Belanda, maka secara tidak langsung bangsa Eropa lainnya dilarang untuk menguasai daerah ini. Selama penguasaan Belanda, Papua digunakan sebagai tempat pengasingan (pembuangan) tokoh-tokoh atau kelompuk-kelompok pemberontak Indonesia yang anti Belanda.

Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kedaulatannya sekaligus menetapkan bahwa wilayahnya dari Sabang sampai Maluku. Baru pada tanggal 17 Agustus 1950. setelah melewati proses panjang, akhirnya Papua bergabung dengan NKRI pada 1 Mei 1963.

Sejak tahun 2001, diberlakukan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Kebijakan otonomi Khusus menurut Kambuaya merupakan suatu kebijakan yang bernilai strategis dalam rangka peningkatan pelayanan, akselerasi pembangunan, dan pemberdayaan seluruh rakyat di Provinsi Papua, terutama orang asli Papua. Melalui kebijakan ini, diharapkan dapat mengurangi kesenjangan di Provinsi Papua dan Papua Barat, dengan provinsi-provinsi lainnya di tanah air, serta akan memberikan peluang bagi orang asli Papua untuk berkiprah di wilayahnya sebagai

subjek sekaligus objek dalam ikut menikmati pembangunan di tanah Papua.3

Sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa. Keputusan politik penyatuan Papua (semula disebut Irian Barat kemudian berganti

3


(3)

menjadi Irian Jaya) menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia pada hakikatnya mengandung cita-cita luhur. Namun kenyataannya berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang sentralistik belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan, belum sepenuhnya memungkinkan tercapainya kesejahteraan rakyat, belum sepenuhnya mendukung terwujudnya penegakan hukum, dan belum sepenuhnya menampakkan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) di

Provinsi Papua, khususnya masyarakat Papua.4

Momentum reformasi di Indonesia memberi peluang bagi timbulnya pemikiran dan kesadaran baru untuk menyelesaikan berbagai permasalahan besar bangsa Indonesia dalam menata kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik. Sehubungan dengan itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia pada tahun 1999 dan 2000 menetapkan perlunya pemberian status Otonomi Khusus kepada Provinsi Irian Jaya. Hal ini menjadi amanat bagi pembentukan Undang-UndangNo. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus mengubah nama Irian Jaya menjadi Papua dan secara tidak langsung merupakan suatu langkah awal yang positif dalam rangka membangun kepercayaan rakyat kepada Pemerintah, sekaligus merupakan langkah strategis untuk meletakkan kerangka dasar yang kukuh bagi berbagai upaya yang perlu dilakukan demi tuntasnya

penyelesaian masalah-masalah di Provinsi Papua5. Adapun rekomendasi yang diberikan

oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat kepada Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat adalah dalam bentuk TAP MPR No 4 Tahun 2000.

4

http://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_khusus_Papua download pada Minggu, 18 Agustus 2013 Jam 14.00

5


(4)

Menurut Agus Sumule dalam tulisannya satu setengah tahun otonomi khusus

papua ; prospek dan refleksi mengatakan : Undang-undang Republik Indonesia Nomor

21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Provinsi Papua telah disahkan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 21 November 2001. Secara efektif Undang-Undang tersebut mulai berlaku di Provinsi Papua pada tanggal 1 Januari 2002. Ada banyak hal mendasar yang dikandung oleh undang-undang itu yang menjanjikan perubahan apabila digunakan secara arif untuk menjawab pergumulan rakyat Papua

selama ini. Berbagai hak rakyat Papua dimuat secara tegas – hak-hak yang di waktu lalu

telah diabaikan, atau bahkan sering dihadapi dengan kekerasan apabila diperjuangkan.6

Berbagai hak yang diabaikan di Papua menyebabkan masyarakat menuntut antara lain :

1. Pengakuan terhadap keluhuran jatidiri orang Papua dan nilai -nilai yang

mereka anut.

2. Pernyataan tentang jaminan konstitusi Republik Indonesia bagi

keberagaman.

3. Pengakuan tentang kekhasan orang-orang asli dan kebudayaan Papua.

4. Pengakuan bahwa pemerintahan selama ini kurang sekali berpihak kepada

rakyat Papua dan termasuk tidak memberikan penghormatan dan perlindungan yang layak terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) orang-orang asli Papua.

5. Pengakuan bahwa hak-hak orang Papua terhadap hasil sumberdaya alam dan

pembangunan telah diabaikan.

6


(5)

6. Pengakuan terhadap keunggulan cara-cara damai yang ditempuh oleh orang Papua dalam memperjuangkan hak-haknya.

Dengan demikian oleh karena itu, ada tekad untuk memberlakukan kebijakan khusus di Papua dengan berpedoman pada nilai-nilai dasar kemanusiaan universal.

Disahkannya UU No. 21 Tahun 2001 adalah suatu peristiwa penting karena sesungguhnya isi undang- undang itu adalah pengembalian dan pengakuan terhadap hak-hak dasar orang Papua yang selama ini diabaikan. Hal ini menjadi penting karena sekarang secara resmi dan legal kedudukan dan hak-hak masyarakat Papua diakui secara khusus dalam suatu undang-undang yang mengikat semua pihak di Indonesia. Karenanya, tidak heran bahwa banyak pihak berharap undang-undang ini akan membawa perubahan ke arah kesejahteraan dan kebajikan rakyat Papua itu adalah harapan yang wajar. Salah satu hal penting yang diatur dalam adalah tentang Peradilan Adat yang memperkuat hukum adat di Papua yang memiliki kemajemukan hukum adat. Kemajemukan hukum yang ada terlihat pada kecenderungan masyarakat dalam hal ini masyarakat Papua lebih memilih menyelesaikan masalah atau kasus yang mereka melalui peradilan adat ketimbang peradilan umum yang ada dalam sistem hukum Indonesia.

Ada 4 (empat) peradilan di Indonesia berdasarkan pasal 24 ayat (2) UUD 1945, antara lain sebagaimana disebutkan dibawah ini Peradilan Umum,Peradilan Agama, Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Militer yang kedudukan dan fungsi dan wewenangnya diatur dalam Undang-Undang 48 Tahun 2009 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman


(6)

Dalam UU No 21 tahun 2001 Pasal 1 huruf (o) didefinisikan pengertian Adat adalah kebiasaan yang diakui, dipatuhi dan dilembagakan, serta dipertahankan oleh masyarakat adat setempat secara turun-temurun. Pemerintah Provinsi Papua wajib mengakui, menghormati, melindungi, memberdayakan dan mengembangkan hak-hak masyarakat adat dengan berpedoman pada ketentuan peraturan hukum yang berlaku. Dalam pasal 1 huruf (p) didefinisikan pengertian Masyarakat adat adalah warga masyarakat asli Papua yang hidup dalam wilayah dan terikat serta tunduk kepada adat tertentu dengan rasa solidaritas yang tinggi di antara para anggotanya.

Dalam Pasal 43 UU No 21 tahun 2001, terdapat jaminan terhadap hak-hak masyarakat adat, hak-hak tersebut antara lain :

(1) Pemerintah Provinsi Papua wajib mengakui, menghormati, melindungi,

memberdayakan dan mengembangkan hak-hak masyarakat adat dengan berpedoman pada ketentuan peraturan hukum yang berlaku.

(2) Hak-hak masyarakat adat tersebut pada ayat (1) meliputi hak ulayat

masyarakat hukum adat dan hak perorangan para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan.

(3) Pelaksanaan hak ulayat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada,

dilakukan oleh penguasa adat masyarakat hukum adat yang bersangkutan menurut ketentuan hukum adat setempat, dengan menghormati penguasaan tanah bekas hak ulayat yang diperoleh pihak lain secara sah menurut tatacara dan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

(4) Penyediaan tanah ulayat dan tanah perorangan warga masyarakat hukum adat

untuk keperluan apapun, dilakukan melalui musyawarah dengan masyarakat hukum adat dan warga yang bersangkutan untuk memperoleh kesepakatan mengenai penyerahan tanah yang diperlukan maupun imbalannya.

(5) Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota memberikan mediasi aktif dalam usaha

penyelesaian sengketa tanah ulayat dan bekas hak perorangan secara adil dan bijaksana, sehingga dapat dicapai kesepakatan yang memuaskan para pihak yang bersangkutan.

Dalam Penjelasan pasal 43 UU No 21 tahun 2001 Ayat (5) dijelaskan bahwa Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai instansi yang paling mengetahui


(7)

hal-ihwal sengketa yang terjadi di wilayahnya berkewajiban melakukan mediasi aktif dalam penyelesaian sengketa-sengketa yang timbul di antara masyarakat hukum adat atau warganya dengan pihak luar. Sengketa antara para warga masyarakat hukum adat sendiri diselesaikan melalui peradilan adat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini. Jika dilihat dari rumusan pasal ini maka penyelesaian sengketa dapat diselesaikan lewat mediasi ataupun melalui peradilan adat. Pasal ini sekaligus menunjukkan tugas pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota untuk mendukung penguatan peradilan adat di wilayahnya.

Jadi menurut penulis Peradilan adat terbentuk dari budaya yang turun-temurun di dalam masyarakat adat dimana ada sekelompok orang yang merupakan pimpinan adat yang menjaga aturan-aturan adat yang diikuti atau dipatuhi oleh masyarakat adat namun disisi

lain ada peradilan lain yang diakui oleh Undang –Undang 48 Tahun 2009 Tentang

Kehakiman. Menjadi sangat plural dikarenakan setiap daerah memiliki peradilan adat yang berbeda-beda berdasarkan suku masing-masing, khususnya daerah yang menjadi tempat penelitian penulis yaitu Kabupaten Biak Numfor, Propinsi Papua.

Peradilan adat ini kemudian diatur secara lebih spesifik lagi dalam Peraturan Daerah Khusus Papua (Perdasus) No. 20 tahun 2008 tentang Peradilan Adat di Papua yang kemudian memberikan definisi secara jelas mengenai pengadilan adat maupun peradilan adat, yakni: Peradilan adat adalah suatu sistim penyelesaian perkara yang hidup dalam masyarakat hukum adat tertentu di Papua sedangkan Pengadilan adat adalah lembaga penyelesaian sengketa atau perkara adat dalam masyarakat hukum adat tertentu di


(8)

Papua dan pengadilan adat ini berkedudukan di lingkungan masyarakat adat papua serta

dengan kewenangan yang telah diatur dalam peraturan ini.7

Adapun tujuan dari peradilan adat ini berdasarkan pasal 3 Peraturan Khusus Daerah Papua No.20 Tahun 2008 tentang Peradilan Adat di Papua adalah :

a. Sebagai wujud pengakuan pemerintah terhadap perlindungan, penghormatan

dan pemberdayaan terhadap masyarakat adat Papua dan bukan Papua.

b. memperkokoh kedudukan peradilan adat;

c. menjamin kepastian hukum, kemanfaatan, keadilan

d. menjaga harmonisasi dan keseimbangan kosmos; dan

e. membantu pemerintah dalam penegakan hukum.8

Muncul pertanyaan mengapa peradilan adat diamanatkan dalam Undang Undang No 21 Tahun 2001 dan bahkan kemudian sah diatur secara lebih spesifik lagi dalam Peraturan daerah khusus maka sebenarnya hal ini merupakan bentuk pengakuan pemerintah terhadap keberadaan masyarakat adat papua yang harus dijamin hak-haknya.

Ini menjadi persoalan yang melatar belakangi sehingga penulis memilih topik ini dikarenakan adanya regulasi atau peraturan yang mengakui adanya peradilan adat yakni Undang-Undang No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus di Papua sementara tidak ada tertulis, atau yang secara tidak langsung mengatakan tidak adanya pengakuan terhadap

7

https://www.google.co.id/#psj=1&q=tUJUAN+PERADILAN+ADAT+BERDASARKAN+OTONOMI+KHUSUS

download pada Minggu, 18 Agustus 2014, Jam 16:29

8


(9)

peradilan adat didalam Undang-Undang No 48 Tahun 2009 yang berkaitan dengan Pokok

–Pokok Kekuasaan Kehakiaman.

Meskipun tidak diatur dalam Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009, namun keberadaan peradilan adat diakui dalam Undang-undang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001). Sehingga menurut Penulis ada inkonsistensi dalam peraturan perundang-undangan terkait dengan pengakuan terhadap peradilan adat. Terkait dengan pengakuan tersebut maka penulis meneliti tentang peran hukum adat melalui peradilan adat yang hidup dimasyarakat adat dalam menyelesaikan masalah-masalah adat atau sengketa adat di Kabupaten Biak Numfor.

Dengan demikian penulisan skripsi dengan judul “Eksistensi Peradilan Adat

Kabupaten Biak Numfor Dalam Sistem Hukum di Indonesia” akan memberikan

pemahaman yang ditinjau dari prespektif hukum sosioligi hukum yang bertemakan hukum adat dalam melihat realita sosial yang menyentuh ranah hukum berkaitan dengan fungsi, kedudukan dan wewenang Peradilan Adat dalam menyelesaikan sengketa-sengketa atau konflik adat yang bersinggungan dengan ranah hukum pidana atau perdata yang seharusnya menjadi domainnya Peradilan Umum.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah adalah sebagai berikut:

Bagaimana eksistensi hukum adat Kabupaten Biak Numfor dalam sistem hukum di Indonesia ?


(10)

C. Pembatasan Masalah

Untuk dapat mempertegas akan tujuan penulisan skiripsi ini, perlu diadakan pembatasan terhadap permasalahan berkaitan dengan eksistensi peradilan adat di Kabupaten Biak Numfor dalam sistem peradilan di Indonesia, adapun yang ditulis dan di analisis adalah eksistensi peradilan adat dengan melihat Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus, Peraturan Khusus Daerah Papua No.20 Tahun 2008 tentang Peradilan Adat di Papua dan Undang-undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kehakiman. Adapun alasan penelitian ini Penulis memilih Papua yang memiliki keberagaman suku dan budaya atau hukum adat yang beragam, yang kemudian dalam hal ini lebih tepatnya Penulis memilih Peradilan Adat di Kabupaten Biak Numfor dikarenakan adanya keterjangkauan dalam pengumpulan data serta pemahaman Penulis terhadap huukum adat di Kabupaten Biak Numfor.

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

Mengetahui Eksistensi Peradilan Adat Kabupaten Biak Numfor dalam sistem hukum di Indonesia

E. Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan empiris. Pendekatan dengan yuridis normatif yaitu suatu prosedur penelitian ilmiah untuk kebenaran berdasarkan logika kelimuan hukum dari sisi normatifnya melalui


(11)

pendekatan kasus, sedangkan pendekatan empiris yakni suatu metode yang berfungsi untuk meneliti hukum dalam artian nyata dan meneliti bagaimana bekerjanya hukum dilingkungan masyarakat. Dapat dikatakan bahwa penelitian hukum yang diambil dari fakata-fakta yang ada didalam suatu masyarkat, badan hukum atau badan

Pemerintah9.

Penelitian yang merupakan pendekatan analitis dan empiris yang menganalisis atau mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dan gejala sosial. Metode yang digunakan Penulis adalah metode penelitian hukum yang bertujuan untuk mempelajari penerapan norma-norma atau kaedah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum mengenai kasus-kasus yang diputus sebagaimana yang dapat dilihat dari peran peradilan adat di Kabupaten Biak Numfor menjadi fokus penelitian.

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk meneliti dan menemukan informasi sebanyak-sebanyaknya dari suatu fenomena dari suatu fenomena. Dalam kaitannya dengan penelitian ini fenomena yang hendak digambarkan secara lengkap adalah menyentuh ranah hukum berkaitan eksistensi peradilan adat di Kabupaten biak Numfor dalam menyelesaikan sengketa-sengketa atau konflik adat yang bersinggungan dengan ranah hukum pidana atau perdata yang menjadi domainnya Peradilan Umum.

9


(12)

2. Tehnik Pengumpulan Data

Penulis menggunakan 2 metode penelitian yakni penelitian yuridis normatif dan empiris maka data yang digunakan untuk penelitian ini yaitu:

a. Data Primer

Pengumpulan data primer pada peneltian normatif adalah dengan melihat Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus, Peraturan Khusus Daerah Papua No.20 Tahun 2008 tentang Peradilan Adat di Papua dan Undang-undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kehakiman dan aturan-aturan adat yang berlaku di Kabupaten Biak Numfor. Pengumpulan data primer dalam peneltian empiris diperoleh dengan cara wawancara. Metode diterapkan dengan cara mewawancarai pemangku adat atau dewan adat berkaitan dengan peradilan adat di Kabupaten Biak Numfor.

b. Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dengan metode penelitian yuridis normatif seperti bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku literatur tantang otonomi khusus bagi Papua, hukum adat, peradilan adat dan hukum ketatanegaraan.

2. Unit Amatan dan Unit Analisis

a. Unit Amatan

Unit Amatan adalah para pihak yang terkait dalam pelaksanaan peradilan adat yakni para pemangku adat atau dewan adat di Kabupaten Biak Numfor.


(13)

b. Unit Analisis

Unit analisis dalam pendekatan ini adalah terletak pada eksistensi hukum adat didalam peran Peradilan Adat di Kabupaten Biak Numfor didalam sistem peradilan di Indonesia.


(1)

Papua dan pengadilan adat ini berkedudukan di lingkungan masyarakat adat papua serta dengan kewenangan yang telah diatur dalam peraturan ini.7

Adapun tujuan dari peradilan adat ini berdasarkan pasal 3 Peraturan Khusus Daerah Papua No.20 Tahun 2008 tentang Peradilan Adat di Papua adalah :

a. Sebagai wujud pengakuan pemerintah terhadap perlindungan, penghormatan dan pemberdayaan terhadap masyarakat adat Papua dan bukan Papua. b. memperkokoh kedudukan peradilan adat;

c. menjamin kepastian hukum, kemanfaatan, keadilan d. menjaga harmonisasi dan keseimbangan kosmos; dan e. membantu pemerintah dalam penegakan hukum.8

Muncul pertanyaan mengapa peradilan adat diamanatkan dalam Undang Undang No 21 Tahun 2001 dan bahkan kemudian sah diatur secara lebih spesifik lagi dalam Peraturan daerah khusus maka sebenarnya hal ini merupakan bentuk pengakuan pemerintah terhadap keberadaan masyarakat adat papua yang harus dijamin hak-haknya.

Ini menjadi persoalan yang melatar belakangi sehingga penulis memilih topik ini dikarenakan adanya regulasi atau peraturan yang mengakui adanya peradilan adat yakni Undang-Undang No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus di Papua sementara tidak ada tertulis, atau yang secara tidak langsung mengatakan tidak adanya pengakuan terhadap

7

https://www.google.co.id/#psj=1&q=tUJUAN+PERADILAN+ADAT+BERDASARKAN+OTONOMI+KHUSUS

download pada Minggu, 18 Agustus 2014, Jam 16:29 8


(2)

peradilan adat didalam Undang-Undang No 48 Tahun 2009 yang berkaitan dengan Pokok –Pokok Kekuasaan Kehakiaman.

Meskipun tidak diatur dalam Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009, namun keberadaan peradilan adat diakui dalam Undang-undang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001). Sehingga menurut Penulis ada inkonsistensi dalam peraturan perundang-undangan terkait dengan pengakuan terhadap peradilan adat. Terkait dengan pengakuan tersebut maka penulis meneliti tentang peran hukum adat melalui peradilan adat yang hidup dimasyarakat adat dalam menyelesaikan masalah-masalah adat atau sengketa adat di Kabupaten Biak Numfor.

Dengan demikian penulisan skripsi dengan judul “Eksistensi Peradilan Adat

Kabupaten Biak Numfor Dalam Sistem Hukum di Indonesia” akan memberikan pemahaman yang ditinjau dari prespektif hukum sosioligi hukum yang bertemakan hukum adat dalam melihat realita sosial yang menyentuh ranah hukum berkaitan dengan fungsi, kedudukan dan wewenang Peradilan Adat dalam menyelesaikan sengketa-sengketa atau konflik adat yang bersinggungan dengan ranah hukum pidana atau perdata yang seharusnya menjadi domainnya Peradilan Umum.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah adalah sebagai berikut:

Bagaimana eksistensi hukum adat Kabupaten Biak Numfor dalam sistem hukum di Indonesia ?


(3)

C. Pembatasan Masalah

Untuk dapat mempertegas akan tujuan penulisan skiripsi ini, perlu diadakan pembatasan terhadap permasalahan berkaitan dengan eksistensi peradilan adat di Kabupaten Biak Numfor dalam sistem peradilan di Indonesia, adapun yang ditulis dan di analisis adalah eksistensi peradilan adat dengan melihat Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus, Peraturan Khusus Daerah Papua No.20 Tahun 2008 tentang Peradilan Adat di Papua dan Undang-undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kehakiman. Adapun alasan penelitian ini Penulis memilih Papua yang memiliki keberagaman suku dan budaya atau hukum adat yang beragam, yang kemudian dalam hal ini lebih tepatnya Penulis memilih Peradilan Adat di Kabupaten Biak Numfor dikarenakan adanya keterjangkauan dalam pengumpulan data serta pemahaman Penulis terhadap huukum adat di Kabupaten Biak Numfor.

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

Mengetahui Eksistensi Peradilan Adat Kabupaten Biak Numfor dalam sistem hukum di Indonesia

E. Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan empiris. Pendekatan dengan yuridis normatif yaitu suatu prosedur penelitian ilmiah untuk kebenaran berdasarkan logika kelimuan hukum dari sisi normatifnya melalui


(4)

pendekatan kasus, sedangkan pendekatan empiris yakni suatu metode yang berfungsi untuk meneliti hukum dalam artian nyata dan meneliti bagaimana bekerjanya hukum dilingkungan masyarakat. Dapat dikatakan bahwa penelitian hukum yang diambil dari fakata-fakta yang ada didalam suatu masyarkat, badan hukum atau badan Pemerintah9.

Penelitian yang merupakan pendekatan analitis dan empiris yang menganalisis atau mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dan gejala sosial. Metode yang digunakan Penulis adalah metode penelitian hukum yang bertujuan untuk mempelajari penerapan norma-norma atau kaedah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum mengenai kasus-kasus yang diputus sebagaimana yang dapat dilihat dari peran peradilan adat di Kabupaten Biak Numfor menjadi fokus penelitian.

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk meneliti dan menemukan informasi sebanyak-sebanyaknya dari suatu fenomena dari suatu fenomena. Dalam kaitannya dengan penelitian ini fenomena yang hendak digambarkan secara lengkap adalah menyentuh ranah hukum berkaitan eksistensi peradilan adat di Kabupaten biak Numfor dalam menyelesaikan sengketa-sengketa atau konflik adat yang bersinggungan dengan ranah hukum pidana atau perdata yang menjadi domainnya Peradilan Umum.

9


(5)

2. Tehnik Pengumpulan Data

Penulis menggunakan 2 metode penelitian yakni penelitian yuridis normatif dan empiris maka data yang digunakan untuk penelitian ini yaitu:

a. Data Primer

Pengumpulan data primer pada peneltian normatif adalah dengan melihat Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus, Peraturan Khusus Daerah Papua No.20 Tahun 2008 tentang Peradilan Adat di Papua dan Undang-undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kehakiman dan aturan-aturan adat yang berlaku di Kabupaten Biak Numfor. Pengumpulan data primer dalam peneltian empiris diperoleh dengan cara wawancara. Metode diterapkan dengan cara mewawancarai pemangku adat atau dewan adat berkaitan dengan peradilan adat di Kabupaten Biak Numfor.

b. Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dengan metode penelitian yuridis normatif seperti bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku literatur tantang otonomi khusus bagi Papua, hukum adat, peradilan adat dan hukum ketatanegaraan.

2. Unit Amatan dan Unit Analisis a. Unit Amatan

Unit Amatan adalah para pihak yang terkait dalam pelaksanaan peradilan adat yakni para pemangku adat atau dewan adat di Kabupaten Biak Numfor.


(6)

b. Unit Analisis

Unit analisis dalam pendekatan ini adalah terletak pada eksistensi hukum adat didalam peran Peradilan Adat di Kabupaten Biak Numfor didalam sistem peradilan di Indonesia.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Eksistensi Peradilan Adat Kabupaten Biak Numfor dalam Sistem Hukum di Indonesia T1 312008033 BAB II

0 0 30

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Eksistensi Peradilan Adat Kabupaten Biak Numfor dalam Sistem Hukum di Indonesia T1 312008033 BAB IV

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Eksistensi Peradilan Adat Kabupaten Biak Numfor dalam Sistem Hukum di Indonesia

0 0 19

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Potensi Sumberdaya Lahan Pesisir Di Kepulauan Padaido Kabupaten Biak Numfor, Papua

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Potensi Sumberdaya Lahan Pesisir Di Kepulauan Padaido Kabupaten Biak Numfor, Papua T2 972010013 BAB I

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Manajemen Pembelajaran Muatan Lokal Bahasa Daerah Biak di SD YPK Effata Waupnor Kabupaten Biak Numfor Provinsi Papua T2 942010010 BAB I

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengakuan Negara Terhadap Hak Atas Tanah Adat Bagi Masyarakat Adat dalam Sistem Hukum di Indonesia T1 312007008 BAB I

0 1 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengakuan Negara Terhadap Hak Atas Tanah Adat Bagi Masyarakat Adat dalam Sistem Hukum di Indonesia T1 312007008 BAB II

0 1 31

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengakuan Negara Terhadap Hak Atas Tanah Adat Bagi Masyarakat Adat dalam Sistem Hukum di Indonesia T1 312007008 BAB IV

0 0 2

T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pembaruan Hukum Pemilu Melalui Pembentukan Peradilan Pemilu T1 BAB I

0 0 15