Skill Questioning dalam Involusi Literasi heri susanto

(1)

SKILL QUESTIONING DALAM INVOLUSI LITERASI

Heri Susanto

SMP Negeri 2 Sambungmacan

Plumbon, Sambungmacan, Sragen 57253 Jawa Tengah e-mail: time.heri@gmail.com

Abstrak

Makalah ini bertujuan memberikan sumbang pemikiran dalam menangkal involusi literasi dengan keterampilan bertanya. Simptom involusi literasi merupakan dampak pembelajaran yang belum mengarahkan kemampuan pembelajar untuk memahami dan menganalisis makna dan fungsi sosial teks dengan parameter pikiran kritis. Pembelajaran dengan perspektif kritis dapat ditumbuhkan melalui skill questioning dalam kelas. Skill questioning ditekankan untuk menangkal involusi literasi agar siswa terbiasa menyerap informasi yang esensial dan relevan. Melalui pembelajaran yang berkelanjutan dan kolaboratif lintas mata pelajaran, siswa akan terlatih sehingga questioning akan membudaya pada siswa.

Kata kunci: taksonomi Bloom, bertanya, involusi, literasi

A. Pendahuluan

Perpustakaan sekolah sejatinya telah diberi perhatian pemerintah dengan kuota anggaran bantuan operasional sekolah untuk perpustakaan dengan harapan sekolah berupaya memperbaiki dan menstandarkan perpustakaan agar memiliki fasilitas yang cukup. Akan tetapi, menurut Saryono (2015: 10) dalam skala makro perpustakaan telah ditinggalkan penggunanya. Salah satu penyebabnya adalah laju informasi dari internet sangat gencar. Kemudahan akses internet menjadikannya kebutuhan referensi instan informasi. Akses informasi dapat dengan leluasa dilakukan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (gadget). Kemudahan tersebut berdampak pada generasi yang dibesarkan dalam masyarakat dengan penggunaan teknologi informasi yang mendominasi berbagai bidang. Akibatnya, para siswa sekarang jarang untuk membuka apalagi membaca buku konvensional.

Fenomena yang demikian perlu disikapi yang menurut Prajarto (2015: 9) dengan “pendidikan berbasis literasi”. Pendidikan berbasis literasi dapat diimplementasikan guru untuk mendidik siswa supaya mahir bertanya dan menjawab pertanyaan tentang teks yang dihadapi. Bertanya sangat ‘powerful’ menurut Buoncristiani dan Buoncristiani (2012: 139) sehingga


(2)

mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, bertanya merupakan berguna untuk menggali informasi, menginformasikan yang belum diketahui, dan mengarahkan fokus pada minat. Bertanya merupakan metode klasik tetapi masih kekinian diaplikasikan dengan berbagai modifikasi dalam pembelajaran.

Oleh karena itu, makalah ini bermaksud memberikan sumbang pemikiran menangkal involusi literasi dalam kelas melalui keterampilan bertanya. Makalah ini secara konseptual membahas skill questioning yang dapat diimplementasikan dalam pembelajaran untuk meningkatkan produktivitas berbahasa siswa dengan mendasarkan pada beberapa teori dengan elaborasi konseptual berbasis kasus-kasus sederhana. Sebagaimana dikatakan Barringer et.al. (2010: 141) bahwa aktivitas belajar (termasuk menulis dan membaca) siswa lebih banyak dilakukan untuk menjawab pertanyaan berhubungan dengan tugas. Banyaknya tugas menjawab pertanyaan, perlu disikapi dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan menuju tingkat berpikir yang tinggi.

B. Involusi Literasi Generasi Native Gadget

Generasi yang lahir 1994 sampai dengan sekarang dibesarkan dalam hegemoni penggunaan teknologi informasi dikenal dengan “generasi internet, platinum atau the native

gadget yang merepresentasikan pertumbuhan world wide web”. Generasi internet berbeda

dengan generasi-generasi sebelumnya pada aspek kemampuan memanfaatkan komputer/laptop,

smartphone, dan sejenisnya. Mereka sangat paham berinteraksi dengan peralatan teknologi

informasi dan komunikasi dalam pencarian informasi secara instan sesuai kebutuhan. Perbedaan

native gadget dengan generasi sebelumnya adalah dalam hal menelusuri sumber informasi

(Wulandari, 2012: 1). Native gadget menjadikan gadget sebagai kebutuhan sehingga tanpa perlu diajari pun dapat memanfaatkan semua fiturnya dengan baik.

Informasi apapun dapat diakses melalui internet yang dapat dikatakan masyarakat sedang dalam kepungan banjir informasi. Informasi bukan lagi menjadi sesuatu yang eksklusif yang mengakibatkan pada dependensi internet. Meskipun internet telah menjadi kebutuhan, persoalannya adalah untuk apa para native gadget menggunakannya? Berdasarkan survei yang dilakukan Frontier (dalam Sudibyo, 2015: 4) dinyatakan bahwa media sosial menduduki peringkat pertama dalam pemanfaatan internet yakni sebesar 97,5%. Akibatnya, sebagian besar informasi yang diperoleh siswa (remaja) berasal dari media sosial, termasuk informasi sosial,


(3)

politik, ekonomi, hukum, dan isu-isu global lainnya. Informasi tersebut diserap begitu saja tanpa parameter pikir yang kuat.

Di sisi lain, jumlah buku yang terbit di Indonesia meningkat, para guru pun sekarang aktif dalam penerbitan buku, ditambah lagi dengan produktivitas civitas kampus, dan munculnya penulis-penulis muda yang berandil besar dalam kuantitas jumlah orbit buku. Ironisnya, melimpahnya sumber belajar, banyaknya buku yang terbit tidak memberikan kenaikan yang signifikan terhadap kebiasaan membaca dan menulis. Melimpahnya informasi tersebut tidak dibarengi dengan pembinaan mental dan keterampilan berpikir kritis karena di sisi lain informasi internet lebih cepat dan murah didapatkan. Dalam konteks ini juga interaksi di kelas, lebih seperti pembelajaran bergaya media sosial yang tidak bersubstansi ilmiah dan membina keterampilan berpikir. Jadi, meskipun di berbagai lembaga diberikan pelatihan metode mengajar, sejatinya belum mengena pada akar permasalahan pembelajaran yang menurut Saryono (2015: 5-9) disebut “involusi literasi atau lemahnya kemampuan berpikir kritis yang disangga kemampuan membaca dan menulis”.

C. Skill Questioning dalam Pembelajaran

Bertanya dan menjawab dalam pembelajaran seyogyanya mengikuti alur-alur interaksi atau dialog yang alamiah. Pelaksanaan prinsip alamiah itu akan membantu para guru profesional dan pemula menghindari disinteraksi atau petaka komunikasi siswa dan guru. Berikut disajikan contoh skenario bertanya dalam pembelajaran bahasa Indonesia SMP kelas VIII pada materi teks cerita moral/fabel Kancil dan Buaya (Susanto et.al., 2015: 8-11).

Guru Siswa

1. Cerita rakyat apa yang pernah kalian baca? 2. Apa alasan kalian membaca cerita rakyat itu?

3. Jika kalian pernah membaca cerita rakyat, menurut kalian apa cerita rakyat itu?

Menjawab pertanyaan guru secara lisan bergiliran Mengajukan pertanyaan tentang dongeng dan menunggu

beberapa saat untuk memberi kesempatan siswa berpikir. 4. Siapa saja tokoh di dalam cerita tersebut?

5. Menurut kalian mengapa kancil melakukan perbuatan yang demikian?

Menjawab pertanyaan guru secara lisan bergiliran

6. Bila jawaban dianggap belum lengkap, guru mengajukan pertanyaan pelacak.

Menjawab pertanyaan, melengkapi jawaban,


(4)

Guru Siswa

b. Kalau begitu, apa bisa kancil menyeberang tanpa bantuan buaya?

jawaban 7. Jika dihubungkan dengan kehidupan manusia, tokoh manusia,

kancil itu sosok manusia yang seperti apa?

Menjawab pertanyaan (lisan atau tulis). 8. Menurut kalian, mengapa kancil dan buaya harus tolong

menolong?

Menjawab pertanyaan (lisan atau tulis). 9. Menanyakan kepada siswa lain “mengapa kamu setuju dengan

pendapat temanmu tadi? atau Mengapa kamu tidak setuju?”

Menjawab pertanyaan (lisan atau tulis). 10.Menanyakan siswa yang belum mengerti dengan materi

pelajaran. Jadi, pelajaran apa yang dapat kita petik dari cerita tersebut?

Bertanya tentang materi yang tidak dimengerti atau kurang dipahami

Pertanyaan (1) sampai dengan (4) merupakan pertanyaan untuk membuka skemata siswa di awal pembelajaran atau apersepsi. Ini juga merupakan pertanyaan pra-baca, sebelum membaca teks. Pertanyaan (5) dan (6) merupakan pertanyaan untuk melibatkan siswa dalam pengumpulan data setelah membaca teks. Pertanyaan (7) dan seterusnya disebut pertanyaan pelacak (lanjut) agar jawaban siswa tepat dan mengarahkan pada tingkat berpikir yang lebih tinggi.

Pertanyaan dapat merujuk pada dunia di luar siswa, isu sosial, dan teks-teks otentik. Para siswa, sebenarnya sedang berupaya untuk membentuk jati diri menghadapi kehidupannya. Bertanya perlu dilakukan senyaman mungkin agar siswa tidak merasa di-investigasi. Satu kelas harus mendapatkan pertanyaan yang proporsional sehingga tidak menjadi hak satu atau beberapa siswa yang pintar saja. Waktu tunggu menjawab pertanyaan dapat diberikan untuk menghindarkan guru menjawab sendiri pertanyaannya. Pada pertanyaan yang hanya satu jawaban benar, tidak selayaknya semua jawaban siswa dianggap benar, misalnya:

Guru : “Apa tema cerpen yang telah kalian baca tadi?” Siswa : “Tolong menolong”

Guru : “Bagus sekali, ada yang lain” Siswa : “Sahabat harus saling membantu”

Guru : “Itu lebih lengkap. Mungkin ada lagi yang menambahkan?” Siswa : “Menghargai teman”

Guru : “Ya, itu juga bisa”, dan seterusnya.

Berdasarkan contoh interaksi guru dan siswa di atas, tampak betapa lemah positioning guru karena menganggap semua jawaban siswa benar untuk pertanyaan yang sebenarnya hanya


(5)

merujuk satu jawaban benar. Bukan berarti guru menyalahkan jawaban siswa, namun reasoning atas satu jawaban yang benar perlu dilakukan agar tidak menimbulkan chaos pada siswa yang dipajankan beragam jawaban yang menurut guru benar.

Bertanya tidak hanya merupakan keterampilan dasar mengajar, bertanya adalah keterampilan dalam membelajarkan. Pertanyaan yang baik tidak datang secara tiba-tiba dalam setiap interaksi kelas. Pertanyaan yang baik perlu dipikirkan, direncanakan, dan dilakukan berelaborasi dengan strategi tertentu. Para guru seringnya hanya bertanya tentang fakta dan re-informasi dan jarang yang bertanya untuk mengarahkan kepada derajat keterampilan berpikir lebih tinggi. Pada tataran cognitive pertama (C1), jawaban pertanyaan berkisar pada fakta literal, identifikasi fakta atau mengurutkan. Cognitive kedua (C2) merujuk pada hal-hal yang eksplisit dalam teks, dan seterusnya sampai tahap evaluasi dan mencipta yang menyentuh aspek afektif sehingga pertanyaan terjawab berbasis data. Akar dari skill questioning adalah siswa terlibat dalam pengumpulan data.

Bertanya dilakukan untuk mendapatkan informasi utama dan informasi tambahan dimulai pertanyaan faktual menuju pertanyaan yang hipotetif, evaluatif atau kreatif. Buoncristiani dan Buoncristiani (2012: 139) menyatakan bahwa pertanyaan guru yang baik dan benar menginspirasi siswa untuk memberikan jawaban yang baik dan benar pula. Pertanyaan-pertanyaan dalam kelas akan menggambarkan tingkatan kognitif dari yang lebih rendah hingga yang lebih tinggi. Karakter yang dikembangkan adalah produktivitas melalui tingkat berpikir ke arah yang lebih tinggi. Berikut disajikan contoh pertanyaan berdasarkan revisi taksonomi Bloom (Anderson dan Krathwohl, 2010: 99-102; 403, Kemdikbud, 2013: 15-16, dan Bloom’s


(6)

Kata-Kata Kunci Pertanyaan Karya siswa K o g n it if re n d ah M en g in g a

t Apa...Siapa...Kapan...Di mana... Sebutkan...

 Jodohkan atau pasangkan...

 Persamaan kata...

 Golongkan...

 Berilah nama...

Label Daftar Catatan Jawaban soal M em a h a m i  Terangkahlah...  Bedakanlah...  Terjemahkanlah...  Simpulkan...  Bandingkan...  Ubahlah...

 Berikanlah interpretasi...

Koleksi Contoh-contoh Ringkasan K o g n it if t in g g i M en g a p li k a si k a

n Gunakanlah... Tunjukkanlah...

 Buatlah...

 Demonstrasikanlah...

 Carilah hubungan...

 Tulislah contoh...

 Siapkanlah...  Klasifikasikanlah... Diari/catatan harian Jurnal Picture Sequence Ilustrasi Simulasi Wawancara M en g a n a li si

s  Analisislah...

 Kemukakan bukti-bukti…

 Mengapa…

 Identifikasikan…

 Tunjukkanlah sebabnya…

 Berilah alasan-alasan…

Abstrak Diagram/grafik Hasil liputan Survei Database M en g ev a lu a si

 Berilah pendapat…

 Alternatif mana yang lebih baik…

 Setujukah anda…

 Kritiklah…

 Berilah alasan…

 Nilailah…  Bandingkan…  Bedakanlah… Resensi Daftar Cek M en ci p ta  Ramalkanlah…  Bentuk…  Ciptakanlah…  Susunlah…  Rancanglah...  Tulislah…

 Bagaimana kita dapat memecahkan…

 Apa yang terjadi seaindainya…

 Bagaimana kita dapat memperbaiki…

 Kembangkan… Iklan Film Lukisan Cerita sastra Lagu Permainan

Pertanyaan adalah (1) metode siap pakai untuk mengukur hasil belajar siswa, (2) metode untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa atau mengukur keefektifan proses pembelajaran, dan (3) metode untuk menentukan standar keamanan untuk melanjutkan ke kompetensi selanjutnya atau menentukan tindak lanjut pembelajaran. Bertanya tingkat dasar bertujuan untuk mendapat informasi umum dan dangkal tentang fakta, konsep, prinsip, dan prosedur tertentu.


(7)

Hughes dan Hughes (2012: 442-443) menyatakan bahwa bertanya menjadi bagian penting dalam teknik mengajar. Teknik dari zaman dahulu yang masih berguna yaitu mengajukan pertanyaan secara langsung kepada inti, misalnya siapakah tokoh cerita moral atau fabel tersebut?

Pertanyaan yang dilontarkan akan memberikan stimulus kepada siswa untuk berpikir ke arah yang diharapkan. Pertanyaan lanjut dikembangkan untuk mendapatkan data bahwa siswa telah menguasai kompetensi tertentu secara utuh. Pertanyaan lanjut digunakan untuk mengembangkan runtutan argumen sehingga pertanyaan yang digunakan adalah pertanyaan mampu memecah argumen-argumen berdasarkan hierarkhinya. Dengan demikian, pertanyaan dapat melayani beragam tujuan dalam pembelajaran.

D. Posisi Kurikulum

Bahasa yang sehari-hari selalu hadir dalam bentuk teks lisan maupun tulis (Anderson dan Anderson, 1997: 1), misalnya di kantor, pasar, media cetak, audio, maupun video (Santosa, 2013: 3). Arah pembelajaran pada kurikulum yang berlaku adalah literasi atau kemahirwacanaan khususnya pelajaran Bahasa Indonesia. Mohandas (2013: 1) menyatakan bahwa kemampuan berbahasa dituntut melalui pembelajaran dimulai dari peningkatan pengetahuan tentang struktur dan ciri kebahasaan suatu teks, kemudian dirangkai dengan pembimbingan keterampilan penyajian suatu teks lisan dan tulis baik terencana maupun spontan menuju pada pembentukan sikap kesantunan dan ketepatan berbahasa serta sikap penghargaan terhadap Bahasa Indonesia sebagai warisan budaya bangsa.

Pembelajaran teks mengarahkan siswa pada pencapaian jenjang tingkat berpikir tinggi. Peran guru menurut Widyastono (2013: 194) adalah mengembangkan aktivitas belajar akomodatif agar siswa menemukan, menerapkan ide-ide orisinil, dan membina kesadaran menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Hal itu penting seperti dijelaskan Hasri dan Harahap (2009: 1-2) bahwa teks yang bergenre argumentatif, eksploratif, naratif, deskriptif, atau persuasif menuntut tingkat perhatian yang berbeda. Agar tidak menyimpang, dibutuhkan pembelajaran yang disukmai upaya meningkatkan daya pikir kritis. Dengan demikian, seperti yang diutarakan Derewianka (2003: 143), pembelajaran berbasis teks bersifat praktis pada tataran reseptif dan produktif yang mengarah pada pengembangan bahasa.

Kemahiran teks bukan semata-mata tanggung jawab guru bahasa Indonesia meskipun bahasa Indonesia adalah jilid lengkap pembinaan kompetensi literasi berbahasa reseptif dan


(8)

65-66) yang menyatakan bahwa teks adalah proses sosial yang berorientasi pada tujuan sosial yang berada dalam situasi tertentu. Metode pembelajaran yang diimplementasikan harus secara kolaboratif lintas mata pelajaran adalah untuk menumbuhkan minat baca dan tulis yang berakar pada keterampilan bertanya sehingga budaya baca dan tulis hadir dalam kelas. Nurhadi (1989: vii) menyatakan bahwa membaca perlu dilatihkan dan dikembangkan terus menerus. Oleh karena itu, minat baca perlu ditumbuhkan dari pembelajaran di kelas yang menurut Jacobsen et. al. (2009: i) memerlukan komitmen profesional karena hal-hal yang menakjubkan atau mencengangkan dapat terjadi selama pembelajaran secara spontan dan tak terduga karena siswa sangat dinamis.

E. Simpulan

Simptom involusi literasi merupakan dampak pembelajaran yang belum mengarahkan pada upaya membangun kemampuan pembelajar untuk memahami dan menganalisis pesan, wacana, dan fungsi sosial teks secara kritis. Pembelajaran yang mengedepankan perspektif kritis dapat ditumbuhkan melalui skill questioning dalam kelas. Aktivitas belajar yang mampu menangkal involusi literasi dalam kelas perlu ditekankan agar siswa terbiasa menyerap informasi yang penting dan dibutuhkan di tengah kepungan informasi. Dengan penerapan skill questioning memberikan peluang meningkatkan kesadaran dini kepada para siswa tentang pengaruh informasi yang pesat. Guru berperan dalam melatih dan mengembangkan naluri kritis melalui metode yang tepat. Bagi sekolah yang budaya literasinya belum terbentuk atau mapan, skill

questioning menjadi monopoli guru sebagai pusat interaksi. Namun, melalui pembelajaran yang

berkelanjutan dan kolaboratif lintas mata pelajaran, siswa akan terlatih sehingga kelak


(9)

Daftar Pustaka

Anderson, Lorin W. & Krathwohl, David R. (2010). Kerangka Landasan untuk Pembelajaran,

Pengajaran, dan Asesmen: Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom (Terjemahan Agung Prihantoro). Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Anderson, Mark & Anderson, Katy. (1997). Text Type in English 1. Australia: MacMillan Education

Barringer, Mary-Dean, Pohlman, Craig, & Robinson, Michele. (2010). Schools for All Kinds of

Minds: Boosting Student Success by Embracing Learning Variation. San Fransisco:

Josey-Bass (An Imprint of Wiley)

Bloom’s Taxonomy Teacher Planning Kit. (2011). Diakses pada 10 September 2015 melalui

http://www.cantcol.ac.uk/files/8914/0247/1827/Blooms_-Taxonomy_Teacher_Planning_Kit.pdf

Buoncristiani, Martin & Buoncristiani, Patricia. (2012). Developing Mindful Students, Skillful

Thinkers, Thoughtful Schools. London: Sage Publication.

Derewianka, Beverly. (2003). Trends and Issues in Genre-Based Approaches, RELC Journal Vol. 34: 133. Diakses pada 10 September 2015 melalui http://rel.sagepub.com/content/3-4/2/133

Hasri, M. & Harahap, Eddy Pahar. (2009). Kajian Kritis. Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Bahasa

Hughes, A.G. & Hughes, E. H. (2012). Learning and Teaching: Pengantar Psikologi

Pembelajaran Modern (Terjemahan SPA Teamwork). Bandung: Nuansa

Jacobsen, David A., Eggen, Paul, & Kauchak, Donald. (2009). Methods for Teaching: Promoting

Student Learning in K-12 Classroom (Terjemahan Achmad Fawaid dan Khoirul Anam).

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kemdikbud. (2013). Hand Out 1.3: Pendekatan Scientific Pada Kurikulum 2013. Disampaikan dalam Diklat Kurikulum 2013 Kabupaten Sragen

Mohandas, Ramon. (2013). Bahasa Indonesia dalam Buku Ajar. Diakses pada 10 September 2015 melalui http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbaha-sa/sites/default/files/Kumpulan%20Makalah%20KBI%20X_subtema%201_0.pdf

Nurhadi. (1989). Bagaimana Meningkatkan Kemampuan Membaca: Suatu Teknik Memahami

Literatur yang Efisien. Bandung: Sinar Baru Algesindo

Prajarto, Nunung. (2015). Aktivasi Aktor dalam Pendidikan Literasi Media: Model Pendidikan

Berbasis Literasi Media. Makalah disampaikan dalam “Seminar Nasional Literasi Media

Untuk Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa” pada 21 September 2015 di Universitas Negeri Malang


(10)

Priyatni, Endah Tri. (2014). Desain Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013. Jakarta: Bumi Aksara

Santosa, Riyadi. (2013). Konsep Bahasa dan Implikasi Metodologi Pengajarannya dalam

Kurikulum 2013. Diakses pada 10 September 2015 melalui

http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/sites/default/fil-es/Kumpulan%20Makalah%20KBI%20X_subtema%201_0.pdf

Saryono, Djoko. (2015). Literasi sebagai Episentrum Kemajuan dan Kebudayaan dan

Peradapan. Makalah disampaikan dalam “Seminar Nasional Literasi Media Untuk

Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa” pada 21 September 2015 di Universitas Negeri Malang

Sudibyo, Agus. (2015). Literasi Media untuk Generasi Digital. Makalah disampaikan dalam “Seminar Nasional Literasi Media Untuk Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa” pada 21 September 2015 di Universitas Negeri Malang

Susanto, Heri, Sari, Henika Ratna, Noorhana, & Hanggoro, Wahyu Puji. (2015). Bertanya Dasar

dan Bertanya Lanjut. Makalah (Tidak Dipublikasikan)

Widyastono, Heri. (2014). Pengembangan Kurikulum di Era Otonomi Daerah. Jakarta: Bumi Aksara

Wulandari, Dian. (2012). Mengembangkan Perpustakaan Sejalan dengan Kebutuhan Net

Generation. Diakses 22 September 2015 melalui http://www.pnri.go.id/iFileDownload.aspx?ID=Attachment\MajalahOnline\DIAN_WUL ANDARI_Mengembangkan_Net_Generation.pdf

Biografi Penulis:

Heri Susanto, lahir di Ngawi pada 27 November 1984. Tahun 2007, menyelesaikan S1

Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah di FKIP UNS. Tahun 2008 (Mei), mengajar di SMP Islamiyah Widodaren Ngawi. Tahun 2009 (Maret) pindah ke SMP Negeri 2 Sambungmacan Sragen. Tahun 2014, mendapatkan beasiswa dari P2TK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk kuliah di Pascasarjana Universitas Negeri Malang (UM) dan saat ini sedang menyelesaikan tesis. Pada tahun yang sama, menjadi pembicara dan pemandu “Parenting” di PG & TK Sekolah Alam Ramadhani Kediri, Jawa Timur.


(1)

merujuk satu jawaban benar. Bukan berarti guru menyalahkan jawaban siswa, namun reasoning atas satu jawaban yang benar perlu dilakukan agar tidak menimbulkan chaos pada siswa yang dipajankan beragam jawaban yang menurut guru benar.

Bertanya tidak hanya merupakan keterampilan dasar mengajar, bertanya adalah keterampilan dalam membelajarkan. Pertanyaan yang baik tidak datang secara tiba-tiba dalam setiap interaksi kelas. Pertanyaan yang baik perlu dipikirkan, direncanakan, dan dilakukan berelaborasi dengan strategi tertentu. Para guru seringnya hanya bertanya tentang fakta dan re-informasi dan jarang yang bertanya untuk mengarahkan kepada derajat keterampilan berpikir lebih tinggi. Pada tataran cognitive pertama (C1), jawaban pertanyaan berkisar pada fakta literal, identifikasi fakta atau mengurutkan. Cognitive kedua (C2) merujuk pada hal-hal yang eksplisit dalam teks, dan seterusnya sampai tahap evaluasi dan mencipta yang menyentuh aspek afektif sehingga pertanyaan terjawab berbasis data. Akar dari skill questioning adalah siswa terlibat dalam pengumpulan data.

Bertanya dilakukan untuk mendapatkan informasi utama dan informasi tambahan dimulai pertanyaan faktual menuju pertanyaan yang hipotetif, evaluatif atau kreatif. Buoncristiani dan Buoncristiani (2012: 139) menyatakan bahwa pertanyaan guru yang baik dan benar menginspirasi siswa untuk memberikan jawaban yang baik dan benar pula. Pertanyaan-pertanyaan dalam kelas akan menggambarkan tingkatan kognitif dari yang lebih rendah hingga yang lebih tinggi. Karakter yang dikembangkan adalah produktivitas melalui tingkat berpikir ke arah yang lebih tinggi. Berikut disajikan contoh pertanyaan berdasarkan revisi taksonomi Bloom (Anderson dan Krathwohl, 2010: 99-102; 403, Kemdikbud, 2013: 15-16, dan Bloom’s


(2)

Kata-Kata Kunci Pertanyaan Karya siswa K o g n it if re n d ah M en g in g a

t Apa...Siapa...Kapan...Di mana... Sebutkan...  Jodohkan atau pasangkan...  Persamaan kata...

 Golongkan...  Berilah nama...

Label Daftar Catatan Jawaban soal M em a h a m i  Terangkahlah...  Bedakanlah...  Terjemahkanlah...  Simpulkan...  Bandingkan...  Ubahlah...

 Berikanlah interpretasi...

Koleksi Contoh-contoh Ringkasan K o g n it if t in g g i M en g a p li k a si k a

n Gunakanlah... Tunjukkanlah...  Buatlah...

 Demonstrasikanlah...  Carilah hubungan...  Tulislah contoh...  Siapkanlah...  Klasifikasikanlah... Diari/catatan harian Jurnal Picture Sequence Ilustrasi Simulasi Wawancara M en g a n a li si

s  Analisislah...

 Kemukakan bukti-bukti…  Mengapa…

 Identifikasikan…

 Tunjukkanlah sebabnya…  Berilah alasan-alasan…

Abstrak Diagram/grafik Hasil liputan Survei Database M en g ev a lu a si

 Berilah pendapat…

 Alternatif mana yang lebih baik…  Setujukah anda…

 Kritiklah…  Berilah alasan…  Nilailah…  Bandingkan…  Bedakanlah… Resensi Daftar Cek M en ci p ta  Ramalkanlah…  Bentuk…  Ciptakanlah…  Susunlah…  Rancanglah...  Tulislah…

 Bagaimana kita dapat memecahkan…  Apa yang terjadi seaindainya…  Bagaimana kita dapat memperbaiki…  Kembangkan… Iklan Film Lukisan Cerita sastra Lagu Permainan

Pertanyaan adalah (1) metode siap pakai untuk mengukur hasil belajar siswa, (2) metode untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa atau mengukur keefektifan proses pembelajaran, dan (3) metode untuk menentukan standar keamanan untuk melanjutkan ke kompetensi selanjutnya atau menentukan tindak lanjut pembelajaran. Bertanya tingkat dasar bertujuan untuk mendapat informasi umum dan dangkal tentang fakta, konsep, prinsip, dan prosedur tertentu.


(3)

Hughes dan Hughes (2012: 442-443) menyatakan bahwa bertanya menjadi bagian penting dalam teknik mengajar. Teknik dari zaman dahulu yang masih berguna yaitu mengajukan pertanyaan secara langsung kepada inti, misalnya siapakah tokoh cerita moral atau fabel tersebut?

Pertanyaan yang dilontarkan akan memberikan stimulus kepada siswa untuk berpikir ke arah yang diharapkan. Pertanyaan lanjut dikembangkan untuk mendapatkan data bahwa siswa telah menguasai kompetensi tertentu secara utuh. Pertanyaan lanjut digunakan untuk mengembangkan runtutan argumen sehingga pertanyaan yang digunakan adalah pertanyaan mampu memecah argumen-argumen berdasarkan hierarkhinya. Dengan demikian, pertanyaan dapat melayani beragam tujuan dalam pembelajaran.

D. Posisi Kurikulum

Bahasa yang sehari-hari selalu hadir dalam bentuk teks lisan maupun tulis (Anderson dan Anderson, 1997: 1), misalnya di kantor, pasar, media cetak, audio, maupun video (Santosa, 2013: 3). Arah pembelajaran pada kurikulum yang berlaku adalah literasi atau kemahirwacanaan khususnya pelajaran Bahasa Indonesia. Mohandas (2013: 1) menyatakan bahwa kemampuan berbahasa dituntut melalui pembelajaran dimulai dari peningkatan pengetahuan tentang struktur dan ciri kebahasaan suatu teks, kemudian dirangkai dengan pembimbingan keterampilan penyajian suatu teks lisan dan tulis baik terencana maupun spontan menuju pada pembentukan sikap kesantunan dan ketepatan berbahasa serta sikap penghargaan terhadap Bahasa Indonesia sebagai warisan budaya bangsa.

Pembelajaran teks mengarahkan siswa pada pencapaian jenjang tingkat berpikir tinggi. Peran guru menurut Widyastono (2013: 194) adalah mengembangkan aktivitas belajar akomodatif agar siswa menemukan, menerapkan ide-ide orisinil, dan membina kesadaran menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Hal itu penting seperti dijelaskan Hasri dan Harahap (2009: 1-2) bahwa teks yang bergenre argumentatif, eksploratif, naratif, deskriptif, atau persuasif menuntut tingkat perhatian yang berbeda. Agar tidak menyimpang, dibutuhkan pembelajaran yang disukmai upaya meningkatkan daya pikir kritis. Dengan demikian, seperti yang diutarakan Derewianka (2003: 143), pembelajaran berbasis teks bersifat praktis pada tataran reseptif dan produktif yang mengarah pada pengembangan bahasa.

Kemahiran teks bukan semata-mata tanggung jawab guru bahasa Indonesia meskipun bahasa Indonesia adalah jilid lengkap pembinaan kompetensi literasi berbahasa reseptif dan produktif. Teks tidak menjadi monopoli pelajaran bahasa Indonesia sebagaimana Priyatni (2014:


(4)

65-66) yang menyatakan bahwa teks adalah proses sosial yang berorientasi pada tujuan sosial yang berada dalam situasi tertentu. Metode pembelajaran yang diimplementasikan harus secara kolaboratif lintas mata pelajaran adalah untuk menumbuhkan minat baca dan tulis yang berakar pada keterampilan bertanya sehingga budaya baca dan tulis hadir dalam kelas. Nurhadi (1989: vii) menyatakan bahwa membaca perlu dilatihkan dan dikembangkan terus menerus. Oleh karena itu, minat baca perlu ditumbuhkan dari pembelajaran di kelas yang menurut Jacobsen et. al. (2009: i) memerlukan komitmen profesional karena hal-hal yang menakjubkan atau mencengangkan dapat terjadi selama pembelajaran secara spontan dan tak terduga karena siswa sangat dinamis.

E. Simpulan

Simptom involusi literasi merupakan dampak pembelajaran yang belum mengarahkan pada upaya membangun kemampuan pembelajar untuk memahami dan menganalisis pesan, wacana, dan fungsi sosial teks secara kritis. Pembelajaran yang mengedepankan perspektif kritis dapat ditumbuhkan melalui skill questioning dalam kelas. Aktivitas belajar yang mampu menangkal involusi literasi dalam kelas perlu ditekankan agar siswa terbiasa menyerap informasi yang penting dan dibutuhkan di tengah kepungan informasi. Dengan penerapan skill questioning memberikan peluang meningkatkan kesadaran dini kepada para siswa tentang pengaruh informasi yang pesat. Guru berperan dalam melatih dan mengembangkan naluri kritis melalui metode yang tepat. Bagi sekolah yang budaya literasinya belum terbentuk atau mapan, skill

questioning menjadi monopoli guru sebagai pusat interaksi. Namun, melalui pembelajaran yang

berkelanjutan dan kolaboratif lintas mata pelajaran, siswa akan terlatih sehingga kelak


(5)

Daftar Pustaka

Anderson, Lorin W. & Krathwohl, David R. (2010). Kerangka Landasan untuk Pembelajaran,

Pengajaran, dan Asesmen: Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom (Terjemahan Agung Prihantoro). Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Anderson, Mark & Anderson, Katy. (1997). Text Type in English 1. Australia: MacMillan Education

Barringer, Mary-Dean, Pohlman, Craig, & Robinson, Michele. (2010). Schools for All Kinds of

Minds: Boosting Student Success by Embracing Learning Variation. San Fransisco:

Josey-Bass (An Imprint of Wiley)

Bloom’s Taxonomy Teacher Planning Kit. (2011). Diakses pada 10 September 2015 melalui

http://www.cantcol.ac.uk/files/8914/0247/1827/Blooms_-Taxonomy_Teacher_Planning_Kit.pdf

Buoncristiani, Martin & Buoncristiani, Patricia. (2012). Developing Mindful Students, Skillful

Thinkers, Thoughtful Schools. London: Sage Publication.

Derewianka, Beverly. (2003). Trends and Issues in Genre-Based Approaches, RELC Journal Vol. 34: 133. Diakses pada 10 September 2015 melalui http://rel.sagepub.com/content/3-4/2/133

Hasri, M. & Harahap, Eddy Pahar. (2009). Kajian Kritis. Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Bahasa

Hughes, A.G. & Hughes, E. H. (2012). Learning and Teaching: Pengantar Psikologi

Pembelajaran Modern (Terjemahan SPA Teamwork). Bandung: Nuansa

Jacobsen, David A., Eggen, Paul, & Kauchak, Donald. (2009). Methods for Teaching: Promoting

Student Learning in K-12 Classroom (Terjemahan Achmad Fawaid dan Khoirul Anam).

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kemdikbud. (2013). Hand Out 1.3: Pendekatan Scientific Pada Kurikulum 2013. Disampaikan dalam Diklat Kurikulum 2013 Kabupaten Sragen

Mohandas, Ramon. (2013). Bahasa Indonesia dalam Buku Ajar. Diakses pada 10 September

2015 melalui

http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbaha-sa/sites/default/files/Kumpulan%20Makalah%20KBI%20X_subtema%201_0.pdf

Nurhadi. (1989). Bagaimana Meningkatkan Kemampuan Membaca: Suatu Teknik Memahami

Literatur yang Efisien. Bandung: Sinar Baru Algesindo

Prajarto, Nunung. (2015). Aktivasi Aktor dalam Pendidikan Literasi Media: Model Pendidikan

Berbasis Literasi Media. Makalah disampaikan dalam “Seminar Nasional Literasi Media

Untuk Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa” pada 21 September 2015 di Universitas Negeri Malang


(6)

Priyatni, Endah Tri. (2014). Desain Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013. Jakarta: Bumi Aksara

Santosa, Riyadi. (2013). Konsep Bahasa dan Implikasi Metodologi Pengajarannya dalam

Kurikulum 2013. Diakses pada 10 September 2015 melalui

http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/sites/default/fil-es/Kumpulan%20Makalah%20KBI%20X_subtema%201_0.pdf

Saryono, Djoko. (2015). Literasi sebagai Episentrum Kemajuan dan Kebudayaan dan

Peradapan. Makalah disampaikan dalam “Seminar Nasional Literasi Media Untuk

Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa” pada 21 September 2015 di Universitas Negeri Malang

Sudibyo, Agus. (2015). Literasi Media untuk Generasi Digital. Makalah disampaikan dalam “Seminar Nasional Literasi Media Untuk Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa” pada 21 September 2015 di Universitas Negeri Malang

Susanto, Heri, Sari, Henika Ratna, Noorhana, & Hanggoro, Wahyu Puji. (2015). Bertanya Dasar

dan Bertanya Lanjut. Makalah (Tidak Dipublikasikan)

Widyastono, Heri. (2014). Pengembangan Kurikulum di Era Otonomi Daerah. Jakarta: Bumi Aksara

Wulandari, Dian. (2012). Mengembangkan Perpustakaan Sejalan dengan Kebutuhan Net

Generation. Diakses 22 September 2015 melalui

http://www.pnri.go.id/iFileDownload.aspx?ID=Attachment\MajalahOnline\DIAN_WUL ANDARI_Mengembangkan_Net_Generation.pdf

Biografi Penulis:

Heri Susanto, lahir di Ngawi pada 27 November 1984. Tahun 2007, menyelesaikan S1

Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah di FKIP UNS. Tahun 2008 (Mei), mengajar di SMP Islamiyah Widodaren Ngawi. Tahun 2009 (Maret) pindah ke SMP Negeri 2 Sambungmacan Sragen. Tahun 2014, mendapatkan beasiswa dari P2TK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk kuliah di Pascasarjana Universitas Negeri Malang (UM) dan saat ini sedang menyelesaikan tesis. Pada tahun yang sama, menjadi pembicara dan pemandu “Parenting” di PG & TK Sekolah Alam Ramadhani Kediri, Jawa Timur.