PENGARUH PENGGUNAAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DENGAN TEKNIK SQ3R TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIK SISWA SMA.

(1)

DAFTAR ISI

Hal HALAMAN JUDUL

LEMBAR PERSETUJUAN

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR DIAGRAM ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Definisi Operasional... 10

F. Hipotesis Penelitian ... 11

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

A. Pengertian Belajar Matematika ... 12

B. Pembelajaran Matematika di Sekolah ... 14

C. Penggunaan Teknik SQ3R dalam Pembelajaran Matematika ... 16


(2)

D. Model Pembelajaran Kontekstual ... 24

E. Teori Belajar yang Mendukung Pembeajaran Kontekstual dengan Teknik SQ3R ... 28

F. Pemahaman Matematis ... 31

G. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 36

H. Sikap Siswa Terhadap Matematika ... 47

I. Penelitian yang Relevan ... 49

BAB III. METODE PENELITIAN ... 51

A. Jenis Penelitian ... 51

B. Desain Penelitian ... 51

C. Variabel Penelitian ... 52

D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 53

E. Instrumen Penelitian... 53

F. Uji Coba Instrumen ... 58

G. Prosedur Penelitian... 70

H. Analisis Data ... 73

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 81

A. Hasil Analisis Data ... 81

1.Data Pretes ... 81

2.Data Postes dan Gain Ternormalisasi ... 86

3.Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelompok Atas, sedang, dan rendah ... 86


(3)

4.Korelasi antara Pemahaman dengan Berpikir Kritis ... 101

5.Deskripsi dan Analisis Skala Sikap ... 103

B. Pembahasan ... 94

4.2.1Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Berpikir Kritis Matematis Siswa ... 113

4.2.2Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Matematika 116 4.2.3Aktivitas Siswa selama Pembelajaran Kontekstual 116 dengan Teknik SQ3R ... BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 118

A.Kesimpulan ... 118

B.Saran ... 120

DAFTAR PUSTAKA ... 121

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 127 RIWAYAT HIDUP


(4)

DAFTAR TABEL

2.1 Indikator Kemampuan Berpikir Kritis ... 40

3.1 Pedoman Penskoran Tes Pemahaman Matematis ... 54

3.2 Pedoman Penskoran Kemampuan Berpikir Kritis Matematis .. 55

3.4 Hasil Uji Validitas Butir Soal Tes Pemahaman ... 59

3.5 Koefisien Reliabilitas ... 60

3.6 Klasifikasi Daya Pembeda ... 62

3.7 Hasil Analisis Daya Pembeda Soal Tes ... 62

3.8 Kriteria Indeks Kesukaran ... 63

3.9 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Soal Tes ... 63

3.10 Rangkuman Hasil Ujicoba Tes Pemahaman ... 64

3.11 Koefisien Korelasi ... 65

3.12 Hasil Uji Validitas Butir Soal Tes Berpikir Kritis ... 66

3.13 Koefisien Reliabilitas ... 66

3.14 Klasifikasi Daya Pembeda ... 68

3.15 Hasil Analisis Daya Pembeda Soal Tes ... 68

3.16 Kriteria Indeks Kesukaran ... 69

3.17 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Soal Tes ... 69

3.18 Rangkuman Hasil Ujicoba Tes Berpikir Kritis ... 70

3.19 Kriteria Indeks Gain ... 72

4.1 Deskripsi Skor Pretes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol .... 82


(5)

4.3 Uji Coba Homogenitas Pretes ... 84

4.4 Uji Perbedaan Rata-rata Pretes ... 85

4.5 Skor Terendah, Skor Tertinggi, Rata-rata dan Deviasi Standar Tes Pemahaman Matematis ... 86

4.6 Uji Normalitas Postes Tes Pemahaman Matematis ... 88

4.7 Uji Homogenitas Postes Tes Pemahaman Matematis ... 88

4.8 Gain Ternormalisasi Tes Pemahaman Matematis ... 89

4.9 Uji Normalitas Gain Ternormalisasi Tes Pemahaman Matematis 80 4.10 Hasil Uji Homogenitas Gain Ternormalisasi Tes Pemahaman Matematis ... 91

4.11 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Gain Ternormalisasi Tes Pemahaman Matematis ... 91

4..12 Skor Terendah, Skor Tertinggi, Rata-rata dan Deviasi Standar Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 92

4.13 Uji Normalitas Postes Tes Berpikir Kritis Matematis ... 94

4.14 Uji Homogenitas Postes Tes Berpikir Kritis Matematis ... 94

4.15 Gain Ternormalisasi Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis 95 4.16 Uji Normalitas Gain Ternormalisasi Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 96

4.17 Hasil Uji Homogenitas Gain Ternormalisasi Tes berpikir Kritis Matematis ... 97

4.18 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Gain Ternormalisasi Tes Berpikir Kritis Matematis ... 98


(6)

4.19 Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa

Kelompok Atas, Sedang, dan Rendah ... 99

4.20 Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa Kelompok Atas, Sedang, dan Rendah ... 100

4.21 Koefisien Reliabilitas ... 101

4.22 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Korelasi ... 101

4.22 Rekapitulasi Minat Siswa terhadap Pelajaran Matematika ... 103

4.23 Rekapitulasi Motivasi Siswa terhadap Pembelajaran Matematika 104 4.24 Rekapitulasi Peran Guru dalam Pembelajaran Matematika ... 105

4.25 Rekapitulasi Sikap Siswa terhadap Manfaat Matematika ... 106

4.26 Rekapitulasi Kesukaan Siswa terhadap Model Pembelajaran Kontekstual dengan Teknik SQ3R ... 107

4.27 Rekapitulasi Manfaat Mengikuti Model Pembelajaran Kontekstual dengan Teknik SQ3R ... 108

4.28 Rekapitulasi Kesukaan Siswa Terhadap Soal-soal yang diberikan ... 109

4.29 Rekapitulasi Kesukaan Siswa Terhadap Manfaat Soal-soal yang diberikan ... 109


(7)

DAFTAR DIAGRAM

3.1 Prosedur Penelitian... 72

4.1 Diagram Batang Skor Pretes Kemampuan Berpikir Kritis ... 83

4.2 Diagram Batang Skor Pemahaman ... 83

4.3 Diagram Batang Skor Postes Pemahaman Matematis ... 89

4.4 Diagram Batang Rata-rata Skor Gain Pemahaman Matematis ... 91

4.5 Diagram Batang Skor Postes Berpikir Kritis Matematis ... 94


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Perangkat Pembelajaran... 126 Lampiran B Kisi-kisi Soal Pemahaman dan

Berpikir Kritis Matematik ... 253 Lampiran C Skala Sikap dan Lembar Observasi ... 259 Lampiran D Data Hasil Penelitian dan Analisisnya ... 263


(9)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi pembangunan pendidikan nasional kini telah tertuang dalam undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. Undang-undang ini sarat dengan tuntutan yang cukup mendasar, karena harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Salah satu upaya yang harus segera dilakukan untuk memenuhi tuntutan tersebut adalah pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern dalam pendidikan di Indonesia, mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu dan mengembangkan daya pikir manusia. Matematika dapat mengembangkan cara berpikir logis, sistematis dan cermat. Hal ini karena sifat matematika yang hierarkis, dinamis, deduktif, dan generatif.

Sebagai mata pelajaran yang dianggap penting, maka pembelajaran matematika harus memiliki tujuan yang akan dicapai. Suherman (2001: 57) mengungkapkan tujuan khusus pembelajaran matematika tingkat Sekolah Menengah Umum (SMU) adalah :


(10)

1. Siswa memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi;

2. Siswa memiliki keterampilan matematika sebagai peningkatan matematika Pendidikan Dasar untuk dapat digunakan dalam kehidupan yang lebih luas (di dunia kerja) maupun dalam kehidupan sehari-hari;

3. Siswa memiliki pandangan yang lebih luas serta memiliki sikap menghargai kegunaan matematika, sikap kritis, logis, objektif, terbuka, kreatif, serta inovatif;

4. Siswa memiliki kemampuan yang dapat dialihgunakan (transferable) melalui kegiatan matematika di SMU.

Tujuan-tujuan khusus tersebut di sekolah merupakan realisasi dan fungsi matematika baik sebagai alat, sebagai pola pikir, maupun sebagai ilmu.

Salah satu inovasi dalam pendidikan matematika adalah yang berkaitan dengan pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika hendaknya lebih mengutamakan pada pengembangan daya matematika siswa yang meliputi kemampuan menemukan kembali (reinvention), menyusun konjektur dan menalar secara logic (mathematical reasoning), menyelesaikan soal yang tidak rutin dan menyelesaikan masalah (mathematical problem solving), berkomunikasi secara matematik (mathematical communication), dan mengaitkan ide matematis dengan kegiatan intelektual lainnya (mathematical connection) (Wardani , 2005:1).

Sebuah langkah tersulit yang harus dicapai para siswa dalam mempelajari dan menyelesaikan masalah atau soal-soal dalam matematika adalah memperoleh suatu keadaan yang disebut dengan “kematangan bermatematika” (Wahyudin, 2007:1). Keberhasilan pengajaran matematika tidak hanya tergantung pada materi-materi pelajaran matematika, tetapi sangat tergantung pada keahlian guru dalam menyampaikan materi tersebut. Sehingga seorang guru harus memiliki kompetensi akademik dan menguasai materi-materi yang akan diajarkan. Untuk


(11)

menguasai konsep-konsep dasar matematika, baik guru ataupun siswa harus banyak berlatih menyelesaikan soal-soal mulai dari yang sederhana hingga yang sukar, termasuk soal-soal yang menyangkut pemahaman dan kemampuan berpikir kritis matematis.

Tim survey Indonesia Mathematics and Science Teacher Education Project-Japan International Cooperation Agency IMSTEP-JICA (1999) di kota Bandung melaporkan bahwa salah satu penyebab rendahnya kualitas pemahaman matematis siswa SMA adalah karena dalam proses pembelajaran matematika guru umumnya terlalu berkonsentrasi pada latihan menyelesaikan soal yang lebih bersifat prosedural dan mekanistis daripada berkonsentrasi pada pengembangan pemahaman matematis siswa. Pada pelaksanaan proses belajar mengajar saat ini, para guru lebih terfokus pada pengetahuan prosedur (algoritmis) dan penyelesaian masalah rutin (Wahyudin, 1999; Dahlan dan Rahman, 2002).

Tim survey IMSTEP-JICA (1999) di kota Bandung berikutnya, antara lain menemukan sejumlah kegiatan yang dianggap sulit oleh siswa untuk mempelajarinya dan oleh guru untuk mengajarkannya antara lain pembuktian, pemecahan masalah yang memerlukan penalaran matematis, menemukan generalisasi atau konjektur, dan menemukan hubungan antara data-data atau fakta yang diberikan. Kegiatan-kegiatan yang dianggap sulit tersebut, kalau kita perhatikan merupakan kegiatan yang menuntut kemampuan berpikir kritis dari siswa dan guru. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil survey tersebut menemukan bahwa siswa mengalami kesulitan jika dihadapkan kepada persoalan yang memerlukan kemampuan berpikir kritis.


(12)

Mengembangkan kemampuan berpikir kritis di kalangan masyarakat Indonesia merupakan hal yang sangat penting dalam era persaingan global, karena tingkat kompleksitas permasalahan dalam segala aspek kehidupan modern ini semakin tinggi. Hassoubah (2004:13) menyatakan bahwa dengan berpikir kritis dan kreatif masyarakat dapat mengembangkan diri mereka dalam membuat keputusan, penilaian, serta menyelesaikan masalah.

Kemampuan berpikir kritis dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran matematika karena tujuan pembelajaran matematika di sekolah menurut Depdiknas (2006) adalah: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Dengan demikian, kemampuan berpikir kritis sangatlah penting untuk dikembangkan pada pembelajaran matematika secara formal baik itu di tingkat pendidikan dasar, pendidikan menengah, ataupun perguruan tinggi. Menurut


(13)

Anderson (2003) bila berpikir kritis dikembangkan, seseorang akan cenderung untuk mencari kebenaran, berpikir divergen (terbuka dan toleran terhadap ide-ide baru), dapat menganalisis masalah dengan baik, berpikir secara sistematis, penuh rasa ingin tahu, dewasa dalam berpikir, dan dapat berpikir kritis secara mandiri.

Berkembangnya aktivitas berpikir kritis siswa di dalam pembelajaran harus ditunjang iklim yang baik (right climate) dan dorongan yang penuh dari berbagai komponen terhadap kemampuan berpikir kritis siswa (LTSIN, 2004). Komponen-komponen tersebut bisa berupa lingkungan, kualitas guru, kebijakan, fasilitas, peralatan, serta alat bantu belajar dan mengajar.

Untuk mendesain suatu pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis perlu diperhatikan karateristik matematika yang salah satunya ialah matematika sebagai bahasa simbol yang mempunyai sejumlah aturan dan istilah yang berbeda dengan bahasa lainnya. Simbol dalam matematika bukan hanya sekedar simbol tetapi menyatakan suatu ide abstrak yang berkaitan dengan operasi, hubungan dan fungsi. Karakteristik lainnya yaitu bahwa matematika sebagai bahasa simbol yang mempunyai sejumlah aturan dan istilah yang berbeda dengan bahasa lainnya. Karakteristik berikutnya adalah bahwa matematika merupakan ilmu yang terstruktur dan sistematis (Sumarmo, 2003). Dengan memperhatikan karakteristik tersebut, pembelajaran keterampilan membaca matematika nampaknya mempunyai peranan penting dalam meningkatkan kemampuan pemahaman dan berpikir kritis siswa.


(14)

Sumarmo (2003) menyatakan bahwa keterampilan membaca merupakan proses yang aktif, dinamik dan generatif. Kualitas membaca berkaitan dengan simbol, gambar atau pola matematika, pemahaman terhadap konsep matematika dan keterkaitannya pemahaman terhadap sifat berpikir kritis matematis yang induktif dan deduktif serta pemahaman terhadap keteraturan susunan unsur-unsurnya; pengembangan keterampilan membaca matematika berkaitan erat dengan pengembangan kemampuan berpikir matematis atau kemampuan melaksanakan proses dan tugas matematik.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengembangan keterampilan membaca berkaitan erat dengan pengembangan kemampuan berpikir matematis, atau kemampuan melaksanakan proses dan tugas matematik. Selain itu, lemahnya kemampuan membaca merupakan salah satu penyebab kesulitan dalam belajar matematika. Dengan melihat dua hal tersebut maka diperlukan suatu cara atau strategi membaca yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, agar kesulitan belajar matematika dapat di atasi.

Salah satu strategi membaca yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika ialah strategi Survey, Question, Read, Recite, Review (SQ3R). Menurut Tampubolon (1987:172) teknik membaca ini umumnya dipakai untuk membaca buku ajar. Tetapi dapat juga dipergunakan dalam membaca artikel untuk kepentingan studi. Pendapat lain dikemukakan oleh Soedarso (1989:59) yang menyatakan bahwa menurut para ahli psikologi teknik SQ3R merupakan cara efisien dalam membantu siswa memahami suatu konsep atau tulisan yang sedang dibaca. Hal ini disebabkan dalam teknik SQ3R terkandung penguasaan


(15)

pembendaharaan kata. Pengorganisasian bahan ajar, dan pengaitan fakta yang satu dengan yang lainnya. Pembelajaran kontekstual dengan teknik SQ3R dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan berpikir kritis matematis siswa. Dugaan tersebut dikarenakan komponen dan tahap-tahap SQ3R relevan dengan indikator- indikator pemahaman dan kemampuan berpikir kritis sehingga akan memacu siswa untuk paham dan berpikir kritis.

Berdasarkan uraian di atas, diduga pembelajaran dengan teknik SQ3R dapat dijadikan salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan berpikir kritis matematis siswa. Oleh sebab itu dilakukan penelitian dengan judul : ”Pengaruh Penggunaan Pembelajaran Kontekstual dengan Teknik SQ3R terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Berpikir Kritis Matematis Siswa”.

B.Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini masalah dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kontekstual dengan teknik SQ3R lebih baik dari pada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

2. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kontekstual dengan teknik SQ3R lebih baik dari pada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

3. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa kelompok atas, sedang dan bawah yang memperoleh pembelajaran kontekstual dengan teknik SQ3R?


(16)

4. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelompok atas, sedang dan bawah yang memperoleh pembelajaran kontekstual dengan teknik SQ3R?

5. Apakah ada hubungan antara pemahaman matematis dan berpikir kritis matematis siswa?

6. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran kontekstual dengan teknik SQ3R?

7. Bagaimana aktivitas siswa selama proses pembelajaran kontekstual dengan teknik SQ3R?

C.Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kontekstual dengan teknik SQ3R dan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

2. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang memperoleh pembelajaran kontekstual dengan teknik SQ3R dan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

3. Untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa kelompok atas, sedang dan bawah yang memperoleh pembelajaran kontekstual dengan teknik SQ3R.


(17)

4. Untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelompok atas, sedang dan bawah yang memperoleh pembelajaran kontekstual dengan teknik SQ3R.

5. Mengetahui hubungan/kaitan/korelasi antara pemahaman matematis dengan kemampuan berpikir kritis siswa yang mengikuti pembelajaran kontekstual dengan teknik SQ3R dan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. 6. Untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran kontekstual dengan

teknik SQ3R.

7. Untuk mengetahui aktivitas siswa selama proses pembelajaran kontekstual dengan teknik SQ3R.

D.Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Penelitian ini memberikan alternatif pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika melalui pembelajaran kontekstual dengan teknik SQ3R dalam upaya meningkatkan kemampuan pemahaman dan berpikir kritis siswa.

2. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan ide baru untuk penelitian lebih lanjut, sehingga hasil-hasil penelitian semakin berkembang dan dapat menjawab kebutuhan di lapangan.


(18)

E.Definisi Operasional

Agar tidak terjadi perbedaan pendapat mengenai hal-hal yang dimaksudkan dalam penelitian ini, maka penulis memberikan definisi operasional sebagai berikut: 1. SQ3R merupakan kependekan dari Survey, Question, Read, Recite, dan

Review. Pada tahap survey siswa ditugaskan membaca tugas teks matematika dan menentukan konsep-konsep yang penting. Pada tahap question siswa ditugaskan untuk membuat pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan konsep yang ditemukan pada tahap survey. Pada tahap read dan recite siswa ditugaskan kembali kemudian menjawab pertanyaan yang telah disusunnya. Pada tahap review siswa ditugaskan untuk memeriksa kembali jawaban yang dibuatnya, kemudian membuat ringkasan dari konsep terpenting (konsep utama) yang ada dalam bacaan.

2. Pembelajaran Kontekstual adalah pembelajaran yang mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Terdapat tujuh komponen utama dalam pembelajaran kontekstual yang harus diperhatikan, yaitu konstruktivisme (contructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan asesmen otentik (AuthenticAssesment).

3. Pemahaman matematis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemahaman instrumental dan pemahaman relasional. Pemahaman instrumental diartikan sebagai pemahaman konsep yang saling terpisah dan hanya hafal rumus dalam perhitungan sederhana, sedangkan pemahaman relasional adalah pemahaman


(19)

dimana siswa memahami konsep, hukum, rumus, dan dalil serta operasi hitung dan aljabar untuk mengaitkan sesuatu dengan hal lainnya secara benar serta menyadari proses yang dilakukan.

4. Kemampuan berpikir kritis matematis yang dimaksud meliputi: mengidentifikasi konsep, menggeneralisasi, dan membuat deduksi.

E.Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kontekstual dengan teknik SQ3R lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

2. Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang memperoleh pembelajaran kontekstual dengan teknik SQ3R lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

3. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa kelompok atas, sedang dan bawah yang memperoleh pembelajaran kontekstual dengan teknik SQ3R.

4. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelompok atas, sedang dan bawah yang memperoleh pembelajaran kontekstual dengan teknik SQ3R.

5. Terdapat korelasi positif antara pemahaman matematis dan kemampuan berpikir kritis siswa melalui pembelajaran kontekstual dengan teknik SQ3R.


(20)

51

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Pada prinsipnya ada dua jenis penelitian, yaitu penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. Menurut Malau (1996: 45) penelitian kuantitatif mengacu pada anggapan bahwa suatu gejala sosial dapat diukur dan diubah dalam bentuk angka, sehingga dapat dilakukan perhitungan statistik untuk menganalisis data baik untuk keperluan deskriptif maupun untuk uji hipotesis, dan membuat kesimpulan, sedangkan menurut Bogman dan Taylor (Moleong, 2000: 3) penelitian kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati, menurut mereka kita tidak boleh mengisolasi individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandang sebagai bagian keutuhan.

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, bertujuan untuk menelaah kemampuan pemahaman dan berpikir kritis matematis setelah mendapatkan pembelajaran Kontekstual dengan Teknik SQ3R.

B. Desain Penelitian

Dalam menjawab pertanyaan dalam penelitian ini, yaitu untuk melihat sejauh mana pengaruh pembelajaran Kontekstual dengan Teknik SQ3R terhadap peningkatan pemahaman matematis dan kemampuan berpikir kritis matematis


(21)

siswa SMA, maka penelitian ini didesain dalam studi eksperimen dengan desain berbentuk randomized pre test-post test control group design.

Dalam penelitian ini diambil sampel dua kelas yang homogen dengan pembelajaran berbeda. Kelompok pertama, diberikan pembelajaran Kontekstual dengan Teknik SQ3R (X), sedangkan kelompok kedua dengan pembelajaran konvensional. Dengan demikian, desain eksperimen dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

R O X O

R O - O

Keterangan:

R = Pemilihan kelas secara acak O= Tes awal (pre test)

O= Tes akhir (post test)

X= Pembelajaran Kontekstual dengan Teknik SQ3R

C. Variabel Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua variabel yang terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat.

Variabel bebas : Pembelajaran Kontekstual dengan Teknik SQ3R. Pembelajaran Kontekstual dengan Teknik SQ3R ini diterapkan kepada siswa pada kelas eksperimen, yang dipilih secara acak dari beberapa kelas yang tersedia.


(22)

Variabel terikat 1: Kemampuan pemahaman matematis siswa. Variabel ini meliputi kemampuan siswa dalam matematika meliputi menghitung, merumuskan, membuat simbol dan mengubah suatu bentuk ke bentuk lain.

Variabel terikat 2: Kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Variabel ini meliputi kemampuan siswa mengidentifikasi konsep, menggeneralisasi, dan membuat deduksi.

D. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Muhammadiyah Tasikmalaya, sedangkan sampel diambil secara acak menurut kelas dari seluruh kelas X SMA Muhammadiyah Tasikmalaya dengan mengambil dua kelas untuk dijadikan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sampel dipilih siswa kelas X berdasar pertimbangan, bahwa mereka dianggap sudah bisa beradaptasi dengan pembelajaran baru yang berbeda dengan pembelajaran konvensional dan tidak mengganggu program sekolah dalam mempersiapkan ujian akhir.

E. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini digunakan dua macam instrumen, yaitu tes dan non-tes. Instrumen jenis tes melibatkan seperangkat tes pemahaman matematis (soal berbentuk tes pilihan ganda beralasan), tes berpikir kritis (soal berbentuk tes uraian), sedangkan instrumen dalam bentuk non-tes melibatkan skala sikap siswa, dan lembar observasi untuk mengukur tingkat


(23)

aktivitas siswa selama proses pembelajaran Kontekstual dengan Teknik SQ3R. Masing-masing jenis tes di atas, penulis uraikan sebagai berikut:

1. TesPemahaman Matematis

Soal tes pemahaman matematis di dalam penelitian ini adalah tes pilihan ganda beralasan yang terdiri dari 10 soal yang diberikan pada awal dan akhir penelitian bagi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dimana tiap soal memuat lima pilihan jawab, dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan pemahaman matematis siswa secara menyeluruh terhadap materi yang telah disampaikan, serta siswa dapat memberikan penjelasan atau alasan dalam memilih jawaban yang tepat.

Kriteria pemberian skor untuk setiap butir soal pemahaman matematis yaitu skor 0 – 2, seperti tertera pada Tabel 3.1 berikut ini:

Tabel 3.1

Pemberian Skor Tes Pemahaman Matematis

Pilihan Jawaban Penjelasan Singkat Skor

Benar Benar 2

Benar Salah 1

Salah Salah 0

2. TesKemampuan Berpikir Kritis Matematis

Tes kemampuan berpikir kritis pada penelitian ini terdiri dari 6 soal berbentuk uraian. Dipilih tes berbentuk uraian tersebut, karena dengan tes berbentuk uraian dapat diketahui proses pengerjaan siswa dalam menyelesaikan soal matematika, dengan demikian diharapkan dapat dengan tepat diidentifikasi


(24)

tingkat kemampuan siswa berdasarkan jenjang kognitif yang dicapai siswa. Selain itu juga didasarkan saran dari Setiawan (1995: 188) yang menyarankan agar peneliti menyusun tes dalam bentuk uraian.

Kriteria pemberian skor tiap butir soal dalam tes ini menurut pedoman penskoran soal-soal, di mana setiap butir soal mempunyai bobot nilai maksimal 4 (empat) dan minimal 0 (nol). Adapun kriteria penskoran mengacu pada tehnik penskoran Hancock (1995) seperti dijelaskan pada Tabel 3.2 di bawah ini:

Tabel 3.2

Penskoran Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

Keterangan jawaban Nilai

1. Jawaban lengkap dan benar untuk pertanyaan yang diberikan

2. Illustrasi ketrampilan pemecahan masalah, penalaran, dan komunikasinya sempurna (excellent)

3. Jika jawaban terbuka, jawaban semuanya benar

4. Pekerjaannya ditunjukkan dan atau dijelaskan clearly

5. Memuat sedikit kesalahan

4

6. Jawaban benar untuk masalah yang diberikan

7. Illustrasi ketrampilan pemecahan masalah, penalaran dan komunikasi baik (good)

8. Jika jawaban terbuka, banyak jawaban yang benar

9. Pekerjaannya ditunjukkan dan atau dijelaskan

10. Memuat beberapa kesalahan dalam penalaran matematika

3

11. Beberapa jawaban dari pertanyaan tidak lengkap

12. Illustrasi ketrampilan pemecahan masalah, penalaran dan


(25)

komunikasinya cukup (fair)

13. Kekurangan dalam berpikir tingkat tinggi terlihat jelas

14. Penyimpulan terlihat tidak akurat 15. Muncul beberapa keterbatasan

dalam pemahaman konsep matematika

16. Banyak kesalahan dari penalaran matematika yang muncul

2

17. Muncul masalah dalam meniru ide matematika tetapi tidak dikembangkan

18. Ketrampilan pemecahan masalah, penalaran dan atau komunikasi kurang (poor)

19. Banyak kesalahan perhitungan yang muncul

20. Terdapat sedikit pemahaman matematisa yang diilustrasikan 21. Siswa jarang mencoba beberapa

hal

1

22. Keseluruhan jawaban tidak ada atau tidak Nampak

23. Tidak muncul ketrampilan pemecahan masalah, penalaran atau komunikasi

24. Sama sekali pemahaman matematisanya tidak muncul 25. Terlihat jelas bluffing

(mencoba-coba, menebak)

26. Tidak menjawab semua kemungkinan yang diberikan

0

3. Skala Sikap Siswa

Penggunaan skala sikap bertujuan untuk mengetahui pendapat siswa pada kelas eksperimen setelah memperoleh pembelajaran Kontekstual dengan Teknik SQ3R. Model skala sikap yang digunakan adalah model skala sikap Likert. Sikap siswa yang dilihat meliputi sikap terhadap pelajaran matematika, sikap terhadap


(26)

pembelajaran Kontekstual dengan Teknik SQ3R, dan sikap terhadap soal-soal yang mengukur pemahaman matematis dan kemampuan berpikir kritis matematis. Secara lengkap kisi-kisi angket sikap siswa dan perangkat angket sikap siswa dapat dilihat pada lampiran.

Skala sikap diberikan kepada siswa kelompok eksperimen setelah mereka melaksanakan tes akhir (postes). Skala sikap siswa dalam penelitian ini terdiri dari 25 pertanyaan dengan 4 (empat) pilihan jawab, yaitu SS (sangat setuju), S (setuju), TS (tidak setuju) dan STS (sangat tidak setuju). Untuk melihat kecenderungan sikap siswa, apakah bersikap positif atau tidak, diberikan penskoran dimana untuk pernyataan positif SS memiliki nilai 4, S memiliki nilai 3, TS memiliki nilai 2 dan STS memiliki nilai 1. Sedangkan untuk pernyataan negatif pemberian skor sebaliknya. Sistem penskoran skala sikap siswa secara lengkap dapat dilihat pada tabel F.1 dalam lampiran F. Sebelum dilakukan penyebaran skala sikap kepada siswa, agar perangkat skala sikap ini memenuhi pensyaratan yang baik, maka terlebih dahulu meminta pertimbangan dosen pembimbing untuk memvalidasi isi setiap itemnya.

4. Lembar Pengamatan/Observasi

Lembar pengamatan/observasi digunakan oleh pengamat untuk menjaring informasi secara langsung mengetahui aktivitas siswa selama proses pembelajaran Kontekstual dengan Teknik SQ3R. Pengamatan ini berlangsung sejak dimulainya pembelajaran sampai pembelajaran berakhir. Bertindak sebagai pengamat yaitu seorang guru matematika pada kelas yang bersangkutan dan


(27)

dibantu oleh seorang guru matematika dari kelas lain yang sedang tidak melaksanakan tugas.

F. Uji Coba Instrumen

1. Analisis Data Hasil Uji Coba Tes Pemahaman Matematis

Setelah diujicobakan, hasil uji coba dianalisis secara statistik untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran setiap butir/item soal. Tujuan analisis untuk melihat apakah soal yang diujicobakan valid dan reliabel untuk menjadi intrumen dalam penelititan ini. Daftar skor perolehan hasil uji coba dapat dilihat pada Lampiran D.

a. Validitas Butir Soal Bentuk Pilihan Ganda Beralasan

Untuk menghitung validitas butir soal pilihan ganda beralasan digunakan rumus koefisien korelasi product moment dengan angka kasar dari Pearson ( Arikunto, 2005 : 72) dengan rumus

(

)( )

(

)

}

{

( )

}

{

2 2 2 2

Y Y N X X N Y X XY N rxy ∑ − ∑ ∑ − ∑ ∑ ∑ − ∑ =

dengan : rxy = Koefisien korelasi antara variabel X dan Y

X = Jumlah nilai variabel X

Y = Jumlah nilai variabel Y

X2= Jumlah kuadrat nilai variabel X

Y2 = Jumlah kuadrat nilai variabel Y

Interpretasi mengenai besarnya koefisien korelasi adalah sebagai berikut : (Arikunto, 2005 : 75)


(28)

Tabel 3.3 Koefisien Korelasi (rxy)

Koefisien Korelasi (r) Interpretasi 0,80 < rxy ≤ 1,00

0,60 < rxy ≤ 0,80 0,40 < rxy ≤ 0,60 0,20 < rxy≤ 0,40 rxy ≤ 0,20

Sangat tinggi

Tinggi Sedang

Rendah Sangat rendah

Setelah dilakukan perhitungan maka diperoleh koefisien validitas untuk masing-masing butir soal seperti terdapat pada lampiran D.

Sedangkan untuk mengetahui signifikansi korelasi yang didapat, maka digunakan uji- t (Sudjana, 1996 : 379) dengan rumus sebagai berikut,

2 1 2 xy xy r N r t − − =

dengan : t = Daya beda uji-t rxy = Koefisien korelasi

N = Jumlah siswa peserta tes

Apabila harga thitunglebih kecil dari harga tkritikdalam tabel, maka korelasi tersebut

tidak signifikan (tidak valid). Dengan menggunakan taraf signifikansi 0,05, dan N = 40 diperoleh harga ttabel = 2,704. Berdasarkan rumus di atas, maka harga t dapat

dihitung dan hasilnya dirangkum pada tabel 3.4 berikut, Tabel 3.4

Uji Validitas Butir Soal Tes Pemahaman Matematis No

Soal

Koef Korelasi

thitung ttabel Validitas

1 0,525 3,803 2,704 Valid


(29)

3 0,532 3,873 2,704 Valid

4 0,652 5,301 2,704 Valid

5 0,432 2,953 2,704 Valid

6 0,564 4,210 2,704 Valid

7 0,615 4,808 2,704 Valid

8 0,428 2,919 2,704 Valid

9 0,602 4,647 2,704 Valid

10 0,783 7,759 2,704 Valid

b.Reliabilitas Soal Pilihan Ganda Beralasan

Untuk menghitung reliabilitas tes bentuk pilihan ganda beralasan digunakan rumus Alpha-Cronbach (Arikunto, 2005: 109), sebagai berikut:

       −       −

=

2

2 1 1 t i n n r σ σ

dengan: n = Banyak soal 2

i

σ = Variansi item 2

t

σ = Variansi total

Kriteria reliabilitas yang dibuat oleh Guilford (Suherman dan Sukjaya, 1990: 177) dikategorikan sebagai berikut:

Tabel 3.5 Koefisien Reliabilitas

Interval Reliabilitas r ≤ 0,20 Sangat rendah (SR) 0,20 < r ≤ 0,40 Rendah (RD) 0,40 < r ≤ 0,60 Sedang (SD) 0,60 < r ≤ 0,80 Tinggi (TG) 0,80 < r ≤ 1,00 Sangat tinggi (ST)


(30)

Setelah dilakukan perhitungan, maka diperoleh koefisien reliabilitas tes pilihan ganda beralasan sebesar 0,69 yang berarti soal-soal dalam tes yang diujicobakan memiliki reliabilitas tinggi. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran D.

c. Daya Pembeda

Daya pembeda butir soal menyatakan kemampuan suatu butir soal untuk dapat membedakan siswa yang mampu menjawab benar dengan siswa yang tidak mampu menjawab benar. Sebuah soal dikatakan memiliki daya pembeda yang baik apabila siswa yang pandai dapat menjawab soal dengan baik, dan siswa yang kurang pandai tidak dapat menjawab soal dengan baik.

Untuk menghitung daya pembeda, perlu dibedakan antara skor kelompok atas (SA) dengan skor kelompok bawah (SB), dengan ketentuan untuk kelompok kecil (kurang dari 100), seluruh kelompok dibagi dua sama besar, 50% kelompok atas dan 50% kelompok bawah (Arikunto, 2005: 212). Menghitung daya pembeda (DP) dilakukan dengan menggunakan rumus (Sudijono, 2001: 387) yaitu :

IA SB SA

DP= −

dengan: DP = Daya pembeda

SA = Jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah SB = Jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah IA = Jumlah skor ideal salah satu kelompok butir soal dipilih Adapun kriteria tingkat daya pembeda menurut Karno To (1996: 15) adalah sebagai berikut:


(31)

Tabel 3.6 Klasifikasi Daya Pembeda

Daya Pembeda Klasifikasi Soal Sangat rendah

Rendah Cukup/sedang

Baik Sangat baik

Hasil analisis daya pembeda untuk soal pemahaman dengan bentuk pilihan ganda beralasan dapat dilihat pada Tabel 3.7 di bawah, sedangkan perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran D.

Tabel 3.7

Hasil Analisis Daya Pembeda Ujicoba Tes Pemahaman matematis

No Soal DP Keterangan

1. 0,200 Rendah

2. 0,200 Rendah

3. 0,200 Rendah

4. 0,200 Rendah

5. 0,325 Baik

6. 0,200 Rendah

7. 0,300 Sedang

8. 0,200 Rendah

9. 0,275 Sedang

10 0,425 Baik

d. Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran setiap item soal tes pemahaman matematis dihitung dengan menggunakan rumus:


(32)

N B

TK = (Sudijono, 2001: 370)

dengan : TK = Tingkat Kesukaran

B = Jumlah skor yang didapat siswa pada butir soal itu N = Jumlah skor ideal pada butir soal itu

Klasifikasi tingkat kesukaran (TK) menurut Suherman dan Sukjaya (1990: 213) yang digunakan adalah:

Tabel 3.8 Kriteria Tingkat Kesukaran Tingkat Kesukaran Kategori Soal

0,00 ≤ TK ≤ 0,30 0,30 < TK ≤ 0,70 0,70 < TK ≤ 1,00

Sukar Sedang Mudah

Dari Hasil Perhitungan Indeks Kesukaran setiap butir soal diperoleh hasil seperti tampak pada Tabel 3.9 di bawah. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran D.

Tabel 3. 9

Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Ujicoba Tes Pemahaman matematis

No Soal TK Keterangan

1. 0.875 Mudah

2. 0.75 Mudah

3. 0.700 Sedang

4. 0.900 Mudah

5. 0.538 Sedang

6. 0.700 Sedang

7. 0.775 Mudah

8. 0.650 Sedang

9. 0.788 Mudah


(33)

Dari analisis data skor siswa hasil uji coba, secara keseluruhan validitas butir soal dan reliabilitas tes pemahaman matematis dapat dirangkum seperti pada Tabel 3.10.

Tabel 3.10

Rangkuman Uji Validitas Soal Pemahaman matematis (Bentuk Pilihan Ganda Beralasan)

No Soal

Daya Beda Tingkat Kesukaran

Validitas Keterangan

1. Rendah Mudah Valid Terpakai

2. Rendah Mudah Valid Terpakai

3. Rendah Sedang Valid Terpakai

4. Rendah Mudah Valid Terpakai

5. Baik Sedang Valid Terpakai

6. Rendah Sedang Valid Terpakai

7. Sedang Mudah Valid Terpakai

8. Rendah Sedang Valid Terpakai

9. Sedang Mudah Valid Terpakai

10 Baik Mudah Valid Terpakai

2. Analisis Data Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Berpikir Kritis ( Soal Uraian) a. Validitas Butir Soal Bentuk Uraian

Untuk menghitung validitas butir soal bentuk uraian digunakan rumus koefisien korelasi product moment dari Pearson (Arikunto, 1997: 73) memakai angka kasar dengan rumus,

rxy =

(

)( )

( )

}

{

( )

}

{

− − − 2 2 2

2 X N Y Y

X N Y X XY N


(34)

dengan :

rxy = Koefisien korelasi antara variabel X dan Y

X = Nilai hasil uji coba tiap item Y = Nilai total siswa

N = Banyaknya peserta tes

Interpretasi mengenai besarnya koefisien korelasi adalah sebagai berikut : (Arikunto, 2005: 75)

Tabel 3.11 Koefisien Korelasi (rxy) Koefisien Korelasi (rxy) Interpretasi 0,80 < rxy ≤ 1,00

0,60 < rxy ≤ 0,80 0,40 < rxy ≤ 0,60 0,20 < rxy ≤ 0,40 rxy ≤ 0,20

Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah

Setelah dilakukan perhitungan maka diperoleh koefisien validitas untuk masing-masing butir soal seperti terdapat pada lampiran.

Sedangkan untuk mengetahui signifikansi korelasi yang didapat, maka digunakan uji- t (Sudjana, 1996: 379) dengan rumus sebagai berikut,

2 1 2 xy xy r N r t − − =

dengan : t = Daya beda uji-t rxy = Koefisien korelasi

N = Jumlah siswa peserta tes

Apabila harga thitunglebih kecil dari harga tkritikdalam tabel, maka korelasi tersebut


(35)

N = 40 diperoleh harga t tabel = 2,704. Berdasarkan rumus di atas, maka harga t

dapat dihitung dan hasilnya dirangkum pada Tabel 3.12 berikut, Tabel 3.12

Uji Validitas Butir Soal Kemampuan Berpikir Kritis No

Soal

Koef Korelasi

thitung ttabel Validitas

1

0,621 4,884 2,704 Valid

2

0,675 5,640 2,704 Valid

3

0,670 5,564 2,704 Valid

4

0,675 5,640 2,704 Valid

5

0,566 4,232 2,704 Valid

6

0,672 5,594 2,704 Valid

b.Reliabilitas Soal Bentuk Uraian

Untuk menghitung reliabilitas tes bentuk uraian digunakan rumus Alpha-Cronbach (Arikunto, 2005: 109), sebagai berikut:

       −       −

=

2

2 1 1 t i n n r σ σ

dengan: n = Banyak soal 2

i

σ = Variansi item 2

t

σ = Variansi total

Kriteria reliabilitas yang dibuat oleh Guilford (Suherman dan Sukjaya, 1990: 177) dikategorikan sebagai berikut:

Tabel 3.13 Koefisien Reliabilitas

Interval Reliabilitas r ≤ 0,20 Sangat rendah (SR) 0,20 < r ≤ 0,40 Rendah (RD) 0,40 < r ≤ 0,60 Sedang (SD)


(36)

0,60 < r ≤ 0,80 Tinggi (TG) 0,80 < r ≤ 1,00 Sangat tinggi (ST)

Setelah dilakukan perhitungan, maka diperoleh koefisien reliabilitas tes bentuk uraian sebesar 0,616 yang berarti soal-soal dalam tes yang diujicobakan memiliki reabilitas tinggi. Perhitungan lengkapnya dapat dilihat pada lampiran D.

c. Daya Pembeda

Untuk menghitung daya pembeda, perlu dibedakan antara skor kelompok atas (SA) dengan skor kelompok bawah (SB), dengan ketentuan untuk kelompok kecil (kurang dari 100), seluruh kelompok dibagi dua sama besar, 50% kelompok atas dan 50% kelompok bawah (Arikunto, 2005: 212).

Menghitung daya pembeda (DP) dilakukan dengan menggunakan rumus (Sudijono, 2001: 387) yaitu :

IA SB SA

DP= −

dengan: DP = Daya pembeda

SA = Jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah SB = Jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah IA = Jumlah skor ideal salah satu kelompok butir soal dipilih

Adapun kriteria tingkat daya pembeda menurut Karno To (1996: 15) adalah sebagai berikut:


(37)

Tabel 3.14 Klasifikasi Daya Pembeda

Daya Pembeda Klasifikasi Soal Sangat rendah

Rendah Cukup/sedang

Baik Sangat baik

Hasil analisis daya pembeda untuk soal kemampuan berpikir kritis dengan bentuk uraian dapat dilihat pada Tabel 3.15 di bawah, sedangkan perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran D.

Tabel 3.15

Hasil Analisis Daya Pembeda Ujicoba Tes Kemampuan Berpikir Kritis

No Soal DP Keterangan

1. 0,250 Sedang

2. 0,275 Sedang

3. 0,300 Sedang

4. 0,250 Sedang

5. 0,250 Sedang

6. 0,250 Sedang

d. Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran setiap item soal tes kemampuan berpikir kritis dihitung dengan menggunakan rumus:

N B

TK = (Sudijono, 2001: 370)

dengan : TK = Tingkat Kesukaran

B = Jumlah skor yang didapat siswa pada butir soal itu


(38)

Klasifikasi tingkat kesukaran (TK) menurut Suherman dan Sukjaya (1990: 213) yang digunakan adalah:

Tabel 3.16 Kriteria Tingkat Kesukaran Tingkat Kesukaran Kategori Soal

0,00 ≤ TK ≤ 0,30 0,30 < TK ≤ 0,70 0,70 < TK ≤ 1,00

Sukar Sedang Mudah

Dari Hasil Perhitungan Indeks Kesukaran setiap butir soal diperoleh hasil seperti tampak pada Tabel 3.17 di bawah. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran D.

Tabel 3. 17

Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Ujicoba Tes Kemampuan Berpikir Kritis

No Soal TK Keterangan

1. 0,825 Mudah

2. 0,863 Mudah

3. 0,813 Mudah

4. 0,575 Sedang

5. 0,388 Sedang

6. 0, 850 Mudah

Dari analisis data skor siswa hasil uji coba, secara keseluruhan validitas butir soal dan reliabilitas tes kemampuan berpikir kritis dapat dirangkum seperti pada Tabel 3.18.


(39)

Tabel 3.18

Rangkuman Uji Validitas Soal Kemampuan Berpikir Kritis (Bentuk Uraian)

No Soal

Daya Beda Tingkat Kesukaran

Validitas Keterangan

1. Sedang Mudah Valid Terpakai

2. Sedang Mudah Valid Terpakai

3. Sedang Mudah Valid Terpakai

4. Sedang Sedang Valid Terpakai

5. Sedang Sedang Valid Terpakai

6. Sedang Mudah Valid Terpakai

G. Prosedur Penelitian

Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu : (1) Tahap Persiapan, (2) Tahap Pelaksanaan, dan (3) Tahap Analisis Data. Ketiga tahap-tahap tersebut diuraikan sebagai berikut:

1) Tahap Persiapan

Pada tahap ini dilakukan beberapa kegiatan, yaitu mengembangkan perangkat pembelajaran (bahan ajar dan LKS) yang dikonsultasikan kepada pembimbing, menyusun intrumen dan memvalidasi isinya, mengujicobakan bahan ajar dan LKS kepada beberapa siswa kelas X di luar subjek sampel, mengujicobakan soal-soal tes pemahaman matematis dan kemampuan berpikir kritis kepada siswa SMA Al-Muttaqin, meminta pertimbangan para pembimbing untuk memvalidasi isi item skala sikap, merevisi perangkat pembelajaran, dan terakhir memilih sampel secara acak terhadap seluruh siswa kelas X (jumlah kelas seluruhnya 6 kelas) di SMA Muhammadiyah Tasikmalaya sebanyak dua kelas


(40)

untuk dijadikan sebagai kelas kontrol dan kelas eksperimen. Selain itu penulis melakukan kunjungan ke sekolah itu selama seminggu sebelum menjalankan/melaksanakan penelitian sesungguhnya dengan tujuan agar penulis dapat beradaptasi dengan lingkungan sekolah itu.

2) Tahap Pelaksanaan

Tahap ini diawali dengan pemberian pretes (pemahaman matematis dan kemampuan berpikir kritis) sebelum pembelajaran terhadap materi baru diberikan kepada siswa. Pretes ini diberikan kepada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, dengan tujuan untuk melihat apakah kedua kelompok tersebut memiliki kemampuan yang homogen. Setelah diketahui kemampuan kedua kelompok homogen maka dilanjutkan dengan kegiatan melaksanakan pembelajaran di kelas sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Kegiatan selama pembelajaran di kelas pada masing-masing kelompok terdiri dari delapan pertemuan. Dalam penelitian ini penulis berperan sebagai guru pengajar dengan pertimbangan untuk mengurangi bias terjadinya perbedaan perlakuan pada masing-masing kelompok. Banyaknya jam pelajaran matematika di kelas itu adalah 4 × 45 menit setiap minggu atau dua kali pertemuan dalam seminggu dengan masing-masing pertemuan 2 × 45 menit. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran dilaksanakan dari tanggal 25 April 2011 sampai dengan 16 Mei 2011. Setelah kegiatan pembelajaran berakhir, dilaksanakan postes (pemahaman matematis dan kemampuan berpikir kritis) dilanjutkan dengan pengisian skala sikap. Secara lengkap prosedur penelitian yang penulis laksanakan dalam


(41)

penelititan ini, disajikan dalam bentuk langkah-langkah atau alur penelitian seperti bagan pada Bagan 3.1 berikut.

Bagan 3.1 : Prosedur Penelitian

Penyusunan Proposal,Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Penelitian

Ujicoba & Analisis Instrumen dan Revisi

Pelaksanaan Pretes

Kel. Eksperimen Pemb. Kontektual

dengan teknik SQ3R Kel. Kontrol

Pemb. Biasa

Observasi

Skala Sikap

Pelaksanaan Postes

Analisis Data

Laporan Penelitian Hasil Penelitian

Penentuan Subjek


(42)

H.Analisis Data

Analisis data yang digunakan, yaitu data kuantitatif berupa hasil tes kemampuan pemahaman dan kemampuan berpikir kritis matematis siswa dan data kualitatif berupa hasil observasi dan skala sikap siswa.

1) Data kuantitatif

Analisis data hasil tes dimaksudkan untuk mengetahui besarnya peningkatan kemampuan pemahaman dan kemampuan berpikir kritis matematis siswa, sehingga data primer hasil tes siswa sebelum dan setelah perlakuan penerapan pembelajaran kontekstual dengan teknik SQ3R dianalisa dengan cara membandingkan skor pretes dan postes. Perbandingan skor ini dinyatakan dengan nilai gainnya .

Menyatakan gain dalam hasil proses pembelajaran tidaklah mudah. Misalnya, siswa yang memiliki gain 2 dari 5 ke 7 dan siswa yang memiliki gain 2 dari 8 ke 10 dengan skor maksimal 10. Gain absolut menyatakan bahwa kedua siswa memiliki gain yang sama. Secara logis seharusnya siswa yang kedua memiliki gain yang lebih tinggi dari siswa yang pertama. Hal ini karena usaha untuk meningkatkan dari 8 ke 10 akan lebih berat daripada meningkatkan dari 5 ke 7. Menyikapi kondisi bahwa siswa memiliki gain absolut sama belum tentu memiliki gain hasil belajar yang sama, Meltzer (Lestari, 2008) mengembangkan sebuah alternatif untuk menjelaskan gain yang disebut gain ternormalisasi. Menghitung gain ternormalisasi dengan rumus:


(43)

Tabel 3.19 Kriteria Indeks Gain Interval Kriteria

Tinggi Sedang Rendah (Hake dalam Lestari, 2008)

Hipotesis statistik yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H0 : µ1(eksperimen) = µ2(kontrol)

H1 : µ1(eksperimen) > µ2(kontrol)

Hipotesis 1 :

H0 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara peningkatan

kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kontekstual dengan teknik SQ3R dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

H1 : Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang

memperoleh pembelajaran kontekstual dengan teknik SQ3R secara signifikan lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

Hipotesis 2 :

H0 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara peningkatan

kemampuan berpikir kritis matematis matematika siswa yang memperoleh pembelajaran kontekstual dengan teknik SQ3R dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

H1 : Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang


(44)

signifikan lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

Untuk menguji hipotesis ke-1 dan 2 digunakan uji perbedaaan dua rata-rata (uji-t) dengan taraf signifikan α = 0,05 dan derajat kebebasan dk= (ne + nk – 2), H0 diterima jika thitung < ttabel (Ruseffendi,1998:278).adapun

langkah-langkah uji perbedaan rata-rata sebagai berikut.

a) Menghitung rata-rata skor hasil pretes dan postes menggunakan rumus sebagai berikut: n x x k i i

= = 1 ,

b) Menghitung standar deviasi pretest dan postest menggunakan rumus:

= − = k i i n x x s 1 2 ) (

, (Ruseffendi, 1998)

c) Menguji normalitas data skor pretes dan postes.

Uji normalitas diperlukan untuk menguji apakah data berdistribusi normal atau tidak. Menguji normalitas data menggunakan uji Chi Kuadrat dengan hipotesis sebagai berikut.

H0 = sebaran data berdistribusi normal H1 = sebaran data tidak berdistribusi normal Kriteria:

Hipotesis nol ditolak jika


(45)

Dengan . Untuk dan j merupakan banyaknya

kelas interval.

Statistik uji Chi-kuadrat yang digunakan adalah:

=

(

)

e o e

f f

f 2

2

χ , (Ruseffendi, 1998)

Keterangan:

f0 : frekwensi observasi

fe : frekwensi estimasi

d) Menguji homogenitas varians.

Uji homogenitas varians digunakan untuk menguji kesamaan varians dari skor pretes, postes dan gain pada kedua kelompok (kelompok kontrol dan kelompok eksperiment) untuk kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematik. Adapun hipotesis statistik yang digunakan adalah:

Hipotesis:

H0 : , varians kelompok eksperimen tidak terdapat perbedaan dengan varians kelompok kontrol

H1 : , varians kelompok eksperimen tidak sama dengan varians kelompok kontrol

Kriteria uji homogenitas adalah: Hipotesis nol ditolak jika

Hipotesis nol ditolak jika

Untuk menguji hipotesis tersebut, digunakan uji-F sebagai berikut. (Ruseffendi, 1998)


(46)

Keterangan:

= varians kelompok eksperimen = varians kelompok kontrol

e) Sebaran data normal dan homogen, maka uji signifikansi dengan statistik uji-t berikut.

, (Sudjana, 2005)

Keterangan:

= rata-rata sampel pertama = rata-rata sampel kedua = varians sampel pertama = varians sampel kedua

n1 = banyaknya data sampel pertama n2 = banyaknya data sampel pertama

Kriteria: Terima H0 jika dengan untuk taraf signifikansi dan derajat kebebasan

Untuk distribusi data normal tetapi tidak homogen, digunakan uji hipotesis dengan uji-t’ berikut.

(Sudjana, 2005)

2) Data kualitatif

Dalam penelitian data kualitatif yang dianalisa adalah data hasil observasi dan skala sikap. Data hasil observasi yang dianaliasa adalah aktifitas siswa selama


(47)

proses pembelajaran berlangsung dan pada waktu tes individu diberikan. Sedangkan, hasil skala sikap penganalisaannya difokuskan pada respons siswa terhadap model pembelajaran yang diberikan, yaitu pembelajaran kontekstual dengan teknik SQ3R.

g. Mengetahui hubungan/kaitan antara pemahaman matematis dengan kemampuan berikir kritis siswa dengan menggunakan rumus korelasi product moment dengan angka kasar (Arikunto, 2005: 72), yaitu:

{

2

(

)

2

}

{

2

( )

2

}

) )( ( Y Y N X X N Y X XY N rxy ∑ − ∑ ∑ − ∑ ∑ ∑ − ∑ =

dengan rxy = Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y X = Skor pemahaman matematis

Y = Skor kemampuan berpikir kritis siswa N = Banyaknya siswa peserta tes

h. Menganalisis dan mendeskripsikan sikap siswa 1. Pemberian Skor Skala sikap

Penentuan skor skala sikap Likert dapat dilakukan secara apriori dan dapat pula secara aposteriori (Subino, 1987). Secara apriori, maka bagi skala yang berarah positif akan mempunyai kemungkinan-kemungkinan skor 4 bagi SS, 3 bagi S, 2 bagi TS dan 1 bagi STS, sedangkan bagi skala yang berarah negatif maka kemungkinan skor tersebut menjadi sebaliknya.


(48)

2. Memilih Butir-butir Skala Sikap

Pemilihan butir-butir skala sikap Likert ini didasarkan kepada signifikan tidaknya Daya Pembeda butir skala yang bersangkutan. Daya pembeda butir-butir skala sikap Likert ini dianalisis dengan uji-t.

Statistik t dihitung dengan rumus :

R R T T n S n S x x

t T R

2 2 + − = dengan : T

X : Rata-rata skor kelompok tinggi

R

X : Rata-rata skor kelompok rendah. 2

T

S : Varians kelompok tinggi 2

R

S : Varians kelompok rendah

nT : Banyaknya subjek pada kelompok tinggi

nR : Banyaknya subjek pada kelompok rendah

3. Analisis Reliabilitas Skala Sikap

Reliabilitas skala sikap dianalisis dengan menggunakan rumus Alpha, setelah dilakukan seleksi terhadap butir-butir pernyataan yang memiliki Daya Pembeda yang signifikan. Rumus dan kriterianya sama dengan perhitungan reliabilitas instrumen tes, yaitu :

       −       −

=

2

2 1 1 t i n n r σ σ


(49)

dan kriteria reliabilitas dari Guilford.

4. Hasil Pengukuran Sikap dan Minat Siswa

Hasil pengukuran sikap dan minat siswa dihitung rata-ratanya untuk setiap butir pernyataan. Kemudian dibandingkan dengan rata-rata netralnya. Apabila rata-rata skor untuk suatu pernyataan lebih besar dari rata-rata skor netralnya, maka sikap dan minat siswa dikatakan positif terhadap pernyataan tersebut.

5. Hasil Observasi Aktifitas Siswa

Data hasil observasi aktifitas siswa dianalisa untuk mengetahui aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung.


(50)

118

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bab IV dan temuan selama pembelajaran Kontekstual dengan Teknik SQ3R, diperoleh beberapa kesimpulan yang merupakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam rumusan masalah. Kesimpulan-kesimpulan tersebut adalah:

Pertama, siswa yang memperoleh pembelajaran Kontekstual dengan Teknik SQ3R menunjukkan peningkatan pemahaman matematis lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Hal ini terlihat dari skor rata-rata pemahaman matematis di kedua kelas, walaupun keduanya dalam kualifikasi sedang.

Ke-dua, siswa yang memperoleh pembelajaran Kontekstual dengan Teknik

SQ3R menunjukkan peningkatan kemampuan berpikir matematis lebih baik lebih

baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Hal ini terlihat dari rata-rata kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran Kontekstual dengan Teknik SQ3R berada pada kualifikasi sedang, sedangkan rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional berada pada kualifikasi kurang.

Ke-tiga, terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa antara kelompok atas, sedang, dan rendah yang memperoleh pembelajaran


(51)

kontekstual dengan teknik SQ3R. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis yang paling tinggi terdapat pada kelompok atas. Hal ini dikarenakan siswa yang memiliki kemampuan tinggi atau kelompok atas lebih cepat untuk dapat beradaptasi dengan model pembelajaran kontekstual dengan teknik SQ3R.

Ke-empat, terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis

matematis siswa antara kelompok atas, sedang, dan rendah yang memperoleh pembelajaran kontekstual dengan teknik SQ3R. Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis yang paling tinggi terdapat pada kelompok atas. Hal ini dikarenakan siswa yang memiliki kemampuan tinggi atau kelompok atas lebih cepat untuk dapat beradaptasi dengan model pembelajaran kontekstual dengan teknik SQ3R.

Ke-lima, terdapat korelasi yang positif antara pemahaman matematis dengan kemampuan berpikir kritis siswa. Pada kelas kelompok eksperimen diperoleh hasil bahwa korelasi pemahaman matematis terhadap kemampuan berpikir kritis siswa lebih besar dibandingkan dengan kelas kelompok kontrol.

Ke-enam, sikap siswa terhadap pelajaran matematika, pembelajaran Kontekstual dengan Teknik SQ3R dan terhadap soal pemahaman matematis dan kemampuan berpikir kritis adalah positif. Pembelajaran ini juga membuat siswa lebih antusias dan semangat belajarnya meningkat, tumbuhnya sikap percaya diri dan keberanian dalam berkomunikasi.

Ke-tujuh, aktivitas siswa yang memperoleh pembelajaran Kontekstual dengan Teknik SQ3R lebih aktif dalam belajar, terutama berdiskusi dengan temannya, dan


(52)

juga siswa lebih berani mengemukakan atau mengajukan pertanyaaan kepada guru, serta lebih kreatif dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan.

B. Saran

Beberapa saran atau rekomendasi yang dapat dikemukakan:

1. Pembelajaran kontekstual dengan teknik SQ3R hendaknya menjadi salah satu

alternatif pembelajaran di kelas dibandingkan dengan pembelajaran konvensional dalam meningkatkan kemampuan pemahaman dan berpikir kritis matematis siswa.

2. Dalam pelaksanaannya, pembelajaran kontekstual dengan teknik SQ3R

membutuhkan pengaturan waktu yang baik karena dalam proses pembelajarannya siswa dituntut untuk selalu menyelesaikan masalah tanpa terlebih dahulu diberikan konsepnya. Untuk siswa yang terbiasa dengan pembelajaran konvensional (biasa) hal ini membutuhkan penyesuaian yang membutuhkan waktu dan kadang memerlukan usaha ekstra guru dalam mendorong siswa agar terlibat aktif. Dengan demikian, sebaiknya guru pintar melakukan pengaturan waktu karena pengaturan waktu yang efektif sangat diperlukan.

3. Siswa yang dijadikan sampel dalam penelitian ini diambil dari Sekolah Menengah

Atas peringkat sedang dan menurut hasil penelitian diperoleh bahwa pembelajaran kontekstual dengan teknik SQ3R dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan berpikir kritis matematik siswa pada siswa Sekolah Menengah Atas peringkat sedang. Untuk selanjutnya, penelitian sebaiknya dilakukan pada siswa Sekolah


(53)

Menengah Atas peringkat rendah, sehingga generalisasi hasil penelitian dapat lebih luas meliputi sekolah peringkat sedang dan rendah.

4. Untuk peneliti selanjutnya, disarankan untuk meneliti kemampuan lain yang belum

terjangkau penulis, seperti kemampuan penalaran, kemampuan pemecahan masalah, kemampuan komunikasi dan kemampuan koneksi dengan menggunakan pembelajaran kontekstual dengan teknik SQ3R.

5. Sebelum mengembangkan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi

hendaknya memperhatikan kemampuan matematis tingkat awal seperti pemahaman, pemecahan masalah.

6. Guru sebaiknya lebih memberikan motivasi kepada siswa untuk lebih menyukai

matematika.

7. Untuk peneliti selanjutnya, disarankan untuk meneliti peningkatan kemampuan

pemahaman dan berpikir kritis matematis tidak hanya berdasarkan tingkat kemampuan, tetapi dikelompokkan berdasarkan gender atau yang lainnya.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Appelbaum, P. M. (1999). Eight Critical Points for Mathematics. [Online]. Tersedia: http://gergoyle.arcadia.edu/appelbaum/8points.html. [25 Mei 2007]

Arikunto, S. (2005). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara.

Bell, F. H (1978). Teaching and Learning Mathematics. Lowa: WCB

Bloom, B.S. (1971). Handbook on Formative and Sumative Evaluation of Student Learning. New York: Mc. Graw Hill Book Company.

Cotton, K. (1991). Teaching Thinking Skills, [Online]. Tersedia http://www.newrl.org/scpd/sirs/6 cu11.html [25 Mei 2007] Dahar, R.W. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Dewi, P.K. (2001). Pengembangan Model Pembelajaran Sifat Koligatif Larutan untuk Meningkatkan Ketrampilan Berpikir Kritis melalui Kegiatan Eksperimen dan Non-Eksperimen. Tesis Magister pada PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Deznoka, E. L. Dan Kapel, D. E. (1991). American Educator’s Encyclopedia. New York: Greenwood Press.

Ennis, R. H. (1996). Critical Thinking. New Jersey: Prentice- Hall, Inc

Ennis, R.H. (2000). A Super-Streamlined Conception of Critical Thinking. [online]. Tersedia: http://www.ed.uiue.edu/EPS/PES-Yearbook/92_docs/Ennis.htm.[19 Maret 2006].

Fitrianti (2004). Penerapan SQ3R dengan Catatan Graphic Postoorganizer pada Model Belajar Heuristik Vee dalam Pembelajaran Biologi. Tesis pada PPS UPI: tidak diterbitkan.


(55)

Fowler, B. (1996). Critical Thinking Accros The Curriculum Project. [online]. Tersedia: http://www. Magazines.fasfind.com/www.tools/m/2492.cfm.

[19 Maret 2006].

Glazer, E. (2001). Using Web Sources to Promote Critical Thinking in High School Mathematic. [Online]. Tersedia: http://math.unipa.it/~grim/A glazer 79-4.pdf [19februari 2005].

Glazer, E. (2004). Technologi Enhnced Leraning Environments that are conductive to critical Thinking in Mthematics: Implication for Research about Critical Thinking on the World Wide Web. [Online]. Tersedia: http://www.http://lonsat.texas.net/~mseifert/crit2.html.

[22Agustus2005]

Hamalik, O. (2003). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Hanafi, A. dan Manan, A. (1988). Prinsip-Prinsip Belajar untuk Pengajaran. Surabaya: Usaha Nasional.

Hudoyo, H. (1990). Strategi Belajar Mengajar Matematika. Malang: IKIP Malang.

Huitt, W. (1998). Crtical Thinking. [online]. Tersedia: http://www.chiron. Valdosta edu/whuitt/col/cogsys/critthnk.html. [10 Maret 2006].

Muhammadi. (1998). “Studi tentang Peningkatan Manajemen KBM”. Jurnal Kependidikan. Padang: IKIP Padang.

Poedjiadi, A. (1999). Pengantar Filsafat Ilmu Bagi Pendidik. Bandung: Yayasan Cendrawasih.

Poerwadarminta, W.J.S. (1976). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Posamentier, A. S dan Stepelmen, A.J. (2002). Teaching Secondary Mathematics. New Jersey: Pearson Education, Inc

Ratnaningsih. (2007). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik serta Kemandirian Belajar Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi pada PPS UPI: tidak diterbitkan


(56)

Ruseffendi, E.T. (1980). Pengajaran Matematika Modern Untuk Orang Tua Murid Guru dan SPG. Bandung: Tarsito

Ruseffendi, E. T. (1988). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito

Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E.T. (2001). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non- Eksakta Lainnya. Semarang: IKIP Semarang Pres.

Slamento. (2003). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.

Soedarso (1989) . Sistem Membaca Cepat dan Efektif. Jakarta: Gramedia

Sudjana, N. (1989). Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Sudjana. (1996). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito

Suherman, E. dan Sukjaya, K.Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah.

Suherman, Erman. Et al. (2001). Common Textbook Strategi Pembelajaran Matematika Kotemporer. Bandung: JICA.

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA- Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)

Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi Doktor pada FPS IKIP Bandung: tidak diterbitkan.


(57)

Sumarmo, U. (2000). ”Kecenderungan Pembelajaran Matematika pada Abad 21”. Makalah Lokakarya: tidak diterbitkan.

Sumarmo, U .(2003). Pembelajaran Keterampilan Membaca Matematika pada Siswa Seklah Menengah. Makalah Disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan MIPA di FMIPA UPI Tanggal 25-26 Agustus 2003: tidak diterbitkan

Suriadi (2006). Pembelajaran dengan Pendekatan Discovery yang Menekankan Aspek Analogi untuk Meningkatkan Pemahaman Matematik dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMA. Tesis pada SPs UPI: tidak diterbitkan.

Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsungdalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Disertasi pada PPS UPI: tidak diterbitkan

Tampubolon (1987). Kemampuan Membaca, Teknik Membaca Efektif, dan Efisien. Bandung: Angkasa

Tomo (2003). Mengintegrasikan Teknik Membaca SQ4R dan membuat Catatan Berbentuk Graphics Postoorganizer dalam Pembelajaran Fisika. Disertasi Dokteor PPS UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Usman, U. (1999). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Wardani, S. (2005). Inovasi Pembelajaran. Makalah pada Seminar Pendidikan Matematika HIMAPTIKA UNSIL. Tasikmalaya.

Wahyudin (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika, dan Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika. Disertasi pada PPS UPI: tidak diterbitkan.

Wahyudin. (2007). Cara-cara Pemecahan Materi Matematika. Makalah pada Seminar Pendidikan Matematika HIMAPTIKA UNSIL. Tasikmalaya.


(58)

Wijaya, C. (1999). Pendidikan Remedial. Sarana Pengembangan Mutu Sumber Daya Manusia. Bandung: Remaja Rosda Karya.


(1)

Menengah Atas peringkat rendah, sehingga generalisasi hasil penelitian dapat lebih luas meliputi sekolah peringkat sedang dan rendah.

4. Untuk peneliti selanjutnya, disarankan untuk meneliti kemampuan lain yang belum terjangkau penulis, seperti kemampuan penalaran, kemampuan pemecahan masalah, kemampuan komunikasi dan kemampuan koneksi dengan menggunakan pembelajaran kontekstual dengan teknik SQ3R.

5. Sebelum mengembangkan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi hendaknya memperhatikan kemampuan matematis tingkat awal seperti pemahaman, pemecahan masalah.

6. Guru sebaiknya lebih memberikan motivasi kepada siswa untuk lebih menyukai matematika.

7. Untuk peneliti selanjutnya, disarankan untuk meneliti peningkatan kemampuan pemahaman dan berpikir kritis matematis tidak hanya berdasarkan tingkat kemampuan, tetapi dikelompokkan berdasarkan gender atau yang lainnya.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Appelbaum, P. M. (1999). Eight Critical Points for Mathematics. [Online].

Tersedia: http://gergoyle.arcadia.edu/appelbaum/8points.html. [25 Mei 2007]

Arikunto, S. (2005). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Edisi Revisi. Jakarta:

Bumi Aksara.

Bell, F. H (1978). Teaching and Learning Mathematics. Lowa: WCB

Bloom, B.S. (1971). Handbook on Formative and Sumative Evaluation of Student

Learning. New York: Mc. Graw Hill Book Company.

Cotton, K. (1991). Teaching Thinking Skills, [Online]. Tersedia

http://www.newrl.org/scpd/sirs/6 cu11.html [25 Mei 2007]

Dahar, R.W. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Dewi, P.K. (2001). Pengembangan Model Pembelajaran Sifat Koligatif Larutan

untuk Meningkatkan Ketrampilan Berpikir Kritis melalui Kegiatan

Eksperimen dan Non-Eksperimen. Tesis Magister pada PPS UPI

Bandung: tidak diterbitkan.

Deznoka, E. L. Dan Kapel, D. E. (1991). American Educator’s Encyclopedia.

New York: Greenwood Press.

Ennis, R. H. (1996). Critical Thinking. New Jersey: Prentice- Hall, Inc

Ennis, R.H. (2000). A Super-Streamlined Conception of Critical Thinking.

[online]. Tersedia:

http://www.ed.uiue.edu/EPS/PES-Yearbook/92_docs/Ennis.htm.[19 Maret 2006].

Fitrianti (2004). Penerapan SQ3R dengan Catatan Graphic Postoorganizer pada

Model Belajar Heuristik Vee dalam Pembelajaran Biologi. Tesis pada PPS UPI: tidak diterbitkan.


(3)

Fowler, B. (1996). Critical Thinking Accros The Curriculum Project. [online]. Tersedia: http://www. Magazines.fasfind.com/www.tools/m/2492.cfm. [19 Maret 2006].

Glazer, E. (2001). Using Web Sources to Promote Critical Thinking in High

School Mathematic. [Online]. Tersedia: http://math.unipa.it/~grim/A glazer 79-4.pdf [19februari 2005].

Glazer, E. (2004). Technologi Enhnced Leraning Environments that are

conductive to critical Thinking in Mthematics: Implication for Research about Critical Thinking on the World Wide Web. [Online]. Tersedia: http://www.http://lonsat.texas.net/~mseifert/crit2.html.

[22Agustus2005]

Hamalik, O. (2003). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Hanafi, A. dan Manan, A. (1988). Prinsip-Prinsip Belajar untuk Pengajaran.

Surabaya: Usaha Nasional.

Hudoyo, H. (1990). Strategi Belajar Mengajar Matematika. Malang: IKIP

Malang.

Huitt, W. (1998). Crtical Thinking. [online]. Tersedia: http://www.chiron.

Valdosta edu/whuitt/col/cogsys/critthnk.html. [10 Maret 2006].

Muhammadi. (1998). “Studi tentang Peningkatan Manajemen KBM”. Jurnal

Kependidikan. Padang: IKIP Padang.

Poedjiadi, A. (1999). Pengantar Filsafat Ilmu Bagi Pendidik. Bandung: Yayasan

Cendrawasih.

Poerwadarminta, W.J.S. (1976). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai

Pustaka.

Posamentier, A. S dan Stepelmen, A.J. (2002). Teaching Secondary Mathematics.

New Jersey: Pearson Education, Inc

Ratnaningsih. (2007). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual terhadap Kemampuan

Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik serta Kemandirian Belajar Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi pada PPS UPI: tidak diterbitkan


(4)

Ruseffendi, E.T. (1980). Pengajaran Matematika Modern Untuk Orang Tua

Murid Guru dan SPG. Bandung: Tarsito

Ruseffendi, E. T. (1988). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan

CBSA. Bandung: Tarsito

Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan

CBSA. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E.T. (2001). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-

Eksakta Lainnya. Semarang: IKIP Semarang Pres.

Slamento. (2003). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Edisi

Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.

Soedarso (1989) . Sistem Membaca Cepat dan Efektif. Jakarta: Gramedia

Sudjana, N. (1989). Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar.

Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Sudjana. (1996). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito

Suherman, E. dan Sukjaya, K.Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan

Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah.

Suherman, Erman. Et al. (2001). Common Textbook Strategi Pembelajaran

Matematika Kotemporer. Bandung: JICA.

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA-

Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)

Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa

SMA dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi Doktor pada FPS IKIP Bandung: tidak diterbitkan.


(5)

Sumarmo, U. (2000). ”Kecenderungan Pembelajaran Matematika pada Abad 21”.

Makalah Lokakarya: tidak diterbitkan.

Sumarmo, U .(2003). Pembelajaran Keterampilan Membaca Matematika pada

Siswa Seklah Menengah. Makalah Disampaikan pada Seminar Nasional

Pendidikan MIPA di FMIPA UPI Tanggal 25-26 Agustus 2003: tidak diterbitkan

Suriadi (2006). Pembelajaran dengan Pendekatan Discovery yang Menekankan

Aspek Analogi untuk Meningkatkan Pemahaman Matematik dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMA. Tesis pada SPs UPI: tidak diterbitkan.

Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta

Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsungdalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa

SLTP. Disertasi pada PPS UPI: tidak diterbitkan

Tampubolon (1987). Kemampuan Membaca, Teknik Membaca Efektif, dan

Efisien. Bandung: Angkasa

Tomo (2003). Mengintegrasikan Teknik Membaca SQ4R dan membuat Catatan

Berbentuk Graphics Postoorganizer dalam Pembelajaran Fisika. Disertasi Dokteor PPS UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Usman, U. (1999). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Wardani, S. (2005). Inovasi Pembelajaran. Makalah pada Seminar Pendidikan

Matematika HIMAPTIKA UNSIL. Tasikmalaya.

Wahyudin (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika, dan

Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika. Disertasi pada PPS UPI: tidak diterbitkan.

Wahyudin. (2007). Cara-cara Pemecahan Materi Matematika. Makalah pada


(6)

Wijaya, C. (1999). Pendidikan Remedial. Sarana Pengembangan Mutu Sumber