PENGARUH MODEL COOPERATIVE LEARNING PADA PEMBELAJARAN MATA DIKLAT PROSEDUR KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA TERHADAP MINAT DAN PRESTASI BELAJAR SISWA :Studi Eksperimen pada Kelompok Teknologi dan Industri SMK Bandung Selatan 1.
i
DAFTAR ISI
SAMPUL
LEMBAR PENGESAHAN
PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 3
1.3. Paradigma Penelitian ... 7
1.4. Analisis Masalah dan Definisi-Definisi Operasional ... 8
1.4.1. Prestasi Belajar Siswa dengan Model Belajar Ceramah dan Cooperative Learning ... 9
1.4.2. Pengaruh Model Cooperative Learning Teknik Jigsaw yang diterapkan Terhadap Minat dan Prestasi Belajar Siswa ... 10 1.4.3. Respons Siswa Terhadap Penerapan Model
(2)
ii
Cooperative Learning ... 13
1.4.4. Definisi-Definisi Operasional ... 14
1.5. Pembatasan Masalah ... 16
1.5.1.Cooperative Learning ... 16
1.5.2.Minat Belajar Siswa... 17
1.5.3.Prestasi Belajar Siswa ... 17
1.6. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 18
1.6.1.Tujuan Penelitian ... 18
1.6.2.Manfaat Penelitian ... 18
1.7. Sistematika Penulisan laporan Penelitian ... 19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 20
2.1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran ... 20
2.2. Fase dan Teknik Efektif Dalam Belajar... 21
2.3. Prinsip-prinsip Belajar ... 27
2.4. Konstruktivisme Terhadap Belajar Mengajar ... 29
2.4.1. Makna Belajar... 29
2.4.2. Peran Murid/Pelajar ... 30
2.4.3. Belajar dalam Kelompok ... 31
2.5. Konsep Pembelajaran Kooperatif ... 32
2.5.1. Pengertian Model Pembelajaran Cooperative Learning ... 32
2.5.2. Unsur-unsur Pembelajaran Cooperative Learning ... 34
2.5.3. Karakteristik Pembelajaran Cooperative Learning... 37
(3)
iii
2.5.5. Penataan Ruang kelas ... 39
2.5.6. Beberapa Tipe Model Pembelajaran Koperatif ... 41
2.6. Model Ceramah Dalam Pembelajaran ... 52
2.7. Minat Belajar ... 55
2.7.1. Pengertian Tentang Minat ... 55
2.7.2. Pembentukan Minat ... 58
2.7.3. Perkembangan Minat ... 60
2.7.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat ... 63
2.7.5. Indikator-indikator Minat ... 66
2.7.6. Pengukuran Minat ... 68
2.7.7. Meningkatkan Minat Belajar ... 70
2.7.8. Hubungan Minat dan Prestasi Belajar ... 72
2.8. Prestasi Belajar ... 73
2.8.1. Pengertian Prestasi Belajar ... 73
2.8.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar ... 74
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 83
3.1. Desain Penelitian ... 83
3.2. Lokasi, Populasi, dan Sampel Penelitian ... 86
3.2.1. Lokasi Penelitian ... 86
3.2.2. Populasi Penelitian ... 86
3.2.3. Sampel Penelitian ... 87
3.3. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya ... 89
(4)
iv
3.3.2. Angket Minat Siswa ... 90
3.4. Tahap Ujicoba Instrumen ... 90
3.4.1. Validitas ... 91
3.4.2. Reliablitas ... 92
3.4.3. Tingkat Kesukaran ... 94
3.4.4. Daya Pembeda ... 94
3.5. Pelaksanaan Penelitian... 96
3.6. Teknik Analisis Data ... 96
3.6.1. Uji Normalitas ... 97
3.6.2. Uji Homogenitas Varians ... 98
3.6.3. Menguji Hipotesis ... 101
3.6.4. Analisis Normalisasi Gain ... 105
3.7. Prosedur Penelitian ... 106
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 108
4.1. Hasil Penelitian ... 109
4.2. Deskripsi Data ... 111
4.2.1. Test Awal (Pretest) ... 111
4.2.2. Perlakuan (Treatment) / Proses Pembelajaran ... 114
4.2.3. Tes Akhir (Posttest) ... 115
4.2.4. Peningkatan Hasil Belajar Siswa ... 117
4.2.5. Respons Siswa ... 120
4.3. Analisis Data ... 121
(5)
v
4.3.2. Uji Homogenitas Kelompok Data ... 122 4.3.3. Penilaian Minat ... 124 4.3.4. Uji Hipotesis Kelompok Data ... 125
4.3.4.1. Uji hipotesis pretest antara kelompok kontrol dengan eksperimen ... 125 4.3.4.2. Uji hipotesis pretest-postest antara kelompok kontrol.126 4.3.4.3. Uji hipotesis pretest-postest antara kelompok
eksperimen ... 127 4.3.4.4. Uji hipotesis posttest antara kelompok kontrol dengan
eksperimen ... 127 4.3.4.5. Uji hipotesis gain kelompok kontrol dengan
eksperimen ... 128 4.3.5. Analisis Normalisasi Gain ... 129 4.4. Pembahasan Hasil Penelitian ... 131 4.4.1. Deskripsi Hasil Pretest Kelompok Kontrol dan Eksperimen ... 131 4.4.2. Deskripsi Hasil Posttest Kelompok Kontrol dan Eksperimen .. 131 4.4.3. Deskripsi Peningkatan Hasil Belajar Kelompok Kontrol dengan
Eksperimen ... 132 4.4.4. Deskripsi Minat Siswa Terhadap Model Pembelajaran Cooperative
Learning ... 132 4.4.5. Deskripsi Penggunaan Model Cooperatve Learning, Minat Siswa, dan Prestasi Belajar ... 133
(6)
vi
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 136
5.1. Kesimpulan ... 136
5.2. Implikasi Hasil Penelitian ... 137
5.2. Saran ... 140
DAFTAR PUSTAKA ... 142
(7)
vii
DAFTAR TABEL
Tabel
1.1. Presentasi Nilai Ujian Akhir Semester ... 2
1.2. Standar Penilaian Hasil Belajar Siswa ... 2
1.3. Karakteristik cooperative learning tipe Jigsaw... 6
2.1. Fase-fase Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ... 49
2.2. Perbandingan 4 Model Cooperative Learning ... 52
3.1. Jumlah Siswa Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 88
3.2. Interpretasi Koefisien Korelasi ... 92
3.3. Kriteria Daya Pembeda ... 96
3.4. Kriteria Minat Siswa ... 101
3.5. Kriteria Normalisasi Gain ... 106
4.1. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Penelitian ... 111
4.2. Hasil Skor Tes Awal (pretest) ... 112
4.3. Uji Homogenitas Prestest-Pretest ... 114
4.4. Hasil Skor Tes Akhir (Postest) ... 116
4.5. Peningkatan (gain) Kelompok Kontrol-Eksperimen ... 118
4.6. Peningkatan Hasil Belajar Kelompok ... 119
4.7. Hasil Uji Normalitas Kelomok Data ... 122
4.8. Tabel Bantu Uji Homogenitas (Pretest Eksperimen-Kontrol) ... 123
4.9. Penilaian Minat Siswa ... 125
(8)
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
2.1. Penataan Ruang Kelas ... 41
2.2. Ilustrasi Kelompok Jigsaw ... 43
2.2. Contoh Pembentukan Kelompok Jigsaw ... 44
3.1. Ilustrasi Eksperimen Penelitian ... 84
3.2. Prosedur Penelitian... 107
4.1. Skor Kelompok (Pretest) ... 113
4.2. Skor dan Nilai Rata-Rata (Postest) ... 117
4.3. Peningkatan Rata-Rata Skor Kelompok Kontrol dan Eksperimen ... 120
(9)
ix
DAFTAR LAMPIRAN
1. Kisi-kisi Instrument ... 145
2. Soal dan Ujicoba Angket ... 147
3. Uji Validitas Soal OPKR 10-016B ... 158
4. Uji Reliabilitas Soal OPKR 10-016B ... 165
5. Uji Validitas Minat Siswa ... 167
6. Uji Reliabilitas Minat Siswa ... 171
7. Data-Data Ujicoba... 175
8. Analisis Penelitian ... 188
a. Perhitungan Uji Normalitas ... 189
b. Uji Homogenitas ... 194
c. Uji Hipotesis ... 197
(10)
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kecelakaan dan gangguan kesehatan dapat terjadi di mana-mana. Namun kecelakaan kerja dan gangguan kesehatan di tempat kerja dapat mengganggu produktivitas perusahaan dan sebagai dampaknya dapat mengganggu produktivitas nasional. Oleh sebab itu kesadaran terhadap pencegahan terhadap terjadinya kecelakaan kerja dan gangguan kesehatan di tempat kerja harus ditanamkan sedini mungkin kepada para siswa di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Demikian pula kepedulian terhadap upaya pencegahan terhadap terjadinya kecelakaan dan gangguan kesehatan kerja perlu dibina sejak di bangku SMK, bukan hanya dalam bentuk pelajaran teori tetapi harus pula dipraktikkan di sekolah terutama pada saat melakukan praktik baik di bengkel, di labolatorium, maupun di lingkungan sekolah. Kesadaran terhadap pencegahan kecelakaan dan gangguan kesehatan di tempat kerja harus dimiliki para siswa sebelum mereka melakukan Praktik Kerja Industri (Prakerin).
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka dalam kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) terdapat mata diklat OPKR-10-016B tentang “Prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja” dengan tujuan membekali para siswa dengan kecakapan pencegahan dan pemberian pertolongan pertama dalam kecelakaan (PPPK).
Dalam pelaksanaan (proses pembelajaran) di SMK Bandung Selatan 1 kota Bandung dimana penelitian ini diselenggarakan, prestasi belajar siswa dalam
(11)
mata diklat OPKR-10-016B seperti ditunjukkan pada tabel 1.1 tampaknya kurang berhasil; hal tersebut ditandai dengan jumlah siswa yang mendapat nilai kurang dari 7 (tujuh) atau nilai bermutu C mencapai 90% atau lebih.
Tabel 1.1 Presentasi Nilai Ujian Akhir Semester
No. Rentang Kriteria Jumlah Siswa Presentase (%) %total Nilai Nilai 2006 2007 2006 2007 ‘06-‘07
1 9,00 – 10,00 A 0 0 0.00 0.00 0.00
2 8,00 – 8,99 B 2 1 6.67 3.57 5.12
3 7,00 – 7,99 C 1 1 3.33 3.57 3.45
4 < 7,00 D 27 26 90.00 92.86 91.43
JUMLAH 30 28 100.00 100.00 100.00
Sumber : SMK Bandung Selatan I Tahun Ajaran 2005/2006 s.d. 2007/2008
Tabel 1.2 memperlihatkan ketentuan penilaian di SMK Bandung Selatan I Kota Bandung pada kurikulum program produktif sebagai berikut:
Tabel 1.2 Standar Penilaian Hasil Belajar Siswa Produktif Huruf (Predikat) 9,00 - 10,00 A (Lulus amat baik)
8,00 - 8,99 B (Lulus Baik) 7,00 - 7,99 C (Lulus Cukup) 0,00 - 6,99 D (Belum Lulus) Sumber : SMKN Bandung Selatan I Kota Bandung
Mengingat mata diklat OPKR10-016B sangat penting untuk dikuasai oleh para siswa sebelum melaksanakan Prakerin, maka hasil belajar yang ditunjukkan pada tabel 1.1 tersebut perlu diperbaiki dengan mencari model pembelajaran yang lebih efektif dan berdampak positif baik bagi para siswa maupun para guru.
(12)
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pengamatan pada saat guru memberikan pelajaran OPKR-10-016B, ternyata guru melakukannya dengan model ceramah tanpa disertai diskusi dan peragaan, sedangkan pada saat praktek di bengkel, para siswa tidak menggunakan alat keselamatan kerja. Hal ini menunjukkan bahwa baik guru maupun siswa belum memiliki kepedulian yang tinggi terhadap pentingnya pencegahan kecelakaan di tempat kerja. Mengingat mata diklat OPKR-10-016B (Prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja) merupakan bekal untuk memasuki dunia kerja, maka penulis memandang perlu untuk mencari model pembelajaran alternatif yang lebih efektif daripada model ceramah.
Melalui studi literatur, upaya untuk meningkatkan kepedulian dan kerjasama antar para siswa saat pembelajaran dapat dilakukan dengan cara menerapkan model Cooperative learning (R.I. Arend: Learning to Teach, Chapter 10).
Cooperative learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih. Model pembelajaran ini menekankan kepada pemikiran dan sikap demokratis, pembelajaran aktif, kerjasama, dan tanggungjawab bagi siswa yang berasal dari berbagai latar belakang.
Pada dasarnya ada empat jenis cooperative learning yang biasanya digunakan, yaitu Student Team Achievement Divisions (STAD), Jigsaw, Team Accelarated Instruction (TAI) dan Number Heads Together (NHT).
(13)
STAD dikembangkan oleh Robert Slavin yang dapat dikatakan model pembelajaran dengan pendekatan yang lebih sederhana dan paling banyak digunakan. Guru memberikan materi baru kepada siswanya setiap minggunya, baik secara lisan ataupun teks.
Siswa dikelompokkan dan memiliki empat sampai lima orang di setiap kelompoknya, dengan karakter yang relatif homogen baik itu jenis kelamin, ras, sampai tingkat kecerdasannya. Setiap anggotanya menggunakan lembar kerja, atau perlengkapan belajar lainnya untuk menguasai materi kemudian saling membantu satu dengan yang lainnya untuk menguasai materi tersebut dengan cara tutoring, tanya jawab, atau diskusi. Setiap individu akan diberikan tes satu atau dua kali dalam seminggu. Tes ini akan dinilai dan setiap siswa diberi “perkembangan nilai”. Nilai ini bukan didasarkan pada nilai absolut, melainkan nilai rata-rata dari peningkatan siswa dalam proses belajarnya.
JIGSAW dikembangkan oleh Elliot Aronson, dalam kelompoknya terdiri dari lima sampai enam anggota yang heterogen. Siswa diberikan materi berupa teks, dan setiap siswa bertanggungjawab untuk mempelajari materi tersebut. Dalam model ini, para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topik pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim/kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.
Pembelajaran koperatif tipe TAI ini dikembangkan oleh Slavin. Tipe ini mengkombinasikan keunggulan pembelajaran koperatif dan pembelajaran
(14)
individual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual. Oleh karena itu kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah, ciri khas pada tipe TAI ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru.
Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama.
Number Heads Together (NHT) atau penomoran berpikir bersama adalah merupakan jenis pembelajaran koperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Pembelajaran koperatif tipe NHT dikembangkan oleh Spencer Kagen pada tahun 1993. Pada umumnya NHT digunakan untuk melibatkan siswa dalam penguatan pemahaman pembelajaran atau mengecek pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran.
Dari beberapa tipe pembelajaran koperatif terdapat beberapa perbedaan antara satu sama lain, penulis mengambil model pembelajaran koperatif tipe Jigsaw dalam penelitian ini dengan beberapa alasan. Jika dilihat dari beberapa aspek model pembelajaran koperatif tipe Jigsaw ini memiliki karakteristik seperti digambarkan pada tabel perbandingan di bawah ini.
(15)
Tabel 1.3. Karakteristik cooperative learning tipe Jigsaw
ASPEK JIGSAW
Tujuan Kognitif Informasi akademik sederhana Tujuan Sosial Kerja kelompok kerja sama
Struktur Tim
Kelompok belajar heterogeb 5-6 orang menggunakan pola kelompok “asal” dan kelompok
“ahli” Pemilihan Topik Pelajaran Biasanya oleh guru
Tugas Utama
Siswa mempelajari materi dalam kelompok “ahli” kemudian membantu anggota kelompok “asal”
untuk mempelajari materinya. Penilaian Bervariasi, dapat berupa tes mingguan
Pengakuan Publikasi lain
Penelitian ini diselenggarakan untuk memperoleh jawaban apakah model pembelajaran yang akan diterapkan akan membantu meningkatkan prestasi belajar siswa, maka penelitian ini diarahkan dengan perumusan masalah: “Pengaruh Model Cooperative learning Teknik Jigsaw Pada Pembelajaran Mata Diklat OPKR-10-16B (Mengikuti Prosedur Kesehatan dan Keselamatan Kerja) Terhadap Minat dan Prestasi Belajar Siswa”.
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka dalam penelitian ini terdapat tiga variabel operasional, yaitu penggunaan Model Cooperative learning
teknik Jigsaw, minat belajar siswa, dan prestasi belajar siswa. Melalui penelitian ini diharapkan dapat mengungkapkan seberapa besar pengaruh model belajar yang diterapkan pada Cooperative learning teknik Jigsaw terhadap peningkatan minat dan prestasi belajarnya. Dengan mengetahui besarnya pengaruh model tersebut, akan diambil beberapa kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang dihadapi oleh SMK Bandung Selatan I.
(16)
Ditinjau dari konteks yang lebih luas, jawaban atas permasalahan tersebut merupakan masukan yang sangat bermanfaat bagi SMK, sekurang-kurangnya sebagai indikator untuk menunjang pengembangan kurikulum SMK. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang pokok permasalahan ini, akan diuraikan lebih lanjut dalam paragraf-paragraf berikut.
1.3. Paradigma Penelitian
Pokok permasalahan pada perumusan masalah menunjukkan adanya beberapa masalah yang perlu dikaji agar lingkup penelitian menjadi lebih jelas. Pengkajian itu akan didasarkan pada paradigma yang dilukiskan pada gambar berikut.
Paradigma Kelompok Eksperimen
Paradigma Kelompok Kontrol
Paradigma penelitian tersebut di atas dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, kelompok eksperimen dimana kelompok tersebut adalah sekumpulan siswa (kelas) yang diberi perlakuan dalam proses pembelajarannya dengan menerapkan model cooperative learning teknik Jigsaw oleh peneliti dan guru mata diklat yang bersangkutan. Kedua adalah kelompok Kontrol, dimana
Treatment (Co. Learning) Kelompok
Eksperimen
Minat dan Prestasi Belajar
Model Ceramah Kelompok
(17)
kelompok tersebut adalah sekumpulan siswa (kelas) yang tidak diberi perlakuan dalam proses pembelajarannya atau proses belajarnya seperti proses yang seperti biasa dilaksanakan. Dengan demikian akan terlihat perbedaan minat dan prestasi siswa yang diberikan perlakuan proses belajar dengan model yang berbeda.
1.4. Analisis Masalah dan Definisi-Definisi Operasional
Dengan batasan yang ditetapkan berdasarkan paradigma penelitian itu, sekurang-kurangnya ada tiga sub masalah yang memerlukan penjelasan dalam penelitian ini, yakni; Pertama, bagaimana rata-rata prestasi belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran, antara kelas yang menggunakan model cooperative learning dan kelas yang menggunakan model ceramah. Kedua, berapa besarnya pengaruh yang ditimbulkan oleh model cooperative learning teknik Jigsaw yang diterapkan terhadap minat dan prestasi belajar siswa. Ketiga, untuk mengetahui bagaimana minat yang ditimbulkan siswa terhadap penerapan model cooperative learning.
Submasalah pertama akan membahas tentang perbedaan-perbedaan antara hasil pembelajaran terhadap siswa yang diberikan perlakuan proses pembelajaran yang berbeda. Submasalah kedua akan mengungkapkan seberapa besar model
cooperative learning dapat berpengaruh terhadap minat dan prestasi belajar siswa. Sedangkan submasalah yang ketiga akan mengungkapkan mengenai respons siswa terhadap proses pembelajaran dengan model cooperative learning
teknik Jigsaw, apakah responnya positif atau negatif.
Untuk keperluan analisis, besar pengaruh model cooperative learning
(18)
kedalam hubungan pengaruh secara statistika yang dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan matematis.
1.4.1. Prestasi Belajar Siswa Dengan Model Belajar Ceramah Dan Cooperative learning.
Kemampuan intelektual siswa sangat menentukan keberhasilan siswa dalam memperoleh prestasinya. Untuk mengetahui berhasil tidaknya seseorang dalam belajar maka perlu dilakukan suatu evaluasi, tujuannya untuk mengetahui prestasi yang diperoleh siswa setelah proses belajar mengajar berlangsung. Adapaun prestasi dapat diartikan hasil yang diperoleh karena adanya aktifitas belajar yang telah dilakukan dan merupakan hasil dari proses belajar.
Proses pembelajaran yang dilakukan oleh banyak tenaga pendidik saat ini cenderung pada pencapaian target materi kurikulum, lebih mementingkan pada penghafalan konsep bukan pada pemahaman. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan pembelajaran di dalam kelas yang selalu didominasi oleh guru. Dalam penyampaian materi, biasanya guru menggunakan model ceramah, dimana siswa hanya duduk, mencatat, dan mendengarkan apa yang disampaikannya dan sedikit peluang bagi siswa untuk bertanya. Dengan demikian, suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif sehingga siswa menjadi pasif.
Berdasarkan pengamatan riil di lapangan, proses pembelajaran di sekolah dewasa ini kurang meningkatkan kreativitas siswa, terutama dalam pembelajaran kejuruan. Masih banyak tenaga pendidik yang menggunakan model konvensional secara monoton dalam kegiatan pembelajaran di kelas, sehingga suasana belajar terkesan kaku dan didominasi oleh sang guru.
(19)
Dalam belajar koperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan koperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Disamping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran koperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
Dengan demikian penerapan model pembelajaran yang berbeda akan memberikan hasil atau prestasi belajar siswa yang berbeda pula.
1.4.2. Pengaruh Model Cooperative learning Teknik Jigsaw Yang Diterapkan Terhadap Minat Dan Prestasi Belajar Siswa.
Jika melihat secara mendalam mengenai kondisi dunia pendidikan kita saat ini, salah satu contohnya adalah batas kelulusan minimal nilai Ujian Nasional, nilai ini sangatlah rendah. Dengan adanya permasalahan ini kita langsung memperhatikan betapa bertambahnya jumlah murid yang mengalami malas. Bahkan dari membaca media massa atau langsung melihat fakta yang menunjukkan adanya keruwetan dalam sekolah dan meningkatnya angka kenakalan pelajar.
Apa yang menyebabkan lambatnya peningkatan kualitas pendidikan ini? Lihatlah proses belajar mengajar di sekolah-sekolah, sistem pengajaran yang
(20)
diterapkan oleh guru kepada murid baru sampai pada taraf memberi bekal pengetahuan dan keterampilan sebatas sekedar tahu saja. Dalam sistem pengajaran ini jika kita lihat guru hanya sebatas memberi dan murid sekedar menerima saja.
Upaya peningkatan prestasi belajar siswa tidak terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya. Dalam hal ini, diperlukan guru kreatif yang dapat membuat pembelajaran menjadi lebih menarik dan disukai oleh peserta didik. Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat agar siswa dapat memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga pada gilirannya dapat diperoleh prestasi belajar yang optimal.
Model pembelajaran Cooperative learning merupakan salah satu model pembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual. Sistem pengajaran
Cooperative learning dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/ belajar kelompok yang terstruktur. Artikel Novi Emildadiany (2008:2) yang mengutip pernyataan (Johnson & Johnson, 1993) menyatakan bahwa yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsur pokok, yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok.
Falsafah yang mendasari pembelajaran Cooperative learning
(pembelajaran gotong royong) dalam pendidikan adalah “homo homini socius” yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial.
Cooperative learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di
(21)
antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih.
Pembelajaran koperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran koperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran koperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Dalam artikel Novi Emildadiany (2008:3) yang mengutip pernyataan Anita Lie dalam bukunya “Cooperative learning”, menerangkan bahwa model pembelajaran Cooperative learning tidak sama dengan sekadar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap Cooperative learning, untuk itu harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong yaitu; saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, Komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok.
Perkembangan model-model dalam proses pembelajaran ini akan menimbulkan suasana dan pengalaman yang baru umumnya bagi dunia pendidikan khususnya bagi siswa. Dengan revolusi ini akan meningkatkan respons belajar yang berbeda dari siswa, dan dengan adanya strategi baru dalam
(22)
model pembelajaran ini yang dapat meningkatkan interaksi, komunikasi, dan kerjasama kelompok siswa ini setidaknya dapat mempengaruhi terhadap peningkatan minat dan prestasi siswa setelah menyelesaikan proses belajarnya. 1.4.3. Respons Siswa Terhadap Penerapan Model Cooperative learning.
Terbentuknya minat seseorang terhadap suatu objek tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Minat merupakan motif yang dipelajari dan mendorong individu bertindak sesuai dengan minatnya tersebut.
Setiap jenis minat berfungsi memenuhi kebutuhan, oleh karena itu makin kuat kebutuhan yang dipenuhi makin besar dan tahan lama minat yang timbul. Makin sering individu melakukan kegiatan-kegiatan dengan aktif, maka niatnya makin kuat. Sebaliknya minatnya akan menurun karena tidak disalurkan. Andi Mapiare (1983:61) mengemukakan bahwa: “….. dengan bertambahnya usia, proses kesukaan dan proses ketidak sukaan cenderung untuk menetap dan diperkuat, adanya kecenderungan minat-minat individu akan menjadi stabil sejalan dengan pertumbuhan individu yang semakin menua”.
Cara pembelajaran koperatif teknik Jigsaw, siswa dapat saling berdiskusi, berpikir, mengemukakan pendapat, menganalisis pendapat teman, sehingga aktivitas belajar dan kemampuan penalaran mereka akan terlatih secara terus menerus.
Berkenaan dengan pembelajaran koperatif, berikut ini dikemukakan beberapa hasil penelitian yang menunjukkan hasil positif yang diterangkan oleh Tjok Rai Partadjaja dan Made Sulastri (2007:68), yaitu Madden & Havin (1995)
(23)
menyimpulkan bahwa belajar koperatif membuat anggota kelompok menjadi bersemangat belajar, selanjutnya Lundgren (1994) secara merinci menjelaskan beberapa manfaat pembelajaran koperatif, diataranya: (1) pemahaman konsep lebih dalam, (2) motivasi belajar lebih tinggi, (3) hasil belajar siswa lebih tinggi.
Dalam penelitian ini akan dibahas lebih lanjut mengenai tingkat minat belajar siswa yang dihasilkan oleh proses belajar yang akan diterapkan melalui model cooperative learning teknik Jigsaw. Dalam pengukurannya, minat tersebut akan diteliti berdasarkan indikator-indikator yang telah ditentukan dalam penelitian ini.
1.4.4. Definisi-definisi Operasional
Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, berikut ini dirumuskan beberapa pengertian dan definisi-definisi operasional dari variabel-variabel penelitian.
a. Model Cooperative learning.
Slavin dalam Hariyanto (2000:17) mengungkapkan bahwa “Pembelajaran koperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif dengan sesama anggotanya”.
Cooperative learning merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran ini dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok. Pembelajaran koperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar koperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat koperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara
(24)
terbuka dan hubungan yang bersifat interdepedensi efektif diantara anggota kelompok (Sugandi, 2002:14).
Model tersebut adalah model yang dimaksudkan dalam penelitian ini. Model ini akan diterapkan kepada siswa kelompok eksperimen dalam proses pembelajarannya dengan langkah-langkah seperti yang dijabarkan pada bab II. b. Minat Belajar Siswa
Slameto (2003:180) mengemukakan bahwa: “Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyeluruh”. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut maka semakin besar minatnya.
Istilah minat diartikan bermacam-macam oleh para ahli psikologi Karl. C. Garrison (1984:132) dalam Atin Rostini (1999:11) menerangkan minat sebagai berikut:
“. . . something between which secure same desired goal, or is mean to an end which of value to the individual because of its driving force use fullness, pleasure, or general social and vocantional significance”, artinya minat merupakan sesuatu yang memperkuat tujuan atau suatu maksud yang berharga bagi individu karena dorongan, kegunaannya, kesenangannya atau kepentingan dan pekerjaan …”
Bernard (1952:203) menyebutkan bahwa: “Minat adalah dorongan diantara individu dan objek-objek, situasi, orang atau kegiatan”.
c. Prestasi Belajar Siswa
Nana Syaodih S (1983:124-125) mengemukakan pendapat sebagai berikut: “hasil belajar merupakan perilaku yang dimiliki oleh siswa sebagai akibat dari
(25)
proses yang ditempuhnya, melalui sekolah maupun luar sekolah, yang bersifat kognitif maupun psikomotor yang disengaja”. Selain itu dijelaskan pula bahwa hasil belajar itu tercakup pada apa yang disebut prestasi belajar.
Bertitik tolak dari uraian di atas, setiap kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa akan menghasilkan perubahan-perubahan pada dirinya. Perubahan-perubahan tersebut dapat dikelompokkan kedalam bentuk Perubahan-perubahan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Prestasi belajar yang diperoleh siswa dapat diukur berdasarkan perilaku sebelum dan sesudah belajar dilakukan. Di lembaga-lembaga pendidikan formal, besar kecil atau tinggi rendahnya hasil belajar dinyatakan dalam bentuk angka-angka, dan tinggi rendahnya hasil belajar tersebut disebut dengan istilah prestasi belajar.
1.5 Pembatasan Masalah
Penelitian ini ditujukan kepada siswa-siswa kelas X di SMK Bandung Selatan I tahun ajaran 2008/2009, dengan demikian penelitian ini bersifat kasuistik. Selain batasan-batasan yang diungkap dalam paradigma penelitian, diberikan pula batasan-batasan yang menyangkut variabel-variabel penelitian yang terdiri dari model cooperative learning, minat belajar siswa, dan prestasi belajar siswa.
1.5.1. Cooperative learning
Model pembelajaran cooperative learning yang biasa diterapkan pada proses pembelajaran ada beberapa macam, diantaranya adalah pembelajaran koperatif tipe Jigsaw, pembelajaran koperatif tipe NHT (Number Heads Together), pembelajaran koperatif tipe STAD (Student Teams Achievement
(26)
Divisions), dan pembelajaran koperatif tipe TAI (Team Assited Individualization
atau Team Accelarated Instruction).
Model yang diterapkan pada penelitian ini adalah model cooperative learning teknik Jigsaw, karena model ini memiliki kelebihan diantara model-model pembelajaran koperatif yang lainnya, salah satu diantaranya adalah meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Selebihnya keunggulan teknik Jigsaw ini akan dibahas pada bab II secara detil.
1.5.2. Minat Belajar Siswa
Minat belajar siswa ini akan diukur dengan cara menggunakan kuesioner dalam bentuk beberapa pernyataan yang akan diberikan kepada siswa setelah proses pembelajaran cooperative learning diterapkan kepada mereka, kemudian dari kuesioner tersebut akan diberi penilaian sehingga dapat disimpulkan bagaimana tingkat minat siswa terhadap proses pembelajaran dengan model pembelajaran koperatif tersebut, begitu juga dengan responnya terhadap mata diklatnya sendiri. Minat Belajar ini diukur berdasarkan indikator-indikator yang mempengaruhi minat, yang diantaranya adalah faktor internal (kebutuhan, keinginan, dan cita-cita) dan faktor eksternal (lingkungan, kesempatan, dan pengalaman).
1.5.3. Prestasi Belajar Siswa
Peningkatan minat belajar siswa ini diukur dengan cara mengunakan post-test yang akan dilakukan setelah siswa mendapatkan materi mata diklat OPKR-10-16B dengan model pembelajaran cooperative learning teknik Jigsaw,
(27)
kemudian dari hasil tes tersebut akan diberikan penilaian sehingga dapat disimpulkan bagaimana tingkat prestasi siswa pada mata diklat yang bersangkutan dengan menggunakan model yang diterapkan pada penelitian ini.
1.6. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.6.1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah pertama, untuk mengetahui perbedaan rata-rata hasil belajar siswa sebelum mengikuti pembelajaran, antara kelas yang menggunakan model cooperative learning Teknik Jigsaw dan kelas yang menggunakan model ceramah. Kedua, untuk mengetahui perbedaan rata-rata hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran, antara kelas yang menggunakan model cooperative learning Teknik Jigsaw dan kelas yang menggunakan metode ceramah. Ketiga, untuk mengetahui respons siswa terhadap penerapan model cooperative learning Teknik Jigsaw.
1.6.2. Manfaat Penelitian
Sekurang-kurangnya ada tiga manfaat yang diperoleh dari penelitian ini, diantaranya; Pertama, sebagai bahan masukan bagi guru untuk memperluas pengetahuan dan wawasannya mengenai cooperative learning sebagai pembelajaran alternatif dalam upaya meningkatkan minat dan prestasi belajar siswa. Kedua, pembelajaran cooperative learning merupakan pengalaman baru bagi siswa sehingga diharapkan siswa dapat lebih tertarik untuk belajar dan meningkatkan prestasi belajarnya. Ketiga, sebagai sumbangan yang baik dan berguna bagi sekolah dalam upaya meningkatkan kualitas lulusan sekolahnya.
(28)
1.7. Sistematika Penulisan Laporan Penelitian
Penulisan laporan penelitian ini di awali dengan Bab I. Bab ini akan berisikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, paradigma masalah, tujuan dan manfaat penelitian dan sistematika penulisan laporan penelitian.
Pemahasan masalah yang dikemukakan dalam tesis ini didasarkan pada landasan teori yang diuraikan dalam Bab II. Landasan teori tersebut akan digunakan sebagai dasar analisis dan interpretasi data yang diperoleh dari penelitian di lapangan. Selanjutnya pada Bab III akan mengemukakan rancangan penelitian yang digunakan sebagai acuan penelitian. Pada ini akan dijelaskan secara rinci mengenai tujuan penelitian, asumsi-asumsi, hipotesis penelitian, pengembangan instrumen penelitian dan rancangan pengolahan data.
Kegiatan penelitian dan pengolahan data disajikan pada Bab IV. Dalam bab ini dijelaskan langkah-langkah persiapan yang bersifat administratif dan teknis, pelaksanaan penelitian meliputi pengumpulan data, pengolahan data, dan interpretasi hasil pengolahan data.
Tesis ini ditutup dengan Bab V yang menyajikan kesimpulan hasil penelitian, implikasi hasil penelitian terhadap Sekolah Menengah Kejuruan dan diakhiri dengan saran-saran.
(29)
83 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan studi eksperimen dengan menggunakan dua kelompok. Kelompok pertama sebagai kelompok atau kelas eksperimen dan kelompok kedua sebagai kelompok atau kelas kontrol. Untuk memperoleh data pada kedua kelompok tersebut diberikan tes awal dan tes akhir. Perbedaan antara kedua kelompok tersebut adalah pada perlakuan dalam proses pembelajaran, dimana kelompok eksperimen pembelajarannya dengan menggunakan model
cooperative learning tipe Jigsaw, sedangkan kelompok kontrol pembelajarannya secara biasa yaitu metode ceramah.
Pada model pembelajaran koperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal yang terdiri dari 5 kelompok terdiri dari 6 orang tiap kelompok dan kelompok ahli terdiri dari 6 kelompok terdiri dari 5 orang tiap kelompok. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.
Model belajar cooperative learning dengan menggunakan teknik Jigsaw, siswa akan dibagi menjadi beberapa kelompok dengan dua kategori, yaitu kelompok asal dan kelompok ahli. Para anggota dari tim yang berbeda berkumpul
(30)
dalam suatu kelompok (kelompok ahli) kemudian saling membantu satu sama lain membahas topik pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa itu kembali kepada kelompok asalnya untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.
Untuk lebih jelasnya model ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini
Gambar 3.1. Ilustrasi Eksperimen Penelitian
Selanjutnya prosedur yang ditempuh dalam penelitian ini dapat dideskripsikan sebagai berikut:
1. Secara acak dipilih dua kelas sebagai kelas sampel kelas eksperimen dan kelas kontrol dari subyek sampel yang tersedia.
2. Kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diberikan tes awal (pretest) dalam materi yang sama, kemudian ditentukan mean (rata-rata) dan simpangan baku masing-masing kelompok untuk mengetahui
Kelompok Ahli
(31)
kesamaan/perbedaan kemampuan siswa antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
3. Memberikan perlakuan sesuai dengan kriteria kelompok masing-masing, dimana pada kelas eksperimen diberikan perlakuan pembelajaran dengan menggunakan cooperative learning model Jigsaw, sedangkan kelompok kontrol diberikan perlakuan pembelajaran dengan cara biasa (metode ceramah).
4. Memberikan tes akhir kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Dari tes awal dan tes akhir diperoleh gainnya, kemudian dihitung mean (rata-rata) dan simpangan baku dari masing-masing kelompok untuk mengetahui peningkatan hasil belajar.
5. Setelah diperoleh data tes awal, tes akhir dan gain (peningkatan), selanjutnya dilakukan pengujian normalitas dan homogenitas varians terhadap data, sebagai pedoman dalam menggunakan uji statistik terhadap analisis data. 6. Menggunakan uji statistik yang sesuai dengan kriteria data (normal atau tidak
normal dan homogen atau tidak homogen) untuk mengetahui besarnya pengaruh penerapan model cooperative learning model Jigsaw terhadap hasil belajar siswa kelompok eksperimen. Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh tersebut, maka hasil belajar pada mata diklat OPKR-10-016B siswa kelompok eksperimen dibandingkan dengan hasil belajar siswa kelompok kontrol, sehingga dapat diketahui apakah prestasi belajar mata diklat OPKR-10-016B siswa kelompok eksperimen sama atau lebih baik dari pada hasil belajar siswa kelompok kontrol.
(32)
7. Kelas eksperimen diberikan angket kuesioner mengenai minat belajar, kemudian hasilnya dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui respons siswa terhadap penerapan model belajar cooperative learning model Jigsaw.
3.2. Lokasi, Populasi, dan Sampel Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMK Bandung Selatan 1 Kota Bandung. Pertimbangan dalam pemilihan di sekolah tersebut karena SMK Bandung Selatan 1 merupakan salah satu sekolah SMK Kelompok Teknologi dan Industri yang berada di kota Bandung provinsi Jawa Barat. Disamping itu pengalaman peneliti selama mengajar di SMK Bandung Selatan 1 kota Bandung, menemukan beberapa masalah yang cukup mendasar seperti kurangnya atau rendahnya pemahaman dan prestasi belajar siswa terhadap mata diklat OPKR-10-016B, serta rendahnya respons atau minat belajar siswa dalam mata diklat tersebut.
3.2.2. Populasi Penelitian
Suharsimi Arikunto (1989:102) mengemukakan bahwa: “Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian”. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X program Teknik Mekanik Otomotif. Untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan guna memecahkan masalah dan mencapai tujuan penelitian, maka penelitian membutuhkan sumber data yang dapat memberikan informasi mengenai masalah yang sedang dibahas secara transparan dan objektif. Sumber data yang dimaksud berasal dari populasi yaitu objek yang dapat dijadikan sebagai sumber penelitian yang berbentuk benda-benda, manusia
(33)
ataupun peristiwa sebagai objek penelitian. Hal ini sesuai dengan pendapat Surakhmad (1998:93), bahwa ”Populasi adalah sekumpulan objek baik manusia, gejala, nilai, peristiwa, dan benda-benda”. Jadi populasi bukan hanya orang saja, tetapi benda-benda lain.
Dalam penelitian ini yang dijadikan sebagai populasi adalah siswa kelas X (sepuluh) program keahlian Teknik Mekanik Otomotif SMK Bandung Selatan 1 kota Bandung tahun ajaran 2008/2009 yang sedang mengikuti mata diklat OPKR-10-016B.
Peneliti mengambil populasi siswa kelas X dikarenakan antara lain:
a. siswa kelas X dapat diasumsikan masih belum banyak dipengaruhi oleh berbagai pendekatan model-model belajar pada mata diklat OPKR-10-016B, b. siswa kelas X merupakan siswa kelas terendah untuk jenjang SMK
sehingga apabila diberikan pemahaman-pemahaman secara mendalam mengenai dunia industri terlebih mengenai kesehatan dan keselamatan kerja, hal ini dapat dijadikan sebagai pondasi yang kuat untuk menghadapi profesionalisme kerjanya di dunia industri.
3.2.3. Sampel Penelitian
Setelah populasi ditetapkan, selanjutnya dipilih sejumlah sampel sebagai sumber data. Sampel merupakan sebagian dari populasi yang dijadikan objek penelitian yang dianggap dapat mewakili seluruh populasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Reksoatmodjo (2007:5) yang memberikan definisi sampel, dimana ”contoh yang diambil secara acak untuk mewakili populasi dari mana sampel itu diambil”.
(34)
Ada aturan-aturan dalam pengambilan sampel pada suatu penelitian. Menurut Suharsimi Arikunto (2006:112) mengemukakan, bahwa untuk sekedar siap-siap maka apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua, sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi, selanjutnya apabila jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10-15 % atau 20-25% atau lebih.
Dari seluruh kelas X dengan 3 kelas paralel yang ada di SMK Bandung Selatan 1 kota Bandung dipilih satu kelas untuk dijadikan sebagai sampel penelitian. Teknik ini dipilih karena ”...setiap anggota dari suatu populasi yang ada mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai kelas sampel.” Reksoatmodjo (2007:5). Setelah terpilih dua kelas sampel, diacak lagi untuk mendapatkan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Adapun yang terpilih adalah untuk kelas eksperimen kelas X TMO 2 dan kelas kontrol adalah kelas I TMO 3, dengan perincian jumlah siswa pada masing-masing kelas dapat dilihat dalam tabel 3.2.
Tabel 3.1. Jumlah Siswa pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol di SMK Bandung Selatan 1 kota Bandung Kelas Laki-laki Perempuan Jumlah Keterangan
X TMO 3 30 - 30 Kelompok Kontrol
(35)
3.3. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya
Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yaitu berupa nilai dari hasil belajar siswa setelah mengikuti proses pembelajaran dan nilai minat belajar pada mata diklat OPKR-10-016B yaitu “Mengikuti Prosedur Kesehatan Dan Keselamatan Kerja”. Instrumen dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu tes hasil belajar dan angket respons siswa terhadap kegiatan pembelajaran (data angket respons siswa hanya diambil dari siswa pada kelompok eksperimen saja).
3.3.1. Tes Hasil Belajar
Tes hasil belajar dalam penelitian ini diperlukan untuk mendapatkan data kuantitatif yang berupa nilai dari hasil belajar siswa setelah mengikuti proses pembelajaran pada mata diklat OPKR-10-016B. Jumlah soal ada 25 (dua puluh lima) buah dengan perincian sebagai berikut:
1) Siswa dapat memahami Pengertian Keselamatan Kerja. 2) Siswa dapat mengenal bahaya yang terjadi di area kerja. 3) Siswa dapat memahami penggunaan pakaian kerja.
4) Siswa dapat menjelaskan Teknik pengangkatan/pemindahan secara manual. 5) Siswa memahami cara pemilihan alat-alat, bahan dan perlengkapan
kebersihan.
6) Siswa memahami pelaksanaan metode kebersihan. 7) Siswa memahami cara-cara penyimpanan barang.
(36)
Instrumen atau tes hasil belajar ini disusun berdasarkan rumusan tujuan pembelajaran khusus yang dituang dalam kisi-kisi tes. Selanjutnya tes ini diberikan kepada siswa baik pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol sebelum dan sesudah proses pembelajaran dilaksanakan.
Adapun langkah-langkah dalam penyusunan instrumen adalah sebagai berikut :
- Merumuskan tujuan yang dituangkan dalam kisi-kisi;
- Membuat butir soal, melengkapinya dengan kunci jawaban serta memberi skor tiap-tiap jawaban siswa;
- Melaksanakan uji coba instrumen; - Menganalisis hasil uji coba;
- Melakukan perbaikan terhadap hasil uji coba (jika diperlukan) pada item-item yang dirasa kurang baik.
3.3.2. Angket minat siswa
Angket ini diberikan untuk mengetahui bagaimana tanggapan atau minat siswa terhadap kegiatan pembelajaran mata diklat OPKR-10-016B dengan menggunakan model cooperative learning teknik Jigsaw. Angket ini hanya diberikan kepada siswa kelompok eksperimen.
3.4. Tahap Ujicoba Instrumen
Sebelum soal tes digunakan dalam penelitian ini, soal tersebut diujicobakan terlebih dahulu pada siswa yang pernah memperoleh materi OPKR-10-016B. Uji coba ini dimaksudkan untuk mengetahui kekurangan-kekurangan
(37)
atau kelemahan-kelemahan yang mungkin terjadi baik dalam hal redaksi, alternatif jawaban yang tersedia, maupun maksud dalam pertanyaan dan jawaban tersebut. Disamping itu ujicoba ini juga dimaksudkan untuk mendapatkan suatu tes dengan bahasa yang tepat dan mudah dipahami, serta untuk mengetahui validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda dari soal tes tersebut.
Pentingnya dilakukan uji coba soal tes ini diungkapkan oleh Faisal (1982: 38), sebagai berikut: “Setelah angket disusun lazimnya tidak langsung disebarkan untuk penggunaan sesungguhnya (tidak langsung dipakai dalam pengumpulan data yang sebenarnya). Sebelum pemakaian yang sesungguhnya sangat diperlukan uji coba terhadap isi maupun bahasa angket yang telah disusun.”
Setelah uji coba soal dilaksanakan maka dilakukan analisis statistika dengan tujuan untuk menguji tingkat validitas dan reliabilitasnya. Dengan diketahuinya keterjaminan validitas dan reliabilitas alat pengumpulan data, maka diharapkan hasil penelitian memiliki validitas dan reliabilitas yang dapat dipertanggungjawabkan.
Ujicoba instrumen dilaksanakan terhadap siswa kelas 1TMO1 SMK Bandung Selatan 1 Kota Bandung yang diikuti oleh 32 orang siswa.
3.4.1. Validitas
Arikunto (2005:69) mengemukakan bahwa sebuah tes dikatakan memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium. Teknik untuk mengetahuinya digunakan teknik korelasi product moment, yaitu :
(38)
[
2 2] [
2 2]
) ( ) ( ) ( ) ( ) (∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
− − − = Y Y N X X N Y X XY N rxy Dimana:Rxy = koefisien korelasi skor butir soal dengan skor total N = banyaknya peserta tes
X = skor tiap butir soal
Y = skor total yang diperoleh dari penjumlahan skor butir
Arikunto (2005:75) memberikan kriteria untuk menginterpretasikan koefisien korelasi sebagai berikut:
Tabel 3.2. Interpretasi Koefisien Korelasi Koefisien korelasi Interpretasi
0,800 - 1,000 Sangat Tinggi
0,600 - 0,799 Tinggi
0,400 - 0,599 Cukup
0,200 - 0,399 Rendah
0,000 - 0,199 Sangat Rendah
Setelah diperoleh koefisien korelasi, selanjutnya untuk melihat signifikansinya koefisien korelasi product moment tersebut disubstitusikan ke persamaan uji-t yaitu :
2 1 2 r n r t − −
= (Syafaruddin S., 2001:61)
Validitas terbukti jika harga t hitung > t tabel dengan tingkat signifikansi 95% atau α = 0,05.
3.4.2. Reliabilitas
Reliabilitas suatu tes digunakan untuk melihat gambaran ketetapan peserta tes dalam menjawab soal. Surapranata (2006:89) mengatakan bahwa, ”Tujuan utama mengestimasi reliabilitas adalah untuk menentukan seberapa besar
(39)
variabilitas yang terjadi akibat adanya kesalahan pengukuran dan seberapa besar variabilitas skor tes yang sebenarnya.” Dengan demikian reliabilitas suatu tes harus baik.
Untuk menghitung koefisien reliabilitas (r11) instrumen tes secara keseluruhan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Kuder-Richardson (KR-20) berikut :
− −
=
∑
22 11 1 S pq S k k
r Surapranata (2006:114)
r11 = reliabilitas
k = banyaknya butir soal
p = proporsi peserta tes menjawab benar
q = proporsi peserta tes menjawab salah S2 = jumlah varian dari skor soal
Interpretasi indeks derajat reliabilitas suatu tes, menurut Gillford dan
Winarno (Ruseffendi, 1994:144) adalah sebagai berikut:
0,000 ≤ r11 ≤ 0,200 : derajat reliabilitas tes kecil
0,200 < r11 ≤ 0,400 : derajat reliabilitas tes rendah
0,400 < r11 ≤ 0,700 : derajat reliabilitas tes sedang
0,700 < r11 ≤ 0,900 : derajat reliabilitas tes tinggi
0,900 < r11 ≤ 1,000 : derajat reliabilitas tes sangat tinggi
Setelah data hasil ujicoba dianalisis, maka akan diperoleh koefisien
reliabilitas tes. Tingginya koefisien reabilitas (mendekati angka 1) menunjukkan
soal tes yang diujicobakan realibel untuk digunakan sebagai instrumen pengumpul
data penelitian. Derajat reliabilitas yang tinggi menunjukkan perangkat tes
(40)
3.4.3. Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran suatu butir soal menunjukkan apakah butir soal tersebut tergolong sukar, sedang atau mudah. Persamaan yang digunakan untuk menentukan tingkat kesukaran dengan proporsi menjawab benar adalah:
JS B
P = Arikunto (2005:208)
P = indeks tingkat kesukaran
B = banyaknya peserta tes yang menjawab dengan benar JS = jumlah seluruh peserta tes
Kriteria indeks kesukaran butir soal yang digunakan menurut Arikunto (2005:210) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
• Soal dengan P = 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar • Soal dengan P = 0,30 sampai 0,70 adalah soal sedang • Soal dengan P = 0,70 sampai 1,00 adalah soal mudah 3.4.4. Daya Pembeda
Salah satu tujuan analisis kuantitatif soal adalah untuk menentukan dapat tidaknya suatu soal membedakan kelompok dalam aspek yang diukur sesuai dengan perbedaan yang ada dalam kelompok itu. Arikunto (2005:211) mengemukakan bahwa daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah).
Crocker dan Algina dalam Surapranata (2006:24) mendefinisikan daya pembeda sebagai ”Selisih antara proporsi jawaban benar pada kelompok atas dengan proporsi jawaban benar pada kelompok bawah”. Angka yang
(41)
menunjukkan besarnya daya pembeda adalah indeks diskriminasi (D), indeks ini berkisar antara -1,00 sampai dengan 1,00. Tanda negatif pada indeks daya pembeda ini berarti menunjukkan kualitas soal yang digunakan “terbalik”, dimana anak pandai disebut bodoh atau anak bodoh disebut pandai. Oleh karena itu indeks negatif tersebut dapat pula dikatakan soal yang jelek dan harus diganti atau dibuang.
Untuk menentukan daya pembeda (D) bagi siswa yang berjumlah kurang dari 100 orang, seluruh kelompok testee dibagi 2 sama besar 50% kelompok atas dan 50% kelompok bawah (Suharsimi, 2005:212). Untuk pembagian kelompok tersebut responden di rangking terlebih dahulu dari yang mempunyai nilai terbesar hingga nilai terkecil.
Perhitungan indeks daya pembeda setiap soal menggunakan persamaan:
B B A A
J B J B
D = − Arikunto (2005:213)
D = indeks daya pembeda
BA = jumlah peserta tes yang menjawab benar pada kelompok atas BB = jumlah peserta tes yang menjawab benar pada kelompok bawah JA = jumlah peserta tes kelompok atas
JB = jumlah peserta tes kelompok bawah
Kriteria indeks daya pembeda yang digunakan dapat diklasifikasikan seperti diperlihatkan pada tabel 3.3.
(42)
Tabel 3.3. Kriteria Daya Pembeda
Indeks D Kriteria
0,00 – 0,20 Baik sekali (excellent)
0,21 – 0,40 Baik (good)
0,41 – 0,70 Cukup (satisfactory) 0,71 – 1,00 Jelek (poor)
negatif Sebaiknya soal dibuang
Sumber : Arikunto, (2005:218)
3.5. Pelaksanaan Penelitian
Kegiatan dalam penelitian ini dilaksanakan di kelas X (kelas yang terpilih sebagai sampel) pada semester II (dua) tahun pembelajaran 2008/2009 dengan materi OPKR-10-016B. Pelaksanaan kegiatan dalam penelitian dimulai dengan melakukan konsultasi dengan guru mata diklat yang bersangkutan di kelas sampel. Hal ini dilakukan agar diperoleh gambaran umum atau karakteristik siswa di kelas tersebut. Disamping itu proses pembelajaran langsung dilakukan oleh guru mata diklat yang bersangkutan sedangkan peneliti memantau suasana kelas pada saat proses pembelajaran sedang berlangsung. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran dalam penelitian ini dilakukan sesuai dengan jadwal mata diklat pada masing-masing kelas.
3.6. Teknik Analisis Data
Untuk melakukan pengolahan data lebih lanjut mengenai prestasi belajar siswa, maka terlebih dahulu perlu dilakukan pengujian terhadap normalitas dan
(43)
homogenitas soal. Jika persyaratan ini terpenuhi, pengolahan data melalui statistik inferensial dapat dilaksanakan dan begitu juga sebaliknya.
3.6.1. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui kondisi data apakah berdistribusi normal atau tidak. Menurut Sugiyono (2007, 79), bahwa:
Untuk menentukan data tersebut menggunakan statistik parametris atau statistik nonparametris, maka kenormalan data harus diuji terlebih dahulu. Bila data berdistribusi normal, maka peneliti menggunakan statistik parametris. Jika data tersebut tidak berdistribusi normal maka peneliti harus menggunakan statistik non parametris.
Untuk uji normalitas distribusi dilakukan dengan menggunakan rumus Chi-Kuadrat (χ2) sebagai berikut :
(
)
∑
− = e e o f f f 2 2χ (Reksoatmodjo, 2007: 43)
χ2 = nilai Chi-kuadrat
fo = frekuensi hasil pengamatan
fe = frekuensi teoritik atau ekspektasi/harapan
Untuk mengoperasikan rumus tersebut, ditempuh langkah-langkah berikut: 1) Membuat daftar distribusi frekuensi dengan langkah-langkah seperti di atas. 2) Mencari mean/rata-rata (X ).
3) Mencari simpangan baku (S).
4) Membuat daftar frekuensi yang diharapkan dan hasil pengamatan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a) Menentukan batas kelas, yaitu angka skor-skor kiri kelas interval pertama dikurangi 0,5 dan selanjutnya angka skor-skor kanan kelas interval ditambah 0,5.
(44)
b) Mencari Z untuk batas kelas dengan rumus :
S X kelas batas
Z = − (Reksoatmodjo, 2007: 38)
c) Mencari luas 0 – Z dari daftar F dengan menggunakan angka Z untuk batas kelas.
d) Mencari luas kelas interval dengan jalan mengurangkan angka-angka pada luas 0 – Z yang berdekatan, yaitu bagi angka yang bertanda sejenis dan menambahkan angka-angka pada luas 0 – Z yang berdekatan bagi yang bertanda tidak sama pada nilai Z untuk batas kelas.
e) Mencari frekuensi yang diharapkan (fe), yaitu angka luas tiap kelas interval dikali dengan jumlah responden (n).
f) Memasukkan frekuensi yang ada dalam distribusi frekuensi sebagai frekuensi pengamatan (fo).
5) Mencari Chi-kuadrat (χ2).
Menurut Reksoadmodjo (2007: 46), “pengujian normalitas didasarkan pada tabel distribusi χ2.”
6) Bandingkan setiap harga χ2hitung dengan χ2tabel, dengan dk = k – 1 pada tingkat
kepercayaan tertentu. Kriteria pengujian :
Ho diterima, jika χ2hitung ≤ χ2tabel, artinya sampel berdistribusi normal.
3.6.2. Uji Homogenitas Varians
Uji homogenitas digunakan untuk menentukan sampel dari populasi dari dua kelas yang homogen. Apabila kesimpulan menunjukkan kelompok data
(45)
homogen, maka data berasal dari populasi yang sama dan layak untuk untuk diuji statistik parametrik. Menurut Siregar (2004: 90) "Kelompok data sampel yang homogen, dapat dianggap berasal dari populasi yang sama, sehingga boleh digabung untuk dianalisis lebih lanjut. Jika tidak homogen, maka tiap kelompok data akan memiliki kesimpulan masing-masing, dan tidak mewakili populasinya." Lebih lanjut Sugiyono (2007: 56) mengatakan bahwa "Salah satu teknik statistik yang digunakan untuk menjelaskan homogenitas kelompok adalah dengan analisis varians. Untuk menguji homogenitas varians, maka langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
(1) Menghitung varians (S2) kedua kelompok sampel
) 1 ( ) ( 2 __ 2 − − ∑ = n x x S i
Sugiyono (2007: 57)
(2) Menghitung harga Fhitung
terkecil terbesar Varians Varians
F = Sugiyono (2007: 140) (3) Menghitung derajat kebebasan (dk)
dk = (n - 1) Sudjana (2002: 304)
(4) Menghitung harga Ftabel
Ftabel dihitung dari tabel nilai-nilai distribusi F pada taraf signifikansi α2 =
0,05 (5%) dan α2 = 0,01 (1%) dengan derajat kebebasan (dk-1) untuk
kelompok pertama dan kelompok kedua.
Data untuk mengetahui bagaimana minat siswa terhadap pembelajaran
cooperative learning dengan teknik Jigsaw adalah dengan menggunakan data
(46)
kelompok eksperimen terhadap proses pembelajaran mata diklat OPKR-10-016B dengan menggunakan model pembelajaran cooperative learning teknik Jigsaw.
Kuesioner ini disebarkan kepada siswa yang terdapat pada kelompok eksperimen. Angket yang digunakan ini bersifat tertutup, artinya peneliti membatasi alternatif jawaban yang dipilih oleh responden sesuai dengan isi item angket dan angket yang digunakan dalam penelitian ini hanya sebagai data pendukung untuk memperoleh informasi tentang sikap atau tanggapan siswa terhadap penggunaan model pembelajaran cooperative learning dengan teknik Jigsaw untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran mata diklat OPKR-10-016B. Angket yang digunakan dalam penelitian ini disusun menurut skala Likert. Jawaban setiap item angket pada penelitian ini mempunyai gradasi positif dan untuk keperluan analisis kuantitatif. Menurut Reksoatmodjo (2007: 198), ”Instrumen penelitian disusun dalam bentuk pernyataan sikap dengan empat pilihan sikap: SS (sangat setuju), S (setuju), TS (tidak setuju), dan STS (sangat tidak setuju).” Untuk keperluan pengolahan data secara statistika, tiap pilihan jawaban diberi nilai: SS = 3, S = 2, TS = 1, dan STS = 0, untuk pernyataan positif: Jumlah butir soal yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 30 soal. Skor setiap item yang memilih SS, S, TS, STS adalah 3, 2, 1, 0. Rumus yang digunakan untuk menentukan kriteria respons siswa terhadap model pembelajaran
cooperative learning dengan teknik Jigsaw adalah:
% 100
x maksimum Skor
total Skor
Skor = Syamsu, et al. (1992, 115)
Setelah dilakukan penyebaran angket, maka hasil penyebaran angket tersebut dianalisis dengan penyajian data dalam bentuk tabel data ordinal
(47)
kemudian data tersebut disajikan dalam bentuk grafik diagram. Setelah disajikan dalam bentuk grafik maka akan diketahui bagaimana respons siswa terhadap penggunaan model pembelajaran cooperative learning dengan teknik Jigsaw pada mata diklat OPKR-10-016B. Dari hasil skor yang diperoleh dari penyebaran angket tersebut dikorelasikan dengan tabel kriteria respons siswa terhadap model pembelajaran cooperative learning dengan teknik Jigsaw, seperti yang diperlihatkan pada tabel 3.3.
Tabel 3.4. Kriteria Minat Siswa Rentang skor Kategori
Skor ≥ 70 Tinggi
30 ≥ Skor < 70 Sedang
Skor ≤ 30 Rendah
Sumber: Syamsu, et al. (1992, 130) 3.6.3. Menguji Hipotesis
Pengujian hipotesis merupakan langkah penting dalam suatu penelitian. Dalam penelitian ini dilakukan pengujian hipotesis komparatif yang berarti menguji parameter populasi yang berbentuk perbandingan melalui ukuran sampel yang juga berbentuk perbandingan dimana kelompok sampel kelas kontrol dibandingkan dengan kelompok sampel kelas eksperimen baik itu dalam hal kemampuan awal yang dilihat dari hasil pretest maupun hasil belajar setelah proses pembelajaran diberikan kepada kedua kelompok sampel yang dievaluasi melalui postrest. Hal ini juga dapat berarti lenguji kemampuan generalisasi (signifikansi hasil penelitian) yang berupa perbandingan keadaan variable dari kedua sampel. Apabila Ho dalam pengujian diterima, maka hal ini berarti bahwa
(48)
nilai perbandingan antara kedua sampel tersebut dapat digeneralisasikan untuk seluruh populasi dimana sampel-sampel diambil dengan taraf kesalahan tertentu.
Dalam pengujian hipotesis komparatif dua sampel, terdapat berbagai teknik statistik yang dapat digunakan tergantung pada bentuk komparasi. Untuk data interval dan rasio digunakan statistik parametris dan untuk data nominal/diskrit dapat digunakan datasatistik nonparametris. Langkah-langkah pengujian hipotesis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Menentukan hipotesis statistik yang diajukan. 2) Menentukan rata-rata kedua kelompok sampel. 3) Menentukan varians kedua kelompok sampel. 4) Menentukan harga thitung.
5) Menentukan harga ttabel dan derajat kebebasan. 6) Mengkorelasikan harga thitung dengan harga ttabel. 7) Membuat kesimpulan dari pengujian hipotesis.
Menurut Sugiyono (2007:119) terdapat tiga macam hipotesis komparatif dua sampel dan cara mana yang digunakan tergantung dari bunyi kalimat hipotesis yang diajukan. Tiga macam itu adalah:
1. Uji dua pihak (Ho : µ1 = µ2 dan Ha : µ1 = µ2) 2. Uji pihak kiri (Ho : µ1 ≥ µ2 dan Ha : µ1 < µ2) 3. Uji pihak kanan (Ho : µ1 ≤ µ2 dan Ha : µ1 > µ2)
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka untuk uji t-test dapat menggunakan rumus sebagai berikut:
(49)
− + − = 2 2 1 1 2 2 2 1 2 1 __ 2 __ 1 2 n S n S r n S n S x x
thitung Sugiyono (2006:119)
Dimana:
__ 1
x = Rata-rata sampel 1
__ 2
x = Rata-rata sampel 2
S1 = Simpangan baku sampel 1
S2 = Simpangan baku sampel 2
S12 = Varian sampel 1
S22 = Varian sampel 2
R = korelasi antara dua sampel
n = jumlah sampel
Pengujian hipotesis antara dua kelompok sampel kelas kontrol dengan
kelas eksperimen yang dilakukan adalah sebanyak lima kali, sehingga hipotesis
statistik yang diajukan juga sebanyak lima kali. Hipotesis statistik digunakan
untuk membuktikan hipotesis penelitian. Hipotesis dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Uji hipotesis pretest-pretest kelompok eksperimen dengan kontrol.
Ho : Terdapat perbedaan kemampuan kognitif awal antara kelas kontrol
dengan kelas eksperimen.
Ha : Tidak terdapat perbedaan kemampuan kognitif awal antara kelas kontrol
(50)
Ho : 1 = 2 Ha : 1 ≠ 2
2. Uji hipotesis pretest-posttest kelompok kontrol
Ho : Terdapat peningkatan hasil belajar siswa yang signifikan setelah melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan model biasa atau konvensional pada mata diklat OPKR-10-016B.
Ha : Tidak terdapat peningkatan hasil belajar siswa yang signifikan setelah melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan model biasa atau konvensional pada mata diklat OPKR-10-016B.
Ho : 1 ≤ 2 Ha : 1 > 2
3. Uji hipotesis pretest-posttest kelompok eksperimen
Ho : Terdapat peningkatan hasil belajar siswa yang signifikan setelah melaksanakan proses pembelajaran cooperative learning teknik Jigsaw pada mata diklat OPKR-10-016B.
Ha : Tidak terdapat peningkatan hasil belajar siswa yang signifikan setelah melaksanakan proses pembelajaran cooperative learning teknik Jigsaw pada mata diklat OPKR-10-016B.
Ho : 1 ≤ 2 Ha : 1 > 2
(51)
Ho : Tidak terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang signifikan antara proses pembelajaran cooperative learning teknik Jigsaw dengan menggunakan media konvensional.
Ha : Terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang signifikan antara proses pembelajaran cooperative learning teknik Jigsaw dengan menggunakan media konvensional.
Ho : 1 = 2 Ha : 1 ≠ 2
5. Uji hipotesis gain kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen
Ho : Tidak terdapat perbedaan gain hasil belajar siswa yang signifikan antara proses pembelajaran cooperative learning teknik Jigsaw dengan yang menggunakan media konvensional.
Ha : Terdapat perbedaan gain hasil belajar siswa yang signifikan antara proses pembelajaran cooperative learning teknik Jigsaw dengan yang menggunakan media konvensional.
Ho : 1 = 2 Ha : 1 ≠ 2 3.6.4. Analisis Normalisasi Gain
Hake (2002:1) mengatakan bahwa "The normalized gain is determined from the "after" and "before" examination scores." Jadi nilai normalisasi gain
dapat ditentukan dari skor setelah perlakuan (posttest)dan skor sebelum perlakuan (pretest). Rumus yang digunakan untuk menentukan normalisasi gain setiap siswa
(single student) adalah :
) % 100 ( ) % (% % % max pretest pretest posttest gain gain gain − − =
(52)
g = Nilai normalisasi gain
% gain = the actual average gain.
% gain max = the maximum possible actual average gain
% posttest = persentase skor posttes. % pretest = persentase skor pretes.
Untuk menentukan rata-rata normalisasi gain kelompok dapat menggunakan rumus: ) % 100 ( ) % (% > < − > < − > < = > < pretest pretest posttest
gain Hake (2002: 3)
>
<gain = rata-rata normalisasi gain kelompok % < posttest > = persentase rata-rata posttest kelompok % < pretest > = persetase rata-rata pretest kelompok
Nilai normalisasi gain dikorelasikan dengan tabel klasifikasi normalisasi gain berikut.
Tabel 3.5. Kriteria Normalisasi Gain Rentang normalisasi gain Kriteria
g ≥ 0,70 Tinggi
0,30 ≥ g > 0,70 Sedang
≤ 0,30 Rendah
Sumber : Hake (Laksana, 2005: 56)
3.7. Prosedur Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti mengikuti prosedur penelitian yang sistematis, mulai dari tahap penyusunan proposal penelitian sampai kepada tahap penyusunan tesis. Prosedur atau tahapan penelitian dapat dilihat pada gambar 3.2.
(53)
(54)
136
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
Kesimpulan penelitian adalah jawaban dari permasalahan penelitian yang
dilakukan. Pada bab ini penulis akan menyajikan kesimpulan berdasarkan hasil
penelitian yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya. Penulis juga
mengemukakan beberapa saran yang berpedoman pada hasil penelitian sebagai
masukan bagi berbagai pihak yang tersangkut kedalam penelitian ini.
5.1. Kesimpulan
Metode pembelajaran kooperatif mempunyai manfaat yang besar dalam
pembelajaran. Metode pembelajaran kooperatif dapat digunakan sebagai strategi
pengajaran alternatif, dimana pelajar dapat memperoleh manfaat yang terpadu antara
aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
Selain itu model pembelajaran ini telah terbukti dapat dipergunakan dalam
berbagai mata pelajaran dan berbagai usia. Selain itu banyak bukti-bukti nyata
tentang keberhasilan pendekatan ini dan masyarakat ataupun para stakeholders
pendidikan semakin menyadari pentingnya para siswa berlatih berpikir, memecahkan
masalah, serta menggabungkan kemampuan dan keahlian. Hal itulah yang menjadi
alasan mengapa cooperative learning tersebut mampu memasuki mainstream
(kelaziman) praktek pendidikan. Disinilah peran guru untuk merancang pengajaran
dan pembelajaran agar prestasi belajar siswa dapat dimanifestasikan dalam
(55)
pengaruh penerapan proses pembelajaran dengan menggunakan model cooperative
learning teknik Jigsaw pada mata diklat OPKR-10-16B terhadap minat dan prestasi
belajar siswa kelas X (sepuluh) program, keahlian Teknik Mekanik Otomotif SMK
Bandung Selatan 1 Kota Bandung. Mengacu kepada hipotesis yang telah diajukan
dan melalui analisis perhitungan yang letah dilakukan, maka dari itu ditariklah
beberapa pernyataan yang dijadikan sebagai kesimpulan dari penelitian ini.
(1) Prestasi atau hasil belajar siswa untuk kedua kelompok kelas kontrol dan
eksperimen sebelum mengikuti proses pembelajaran penelitian tidak terdapat
perbedaan yang signifikan, hal ini terlihat dari hasil penelitian yang ditunjukkan dari
analisis perhitungan pengujian homogenitas yang dilakukan terhadap pretest antara
kedua kelompok sampel kelas kontrol dan eksperimen. (2) Setelah mengikuti
pembelajaran, terdapat perbedaan rata-rata prestasi belajar siswa pada kedua
kelompok, dimana data dari penelitian menyebutkan bahwa skor rata-rata kelompok
kontrol sebesar 12,20 dan skor rata-rata kelompok eksperimen sebesar 17,93, maka
dapat disimpulkan hasil belajar pada kelompok eksperimen lebih baik dibandingkan
dengan kelompok kontrol yang diberikan proses pembelajaran seperti biasa. (3)
Kelompok yang diberikan proses pembelajaran dengan menggunakan model
cooperative learning teknik Jigsaw memiliki peningkatan hasil belajar siswa yang
lebih baik dibandingkan dengan kelompok yang diberikan proses pembelajaran
konvensional, kesimpulan tersebut diambil berdasarkan dari data peningkatan skor
(56)
kelompok sampel kelas eksperimen, dan tingkatan minat ini menunjukkan angka
75,33 dan apabila diinterpretasikan terhadap kriteria tingkatan minat dapat
disimpulkan bahwa minat siswa terhadap proses pembelajaran dengan menggunakan
model cooperative learning teknik Jigsaw memiliki tingkat tinggi.
5.2. Implikasi Hasil Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan suatu eksperimen dimana hasil yang
diperoleh diharapkan dapat dijadikan suatu parameter dalam pertimbangan ataupun
pengambilan keputusan dimana suatu model pembelajaran yang diterapkan dapat
diketahui mana yang sebaiknya digunakan dalam suatu lingkungan pendidikan
umumnya dan sistem pengajaran di sekolah khususnya agar dapat memperoleh hasil
(prestasi) belajar yang baik. Selain itu juga diharapkan dengan adanya penelitian ini,
pihak-pihak yang bersangkutan dapat melihat lebih luas lagi
permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam suatu pendidikan dan mengetahui langkah-langkah
yang harus dilakukan untuk mengurangi permasalahan tersebut.
Dapat dipastikan bahwa hasil dari penelitian ini memiliki implikasi yang
positif bagi berbagai pihak yang tersangkut di dalam penelitian ini. Dari berbagai
macam permasalahan yang terjadi di ruang lingkup penelitian ini telah terungkap
hasil-hasil penelitian yang secara langsung berimbas terhadap pihak-pihak yang
dimaksudkan. Salah satu diantaranya adalah hasil penelitian yang dibahas pada
bagian evaluasi awal (pretest) diperoleh hasil yang dapat dikatakan kurang baik. Hal
(57)
kemudian kepada siswa juga diharapkan memiliki kemampuan yang lebih baik pula
dalam mempelajari dan memahami suatu materi yang diberikan.
Hal lain yang diperoleh dari hasil penelitian mengenai perbedaan rata-rata
hasil belajar siswa yang signifikan antara kelompok sampel kelas kontrol dan
eksperimen memberikan implikasi yang harus dicermati dimana dengan adanya
penerapan model pembelajaran yang baru para siswa mendapatkan hasil yang
berbeda dan memiliki perkembangan yang positif, namun hal ini juga harus dapat
diprediksikan bahwa apabila pihak sekolah akan menerapkan sistem pembelajaran
yang baru sebaiknya dapat melihat kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi
nantinya karena dikhawatirkan dengan adanya penerapan sistem yang baru akan
memerlukan proses pengadaptasian terhadap pihak yang akan melaksanakan sistem
tersebut.
Implikasi yang lain adalah mengenai pengingkatan hasil (prestasi) belajar
yang diperoleh dalam peneltian ini. Peningkatan hasil belajar tersebut akan
berbeda-beda, tinggi atau rendahnya peningkatan ini tergantung pada karakter dari berbagai
model-model pembelajaran yang bervariasi di dunia pendidikan. Sehingga hal ini
secara tidak langsung menyatakan bahwa memerlukan analisis yang cukup matang
dalam membuat keputusan dalam hal penetapan model pembelajaran mana yang
layak digunakan dan memang akan memberikan hasil yang positif sesuai dengan
tujuan pendidikan yang dimiliki oleh suatu sekolah. Ini juga mendorong para
(1)
139
lebih baik dalam penerapan proses pembelajaran yang akan diberikan kepada siswa, kemudian kepada siswa juga diharapkan memiliki kemampuan yang lebih baik pula dalam mempelajari dan memahami suatu materi yang diberikan.
Hal lain yang diperoleh dari hasil penelitian mengenai perbedaan rata-rata hasil belajar siswa yang signifikan antara kelompok sampel kelas kontrol dan eksperimen memberikan implikasi yang harus dicermati dimana dengan adanya penerapan model pembelajaran yang baru para siswa mendapatkan hasil yang berbeda dan memiliki perkembangan yang positif, namun hal ini juga harus dapat diprediksikan bahwa apabila pihak sekolah akan menerapkan sistem pembelajaran yang baru sebaiknya dapat melihat kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi nantinya karena dikhawatirkan dengan adanya penerapan sistem yang baru akan memerlukan proses pengadaptasian terhadap pihak yang akan melaksanakan sistem tersebut.
Implikasi yang lain adalah mengenai pengingkatan hasil (prestasi) belajar yang diperoleh dalam peneltian ini. Peningkatan hasil belajar tersebut akan berbeda-beda, tinggi atau rendahnya peningkatan ini tergantung pada karakter dari berbagai model-model pembelajaran yang bervariasi di dunia pendidikan. Sehingga hal ini secara tidak langsung menyatakan bahwa memerlukan analisis yang cukup matang dalam membuat keputusan dalam hal penetapan model pembelajaran mana yang layak digunakan dan memang akan memberikan hasil yang positif sesuai dengan tujuan pendidikan yang dimiliki oleh suatu sekolah. Ini juga mendorong para guru-guru yang ada di dalam sistem pendidikan untuk lebih mengeksplorasi dan
(2)
140
memahami lebih detil mengenai model-model pembelajaran yang sebaiknya digunakan dalam mentransferkan ilmu pendidikan kepada siswa.
Terungkapnya hasil penelitian minat siswa yang tinggi terhadap model pembelajaran yang baru yaitu cooperative learning menguatkan suatu pernyataan bahwa siswa cukup responsif terhadap suatu perubahan sistem atau proses pembelajaran yang diberikan kepada mereka. Oleh karena itu, dengan karakter siswa seperti ini haruslah berhati-hati dalam memberikan atau merubah suatu program atau sistem pembelajaran kepada siswa perlu juga diketahui hal-hal yang yang akan terjadi nantinya apakah akan berdampak positif atau negatif.
5.3. Saran
Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilaksanakan dikaitkan dengan tujuan dan manfaat penelitian yang telah diungkapkan sebelumnya, maka peneliti memberikan saran kepada beberapa pihak. Yang pertama bagi pihak peneliti yang akan membahas lebih lanjut mengenai model-model pembelajaran, diantaranya adalah melakukan penelitian yang lebih luas lagi mengenai model-model cooperative learning yang dapat meningkatkan prestasi belajar siswa lebih baik lagi. Kemudian disarankan pula dapat menyempurnakan atau memodifikasi penelitian ini, sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang positif umumnya bagi kemajuan pendidikan dan khususnya penerapan model pembelajaran di sekolah.
Bagi pihak guru mata diklat yang sangat berperan penting dalam proses pembelajaran disarankan dapat mengaplikasikan proses pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning pada umumnya, khususnya teknik Jigsaw
(3)
141
agar proses pembelajaran di sekolah bervariasi dan dapat meningkatkan minat siswa dalam melaksanakan proses pembelajarannya. Selain itu diharapkan selalu memperdalam model pembelajaran koperatif yang lainnya, juga mengeksplorasi berbagai macam model-model pembelajaran dan mengaplikasikannya terhadap siswa. Terakhir bagi pihak sekolah diharapkan selalu memberikan dukungan yang positif serta memfasilitasi dalam rangka untuk memberikan meningkatkan pembelajaran, karena pengembangan-pengembangan seperti ini sangatlah penting. Tidak hanya itu, pihak sekolah seyogyanya selalu memberikan dukungan terhadap inovasi-inovasi yang guru ciptakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan proses pembelajaran terhadap siswa, dan juga memiliki respons yang sangat kuat dalam mengatasi kendala-kendala yang terjadi di dalam proses pembelajaran.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian. Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: P.T. Rineka Cipta.
Arif, Zainuddin (1992) “Motif Berprestasi dan Tingkat Sosial Sebagai faktor Determinatif Terhadap Minat Belajar Orang Dewasa Dalam Program Kejar Paket A ” Bandung: Tesis Program Pasca Sarjana IKIP Bandung.
Bernard, E.M. “Mental Hygiene for Classroom Teachers” New York: McGraw-Hill. Crow, L. and Crow A. (1954). “Educational Psycology” American Book Co. NewYork Djamarah, S. B., Zain, Aswan. (2006). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka
Cipta.
Djamarah, Syaiful Bahri. (2002). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Emildadiany, N. (2008). Cooperative Learning Teknik Jigsaw. [Online]. Tersedia: www.topblogarea.com/rss/Jigsaw.htm - 68k - [10 November 2008]
Faisal, S. (1982). Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional. Fatirul, Ahmad N. (2008). Cooperative Learning.Trimanjuniarsoworpress.com Hamalik, Oemar. (1990). Metoda Belajar dan Kesulitan Belajar. Bandung: Tarsito. Hake R.R. (2002). Relationship of Individual Student Normalized Learn Gains in
Mechanics with Gender, High-School Physics, and Pretest Scores on
Mathematics and Spatial Visualization. [Online]. Tersedia:
http:/www.physics.indiana.edu/~hake>. [25 Februari 2007]
Ibrahim, M., Rachmadiarti, F., Nur, M., dan Ismono. (2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press.
Kagan, Spencer. (1992). Cooperative Learning. San Juan Capistrano: Kagan Cooperative Learning
Karlina, Ina. (2008). “Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) sebagai Salah Satu Strategi Membangun Pengetahuan Siswa”. Bandung
Kartono, K. (1995). Teori Kemandirian. Bandung: Alvani.
Lie, Anita. (2008). “Cooperative Learning (Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas)”. Jakarta: PT. Gramedia Widiarsana Indonesia.
(5)
Mappiare, Andi. (1983). “Psikologi Remaja”. Surabaya: Usaha Nasional.
Mulyadi, Agus. (1995). “Pengembangan Program Bimbingan Karir di Sekolah Berdasarkan Telaah Minat dan Pemilihan Karir Siswa”. Bandung: Tesis Program Pasca Sarjana IKIP Bandung.
Nasution, S. (1996). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: jakarta: Balai Pustaka.
Pasaribu, I.L dan Simanjuntak, B. (1986). “Didaktik dan Metodik ”. Bandung: Tarsito Partadjaja, T.R. dan Sulastri, M. (2007). “Penerapan Model Pembelajaran Kooperative
Jigsaw Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Penalaran Mahasiswa Pada Mata Kuliah Ilmu Budaya Dasar”. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan. 1(1), 65-77.
Purwanto, N. (1992). Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Rosda Karya.
Rostini, Atin. (1999). “Hubungan Minat Mahasiswa Terdadap Paket Pilihan Produksi Dengan Kesiapan Menjadi Guru SMK”. Bandung: Skripsi FPTK IKIP Bandung Reksoatmodjo, T.N. (2007). Statistika Untuk Psikologi dan Pendidikan. Bandung: PT.
Refika Aditama.
Sudjana, N. (1989). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru. Sagala, Syaiful. 2008. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: ALFABETA
Slameto. (1995). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Bina Aksara.
Sugiyono. (2007). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sukartini S.P. (1986). “Kontribusi Minat Akademik Orang Tua dan Guru Terhadap Konsep Diri Siswa”. Bandung: Tesis Program Pasca Sarjana IKIP Bandung. Suparno, Paul. (1997). Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan”. Yogyakarta:
Kanisius.
Supriyatna, Deddy. (2005). “Studi Tentang Minat Berwirausaha Bidang Repair dan Maintenance Sepeda Motor Pada Siswa Jurusan Otomotif di SMKN 2 Serang” Bandung: Skripsi FPTK UPI.
Surapranata, S. (2006). Analisis, Validitas, Reliabilitas dan Interpretasi Hasil Tes.
Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
(6)
Syah, Muhibbin. (2002). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.
The Lian Gie. (1995). Cara Belajar Yang Efisien. Yogyakarta: Liberty.
Trianto. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Uzer Usman, Moh. (2004). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya
Universitas Pendidikan Indonesia. (2006). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI. Tidak dipublikasikan.
Winkel, WS. (1989). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia.