Perilaku Anggota Kelompok Nelayan Wanasari dalam Menjaga Kelestarian Hutan Mangrove di Kelurahan Tuban, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung.
PERILAKU ANGGOTA KELOMPOK NELAYAN WANASARI
DALAM MENJAGA KELESTARIAN HUTAN MANGROVE
DI KELURAHAN TUBAN, KECAMATAN KUTA,
KABUPATEN BADUNG
SKRIPSI
Oleh
I MADE DWI WIDNYANA
KONSENTRASI PENGEMBANGAN MASYARAKAT
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
(2)
PERILAKU ANGGOTA KELOMPOK NELAYAN WANASARI DALAM MENJAGA KELESTARIAN HUTAN MANGROVE
DI KELURAHAN TUBAN, KECAMATAN KUTA, KABUPATEN BADUNG
SKRIPSI
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Udayana
Oleh
I MADE DWI WIDNYANA
NIM. 1105315053
KONSENTRASI PENGEMBANGAN MASYARAKAT PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2016
(3)
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan
tinggi. Sepanjang pengetahuan saya, tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Saya bersedia dikenakan sanksi
sebagaimana diatur dalam aturan yang berlaku apabila terbukti bahwa skripsi ini
bukan hasil karya saya sendiri atau mengandung tindakan plagiarisme.
Dengan pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya untuk dapat
dipergunakan seperlunya.
Denpasar, 12 Januari 2016
Yang menyatakan,
Materai Rp. 6000,-
I Made Dwi Widnyana
(4)
ABSTRACT
I Made Dwi Widnyana. Registration 1105315053. The Behavior of the Wanasari Fisherman’s Group Members in Preserving the Mangrove Forest in the Village of Tuban, Kuta Sub-District, Badung Regency. Supervised by : Dr. Ir. Ni Wayan Sri Astiti, M.P. and Ir. M. TH. Handayani, M.P.
Damage of mangrove forest caused by human habitual who not understand about the importance of mangroves existance,because the goverments do not give socialiszation and also they did not involve them self in planning, implementation and controling process. The purpose of this study is to determine the behavior of members of the Group of Fisherman of Wanasari seen from the aspects of knowledges, attitudes, and skills in preserving mangrove forests and the constraints faced by members of the Fisherman Group of Wanasari in preserving mangrove forests. This research was conducted at Fisherman Group of Wanasari located in Tuban village, Sub-district of Kuta, Badung Regency. The number of respondents was 50 people defined by the formula of Slovin, the sampling technique used was simple random sampling. Data analysis was conducted by using descriptive qualitative analysis method.
Based on the research results, it was found that the behavior of members of the Wanasari Fisherman Group in preserving mangrove forests was categorized as good, with the score of 79.40%. This is supported by the high respondents knowledge, with the score of 82.30%, the attitude of the respondents belong to agree, with the score of 76.30% and the skills of respondents was classified as good, with the score of 79.60%.
In process improving attitude in knowledges, attitude and skill aspecs, It suggested to Fisherman Group Members of Wanasari in order tohow to know mangroves cultivates such as breeding, planting, maintenance and utilization of mangroves that way it will be continue.
(5)
ABSTRAK
I Made Dwi Widnyana. NIM 1105315053. Perilaku Anggota Kelompok Nelayan Wanasari dalam Menjaga Kelestarian Hutan Mangrove di Kelurahan Tuban, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung. Dibimbing oleh: Dr. Ir. Ni Wayan Sri Astiti, M.P. dan Ir. M. TH. Handayani, M.P.
Kerusakan hutan mangrove disebabkan oleh perilaku masyarakat yang kurang paham tentang arti penting keberadaan hutan mangrove, karena kurangnya sosialisasi dan tidak dilibatkan dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Tujuan penelitian ini untukmengetahui perilaku anggota Kelompok Nelayan Wanasari dari aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam menjaga kelestarian hutan mangrove dan kendala-kendala yang dihadapi oleh anggota Kelompok Nelayan Wanasari dalam menjaga kelestarian hutan mangrove. Penelitian ini dilakukan pada Kelompok Nelayan Wanasari yang berlokasi di Kelurahan Tuban, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung. Jumlah responden 50 orang yang ditetapkan dengan rumus Slovin, teknik pengambilan sample yang digunakan adalah simple random sampling. Analisis data yang dipergunakan adalah metode analisis deskriptif kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa perilaku anggota Kelompok Nelayan Wanasari dalam menjaga kelestarian hutan mangrove termasuk dalam kategori baik dengan pencapaian skor 79,40%. Hal ini didukung oleh pengetahuan responden tergolong tinggi dengan pencapaian skor 82,30%, sikap responden tergolong setuju dengan pencapaian skor 76,30% dan keterampilan responden tergolong baik dengan pencapaian skor 79,60%.
Dalam upaya untuk meningkatkan perilaku dalam aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan disarankan kepada anggota Kelompok Nelayan Wanasari agar mengetahui teknik budidaya mangrove seperti pembibitan, penanaman, pemeliharaan, dan pemanfaatan hutan mangrove, sehingga hutan mangrove akan tetap lestari.
(6)
RINGKASAN
Kerusakan hutan mangrove disebabkan oleh perilaku masyarakat yang kurang paham tentang arti penting keberadaan hutan mangrove, karena kurangnya sosialisasi dan tidak dilibatkan dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Namun saat ini Kelompok Nelayan Wanasari sangat konsen menjaga kelestarian hutan mangrove dengan cara pemanfaatan hutan mangrove sebagai ekowisata. Kelompok Nelayan Wanasari ini terdiri atas gabungan kelompok yang sudah ada sejak lama yaitu Sekehe Banjang (Kelompok pencari ikan), Sekehe Gerombong (Kelompok pembuat kapur dari karang laut), dan Sekehe Ngenyah
(Kelompok pembuat garam). Namun sebelum terbentuknya Kelompok Nelayan Wanasari ini perilaku ketiga kelompok tersebut lebih ke arah merusak dan merambah hutan mangrove demi keuntungan pribadi. Maka dari itu, dalam upaya pemeliharaan mangrove alangkah baiknya jika masyarakat dilibatkan secara langsung sampai dalam pengelolaan.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perilaku anggota Kelompok Nelayan Wanasari dari aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam menjaga kelestarian hutan mangrove dan kendala-kendala yang dihadapi oleh anggota Kelompok Nelayan Wanasari dalam menjaga kelestarian hutan mangrove. Penelitian ini dilakukan pada Kelompok Nelayan Wanasari dimana semua anggotanya berlokasi di Kelurahan Tuban, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung. Pemilihan lokasi penelitan ditentukan dengan metode purposive sampling dengan berbagai pertimbangan. Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2014 sampai dengan Oktober 2015. Populasi dari penelitian ini adalah anggota Kelompok Nelayan Wanasari dengan jumlah anggota sebanyak 100 orang. Jumlah responden yang diperoleh berdasarkan rumus Slovin sebesar 50 orang, yang ditentukan dengan metode simple random sampling. Jenis data yang dikumpulkan mencakup data kuantitatif dan kualitatif yang diperoleh dari data primer dan sekunder. Data yang diperoleh tersebut dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif, dengan pengukuran skala Likert (skor, 1, 2, 3, 4,dan 5).
(7)
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku anggota Kelompok Nelayan Wanasari dalam menjaga kelestarian hutan mangrove termasuk dalam kategori baik dengan pencapaian skor 79,40%.
Pengetahuan anggota Kelompok Nelayan Wanasari dalam menjaga kelestarian hutan mangrove dalam kategori tinggi dengan pencapaian skor sebesar 82,30%. Pengetahuan responden tentang pembibitan mangrove tergolong dalam kategori baik dengan pencapaian skor 83,20%. Pengetahuan responden tentang penanaman mangrove tergolong dalam kategori baik dengan pencapaian skor 82,40%. Pengetahuan responden tentang pemeliharaan hutan mangrove tergolong dalam kategori tinggi dengan pencapaian skor 76,80%. Pengetahuan responden tentang pemanfaatan hutan mangrove sebagai ekowisata tergolong dalam kategori sangat tinggi dengan pencapaian skor 86,80%.
Sikap anggota Kelompok Nelayan Wanasari tentang menjaga hutan mangrove dalam kategori setuju dengan pencapaian skor sebesar 76,30%. Sikap tentang pembibitan hutan mangrove dalam kategori setuju dengan pencapaian skor 78,80%. Sikap tentang penanaman hutan mangrove dalam kategori setuju dengan pencapaian skor 74,80%. Sikap tentang pemeliharaan hutan mangrove dalam kategori setuju dengan pencapaian skor 70,80%. Sikap tentang pemanfaatan hutan mangrove sebagai ekowisata dalam kategori setuju dengan pencapaian skor 80,80%.
Keterampilan anggota Kelompok Nelayan Wanasari tentang menjaga kelestarian hutan mangrove dalam kategori baik dengan pencapaian skor sebesar 79,60%. Keterampilan tentang pembibitan mangrove dengan pencapaian skor 79,20% yang tergolong baik. Keterampilan tentang penanaman mangrove dengan pencapaian skor 78,80% yang tergolong baik. Keterampilan tentang pemeliharaan hutan mangrove dengan pencapaian skor 78,0% yang tergolong baik. Pemanfaatan hutan mangrove sebagai ekowisata dengan pencapaian skor 82,40% yang tergolong baik.
Kendala teknis yang dihadapi anggota Kelompok Nelayan Wanasari yaitu masalah peralatan dan perlengkapan dalam pembibitan seperti pembangunan media untuk penempatan bibit, jaring paranet, jaring sampah untuk menghindari sampah masuk ketempat pembibitan, dan beberapa peralatan kecil lainnya.
(8)
Kendala sosial yang dihadapi yaitu dari segi interaksi sosial nelayan lokal dengan nelayan pendatang kendala yang di hadapi antara lain kurangnya pengertian nelayan pendatang tentang awig-awig yang ada di Kelompok Nelayan Wanasari maupun di Desa Adat Tuban, sehingga kadang terjadi salah pengertian, misalnya tentang kewajiban nelayan yang bergabung harus memenuhi syarat yang telah di tentukan oleh Kelompok Nelayan Wanasari. Kendala ekonomi yang dihadapi yaitu masih banyak responden yang memilih bekerja di luar sektor perikanan karena dirasakan bahwa hasil dari nelayan saja tidak cukup untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka saran yang dapat diberikan yaitu, untuk meningkatakan perilaku dalam aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan anggota Kelompok Nelayan Wanasari perlu mengetahui teknik budidaya mangrove seperti pembibitan, penanaman, pemeliharaan, dan pemanfaatan hutan mangrove, sehingga hutan mangrove akan tetap lestari. Peran aktif masyarakat juga sangat dibutuhkan dalam pemeliharaan hutan mangrove dengan cara tidak membuang sampah ke kawasan hutan mangrove dan sangat diharapkan agar Kelompok Nelayana Wanasari mampu bekerjasama dengan dinas kehutanan untuk mendapatkan pendampingan dan transfer ilmu pengetahuan tentang menjaga kelestarian hutan mangrove.
(9)
PERILAKU ANGGOTA KELOMPOK NELAYAN WANASARI DALAM MENJAGA KELESTARIAN HUTAN MANGROVE
DI KELURAHAN TUBAN, KECAMATAN KUTA, KABUPATEN BADUNG
I Made Dwi Widnyana NIM. 1105315053
Menyetujui
Pembimbing I Pembimbing II
(Dr. Ir. Ni Wayan Sri Astiti, M.P) (Ir. M. TH. Handayani, M.P) NIP.19590506198702 2 001 NIP.19550914 198503 2 001
Mengesahkan Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Udayana
Prof. Dr. Ir. I Nyoman Rai, MS NIP.19630515 198803 1 001
(10)
PERILAKU ANGGOTA KELOMPOK NELAYAN WANASARI DALAM MENJAGA KELESTARIAN HUTAN MANGROVE
DI KELURAHAN TUBAN, KECAMATAN KUTA, KABUPATEN BADUNG
Dipersiapkan dan diajukan oleh I Made Dwi Widnyana
NIM. 1105315053
Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Pada tanggal:
Berdasarkan SK Dekan Fakultas Pertanian Universitas Udayana No : 02/UN14.1.23/DL/2016
Tanggal : 05 Januari 2016 Tim Penguji Skripsi adalah: Ketua : Ir. I Wayan Sudarta, MS
Anggota :
1. Dr. I Gede Setiawan Adi Putra, SP. M.Si 2. Prof. Dr. Ir. Wayan Windia, SU
3. Dr. Ir. Ni Wayan Sri Astiti, MP 4. Ir. M. TH. Handayani, MP
(11)
RIWAYAT HIDUP
I Made Dwi Widnyana di lahirkan di Desa Seraya Timur,
Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem pada
tanggal 10 maret 1993, merupakan anak kedua dari empat
bersaudara dari pasangan I Made Nesti, S.Pd dan Ni Nengah
Sukartini.
Pendidikan formal di Sekolah Dasar Negeri No 1 Seraya Timur pada
tahun 1999 dan tamat pada tahun 2005. Pada tahun 2005 melanjutkan pendidikan
yang ditempuh di Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Amlapura dan tamat pada
tahun 2008. Setelah itu melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan
Nasional Amlapura dan tamat pada tahun 2011. Selanjutnya pada tahun 2011
diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,
Universitas Udayana, melalui jalur PMDK I.
Selama menjadi mahasiswa aktif dalam mengikuti keorganisasian baik
dilingkungan kampus maupun di luar kampus. Di lingkungan kampus aktif
mengikuti kegiatan kepanitiaan dalam berbagai acara yang diselenggarakan di
tingkat jurusan, fakultas maupun Universitas. Pada periode tahun 2012/2013
untuk pertama kalinya mengikuti keorganisasian di Jurusan Agribisnis yaitu
Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Agribisnis dengan menjadi anggota bidang
IV Pengabdian Masyarakat. Untuk kegiatan di luar kampus mengikuti kegiatan
(12)
KATA PENGANTAR
“Om Swastyastu”
Angayubagia Atas Asung Kertha Wara Nugraha Ida Sang Hyang Widhi
Wasa, penulis telah menyelesaikan satu kewajiban tradisi akademis yakni
penyusunan skripsi, tugas akhir sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian,
Universitas Udayana. Skripsi ini berjudul “Perilaku Anggota Kelompok Nelayan Wanasari dalam Menjaga Kelestarian Hutan Mangrove di Kelurahan Tuban,
Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung”. Penulisan skripsi ini selain bertujuan untuk melengkapi persyaratan meraih gelar Sarjana Pertanian juga diharapkan
dapat dimanfaatkan sebagai bahan informasi dan rujukan studi kepustakaan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak
memperoleh bantuan dari berbagai pihak. Oleh karenanya melalui kesempatan ini,
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
berikut ini.
1. Prof. Dr. I Nyoman Rai, MS. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas
Udayana yang telah memberikan kemudahan dalam melakukan penelitian ini.
2. Ir. I Wayan Widyantara, MP. Ketua Program Studi Agribisnis Fakultas
Pertanian Universitas Udayana dan selaku Pembimbing Akademik, atas segala
kebijakannya yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian
ini.
3. Ir. I Wayan Ginarsa, SU. (Alm) selaku Pembimbing Akademik yang telah
(13)
4. Dr. Ir. Ni Wayan Sri Astiti, MP. Selaku Pembimbing I dan Ir. M. TH.
Handayani, MP. selaku Pembimbing II, yang dengan penuh kesabaran serta
ikhlas memberikan bimbingan dan masukkannya kepada penulis dalam
menyusun skripsi ini.
5. Bapak Ir. I Wayan Sudarta, MS., Dr. I Gede Setiawan Adi Putra, SP. M.Si dan
Prof. Dr. Ir. Wayan Windia, SU. selaku tim penguji atas perhatian dan
bimbingannya.
6. Segenap dosen dan pegawai jurusan Program Studi Agribisnis dan Fakultas
Pertanian yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.
7. Kelompok Nelayan Wanasari, yang sukarela dan penuh iklas membantu saya
dalam melaksanakan penelitian.
8. I Made Sumasa dan Agus Diana, selaku Ketua dan Sekretaris Kelompok
Nelayan Wanasari yang senantiasa membantu saya dalam berdiskusi
mengenai kegiatan Kelompok Nelayan Wanasari.
9. I Made Nesti, S.Pd (Ayah), Ni Nengah Sukartini (Ibu), Ni Wayan Eka
Wahyuningsih (Kakak), I Wayan Putu Sumadi (Ipar), Ni Nyoman Sri
Widnyani (Adik), I Putu Widi Widiana (Adik), I Wayan Bakti (Paman), I
Nyoman Sudirga Yasa (Sepupu) dan segenap keluarga tercinta yang telah
memberikan perhatian kasih sayang, semangat, motivasi, dukungan moril,
materil, serta doa yang tiada hentinya.
10.Kawan-kawan Konsentrasi Pengembangan Masyarakat dan Jurusan Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Udayana Angkatan 2011, terima kasih banyak
(14)
11.Kawan-kawan KKN Desa Kertha Mandala, Abang - Karangasem Tahun 2014,
atas motivasi dan bantuannya yang tidak berhenti walaupun sudah tidak dalam
kegiatan KKN lagi.
12.Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Saya ucapkan
Terima kasih atas segala bantuannya selama penyelesaian skripsi ini.
Ketidaksempurnaan adalah keniscayaan, termasuk dalam penyusunan
skripsi ini. Penulis menyakini bahwa kritik yang konstruktif merupakan solusi
terbaik untuk membangun pondasi akademis yang lebih ilmiah dan berkualitas.
Dalam kesederhanaan dan ketidaksempurnaan ini dan dengan kerendahan hati,
penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan kontribusi positif dalam
pengembangan ilmu pengetahuan, sikap, dan keterampilan terutama dalam
menjaga kelestarian hutan mangrove dan pengembangan kesejahteraan Kelompok
Nelayan Wanasari.
Akhirnya penulis berucap syukur tiada henti kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa.
“Om Santih, Santih, Santih, Om”
Denpasar, 12 Januari 2016
(15)
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... ii
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT ... iv
RINGKASAN ... v
HALAMAN PERSETUJUAN ... viii
TIM PENGUJI ... ix
RIWAYAT HIDUP ... x
KATA PENGANTAR ... xi
DAFTAR ISI ... xiv
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR GAMBAR ... xix
DAFTAR LAMPIRAN ... xx
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Manfaat Penelitian ... 5
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Pengertian Perilaku……… 7
2.1.1 Konsep Pengetahuan (Kognitif) ... 7
2.1.1.1Aspek pengetahuan ... 7
2.1.1.2Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ... 9
2.1.2 Konsep Sikap (Affektif) ... 10
2.1.3 Konsep Keterampilan (Psikomotorik) ... 11
2.2 Pengertian dan Fungsi Kelompok ... 12
2.3 Hutan Mangrove ... 14
2.4 Karakteristik morfologis mangrove ... 14
2.4.1 Fungsi dan manfaat hutan mangrove... 15
2.4.2 Budidaya mangrove ... .. 17
(16)
BAB III METODE PENELITIAN ... 31
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31
3.2 Data dan Pengumpulan Data... 31
3.2.1 Jenis data ... 31
3.2.2 Sumber data ... 32
3.2.3 Teknik pengumpulan data ... 33
3.3 Populasi dan Responden ... 33
3.4 Variabel, Indikator, dan Parameter Pengukurannya ... 35
3.5 Instrumen Penelitian ... 38
3.6.1 Uji validitas ... 38
3.6.2 Uji reliabilitas ... 39
3.6 Analisis Data ... 39
BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITAN ... 42
4.1 Kelurahan Tuban... 42
4.1.1 Letak geografis dan topografis ... 42
4.1.2 Keadaan penduduk, tingkat pendidikan dan mata pencaharian .. 42
4.2 Kelompok Nelayan Wanasari Tuban ... 44
4.2.1 Sejarah Kelompok Nelayan Wanasari ... 44
4.2.2 Visi dan Misi Kelompok Nelayan Wanasari ... 47
4.2.3 Tujuan Kegiatan Kelompok Nelayan Wanasari ... 47
4.2.4 Profil Kelompok Nelayan Wanasari... 48
4.2.5 Program Ekowisata Kelompok Nelayan Wanasari ... 52
4.2.6 Aset Kelompok Nelayan Wanasari ... 53
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 54
5.1 Karakteristik Responden ... 54
5.1.1 Umur ... 54
5.1.2 Tingkat pendidikan formal ... 54
5.1.3 Jenis pekerjaan pokok ... 55
5.1.4 Jumlah anggota rumah tangga ... 57
5.2 Perilaku Anggota Kelompok Nelayan Wanasari dalam Menjaga Kelestarian Hutan Mangrove ... 58
5.2.1.Pengetahuan anggota Kelompok Nelayan Wanasari... 59
5.2.2.Sikap anggota Kelompok Nelayan Wanasari ... 63
5.2.3.Keterampilan anggota Kelompok Nelayan Wanasari ... 67
5.3 Kendala yang dihadapi anggota Kelompok Nelayan Wanasari dalam Menjaga Kelestarian Hutan Mangrove ... 71
5.2.4.Kendala Teknis ... 71
5.2.5.Kendala Sosial ... 72
(17)
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 74
6.1 Simpulan ... 74
6.2 Saran ... 75
Daftar Pustaka ... 77
(18)
DAFTAR TABEL
No Tabel Teks Halaman
2.1Tahapan Pengetahuan, Sikap, dan Keterampilan ... 7 2.2Spesifikasi Bibit yang Berkualitas Baik dan Siap Tanam ... ……….. 22 3.1Variabel, Indikator, Parameter, dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap,
dan Keterampilan Anggota Kelompok Nelayan Wanasari dalam Menjaga Kelestarian Hutan Mangrove ... 35 3.2 Kategori Perilaku Anggota Kelompok Nelayan Wanasari dalam Menjaga
Kelestarian Hutan Mangrove di Kelurahan Tuban Tahun 2015. ... 41 4.1Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Kelurahan
Tuban, Tahun 2014 ... 43 5.1Tingkat Pendidikan Formal Responden pada Kelompok Nelayan Wanasari
di Kelurahan Tuban, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Tahun 2015 .. 55 5.2Jenis Pekerjaan Pokok Responden pada Kelompok Nelayan Wanasari
di Kelurahan Tuban, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Tahun 2015 .. 56 5.3Jumlah Anggota Rumah Tangga Responden pada Kelompok Nelayan
Wanasari di Kelurahan Tuban, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung,
Tahun 2015 ... 57 5.4Perilaku Anggota Kelompok Nelayan Wanasari dalam Menjaga
Kelestarian Hutan Mangrove di Kelurahan Tuban, Tahun 2015 ... 59 5.5Pengetahuan Anggota Kelompok Nelayan Wanasari dalam Menjaga
Kelestarian Hutan Mangrove di Kelurahan Tuban, Tahun 2015 ... 60 5.6Distribusi Masing-masing Kategori Pengetahuan Anggota Kelompok
Nelayan Wanasari dalam Menjaga Kelestarian Hutan Mangrove pada
Kelompok Nelayan Wanasari di Kelurahan Tuban, Tahun 2015 ... 63 5.7Sikap Kelompok Nelayan Wanasari dalam Menjaga Kelestarian
Hutan Mangrove di Kelurahan Tuban, Tahun 2015 ... 63 5.8Distribusi Masing-masing Kategori Sikap Anggota Kelompok Nelayan
Wanasari dalam Menjaga Kelestarian Hutan Mangrove pada Kelompok Nelayan Wanasari di Kelurahan Tuban, Tahun 2015 ... 67
(19)
5.9 Keterampilan Anggota Kelompok Nelayan Wanasari dalam Menjaga
Kelestarian Hutan Mangrove di Kelurahan Tuban, Tahun 2015 ... 67 5.10 Distribusi Masing-masing Kategori Keterampilan Anggota Kelompok
Nelayan Wanasari dalam Menjaga Kelestarian Hutan Mangrove
(20)
DAFTAR GAMBAR
No Gambar Teks Halaman
2.1Kerangka Pemikiran Penelitian Perilaku Anggota Kelompok Nelayan
Wanasari dalam Menjaga Kelestarian Hutan Mangrove, Tahun 2015 ... 30 4.1Struktur Organisasi Kelompok Nelayan Wanasari, Tahun 2015 ... 51
(21)
DAFTAR LAMPIRAN
No Lampiran Teks Halaman
1. Aset Bangunan Kelompok Nelayan Wanasari ... 80
2. Aset Kuliner Kampoeng Kepiting Kelompok Nelayan Wanasari ... 81
3. Kuesioner Mengukur Perilaku Anggota Kelompok Nelayan Wanasari dalam Menjaga Kelestarian Hutan Mangrove di Kelurahan Tuban, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung ... 83
4. Karakteristik Responden ... 100
5. Validitas dan Reabilitas Kuesioner ... 102
6. Hasil Rekapitulasi Data ... 103
(22)
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor:
KEP.10/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir
Terpadu. Wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara
ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi. Ekosistem yang terdapat di
daerah pesisir meliputi ekosistem terumbu karang, padang lamun, dan hutan
mangrove. Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan
elemen yang paling banyak berperan dalam menyeimbangkan kualitas
lingkungan.
Keberadaan hutan mangrove memiliki fungsi ekologi dan sosial ekonomi.
Dinyatakan oleh Anwar dan Hendra Gunawan (2007), bahwa fungsi ekologis dari
keberadaan hutan mangrove adalah sebagai pencegah terjadinya tsunami, mampu
mengikat sedimen yang terlarut dari sungai dan memperkecil erosi atau abrasi
pantai, mempengaruhi siklus hara, meningkatkan produktivitas perikanan, mampu
menekan terjadinya intrusi air laut, dan merupakan habitat berbagai jenis flora dan
fauna. Sedangkan dari segi fungsi sosial ekonomi tanaman mangrove sangat
menunjang kehidupan masyarakat sekitar kawasan baik yang berprofesi sebagai
nelayan maupun yang lainnya. Bagi masyarakat nelayan kawasan mangrove
merupakan sumber mata pencaharian karena mangrove merupakan habitat bagi
biota-biota laut termasuk ikan di dalamnya dan sebagai tempat pemijahan dari
(23)
2
bermanfaat karena buahnya dapat diolah menjadi makanan, sebagai bahan spa,
sampo, dan sebagai bahan kosmetika.
Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki hutan mangrove
terluas di dunia mencapai 25% dari total luas hutan mangrove di seluruh dunia.
Sedangkan di Indonesia hutan mangrove seluas 4,5 juta hektar atau sebanyak
3,8% dari total luas hutan secara keseluruhan. Sedikitnya luas hutan mangrove ini
mengakibatkan perhatian pemerintah Indonesia terhadap hutan mangrove sangat
sedikit dibandingkan dengan hutan darat. Kondisi hutan mangrove juga
mengalami kerusakan yang hampir sama dengan keadaan hutan-hutan lainnya di
Indonesia (Mangrove Informaton Center, 2011).
Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Unda Anyar
merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Direktorat Jenderal Rehabilitasi
Lahan dan Perhutanan Sosial (Ditjen RLPS), Departemen Kehutanan. Wilayah
kerja BPDAS Unda Anyar meliputi Provinsi Bali dan sekitarnya. Luas total hutan
mangrove yang terdapat di Bali adalah 2.194,5 hektar. Berdasarkan hasil
penafsiran citra landsat, peta land system dan data yang ada sebaran potensi
mangrove di Provinsi Bali terdapat di tujuh lokasi yang tersebar di lima
kabupaten/kota. Lokasi penyebaran hutan mangrove di Provinsi Bali meliputi
Desa Perancak dan Tuwed (Kabupaten Jembrana), Teluk Gilimanuk (Kabupaten
Jembrana dan Kabupaten Buleleng), Teluk Terima dan Pulau Menjangan
(Kabupaten Buleleng), Sumberkima (Kabupaten Buleleng), Teluk Banyuwedang
(Kabupaten Buleleng), Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan (Kabupaten
Klungkung), dan Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai (Kabupaten Badung
(24)
3
Ternyata kerusakan hutan mangrove terluas terjadi di kawasan Tahura
Ngurah Rai yaitu seluas 253,4 hektar dari luas total 1.373,5 hektar. Hal ini
disebabkan oleh 1). Adanya perambahan, pencemaran, aktivitas penduduk di
sekitar kawasan (pembuangan sampah, pembuangan material urugan,
penebangan), 2). Adanya sampah kiriman akibat pembuangan sampah ke badan
sungai yang bermuara di kawasan mangrove terutama sampah plastik, 3). Adanya
pembakaran sampah di pinggir-pinggir kawasan, 4). Adanya TPA yang berakibat
pada kawasan mangrove dan sekitarnya rusak. Sedangkan hutan mangrove yang
ada di Nusa Lembongan dan Ceningan paling sedikit mengalami kerusakan yaitu
hanya sembilan hektar dari luas total 216,5 hektar. Hal ini terjadi karena Nusa
Lembongan merupakan pulau kecil yang ada di Nusa Penida yang masih jarang
penduduknya sehingga kerusakan hutan mangrove dapat diminimalkan.
Kerusakan hutan mangrove yang sangat luas ini banyak menimbulkan kerugian,
baik dari segi sosial maupun ekonomi. Menurut pandangan beberapa nelayan,
secara ekonomi kerusakan hutan mangrove membuat ratusan nelayan tidak bisa
mendapatkan ikan di daerah hutan mangrove (BPDAS Unda Anyar, 2008).
Untuk menjaga kelestarian hutan mangrove maka perlu mengetahui teknik
budidaya mangrove karena teknik budidaya mangrove ini merupakan salah satu
cara dalam menjaga kelestarian hutan mangrove. Dalam teknik budidaya
mangrove terdapat empat hal penting yang perlu diketahui yaitu 1). Pembibitan
merupakan proses yang dilakukan untuk mempersiapkan terciptanya tumbuhan
generasi baru dari suatu spesies makhluk hidup tertentu baik secara alami ataupun
secara buatan, 2). Penanaman adalah proses mempersiapkan bakal tanaman baru
(25)
4
media tanam, 3). Pemeliharaan merupakan proses menciptakan, menjaga, dan
memulihkan kestabilan kondisi tanaman dari stabilitas cuaca, iklim, penyakit
tanaman, hama, dan kebutuhan tanaman akan; zat-zat hara, kebutuhan air, dengan
tujuan supaya setiap tanaman yang ada dalam pengawasan kondisinya baik sesuai
dengan harapan, dan 4). Pemanfaatan merupakan proses perbuatan atau
memanfaatkan sumber daya alam untuk pembangunan (Suwarman, 2008).
Hal lain yang sering terjadi pada mangrove adalah kerusakan yang
disebabkan oleh perilaku masyarakat yang kurang paham tentang arti penting
mangrove, karena kurangnya sosialisasi dan tidak dilibatkan dalam proses
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Namun saat ini Kelompok Nelayan
Wanasari sangat konsen menjaga kelestarian hutan mangrove dengan cara
pemanfaatan hutan mangrove sebagai ekowisata. Kelompok Nelayan Wanasari ini
terdiri atas gabungan kelompok yang sudah ada sejak lama yaitu Sekehe Banjang
(Kelompok pencari ikan), Sekehe Gerombong (Kelompok pembuat kapur dari
karang laut), dan Sekehe Ngenyah (Kelompok pembuat garam). Namun sebelum
terbentuknya Kelompok Nelayan Wanasari ini perilaku ketiga kelompok tersebut
lebih ke arah merusak dan merambah hutan mangrove demi keuntungan pribadi.
Maka dari itu, dalam upaya pemeliharaan mangrove alangkah baiknya jika
masyarakat dilibatkan secara langsung sampai dalam pengelolaan. Oleh karena
itu, sangat menarik untuk diteliti mengenai perilaku anggota Kelompok Nelayan
Wanasari dalam menjaga kelestarian hutan mangrove di Kelurahan Tuban,
(26)
5
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut.
1. Bagaimanakah perilaku anggota Kelompok Nelayan Wanasari dalam menjaga
kelestarian hutan mangrove?
2. Apa kendala yang dihadapi oleh anggota Kelompok Nelayan Wanasari dalam
menjaga kelestarian hutan mangrove?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini, untuk
mengetahui dua hal berikut.
1. Perilakuanggota Kelompok Nelayan Wanasari dari aspek pengetahuan, sikap,
dan keterampilan dalam menjaga kelestarian hutan mangrove.
2. Kendala-kendala yang dihadapi oleh anggota Kelompok Nelayan Wanasari
dalam menjaga kelestarian hutan mangrove.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis antara lain
sebagai berikut.
1. Pemerintah sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam menentukan
kebijakan mengenai hutan mangrove.
2. Kelompok Nelayan Wanasari sebagai bahan informasi dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan anggota Kelompok Nelayan Wanasari dimasa
yang akan datang melalui pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam
(27)
6
1.4.2 Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis antara lain
sebagai berikut.
1. Bagi peneliti, untuk mengaplikasikan ilmu yang didapat selama mengikuti
perkuliahan dengan apa yang peneliti lihat dan alami pada kehidupan yang
senyatanya.
2. Bagi mahasiswa, penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan refrensi
dalam melakukan penelitian tentang perilaku dalam menjaga kelestarian hutan
mangrove.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini memiliki ruang lingkup yang terbatas pada perilaku dalam
aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan anggota Kelompok Nelayan
Wanasari dalam menjaga kelestarian hutan mangrove di Kelurahan Tuban,
Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung. Perilaku Kelompok Nelayan Wanasari ini
akan diukur berdasarkan tiga indikator yaitu 1). Pembibitan, 2). Penanaman, 3).
Pemeliharaan, dan 4). Pemanfaatan. Sedangkan kendala yang diukur meliputi
(28)
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Perilaku
Perilaku merupakan suatu tindakan nyata atau action (aksi) yang dapat
dilihat dan diamati. Dikemukakan oleh Rogers dan Shoemaker (dalam
Karunianingtias, 2005) perilaku terjadi akibat adanya proses penyampaian
pengetahuan suatu stimulus sampai ada penentuan sikap untuk melakukan atau
tidak melakukan dan hal ini dapat dilihat dengan menggunakan panca indra.
Perilaku memiliki tiga unsur dan masing-masing unsur memiliki tahapan-tahapan
disajikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1
Tahapan Pengetahuan, Sikap, dan Keterampilan
Pengetahuan (Cognitive) Sikap (Affective) Keterampilan (Psycomotorik)
C1 Pengetahuan (Sekedar Tahu)
A1 Menerima (Menerima)
P1 Penerimaan (Kekuatan)
C2 Pemahaman (Pengertian)
A2 Menanggapi (Respon)
P2 Kesiapan (Koordinasi)
C3 Penerapan (Menggunakan)
A3 Menghargai (Menilai)
P3 Respon Terbimbing (Ketepatan)
C4 Analisis (Menguraikan) A4 Organisasi (Pengaturan Nilai)
P4 Mekanisme (Kecepatan)
C5 Sintesis (Memadukan) A5 Karakterisasi (Penghayatan)
P5 Respon Kompleks (Impuls)
C6 Evaluasi (Mengkritik, Menilai)
P6 Adaptasi (Kekuatan)
P7 Originasi
(Pengaturan/Penataan Nilai) Sumber : Suyatna, I Gd, 1990
2.1.1 Konsep Pengetahuan
2.1.1.1 Aspek pengetahuan (Cognitive)
Pengetahuan adalah suatu perilaku yang dapat mengetahui materi hanya
sekedar tahu, tetapi tidak dapat dimengerti makna dari materi tersebut, dan
(29)
8
mengadopsi teknologi dalam menjaga kelestarian hutan mangrove. Jika tingkat
pengetahuan tinggi maka kemampuannya dalam mengadopsi teknologi baru di
bidang kehutanan (khususnya hutan mangrove) juga tinggi, demikian juga
sebaliknya jika tingkat pengetahuan nelayan rendah maka akan rendah pula
kemampuan nelayan dalam mengadopsi suatu teknologi baru.
Dijelaskan oleh Bloom (dalam Handriyanta, 2012) tingkat pengetahuan
dibagi sebagai berikut.
1. Sekedar mengetahui
Kemampuan seseorang untuk dapat mengucapkan kembali dengan kata-kata
yang sama/persis, hafal, dan ingat tetapi belum mengerti maksudnya.
2. Memahami
Kemampuan seseorang untuk lebih sekedar tahu, bisa menjelaskan lebih lanjut
dengan bahasa dan kata-kata sendiri serta dapat menunjukan dengan contoh.
3. Menggunakan
Kemampuan seseorang untuk menggunakan pengetahuannya dalam
memecahkan atau menjawab persoalan.
4. Menganalisis
Kemampuan seseorang untuk menguraikan persoalan menjadi komponen atau
bagian-bagian dan menjelaskan hubungannya dan strukturnya dapat
dimengerti.
5. Mensintesis/memadukan
Kemampuan seseorang untuk menggunakan pengetahuannya untuk
(30)
9
6. Mengevaluasi
Kemampuan seseorang untuk menggunakan pengetahuannya dalam
mengevaluasi atau mengkritik atau ide baru.
2.1.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan 1. Pendidikan
Dikemukakan oleh YB Mantra yang dikutip Notoadmojo (dalam
Handriyanta, 2012) pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga
perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap
berperan serta dalam pembangunan pada umumnya makin tinggi pendidikan
seseorang makin mudah menerima informasi.
2. Pekerjaan
Pekerjaan yang dimaksud semakin lama atau beragam pengalaman selama
bekerja nantinya tingkat pengetahuan seseorang akan lebih baik ketimbang
dengan seseorang yang kurang berpengalaman.
3. Umur
Dikatakan oleh Elisabeth BH yang dikutip Nursalam (dalam Handriyanta,
2012) usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai
berulang tahun. Sedangkan menurut Huclok (dalam Handriyanta, 2012) semakin
cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang
dalam berfikir dan bekerja. Dilihat dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang
yang lebih dewasa dipercayai dari orang yang belum tinggi kedewasaannya. Hal
(31)
10
2.1.2 Konsep Sikap
2.1.2.1 Aspek sikap (Affective)
Pengertian sikap adalah sebagai perasaan, pikiran, dan kecenderungan
seseorang yang kurang lebih bersifat permanen mengenai aspek-aspek tertentu
dalam lingkungannya, atau dengan arti lainnya adalah sikap merupakan
kecondongan evaluatif terhadap suatu objek dan subjek yang memiliki
konsekwensi yakni bagaimana seseorang berhadap-hadapan dengan objek sikap
(Van Den Ban, 1999).
Didefinisikan oleh Mardikanto (dalam Karunianingtias, 2005) sikap dalam
tingkatan-tingkatan atau jenjang sebagai berikut.
1. Menerima
Kemampuan seseorang untuk menyadari, menerima, memperhatikan secara
selektif terhadap ide-ide baru.
2. Menanggapi
Kemampuan seseorang untuk menanggapi dan menunjukan kepuasannya
terhadap sesuatu hal yang baru.
3. Menilai
Kemampuan seseorang untuk menerima nilai-nilai, memilihnya, serta
menunjukan kesepakatannya.
4. Mengorganisasikan
Kemampuan seseorang untuk mengembangkan konsep dan nilai-nilai.
5. Menghayati
Kemampuan seseorang untuk mengubah dan menunjukan sikapnya yang
(32)
11
2.1.3 Konsep Keterampilan
2.1.3.1 Aspek keterampilan (Psycomotorik)
Dalam rangkaian kategorisasi taksonomi pendidikan Bloom sebenarnya
bukanlah utuh pemikiran Bloom semua. Akan tetapi adanya sumbangan
pemikiran dan gagasan cemerlang lain dari para pemikir dan para ahli pendidikan
lainnya. Begitu juga dengan karakteristik yang dimunculkan pada konsep
keterampilan (psikomotorik), disana Bloom hanya sebagai peletak dasar
taksonomi akan tetapi selanjutnya dikembangkan lagi oleh Simpson (1959). Lebih
lanjut dikemukakan oleh Simpson (1959) keterampilan adalah kemampuan yang
dihasilkan oleh fungsi motorik manusia yaitu berupa keterampilan untuk
memecahkan atau menjawab persoalan. Keterampilan intelektual atau
keterampilan sosial. Rincian keterampilan (psikomotorik) yang dikembangkan
oleh Simpson sebagai berikut.
1. Kesiapan (Set)
Kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk melakukan gerakan. Kesiapan
mencakup kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam keadaan akan
memulai suatu gerakan atau rangkaian gerakan. Kemampuan ini dinyatakan
dalam bentuk kesiapan jasmani dan rohani.
2. Respon terpimpin (Guide Response)
Tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks, termasuk
didalamnya imitasi dan gerakan coba-coba.
3. Mekanisme (Mechanism)
Membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga terampil dengan
(33)
12
rangkaian gerakan dengan lancar karena sudah dilatih secukupnya tanpa
memperhatikan contoh yang diberikan. Suatu rangkaian perbuatan yang
berurutan dan menggabungkan beberapa subketerampilan menjadi suatu
keseluruhan gerak-gerik yang teratur.
4. Penyesuaian (Adaption)
Keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan dalam
berbagai situasi. Adaptasi ini mencakup kemampuan untuk mengadakan
perubahan dan menyesuaikan pola gerak-gerik dengan kondisi setempat atau
dengan menunjukan taraf keterampilan yang telah mencapai kemahiran.
5. Penciptaan (Origination)
Membuat pola gerakan baru yang disesuaikan dengan situasi atau
permasalahan tertentu. Penciptaan atau kreativitas adalah mencakup
kemampuan untuk melahirkan aneka pola gerak-gerik yang baru, seluruhnya
atas dasar prakarsa dan inisiatif sendiri.
2.2 Pengertian dan Fungsi Kelompok
Kelompok atau group adalah kumpulan dari individu yang berinteraksi
satu sama lain, pada umumnya hanya untuk melakukan pekerjaan, untuk
meningkatkan hubungan antar individu, atau bisa saja untuk keduanya. Sebuah
kelompok suatu waktu dibedakan secara kolektif, sekumpulan orang yang
memiliki kesamaan dalam aktifitas umum namun dengan arah interaksi terkecil.
Kelompok sosial atau social group adalah himpunan atau kesatuan manusia yang
hidup bersama, karena adanya hubungan diantara mereka. Hubungan tersebut
antara lain menyangkut hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi dan
(34)
13
Ciri-ciri kelompok:
1) Terdiri atas sejumlah orang yang menjadi anggota.
2) Orang-orang tersebut berinteraksi satu sama lain.
3) Memiliki kepentingan dan tujuan bersama
4) Memiliki struktur, pembagian tugas, dan mekanisme kerja.
5) Memiliki norma dan sanksi.
6) Bekerjasama.
7) Ada kepemimpinan (Sudarta, 2004; 6).
Jumlah anggota kelompok bervariasi biasanya kumpulan dari dua orang
sudah dapat dikatakan sebagai kelompok. Tetapi batasan maksimal sebuah
kelompok tidak dapat ditentukan. Sedangkan kelompok kecil adalah sekumpulan
perorangan yang relatif lebih kecil yang masing-masing dihubungkan oleh
beberapa tujuan yang sama. Ciri kelompok kecil dilihat dari jumlah anggotanya
biasanya terdiri atas lima sampai 12 orang. Anggota kelompok harus memiliki
tujuan yang sama persis, yang ingin dicapai secara bersama. Dalam beraktivitas,
anggota kelompok diatur oleh norma kelompok (Sudarta, 2004; 6).
2.2.1 Kelompok nelayan
Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan
ikan. Dalam perstatistikan perikanan perairan umum, nelayan adalah orang yang
secara aktif melakukan operasi penangkapan ikan di perairan umum (Departemen
Kelautan dan Perikanan, 2002).
Kelompok Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang
kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan
(35)
14
sebuah lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya (Imron,
2003).
2.3 Hutan Mangrove
Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa Portugis mangue dan
bahasa Inggris grove. Dalam bahasa Inggris kata mangrove digunakan baik untuk
komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah pasang-surut. Sedangkan dalam
bahasa Portugis kata mangrove digunakan untuk menyatakan komunitas
tumbuhan yang hidup di daerah pasang surut. Tidal forest, coastal woodland,
vloedbosschen dan hutan payau (bahasa melayu), hutan bakau adalah nama lain
dari hutan mangrove yang sering disebut oleh masyarakat Indonesia dan Asia
Tenggara (Kusmana et al., 2003).
Mangrove merupakan suatu tempat yang bergerak akibat adanya
pembentukan tanah lumpur dan daratan secara terus-menerus sehingga secara
perlahan berubah menjadi semi daratan. Berbagai pengertian mangrove yang
berbeda-beda sebenarnya memiliki arti yang sama yaitu formasi hutan daerah
tropika dan subtropika yang terdapat di pantai rendah dan tenang, berlumpur serta
mendapat pengaruh pasang surut air laut. Hutan mangrove juga merupakan mata
rantai penting dalam pemeliharaan keseimbangan siklus biologi suatu perairan
(Arief, 2003).
2.3.1 Karakteristik morfologis mangrove
Karakteristik morfologi yang menarik dari spesies mangrove terlihat pada
setiap perakaran dan buahnya, yang merupakan bentuk adaptasi terhadap
lingkungan tempat tumbuhnya. Tanah pada habitat mangrove adalah anaerob
(36)
15
perakaran khusus yang disebut akar udara yang cocok untuk kondisi tanah yang
anaerob. Ada beberapa tipe perakaran udara yaitu (1) akar pasak; (2) akar
tunjang; (3) akar lutut; dan (4) akar papan atau banir. Semua spesies mangrove
memproduksi buah yang biasanya disebarkan melalui air. Ada beberapa bentuk
buah seperti berbentuk silinder, bulat, kacang, dan normal (Mangrove Information
Center, 2011).
2.3.2 Fungsi dan manfaat hutan mangrove
Keberadaan hutan mangrove memiliki fungsi-fungsi penting atau fungsi
ganda. Fungsi fisiknya yaitu sebagai pencegahan proses instrusi (perembesan air
laut) dan proses abrasi (erosi laut). Fungsi biologis mangrove adalah sebagai
tempat pembenihan ikan, udang, kerang, dan tempat bersarang burung-burung
serta berbagai jenis biota. Penghasil bahan pelapukan sebagai sumber makanan
penting bagi kehidupan sekitar lingkungannya. Fungsi kimia mangrove adalah
sebagai tempat proses dekomposisi bahan-bahan organik dan proses-proses kimia
lainnya yang berkaitan dengan tanah mangrove. Secara ekonomi hutan mangrove
berfungsi sebagai bahan bakar dan bahan bangunan, lahan pertanian dan
perikanan, obat-obatan, dan bahan penyamak. Saat ini hasil mangrove, terutama
kayunya telah diusahakan sebagai bahan baku industri penghasil bubur kertas
(pulp) (Arief, 2001).
Selain itu keberadaan hutan mangrove juga dapat berfungsi dalam bidang
konservasi dan bioteknologi. Dalam bidang konservasi yaitu sebagai perlindungan
tanah, tata air, iklim mikro, keanekaragaman hayati, sumber plasma nutfah,
penyedia oksigen, penyerap karbon dioksida, pembentuk estetika alam, mencegah
(37)
16
bidang bioteknologi, hutan mangrove berfungsi sebagai tempat berkembangbiak
berbagai jenis biota laut yang hidup berintegrasi dan sangat bergantung pada
habitat hutan mangrove seperti plankton dan zooplankton, ikan, kepiting, udang,
kerang dan lainnya. Lapukan tanaman mangrove merupakan sumber bahan
organik yang penting dalam rantai makanan di perairan yang menyediakan
makanan bagi berbagai jenis biota laut (Dinas Kehutanan Bali, 2004).
Untuk konservasi hutan mangrove dan sempadan pantai, Pemerintah RI
telah menerbitkan Keppres No. 32 tahun 1990. Sempadan pantai adalah kawasan
tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi pantai, sempadan pantai berupa jalur hijau
adalah selebar 100 meter dari pasang tertinggi kearah daratan. Sedangkan
kawasan hutan mangrove adalah kawasan pesisir laut yang merupakan habitat
hutan mangrove yang berfungsi memberikan perlindungan kepada kehidupan
pantai dan lautan.
Konversi lahan yang dilakukan oleh manusia terhadap areal hutan
mangrove sebagai tambak, areal pertanian dan pemukiman menyebabkan luas
lahan hutan mangrove terus berkurang. Selain itu pemanfaatan hutan mangrove
yang tidak bertanggung jawab sebagai bahan bangunan, kayu bakar dan juga
arang memberi kontribusi yang serius terhadap kerusakan hutan mangrove. Oleh
karena itu maka sangat penting bagi masyarakat untuk mengetahui teknik
(38)
17
2.3.3 Budidaya mangrove 2.3.3.1 Pembibitan
Dalam penanaman mangrove, kegiatan pembibitan dapat dilakukan dan
dapat tidak dilakukan. Apabila keberadaan pohon/buah mangrove disekitar lokasi
penanaman banyak, kegiatan pembibitan dapat tidak dilakukan. Apabila
keberadaan pohon/buah disekitar lokasi penanaman sedikit atau tidak ada,
kegiatan pembibitan sebaiknya dilaksanakan. Adanya kebun pembibitan akan
menguntungkan terutama bila penanaman dilaksanakan pada saat tidak musim
puncak berbuah atau pada saat dilakukan penyulaman tanaman. Selain itu,
penanaman melalui buah yang dibibitkan akan menghasilkan persentase tumbuh
yang tinggi. Bibit/benih yang akan ditanam harus sudah tersedia satu hari sebelum
diadakan penanaman. Buah bakau bisa disemaikan terlebih dahulu sebelum
ditanam dan bisa ditanam tanpa persemaian. Buah api-api dan prepat sebelum
ditanam sebaiknya disemaikan terlebih dahulu. Penanaman secara langsung,
terutama di pinggir laut, sulit dilaksanakan karena buah/bijinya terlalu kecil
sehingga mudah dibawa arus. Penanaman dengan sistem puteran dari permudaan
alam, untuk kedua jenis ini dapat dilakukan dan berhasil dengan baik.
1. Pemilihan bibit mangrove
Untuk memperoleh bibit mangrove yang baik, pengumpulan buah
(propagule) dapat dilakukan antara bulan september hingga bulan maret, dengan
karakteristik berdasarkan jenis tanaman mangrove sebagai berikut.
1) Bakau (Rhizophora spp.), buah sebaiknya dipilih dari pohon yang telah
berusia di atas 10 tahun, buah yang baik dicirikan oleh hampir lepasnya
(39)
18
Bakau Besar (Rhizophora mucronata) : warna buah hijau tua atau kecoklatan
dengan kotiledon (cincin) berwarna kuning, b) Bakau Kecil (Rhizophora
apiculata) : warna buah hijau dan warna kotiledon merah, c) Tancang
(Bruguiera spp.), buah dipilih dari pohon yang sudah berumur antara lima s.d
10 tahun, ciri buah yang matang : batang buah hampir lepas dari bonggolnya.
2) Api-api (Avicennia spp.), Bogem (Sonneratia spp.), dan Bolicella (Xylocarpus
granatum), ciri buah yang matang : warna kecoklatan, agak ketas dan bebas
dari hama penggerek, dan lebih baik buah yang sudah jatuh dari pohonnya.
2. Persemaian bibit mangrove
a). Pemilihan lokasi persemaian
Lokasi persemaian diusahakan pada tanah lapang dan datar. Selain itu,
hindari lokasi persemaian di daerah ketam/kepiting atau mudah dijangkau
kambing. Lokasi persemaian diusahakan sedekat mungkin dengan lokasi
penanaman dan sebaiknya terendam air pasang lebih kurang 20 kali/bulan agar
tidak dilakukan kegiatan penyiraman bibit.
b). Pembangunan tempat dan bedeng persemaian
Dari luas areal yang ditentukan untuk tempat persemaian, sekitar 70%
dipergunakan untuk keperluan bedeng pembibitan, sisanya 30% digunakan untuk
jalan inspeksi, saluran air, gubuk kerja dan bangunan ringan lainnya. Ukuran
tempat persemaian tergantung kepada kebutuhan jumlah buah yang akan
dibibitkan. Bahan tempat persemaian dapat menggunakan bambu. Atap/naungan
dapat menggunakan daun nipah atau alang-alang dengan ketinggian antara satu
s.d dua meter. Apabila disekitar lokasi persemaian terdapat banyak kambing,
(40)
19
Bedeng persemaian dibuat dengan ukuran bervariasi sesuai kebutuhan,
tetapi umumnya berukuran lima x satu meter. Dengan bedeng berukuran lima x
satu meter dapat memuat kurang lebih 1.200 kantong plastik ukuran 15 x 20 cm,
dimana masing-masing kantong memuat satu benih. Selain kantong plastik, untuk
penghematan dapat digunakan botol air mineral bekas. Dalam ukuran bedeng
yang sama dapat memuat 1.280 botol air mineral bekas ukuran 5.00 ml, dimana
masing-masing botol memuat satu benih.
Bedeng persemaian dapat dibuat dengan mencangkul tanah dengan
kedalaman lima s.d 10 cm atau tanah yang datar diberi batas berupa bambu agar
kantong plastik atau botol air mineral bekas tidak jatuh. Antar bedeng sebaiknya
ada jalan inspeksi untuk memudahkan pemeriksaan tanaman.
3. Alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan bibit
Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk melakukan pembibitan mangrove
adalah kantong plastik, benih mangrove berbagai jenis, lumpur, cetok dan bedeng.
Sebagai informasi, kantong plastik terdiri dari dua tipe, yaitu kantong plastik kecil
untuk benih berukuran kecil, seperti Avicennia spp, Sonneratia spp, dan Ceriops
spp. dan kantong plastik besar untuk benih Rhizopora spp dan Bruguiera spp.
Kantong plastik memiliki lubang di bagian samping dan bawahnya yang berguna
untuk sirkulasi air dan udara. Selanjutnya, lumpur yang digunakan pada tahap
pembibitan ini sebaiknya diambil dari sekitar lokasi penanaman. Hal ini bertujuan
untuk mengoptimalkan ketahanan hidup benih sewaktu pembibitan.
4. Pembibitan mangrove
Tahap pembibitan dilakukan setelah tahap perlakuan bibit selesai.
(41)
20
1. Ambil Kantong plastik, lalu isi dengan lumpur yang ada disekitar bedeng.
2. Isi Kantong plastik dengan sedimen, tetapi jangan terlalu penuh melainkan ¾
dari isi Kantong plastik.
3. Setelah diisi lumpur, lipat bagian atas kantong plastik ke bagian luar dengan
tujuan pada saat surut dan cuaca kering, kristal–kristal garam air laut tidak terjebak di dalam kantong plastik yang bisa menghambat pertumbuhan benih
mangrove.
4. Selanjutnya, tanam benih mangrove yang telah dipilih dan berkondisi baik ke
dalam sedimen dengan kedalaman yang cukup.
5. Jangan lupa untuk menanam benih Ceriops, Sonneratia dan Avicennia ke
dalam Kantong plastik kecil dan benih Rhizopora dan Bruguiera ke dalam
Kantong plastik yang berukuran besar.
6. Setelah itu, masukkan satu per satu Kantong plastik yang sudah terisi dengan
benih-benih mangrove tersebut ke dalam bedeng. Sebaiknya diusahakan agar
satu buah bedeng bisa digunakan untuk satu jenis mangrove saja, agar
mempermudah distribusi pada saat pengambilannya di tahap penanaman
mangrove.
Apabila kelompok masyarakat sudah terbentuk, kegiatan pembibitan dapat
dilakukan dan dilanjutkan seterusnya oleh kelompok. Selain bermanfaat untuk
kegiatan penyulaman atau penanaman baru, juga dapat menjadi alternatif
penghasilan bagi kelompok. Saat ini permintaan terhadap bibit mangrove cukup
banyak karena sudah berjalannya beberapa program penanaman mangrove
(42)
21
2.3.3.2 Penanaman
Kegiatan penanaman mangrove mencakup penentuan lokasi penanaman,
pemilihan pada setiap tapak, persiapan lahan, dan cara menanam.
a. Penentuan lokasi penanaman
Lokasi penanaman mangrove adalah lahan yang secara teknis (fisik, kimia,
dan biologi) cocok untuk tananam mangrove yang akan ditanam tumbuh dan
berkembang dengan baik. Lokasi penanaman merupakan lahan yang diperuntukan
bagi pengembangan ekosistem mangrove (sesuai tata ruang dan peraturan yang
ada) dan disepakati seluruh pihak yang berkepentingan, terutama masyarakat
setempat. Lokasi penanaman mangrove biasanya dilakukan di tepi pantai yang
mengandung substrat lumpur, tepian sungai yang masih terpengaruh air laut, dan
tanggul air saluran tambak. Secara umum, mangrove dapat ditanam pada lokasi
yang ada atau pernah ada tanaman mangrove.
Secara teknis, mangrove dapat ditanam pada daerah berikut.
1. Pantai dengan lebar 130 kali rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan
terendah yang diukur dari garis air surut terendah ke arah pantai.
2. Tepian sungai selebar 50 m ke arah kiri dan kanan tepian sungai yang masih
terpengaruh air laut.
3. Tanggul, peralatan, dan pinggiran saluran air ke dan dari tambak.
b. Pemilihan pada setiap tapak
1. Ketersediaan benih/bibit
Benih/bibit mangrove yang akan ditanam sebaiknya berasal dari lokasi
setempat atau lokasi yang terdekat sehingga perubahan faktor lingkungan yang
(43)
22
antara lain, tidak terserang hama dan penyakit, tidak layu, jumlah daun minimal,
dan ukuran bibit minimal. Disajikan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2
Spesifikasi bibit yang berkualitas baik dan siap tanam
No Spesies Tinggi bibit minimal (cm) Jumlah daun minimal (lembar) Lama pembibitan (bulan) 1 2 3 4 5 6 Rhizophora apiculata Rhizophora mucronata Bruguiera gymnorhiza Sonneratia alba Avicennia marina Xylocarpus granatium 35 55 35 15 30 40 4 4 6 6 6 6
4 – 5 4 – 5 3 – 4 5 – 6 3 – 4 3 – 4 Sumber: Anonim b, 2005 (dalam Suwarman, 2008).
2. Pemilihan jenis yang sesuai
Jenis mangrove yang akan ditanam harus disesuaikan dengan kondisi
lingkungan lokasi penanaman, seperti kondisi tanah dan salinitas. Jenis-jenis pada
setiap tapak sebagai berikut.
1. Bakau (Rhizophora spp.) dapat tumbuh baik pada substrat berlumpur dan
lumpur berpasir di pantai yang agak berombak/bergelombang dengan
frekuensi genangan 20 s.d 40 kali per bulan. Bakau merah (R. Stylosa) dapat
ditanam pada lokasi bersubstrat pasir berkoral.
2. Api-api (Avicennia spp.) lebih cocok ditanam pada substrat pasir berlumpur,
terutama di bagian terdepan pantai dengan frekuensi genangan 30 s.d 40 kali
per bulan.
3. Gogem (Sonneratia spp.) dapat tumbuh dengan baik pada lokasi bersubstrat
lumpur atau lumpur berpasir dari pinggir pantai kearah darat dengan frekuensi
(44)
23
4. Tanjang (Bruguiera spp.) dapat tumbuh dengan baik pelaada substrat yang
lebih keras yang terletak kearah darat dari garis pantai dengan frekuensi
genangan 30 s.d 40 kali per bulan.
5. Nyirih (Xylocarpus Granatum) jenis mangrove lain yang juga sering
digunakan untuk kegiatan penanaman adalah X. Granatum.
c. Persiapan lahan
Persiapan yang perlu dilakukan sebelum penanaman mangrove sebagai
berikut.
1. Membuat jalur tanam searah garis pantai dan dibersihkan dari tumbuhan liar
selebar satu meter. Sebelum ditanami, lahan yang akan ditanami harus
dibersihkan dari sisa tebangan tanaman, akar-akar tananam, dan
sampah-sampah. Hal ini dilakukan untuk mempermudah proses penanaman dan
mengurangi gangguan terhadap bibit yang akan ditanam.
2. Memasang ajir-ajir menggunakan patok-patok kayu atau bambu dengan garis
tengah 10 cm secara tegak sedalam 0,5 meter dengan jarak disesuaikan dengan
jarak tanam. Keberadaan ajir digunakan untuk mengetahui tempat bibit yang
akan ditanam, penanda adanya tanaman baru, dan menyeragamkan jarak bibit
yang satu dengan yang lain. Ajir dibuat dari bambu dibelah dengan ukuran
yang dipakai adalah tinggi lebih kurang satu meter, lebar dua s.d tiga cm dan
ditancapkan tegak kedalam tanah sedalam 0,5 meter.
d. Penentuan jarak tanam
Jarak tanam tergantung lokasi dan tujuan penanaman. Penanaman di
pinggir laut dengan tujuan melindungi pantai dari abrasi atau sebagai jalur hijau,
(45)
24
saluran-saluran air menuju tambak dengan tujuan melindungi tanggul atau jalur
hijau, apabila hanya satu baris, jarak antar tanaman dapat satu meter atau 1,5
meter. Apabila lebih dari satu baris, jarak tanam dapat satu x satu meter atau 1,5 x
1,5 meter. Apabila dilokasi penanaman banyak penjala, pencari udang atau
kepiting, maka jarak antar tanaman sebaiknya diperbesar menjadi dua meter atau
dua x dua meter. Hal ini untuk member ruang bagi mereka dan alat yang
digunakan agar tidak merusak tanaman. Jarak antar tanaman di tambak dengan
tujuan untuk melindungi tanggul satu meter, satu setengah meter, atau dua meter.
Setelah tanaman membesar dan dirasakan terlalu rapat, dapat dilakukan
penjarangan sehingga jarak antar tanaman menjadi dua meter atau tiga meter.
e. Peralatan yang digunakan
a) Tali pengatur jarak tanam
Agar jalur tanaman dan jarak antar tanaman yang diinginkan seragam,
maka diperlukan tali tambang ukuran 10 atau 20 m, kedua ujung tali ini diikat
dengan sepotong bambu kayu dan pada jarak tanam diinginkan diberi tanda (cat )
sebagai titik-titik penanaman.
b) Ajir
Ajir diperlukan terutama untuk penanaman di pantai yang menghadap laut
lepas yang ombaknya cukup besar. Bibit atau benih diikat ke ajir agar tidak
hanyut dibawa ombak. Selain itu, ajir juga dapat digunakan untuk penanaman di
sungai atau aliran air. Penggunaan ajir ini bertujuan sebagai tanda adanya tanaman
(46)
25
c) Tugal
Tugal digunakan untuk membuat lubang tanaman dan dibutuhkan sewaktu
menanam ditanah lumpur yang agak keras. Tugal dapat terbuat dari sepotong kayu
atau bambu.
d) Ember dan parang
Ember digunakan untuk mengangkut bibit atau benih sewaktu diadakan
penanaman. Parang digunakan apabila di lokasi penanaman banyak tumbuhan liar
atau ranting.
f. Cara menanam
Penanaman mangrove dapat dilakukan melalui dua metode, yaitu
penanaman langsung menggunakan buah dan melalui persemaian bibit. Metode
penanaman langsung memiliki keberhasilan tumbuh rendah, 20 s.d 30%.
Sedangkan yang melalui persemaian bibit tingkat keberhasilan tumbuhnya relatif
tinggi, kurang lebih 60 s.d 80%. Bila akan dilakukan penanaman menggunakan
buah, untuk mendapat bibit yang baik, pengumpulan buah (propagul) dapat
dilakukan antara september - maret dengan karakteristik sebagai berikut.
1. Bakau (Rhizophora spp.)
a) Buah sebaiknya dipilih dari pohon mangrove yang berusia di atas 10 tahun.
b) Buah yang baik dicirikan oleh hampir lepasnya bongkol buah dari batang
buah.
c) Buah yang sudah matang dari Bakau Besar (R. mucronata) dicirikan oleh
warna hijau tua atau kecokelatan dengan kotiledon (cincin) berwarna kuning,
sedangkan buah Bakau Kecil (R. apiculata) matang ditandai dengan warna
(47)
26
2. Tanjang (Bruguiera spp.)
a) Buah dipilih dari pohon yang berumur antara lima s.d 10 tahun.
b) Buah dipilih yang sudah matang, dicirikan oleh hampir lepasnya batang buah
dari bongkolnya.
3. Api-api (Avicennia spp.), Gogem (Sonneratia spp.), dan Nyirih (Xylocarpus
granatium)
a) Buah sebaiknya diambil yang sudah matang, dicirikan oleh warna
kecokelatan, agak keras, dan bebas hama penggerek.
b) Buah lebih baik diambil yang sudah jatuh dari pohon.
Penanaman dapat dilakukan melalui dua cara yaitu bibit dan benih.
a. Penanaman dengan benih
Pada lokasi penanaman berlumpur lembek atau dalam, sekitar sepertiga
dari panjang buah/benih (terutama bakau dan tumu) ditancapkan ke dalam lumpur
secara tegak dengan bakal kecambah menghadap keatas. Pada lokasi penanaman
berlumpur agak keras, terlebih dahulu dibuat lubang baru buah/benih dimasukkan
kedalam lubang secara tegak. Setelah itu lubang ditutup kembali dengan tangan
sehingga benih dapat berdiri tegak dengan baik. Apabila ingin memasang ajir
sebagai tanda adanya tanaman baru, maka ajir ditanam disamping buah/benih.
Untuk melindungi buah agar tidak hanyut terbawa ombak, sebaiknya buah
diikatkan pada ajir.
Setelah buah ditanam, terutama di daerah terbuka, sebaiknya dinaungi atau
diberi penutup dengan pakis-pakisan, piyai, daun nipah, ranting atau lainnya. Hal
ini untuk menghindari sengatan matahari langsung (sesuai dengan sifatnya yang
(48)
27
matahari langsung sebagian buah akan kering. Ketam/kepiting biasanya
mengganggu tanaman apabila penanaman dilakukan di daerah pertambakan.
Penanaman buah tanpa naungan biasanya dilakukan di areal yang tidak terbuka
sama sekali. Secara umum terdapat kelebihan dan kekurangan penanaman dengan
dan tanpa naungan.
b. Penanaman dengan bibit
Penanaman dengan bibit sebaiknya membuat lubang terlebih dahulu.
Kantong plastik atau botol air mineral bekas dilepaskan secara hati-hati agar tidak
merusak perakarannya. Kantong plastik atau botol ini dikumpulkan untuk
digunakan lagi pada kegiatan pembibitan selanjutnya. Bibit dimasukkan kedalam
lubang secara tegak sebatas leher akar dan ditutup kembali dengan lumpur. Bila
ingin memasang ajir sebagai tanda adanya tanaman baru, maka ajir ditanam
disamping bibit. Bila untuk melindungi bibit agar tidak hanyut dibawa ombak,
bibit diikatkan pada ajir (Suwarman, 2008).
2.3.3.3 Pemeliharaan Upaya pemeliharan
Pemeliharaan mangrove yang telah ditanam harus dilakukan secara rutin
dan seksama. Kegiatan yang perlu dilakukan dalam rangka pemeliharaan
mangrove setelah ditanam sebagai berikut.
1) Penyiangan dan penyulaman
Penyiangan dan penyulaman mangrove yang telah ditanam dilakukan
setelah tiga bulan penanaman. Kegiatan ini terus dilakukan sampai mangrove
berumur lima tahun. Pada lokasi penanaman yang agak tinggi atau frekuensi
(49)
28
hal penyiangan dan penyulamannya. Hal tersebut disebabkan pada lokasi tersebut
cepat ditumbuhi kembali oleh pakis-pakisan atau piyai (Acrosthicum aureum).
2) Penjarangan
Penjarangan dilakukan untuk memberikan ruang tumbuh yang ideal bagi
mangrove agar dapat tumbuh dan berkembang.
3) Perlindungan tanaman
Perlindungan mangrove dari hama yang merusak perlu dilakukan mulai
dari pembibitan sampai anakan supaya pertumbuhannya dapat berlangsung baik.
Sejak usia bibit satu tahun, batang mangrove sangat disukai oleh serangga dan
ketam (kepiting). Kematian mangrove sampai berusia satu tahun akibat serangga
dan ketam dapat mencapai 60 s.d 70% (Suwarman, 2008).
2.3.3.4 Pemanfaatan hutan mangrove sebagai ekowisata oleh Kelompok Nelayan Wanasari
Pengertian Ekowisata
Menurut Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia,
Ekowisata merupakan konsep pengembangan pariwisata. Ekowisata yang
berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian
lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan, sehingga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat dan
pemerintah setempat.
Ekowisata memiliki banyak definisi yang seluruhnya berprinsip pada
pariwisata yang kegiatannya mengacu pada lima elemen penting yaitu:
1. Memberikan pengalaman dan pendidikan kepada wisatawan yang dapat
(50)
29
dikunjunginya. Pendidikan diberikan melalui pemahaman akan pentingnya
pelestarian lingkungan, sedangkan pengalaman diberikan melalui
kegiatan-kegiatan wisata yang kreatif disertai dengan pelayanan yang prima.
2. Memperkecil dampak negatif yang bisa merusak karakteristik lingkungan dan
kebudayaan pada daerah yang dikunjungi.
3. Mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan dan pelaksanaannya.
4. Memberikan keuntungan ekonomi terutama kepada masyarakat lokal, untuk
itu, kegiatan ekowisata harus bersifat profit (menguntungkan).
5. Dapat terus bertahan dan berkelanjutan.
2.4. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini akan membahas tentang perilaku anggota Kelompok
Nelayan Wanasari dalam menjaga kelestarian hutan mangrove di Kelurahan
Tuban, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung. Perilaku tersebut meliputi
pengetahuan anggota Kelompok Nelayan Wanasari tentang cara-cara menjaga
kelestarian hutan mangrove, sikap anggota Kelompok Nelayan Wanasari terhadap
cara-cara menjaga kelestarian hutan mangrove, dan keterampilan anggota
Kelompok Nelayan Wanasari dalam menjaga kelestarian hutan mangrove.
Dari hal tersebut akan diperoleh bagaimana perilaku anggota Kelompok
Nelayan Wanasari dalam menjaga kelestarian hutan mangrove, kemudian akan
mempengaruhi keberhasilan kelompok dalan menjaga kelestarian hutan
mangrove. Dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif akan diketahui
perilaku anggota Kelompok Nelayan Wanasari dalam menjaga kelestarian hutan
(51)
30
Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah menemukan perilaku
anggota Kelompok Nelayan Wanasari dalam menjaga kelestarian hutan mangrove
di Kelurahan Tuban, Kecamatan Kuta, Badung. Secara skematis, kerangka
berpikir penelitian ini dapat disajikan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1
Kerangka Berfikir Penelitian “Perilaku Anggota Kelompok Nelayan Wanasari dalam Menjaga Kelestarian Hutan Mangrove di Kelurahan Tuban, Kecamatan
Kuta, Kabupaten Badung”, 2015. Analisis Deskriftif
Simpulan
Rekomendasi
Anggota Kelompok Nelayan Wanasari Hutan Mangrove di Kelurahan Tuban, Kecamatan
Kuta, Kabupaten Badung
Pengetahuan 1. Pembibitan 2. Penanaman 3. Pemeliharaan 4. pemanfaatan Sikap 1. Pembibitan 2. Penanaman 3. Pemeliharaan 4. Pemanfaatan Keterampilan 1. Pembibitan 2. Penanaman 3. Pemeliharaan 4. Pemanfaatan Dinas Kehutanan Kendala-Kendala 1. Teknis 2. Sosial 3. Ekonomi Perilaku
(1)
c) Tugal
Tugal digunakan untuk membuat lubang tanaman dan dibutuhkan sewaktu menanam ditanah lumpur yang agak keras. Tugal dapat terbuat dari sepotong kayu atau bambu.
d) Ember dan parang
Ember digunakan untuk mengangkut bibit atau benih sewaktu diadakan penanaman. Parang digunakan apabila di lokasi penanaman banyak tumbuhan liar atau ranting.
f. Cara menanam
Penanaman mangrove dapat dilakukan melalui dua metode, yaitu penanaman langsung menggunakan buah dan melalui persemaian bibit. Metode penanaman langsung memiliki keberhasilan tumbuh rendah, 20 s.d 30%. Sedangkan yang melalui persemaian bibit tingkat keberhasilan tumbuhnya relatif tinggi, kurang lebih 60 s.d 80%. Bila akan dilakukan penanaman menggunakan buah, untuk mendapat bibit yang baik, pengumpulan buah (propagul) dapat dilakukan antara september - maret dengan karakteristik sebagai berikut.
1. Bakau (Rhizophora spp.)
a) Buah sebaiknya dipilih dari pohon mangrove yang berusia di atas 10 tahun. b) Buah yang baik dicirikan oleh hampir lepasnya bongkol buah dari batang
buah.
c) Buah yang sudah matang dari Bakau Besar (R. mucronata) dicirikan oleh warna hijau tua atau kecokelatan dengan kotiledon (cincin) berwarna kuning, sedangkan buah Bakau Kecil (R. apiculata) matang ditandai dengan warna buah hijau kecokelatan dan warna kotiledon merah.
(2)
2. Tanjang (Bruguiera spp.)
a) Buah dipilih dari pohon yang berumur antara lima s.d 10 tahun.
b) Buah dipilih yang sudah matang, dicirikan oleh hampir lepasnya batang buah dari bongkolnya.
3. Api-api (Avicennia spp.), Gogem (Sonneratia spp.), dan Nyirih (Xylocarpus
granatium)
a) Buah sebaiknya diambil yang sudah matang, dicirikan oleh warna kecokelatan, agak keras, dan bebas hama penggerek.
b) Buah lebih baik diambil yang sudah jatuh dari pohon.
Penanaman dapat dilakukan melalui dua cara yaitu bibit dan benih. a. Penanaman dengan benih
Pada lokasi penanaman berlumpur lembek atau dalam, sekitar sepertiga dari panjang buah/benih (terutama bakau dan tumu) ditancapkan ke dalam lumpur secara tegak dengan bakal kecambah menghadap keatas. Pada lokasi penanaman berlumpur agak keras, terlebih dahulu dibuat lubang baru buah/benih dimasukkan kedalam lubang secara tegak. Setelah itu lubang ditutup kembali dengan tangan sehingga benih dapat berdiri tegak dengan baik. Apabila ingin memasang ajir sebagai tanda adanya tanaman baru, maka ajir ditanam disamping buah/benih. Untuk melindungi buah agar tidak hanyut terbawa ombak, sebaiknya buah diikatkan pada ajir.
Setelah buah ditanam, terutama di daerah terbuka, sebaiknya dinaungi atau diberi penutup dengan pakis-pakisan, piyai, daun nipah, ranting atau lainnya. Hal ini untuk menghindari sengatan matahari langsung (sesuai dengan sifatnya yang toleran) dan untuk menghindari serangan ketam/kepiting. Apabila terkena
(3)
matahari langsung sebagian buah akan kering. Ketam/kepiting biasanya mengganggu tanaman apabila penanaman dilakukan di daerah pertambakan. Penanaman buah tanpa naungan biasanya dilakukan di areal yang tidak terbuka sama sekali. Secara umum terdapat kelebihan dan kekurangan penanaman dengan dan tanpa naungan.
b. Penanaman dengan bibit
Penanaman dengan bibit sebaiknya membuat lubang terlebih dahulu. Kantong plastik atau botol air mineral bekas dilepaskan secara hati-hati agar tidak merusak perakarannya. Kantong plastik atau botol ini dikumpulkan untuk digunakan lagi pada kegiatan pembibitan selanjutnya. Bibit dimasukkan kedalam lubang secara tegak sebatas leher akar dan ditutup kembali dengan lumpur. Bila ingin memasang ajir sebagai tanda adanya tanaman baru, maka ajir ditanam disamping bibit. Bila untuk melindungi bibit agar tidak hanyut dibawa ombak, bibit diikatkan pada ajir (Suwarman, 2008).
2.3.3.3 Pemeliharaan Upaya pemeliharan
Pemeliharaan mangrove yang telah ditanam harus dilakukan secara rutin dan seksama. Kegiatan yang perlu dilakukan dalam rangka pemeliharaan mangrove setelah ditanam sebagai berikut.
1) Penyiangan dan penyulaman
Penyiangan dan penyulaman mangrove yang telah ditanam dilakukan setelah tiga bulan penanaman. Kegiatan ini terus dilakukan sampai mangrove berumur lima tahun. Pada lokasi penanaman yang agak tinggi atau frekuensi genangan air pasang kurang, perlu mendapat perhatian yang lebih intensif dalam
(4)
hal penyiangan dan penyulamannya. Hal tersebut disebabkan pada lokasi tersebut cepat ditumbuhi kembali oleh pakis-pakisan atau piyai (Acrosthicum aureum). 2) Penjarangan
Penjarangan dilakukan untuk memberikan ruang tumbuh yang ideal bagi mangrove agar dapat tumbuh dan berkembang.
3) Perlindungan tanaman
Perlindungan mangrove dari hama yang merusak perlu dilakukan mulai dari pembibitan sampai anakan supaya pertumbuhannya dapat berlangsung baik. Sejak usia bibit satu tahun, batang mangrove sangat disukai oleh serangga dan ketam (kepiting). Kematian mangrove sampai berusia satu tahun akibat serangga dan ketam dapat mencapai 60 s.d 70% (Suwarman, 2008).
2.3.3.4 Pemanfaatan hutan mangrove sebagai ekowisata oleh Kelompok Nelayan Wanasari
Pengertian Ekowisata
Menurut Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia, Ekowisata merupakan konsep pengembangan pariwisata. Ekowisata yang berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan, sehingga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat dan pemerintah setempat.
Ekowisata memiliki banyak definisi yang seluruhnya berprinsip pada pariwisata yang kegiatannya mengacu pada lima elemen penting yaitu:
1. Memberikan pengalaman dan pendidikan kepada wisatawan yang dapat meningkatkan pemahaman dan apresiasi terhadap daerah tujuan wisata yang
(5)
dikunjunginya. Pendidikan diberikan melalui pemahaman akan pentingnya pelestarian lingkungan, sedangkan pengalaman diberikan melalui kegiatan-kegiatan wisata yang kreatif disertai dengan pelayanan yang prima.
2. Memperkecil dampak negatif yang bisa merusak karakteristik lingkungan dan kebudayaan pada daerah yang dikunjungi.
3. Mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan dan pelaksanaannya.
4. Memberikan keuntungan ekonomi terutama kepada masyarakat lokal, untuk itu, kegiatan ekowisata harus bersifat profit (menguntungkan).
5. Dapat terus bertahan dan berkelanjutan. 2.4. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini akan membahas tentang perilaku anggota Kelompok Nelayan Wanasari dalam menjaga kelestarian hutan mangrove di Kelurahan Tuban, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung. Perilaku tersebut meliputi pengetahuan anggota Kelompok Nelayan Wanasari tentang cara-cara menjaga kelestarian hutan mangrove, sikap anggota Kelompok Nelayan Wanasari terhadap cara-cara menjaga kelestarian hutan mangrove, dan keterampilan anggota Kelompok Nelayan Wanasari dalam menjaga kelestarian hutan mangrove.
Dari hal tersebut akan diperoleh bagaimana perilaku anggota Kelompok Nelayan Wanasari dalam menjaga kelestarian hutan mangrove, kemudian akan mempengaruhi keberhasilan kelompok dalan menjaga kelestarian hutan mangrove. Dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif akan diketahui perilaku anggota Kelompok Nelayan Wanasari dalam menjaga kelestarian hutan mangrove.
(6)
Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah menemukan perilaku anggota Kelompok Nelayan Wanasari dalam menjaga kelestarian hutan mangrove di Kelurahan Tuban, Kecamatan Kuta, Badung. Secara skematis, kerangka berpikir penelitian ini dapat disajikan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1
Kerangka Berfikir Penelitian “Perilaku Anggota Kelompok Nelayan Wanasari dalam Menjaga Kelestarian Hutan Mangrove di Kelurahan Tuban, Kecamatan
Kuta, Kabupaten Badung”, 2015. Analisis Deskriftif
Simpulan
Rekomendasi
Anggota Kelompok Nelayan Wanasari Hutan Mangrove di Kelurahan Tuban, Kecamatan
Kuta, Kabupaten Badung
Pengetahuan 1. Pembibitan 2. Penanaman 3. Pemeliharaan 4. pemanfaatan
Sikap 1. Pembibitan 2. Penanaman 3. Pemeliharaan 4. Pemanfaatan
Keterampilan 1. Pembibitan 2. Penanaman 3. Pemeliharaan 4. Pemanfaatan Dinas Kehutanan
Kendala-Kendala
1. Teknis 2. Sosial 3. Ekonomi Perilaku