Pengelolaan Retribusi Parkir untuk Pemberdayaan Masyarakat (Studi di Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Kuta, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung).

(1)

i

Provinsi Bali)

SKRIPSI

Disusun Oleh :

Juwita Vamellia Nofitasari .S.

NIM 1021205033

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Politik pada Program Studi Administrasi Negara

UNIVERSITAS UDAYANA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA


(2)

(3)

(4)

iv

untuk Pemberdayaan Masyarakat ( Studi Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Kuta ) dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa yang dapat memberikan ketenangan hati dalam berpikir sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan waktu yang tepat. 2. Rektor Universitas Udayana Prof.Dr.dr.Ketut Suastika,Sp.PD-KEMD

3. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana Dr.Drs. I Gusti Putu Bagus Suka Arjawa, M.Si

4. Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana Ni Wayan Supriliani, S.Sos.,M.AP

5. Dosen Pembimbing I yakni Ibu Bandiyah,S.Fil,M.A yang dengan sabar selalu membimbing penulis dengan selembar demi selembar dalam menyelesaikan skripsi tersebut.

6. Dosen Pembimbing II yakni Ibu Kadek Wiwin Dwi Wismayanti,SE., MAP yang selalu memberikan gambaran-gambaran dalam menyelesaikan skripsi tersebut.

7. Dr.Piers Andreas Noak, S.H, M.Si, Tedi Erviantono,S.IP.,M.Si dan Ni Nyoman Dewi Pascarani,S.S,M,Si selaku Pembantu Dekan serta dosen penguji yang telah memberikan bimbingan dan banyak masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Orang tua, Gede Kartika Wijaya selaku suami, Saverio Adrian Wijaya selaku anak penulis dan seluruh Keluarga Besar penulis yang telah memberikan semangat dan dukungan untuk segera menyelesaikan skripsi

9. Roy Hidya Emerson S.Sos sebagai Kepala perparkiran Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Badung, I Made Rudika, A.Par, M.M sebagai Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Kuta, dan I Gusti Agung Made Agung sebagai Wakil Ketua I Lembaga


(5)

v

pegawai Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Kuta.

11. Seluruh Bapak dan Ibu dosen program studi Ilmu Administrasi Negara yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas pengajaran dan pengetahuan yang diberikan selama perkuliahan.

12. Seluruh pegawai di lingkungan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah banyak membantu penulis dalam urusan administrasi selama penulis mengikuti studi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana.

13. Teman – teman yang terus mendukung penulis diantaranya Siti Patimah, De Vd Suryani Dewi, Putri Wirantari, Leita Anistiawati, Ari Septyarini, Lory Pramasari, Mirayani, Eka Wahyu, dan Jaya Darmadi.

14. Kepada teman – teman dekat penulis yaitu Clara Exstrada, Ayu Ristiani, dan Anjelina Putri

15. Seluruh rekan – rekan mahasiswa dan sahabat – sahabat penulis lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungan bantuan dan perhatiannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Atas segala bantuan serta bimbingan tersebut, penulis hanya bisa mengucapkan syukur dan terima kasih semoga Tuhan Yang Maha Esa dapat membalas budi baik Bapak/Ibu/Saudara/I sekalian. Sebagai akhir kata dengan penuh kerendahan hati diharapkan bimbingan dan saran yang sifatmya membangun demi penyempurnaan materi skripsi ini, dan akhirnya skripsi ini dipersembahkan kepada almamater tercinta, semoga bermanfaat bagi semua pihak.

Denpasar, 5 Maret 2016


(6)

vi

parkir sebagai salah satu potensi pendapatan daerah seringkali tidak dikelola dengan baik. Kabupaten Badung sebagai salah satu daerah pariwisata yang sangat potensial di Bali khususnya Kelurahan Kuta juga mengalami kesulitan dalam pengelolaan parkir dimana padatnya kendaraan di Kelurahan Kuta tidak diimbangin dengan lahan yang digunakan. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Untuk memperoleh data, penulis melakukan observasi lapangan serta melakukan wawancara mendalam dengan narasumber yang berhubungan dengan pengelolaan retribusi parkir dan pemberdayaan masyarakat Kelurahan Kuta. Hasil temuan dari penelitian ini yaitu:

pertama, LPM Kelurahan Kuta selaku pengelola parkir mendapatkan keuntungan

dimana melalui hasil retribusi parkir yang didapat, pihak LPM dapat memberdayarakat masyarakatnya dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika selaku koordinator, penyedia sarana prasarana serta pengawas pengelolaan. Kedua, terdapat kendala dalam pengelolaan parkir seperti kecurangan yang dilakukan oleh pihak juru parkir. Pihak juru parkir mengambil keuntungan denganm menaikan tarif parkir serta tidak memberikan tiket parkir. Ketiga, dari hasil retribusi parkir yang didapat pihak LPM sudah memberdayakan masyarakatnya dengan baik namun masih ada kekurangan yang dilakukan dimana pihak LPM belum optimal dalam memberdayakan kaum disabilitas. Diharapkan dengan adanya penelitian ini kedepannya Pemerintah Daerah Kabupaten Badung beserta LPM Kelurahan Kuta lebih mengawasi pengelolaan parkir yang terjadi dilapangan serta untuk pihak LPM agar lebih memberikan perhatian khusus terhadap kaum disabilitas.


(7)

vii

incomes parking is not manage well. Badung Regency as one of potential tourism areas in Bali, especially in Kuta district also face the difficulty in which the volume of vehicles are not balance with the parking lot. Research method that used in this research is descriptive qualitative. To collect the data, the researcher did the field observation and deep interview with the interviewees who to know the information about the parking retribution management and public empowerment in Kuta district. The result from this research are : first, LPM Kuta as parking organizer get profit from parking retribution where by parking retribution that they got, LPM can empowering the people and The Department of transportation, communication and informatics as a coordinator, facilities and infrastructure provider and supervisory management. Second, there are some

problems such as parking officer’s fraudulence. The parking officers toke the return by increasing the parking fees and not gave the parking ticket. Third, the income from parking retribution already use by the LPM to empowering the society but still less optimal on empowered the disability. Hopefully, by this research both the government and LPM can monitoring the parking management in field and the disability get the special treat


(8)

viii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Batasan Masalah ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

1.6 Sistematika Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Kajian Pustaka ... 8

2.2 Kerangka Teori ... 13

2.2.1 Teori Administrasi Publik ... 13

2.3 Kerangka Konsep ... 15

2.3.1 Kerjasama Pengelolaan Parkir ... 15

2.3.2 Kelembagaan ... 18

2.3.3 Retribusi Daerah ... 25

2.3.4 Pemberdayaan Masyarakat ... 29

2.4 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 43


(9)

ix

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 49

3.6 Teknik Analisis Data ... 50

3.7 Teknik Penyajian Data ... 51

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 52

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ... 52

4.1.1 Karakteristik Wilayah Kelurahan Kuta, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung ... 52

4.1.2 Kondisi Penduduk Kelurahan Kuta ... 53

4.1.3 Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Kuta .. 55

4.2 Hasil Temuan Penelitian ... 61

4.2.1 Kerjasama Pengelolaan Retribusi Parkir oleh Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Kuta ... 61

4.3 Analisis Temuan ... 69

4.3.1 Keterkaitan dengan Konsep Kerjasama Pengelolaan Parkir ... 69

4.3.2 Keterkaitan dengan Konsep Kelembagaan ... 71

4.3.3 Keterkaitan dengan Konsep Retribusi Daerah ... 72

4.3.4 Keterkaitan dengan Konsep Pemberdayaan Masyarakat 75

BAB V PENUTUP ... 83

5.1 Kesimpulan ... 83

5.2 Saran ... 85 DAFTAR PUSTAKA


(10)

x

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Kelurahan Kuta Berdasarkan Pendidikan

dan Pekerjaan ... 54

Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Kelurahan Kuta Berdasarkan Usia ... 55

Tabel 4.5 Rekapitulasi Penjualan Tiket Retribusi Parkir Tahun 2015 ... 65

Tabel 4.6 Daftar Pengguna Jasa Parkir Roda Dua ... 67


(11)

xi

Kelurahan Kuta ... 60 Gambar 4.2 Pengelolaan Retribusi Parkir Kelurahan Kuta ... 62


(12)

xii Lampiran 3. Foto Foto

Lampiran 4. Surat Perjanjian No: 04/Perpar/Hubkominfo/2012

Lampiran 5. Surat Perjanjian nomor: 050/5579/DISHUBKOMINFO dan nomor: 058/LPM-KUTA/XII/2014

Lampiran 6. Rekapitulasi Penjualan Tiket Retribusi Parkir Kelurahan Kuta Tahun 2015


(13)

xiii

PEMDA : Pemerintah Daerah

PAD : Pendapatan Asli Daerah

PD : Perusahaan Daerah

UPT : Unit Pelayanan Teknis

KJK : Koperasi Jasa Keuangan

PEMK : Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kelurahan UPDK : Unit Pengelola Dana Bergulir

PPMK : Program Pembangunan Masyarakat Kelurahan

Dekel : Dewan Kelurahan

SDM : Sumber Daya Manusia

CSR : Corporate Social Responsibility LKMD : Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa

LSD : Lembaga Sosial Desa

Kepres : Keputusan Presiden

NKRI : Negara Kesatuan Republik Indonesia YPDK : Yayasan Pembangunan Desa Kuta

PAUD : Program Anak Usia Dini

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

THT : Telinga Hidung Tenggorokan

BMKG : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

MoU : Momerandum of Understanding

PKK : Pembinaan Kesejahteraan Keluarga

Lansia : Lanjut Usia

MPR : Majelis Permusyawaratan Rakyat GBHN : Garis-Garis Besar Haluan Negara


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah dijelaskan bahwa pemerintah pusatmemberikan lebih banyak kewenangan kepada pemerintah daerah dalam menjalankan fungsi pemerintahan sehingga pemerintahan daerah memiliki kesempatan untuk mengelola sendiri daerahnya dan kekayaan sumberdaya yang dimilikinya. Pemberian otonomi kepada daerah tiada lain bertujuan untuk pengembangan kehidupan demokrasi, meningkatkan kreatifitas dan peran serta masyarakat, meningkatkan pelayanan masyarakat, serta untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Salah satu daerah pariwisata yang potensial, Kabupaten Badung merupakan daerah yang memiliki kepadatan kendaraan yang sangat padat dimana Kabupaten Badung adalah kabupaten yang memiliki kepadatan kendaraan nomor dua setelah Kota Denpasar di Provinsi Bali. Setiap perjalananan dengan kendaraan bermotorpasti diawali dan diakhiri dengan tempat parkir, maka masalah parkir tersebut sangat mempengaruhi pergerakan kendaraan.Dimana tempat-tempat yang memiliki laju kendaraan yang tinggi dapat terganggu oleh kendaraan yang parkir dibadan jalan, sehingga Pemerintah Kabupaten Badung dituntut untuk dapat mengelola parkir dengan maksimal.

Masalah parkir tersebut merupakan masalah umum yang sering dijumpai dalam lalu lintas jalan dan merupakan salah satu penghasilan Pendapatan Asli


(15)

Daerah Kabupaten Badung.Potensi pendapatan dari perpakiran Kabupaten Badung sangat besar tetapi Pemerintah Kabupaten Badung tidak membentuk Perusahaan Daerah (PD) Parkir untuk menangani pengelolaan jasa parkir di Kabupaten Badung tersebut.Sebagai gantinya, Pemerintahan Daerah Badung membentuk UPT (Unit Pelayanan Teknis) perparkiran yang bernaung di bawah Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Badung. Unit tersebut hanya bersifat sebagai koordinator yang menentukan zona-zona tempat parkir di tempat umum. Sementara pengelolaan parkirnya diserahkan langsung kepada desa adat atau Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM).

Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 49 Tahun 2001 tentang Penataan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa/Kelurahan yang saat ini diganti dengan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa/Kelurahan merupakan lembaga yang dibentuk untuk menyusun rencana pembangunan yang partisipatif, menggerakkan swadaya gotong royong masyarakat, dan melaksanakan dan mengendalikan pembangunan. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat memiliki fungsi penanaman dan pemupukan rasa persatuan masyarakat desa dan kelurahan, pengkoordinasian perencanaan pembangunan, dan lembaga kemasyarakatan, perencanaan kegiatan pembangunan secara partisipatif dan terpadu, dan pengendalian dan pemanfaatan sumber daya kelembagaan untuk pembangunan Desa dan Kelurahan.

Pengelolaan parkir khususnya di Kelurahan Kuta, tertulis dalam surat perjanjian No: 050/5579/DISHUBKOMINFO dan nomor: 058/LPM-KUTA/XII/2014dikelola langsung oleh Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kelurahan Kuta yang dikoordinasi oleh Dinas Perhubungan Komunikasi


(16)

dan Informatika Kabupaten Badung untuk menangani langsung pengelolaan parkir di wilayah Kelurahan Kuta. Pemerintah Daerah Kabupaten Badung menunjuk Lembaga Pemberdayaan Masyarakat karena dinilai mampu mengelola parkir dengan baik.Selain itu pengurus Lembaga Pemberdayaan Masyarakat dipilih langsung oleh masyarakat Kelurahan Kuta. Kelurahan Kuta memiliki dua belas banjar dinas yang setiap banjarnya diwakilkan sedikitnya oleh dua orang yang menjadi pengurus Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Kuta.

Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Kuta dituntut untuk mengelola seluruh wilayah parkir di wilayah Kelurahan Kuta dengan baik.Dimana Kelurahan Kuta merupakan jantung pariwisata sekaligus tempat pariwisata yang paling banyak dikunjungi oleh wisatawan domestik dan mancanegara di Kabupaten Badung.Dapat dilihat dari keadaannya saat ini, keadaan parkir di wilayah Kelurahan Kuta sangat padat dan kurangnya lahan parkir sehingga pemerintah dan pengelola memberikan badan jalan sebagai tempat parkir pengunjung.Untuk jalan rawan kemacetan dan jalan kecil, pengelola tidak mengijinkan pengendara untuk parkir ditempat tersebut.Mengingat banyak baliho yang sudah ditempel disepanjang jalan dilarang parkir oleh pengelola. Terdapat sanksi pengempesan ban kendaraan hingga penahanan kartu identitas bagi pengendara yang melanggar.

Retribusi daerah sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah dalam pelaksanaannya harus dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Agar dapat memberikan manfaat tidak hanya bagi pemasukan kas daerah melainkan juga bagi objek retribusi dalam hal ini masyarakat.


(17)

Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya peningkatan kemampuan masyarakat untuk menyampaikan pendapat dan atau kebutuhannya, pilihan-pilihannya, berpartisipasi, bernegosiasi, mempengaruhi dan mengelola kelembagaan masyarakatnya secara bertanggung gugat (accountable) demi perbaikan kehidupannya. Pemberdayaan masyarakat mengandung perbaikan mutu hidup atau kesejahteraan setiap individu dan masyarakat baik yaitu: perbaikan ekonomi, perbaikan kesejahteraan sosial (pendidikan dan kesehatan), kemerdekaan dari segala penindasan, terjaminnya keamanan, dan terjaminnya hak asasi manusia yang bebas dari rasa takut dan kekhawatiran. (Mardikanto 2013:28)

Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Kuta berupaya meningkatkan kemampuan masyarakatnya dengan program-program yang telah dibuat oleh Lembaga Pemberdayaan masyarakat dengan dibantu oleh masyarakat Kuta itu sendiri dengan menggunakan dana dari hasil retribusi parkir yang diperoleh melalui pengelolaan parkir di wilayah Kelurahan Kuta. Dimana Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Kuta merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan kesempatan penuh bagi masyarakat untuk memberdayakan masyarakatnya.

Pendapatan dari hasil retribusi parkir tersebut digunakan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat untuk membantu masyarakat setempat dalam berbagai kegiatan yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat Kelurahan Kuta. Selain itu Lembaga Pemberdayaan Masyarakat dapat memberikan pekerjaan kepada masyarakat Kelurahan Kuta dengan memberikan surat lowongan pekerjaan sebagai juru parkir ke setiap banjar di Kelurahan Kuta tersebut.


(18)

Sehingga masyarakat lokal Kelurahan Kuta yang belum memiliki pekerjaan dapat memiliki pekerjaan sebagai juru parkir setempat.

Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Kuta mendapatkan 60 persen dari seluruh hasil retribusi parkir wilayah Kelurahan Kuta dan menyerahkan 40 persen kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Badung.Jadi selain mendapatkan potensi pendapatan parkir yang cukup besar, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Kuta juga dituntut untuk dapat mengatasi masalah parkir yang terdapat di wilayah tersebut dan dapat membantu masyarakat dalam pemberdayaan masyarakat Kelurahan Kuta.

Perbaikan ekonomi, perbaikan kesejahteraan sosial (pendidikan dan kesehatan, kemerdekaan dari segala penindasan, terjaminnya keamanan, dan terjaminnya hak asasi manusia yang bebas dari rasa takut dan kekhawatiran sedang di program oleh Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Kuta untuk meningkatkan dan memberdayakan masyarakatnya.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanapengelolaan retribusi parkir untuk pemberdayaan masyarakat oleh Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Kuta ?

1.3 Batasan Masalah

Penelitian ini berfokus pada bagaimana pengelolaan retribusi parkir untuk pemberdayaan masyarakat oleh Lembaga Pembedayaan Masyarakat Kelurahan Kuta.Dengan lokasi penelitian di Lembaga Pemberdayaan Kelurahan Kuta dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika yang bertanggung jawab mengelola retribusi parkir dan pemberdayaan masyarakat Kelurahan Kuta.


(19)

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui informasi pengelolaan retribusi parkir untuk pemberdayaan masyarakat Kelurahan Kuta oleh Lembaga Pemberdayaan Masyarakat

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis

a. Dapat menambah pengetahuan mengenai pemberdayaan masyarakat melalui pengelolaan parkir

b. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai referensi peneliti selanjutnya 2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerintah daerah Kabupaten Badung dan Kelurahan Kuta agar dapat lebih maksimal dalam pemberdayakan masyarakat desa/kelurahan

b. Hasil penelitian juga diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat agar masyarakat turut membantu pemerintah maupun lembaga untuk memberdayakan masyarakat itu sendiri.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan bab dalam penelitian ini terdiri atas lima bab. Pada BAB I yaitu menguraikan latar belakang permasalahan berupa Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kelurahan Kuta berupaya meningkatkan


(20)

kemampuan masyarakatnya dengan program-program yang telah dibuat oleh Lembaga Pemberdayaan Masyarakat dengan mengelola retribusi parkir yang bekerjasama dengan Pemerintah Daerah. Dari latar belakang tersebut penulis merumuskan permasalahan dengan membuat satu sub pertanyaan yang penulis fokuskan dengan batasan masalah. Dalam bab ini pula penulis menyampaikan tujuan serta manfaat dari penelitian ini.

BAB II yaitu Tinjauan Pustaka, menguraikan kajian pustaka berupa karya-karya ilmiah serta konsep kerjasama pengelolaan parkir, konsep pengelolaan kelembagaan, konsep retribusi daerah dan konsep pemberdayaan masyarakat.

BAB III yaitu Metodelogi Penelitian, menguraikan metode penelitian yang digunakan yaitu kualitatif deskriptif dengan teknik Porposive Sampling, serta menggunakan teknik pengumpulan data wawancara, studi pustaka, penelusuran data online serta observasi.

BAB IV yaitu Pembahasan, penulis menguraikan gambaran umum Kelurahan Kuta dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Kuta, serta menganalisa hasil temuan mengenai penelolaan retribusi parkir dan pemberdayaan masyarakat Kelurahan Kuta.

BAB V yaitu Penutup yang menguraikan kesimpulan dari hasil penelitian terkait dengan sejauh mana keberhasilan pemberdayaan masyarakat melalui pengelolaan retribusi parkir oleh Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Kuta.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Untuk membingkai masalah dalam penelitian ini, digunakan beberapa kajian yang dapat membingkai permasalahan yang ada. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep pemberdayaan masyarakat, kerjasama pengelolaan pakir, kelembagaan, retribusi daerah serta beberapa penelitian yang dijadikan gambaran dalam penelitian.

2.1 Kajian Pustaka

Penelitian tentang Pengelolaan Retribusi Parkir untuk Pemberdayaan Masyarakat (Studi pada Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Kuta Kecamatan Kuta Kabupaten Badung Provinsi Bali) belum pernah dikaji sebelumnya. Namun penulis mengambil beberapa contoh penelitian yang memiliki konsep yang sama. Berikut ini merupakan beberapa penelitian terkait dengan penelitian ini, yaitu:

Pertama, penelitian yang dilakukan olehAbdul Qodir (2011) dalam tesis beliau di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Depok dengan judul Analisis Kelembagaan Dalam Upaya Pembangunan Kesejahteraan Masyarakat (Studi Kasus Peranan Koperasi Jasa Keuangan Dalam Pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kelurahan di Kelurahan Kebon Kosong Kecamatan Kemayoran Kotamadya Jakarta Utara) yang telah diselesaikan pada bulan Juli 2011 ini dimaksudkan untuk mempelajari peran lembaga lokal dalam upaya mewujudkan ketahanan ekonomi masyarakat sebagai bagian dari


(22)

pembangunan kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data yang deskriptif dan diperoleh melalui wawancara yang mendalam dengan para informan.

Penelitian ini menjelaskan tentang Koperasi Jasa Keuangan (KJK) PEMK merupakan organisasi lokal yang dibentuk oleh masyarakat dan berada ditengah-tengah komunitas masyarakat kelurahan, namun belum menjadi sebuah lembaga lokal karena harus menempuh proses pelembagaan didalamnya. Kasus yang dipilih adalah peranan Koperasi Jasa Keuangan (KJK) dalam pelaksanaan program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kelurahan (PEMK) di Kelurahan Kebon Kosong Jakarta Pusat.

Dalam penelitian ini didapatkan kesimpulan berdasarkan pembahasan yang didasarkan pada kebijakan, temuan lapangan dan pendapat para ahli adalah: Koperasi Jasa Keuangan (KJK) Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kelurahan (PEMK) adalah lembaga keuangan mikro non bank berbadan hukum koperasi yang dibentuk oleh masyarakat kelurahan setempat yang menjadi mitra Unit Pengelola Dana Bergulir (UPDB) PEMK dalam pengelolaan dan bergulir, pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kelurahan (PEMK) di Kelurahan Kebon Kosong merupakan sebuah proses untuk meningkatkan derajat kehidupan (ekonomi) masyarakat Kelurahan Kebon Kosong dan diperuntukan bagi masyarakat yang memiliki kelompok usaha bersama (kube) dan berskala usaha mikro, perubahan tata kelola kelembagaan dari Dewan Kelurahan (Dekel) pada masa Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) menjadi Koperasi Jasa Keuangan (KJK) Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kelurahan


(23)

(PEMK), dilatar belakangi oleh beberapa hal yaitu aspek yuridis, aspek filosofis, dan aspek lembaga.

Persamaan dengan penelitian ini adalah pemberdayaan masyarakat melalui kelembagaan. Dimana kelembagaan yang terdapat di penelitian Abdul Qodir merupakan lembaga yang dibentuk oleh masyarakat Kelurahan Kebon Kosong yaitu Koperasi Jasa Keuangan (KJK), sedangkan penelitian yang akan penulis teliti adalah kelembagaan yang dibentuk oleh negara yaitu Lembaga Pemberdayaan Masyarakat tetapi anggota dari lembaga tersebut dipilih langsung oleh masyarakat. Perbedaannya adalah penelitian Abdul Qodir memberdayakan masyarakat kelurahannya dengan memberikan pinjaman kepada masyarakat usaha mikro, sedangkan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Kuta memberdayakan masyarakat kelurahannya dengan memberikan bantuan dan kegiatan dari hasil pengelolaan retribusi parkir.

Penelitian kedua yang terkait dengan penelitian ini adalah penelitian dari Sheila Ratna Dewi (2013) dalam E-jurnal Skripsi Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta yang berjudul Peranan Retribusi Parkir Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kota Magelang. Rumusan Masalah dari penelitian ini adalah bagaimana peran retribusi parkir terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Magelang dan upaya apa yang dilakukan Pemerintah Daerah untuk mengoptimalkan penerimaan retribusi parkir.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kontribusi retribusi parkir terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Magelang dan untuk mengetahui upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Magelang dalam mengoptimalkan penerimaan dari retribusi parkir. Dalam


(24)

peranannya retribusi parkir memiliki peran yang tidak terlalu besar dibandingkan dengan retribusi daerah dan pajak daerah lainnya di Kota Magelang. Walaupun peranannya tidak terlalu besar, retribusi parkir juga memiliki pengaruh bagi Pendapatan Asli Daerah Kota Magelang. Retribusi parkir mampu mencapai bahkan melebihi target yang telah ditetapkan tiap tahunnya. Apabila retribusi parkir tidak memberikan kontribusi sesuai target atau kurang dari yang ditargetkan maka Pendapatan Asli Daerah Kota Magelang juga akan berkurang nilai penghasilannya. Dalam upaya mengoptimalkan penerimaan retribusi parkir Pemerintah Daerah Kota Magelang sudah melakukan upaya, salah satunya yaitu menaikan target Pendapatan Asli Daerah dan menaikan target retribusi parkir tiap tahunnya.

Penelitian ini mengambil beberapa kesimpulan yaitu ditinjau dari peranannya, retribusi parkir memiliki peran yang tidak terlalu besar bagi Pendapatan Asli Daerah Kota Magelang dibandingkan dengan pajak daerah atau retribusi daerah lainnya. Tetapi, walaupun peranannya kecil, retribusi parkir mampu melebihi target setiap tahunnya. Hal tersebut dapat membantu peningkatan Pendapatan Asli Daerah di Kota Magelang. Dengan adanya retribusi parkir sendiri, pendapatan daerah di Kota Magelang dapat meningkat. Retribusi parkir juga memiliki pengaruh bagi Pendapatan Asli Daerah Kota Magelang, kerena apabila retribusi parkir tidak memberikan kontribusi sesuai target atau kurang dari yang ditargetkan maka Pendapatan Daerah Kota Magelang juga akan berkurang nilainya.


(25)

Telah ditemukan berbagai masalah dalam penyelenggaraan perparkiran di Kota Magelang antara lain masih banyak juru parkir yang tidak memberikan karcis parkir kepada pengguna jasa parkir di Kota Magelang. Masih sering pengguna jasa parkir yang tidak dapat memarkirkan kendaraannya disaat lokasi perpakiran ramai, sehingga hal tersebut menyebabkan kemacetan di sekitar jalanan Kota Magelang. Faktor tersebut disebabkan karena area parkir yang kurang, sehingga pengguna jasa parkir membutuhkan waktu 5 sampai 20 menit untuk memarkirkan kendaraannya. Pada umumnya petugas parkir di Kota Magelang telah menjalankan tugasnya dengan baik, tetapi dalam menjalankan tugas juru parkir masih kurang mengetahui tentang peraturan yang mengatur perparkiran di Kota Magelang. Juru parkir hanya menjalankan tugasnya dengan menata kendaraan dan menyetorkan hasil pekerjaannya kepada pengelola parkir.

Untuk mengoptimalkan penerimaan retribusi parkir, Pemerintah telah melakukan berbagai upaya diantaranya membuat kesepakatan bersama untuk meningkatkan penerimaan retribusi, baik eksekutif, legislatif, maupun masyarakat. Menyediakan seragam/identitas juru parkir untuk meminimalkan munculnya juru parkir liar serta melengkapi dan memelihara fasilitas parkir. Membentuk asosiasi pengelola parkir yang terdiri dari para pengelola /pemilik gedung komersial membuat kesepakatan bersama untuk meningkatkan penerimaan retribusi, baik dan para perusahaan jasa pengelola parkir. Menyerahkan kepada pihak ketiga untuk jasa pengembilan uang retribusi parkir tiap hari dan menyetorkan ke Pemerintah Daerah setiap hari untuk mengurangi tingkat kebocoran uang setoran parkir. Melakukan pengawasan rutin dan audit rutin kepada pengelola parkir oleh


(26)

Pemerintah Daerah. Melakukan pembinaan terhadap petugas parkir. Mengadakan evaluasi kepada seluruh juru parkir dan pengelola parkir. Mengadakan pengawasan dan pengendalian di lapangan dan menaikan target retribusi.

Dari hasil penelitian tersebut ditemukan persamaan berupa meneliti pengelolaan retribusi parkir dan masalah pengelolaan parkir yang terjadi di wilayah masing-masing. Selain itu hasil dari retribusi tersebut diberikan untuk meningkatkan pendapatan asli daerahnya. Perbedaannya adalah dimana penelitian dari Sheila tersebut pengelolaan parkir dikelola oleh Perusahaan Daerah Parkir sehingga hasil retribusi parkir seluruhnya diberikan kepada Pemerintah Daerah Kota Magelang untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerahnya, sedangkan penelitian peneliti saat ini pengelolaan parkir dikelola oleh Kelembagaan yaitu Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) dimana anggotanya dipilih langsung oleh warga setempat dan hasil dari retribusi parkir tersebut dibagi 60 persen untuk pengelola dan 40 persen untuk Pemerintah Daerah Kabupaten Badung.

2.2 Kerangka Teori

2.2.1 Teori Administrasi Publik

Dalam teori administrasi dijelaskan upaya-upaya untuk mendefinisikan fungsi universal yang dilakukan para pimpinan dan asas-asas yang menyusun praktik kepemimpinan yang baik. Tokoh utama dalam perkembangan teori administrasi adalah seorang industrial berkebangsaan Perancis yang bernama Hendry Fayol.

Dengan demikian, banyak pemikiran-pemikiran tentang dan manajemen dipengaruhi oleh pemikiran Hendry Fayol (1841-1925) dan Frederick Winslow


(27)

Taylor (1856-1916). Keduanya kemudian dijuluki sebagai bapak administrasi

(father of modern operational management theory) dan bapak manajemen ilmiah

(father of scientific management).

Terdapat sedikit perbedaan pemikiran antara kedua tokoh ini, Fayol menggunakan pendekatan berdasarkan atas administrative management (manajemen administrasi), sedangkan Taylor karena pengalamannya mendasari analisisnya atas operative management (manajemen operatif). Manajemen administrasi adalah suatu pendekatan dari pimpinan atas sampai tingkat pimpinan paling bawah. Sedangakan manajemen operatif merupakan pendekatan dari bawah ke atas. Titik beratnya adalah efisiensi dan produktivitas para pelaksananya yang terdapat pada tingkat bawah (Pasolong, 2013:12).

Hendry Fayol memberikan tiga sumbangan besar bagi pemikiran administrasi dan manajemen, yaitu (1) aktivitas organisasi, (2) fungsi atau tugas pimpinan serta (3) prinsip-prinsip administrasi atau manajemen. Fayol juga merumuskan fungsi-fungsi administrasi atau manajemen, antara lain Planning,

Organizing, Commanding, Coordinating, Controlling (POCCC). Sedangakan

Taylor, merumuskan fungsi-fungsi administrasi dan manajemen, antara lain Planning, Organizing, Actuating, Controlling (POAC).

Dari pemikiran diatas, pemikiran manajemen dalam penelitian ini lebih condong pada fungsi-fungsi manajemen yang diungkapkan Taylor, yaitu Planning, Organizing, Actuating, Controlling (POAC). Pemikiran ini digunakan karena lebih sederhana namun akan mengkaji objek penelitian secara mendalam.


(28)

Hal ini mengingat kerjasama pengelolaan retribusi parkir untuk pemberdayaan masyarakat oleh LPM Kelurahan Kuta.

2.3 Kerangka Konsep

2.3.1 Kerjasama Pengelolaan Parkir

Pengelolaan Parkir tidak hanya dikelola oleh Perusahaan Daerah (PD) Parkir saja tetapi di Kabupaten Badung, Pemerintah Daerah bekerjasama dengan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan yang diberikan wewenang untuk mengelola parkir diwilayahnya masing-masing. Salah satunya di Kelurahan Kuta yaitu studi kasus dari penelitian ini, surat perjanjian kerjasama Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Badung dengan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Kuta tentang pengelolaan parkir tertulis dalam surat perjanjian nomor: 050/5579/DISHUBKOMINFO dan nomor: 058/LPM-KUTA/XII/2014. Sebelum diuraikan lebih jauh penulis akan menjelaskan tentang konsep kerjasama pengelolaan parkir.

Kerjasama dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orangperorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau tujuan bersama(Soekanto, 1990). Kerjasama (cooperation) adalah suatu usaha atau bekerja untukmencapai suatu hasil (Baron & Byane, 2000).Kerjasama (Cooperation) adalah adanya keterlibatan secara pribadidiantara kedua belah pihak demi tercapainya penyelesaian masalah yang dihadapisecara optimal (Sunarto, 2000).Berdasarkan uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kerjasama(Cooperation) adalah suatu usaha bersama antara orang perorangan ataukelompok diantara kedua belah pihak manusia untuk tujuan bersama


(29)

danmendapatkan hasil yang lebih cepat dan lebih baik. Secara umum pengelolaan merupakan kegiatan merubah sesuatu hingga menjadi baik berat memiliki nilai-nilai yang tinggi dari semula. Pengelolaan dapat juga diartikan sebagai untuk melakukan sesuatu agar lebih sesuai serta cocok dengan kebutuhan sehingga lebih bermanfaat.

Nugroho (2003:119) mengemukakan bahwa pengelolaan merupakan istilah yang dipakai dalam ilmu manajemen. Secara etomologi istilah pengelolaan berasal dari kata kelolah (to manage) dan biasanya merujuk pada proses mengurus atau menangani sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi pengelolaan merupakan ilmu manajemen yang berhubungan dengan proses mengurus dan menangani sesuatu untuk mewujudkan tujuan tertentu yang ingin dicapai.

Sukanto (1986:20) mendefinisikan bahwa pengelolaan dalam administrasi adalah merupakan suatu proses yang dimulai dari proses perencanaan, pengawasan, penggerakan sampai dengan proses pencapaian tujuan. Jadi Sukanto menitikberatkan pengelolaan sebagai fungsi manajemen yang meliputi perencanaan, pengawasan, penggerakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Selanjutnya mengenai pengertian pengelolaan Pamudji (1985:7) berasal dari kata kelola yang berarti sama dengan mengurus. Jadi pengelolaan diartikan sebagai pengurusan yaitu merubah nilai-nilai yang lebih tinggi, dengan demikian pengelolaan juga mengandung makna sebagai pembaharuan, yaitu melakukan usaha-usaha untuk membuat sesuatu lebih sesuai atau cocok dengan kebutuhan menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat. Pendapat Pamudji tersebut mengenai pengelolaan terlihat menitik beratkan pada dua faktor penting yaitu, pengelolaan


(30)

sebagai pembangunan yang merubah sesuatu sehingga menjadi baru dan memiliki nilai yang lebih tinggi. Dan pengelolaan sebagai pembaharuan yaitu usaha untuk memelihara sesuatu agar lebih cocok dengan kebutuhan-kebutuhan

Selanjutnya menurut Admosudirjo (2005:160) pengelolaan adalah pengendalian dan pemanfaatan semua faktor sumber daya yang menurut suatu perencanaan diperlukan untuk menyelesaikan suatu tujuan tertentu. Admosudirjo menitikberatkan pengelolaan pada proses mengendalikan dan memanfaatkan semua faktor sumber daya untuk mencapai tujuan tertentu sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat.

Moekijat (2000:1) mengemukakan pengelolaan merupakan suatu proses tertentu yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukan dan mencapai tujuan tertentu dengan cara menggunakan manusia dan sumber-sumber lain. Dengan demikian, Moekijat menitikberatkan pengelolaan pada proses merencanakan, mengorganisasi, menggerakkan, mengawasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan dengan menggunakan sumber daya manusia dan sumber-sumber lain.

Pengelolaan atau yang sering disebut manajemen pada umumnya sering dikaitkan dengan aktivitas-aktivitas dalam organisasi berupa perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, pengarahan, dan pengawasan. Istilah manajemen berasal dari kata kerja to manageyang berarti menangani, memimpin, membimbing, atau mengatur. Sejumlah ahli memberikan batasan bahwa manajemen merupakan suatu proses, yang diartikan sebagai usaha yang sistematis untuk menjalankan suatu pekerjaan. Proses ini merupakan serangkaian tindakan


(31)

yang berjenjang, berlanjut dan berkaitan dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Dari beberapa pendapat diatas bahwa pengelolaan sama dengan prinsip-prinsip manajemen yang berkaitan dengan aspek perencanaan, penggerakan, pengorganisasian, dan pengawasan serta pemanfaatan sumber daya termasuk sumber daya manusia untuk mencapai tujuan suatu organisasi.

Jadi, kerjasama pengelolaan parkir merupakan suatu usaha bersama antara dua pihak atau lebih dengan mengendalikan dan memanfaatkan sumber daya untuk mencapai tujuan dari hasil kerjasama tersebut.Terlihat jelas bahwa untuk mencapai peningkatan efektivitas kegiatan pengelolaan dalam penelitian ini adalah pengelolaan retribusi parkir di Kelurahan Kuta memegang peranan penting karena dengan pengelolaan yang baik akan diperoleh hasil yang baik pula.

2.3.2 Kelembagaan (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan) Berbagai lembaga baru yang bertujuan menguatkan partisipasi masyarakat pun bermunculan, baik di tingkat nasional maupun di tingkat desa. Salah satu lembaga produk era reformasi yang dirancang sebagai ruang partisipatif publik dalam kegiatan pembangunan dan pemberdayaan yakni, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM). Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 49 Tahun 2001 tentang Penataan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa/Kelurahan yang saat ini diganti dengan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa/Kelurahan merupakan lembaga yang dibentuk untuk menyusun rencana pembangunan yang partisipatif, menggerakkan swadaya gotong royong masyarakat, dan melaksanakan dan mengendalikan pembangunan.


(32)

Kelembagaan dapat dimaknai sebagai regulasi perilaku yang secara umum diterima oleh anggota-anggota kelompok sosial, untuk perilaku spesifik dalam situasi yang khusus, baik diawasi sendiri maupun dimonitor oleh otoritas luar (external authority) (Rutherford dalam Yustika 2006:40). Sedangkan North dalam Yustika (2006:41) memaknai kelembagaan sebagai aturan-aturan yang membatasi perilaku menyimpang manusia untuk membangun struktur interaksi politik, ekonomi, dan sosial. Melalui rentetan sejarah, kelembagaan yang dapat meminimalisasi perilaku manusia yang menyimpang telah berhasil menciptakan ketertiban dan mengurangi ketidakpastian dalam melakukan pertukaran (exchange).

Dalam konteks ini kelembagaan mempunyai dua komponen, yaitu aturan formal (formal institutions) dan aturan informal (informal institutions). Aturan formal meliputi konstitusi, statuta, hukum, dan seluruh regulasi pemerintahan lainnya. Aturan formal membentuk sistem politik (struktur pemerintahan, hak-hak individu), sistem ekonomi (hak pemilikan dalam kondisi kelangkaan sumber daya, kontrak), dan sistem keamanan (peradilan, polisi). Sedangkan aturan informal meliputi pengalaman, nilai-nilai tradisional, agama, dan seluruh faktor yang mempengaruhi bentuk persepsi subjektif individu tempat dunia tempat hidup mereka (Pejovich dalam Yustika 2006:41).

Sehingga Yeager dalam Yustika (2006:42) secara singkat menjelaskan kelembagaan sebagai aturan main (rules of the game) dalam masyarakat. Aturan main tersebut mencakup regulasi yang memapankan masyarakat untuk melakukan interaksi. Kelembagaan dapat mengurangi ketidakpastian yang inheren dalam


(33)

interaksi melalui penciptaan pola perilaku (Pejovich dalam Yustika 2006:42). Termasuk dalam kelembagaan adalah efektivitas penegakan hak kepemilikan (property rights), kontrak dan jaminan formal, trademarks, limited liability, regulasi kebangkrutan, organisasi korporasi besar dengan struktur tata kelola yang membatasi persoalan-persoalan agency dan kontrak yang tidak lengkap dan oportunisme pascakontrak (ex-post opportunism) (Bardhan dalam Yustika 2006:42)

Pendefinisian kelembagaan dipilah dalam dua klasifikasi yaitu pertama, bila berkaitan dengan proses,maka kelembagaan merujuk kepada upaya untuk mendesin pola interaksi antar pelaku ekonomi sehingga mereka dapat melakukan kegiatan transaksi. Kedua, jika berhubungan dengan tujuan, maka kelembagaan berkonsentrasi untuk menciptakan efisiensi ekonomiberdasarkan struktur kekuasaan ekonomi, politik, dan sosial antar pelakunya. Istilah kelembagaan memberi tekanan kepada lima hal yakni pertama, kelembagaan berkenaan dengan seuatu yang permanen. Ia menjadi permanen, karena dipandang rasional dan disadari kebutuhannya dalam kehidupan. Cooley (dalam Soemardjan dan Soemardi, 1964: 75) secara sederhana menyimpulkan bahwa suatu norma dan tata cara yang bersifat tetap tersebut berada dalam suatu kelembagaan. Sesuatu yang tetap tersebut berguna untuk menyediakan stabilitas dan konsistensi di masyarakat, yang berfungsi sebagai pengontrol dan pengatur perilaku. Selain itu, aspek yang tetap tersebut menjamin situasi akan berulang atau dapat diperkirakan (predictable), sehingga perilaku tersebut menjadi efektif. Perilaku yang teratur


(34)

dan predictable merupakan hal yang penting dalam masayarakat sehingga menjadi teratur, bukan perilaku yang spontan dan unpredictable.

Kedua, berkaitan dengan hal-hal yang abstrak yang menentukan perilaku. Sesuatu yang abstrak tersebut merupakan suatu kompleks beberapa hal yang sesungguhnya terdiri dari beberapa bentuk yang tidak selevel. Hal yang abstrak ini kira-kira sama dengan apa yang disebut Cooley dengan public mind, atau „wujud ideal kebudayaan‟ oleh Koentjaraningrat, atau kultural menurut Johnson. Secara garis besar, hal yang dimaksud terdiri dari nilai, norma, hukum, peraturan-peraturan, pengetahuan, ide-ide, belief, dan moral.Kumpulan dari hal-hal yang abstrak tersebut, terutama norma sosial, diciptakan untuk melaksanakan fungsi masyarakat (Taneko, 1993). Fungsi-fungsi yang dimaksud merupakan kebutuhan pokok dalam kehidupan masyarakat. Karena tingkat kepentingannya yang tinggi, maka seiring berjalannya waktu, akhirnya ia mempunyai kedudukan pasti, atau terkristalisasi menjadi semakin tegas. Sebagaimana juga ditambahkan W. Hamilton (dalam Johnoson, 1960:22) kelembagaan sosial merupakan sebuah bentuk norma normatif yang secara luas diterima untuk mengikat masyarakat tertentu atau bagian dari masyarakat.Bahwa kelembagaan lebih fokus kepada aspek kultural, juga merupakan kerangka berpikir Gillin dan Gillin. Ia mendefinisikan kelembagaan dalam cultural concept sebagai sebuah kelembagaan sosial adalah sebuah bentuk fungsional dari pola budaya (termasuk tindakan, ide – ide, sikap dan peralatan budaya) yang memproses suatu ketetapan dan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan sosial. (dalam Soemardjan dan Soemardi, 1964: 67).


(35)

Ketiga, berkaitan dengan perilaku, atau seperangkat tata kelakuan, atau cara bertindak yang mantap yang berjalan di masyarakat (establish way of

behaving). Perilaku yang terpola merupakan kunci keteraturan hidup.

Sebagaimana menurut Hebding (1994), institusi sosial merupakan sesuatu yang selalu ada pada semua masyarakat, karena berguna untuk mempertemukan berbagai kebutuhan dan tujuan sosial yang dinilai penting. Jika masyarakat ingin survive, maka insitusi sosial harus ada. Keluarga misalnya, merupakan institusi sosial pokok yang mempertemukan kebutuhan sosial yang dinilai vital.Meskipun aspek „perilaku‟ merupakan inti kajian pranata, namun Koentjaraningrat menyatakan bahwa terwujudnya suatu pranata berada dalam pengaruh dari tiga wujud kebudayaan, yaitu: (1) sistem norma dan tata kelakuan dalam konteks wujud ideal kebudayaan, (2) kelakuan berpola untuk wujud kelakukan kebudayaan, dan (3) peralatannya untuk wujud fisik kebudayaan. Ditambah dengan personelnya sendiri, maka pranata terdiri dari empat komponen tersebut yang saling berinteraksi satu sama lain.

Keempat, kelembagaan juga menekankan kepada pola perilaku yang disetujui dan memiliki sanksi. Untuk penjelasan ini dinyatakan oleh E. Chinoy bahwa sebuah lembaga adalah sebuah organisasi dari konseptual dan pola perilaku yang diwujudkan melalui kegiatan sosial dan produk material. Jadi dapat dianggap sebagai sebuah „klaster dari penggunaan sosial‟ dan terdiri dari adat, cara hidup, adat – istiadat, dan sifat kompleks yang terorganisir, yang secara sadar atau tidak sadar, menjadi sebuah fungsi kesatuan. (dalam Soemardjan dan Soemardi, 1964: 68).


(36)

Kelima, kelembagaan merupakan cara-cara yang standar untuk memecahkan masalah. Tekanannya adalah pada kemampuannya untuk memecahkan masalah. Hebding (1994: 407) menyatakan bahwa institusi sosial adalah nilai-nilai yang melekat pada masyarakat yang menyediakan stabilitas dan konsistensi di masyarakat, yang berfungsi sebagai pengontrol dan pengatur perilaku. Menjamin sistuasi akan berulang, sehingga menjadi efektif. Efektifitas merupakan perhatian utama dalam apa yang dikenal dengan pemahaman “ekonomi kelembagaan”.

Dari kelima tekanan pengertian di atas terlihat bahwa „kelembagaan‟ memiliki perhatian utama kepada perilaku yang berpola yang sebagian besar datang norma-norma yang dianut. Kelembagaan berpusat pada sekitar tujuan-tujuan, nilai atau kebutuhan sosial utama. Lebih jauh, kelembagaan merefer kepada suatu prosedur, suatu kepastian, dan panduan untuk melakukan sesuatu.Jika dicermati, maka sesungguhnya ada dua hal yang menjadi kajian dalam kelembagaan sosial (ataupun organisasi sosial). Menurut Knight (1952: 51 kelembagaan memiliki dua bentuk, yaitu sesuatu yang dibentuk oleh masyarakat itu sendiri, serta yang datang dari luar yang sengaja dibentuk. Meskipun ia membedakannya berdasarkan asal terbentuknya, namun di sana melekat berbagai perbedaan pokok.

Kinerja kelembagaan didefinisikan sebagai kemampuan suatu kelembagaan untuk menggunakan sumberdaya yang dimilikinya secara efisien dan menghasilkan output yang sesuai dengan tujuannya dan relevan dengan kebutuhan pengguna (Peterson, 2003). Ada dua hal untuk menilai kinerja


(37)

kelembagaan yaitu produknya sendiri berupa jasa atau material, dan faktor manajemen yang membuat produk tersebut bisa dihasilkan. Satu cara yang lebih sederhana telah dikembangkan untuk memahami kinerja internal dan (sedikit) eksternal suatu kelembagaan, melalui ukuran-ukuran dalam ilmu manajemen. Ada empat dimensi untuk mempelajari suatu kelembagaan (institutional assessment), yaitu (Mackay et al, 1998):

Satu, kondisi lingkungan eksternal (the external environment). Lingkungan sosial di mana suatu kelembagaan hidup merupakan faktor pengaruh yang dapat menjadi pendorong dan sekaligus pembatas seberapa jauh sesuatu kelembagaan dapat beroperasi. Lingkungan dimaksud berupa kondisi politik dan pemerintahan, sosiolkultural, teknologi, kondisi perekonomian, berbagai kelompok kepentingan, infrastuktur, serta kebijakan terhadap pengelolaan sumberdaya alam. Seluruh komponen lingkungan tersebut perlu dipelajari dan dapat dianalisis bentuk pengaruhnya terhadap kelembagaan yang dipelajari. Sebagian memiliki pengaruh yang lebih kuat dan langsung, sebagian tidak. Implikasi kebijakan yang disusun dapat dialamatkan kepada lingkungan tersebut, jika disimpulkan telah menjadi faktor penghambat terhadap operasional suatu kelembagaan.

Kedua, motivasi kelembagaan (institutional motivation). Kelembagaan dipandang sebagai suatu unit kajian yang memiliki jiwanya sendiri. terdapat empat aspek yang bisa dipelajari untuk mengetahui motivasi kelembagaan, yaitu sejarah kelembagaan, misi yang diembannya, kultur yang menjadi pegangan dalam bersikap dan berperilaku anggotanya, serta pola penghargaan yang dianut.


(38)

Suatu fakta sosial adalah fakta historik, sejarah perjalanan kelembagaan merupakan pintu masuk yang baik untuk mengenali secara cepat aspek-aspek kelembagaan yang lain.

Tiga, kapasitas kelembagaan (institutional capacity). Pada bagian ini dipelajari bagaimana kemampuan kelembagaan untuk mencapai tujuan-tujuannya sendiri. Kemampuan tersebut diukur dari lima aspek, yaitu: strategi kepemimpinan yang dipakai, perencanaan program, manajemen dan pelaksanaannya, alokasi sumberdaya yang dimiliki, dan hubungan dengan pihak luar yaitu terhadap klien, mitra danpembuat kebijakan pemerintah.

Empat, kinerja kelembagaan (institutional performance). Terdapat tiga hal pokok yang harus diperhatikan yaitu keefektifan kelembagaan dalam mencapai tujuan-tujuannya, efisiensi penggunaan sumber daya, dan keberlanjutan kelembagaan berinteraksi dengan para kelompok kepentingan di luarnya. Terkesan di sini bahwa kalkulasi secara ekonomi merupakan prinsip yang menjadi latar belakangnya. Untuk mengukur keefektifan dan efisiensi misalnya dapat digunakan analisis kuantitatif sederhana misalnya dengan membuat rasio antara perolehan yang seharusnya dengan yang aktual tercapai, serta rasio biaya dengan produktivitas.

2.3.3 Retribusi Daerah

Pungutan yang diberlakukan oleh pemerintah merupakan penarikan sumber daya ekonomi (secara umum dalam bentuk uang) oleh pemerintah kepada masyarakat guna membiayai pengeluaran yang dilakukan pemerintah untuk melakukan tugas pemerintahan atau melayani kepentingan masyarakat. Dalam


(39)

penelitian ini hasil pemungutan retribusi dari masyarakat diberikan kepada pemerintah daerah dan pengelola yang dalam penelitian ini adalah Lembaga Pemberdayaan Masyarakat dimana hasil dari retribusi sebagian besar diberikan untuk memberdayakan masyarakat. Untuk membantu masyarakat berdaya sangatlah diperlukan dana yang cukup dan hasil dari pengelolaan parkir ini disebut dengan retribusi daerah.

Retribusi (Siahaan 2010:5) adalah pembayaran wajib dari penduduk kepada negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh negara bagi penduduknya secara perorangan. Jasa tersebut dapat bersifat langsung, yaitu hanya yang membayar retribusi yang menikmati balas jasa dari negara. Salah satu contohnya adalah retribusi pelayanan parkir. Setiap orang yang ingin mendapatkan pelayanan dan tempat untuk pemberhentian kendaraannya harus membayar retribusi yang sudah ditetapkan oleh pemerintah sebagai pembayaran atas jasa pelayanan dan tempat parkir yang telah disediakan oleh pemerintah. Akan tetapi, tidak ada paksaan secara yuridis kepada masyarakat.

Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di Indonesia saat ini penarikan retribusi hanya dapat dipungut oleh pemerintah daerah. Jadi, retribusi yang dipungut di Indonesia dewasa ini adalah retribusi daerah. Retribusi daerah dilaksanakan berdasarkan undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Peraturan Umum Retribusi Daerah dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, selanjutnya untuk pelaksanaannya di masing-masing daerah, pungutan retribusi daerah dijabarkan


(40)

dalam bentuk peraturan daerah yang mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut Peraturan Daerah Nomor. 66 Tahun 2001 Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan / atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan pribadi atau badan. Beberapa ciri yang melekat pada retribusi daerah yang saat ini dipungut di Indonesia yaitu, retribusi merupakan pungutan yang dipungut berdasarkan undang-undang dan peraturan daerah yang berkenaan. Kedua, hasil penerimaan retribusi masuk ke kas pemerintah daerah. Ketiga, pihak yang membayar retribusi mendapatkan kontra presentasi (balas jasa) secara langsung dari pemerintah daerah atas pembayaran yang dilakukannya. Keempat, retribusi terutang apabila ada jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah yang dinikmati oleh orang atau badan. Dan kelima, sanksi yang dikenakan pada retribusi adalah sanksi secara ekonomis, yaitu jika tidak membayar retribusi, tidak akan memperoleh jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.

Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 Pasal 18 ayat 1 menentukan bahwa objek retribusi adalah berbagai jenis jasa tertentu yang disediakan oleh pemerintah daerah. Tidak semua jasa yang diberikan oleh pemerintah daerah dapat dipungut retribusinya, tetapi hanya jenis-jenis jasa tertentu yang menurut pertimbangan sosial ekonomi layak dijadikan sebagai objek retribusi.

Retribusi daerah dikelompokkan dalam retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perijinan tertentu. Retribusi jasa umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan


(41)

dan pemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Retribusi jasa usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat disediakan oleh sektor swasta. Retribusi perijinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian ijin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Objek retribusi jasa umum adalah palayanan yang disediakan atau diberikan Pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

Penelitian ini mengangkat tentang retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum yang termasuk dalam retribusi jasa umum. Pelayanan parkir di tepi jalan umum adalah penyediaan pelayanan parkir di tepi jalan umum yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah. Karena jalan menyangkut kepentingan umum, maka penetapan jalan umum sebagai tempat parkir mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Subjek dari retribusi jasa umum adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan. Sedangkan yang menjadi wajib retribusi jasa umum adalah orang pribadi atau badan yang menurut keteentuan peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi jasa umum.


(42)

Besarnya retribusi yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa atau perijinan tertentu dihitung dengan cara mengalihkan tarif retribusi dengan tingkat penggunaan jasa. Prinsip dan sasaran dalam penetapan tariff retribusi jasa umum didasarkan pada kebijaksanaan daerah dengan memerhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemapuan masyarakat, dan aspek keadilan. Dengan demikian, prinsip dan sasaran dalam penetapan retribusi jasa umum dapat berbeda menurut jenis pelayanan dalam jasa yang bersangkutan dan golongan pengguna jasa.

2.3.4 Pemberdayaan Masyarakat

Lembaga Pemberdayaan Masyarakat didedikasikan untuk menjadi wadah pemberdayaan masyarakat. Harapan yang ingin dicapai tentu saja agar masyarakat tak lagi sekedar menjadi objek tetapi juga berperan sebagai subjek pembangunan. Dalam penelitian ini Lembaga Pemberdayaan Masyarakat dapat memberdayakan masyarakatnya melalui pengelolaan parkir diwilayahnya, dimana pemberdayaan masyarakat merupakan konsep penting dalam penelitian ini.

Pemberdayaan berasal dari bahasa Inggris “empowerment” yang berarti “pemberian kekuasaan” karena power bukan sekedar “daya”, tetapi juga “kekuasaan”, sehingga kata “daya” tidak saja bermakna “mampu”, tetapi juga “mempunyai kuasa”.Pemberdayaan adalah mengembangkan diri dari keadaan tidak atau kurang berdaya menjadi berdaya, guna mencapai kehidupan yang lebih baik. Pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok, ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dengan


(43)

keinginan mereka. Pemberdayaan juga dapat diartikan sebagai suatu proses yang relative terus berjalan untuk meningkatkan kepada perubahan. (Isbandi, 2000)

Keberdayaan dalam konteks masyarakat merupakan kemampuan individu yang bersenyawa dalam masyarakat dan membangun keberdayaan masyarakat yang bersangkutan. Memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain memberdayakan adalah memampukan dan memendirikan masyarakat.

Dalam konsep perberdayaan, menurut Prijono dan Pranarka dalam Mardikanto (2012:51) manusia adalah subjek dari dirinya sendiri. Proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan kemampuan kepada masyarakat agar menjadi berdaya, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan pilihan hidupnya.

Sedangkan menurut Sumodiningrat dalam Mardikanto (2012:52), bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki. Adapun pemberdayaan masyarakat senantiasa menyangkut dua kelompok yang saling terkait, yaitu masyarakat sebagai pihak yang diberdayakan dan pihak yang menaruh kepedulian sebagai pihak yang memberdayakan.

Implementasi pemberdayaan sesungguhnya merupakan upaya holistik yang menyangkut semua aspek kehidupan yang ada dan yang terjadi di masyarakat. Untuk memudahkan dalam pemahaman dan implementasinya,


(44)

pemberdayaan masyarakat dapat dikelompokkan berdasarkan fokus kegiatan / aktivitas atau potensi yang perlu dikembangkan dalam masyarakat. Berdasarkan fokus ini menurut Anwas (2013:115) maka pemberdayaan dapat diimplementasikan dengan fokus sebagai berikut :

1. Pemberdayaan sektor pendidikan

Pendidikan merupakan sektor penting dalam mengubah perilaku kearah yang lebih baik. Perilaku masyarakat menurut Benyamin Bloom (dalam Anwas 2013:115) dapat dikategorikan dalam tiga aspek yaitu pengetahuan, sikap, dan keterampilan.Ketiga aspek tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh yang dimanifestasikan dalam perilaku manusia.Pemberdayaan hakikatnya adalah mengubah perilaku masyarakat. Mengubah perilaku ini dimulai dari mengubah cara berpikir (mind set) dari pengetahuan dan pemahamannya, selanjutnya diharapkan memiliki sikap yang positif untuk berubah, selanjutnya diwujudkan dalam perilaku nyata sebagai bentuk usaha untuk mengubah perilaku kearah yang lebih baik. Perubahan perilaku ini diarahkan ke arah yang lebih baik menuju pada peningkatan kualitas dan kesejahteraan. Pemberdayaan sektor pendidikan memiliki 4 tingkat yaitu: pendidikan tingkat anak-anak, pendidikan tingkat remaja, pendidikan tingkat dewasa, dan pendidikan tingkat lansia.

2. Pemberdayaan sektor kesehatan

Menciptakan masyarakat yang sehat, bukan tanggung jawab pemerintah saja. Kesehatan merupakan tanggung jawab semua individu dan masyarakat.Kasus-kasus yang terjadi di masyarakat tentang kesehatan


(45)

sesungguhnya disebabkaan oleh kebiasaan diri yang kurang bisa menjaga kesehatan diri dan lingkungannya. Penanganan masalah kesehatan dengan cara pengobatan merupakan upaya setelah terjadi. Jika setelah diobati, pertanyaan selanjutnya apakah penyakit tersebut akan kambuh kembali atau menajdi menular kepada anggota keluarga dan amsyarakat lainnya. Penanganan kesehatan yang paling tepat adalah upaya pencegahan melalui kegiatan pemberdayaan smayarakat. Potensi yang ada dalam masyarakat dioptimalkan agar mereka tidak terserang berbaagai jenis penyait dan hidup sehat serta bahagia.

Menjaga kesehatan diri, keluarga, dan dirinya adalah sangat bergantung pada diri dan masyarakatnya. Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat dalam sektor kesehatan harus dimulai dari membangun kesadaran untuk mengubah kebiasaan buruk yang dapat menggangu kesehatan.

Penyebab masalah kesehatan tersebut selanjutnya diupayakan melalui berbagai kegiatan. Dimulai dengan membangun kesadaran akan pentingnya hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari. Upaya memberikan penyadaran ini dilakukan secara terus menerus melalui berbagai cara. Penyadaran dalam lingkup nasional atau wilayah yang luas dapat memanfaatkan media masa baik cetak maupun elektronik. Penyadaran juga dapat dilakukan melalui lembaga-lembaga yang ada dalam masyarakat.

Tahapan selanjutnya dalam pemberdayaan kesehatan dapat diberikan apresiasi atau reward kepada anggota masyarakat yang dinilai menonjol dalam menunjukan keberdayaannya disektor kesehatan. Menurut Suyono dalam


(46)

Anwas(2013:123), tahapan reward dalam pemberdayaan penting dilakukan sekalipun prestasinya masih sederhana guna memberikan motivasi kepada dirinya dan juga anggota masyarakat yang lain. Pada akhirnya diharapkan tahapan pemberdayaan sektor kesehatan ini menjadi sebuah budaya hidup sehat dalam keluarga dan masyarakat. Dengan sehat, berbagai aktivitas dapat dilakukan termasuk kegiatan ekonomi, peningkatan pendapatan, dan meraih kesejahteraan. 3. Pemberdayaan sektor usaha kecil

Pemberdayaan usaha kecil tidak hanya dilakukan terhadap masyarakat yang telah memiliki usaha. Pemberdayaan dalam aspek ini justru yang utama adalah bagaimana masyarakat didorong untuk mampu mengambangkan berbagai usahanya sesuai dengan potensi yang dimilikinya.Menurut Freire dalam Anwas(2013:125), dengan teori penyadaran menjelaskan bahwa pada setiap individu sesungguhnya terhadap potensi untuk berkembang dengan demikian seseungguhnya dalam setiap anggota masyarakat memiliki potensi untuk melakukan usaha dalam meningkatkan pendapatannya. Dalam hal ini agen pemberdayaan ditutuntut memiliki dan menerapkan kompetensi untuk analisis kebutuhan dan potensi sasaran. Selanjutnya agen pemberdayaan dituntut untuk menanamkan jiwa kewirausahaan.

Pemberdayaan usaha kecil yang utama adalah bagaimana membangun SDM yang tangguh. Mereka perlu dibina mulai dari proses produksi hingga pasca produksi yang benar dan efisien. Mereka perlu didorong untuk menciptakan berbagai inovasi produknya yang memiliki daya saing. Kemampuan mendorong


(47)

berpikir dan berperilaku inovatif sangat diperlukan. Keterampilan dan kemampuan lainnnya yang sangat diperlukan oleh pelaku usaha kecil adalah aspek managerial, pengelolaan keuangan, pemasaran, kerjasama yang saling menguntungkan. Pengusaha kecil juga perlu mendapatkan pencerahan tentang perbankan, sehingga mereka bisa mengakses penambahan modal usaha. Untuk itu diperlukan kegiatan pelatihan dan pendampingan secara kontinyu. Tenaga instruktur dapat melibatkan instansi terkait di pemerintahan, dunia usaha, atau masyarakat diwilayah tersebut yang memiliki pengalaman relevan dengan usaha kecil tersebut.

Pemberdayaan usaha kecil diarahkan agar menjadikan pelaku usaha mampu meningkatkan wawasan dan kemampuannya, sehingga meninggalkan kebiasaan menjadi budaya baru dalam berbisnis yang menguntungkan. Upaya mengubah perilaku ini diperlukan proses, oleh karena itu diperlukan upaya pendampingan secara kontinyu. Agen pemberdayaan perlu memiliki kompetisi dalam melakukan pendampingan, merintis kerja sama dengan pihak terkait, serta menanamkan jiwa kewirausahaan. Dengan demikian diharapkan pelaku usaha kecil memiliki kemampuan yang kompetitif, mampu bersaing, dan mandiri, sehingga pendapatannya bisa meningkat dan kesejahteraanya secara bertahap dapat meningkat pula.

4. Pemberdayaan sektor pertanian

Pemberdayaan petani diarahkan dari mulai proses produksi, pemeliharaan, panen, pasca panen, serta pemasaran. Pemberdayaan petani ini diarahkan pada


(48)

usaha pertanian. Usaha pertanian adalah suatu industri biologis yang memanfaatkan materi dalam proses hayati untuk memperoleh laba yang layak bagi pelakunya yang dikemas dalam berbagai subsistem mulai dari subsistem praproduksi, produksi, panen, dna pasca panen serta distribusi dan pemasaran. Bentuk pemberdayaan bisa dilakukan melalui berbagai metode, sesuai dengan permasalahan dan potensi klien, berdasarkan hasil analisis kebutuhan. Metode pemberdayaan tersebut misalnya : kursus tani, pelatihan, demonstrasi hasil inovasi pertanian, atau kegiatan lainnya. Kegiatan tersebut dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan.

5. Pemberdayaan berbasis potensi wilayah

Kebutuhan dan potensi yang ada di masyarakat menjadi pertimbangan utama dalam kegiatan pemberdayaan. Potensi yang ada di masyarakat untuk bisa diberdayakan terdiri dari potensi yang dimiliki individu, potensi kelompok, dan juga potensi yang dimiliki oleh alam, sosial, dan budaya yang ada disekitar wilayah tempat tinggal mereka.Setiap individu memiliki kebutuhan dan potensi berbeda. Potensi individu yang dikembangkan cenderung beragam lain halnya dengan potensi wilayah yang memiliki kesamaan bagi individu yang ada di wilayah tersebut.

Pemberdayaan didasarkan pada potensi wilayah (alam, sosial, budaya) sekitar masyarakat. Jika daerah memiliki potensi alam atau sumber daya alam yang baik untuk dikembangkan, maka kegiatan pemberdayaan mengacu pada potensi tersebut. Begitu pula potensi lingkungan sosial dan budaya dapat


(49)

dikembangkan dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat. Pengembangan usaha memanfaatkan sumber daya alam, sosial, dan budaya yang dimiliki menjadi awal yang baik untuk mendorong masyarakat aktif dalam pembangunan. Menggali potensi tersebut pada tahap ini perlu mempertimbangkan budaya dan kearifan-kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat setempat. Dengan cara ini pemberdayaan masyarakat akan lebih mudah dilakukan dan dapat diterima oleh masyarakat. Di sisi lain budaya dan kearifan lokal akan tetap lestari.

6. Pemberdayaan Daerah Bencana

Secara geografis wilayah Indonesia berada di antara lempengan besar Indo-Australia dan Eurasia. Indonesia juga terletak di antara sabuk pegunungan aktif Pasifik dan pegunungan Mediterani dan di antara dua samudera besar yaitu Samudera Hindia dan Pasifik.Letak geografis tersebut secara alamiah menyebabkan sering terjadi fenomena alam yang berpotensi menimbulkan gempa tektonik, gempa vulkanik, tsunami, tanah longsor, gunung meletus, banjir, dan bentuk-bentuk fenomena alam lainnya. Fenomena alam tersebut dapat mengakibatkan korban jiwa dan kerugian materi, sehingga disebut bencana alam.

Pemberdayaan masyarakat di daerah bencana diarahkan pada upaya meningkatkan kemampuan masyarakat baik sebelum bencana (pra), pada saat bencana terjadi (doing), dan upaya rehabilitasi dan rekonstruksi setelah bencana terjadi (pasca). Pemberdayaa sebelum bencana merupakan upaya penyadaran kepada individu dan masyarakat akan bahaya bencana. Bencana alam dapat terjadi kapanpun. Yang sangat perlu ditumbuhkan kesadaran kritis dari individu dan


(50)

masyarakat terhadap bahaya bencana, serta kesadaran bahwa pada diri setiap manusia memiliki potensi meminimalisir resiko bencana.

7. Pemberdayaan Kaum Disabilitas

Disibalitas (disability) merupakan istilah atau payung generik bagi individu keterbatasan, gangguan dalam beraktivitas tertentu. Keterbatasan tersebut baik pada fisik, kognitif, mental, sensorik, emosional, perkembangan atau beberapa kombinasi keterbatasan tersebut. Secara umum keterbatasan tersebut dapat digolongkan menjadi : keterbatasan dalam melihat (tuna netra), keterbatasan dalam mendengar (tuna rungu), keterbatasan tubuh (tuna daksa), dan keterbatasan dalam daya tangkap (tuna grahita), serta penderita keterbatasan lebih dari satu (tuna ganda).

Penanganan penyandang disabilitas saat ini masih terkesan diskriminatif dan cenderung bersifat belas kasihan (charity). Penanganan disabilitas seharusnya menggunakan pendekatan human right, dimana hak-hak dan potensi mereka sebagai individu mendapat tempat yang sama dengan lainnya. Penyandang disabilitas merupakan salah satu sumber daya manusia yang kualitasnya harus ditingkatkan agar dapat berperan sebagai subyek pembangunan. Dengan demikian pendekatan dalam kaum disabilitas adalah melalui pemberdayaan sesuai dengan potensi, minat, bakat dan kebutuhannya.

Dalam pengembangan potensi / bakat penyandang disabilitas, perlu dimulai dengan analisis kebutuhan, potensi / bakat, minat yang dimiliki masing-masing individu. Hasil analisis ini akan menjadi acuan bentuk dan jenis pelatihan


(51)

apa yang cocok untuk penyandang disabilitas tersebut. Secara umum penyandang disabilitas memiliki kemampuan yang bisa dioptimalkan. Kemampuan dan keterampilan tersebut dapat dilatih secara bertahap dan bekesinambungan kepada penyandang disabilitas. Tujuan pendidikan dan pelatihan ini ditujukan untuk mengurangi ketergantungan akibat kelainan yang diderita serta menumbuhkan kemandirian untuk hidup dimasyarakat.

8. Pemberdayaan Corporate Social Responsibility (CSR)

Corporate Social Responsibility (CSR), merupakan salah satu bentuk kepedulian perusahaan terhadap lingkungan alam, lingkungan budaya, dan lingkungan sosial. Undang-undang No. 47 Tahun 2007, menegaskan bahwa setiap perusahaan yang mengelola sumber daya alam memiliki kewajiban menyisihkan dari sebagian keuntungannya untuk peningkatan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat disekitarnya.

CSR hendaknya dilakukan dalam bentuk pemberdayaan. Potensi dan kebutuhan yang ada dalam diri dan lingkungan masyarakat yang perlu dibangun dan diberdayakan. Masyarakat perlu ditumbuhkan kesadaran untuk mau dan mampu membangun dirinya, meningkatkan kualitas kehidupannya kearah yang lebih baik. CSR harus diarahkan untuk menggali potensi-potensi yang ada di masyarakat untuk dikembangkan. Potensi tersebut bisa dari sumber daya manusia, potensi sumber daya alam, potensi budaya, dan juga potensi sosial kemasyarakatan. Potensi tersebut selanjutnya dibina melalui berbagai kegiatan yang berkesinambungan, sehingga pada akhirnya kualitas lingkungan dan


(52)

masyarakat bisa meningkat, meningkatkan kemandirian, dan pada akhirnya kesejahteraannya juga meningkat.

Sasaran utama CSR diarahkan untuk membangun sumber daya manusia. Mengubah perilaku masyarakat kearah yang lebih baik. Membangun sarana fisik dalam masyarakat dapat dilakukan bersama-sama membangun SDMnya.

9. Pemberdayaan Perempuan

Masih terbatasnya peran perempuan ini menurut Suyono dalam Anwas (2013:150) terkait dengan kemiskinan dalam keluarga-keluarga di Indonesia. Realitas dalam masyarakat atau keluarga miskin biasanya sumber penghasilan keluarga mengandalkan suami.Peran istri terbatas mengurus anak atau rumah tangga di rumah.Padahal keluarga kurang beruntung itu umumnya berpendidikan rendah, keterampilannya juga rendah.Kondisi ini semakin tidak berdaya akibat mereka tidak memiliki modal usaha apalagi jaringan (networking) untuk mengembangkan usaha ekonomi keluarganya.Untuk mendongkrak keterpurukan keluarga-keluarga seperti ini sangat perlu peran serta perempuan. Para istri dari keluarga miskin perlu diberdayakan untuk membantu suaminya dalam mencari nafkah di keluarganya.

Diperlukan langkah-langkah lebih positif dengan langkah-langkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses kepada berbagai peluang (opportunity) yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya (Kartasasmita dalam Mardikanto, 2012:53). Dengan demikian, pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat,


(53)

tetapi juga pranata-pranatanya. Menanamkan nilai-nilai budaya modern seperti kerja keras, hemat, keterbukaan, kebertanggungjawaban dan lain-lain yang merupakan bagian pokok dari upaya pemberdayaan itu sendiri.

Subejo dan Narimo dalam Mardikanto (2012:12) mengemukakan bahwa, terminologi masyarakat kadang-kadang sangat sulit dibedakan dengan penguatan masyarakat serta pembangunan masyarakat (community development), yaitu proses dimana usaha-usaha orang-orang itu sendiri disatukan dengan usaha-usaha pemerintah untuk memperbaiki keadaan ekonomi, sosial dan kultural masyarakat, menyatukan masyarakat-masyarakat itu ke dalam kehidupan bangsa, dan memungkinkan masyarakat itu menyumbangkan secara penuh bagi kemajuan nasional (Raharjo dalam Mardikanto, 2012)

Sumadyo merumuskan tiga upaya pokok dalam setiap pemberdayaan masyarakat, Mardikanto (2012:113) menambahkan pentingnya bina kelembagaan :Bina Manusia merupakan upaya yang pertama dan utama yang harus diperhatikan dalam setiap upaya pemberdayaan masyarakat. Hal ini, dilandasi oleh pamahaman bahwa tujuan pembangunan adalah untuk perbaikan mutu hidup / kesejahteraan manusia. Disamping itu, manusia menempati unsur yang unik sebab, selain sebagai salah satu sumber daya juga sekaligus sebagai pelaku atau pengelola manajemen itu sendiri. Tujuan utama pemberdayaan masyarakat adalah keberdayaan (kemampuan dan perbaikan posisi-tawar) masyarakat.

Bina Usaha menjadi suatu upaya penting dalam setiap pemberdayaan, sebab, bina manusia yang tanpa memberikan dampak atau manfaat bagi perbaikan


(54)

kesejahteraan tidak akan laku, dan bahkan menambahkan kekecewaan. Sebaliknya hanya bina manusia yang mampu (dalam waktu dekat / cepat) memberikan dampak atau manfaat bagi perbaikan kesejahteraan yang akan laku atau memperoleh dukungan dalm bentuk pertisipasi masyarakat.

Bina Lingkungan dinilai penting, karena pelestarian lingkungan (fisik) akan sangat menentukan keberlanjutan kegiatan investasi maupun operasi (utamanya yang terkait dengan tersedianya bahan baku). Pengertian lingkungan tidak hanya lingkungan fisik, utamanya yang menyangkut pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup tetapi, dalam praktek perlu disadari bahwa lingkungan sosial juga sangat berpengaruh terhadap keberlanjutan bisnis dan kehidupan.

Bina Kelembagaan dinilai sangat penting. Karena tersedianya dan efektifitas kelembagaan akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan bina manusia, bina usaha dan bina lingkungan. Hayami dan Kikuchi dalam Mardikanto (2012:116) mengartikan kelembagaan sebagai suatu perangkat umum yang ditaati oleh anggota suatu komunitas (masyarakat). Bina kelembagaan tidak cukup dengan pembentukan lembaga-lembaga yang diperlukan, tetapi jauh lebih penting dari pembentukannya, adalah seberapa jauh kelembagaan yang telah dibentuk itu telah berfungsi secara efektif.

Jadi pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat dengan memberikan motivasi, sarana, dan prasarana yang terkait dengan potensi kemampuan yang individu miliki, memberikan atau membuka


(55)

potensi kemampuan yang individu miliki menjadi tidak hanya berpotensi tetapi juga mampu mengembangkan kemampuan tersebut.


(56)

2.4 Kerangka Pemikiran Penelitian Permasalahan --- Rumusan Masalah --- Tujuan --- Analisis ---

Pemerintah Daerah Kabupaten Badung (Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika)

Kerjasama pengelolaan parkir di tepi jalan umum

LPM dinilai mampu mengelola parkir dengan

baik

Hasil dari retribusi parkir dapat mampu membantu masyarakat di wilayahnya Pembuatan PD Parkir

dinilai tidak efisien

Bagaimana pengelolaan retribusi parkir untuk pemberdayaan masyarakat oleh Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Kuta ?

Untuk mengetahui informasi pengelolaan retribusi parkir untuk pemberdayaan masyarakat oleh LPM Kelurahan Kuta

Menganalisis pemberdayaan masyarakat melalui pengelolaan retribusi parkir oleh

LPM Kelurahan Kuta

Kesimpulan dan Rekomendasi Analisis Kerjasama Pengelolaan Parkir Analisis Kelembagaan Analisis Retribusi Daerah Deskriptif Kualitatif Lembaga Pemberdayaan

Masyarakat Kelurahan Kuta

Analisis Pemberdayaan Masyarakat


(57)

Pemerintah Daerah Kabupaten Badung tidak membentuk Perusahaan Daerah Parkir karena dinilai tidak efisien. Sebab operasional penyedia sarana dan prasarana pembangunan dan karyawan Perusahaan Daerah Parkir dinilai membutuhkan dana lebih besar daripada dikelola langsung oleh pengelola wilayah parkir tersebut. Selain itu, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Kuta dinilai mampu mengelola parkir dengan baik dan sebagian hasil dari retribusi parkir dinilai dapat memberikan dampak positif kepada masyarakat Kelurahan Kuta. Maka dibuatlah kerjasama Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Badung dengan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Kuta yang tertulis dalam surat perjanjian No: 050/5579/DISHUBKOMINFO dan nomor: 058/LPM-KUTA/XII/2014. Isi dari perjanjian tersebut Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Kuta menangani langsung pengelolaan parkir di seluruh wilayah Kelurahan Kuta serta Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika merupakan selaku koordinator, pengawas dan penyedia sarana dan prasarana. Dalam perjanjian tersebut juga terdapat aturan-aturan kerjasama yang berlaku dan harus dilaksanakan.Dengan rumusan masalah Bagaimana pemberdayaan masyarakat melalui retribusi parkir oleh Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Kuta?Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui informasi pemberdayaan masyarakat melalui pengelolaan retribusi parkir oleh Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Kuta. Untuk menganilis pemberdayaan masyarakat melalui pengelolaan retribusi parkir oleh Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Kuta tersebut, penulis menggunakan konsep pemberdayaan masyarakat, kerjasama pengelolaan parkir, kelembagaan dan


(58)

retribusi daerah dengan menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Data yang telah dianalisis tersebut kemudian dieksplorasi sehingga diperoleh kesimpulan dan rekomendasi.


(1)

tetapi juga pranata-pranatanya. Menanamkan nilai-nilai budaya modern seperti kerja keras, hemat, keterbukaan, kebertanggungjawaban dan lain-lain yang merupakan bagian pokok dari upaya pemberdayaan itu sendiri.

Subejo dan Narimo dalam Mardikanto (2012:12) mengemukakan bahwa, terminologi masyarakat kadang-kadang sangat sulit dibedakan dengan penguatan masyarakat serta pembangunan masyarakat (community development), yaitu proses dimana usaha-usaha orang-orang itu sendiri disatukan dengan usaha-usaha pemerintah untuk memperbaiki keadaan ekonomi, sosial dan kultural masyarakat, menyatukan masyarakat-masyarakat itu ke dalam kehidupan bangsa, dan memungkinkan masyarakat itu menyumbangkan secara penuh bagi kemajuan nasional (Raharjo dalam Mardikanto, 2012)

Sumadyo merumuskan tiga upaya pokok dalam setiap pemberdayaan masyarakat, Mardikanto (2012:113) menambahkan pentingnya bina kelembagaan :Bina Manusia merupakan upaya yang pertama dan utama yang harus diperhatikan dalam setiap upaya pemberdayaan masyarakat. Hal ini, dilandasi oleh pamahaman bahwa tujuan pembangunan adalah untuk perbaikan mutu hidup / kesejahteraan manusia. Disamping itu, manusia menempati unsur yang unik sebab, selain sebagai salah satu sumber daya juga sekaligus sebagai pelaku atau pengelola manajemen itu sendiri. Tujuan utama pemberdayaan masyarakat adalah keberdayaan (kemampuan dan perbaikan posisi-tawar) masyarakat.

Bina Usaha menjadi suatu upaya penting dalam setiap pemberdayaan, sebab, bina manusia yang tanpa memberikan dampak atau manfaat bagi perbaikan


(2)

kesejahteraan tidak akan laku, dan bahkan menambahkan kekecewaan. Sebaliknya hanya bina manusia yang mampu (dalam waktu dekat / cepat) memberikan dampak atau manfaat bagi perbaikan kesejahteraan yang akan laku atau memperoleh dukungan dalm bentuk pertisipasi masyarakat.

Bina Lingkungan dinilai penting, karena pelestarian lingkungan (fisik) akan sangat menentukan keberlanjutan kegiatan investasi maupun operasi (utamanya yang terkait dengan tersedianya bahan baku). Pengertian lingkungan tidak hanya lingkungan fisik, utamanya yang menyangkut pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup tetapi, dalam praktek perlu disadari bahwa lingkungan sosial juga sangat berpengaruh terhadap keberlanjutan bisnis dan kehidupan.

Bina Kelembagaan dinilai sangat penting. Karena tersedianya dan efektifitas kelembagaan akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan bina manusia, bina usaha dan bina lingkungan. Hayami dan Kikuchi dalam Mardikanto (2012:116) mengartikan kelembagaan sebagai suatu perangkat umum yang ditaati oleh anggota suatu komunitas (masyarakat). Bina kelembagaan tidak cukup dengan pembentukan lembaga-lembaga yang diperlukan, tetapi jauh lebih penting dari pembentukannya, adalah seberapa jauh kelembagaan yang telah dibentuk itu telah berfungsi secara efektif.

Jadi pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat dengan memberikan motivasi, sarana, dan prasarana yang terkait dengan potensi kemampuan yang individu miliki, memberikan atau membuka


(3)

potensi kemampuan yang individu miliki menjadi tidak hanya berpotensi tetapi juga mampu mengembangkan kemampuan tersebut.


(4)

2.4 Kerangka Pemikiran Penelitian Permasalahan --- Rumusan Masalah --- Tujuan --- Analisis ---

Pemerintah Daerah Kabupaten Badung (Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika)

Kerjasama pengelolaan parkir di tepi jalan umum

LPM dinilai mampu mengelola parkir dengan

baik

Hasil dari retribusi parkir dapat mampu membantu masyarakat di wilayahnya Pembuatan PD Parkir

dinilai tidak efisien

Bagaimana pengelolaan retribusi parkir untuk pemberdayaan masyarakat oleh Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Kuta ?

Untuk mengetahui informasi pengelolaan retribusi parkir untuk pemberdayaan masyarakat oleh LPM Kelurahan Kuta

Menganalisis pemberdayaan masyarakat melalui pengelolaan retribusi parkir oleh

LPM Kelurahan Kuta

Kesimpulan dan Rekomendasi Analisis Kerjasama Pengelolaan Parkir Analisis Kelembagaan Analisis Retribusi Daerah Deskriptif Kualitatif Lembaga Pemberdayaan

Masyarakat Kelurahan Kuta

Analisis Pemberdayaan Masyarakat


(5)

Pemerintah Daerah Kabupaten Badung tidak membentuk Perusahaan Daerah Parkir karena dinilai tidak efisien. Sebab operasional penyedia sarana dan prasarana pembangunan dan karyawan Perusahaan Daerah Parkir dinilai membutuhkan dana lebih besar daripada dikelola langsung oleh pengelola wilayah parkir tersebut. Selain itu, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Kuta dinilai mampu mengelola parkir dengan baik dan sebagian hasil dari retribusi parkir dinilai dapat memberikan dampak positif kepada masyarakat Kelurahan Kuta. Maka dibuatlah kerjasama Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Badung dengan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Kuta yang tertulis dalam surat perjanjian No: 050/5579/DISHUBKOMINFO dan nomor: 058/LPM-KUTA/XII/2014. Isi dari perjanjian tersebut Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Kuta menangani langsung pengelolaan parkir di seluruh wilayah Kelurahan Kuta serta Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika merupakan selaku koordinator, pengawas dan penyedia sarana dan prasarana. Dalam perjanjian tersebut juga terdapat aturan-aturan kerjasama yang berlaku dan harus dilaksanakan.Dengan rumusan masalah Bagaimana pemberdayaan masyarakat melalui retribusi parkir oleh Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Kuta?Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui informasi pemberdayaan masyarakat melalui pengelolaan retribusi parkir oleh Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Kuta. Untuk menganilis pemberdayaan masyarakat melalui pengelolaan retribusi parkir oleh Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Kuta tersebut, penulis menggunakan konsep pemberdayaan masyarakat, kerjasama pengelolaan parkir, kelembagaan dan


(6)

retribusi daerah dengan menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Data yang telah dianalisis tersebut kemudian dieksplorasi sehingga diperoleh kesimpulan dan rekomendasi.


Dokumen yang terkait

Pemberdayaan Masyarakat Miskin Melalui Program Pengembangan Kecamatan Di Kabupaten Aceh Utara...

0 33 3

Program Pemberdayaan Perempuan Kursus Wanita Karo Gereja Batak Karo Protestan (Kwk-Gbkp) Pada Perempuan Pengungsi Sinabung Kecamatan Payung Kabupaten Karo

2 51 132

PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG FUNGSI BALI TV SEBAGAI MEDIA LOKAL (Studi pada Warga Kelurahan Tuban Kecamatan Kuta Kabupaten Badung, Bali)

0 25 2

STRATEGI LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KELURAHAN (LPMK) DALAM MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PEMBANGUNAN (Studi di Kelurahan Wonoasih Kecamatan Wonoasih Kota Probolinggo)

5 36 26

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERDESAAN DI KELURAHAN MUNGGUT KECAMATAN WUNGU KABUPATEN MADIUN

1 9 29

IMPLEMENTASI PERAN DAN FUNGSI LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KELURAHAN (LPMK) SEBAGAI UPAYA Implementasi Peran Dan Fungsi Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK ) Sebagai Upaya Meningkatkan Pemberdayaan Masyarakat (Studi Kasus pada LPMK Kelurah

0 4 17

IMPLEMENTASI PERAN DAN FUNGSI LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KELURAHAN (LPMK) SEBAGAI UPAYA Implementasi Peran Dan Fungsi Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK ) Sebagai Upaya Meningkatkan Pemberdayaan Masyarakat (Studi Kasus pada LPMK Kelurah

0 2 11

REKONVERSI BERAGAMA DI KECAMATAN KUTA UTARA KABUPATEN BADUNG.

0 1 26

Respon Masyarakat Lokal Terhadap Perkembangan Pariwisata di Kelurahan Seminyak, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Provinsi Bali.

1 12 16

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI DI KELURAHAN PETEMON KECAMATAN SAWAHAN KOTA SURABAYA (Studi mengenai Pengelola Lingkungan)

0 1 12