Aplikasi Commodity System Assessment Method (CSAM) Pada Penanganan Pasca Panen Sawi Hijau (Brassica rapa I. Subsp.Perviridis Bayley) dari Petani di Kecamatan Banjarangkan Sampai Pengecer.

(1)

i

APLIKASI COMMODITY SYSTEM ASSESSMENT METHOD (CSAM) PADA PENANGANAN PASCAPANEN SAWI HIJAU (Brassica rapa I.

Subsp. Perviridis Bayley) DARI PETANI DI KECAMATAN BANJARANGKAN SAMPAI PENGECER

S K R I P S I

OLEH :

I MADE DWI KAYANA PUTERA NIM : 1111205015

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA BUKIT JIMBARAN


(2)

ii

APLIKASI COMMODITY SYSTEM ASSESSMENT METHOD (CSAM) PADA PENANGANAN PASCAPANEN SAWI HIJAU (Brassica rapa I.

Subsp. Perviridis Bayley) DARI PETANI DI KECAMATAN BANJARANGKAN SAMPAI PENGECER

S K R I P S I

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian

Universitas Udayana

OLEH :

I Made Dwi Kayana Putera NIM: 1111205015

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA BUKIT JIMBARAN


(3)

iii

I Made Dwi Kayana Putera. 1111205015. 2016. Aplikasi Commodity System Assessment Method (CSAM) pada Penanganan Pascapanen Sawi Hijau (Brassica Rapa I. Subsp. Perviridis Bayley) dari Petani di Kecamatan Banjarangkan sampai Pengecer. Di bawah bimbingan I Gusti Ayu Lani Triani S.TP, M.Si dan Prof. Dr. Bambang Admadi H, MP.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengetahui banyaknya jalur dan jenis distribusi sawi hijau dari Kecamatan Banjarangkan sampai ke pengecer, 2) mengetahui penanganan pascapanen dan kehilangan pascapanen di setiap jalur distribusi dan 3) mengetahui kandungan logam berat Pb dan Cd pada sawi hijau yang didistribusikan dari petani di Kecamatan Banjarangkan sampai ke pengecer. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survai, dengan aplikasi CSAM yang disebarkan pada petani, pengepul, pedagang, pengecer sawi hijau. Analisis laboratorium menggunakan AAS untuk mentukan kadar logam berat Pb dan Cd pada sawi hijau. Terdapat 4 jalur distribusi sawi hijau dari petani di Kecamatan Banjarangkan ke pengecer, yaitu jalur I (PetaniPengecer), jalur II (PetaniPengepulPengecer), jalur III (PetaniPedagangPengecer) jalur IV (PetaniPengepulPedagangPengecer). Penanganan pascapanen di tingkat petani meliputi pemanenan, sortasi, penimbangan, dan pengangkutan. Penanganan pascapanen di tingkat pengepul dan pedagang meliputi sortasi dan pengangkutan, sedangkan penanganan pascapanen di tingkat pengecer meliputi sortasi dan pemajangan. Dampak penanganan selama distribusi terhadap kehilangan pascapanen sawi hijau di tingkat petani yaitu pada sortasi mencapai 12% (signifikan). Pada tingkat pengepul yaitu pada sortasi sebanyak 4%. Pada Pedagang yaitu pada sortasi mencapai 6% (signifikan). Pada pengecer yaitu pada sortasi adalah signifikan 13%. Konsentrasi logam berat Pb dan Cd pada jalur I berkisar antara 0,4768 mg/kg–0,4966 mg/kg dan 0,4718 mg/kg–0,4768 mg/kg; pada jalur II berkisar antara 0,3675–0,4519 mg/kg and 0,4867–0,5562; pada jalur III berkisar antara 0,3923–0,4370 dan 0,5066–0,5314; pada jalur IV berkisar antara 0,3129–0,4023 mg/kg dan 0,5016–0,5662 mg/kg


(4)

iv

I Made Dwi Kayana Putera. 1111205015. 2016. The application of Commodity System Assessment Method (CSAM) on the Mustard Greens (Brassica Rapa I. subsp. Perviridis Bayley) Post Harvest Handling from The Farmers in Banjarangkan District to The Retailers. Supervised by I Gusti Ayu Lani Triani S.TP, M.Si and Prof. Dr. Bambang Admadi H, MP.

ABSTRACT

This research were aimed to 1) find out amount and kind of mustard greens distribution lines from the farmers in Banjarangkan District to the retailers, 2) to find out post harvest handling and post harvest loss at each distribution lines 3) to find out Pb and Cd content in mustard greens which was distributed from the farmers in Banjarangkan District to the retailers. The study used a survey method with the application of CSAM in the form of questionnaire distributed to farmers, collectors, wholesalers, and retailers mustard greens. Laboratory analysis using AAS to determine levels of Pb and Cd in mustard greens. There were four distribution lines of mustard greens from farmer at Banjarangkan District to Retailers, namely line 1 (farmer  retailer), lines II (farmer  collector  retailer), lines III (farmer  collector  retailer) and lines IV (farmer  collector  wholesaler  retailer). Postharvest handling at the farm level include harvesting, sorting and cleaning, weighing and transporting, postharvest handling at the level of suppliers and wholesalers includes the sorting and transporting, postharvest handling at the retail level includes inspection and display. Impact on postharvest loss of mustard greens at farm level were on process of cleaning and sorting reached 12% (significant). At suppliers level was on the transporting process up to 4 % (not significant) then at the level of traders was on sorting process reached 6% (significant). Loss impact on retail level was on the display reached 13% (significant). The concentration of heavy metal Pb and Cd on line I ranged of 0,4768 mg/kg–0,4966 mg/kg and 0,4718 mg/kg–0.4768 mg/kg; in the line II ranged of 0,3675 mg/kg–0.4519 mg/kg and 0.4867 mg/kg–0.5562 mg/kg; in the line III ranged of 0.3923 mg/kg–0.4370 mg/kg and 0.5066 mg/kg– 0.5314mg/kg; in the line IV ranged of 0.3129 mg/kg–0.4023mg/kg and 0.5016mg/kg–0.5662mg/kg.


(5)

v RINGKASAN

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Bertambahnya penduduk disertai dengan meningkatnya pendapatan perkapita mempengaruhi jumlah konsumsi pangan khususnya sayuran yang mempunyai arti penting karena sebagai sumber asupan serat dan gizi. Banyak jenis sayuran yang beredar di masyarakat tidak terjamin keamanannya karena diduga telah terkontaminasi logam berat dan logam berat yang sering berada dalam lingkungan sebagai dampak aktivitas manusia adalah Timbal (Pb), dan Kadmium (Cd) Widaningrum et al.,(2007).

Berdasarkan hasil penelitian tingginya akumulasi logam berat Pb dan Cd dikarenakan oleh faktor lingkungan seperti gas buangan kendaraan bermotor, limbah industri, pupuk dan berat jenis molekul logam berat Pb dan Cd. Menurut Mapanda et al., (2005), dalam Kudirat dan Funmilayo (2011) logam berat merupakan penyebab tertinggi di antara kontaminan utama sayuran berdaun. Sementara menurut Edem et al., (2009), dalam Asdeo dan Loonker (2011), sayuran berdaun mengakumulasi kandungan logam berat lebih tinggi daripada yang lain. Triani (2010) melaporkan bahwa hasil kandungan Pb berkisar 1,64 - 2,82 mg/kg dan kandungan Cd berkisar 0,853 - 0,3867 mg/kg pada sayuran berdaun yaitu terdapat pada sayuran kangkung yang ditanam di Denpasar. Batas maksimum cemaran logam berat dalam bahan pangan khususnya buah dan sayuran berdaun sebesar Pb 0,3 mg/kg dan Cd 0,1 mg/kg (SNI 7387,2009).

Tanaman sawi hijau merupakan sayuran yang tumbuh lebih cepat, tahan terhadap suhu rendah dan sayuran yang memiliki kandungan vitamin A dan C yang tinggi, sawi hijau juga salah satu sayuran yang digemari oleh berbagai


(6)

vi

kalangan masyarakat karena mudah diperoleh di pasar tradisional maupun swalayan, harga yang relatif murah serta jumlah produksi yang cukup besar. Produksi sawi hijau terbanyak terdapat di Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung dengan luas tanam 462 Ha, dari luas lahan tersebut dapat menghasilkan 4.107 ton sawi hijau (Dinas Pertanian Kabupaten Klungkung, 2014).

Sawi hijau yang dihasilkan oleh petani mengalami beberapa jalur distribusi sebelum sampai ke tangan konsumen. Jalur distribusi yang berbeda akan menyebabkan penanganan yang berbeda sehingga kerusakan pada tiap jalur distribusi juga berbeda. Dengan semakin panjangnya jalur distribusi, maka semakin banyak variasi penanganan yang dialami sehingga makin besar pula tingkat kerusakannya (Harsojuwono, 2008). Dalam kasus ini, jalur distribusi dan cara pengangkutan sangat berpengaruh terhadap bertambahnya kadar cemaran Pb dan Cd.Melalui metode penilaian produk dalam sistem distribusi, diharapkan bisa mengevaluasi penanganan pascapanen sawi hijau dari petani ke konsumen, maka perlu dilakukan penelitian pascapanen sawi hijau untuk mengetahui penanganan menggunakan metode Commodity System Assessment Method (CSAM).

CSAM atau sistem penilaian komiditi adalah suatu metode penilaian sistem komoditi hortikultura yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan masalah serta mengidentifikasi dan memformulasikan pemecahan masalah yang tepat dari faktor-faktor dan cara-cara penanganan yang mempengaruhi mutu, kehilangan, kerusakan, kerugian secara ekonomi dalam rantai distribusi atau pemasaran produk hortikultura (Harsojuwono, 2008). Oleh sebab itu penerapan CSAM dan analisis laboratorium perlu dilakukan untuk mendapatkan produk


(7)

vii

hortikultura yang berkualitas yang mampu bersaing dipasaran, adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui banyaknya jalur distribusi sawi hijau dari Kecamatan Banjarangkan sampai ke pengecer, mengetahui jenis jalur distribusi dan penanganan pascapanen di setiap jalur distribusi sawi hijau yang dilewati dan untuk mengetahui kandungan logam berat Pb dan Cd pada sawi hijau yang didistribusikan dari petani di Kecamatan Banjarangkan sampai ke pengecer.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survai, dengan aplikasi CSAM (Commodity System Assessment Method) dan menggunakan alat survai berupa kuisioner yang disebarkan pada petani, pengepul, pedagang, pengecer sawi hijau. Analisis laboratorium menggunakan AAS (Atomatic absorption spectrometry) untuk menentukan kadar logam berat Pb dan Cd pada sawi hijau.

Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat 4 jalur distribusi sawi hijau dari petani di Kecamatan Banjarangkan ke pengecer, yaitu jalur I (Petani  Pengecer), jalur II (Petani  Pengepul  Pengecer), jalur III (Petani  Pengepul  Pedagang  Pengecer), jalur I (Petani  Pedagang  Pengecer). Penanganan pascapanen di tingkat petani meliputi pemanenan, sortasi dan pembersihan, penimbangan, dan pengangkutan. Penanganan pascapanen di tingkat pengepul dan pedagang meliputi sortasi dan pengangkutan, sedangkan penanganan pascapanen di tingkat pengecer meliputi pemeriksaan dan pemajangan. Dampak penanganan selama distribusi terhadap kehilangan pascapanen sawi hijau di tingkat petani yaitu pada pembersihan dan sortasi mencapai 12% ( signifikan). Pada tingkat pengepul yaitu pada sortasi sebanyak 4%. Pada Pedagang yaitu pada sortasi mencapai 6% (signifikan). Dampak kehilangan pada pengecer yaitu pada pemajangan adalah signifikan 13%. Konsentrasi logam berat Pb and Cd pada jalur


(8)

viii

I (Petani  Pengecer) berkisar antara 0,4768–0,4966 mg/kg dan 0,4718–0,4768 mg/kg; pada jalur II (Petani  Pengepul  Pengecer) berkisar antara 0,3675– 0,4519 mg/kg dan 0,4867–0,5562 mg/kg; pada jalur III (Petani  Pengepul  Pedagang  Pengecer) berkisar antara 0,3129–0,4023 mg/kg dan 0,5016–0,5662 mg/kg; pada jalur IV (Petani  Pedagang  Pengecer) berkisar antara 0,3923– 0,4370 mg/kg dan 0,5066–0,5314 mg/kg.


(9)

(10)

x

RIWAYAT HIDUP

I Made Dwi Kayana Putera dilahirkan di Gianyar pada tanggal 22 Januari 1994. Penulis merupakan anak kedua dari pasangan I Ketut Surina dan Ni Ketut Suriani, dan adik dari I Putu Gemiana Putera.

Penulis memulai pendidikan di SDN 6 pada tahun 1999 dan menamatkannya pada tahun 2005, lalu melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Gianyar dan berhasil menamatkannya pada tahun 2008. Tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan ke SMAN 1 Gianyar sampai dengan tahun 2011. Melalui jalur SNMPTN, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana pada tahun 2011 dan masuk pada Jurusan Teknologi Industri Pertanian.

Selama melakukan studi di Fakultas Teknologi Pertanian, penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi kemahasiswaan sebagai panitia pelaksana maupun sebagai panitia pengarah baik didalam maupun diluar Fakultas. Penulis pernah menjabat sebagai pengurus UKM Koperasi Mahasiswa Unud periode 2012 sampai 2013. Penulis menyelesaikan tugas akhirnya untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, dengan melakukan penelitian yang berjudul “Aplikasi Commodity System Assessment Method (CSAM) pada Penanganan Pascapanen Sawi Hijau (Brassica Rapa I. Subsp. Perviridis Bayley) dari Petani di Kecamatan Banjarangkan sampai Pengecer”.


(11)

xi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas segala limpahan nikmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Aplikasi Commodity System Assessment Method (CSAM) pada Penanganan Pascapanen Sawi Hijau (Brassica Rapa I. Subsp. Perviridis Bayley) dari Petani di Kecamatan Banjarangkan sampai Pengecer” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, di Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Bali.

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setulusnya kepada :

1. Ibu I Gusti Ayu Lani Triani S.TP, M.Si selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Prof. Dr. Bambang Admadi H, MP selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan dan solusi dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak Dr. Ir. Dewa Gede Mayun Permana, M.S selaku Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana.

3. Ibu Ir. Amna Hartiati, MP selaku Ketua Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana.

4. Bapak/Ibu dosen beserta pegawai di lingkungan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, atas fasilitas dan dukungan selama menempuh kuliah hingga penyusunan skripsi.


(12)

xii

5. Keluarga tercinta khususnya Bapak, Ibu, dan Kakak beserta seluruh keluarga besar yang selalu jadi semangat bagi penulis dan selalu ada setiap saat bagi penulis. Terima kasih untuk doa, dukungan, perhatian, kepercayaan dan materi.

6. Sahabat selama kuliah, Gede Brahmantara, Dayu Adi, Panji Hasbi, Ketut Adiyasa, Eka Suarjana, Desak Budiari, Muhamad Iqbal, Komang Bhanu, Veronica Diel, Teja, Irma, Bayu Chandralia, Ninik Purwati, Novi dan Farhandi karena sudah banyak memotivasi dalam pembuatan skripsi ini dan semua teman-teman di FTP Angkatan 2011 sampai angkatan 2014, yang tak bisa disebut satu persatu, terima kasih atas segala bantuannya dalam perkuliahan, membuat tugas, praktikum dan penelitian hingga akhir skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, kritik dan saran masih diperlukan untuk menyempurnakan skipsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya.

Bukit Jimbaran, Pebruari 2016


(13)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PERSYARATAN ... ii

ABSTRAK ... iii

RINGKASAN ... v

HALAMAN PERSETUJUAN ... ix

RIWAYAT HIDUP ... x

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA... 5

2.1. Sawi Hijau ... 5

2.2. Logam Berat ... 7

2.3. Timbal ... 8

2.4. Kadmium ... 8

2.5. Penerapan Commodity System Assessment Method (CSAM) ... 9

2.6. Penanganan Pascapanen ... 11

2.7. Pemasaran ... 14

2.8. Jalur Distribusi... 15

III. METODE PENELITIAN ... 17

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 17

3.2. Bahan dan Alat ... 17


(14)

xiv

3.4. Penentuan Populasi dan Sampel ... 18

3.5. Variabel yang Diamati ... 19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

4.1. Jalur distribusi sawi hijau dari Kecamatan Banjarangkan sampai ke pengecer ... 27

4.2. Penanganan pascapanen sawi hijau dari petani di Kecamatan Banjarangkan ke pengecer ... 28

4.3. Sistem pascapanen sawi hijau dari petani ke pengecer ... 30

4.4. Identifikasi faktor-faktor penanganan pascapanen sawi hijau.... 33

4.5. Dampak penanganan selama distribusi terhadap kehilangan pascapanen sawi hijau dari Kecamatan Banjarangkan ke pengecer ... 38

4.6. Dampak penanganan terhadap pascapanen sawi hijau ... 41

4.7. Kadar logam Pb dan Cd pada sawi hijau dari petani di Kecamatan Banjarangkan sampai pengecer ... 43

V. PENUTUP ... 47

5.1. Kesimpulan... 47

5.2. Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49


(15)

xv

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Kandungan gizi sawi hijau setiap 100 g ... 6

2. Penentuan sampel petani dengan mengambil 30% ... 19

3. Definisi operasional variabel ... 21

4. Sistem penanganan pascapanen dalam segmen distribusi... 22

5. Identifikasi pelaku penanganan dan aktivitas yang dilakukan dalam segmen distribusi ... 22

6. Dampak penanganan terhadap kehilangan pascapanen ... 23

7. Diagram alir sistem pascapanen sawi hijau pada setiap tingkatan petani, pengepul, pedagang, pengecer ... 31

8. Identifikasi pelaku penanganan pascapanen dan aktivitas yang dilakukan ... 34

9. Rata-rata hasil panen, permintaan pembelian, dan sisa sortir ditingkat petani ... 38

10. Rata-rata hasil pembelian, permintaan, dan sisa sortir ditingkat pengepul ... 39

11. Rata-rata hasil pembelian, permintaan dan produk rusak, ditingkat pedagang ... 39

12. Rata-rata hasil panen, permintaan pembelian, dan produk rusak ditingkat pengecer ... 40

13. Persentase dampak penanganan terhadap kehilangan pascapanen ... 42

14. Nilai rata-rata kadar Pb yang diperoleh dari jalur distribusi di Desa Pau, Desa Penasan dan Desa Takmung Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung ... 44

15. Nilai rata-rata kadar Cd yang diperoleh dari jalur distribusi di Desa Pau, Desa Penasan dan Desa Takmung Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung ... 45


(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman 1. Tanaman sawi hijau ... 6 2. Diagram alir pelaksanaan penelitian ... 20


(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Daftar pertanyaan kuisioner………... 52

2. Data petani sawi hijau di Kecamatan Banjarangkan……….. 58

3. Pengelompokkan jalur distribusi……… 59

4. Perhitungan logam berat Cd……… 61


(18)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Bertambahnya penduduk disertai dengan meningkatnya pendapatan perkapita mempengaruhi jumlah konsumsi pangan khususnya sayuran yang mempunyai arti penting karena sebagai sumber asupan serat dan gizi. Kontaminasi kimia dari sumber seperti industri, kendaraan dan pestisida dapat mempengaruhi keamanan pangan. Logam berat adalah salah satu dari berbagai jenis kontaminan terpenting yang dapat ditemukan di permukaan dan di dalam jaringan sayuran segar (Marshall, et al., 2003). Banyak jenis sayuran yang beredar di masyarakat tidak terjamin keamanannya karena diduga telah terkontaminasi logam berat dan logam berat yang sering berada dalam lingkungan sebagai dampak aktivitas manusia adalah timbal (Pb) dan kadmium (Cd) (Widaningrum, et al., 2007).

Berdasarkan hasil penelitian, tingginya akumulasi logam berat Pb dan Cd dikarenakan oleh faktor lingkungan seperti gas buangan kendaraan, limbah industri, pupuk, dan berat jenis molekul logam berat Pb dan Cd. Menurut Mapanda et al., (2005) dalam Kudirat dan Funmilayo (2011), logam berat merupakan penyebab tertinggi di antara kontaminan utama sayuran berdaun. Sementara menurut Edem et al., (2009), dalam Asdeo dan Loonker (2011), sayuran berdaun mengakumulasi kandungan logam berat lebih tinggi daripada yang lain. Triani (2010) melaporkan bahwa hasil kandungan Pb berkisar 1,64 - 2,82 mg/kg dan kandungan Cd berkisar 0,853 - 0,3867 mg/kg pada sayuran berdaun yaitu terdapat pada sayuran kangkung yang ditanam di Denpasar. Batas


(19)

2

maksimum cemaran logam berat dalam bahan pangan khususnya buah dan sayuran berdaun sebesar Pb 0,3 mg/kg dan Cd 0,1 mg/kg (SNI 7387,2009).

Sawi hijau (Brassica rapa I. Subsp. Perviridis Bayley) merupakan sayuran yang tumbuh lebih cepat, tahan terhadap suhu rendah dan sayuran yang memiliki kandungan vitamin A dan C yang tinggi. Menurut (Wahid et al., 2013) sawi hijau merupakan jenis sayuran yang digemari dan salah satu sayuran yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Keunggulan lain dari sawi hijau yaitu mudah diperoleh di pasar tradisional maupun swalayan dan harga yang relatif murah serta jumlah produksi yang cukup besar.

Produksi sawi hijau terbanyak terdapat di Kabupaten Klungkung dengan luas tanam 778 Ha, dari luas lahan tersebut sayuran hijau bisa menghasilkan 5.185,2 ton pada tahun 2014 (BPS, 2012). Produksi sawi hijau terbanyak terdapat di Kecamatan Banjarangkan dengan luas tanam 462 Ha, dari luas lahan tersebut dapat menghasilkan 4.107 ton sawi hijau (Dinas Pertanian Kabupaten Klungkung, 2014). Berdasarkan survai yang dilakukan pada bulan Maret 2015, jumlah areal penanaman sawi hijau di Kecamatan Banjarangkan ada 3 tempat yaitu di Desa Pau, Desa Penasan, dan Desa Takmung.

Sawi hijau yang dihasilkan oleh petani mengalami beberapa jalur distribusi sebelum sampai ke tangan konsumen. Jalur distribusi yang berbeda akan menyebabkan penanganan yang berbeda sehingga kerusakan pada tiap jalur distribusi juga berbeda. Jalur distribusi dan cara pengangkutan juga sangat berpengaruh terhadap bertambahnya kadar cemaran timbal (Pb) dan kadmium (Cd). Dengan semakin panjangnya jalur distribusi, maka semakin banyak variasi penanganan yang dialami sehingga makin besar pula tingkat kerusakannya


(20)

3

(Harsojuwono, 2008). CSAM atau sistem penilaian komiditi adalah suatu metode penilaian sistem komoditi hortikultura yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan masalah serta mengidentifikasi dan memformulasikan pemecahan masalah yang tepat dari faktor-faktor dan cara-cara penanganan yang mempengaruhi mutu, kehilangan, kerusakan, kerugian secara ekonomi dalam rantai distribusi (Harsojuwono, 2008). Penerapan CSAM dan dengan diperkuatnya rantai distribusi maka akan diperoleh produk-produk hortikultura berkualitas dan bermutu yang mampu bersaing di pasaran.

Untuk menjaga mutu sawi hijau maka diperlukan penanganan yang benar sehingga dihasilkan komoditi yang siap dipasarkan dengan mutu seperti keinginan konsumen. Perlu dilakukan penelitian pascapanen sawi hijau untuk mengetahui penanganan menggunakan metode Commodity System Assessment Method

(CSAM). Melalui metode CSAM diharapkan bisa mengevaluasi penanganan pascapanen sawi hijau dari petani ke konsumen. Dengan metode tersebut, penanganan pascapanen sawi hijau sejak awal sampai pemasarannya bisa dipantau.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun masalah dalam penelitian ini, adalah

1) Ada berapa jalur dan jenis distribusi sawi hijau (Brassica rapa I. Subsp. Perviridis Bayley) dari petani di Kecamatan Banjarangkan sampai ke pengecer?


(21)

4

2) Bagaimana penanganan pascapanen dan dampak kehilangan sawi hijau (Brassica rapa I. Subsp. Perviridis Bayley) dari petani di Kecamatan Banjarangkan sampai ke pengecer?

3) Berapakah kandungan logam berat Pb dan Cd pada sawi hijau (Brassica rapa

I. Subsp. Perviridis Bayley) yang didistribusikan dari Kecamatan Banjarangkan sampai ke pengecer?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan masalah dalam penelitian ini, adalah

1) Mengetahui banyaknya jalur dan jenis distribusi sawi hijau (Brassica rapa I. Subsp. Perviridis Bayley) dari Kecamatan Banjarangkan sampai ke pengecer. 2) Mengetahui penanganan pascapanen dan dampak kehilngan sawi hijau di

setiap jalur distribusi (Brassica rapa I. Subsp. Perviridis Bayley) yang dilewati.

3) Mengetahui kandungan logam berat Pb dan Cd pada sawi hijau (Brassica rapa

I. Subsp. Perviridis Bayley) yang didistribusikan dari petani di Kecamatan Banjarangkan sampai ke pengecer.

1.4. Manfaat

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada konsumen dan masyarakat luas tentang jenis jalur distribusi penanganan pascapanen disetiap jalur distribusi, dan mengetahui kandungan logam berat Pb dan Cd sawi hijau (Brassica rapa I. Subsp. Perviridis Bayley) selama proses distribusi dari Kecamatan Banjarangkan sampai ke pengecer.


(22)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sawi Hijau (Brassica rapa I. Subsp. Perviridis Bayley)

Sawi hijau merupakan suku sawi-sawian atau Brassicaceae merupakan jenis sayuran yang cukup populer. Dikenal pula sebagai caisim, caisin, atau sawi bakso, sayuran ini mudah dibudidayakan dan dapat dimakan segar atau diolah menjadi asinan, lalapan, dan berbagai masakan lainnya. Sawi hijau umumnya dikonsumsi dalam bentuk olahan karena sawi mentah rasanya pahit karena ada kandungan

alkaloid carpaine.

Tanaman sawi tahan terhadap air hujan, sehingga dapat ditanam sepanjang tahun. Pada musim kemarau yang perlu diperhatikan adalah penyiraman secara teratur, tanaman ini cocok bila di tanam pada akhir musim penghujan. Daerah penanaman yang cocok untuk sawi hijau adalah mulai dari ketinggian 5 m sampai dengan 1.200 m di atas permukaan laut. Namun biasanya dibudidayakan pada daerah yang mempunyai ketinggian 100 m sampai 500 m di atas permukaan laut. Umur panen sawi paling lama 40 hari, dan paling pendek 30 hari dan terlebih dahulu melihat fisik tanaman seperti warna, bentuk, dan ukuran daun. Cara panen ada 2 macam yaitu mencabut seluruh tanaman beserta akarnya dan dengan memotong bagian pangkal batang yang berada di atas tanah dengan pisau tajam (Margiyanto, 2007).

Klasifikasi tanaman sawi hijau dapat dijabarkan sebagai berikut: Kingdom:

Plantae (Tumbuhan); Divisi: Spermatophyta; Subdivisi: Angiospermae; Kelas:


(23)

6

(Brassicaceae); Genus: Brassica serta Spesies: Brassica rapa I. Subsp. Perviridis Bayley(Margiyanto, 2007). Sayuran sawi hijau disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Sawi Hijau Sumber: Anonim (2012)

Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap sehingga apabila dikonsumsi sangat baik untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Sawi hijau merupakan sayuran yang bermanfaat untuk membantu mencegah dari terserangnya penyakit kanker, hal ini di sebabkan karena dalam sawi hijau mengandung senyawa fitokimia khususnya glukosinolat yang cukup tinggi. Dengan rutin mengkonsumsi sawi hijau mampu menurunkan resiko terserangnya kanker prostat. Kandungan gizi sawi hijau (Brassica rapa I. Subsp. Perviridis Bayley) setiap 100 g dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan gizi sawi hijau setiap 100 gr

No Komposisi Jumlah

1 Protein (g) 2,3

2 Lemak (g) 0,4

3 Karbohidrat (g) 4,0

5 Kalsium (mg) 220

6 Fosfor (mg) 38,0

7 Besi (mg) 2,9

8 Vitamin A (mg) 1.940,0

9 Vitamin B (mg) 0,09

10 Vitamin C (mg) 102

11 Energi (kal) 22,0

12 Serat (g) 0,7

13 Air (g) 92,2

14 Natrium (mg) 20,0


(24)

7

2.2. Logam Berat

Logam berat merupakan komponen alami tanah. Elemen ini tidak dapat didegradasi maupun dihancurkan. Logam berat dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan, air minum, atau udara. Logam berat seperti tembaga, selenium dibutuhkan tubuh manusia untuk membantu kinerja metabolisme tubuh. Akan tetapi, dapat berpotensi menjadi racun jika konsentrasi dalam tubuh berlebih seperti merkuri, kadmium, arsenik, tembaga, dan seng karena logam berat tersebut mempunyai toksik yang tinggi. Logam berat menjadi berbahaya disebabkan sistem bioakumulasi, yaitu peningkatan konsentrasi unsur kimia di dalam tubuh makhluk hidup (Anon., 2004).

. Logam berat adalah golongan logam yang tidak dapat didegradasi oleh tubuh, bersifat toksis meskipun pada konsentrasi rendah, dan keberadaannya dalam lingkungan perairan telah menjadi permasalahan bagi lingkungan hidup (Darmono, 2001). Logam berat adalah unsur logam dengan berat molekul tinggi. Dalam kadar rendah logam berat pada umumnya sudah beracun bagi tumbuhan dan hewan, termasuk manusia. Logam berat memiliki unsur logam yang mempunyai massa jenis lebih besar dari 5 g/cm3 antara lain Pb dan Cd. Logam berat Pb dan Cd dinamakan sebagai logam non esensial dan pada tingkat tertentu menjadi logam beracun bagi makhluk hidup. Termasuk logam berat yang sering mencemari habitat adalah Pb dan Cd. Faktor yang menyebabkan logam berat termasuk dalam kelompok zat pencemar adalah karena adanya sifat-sifat logam berat yang tidak dapat terurai (non degradable) dan mudah diabsorbsi. Pemasok logam berat dalam tanah pertanian antara lain bahan agrokimia (pupuk dan


(25)

8

pestisida), asap kendaraan bermotor, bahan bakar minyak, buangan limbah rumah tangga, industri, dan pertambangan.

2.3. Timbal (Pb)

Timbal merupakan logam berat yang sangat beracun, dapat dideteksi secara praktis pada seluruh benda mati di lingkungan dan seluruh sistem biologis. Timbal adalah sejenis logam yang lunak dan berwarna coklat kehitaman, serta mudah dimurnikan dari pertambangan (Marganof, 2003). Timbal merupakan suatu unsur yang dalam keadaan murni mempunyai warna abu-abu kebiruan dengan kerepatan 11,48 g per ml pada suhu kamar serta mempunyai titik lebur 327,4oC. Nomor atomnya 82, titik didihnya 1725oC, dan massa atomnya 207,19.

Timbal sebagian besar diakumulasi oleh organ tanaman, yaitu daun, batang, dan akar. Perpindahan timbal dari tanah ke tanaman tergantung komposisi dan pH tanah. Konsentrasi timbal yang tinggi (100-1000 mg/kg) akan mengakibatkan pengaruh toksik pada proses fotosintesis dan pertumbuhan. Tanaman dapat menyerap logam Pb pada saat kondisi kesuburan dan kandungan bahan organik tanah rendah. Sumber pencemaran timbal yaitu peleburan dan pemurnian timbal, pabrik kuningan, pembakaran bahan bakar yang mengandung timbal, pembuatan baterai, pabrik alkali timbal dan cat timbale, pembakaran bidang yang dicat, serta pembakaran plastik atau bahan lain yang mengandung timbal. Dalam lingkungan diluar tempat kerja, timbal terdapat secara alami pada tumbuh-tumbuhan dan di tanah (Charlene, 2004).

2.4. Kadmium (Cd)

Kadmium (Cd) adalah logam kebiruan yang lunak, dan merupakan racun bagi tubuh manusia. Jumlah normal kadmium di tanah berada di bawah 1 mg/kg,


(26)

9

bersifat racun terhadap semua tumbuhan pada konsentrasi larutan di atas 0,2 mg/kg. Kadmium lebih mudah diakumulasi oleh tanaman dibandingkan dengan ion logam berat lainnya seperti timbal. Logam berat ini bergabung bersama timbal dan merkuri sebagai the big three heavy metal yang memiliki tingkat bahaya tertinggi pada kesehatan manusia. Kadmium banyak digunakan dalam berbagai kegiatan industri. Pada industri cat dan plastik, kadmium digunakan sebagai bahan pigmen, biasanya dalam bentuk sulfida. Kadmium juga digunakan sebagai stabilisator pada pembuatan PVC (polivinil chlorida) atau plastik. Perpaduan antara nikel dan kadmium dapat digunakan untuk pembuatan aki (baterai) (Darmono, 2001). Pencemaran kadmium dalam air dapat disebabkan kegiatan industri yang menghasilkan timbal kadmium dan persenyawaannya, penggunaan fungisida dalam bidang pertanian, kegiatan domestik manusia yang dapat mencemari air secara langsung maupun tidak langsung, atau penggunaan bahan dan peralatan yang mengandung kadmium.

Menurut badan dunia WHO, konsumsi per minggu yang ditoleransikan bagi manusia adalah 400-500 g per orang atau 7 mg per kg berat badan. Kadmium yang terdapat dalam tubuh manusia sebagian besar diperoleh melalui makanan dan tembakau, hanya sejumlah kecil berasal dari air minum dan polusi udara. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Charlene (2004), pemasukan Cd melalui makanan adalah 10-40 mg/hari, sedikitnya 50% diserap oleh tubuh.

2.5. Penerapan Commodity System Assessment Method (CSAM)

CSAM atau sistem penilaian komiditi adalah suatu metode penilaian sistem komoditi hortikultura yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan masalah serta mengidentifikasi dan memformulasikan pemecahan masalah yang


(27)

10

tepat dari faktor-faktor dan cara-cara penanganan yang mempengaruhi mutu, kehilangan, kerusakan, kerugian secara ekonomi dalam rantai distribusi atau pemasaran produk hortikultura (Harsojuwono, 2008). Metode yang sistematis untuk mengumpulkan informasi tentang penyebab dan sumber kerugian pascapanen dan masalah kualitas produk. Dapat juga diartikan suatu metode untuk mengetahui mutu, tingkat kehilangan, cara penanganan, pelaku penanganan dan kajian keuntungan dari produksi hortikultura pada tingkat produsen hingga pelaku penanganan akhir dalam rantai distribusi pemasaran. Tujuan dari penerapan CSAM adalah mengkaji komoditas tertentu, mulai dari perencanaan produksi sampai distribusi akhir hingga konsumen, serta mengidentifikasi prioritas permasalahan yang terjadi sepanjang tahapan distribusi. CSAM sangat diperlukan karena dilihat dari jalur distribusi suatu produk, baik itu dari tangan pertama yaitu produsen (petani) sampai konsumen (pengepul, pengecer, pedagang dan konsumen akhir) banyak terjadi kehilangan (Harsojuwono, 2008)

Kerugian yang didapatkan oleh produsen (petani) cukup banyak yaitu menurunnya mutu produk yang mengakibatkan harga produk menurun dan akan menyebabkan keuntungan berkurang. Maka diperlukan pemecahan masalah penanganan pascapanen dengan cara mempertahankan kualitas produksi. Melakukan identifikasi dan deskripsi permasalahan kemudian diformulasikan menjadi suatu keputusan penanganan pascapanen yang tepat. Identifikasi dapat dilakukan dengan cara melakukan survai lapangan, membuat kuisioner baik terbuka maupun terutup, menentukan sampel dan responden, mencari data, menganalisis data. Responden dari kegiatan produksi pascapanen sawi hijau adalah semua yang terlibatkan dalam rantai distribusi yaitu petani, pengepul,


(28)

11

pedagang dan pengecer. Dalam penanganannya sawi hijau yang diamati disini adalah perubahan karakteristik, maka dalam tahapan identifikasi dengan melakukan survai yang menjadi analisa secara umum adalah perencanaan produksi, panen, transportasi, sortasi, grading, pengemasan, penyimpanan, distribusi

2.6. Penanganan Pascapanen

Penanganan pascapanen adalah usaha untuk mempertahankan dan meminimalkan kerusakan bahan-bahan hasil pertanian atau mempertahankan mutunya sebelum diolah menjadi produk olahan. Mutu yang dimaksud dapat berupa umur simpan yang lebih lama hingga saat konsumen membeli sayur masih dalam keadaan bermutu baik dan tidak mengalami kerusakan baik secara fisik maupun fisiologis. Disamping itu kandungan nutrisi dan kesegarannya mampu dipertahankan sampai ke tangan konsumen. Menurut Haryanto et al.,(2007) penanganan pascapanen bertujuan agar sayuran yang telah dipanen terlindungi dari kerusakan fisik. Dengan demikian, mutu sayuran yang akan dipasarkan tetap baik.

2.6.1. Sortasi

Sortasi adalah usaha memilah-milah produk hasil pertanian, produk pertanian yang dipanen perlu dilakukan sortasi untuk mendapatkan produk dengan mutu yang seragam. Sortasi dilakukan dengan tujuan memisahkan hasil yang baik dan yang cacat. Pengertian hasil panen yang baik disini adalah hasil yang tidak mengalami kerusakan fisik dan penampilan fisiknya terlihat menarik. Hasil yang cacat adalah hasil panen yang telah mengalami kerusakan fisik akibat pemanenan


(29)

12

atau salah penanganan dan akibat penyakit. Sortasi dilakukan untuk membersihkan serangga, penyakit, atau kotoran lainnya. Menurut Haryanto et al,

(2007), tidak semua sayuran yang telah dipanen layak dipasarkan. Oleh karena itu, perlu mengadakan sortasi atau pemilahan berdasarkan kualitas dan keseragaman. Menurut Samad (2006), nilai ekonomi berbagai jenis holtikultura tergantung pada mutu komoditasnya. Oleh karena itu proses pemisahan antar komoditas (sortasi) yang mutunya rendah dengan yang mutunya tinggi perlu dilakukan.

2.6.2. Pencucian

Pencucian dilakukan untuk membersihkan kotoran yang menempel dan memberi kesegaran. Selain itu dengan pencucian juga dapat mengurangi residu pestisida dan hama penyakit yang terbawa. Menurut Samad (2006), hampir semua komoditas sayuran yang telah dipanen mengalami kontaminasi fisik terutama debu atau tanah sehingga perlu dilakukan pencucian. Pencucian dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran. Namun demikian, pencucian tidak dilakukan terhadap sayuran yang teksturnya lunak dan mudah lecet/rusak. Secara tradisional pencucian menggunakan air namun untuk mendapatkan hasil yang lebih baik disarankan menambahkan klorin ke dalam air pencucian agar mikroba dapat dihilangkan dengan lebih efektif. Setelah pencucian bahan dapat dikeringkan dengan cara meniriskan di alam terbuka atau dengan mengalirkan udara panas.

2.6.3. Pengemasan

Pengemasan adalah suatu kegiatan membungkus produk dengan tujuan untuk mempertahankan produk agar tetap bersih dan memberi perlindungan


(30)

13

pangan terhadap kerusakan yang terjadi. Tujuan pengemasan yang paling utama adalah untuk menjaga mutu bahan pangan selama tenggang penggunaan. Syarat-syarat kemasan adalah (1) harus cukup kuat melindungi produk selama penyimpanan, transportasi, dan penumpukan, (2) tidak bereaksi dengan bahan yang dikemas, (3) sifat-sifat permeabilitas kemasan film plastik dan laju kegiatan pernafasan bahan yang dikemas diketahui dan (4) biaya kemasan disesuaikan dengan bahan yang dikemas.

2.6.4. Penyimpanan

Tujuan utama penyimpanan adalah pengendalian laju respirasi agar tidak cepat busuk, infeksi penyakit, mempertahankan produk agar tetap segar. Penyimpanan selama proses pendistribusian dilakukan untuk menjaga kondisi sayuran sebagai usaha mempertahankan kesegarannya. Salah satu tahapan dalam penanganan pascapanen sayuran adalah penyimpanan yang biasanya dilakukan ketika sayuran mengalami waktu pendistribusian yang lama. Menurut Kotler (2002), penyimpanan merupakan suatu proses penempatan produk secara tepat agar terhindar dari kerusakan akan mengakibatkan produk tersebut rusak dan tidak disukai konsumen. Penyimpanan suatu produk harus disesuaikan dengan standar karena akan mempengaruhi nilai jual.

Berdasarkan hasil penelitian Tallip (2010) tentang penanganan pascapanen wortel dari Kecamatan Baturiti ke Kota Denpasar, menyatakan bahwa penanganan pascapanen di tingkat petani mencangkup pemanenan, pembersihan. pengemasan, penimbangan dan pengangkutan. Pada tingkat pengepul meliputi pengangkutan, pembongkaran, pencucian, sortasi, pengemasan, penimbangan dan pemasaran. Pada tingkat pengecer mencangkup pemajangan, penjualan dan pengemasan.


(31)

14

2.7. Pemasaran

Pemasaran adalah kegiatan untuk menjalankan bisnis guna memenuhi kebutuhan pasar dengan barang dan jasa, menetapkan harga, mendistribusikan, serta mempromosikan melalui proses pertukaran agar memuaskan konsumen. Tujuan dari pemasaran adalah untuk memberikan kepusan atas kebutuhan manusia dan juga untuk menyampaikan barang-barang kepada konsumen (Budiarto, 1993). Didalam menyalurkan barang, diperlukan lembaga pemasaran yang digunakan oleh suatu barang dalam perjalanannya dari produsen ke konsumen yang disebut dengan jalur distribusi.

2.7.1. Lembaga Pemasaran

Lembaga pemasaran adalah orang atau perusahaan yang secara langsung terlibat dalam mengalirnya barang dari produsen ke konsumen (Kotler, 2002). Lembaga pemasaran yang ada dibagi berdasarkan 3 kelompok yaitu pengepul, pedagang, dan pengecer. Pengepul adalah pedagang yang membeli hasil-hasil pertanian dari petani produsen kemudian dikumpulkan pada beberapa tempat, kemudian dijual kembali dalam partai besar ke pedagang-pedagang lain. Pedagang adalah pedagang yang membeli hasil pertanian dengan jumlah besar dari pengepul, atau dari petani serta menjual kembali ke pengecer dan pedagang lain yang tidak menjual dengan volume penjualan yang sama kepada konsumen. Pengecer adalah pedagang yang menjual hasil pertanian kepada konsumen yang bertujuan memenuhi kebutuhan dan kegiatan konsumen dalam partai kecil atau secara langsung mengecerkan kepada konsumen akhir.


(32)

15

2.8. Jalur Distribusi

Jalur distribusi merupakan salah satu hal yan harus diperhatikan dalam pendistribusian barang atau jasa hingga sampai kepasaran karena dapat memperlambat bahkan memacetkan usaha penyaluran barang maupun jasa dari produsen kepada konsumen. Jalur distribusi pemasaran adalah organisasi yang saling tergantung dan terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi (Kotler, 2002). Penanganan selama jalur distribusi ini sangat penting sebab dapat mempengaruhi kelancaran penjualan dan juga kualitas dari barang yang akan dipasarkan. Menurut Swastha dan Irawan (1998), ada lima macam jalur distribusi diantaranya yaitu:

1) Produsen  Konsumen

Saluran distribusi ini merupakan saluran paling pendek dan paling sederhana untuk barang-barang konsumsi, sering juga disebut saluran langsung karena tidak melibatkan pedagang, pengecer. Produsen dapat menjual barangnya melalui pos atau mendatangi rumah konsumen.

2) Produsen  Pengecer  Konsumen

Pada saluran distribusi ini biasanya pengecer membeli secara langsung dari produsen. Ada juga beberapa produsen yang mendirikan toko pengecer untuk melayani penjualan langsung pada konsumennya.

3) Produsen  Pedagang  Pengecer  Konsumen

Pada saluran ini produsen hanya melayani penjualan dalam jumlah besar kepada pedagang.


(33)

16

4) Produsen  Pengepul  Pengecer  Konsumen

Selain menggunakan pedagang, produsen dapat menggunakan pengepul untuk mencapai pengecer.

5) Produsen  Pengepul  Pedagang  Pengecer  Konsumen

Pada saluran ini produsen menggunakan pengepul sebagai perantara untuk menyalurkan barang kepada pedagang yang menjualnya ke pengecer.


(1)

pedagang dan pengecer. Dalam penanganannya sawi hijau yang diamati disini adalah perubahan karakteristik, maka dalam tahapan identifikasi dengan melakukan survai yang menjadi analisa secara umum adalah perencanaan produksi, panen, transportasi, sortasi, grading, pengemasan, penyimpanan, distribusi

2.6. Penanganan Pascapanen

Penanganan pascapanen adalah usaha untuk mempertahankan dan meminimalkan kerusakan bahan-bahan hasil pertanian atau mempertahankan mutunya sebelum diolah menjadi produk olahan. Mutu yang dimaksud dapat berupa umur simpan yang lebih lama hingga saat konsumen membeli sayur masih dalam keadaan bermutu baik dan tidak mengalami kerusakan baik secara fisik maupun fisiologis. Disamping itu kandungan nutrisi dan kesegarannya mampu dipertahankan sampai ke tangan konsumen. Menurut Haryanto et al.,(2007) penanganan pascapanen bertujuan agar sayuran yang telah dipanen terlindungi dari kerusakan fisik. Dengan demikian, mutu sayuran yang akan dipasarkan tetap baik.

2.6.1. Sortasi

Sortasi adalah usaha memilah-milah produk hasil pertanian, produk pertanian yang dipanen perlu dilakukan sortasi untuk mendapatkan produk dengan mutu yang seragam. Sortasi dilakukan dengan tujuan memisahkan hasil yang baik dan yang cacat. Pengertian hasil panen yang baik disini adalah hasil yang tidak mengalami kerusakan fisik dan penampilan fisiknya terlihat menarik. Hasil yang cacat adalah hasil panen yang telah mengalami kerusakan fisik akibat pemanenan


(2)

atau salah penanganan dan akibat penyakit. Sortasi dilakukan untuk membersihkan serangga, penyakit, atau kotoran lainnya. Menurut Haryanto et al, (2007), tidak semua sayuran yang telah dipanen layak dipasarkan. Oleh karena itu, perlu mengadakan sortasi atau pemilahan berdasarkan kualitas dan keseragaman. Menurut Samad (2006), nilai ekonomi berbagai jenis holtikultura tergantung pada mutu komoditasnya. Oleh karena itu proses pemisahan antar komoditas (sortasi) yang mutunya rendah dengan yang mutunya tinggi perlu dilakukan.

2.6.2. Pencucian

Pencucian dilakukan untuk membersihkan kotoran yang menempel dan memberi kesegaran. Selain itu dengan pencucian juga dapat mengurangi residu pestisida dan hama penyakit yang terbawa. Menurut Samad (2006), hampir semua komoditas sayuran yang telah dipanen mengalami kontaminasi fisik terutama debu atau tanah sehingga perlu dilakukan pencucian. Pencucian dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran. Namun demikian, pencucian tidak dilakukan terhadap sayuran yang teksturnya lunak dan mudah lecet/rusak. Secara tradisional pencucian menggunakan air namun untuk mendapatkan hasil yang lebih baik disarankan menambahkan klorin ke dalam air pencucian agar mikroba dapat dihilangkan dengan lebih efektif. Setelah pencucian bahan dapat dikeringkan dengan cara meniriskan di alam terbuka atau dengan mengalirkan udara panas.

2.6.3. Pengemasan

Pengemasan adalah suatu kegiatan membungkus produk dengan tujuan untuk mempertahankan produk agar tetap bersih dan memberi perlindungan


(3)

pangan terhadap kerusakan yang terjadi. Tujuan pengemasan yang paling utama adalah untuk menjaga mutu bahan pangan selama tenggang penggunaan. Syarat-syarat kemasan adalah (1) harus cukup kuat melindungi produk selama penyimpanan, transportasi, dan penumpukan, (2) tidak bereaksi dengan bahan yang dikemas, (3) sifat-sifat permeabilitas kemasan film plastik dan laju kegiatan pernafasan bahan yang dikemas diketahui dan (4) biaya kemasan disesuaikan dengan bahan yang dikemas.

2.6.4. Penyimpanan

Tujuan utama penyimpanan adalah pengendalian laju respirasi agar tidak cepat busuk, infeksi penyakit, mempertahankan produk agar tetap segar. Penyimpanan selama proses pendistribusian dilakukan untuk menjaga kondisi sayuran sebagai usaha mempertahankan kesegarannya. Salah satu tahapan dalam penanganan pascapanen sayuran adalah penyimpanan yang biasanya dilakukan ketika sayuran mengalami waktu pendistribusian yang lama. Menurut Kotler (2002), penyimpanan merupakan suatu proses penempatan produk secara tepat agar terhindar dari kerusakan akan mengakibatkan produk tersebut rusak dan tidak disukai konsumen. Penyimpanan suatu produk harus disesuaikan dengan standar karena akan mempengaruhi nilai jual.

Berdasarkan hasil penelitian Tallip (2010) tentang penanganan pascapanen wortel dari Kecamatan Baturiti ke Kota Denpasar, menyatakan bahwa penanganan pascapanen di tingkat petani mencangkup pemanenan, pembersihan. pengemasan, penimbangan dan pengangkutan. Pada tingkat pengepul meliputi pengangkutan, pembongkaran, pencucian, sortasi, pengemasan, penimbangan dan pemasaran. Pada tingkat pengecer mencangkup pemajangan, penjualan dan pengemasan.


(4)

2.7. Pemasaran

Pemasaran adalah kegiatan untuk menjalankan bisnis guna memenuhi kebutuhan pasar dengan barang dan jasa, menetapkan harga, mendistribusikan, serta mempromosikan melalui proses pertukaran agar memuaskan konsumen. Tujuan dari pemasaran adalah untuk memberikan kepusan atas kebutuhan manusia dan juga untuk menyampaikan barang-barang kepada konsumen (Budiarto, 1993). Didalam menyalurkan barang, diperlukan lembaga pemasaran yang digunakan oleh suatu barang dalam perjalanannya dari produsen ke konsumen yang disebut dengan jalur distribusi.

2.7.1. Lembaga Pemasaran

Lembaga pemasaran adalah orang atau perusahaan yang secara langsung terlibat dalam mengalirnya barang dari produsen ke konsumen (Kotler, 2002). Lembaga pemasaran yang ada dibagi berdasarkan 3 kelompok yaitu pengepul, pedagang, dan pengecer. Pengepul adalah pedagang yang membeli hasil-hasil pertanian dari petani produsen kemudian dikumpulkan pada beberapa tempat, kemudian dijual kembali dalam partai besar ke pedagang-pedagang lain. Pedagang adalah pedagang yang membeli hasil pertanian dengan jumlah besar dari pengepul, atau dari petani serta menjual kembali ke pengecer dan pedagang lain yang tidak menjual dengan volume penjualan yang sama kepada konsumen. Pengecer adalah pedagang yang menjual hasil pertanian kepada konsumen yang bertujuan memenuhi kebutuhan dan kegiatan konsumen dalam partai kecil atau secara langsung mengecerkan kepada konsumen akhir.


(5)

2.8. Jalur Distribusi

Jalur distribusi merupakan salah satu hal yan harus diperhatikan dalam pendistribusian barang atau jasa hingga sampai kepasaran karena dapat memperlambat bahkan memacetkan usaha penyaluran barang maupun jasa dari produsen kepada konsumen. Jalur distribusi pemasaran adalah organisasi yang saling tergantung dan terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi (Kotler, 2002). Penanganan selama jalur distribusi ini sangat penting sebab dapat mempengaruhi kelancaran penjualan dan juga kualitas dari barang yang akan dipasarkan. Menurut Swastha dan Irawan (1998), ada lima macam jalur distribusi diantaranya yaitu:

1) Produsen  Konsumen

Saluran distribusi ini merupakan saluran paling pendek dan paling sederhana untuk barang-barang konsumsi, sering juga disebut saluran langsung karena tidak melibatkan pedagang, pengecer. Produsen dapat menjual barangnya melalui pos atau mendatangi rumah konsumen.

2) Produsen  Pengecer  Konsumen

Pada saluran distribusi ini biasanya pengecer membeli secara langsung dari produsen. Ada juga beberapa produsen yang mendirikan toko pengecer untuk melayani penjualan langsung pada konsumennya.

3) Produsen  Pedagang  Pengecer  Konsumen

Pada saluran ini produsen hanya melayani penjualan dalam jumlah besar kepada pedagang.


(6)

4) Produsen  Pengepul  Pengecer  Konsumen

Selain menggunakan pedagang, produsen dapat menggunakan pengepul untuk mencapai pengecer.

5) Produsen  Pengepul  Pedagang  Pengecer  Konsumen

Pada saluran ini produsen menggunakan pengepul sebagai perantara untuk menyalurkan barang kepada pedagang yang menjualnya ke pengecer.