Pengaruh Frekuensi Pencucian dan Lama Perebusan Terhadap Kadar Logam Berat dan Mutu Sensoris Sawi Hijau (Brassica rapa.I.Subsp. Perviridis Bayley).

(1)

i

PENGARUH FREKUENSI PENCELUPAN DAN LAMA PEREBUSAN TERHADAP KADAR LOGAM BERAT DAN MUTU SENSORIS SAWI

HIJAU (Brassica rapa I. Subsp. Perviridis Bayley)

S K R I P S I

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Teknologi Pertanian

Universitas Udayana

Oleh:

DEWA AYU TRISNA BUDIARI NIM: 1111205052

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA 2016


(2)

ii

Dewa Ayu Trisna Budiari. 1111205052. 2015. Pengaruh Frekuensi Pencelupan dan Lama Perebusan Terhadap Kadar Logam Berat dan Mutu Sensoris Sawi Hijau (Brassica rapa I. Subsp. Perviridis Bayley), di bawah bimbingan I Gst. Ayu Lani Triani, STP., M.Si., selaku Pembimbing I dan Ir. Amna Hartiati, MP., selaku Pembimbing II.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengetahui pengaruh frekuensi pencelupan dan lama perebusan terhadap kadar logam berat Pb dan Cd serta mutu sensoris pada sawi hijau, 2) menentukan frekuensi pencelupan dan lama perebusan yang tepat untuk menurunkan kadar logam berat dan menghasilkan karakteristik sawi hijau yang disukai.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok pola faktorial. Faktor pertama (frekuensi pencelupan) terdiri dari 3 taraf yaitu: pencelupan 1, 2 dan 3 kali, dan faktor kedua (lama perebusan) terdiri dari 3 taraf yaitu: perebusan 1, 2 dan 3 menit. Masing-masing perlakuan dikelompokkan menjadi 2, berdasarkan waktu pelaksanaan sehingga diperoleh 18 unit percobaan. Data obyektif dan subjektif dianalisis ragam kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi pencelupan, lama perebusan dan interaksi antar perlakuan berpengaruh sangat nyata terhadap penurunan kadar logam berat Pb, Cd, tingkat kesukaan terhadap warna, tekstur dan penerimaan keseluruhan pada sawi hijau. Perlakuan frekuensi pencelupan 3 kali dengan perebusan selama 3 menit merupakan perlakuan yang terbaik yaitu kandungan Pb 0,4717 ppm dan kadar Cd 0,4223 ppm, dengan nilai sensoris terhadap warna 4,65 (hijau-hijau tua), tekstur 3,50 (agak lunak-keras) dan penerimaan keseluruhan 3,80 (biasa-suka).


(3)

iii

Dewa Ayu Trisna Budiari. 1111205052. 2015. The Effect of Washing Frequency and Boiling Time to Heavy Metal Levels and Sensory Quality of Green Mustard (Brassica rapa I. Subsp. Perviridis Bayley) Supervised by I Gst. Ayu Lani Triani, STP., M.Si.and Ir. Amna Hartiati, MP.

ABSTRACT

This research were aimed to 1) investigate the effect of washing frequency and boiling time to the heavy metal levels of Pb and Cd as well as sensory quality of green mustard 2) to determine an appropriate washing frequency and boiling time to reduce heavy metal levels and to produce the preferable green mustard characteristic. This experiment used randomized block design with 2 factors. The first factor was the washing frequency consists of 3 levels namely once, twice, 3 times washing. The second factor was boiling time consists of 3 levels namely 1 minute, 2 minutes and 3 minutes. Each treatment conducted twice based on implementation time so that obtained 18 units experiment.The objective and subjective data analyzed using ANOVA followed by Duncan test.

The results of this research showed that washing frequency, boiling time and its interaction had high significant effect to the heavy metal levels Pb and Cd as well as hedonic level on color, texture and overall acceptance of green mustard. Treatment combination of 3 time washing frequency with 3 minutes boiling time(C3R3) was the best treatment with 0.4717 ppm Pb content and 0.4223ppm Cd content, with sensory values on color 4.65 (green to old green), 3.50 (quite soft to hard) and overall accaptence 3,80 (average to great)

Keywords : Brassica rapa I. Subsp. Perviridis Bayley, green mustard, heavy metal, washing and boiling.


(4)

iv RINGKASAN

Sawi hijau (Brassica rapa I. Subsp. Perviridis Bayley) adalah salah satu sayuran yang digemari oleh masyarakat di berbagai daerah di Indonesia. Hasil survai pendahuluan di pasar Badung (2015), terdapat 87% konsumen/pembeli yang menyukai sawi hijau dan sering mengkonsumsinya. Berdasarkan hasil wawancara di Dinas Pertanian Klungkung (2015), Klungkung merupakan salah satu penghasil tanaman sawi hijau tertinggi di Pulau Bali dengan luas lahan 507 Ha, dari luas lahan tersebut tanaman sawi hijau bisa menghasilkan 5,817 ton pada tahun 2014. Tanaman sawi hijau merupakan salah satu tanaman yang memiliki daya serap yang tinggi terhadap logam berat yang ada di lingkungan (Darmono, 2001).

Sawi hijau yang dianalisis untuk mengurangi cemaran logam berat Pb dan Cd adalah sawi hijau yang diperoleh di Desa Takmung, Kecamatan Banjarangkan. Daerah penanaman tersebut merupakan jalan raya tempat kendaraan bermotor lalu-lalang dengan mengeluarkan gas pencemar yang berasal dari asap kendaraan. Cara mengurangi kandungan cemaran logam berat Pb dan Cd pada sawi hijau dengan melakukan pengolahan pada sawi hijau, yang paling sederhana dan biasa dilakukan dimasyarakat adalah dengan pencucian dan perebusan. Berdasarkan penelitian pendahuluan, penelitian ini menggunakan pencucian dengan cara lain yaitu pencelupan 1, 2 dan 3 kali, 1 kali pencelupan selama 10 detik. Lama perebusan yaitu 1, 2 dan 3 menit.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh frekuensi pencelupan dan lama perebusan terhadap kadar logam berat Pb,Cd dan mutu sensoris


(5)

v

pada sawi hijau, serta untuk menentukan frekuensi pencelupan dan lama perebusan yang tepat untuk menurunkan kadar logam berat Pb,Cd sehingga menghasilkan karakteristik sawi hijau yang disukai.

Percobaaan ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) faktorial, dengan menggunakan 2 faktor sebagai perlakuan. Faktor 1 : frekuensi pencelupan dengan volume air 5 liter untuk 1 kg sawi hijau, dengan waktu pencelupan 1, 2 dan 3 kali, satu kali pencelupan selama 10 detik. Faktor 2 : lama perebusan selama 1, 2 dan 3 menit. Masing-masing perlakuan dikelompokkan sebanyak 2 kali sehingga diperoleh 18 unit percobaan. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah kadar logam berat Pb, Cd, analisis sensoris terhadap warna, tekstur dan penerimaan keseluruhan.

Brdasarkan hasil penelitian diperoleh rerata kadar Pb pada sawi hijau yang diperoleh di Desa Takmung (Identifikasi awal) adalah 1,6092ppm. Hasil ini menunjukkan bahwa kadar tersebut berada di atas batas maksimum cemaran logam berat Pb dalam bahan pangan khususnya buah dan sayur sebesar 0,3 ppm (SNI, 2009). Rerata kadar Cd adalah 0,6677 ppm. Hasil ini menunjukkan bahwa kadar tersebut berada diatas batas maksimum cemaran logam berat Cd dalam bahan pangan khususnya buah dan sayur sebesar 0,1 ppm (SNI, 2009).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi pencelupan, lama perebusan dan interaksi antar perlakuan berpengaruh sangat nyata terhadap penurunan kadar logam berat Pb, Cd, tingkat kesukaan terhadap warna, tekstur dan penerimaan keseluruhan pada sawi hijau. Perlakuan frekuensi pencelupan 3 kali dengan perebusan selama 3 menit merupakan perlakuan yang terbaik yaitu kandungan Pb 0,4717 ppm dan kadar


(6)

vi

Cd 0,4223 ppm, dengan nilai sensoris terhadap warna 4,65 (hijau-hijau tua), tekstur 3,50 (agak lunak-keras) dan penerimaan keseluruhan 3,80 (biasa-suka).


(7)

(8)

viii

RIWAYAT HIDUP

Dewa Ayu Trisna Budiari dilahirkan di Gianyar pada tanggal 5 Januari 1994. Penulis merupakan putri kedua dari empat bersaudara pasangan Dewa Gede Artha Putra dan Jero Nyoman Rusmini.

Penulis memulai pendidikan di SDN 2 Pejeng Kaja pada tahun 1999 dan menyelesaikannya pada tahun 2005, lalu melanjutkan pendidikan di SMPN 2 Tampaksiring dan berhasil menyelesaikannya pada tahun 2008. Tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan ke SMAN 1 Tampaksiring sampai dengan tahun 2011. Melalui jalur PMDK 1, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana pada tahun 2011dan masuk pada Jurusan Teknologi Industri Pertanian.

Selama masa perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan baik sebagai panitia pelaksana maupun sebagai panitia pengarah. Penulis juga aktif dalam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Basket Universitas Udayana.

Penulis menyelesaikan tugas akhirnya untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, dengan melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Frekuensi Pencucian dan Lama Perebusan Terhadap Kadar Logam Berat dan Mutu Sensoris Sawi Hijau (Brassica rapa I. Subsp. Perviridis Bayley)”.


(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan hidayah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Pengaruh Frekuensi Pencucian dan Lama Perebusan Terhadap Kadar Logam Berat dan Mutu Sensoris Sawi Hijau (Brassica rapa I. Subsp. Perviridis Bayley)” ini diajukan sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, di Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Bali. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setulusnya kepada :

1. Ibu I Gusti Ayu Lani Triani, STP., M.Si., selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Ir. Amna Hartiati, MP., selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan dan solusi dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak Dr. Ir. Dewa Gede Mayun Permana, MS., selaku Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana.

3. Bapak/Ibu dosen beserta pegawai di lingkungan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, atas fasilitas dan dukungan selama menempuh kuliah hingga penyusunan skripsi.

4. Keluarga tercinta khususnya Bapak, Mamak, Kakak, Adik-adikbeserta seluruh keluarga besar yang selalu jadi semangat bagi penulis dan selalu ada setiap saat bagi penulis. Terima kasih untuk doa, dukungan, perhatian, kepercayaan dan materi.


(10)

x

5. Sahabat selama kuliah Panji, Kayana, Iqbal, Fandi, Novi, Nita, Kiki, Juli, Iik, Dayu adi, Gus bram, Kak ninik, Kak lia, Eka, Teja, Irma karena sudah banyak mensupport dalam semua hal dan semua teman-teman di FTP Angkatan 2011, yang tak bisa disebut satu persatu, terima kasih atas segala bantuannya dalam perkuliahan, membuat tugas, praktikum dan penelitian hingga akhir skripsi ini.

Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa membalas semua budi baik ini dengan balasan yang lebih baik. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan segala bentuk kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan di masa mendatang. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bukit Jimbaran, 4 Januari 2016


(11)

xi DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSYARATAN ………... i

ABSTRAK ………... ii

RINGKASAN... iv

HALAMAN PERSETUJUAN ……… vi

RIWAYAT HIDUP ……….. viii

KATA PENGANTAR ………. ix

DAFTAR ISI ……… xi

DAFTAR TABEL ……… xiii

DAFTAR GAMBAR ……… xiv

DAFTAR LAMPIRAN ……… xv

I. PENDAHULUAN ……… 1

1.1. Latar Belakang ……… 1

1.2. Rumusan Masalah ……… 4

1.3. Tujuan Penelitian ………. 4

1.4. Manfaat Penelitian ……….. 4

II. TINJAUAN PUSTAKA………... 5

2.1. Tinjauan Umun Sawi Hijau………... 5

2.2. Logam Berat………..……... 7

2.3. Pb (Timbal)... 8


(12)

xii

2.5. Pencucian………... 12

2.6. Perebusan………... 13

III. METODE PENELITIAN……… 16

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ………. 16

3.2. Alat dan Bahan ……… 16

3.2.1. Bahan ……….... 16

3.2.2. Alat ………... 16

3.3. Rancangan Percobaan ……… 17

3.4. Pelaksanaan Penelitian..……… 17

3.5. Variabel yang diamati ………... 19

3.5.1. Analisis Logam Berat Pb dan Cd ……….... 19

3.5.2. Evaluasi Sensoris ... 21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 24

4.1. Kadar Pb pada Sawi Hijau ………...………. 24

4.2. Kadar Cd pada Sawi Hijau …...………... 26

4.3. Hasil Pengamatan Subjektif ... 28

V. KESIMPULAN DAN SARAN....………... 33

5.1. Kesimpulan……… 33

5.2. Saran ………...………. 33

DAFTAR PUSTAKA……….…… 34


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman 1. Kriteria dan skala numerik menyatakan penerimaan keseluruhan

sawi hijau……….. 23

2. Nilai rata-rata kadar logam berat Pb pada sawi hijau dengan perlakuan frekuensi pencucian dan lama perebusan ... 24

3. Nilai rata-rata kadar logam berat Cd pada sawi hijau dengan perlakuan frekuensi pencucian dan lama perebusan ... 27

4. Nilai rata-rata panelis terhadap warna sawi hijau ... 29

5. Nilai rata-rata panelis terhadap tekstur sawi hijau ... 30


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

No.JudulHalaman

1. Tanaman sawi hiijau ... 6 2. Diagram alir pelaksanaan penelitian ... 18


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuisioner uji duo trio ... 36

2. Kuisioner uji warna ... 37

3. Kuisioner uji tekstur ... 38

4. Kuisioner penerimaan keseluruhan ... 39

5. Colour chart ... 40

6. Analisis statistik Pb (timbal)... 41

7. Analisis statistik Cd (cadmium) ... 48

8. Data uji organoleptik terhadap warna sawi hijau dari perlakuan frekuensi pencucian dan lama perebusan ... 55

9. Data uji organoleptik terhadap tekstur sawi hijau dari perlakuan frekuensi pencucian dan lama perebusan ... 59

10.Data uji organoleptik terhadap penerimaan keseluruhan sawihijau dari perlakuan frekuensi pencucian dan lama perebusan ... 63


(16)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sayuran merupakan komoditi yang berprospek cerah karena dibutuhkan sehari-hari dan permintaannya cenderung terus meningkat sebagaimana jenis tanaman hortikultura lainnya, kebanyakan tanaman sayuran mempunyai nilai komersial yang cukup tinggi. Kenyataan ini dapat dipahami sebab sayuran senantiasa dikonsumsi setiap saat. Sawi hijau (Brassica rapa I. Subsp. Perviridis Bayley) adalah salah satu sayuran yang digemari oleh masyarakat di berbagai daerah di Indonesia. Hasil survai pendahuluan di pasar Badung (2015), terdapat 87% konsumen yang menyukai sawi hijau dan sering mengkonsumsinya. Berdasarkan hasil wawancara di Dinas Pertanian Klungkung (2015), Klungkung merupakan salah satu penghasil tanaman sawi hijau tertinggi di Pulau Bali dengan luas lahan 507 Ha, dari luas lahan tersebut tanaman sawi hijau bisa menghasilkan 5,817 ton pada tahun 2014.

Banyaknya jenis sayuran yang beredar di masyarakat namun tidak terjamin keamanannya perlu mendapatkan perhatian secara serius. Sawi hijau yang akan dianalisis untuk mengurangi cemaran logam berat Pb dan Cd adalah sawi hijau yang diperoleh di Desa Takmung, Kecamatan Banjarangkan. Daerah tersebut merupakan jalan raya tempat kendaraan berlalu-lalang dengan mengeluarkan gas pencemar yang berasal dari asap kendaraan. Sawi hijau yang dianalisis adalah sawi hijau yang diperoleh di Desa Takmung, yang telah


(17)

2

dilakukan identifikasi sebelumnya, bahwa sawi hijau ini memiliki kadar Pb yaitu 1,6092 ppm dan kadar Cd yaitu 0,6677 ppm. Fakta ini juga didukung oleh penelitian Triani (2010), yang memperoleh hasil kandungan Pb berkisar 1,64-2,82 ppm dan kandungan Cd berkisar 0,3853-0,3867 ppm pada kangkung yang ditanam di Jalan Ida Bagus Mantra Denpasar. Fakta lain didukung oleh penelitian Triani et al., (2011) bahwa rerata kadar Pb pada kangkung berkisar 1,6418-2,8170 ppm, hasil ini menunjukkan bahwa kadar tersebut berada di atas batas maksimum cemaran logam berat Pb dalam bahan pangan khususnya buah dan sayuran berdaun sebesar Pb 0,3 ppm.

Tanaman sawi hijau merupakan salah satu tanaman yang memiliki daya serap yang tinggi terhadap logam berat yang ada di lingkungan (Darmono, 2001). Logam berat yang ada di lingkungan tanah, air dan udara dengan suatu mekanisme masuk ke dalam makhluk hidup. Tanaman yang menjadi mediator penyebaran logam berat pada makhluk hidup menyerap logam berat melalui akar dan daun. Logam berat terserap ke dalam jaringan tanaman melalui akar, yang selanjutnya akan masuk ke dalam siklus rantai makanan (Darmono, 2001). Pada tingkat keluarga, usaha yang dapat dilakukan untuk menghindari bahaya logam berat dapat dilakukan antara lain dengan mencuci sayuran dan pemberian pemanasan dalam suhu mendidih pada waktu yang singkat (1-5 menit) yang bertujuan untuk mereduksi cemaran logam berat yang menempel pada permukaan sayur. Hal ini dilakukan sebelum sayuran dikonsumsi atau diolah lebih lanjut. Selain memblansir, mencuci kemudian mengukus atau merebus


(18)

3

sayuran merupakan cara aman untuk mengkonsumsi sayuran secara sehat (Munarso et al., 2005).

Penelitian Priandoko et al., (2013) melaporkan bahwa perlakuan pencucian pada wortel dapat menurunkan logam Pb dan Cd. Penelitian Triani et al., (2012) bahwa dengan perebusan kadar Pbdan Cd pada kangkung mengalami penurunan, kangkung sebelum perebusan adalah 1,494 ppm, setelah mengalami perebusan (3, 5, dan 7 menit) adalah 1,302; 1,300; dan 1,287 ppm sedangkan kadar Cd pada kangkung juga mengalami penurunan, kangkung sebelum perebusan adalah 0,3067 ppm, setelah mengalami perebusan adalah 0,300; 0,291; dan 0,280 ppm. Penelitian Budiarta et al., (2011) bahwa kangkung yang diperoleh di Kecamatan Denpasar Barat sebelum perebusan adalah 0,1918 ppm, setelah mengalami perebusan (3, 5 dan 7 menit) adalah 0,0177; 0,0169; dan 0,0000 ppm. Hasil penelitian yang didapatkan bahwa semakin lama perebusan semakin berkurang kadar Pb dalam kangkung, tetapi berdampak pada menurunnya mutu tekstur kangkung tersebut.

Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini dilakukan dengan proses pencucian yaitu dengan pencelupan sayuran ke dalam air dengan frekuensi 1, 2 dan 3 kali pencelupan, 1 kali pencelupan selama 10 detik, serta dilakukan perebusan sawi hijau selama 1, 2 dan 3 menit. Lama perebusan ini dilakukan sesuai dengan perebusan sayur yang biasa dilakukan di masyarakat. Dengan perlakuan ini diharapkan dapat mengurangi kandungan logam berat Pb dan Cd yang ada pada sawi hijau yang diperoleh di Desa Takmung, Kecamatan Banjarangkan. Batas maksimum cemaran logam berat dalam bahan pangan


(19)

4

khususnya buah dan sayuran berdaun sebesar Pb 0,3 ppm dan Cd 0,1 ppm (SNI, 2009).

1.2.Rumusan Masalah

1. Apakah frekuensipencelupan dan lama perebusan berpengaruh terhadap kadar logam berat Pb dan Cd serta mutu sensoris pada sawi hijau?

2. Pada frekuensipencelupan dan lama perebusan berapakah yang tepat untuk menurunkankadar logam berat Pb, Cd dan menghasilkan mutu sensoris sawi hijau yang baik?

1.3.Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh frekuensipencelupan dan lama perebusan terhadap kadar logam berat Pb dan Cd serta mutu sensoris pada sawi hijau.

2. Menentukan frekuensi pencelupan dan lama perebusan yang tepat untuk menurunkan kadar logam berat Pb, Cd dan menghasilkan sawi hijau yang bermutu secara sensoris.

1.4.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan informasi tentang pengaruh frekuensipencelupan dan lama perebusan yang dilakukan untuk mengurangi kadar logam berat Pb dan Cd serta mendapatkan karateristik sawi hijau yang disukai.


(20)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sawi Hijau (Brassica rapa I. Subsp. PerviridisBayley)

Tanaman sawi hijau (Brassica rapa I.Subsp. Perviridis Bayley) merupakan sayuran yang tumbuh lebih cepat dan tahan terhadap suhu rendah. Tanaman sawi hijau cocok ditanam di wilayah tropika dataran tinggi yang bersuhu dingin. Sayuran sawi hijau (Brassica rapa I.Subsp. Perviridis Bayley) merupakan sayuran yang bernilai tinggi dengan kandungan vitamin A dan vitamin C-nya yang tinggi. Sayuran sawi hijau dengan suhu pertumbuhan berkisar antara 12oC-22oC sedangkan suhu lebih dari 25oC dapat menunda pertumbuhan dan menurunkan kualitas tanaman. Intensitas cahaya yang tinggi dapat meningkatkan perkembangan daun yang lebar sedangkan suhu tinggi dapat meningkatkan perkembangan tangkai bunga. Tanaman sawi hijau berakar serabut yang tumbuh dan berkembang secara menyebar ke semua arah disekitar permukaan tanah, perakarannya sangat dangkal pada kedalaman sekitar 5 cm (Cahyono, 2003).

Daerah penanaman yang cocok untuk sawi hijau adalah mulai dari ketinggian 5 m sampai dengan 1.200 m di atas permukaan laut. Namun biasanya dibudidayakan pada daerah yang mempunyai ketinggian 100 m sampai 500 mdpl. Tanaman sawi tahan terhadap air hujan, sehingga dapat ditanam sepanjang tahun. Pada musim kemarau yang perlu diperhatikan adalah penyiraman secara teratur. Dengan demikian, tanaman ini cocok bila ditanam


(21)

6

pada akhir musim penghujan. Tanah yang cocok untuk ditanami sawi adalah tanah gembur, banyak mengandung humus, subur, serta pembuangan airnya baik. Derajat keasaman tanah yang optimal untuk pertumbuhannya adalah antara pH 6-pH 7. Sawi dapat ditanam secara monokultur maupun tumpang sari. Klasifikasi tanaman sawi hijau dapat dijabarkan sebagai berikut (Margiyanto, 2007):

Divisi : Spermatophyta, Subdivisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae,

Ordo : Rhoeadales (Brassicales), Famili : Cruciferae (Brassicaceae), Genus :Brassica,

Spesies : Brassica rapa I.Subsp. Perviridis Bayley.


(22)

7

2.2. Logam Berat

Logam berat adalah unsur logam yang mempunyai massa jenis lebih >5g/Cm3, logam berat tidak dapat didegradasi oleh tubuh, bersifat toksis meskipun pada konsentrasi rendah, dan keberadaannya dalam lingkungan perairan telah menjadi permasalahan bagi lingkungan hidup (Darmono, 2001). Logam berat merupakan komponen alami tanah. Elemen ini tidak dapat didegradasi maupun dihancurkan. Sifat toksisitas logam berat dapat dikelompokan ke dalam 3 kelompok, yaitu bersifat toksik tinggi yang terdiri dari atas unsur-unsur Hg, Cd, Pb, Cu, dan Zn, bersifat toksik sedang terdiri dari unsur-unsur Cr, Ni, dan Co, bersifat tosik rendah terdiri atas unsur Mn dan Fe. Toksisitas logam yang berbahaya dalam tubuh yaitu pada kadar >5g/Cm3.

Logam berat dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan, air minum, atau udara. Logam berat berpotensi menjadi racun jika konsentrasi dalam tubuh berlebih. Logam berat menjadi berbahaya disebabkan sistem bioakumulasi, yaitu peningkatan konsentrasi unsur kimia didalam tubuh makhluk hidup. Pemasok logam berat dalam tanah pertanian antara lain bahan agrokimia (pupuk), asap kendaraan bermotor, bahan bakar minyak, pupuk organik, buangan limbah rumah tangga, industri, dan pertambangan. Berbagai faktor lingkungan berpengaruh terhadap logam berat yaitu keasaman tanah, bahan organik, suhu, tekstur, mineral liat, kadar unsur lain dan lain-lain. pH adalah faktor penting yang menentukan transformasi logam. Penurunan pH secara umum meningkatkan ketersediaan logam berat (Darmono, 2001).


(23)

8

Menurut Darmono (2001), faktor yang menyebabkan logam berat termasuk dalam kelompok zat pencemar adalah karena adanya sifat-sifat logam berat yang tidak dapat terurai (non degradable) dan mudah diabsorbsi. Pemasok logam berat dalam tanah pertanian antara lain bahan agrokimia (pupuk dan pestisida), asap kendaraan bermotor, bahan bakar minyak, pupuk organik, buangan limbah rumah tangga, industri, dan pertambangan.

2.3. Timbal (Pb)

Timbal (Pb) merupakan logam yang sangat populer dan banyak dikenal oleh masyarakat awan. Hal ini disebabkan oleh banyaknya Pb yang digunakan di industri non pangan dan paling banyak menimbulkan keracunan pada makhluk hidup. Timbal adalah logam lunak kebiruan atau kelabu keperakan yang lazim terdapat dalam kandungan endapan sulfit yang tercampur mineral-mineral lain terutama seng dan tembagadengan kerapatan 11,48 g per ml pada suhu kamar serta mempunyai titik lebur 327,4oC. Nomor atomnya 82, titik didihnya 1725oC, massa atomnya 207,19 dan massa jenisnya adalah 11,34 g per ml. (Widowati, 2008). Sifat-sifat logam berat Pb yaitu Pb merupakan logam yang lunak, sehingga dapat dipotong dengan menggunakan pisau atau dengan tangan dan dapat di bentuk dengan mudah, Pb merupakan logam yang tahan terhadap peristiwa korosi atau karat sehingga logam Pb dapat digunakan sebagai bahan coating, mempunyai kerapatan yang lebih besar dibandingkan dengan logam-logam biasa kecuali emas dan merkuri, merupakan penghantar listrik yang tidak baik.


(24)

9

Penggunaan Pb terbesar adalah dalam industri baterai, kendaraan bermotor seperti timbal metalik dan komponen-komponennya. Timbal digunakan pada bensin untuk kendaraan, cat dan pestisida. Pencemaran Pb dapat terjadi di udara, air, maupun tanah. Pencemaran Pb merupakan masalah utama, tanah dan debu sekitar jalan raya pada umumnya telah tercemar bensin bertimbal selama bertahun-tahun (Sudarmadji, 2006).

Timbal sebagian besar diakumulasi oleh organ tanaman, yaitu daun, batang dan akar, dan akar umbi-umbian (bawang merah). Perpindahan Pb dari tanah ke tanaman tergantung komposisi dan pH tanah, serta KTK. Konsentrasi timbal yang tertinggi (100-1000 mg/kg) akan mengakibatkan pengaruh toksik pada proses fotosintesa dan pertumbuhan. Timbal hanya mempengaruhi tanaman bila konsentrasi tinggi. Tanaman dapat menyerap logam Pb pada saat kondisi kesuburan tanah, kandungan bahan organik, serta KTK tanah rendah. Pada keadaan ini logam berat Pb akan terlepas dari ikatan tanah dan berupa ion yang bergerak bebas pada larutan tanah(Sudarmadji, 2006).

Menurut Sudarmajiet al. (2006), efek dari paparan timbal (Pb) akan menimbulkan gangguan pada organ tubuh. Timbal sangat beracun dan merupakan penghambat yang kuat terhadap reaksi-reaksi enzim dalam tubuh, pengaruhnya pada manusia bersifat akumulatif. Timbal masuk kedalam tubuh sebagai timbal anorganik. Gejala yang timbul berupa adanya rasa logam disertai perasaan terbakar pada mulut, mulai muntah berwarna putih bercampur darah, rasa haus, keluarnya tinja berwarna hitam karena mengandung timbal, kelainan sistem saraf pusat, pengeluaran urine sangat sedikit dan berwarna merah, dan


(25)

10

bahkan dapat menyebabkan kematian dalam 1 sampai 3 hari. Keracunan timbal kronis memiliki gejala-gejala, seperti gangguan pada sistem pencernaan, gangguan pada sistem saraf pusat, gangguan pada sistem jantung dan peredaran darah, dan rasa nyeri pada sendi. Keracunan timbal akut ditandai dengan kadar timbal dalam darah lebih dari 0,72 mg/l (Sudarmadjiet al., 2006).

2.4. Cadmium (Cd)

Cadmium adalah salah satu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki nomor atom 48 dan massa atomnya 112,40. Cadmium merupakan suatu unsur yang dalam keadaan murni mempunyai warna putih keperakan, mempunyai aluminium (Darmono, 2001). Massa jenis cadmium adalah 8,65 g per ml. Mempunyai titik didih 765oC, sedangkan titik leburnya 320,9oC.

Cadmium merupakan salah satu logam racun berbahaya karena toksisitasnya yang tinggi (Darmono, 2001). Cadmium lebih mudah diakumulasi oleh tanaman dibandingkan dengan ion logam berat lainnya seperti timbal. Logam berat ini bergabung bersama timbal dan merkuri sebagai the big three heavy metal yang memiliki tingkat bahaya tertinggi pada kesehatan manusia.

Cadmium banyak digunakan dalam berbagai kegiatan industri. Pada industri cat dan plastik, kadmium digunakan sebagai bahan pewarna, biasanya dalam bentuk sulfida yang dapat memberi warna kuning sampai coklat sawo matang. Cadmium juga digunakan sebagai stabilisator pada pembuatan PVC (polivinil chlorida) atau plastik. Perpaduan antara nikel dan kadmium dapat digunakan untuk pembuatan aki (baterai) (Darmono, 2001).


(26)

11

Cadmium dalam air ditemukan dalam bentuk Cd2+. Sebagian besar Cadmium ditemukan dalam bentuk ion. Cadmium dalam air laut ditemukan sebagai senyawa klorida (CdCl2), sedangkan dalam air tawar ditemukan karbonat (CdCO3) (Darmono, 2001). Pencemaran cadmium dalam air dapat disebabkan kegiatan industri yang menghasilkan timbal cadmium dan persenyawaannya, limbah tekstil, pupuk organik yang mengandung Cd, penggunaan fungisida dalam bidang pertanian, kegiatan domestik manusia yang dapat mencemari air secara langsung maupun tidak langsung, atau penggunaan bahan dan peralatan yang mengandung cadmium.

Logam berat Cd terserap kedalam jaringan tanaman melalui akar, yang selanjutnya akan masuk kedalam siklus rantai makanan. Logam akan terakumulasi pada jaringan tubuh dan dapat menimbulkan keracunan bagi manusia, hewan, dan tumbuhan apabila melebihi batas toleransi. Proses absorpsi racun, termasuk logam berat dapat terjadi lewat beberapa bagian tumbuhan, yaitu : akar (terutama untuk zat anorganik dan zat hidrofilik), daun (bagi zat yang lipofilik), stomata untuk memasukkan gas (Darmono, 2001).

Kadmium dalam tubuh manusia bersumber dari udara yang masuk melalui pernafasan atau makanan yang masuk melalui saluran pencernaan. Kadmium yang terabsorpsi dalam tubuh, kemudian didistribusikan oleh darah ke berbagai jaringan, terutama terakumulasi dalam hati dan ginjal. Dua organ penting tersebut merupakan tempat penyimpanan kadmium dalam tubuh yang jumlahnya 50% dari total kadmium yang ada. Organ lainnya seperti paru-paru,


(27)

12

pankreas, usus, testis, otak, limpa, jantung, otot, dan jaringan lemak juga mengandung sejumlah kadmium tertentu (Darmono, 2001).

2.5. Pencucian

Pencucian adalah cara untuk membersihkan sayuran dari kotoran-kotoran yang menempel dan memberikan kesegaran. Pencucian dapat mengurangi kadar logam berat dan hama penyakit yang terbawa pada saat proses pemanenan. Macam-macam teknik pencucian yaitu pencucian dengan air mengalir dan pencucian dengan pencelupan. Pencucian dengan air mengalir adalah pencucian bahan dengan cara dicuci di bawah air mengalir unruk menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel. Pencucian dengan pencelupan adalah membersihkan kotoran pada bahan dengan cara mencelupkan bahan ke dalam air selama beberapa detik (Suryani, 2013).

Penelitian Priandoko et al., (2013) melaporkan bahwa perlakuan pencucian pada wortel dapat menurunkan logam Pb dan Cd. Berdasarkan penelitian pendahuluan pencucian pada penelitian ini akan dilakukan dengan cara lain yaitu pencucian dengan pencelupan 1, 2 dan 3 kali yaitu 1 kali pencelupan selama 10detik. Kandungan logam berat mengalami penurunan. disebabkan oleh kelarutan logam berat yang rendah sehingga logam berat dapat ikut larut dalam air. Onggo (2009), melaporkan bahwa Pb yang disemprotkan pada tanaman juga sebagian dapat berkurang bila tanaman dicuci, Pb yang masuk dalam tanaman tergantung dari kelarutan senyawanya, jika kelarutan rendah dapat menyebabkan lebih banyak Pb yang tinggal dipermukaan, sehingga lebih banyak tercuci.


(28)

13

Kualitas air yang digunakan untuk membersihkan mutlak diperlukan, karena air juga sangat mempengaruhi keberadaan cemaran pada saat pencucian sayuran. Pencucian yang tidak sempurna akan mempengaruhi mikroorganime patogen yang terdapat pada sayuran. Pencucian juga menunjukkan adanya beberapa mikroorganisme serta logam berat yang tidak hilang akibat pencucian jika tidak dilakukan dengan teknik yang benar. Air bersih adalah air yang tidak berwarna, berbau, dan berasa, serta bebas dari mikroorganisme patogen (Suryani, 2013). Sumber air yang tidak bersih sering tercemar oleh berbagai kontaminan, terutama bakteri penyebab penyakit infeksi. Hal ini diperlukan terutama masyarakat yang gemar mengkonsumsi sayuran mentah atau sebagai lalapan.

2.6. Perebusan (Boiling)

Perebusan adalah proses memasak makanan di dalam air mendidih, atau memasak makanan berbasis pada cairan seperti kaldu, santan atau susu yang direbus. Ketika bahan cair dipanaskan sampai titik didih (100oC), maka terjadi penguapan cairan secara cepat. Jenis-jenis perebusan yaitu nucleate boiling, film boiling, dan transition boiling sesuai suhu perebusan yang bertingkat dari suhu panas yang rendah sampai ke suhu panas tinggi. Nucleate boiling adalah karakteristik perebusan yang baru dimulai dan mulai tampak gelembung air di permukaan. Jumlah gelembung yang seperti sel inti (nucleate) dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan suhu perebusan. Dalam keadaan khusus, perebusan dapat ditunda apabila air perebus bergolak terlalu berlebihan dengan cara menghentikan perebusan secara tiba-tiba (Mulyatiningsih, 2007).


(29)

14

Penguapan mulai terjadi pada saat suhu permukaan cairan yang direbus telah mencapai nilai maksimum. Karakteristik film boiling terjadi selama proses perebusan sedang mengalami penguapan, kemudian sumber panas dihentikan secara tiba-tiba. Lapisan uap yang berada di atas permukaan cairan dinamakan film boiling. Transition boiling adalah perebusan yang tidak stabil, hal ini terjadi karena suhu perebusan diubah-ubah antara suhu maksimum (nucleation) dan minimum (film boiling). Air perebus yang memiliki suhu tinggi dapat menyebabkan bahan yang direbus menjadi cepat masak. Peningkatan suhu dapat dilakukan dengan menutup panci perebus sehingga uap air dari air yang mendidih tidak keluar. Uap air yang tertahan di dalam panci dapat meningkatkan tekanan udara yang mempercepat proses pemasakan bahan makanan. Boillingmembutuhkan waktu lebih lama untuk merebus sayur karena batas waktu yang digunakan adalah sampai sayuran tersebut matang (Mulyatiningsih, 2007).Proses perebusan dapat menyebabkan senyawa pengikat logam pada tumbuhan melepaskan ikatannya sehingga senyawa Pb yang terikat pada jaringan tumbuhan sawi hijau dapat terlepas (Winarno, 2004).

Pada penelitian yang dilakukan Triani et al., (2012) terdapat penurunan rata-rata kadar Pb dan Cd pada kangkung yang tidak diberi perlakuan perebusan dengan perebusan yaitu kangkung sebelum perebusan adalah 1,494 ppm, setelah mengalami perebusan (3, 5, dan 7 menit) adalah 1,302; 1,300; dan 1,287 ppm sedangkan kadar Cd pada kangkung juga mengalami penurunan, kangkung sebelum perebusan adalah 0,3067 ppm, setelah mengalami perebusan adalah 0,300; 0,291; dan 0,280 ppm. Hasil penelitian yang didapatkan bahwa semakin


(30)

15

lama perebusan semakin berkurang kadar Pb dan Cd dalam kangkung, tetapi berdampak pada menurunnya mutu tekstur kangkung tersebut. Berdasarkan penelitian pendahuluan, perebusan sawi hijau dengan lama perebusan 4 menit menghasilkan sawi hijau yang sudah terlalu matang, sehingga pada penelitian ini digunakan waktu perebusan yaitu 1, 2 dan 3 menit.


(1)

bahkan dapat menyebabkan kematian dalam 1 sampai 3 hari. Keracunan timbal kronis memiliki gejala-gejala, seperti gangguan pada sistem pencernaan, gangguan pada sistem saraf pusat, gangguan pada sistem jantung dan peredaran darah, dan rasa nyeri pada sendi. Keracunan timbal akut ditandai dengan kadar timbal dalam darah lebih dari 0,72 mg/l (Sudarmadjiet al., 2006).

2.4. Cadmium (Cd)

Cadmium adalah salah satu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki nomor atom 48 dan massa atomnya 112,40. Cadmium merupakan suatu unsur yang dalam keadaan murni mempunyai warna putih keperakan, mempunyai aluminium (Darmono, 2001). Massa jenis cadmium adalah 8,65 g per ml. Mempunyai titik didih 765oC, sedangkan titik leburnya 320,9oC.

Cadmium merupakan salah satu logam racun berbahaya karena toksisitasnya yang tinggi (Darmono, 2001). Cadmium lebih mudah diakumulasi oleh tanaman dibandingkan dengan ion logam berat lainnya seperti timbal. Logam berat ini bergabung bersama timbal dan merkuri sebagai the big three heavy metal yang memiliki tingkat bahaya tertinggi pada kesehatan manusia.

Cadmium banyak digunakan dalam berbagai kegiatan industri. Pada industri cat dan plastik, kadmium digunakan sebagai bahan pewarna, biasanya dalam bentuk sulfida yang dapat memberi warna kuning sampai coklat sawo matang. Cadmium juga digunakan sebagai stabilisator pada pembuatan PVC (polivinil chlorida) atau plastik. Perpaduan antara nikel dan kadmium dapat digunakan untuk pembuatan aki (baterai) (Darmono, 2001).


(2)

Cadmium dalam air ditemukan dalam bentuk Cd2+. Sebagian besar

Cadmium ditemukan dalam bentuk ion. Cadmium dalam air laut ditemukan sebagai senyawa klorida (CdCl2), sedangkan dalam air tawar ditemukan

karbonat (CdCO3) (Darmono, 2001). Pencemaran cadmium dalam air dapat

disebabkan kegiatan industri yang menghasilkan timbal cadmium dan persenyawaannya, limbah tekstil, pupuk organik yang mengandung Cd, penggunaan fungisida dalam bidang pertanian, kegiatan domestik manusia yang dapat mencemari air secara langsung maupun tidak langsung, atau penggunaan bahan dan peralatan yang mengandung cadmium.

Logam berat Cd terserap kedalam jaringan tanaman melalui akar, yang selanjutnya akan masuk kedalam siklus rantai makanan. Logam akan terakumulasi pada jaringan tubuh dan dapat menimbulkan keracunan bagi manusia, hewan, dan tumbuhan apabila melebihi batas toleransi. Proses absorpsi racun, termasuk logam berat dapat terjadi lewat beberapa bagian tumbuhan, yaitu : akar (terutama untuk zat anorganik dan zat hidrofilik), daun (bagi zat yang lipofilik), stomata untuk memasukkan gas (Darmono, 2001).

Kadmium dalam tubuh manusia bersumber dari udara yang masuk melalui pernafasan atau makanan yang masuk melalui saluran pencernaan. Kadmium yang terabsorpsi dalam tubuh, kemudian didistribusikan oleh darah ke berbagai jaringan, terutama terakumulasi dalam hati dan ginjal. Dua organ penting tersebut merupakan tempat penyimpanan kadmium dalam tubuh yang jumlahnya 50% dari total kadmium yang ada. Organ lainnya seperti paru-paru,


(3)

pankreas, usus, testis, otak, limpa, jantung, otot, dan jaringan lemak juga mengandung sejumlah kadmium tertentu (Darmono, 2001).

2.5. Pencucian

Pencucian adalah cara untuk membersihkan sayuran dari kotoran-kotoran yang menempel dan memberikan kesegaran. Pencucian dapat mengurangi kadar logam berat dan hama penyakit yang terbawa pada saat proses pemanenan. Macam-macam teknik pencucian yaitu pencucian dengan air mengalir dan pencucian dengan pencelupan. Pencucian dengan air mengalir adalah pencucian bahan dengan cara dicuci di bawah air mengalir unruk menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel. Pencucian dengan pencelupan adalah membersihkan kotoran pada bahan dengan cara mencelupkan bahan ke dalam air selama beberapa detik (Suryani, 2013).

Penelitian Priandoko et al., (2013) melaporkan bahwa perlakuan pencucian pada wortel dapat menurunkan logam Pb dan Cd. Berdasarkan penelitian pendahuluan pencucian pada penelitian ini akan dilakukan dengan cara lain yaitu pencucian dengan pencelupan 1, 2 dan 3 kali yaitu 1 kali pencelupan selama 10detik. Kandungan logam berat mengalami penurunan. disebabkan oleh kelarutan logam berat yang rendah sehingga logam berat dapat ikut larut dalam air. Onggo (2009), melaporkan bahwa Pb yang disemprotkan pada tanaman juga sebagian dapat berkurang bila tanaman dicuci, Pb yang masuk dalam tanaman tergantung dari kelarutan senyawanya, jika kelarutan rendah dapat menyebabkan lebih banyak Pb yang tinggal dipermukaan, sehingga lebih banyak tercuci.


(4)

Kualitas air yang digunakan untuk membersihkan mutlak diperlukan, karena air juga sangat mempengaruhi keberadaan cemaran pada saat pencucian sayuran. Pencucian yang tidak sempurna akan mempengaruhi mikroorganime patogen yang terdapat pada sayuran. Pencucian juga menunjukkan adanya beberapa mikroorganisme serta logam berat yang tidak hilang akibat pencucian jika tidak dilakukan dengan teknik yang benar. Air bersih adalah air yang tidak berwarna, berbau, dan berasa, serta bebas dari mikroorganisme patogen (Suryani, 2013). Sumber air yang tidak bersih sering tercemar oleh berbagai kontaminan, terutama bakteri penyebab penyakit infeksi. Hal ini diperlukan terutama masyarakat yang gemar mengkonsumsi sayuran mentah atau sebagai lalapan.

2.6. Perebusan (Boiling)

Perebusan adalah proses memasak makanan di dalam air mendidih, atau memasak makanan berbasis pada cairan seperti kaldu, santan atau susu yang direbus. Ketika bahan cair dipanaskan sampai titik didih (100oC), maka terjadi penguapan cairan secara cepat. Jenis-jenis perebusan yaitu nucleate boiling, film boiling, dan transition boiling sesuai suhu perebusan yang bertingkat dari suhu panas yang rendah sampai ke suhu panas tinggi. Nucleate boiling adalah karakteristik perebusan yang baru dimulai dan mulai tampak gelembung air di permukaan. Jumlah gelembung yang seperti sel inti (nucleate) dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan suhu perebusan. Dalam keadaan khusus, perebusan dapat ditunda apabila air perebus bergolak terlalu berlebihan dengan cara menghentikan perebusan secara tiba-tiba (Mulyatiningsih, 2007).


(5)

Penguapan mulai terjadi pada saat suhu permukaan cairan yang direbus telah mencapai nilai maksimum. Karakteristik film boiling terjadi selama proses perebusan sedang mengalami penguapan, kemudian sumber panas dihentikan secara tiba-tiba. Lapisan uap yang berada di atas permukaan cairan dinamakan film boiling. Transition boiling adalah perebusan yang tidak stabil, hal ini terjadi karena suhu perebusan diubah-ubah antara suhu maksimum (nucleation) dan minimum (film boiling). Air perebus yang memiliki suhu tinggi dapat menyebabkan bahan yang direbus menjadi cepat masak. Peningkatan suhu dapat dilakukan dengan menutup panci perebus sehingga uap air dari air yang mendidih tidak keluar. Uap air yang tertahan di dalam panci dapat meningkatkan tekanan udara yang mempercepat proses pemasakan bahan makanan. Boillingmembutuhkan waktu lebih lama untuk merebus sayur karena batas waktu yang digunakan adalah sampai sayuran tersebut matang (Mulyatiningsih, 2007).Proses perebusan dapat menyebabkan senyawa pengikat logam pada tumbuhan melepaskan ikatannya sehingga senyawa Pb yang terikat pada jaringan tumbuhan sawi hijau dapat terlepas (Winarno, 2004).

Pada penelitian yang dilakukan Triani et al., (2012) terdapat penurunan rata-rata kadar Pb dan Cd pada kangkung yang tidak diberi perlakuan perebusan dengan perebusan yaitu kangkung sebelum perebusan adalah 1,494 ppm, setelah mengalami perebusan (3, 5, dan 7 menit) adalah 1,302; 1,300; dan 1,287 ppm sedangkan kadar Cd pada kangkung juga mengalami penurunan, kangkung sebelum perebusan adalah 0,3067 ppm, setelah mengalami perebusan adalah 0,300; 0,291; dan 0,280 ppm. Hasil penelitian yang didapatkan bahwa semakin


(6)

lama perebusan semakin berkurang kadar Pb dan Cd dalam kangkung, tetapi berdampak pada menurunnya mutu tekstur kangkung tersebut. Berdasarkan penelitian pendahuluan, perebusan sawi hijau dengan lama perebusan 4 menit menghasilkan sawi hijau yang sudah terlalu matang, sehingga pada penelitian ini digunakan waktu perebusan yaitu 1, 2 dan 3 menit.


Dokumen yang terkait

Tanggap Pertumbuhan Dan Produksi Sawi (Brassica Juncea L.) Terhadap Pemberian Pupuk Cair

0 68 64

Kandungan Logam Berat Kadmium Pada Tanaman Sawi (Brassica Juncea L. ) Akibat Pemupukan Fosfat

1 47 65

Pengaruh Lama Penggilingan dan Frekuensi Pencucian terhadap Mutu Tepung Ikan Sapu-sapu (fish flour)

0 13 83

Kombinasi Suhu Air dan Lama Perendaman pada Hydrocooling untuk Mempertahankan Kesegaran Sawi Hijau (Brassica juncea)

3 11 58

Aplikasi Commodity System Assessment Method (CSAM) Pada Penanganan Pasca Panen Sawi Hijau (Brassica rapa I. Subsp.Perviridis Bayley) dari Petani di Kecamatan Banjarangkan Sampai Pengecer.

2 10 33

PENGARUH PERLAKUAN PENCUCIAN DAN PEREBUSAN TERHADAP KADAR RESIDU INSEKTISIDA DAN KARAKTERISTIK SENSORIS PADA SAYURAN KEMBANG KOL (Brassica oleracea var.botrytis L).

0 0 14

PENGARUH PERLAKUAN PENCUCIAN DAN PEREBUSAN TERHADAP KADAR RESIDU INSEKTISIDA DAN KARAKTERISTIK SENSORIS PADA SAYURAN KEMBANG KOL (Brassica oleracea var.botrytis L).

0 0 11

PENGARUH LAMA PEREBUSAN TERHADAP KADAR KALSIUM PADA SAYUR BROKOLI (Brassica oleracea L.)

0 0 17

PENGARUH PEREBUSAN, PENYIMPANAN, DAN PEMANASAN ULANG TERHADAP KARAKTERISTIK WARNA, KANDUNGAN VITAMIN C, DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN PADA SAWI HIJAU (Brassica rapa parachinensis) DAN SAWI PUTIH (Brassica rapa pekinensis) THE EFFECT OF BOILING, STORAGE, AND R

0 0 10

PENGARUH SUHU PEREBUSAN TERHADAP KANDUNGAN VITAMIN C, AKTIVITAS ANTIOKSIDAN, TEKSTUR, DAN WARNA PADA SAWI HIJAU (Brassica rapa parachinensis L. H. Bailey) - Unika Repository

0 0 11