Karakterisasi Simplisia Dan Skrining Fitokimia Serta Isolasi Steroid Triterpenoid Dari Ekstrak N-Heksana Herba Kurmak Mbelin (Enydra fluctuans Lour.)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
Uraian tumbuhan meliputi habitat, nama daerah, nama asing, morfologi
tumbuhan, sistematika tumbuhan, kandungan kimia dan kegunaan dari tumbuhan.
2.1.1 Daerah Tumbuh
Kurmak mbelin adalah tumbuhan yang berasal dari wilayah Indo-China,
yang tumbuh di daerah tropis di Asia dan Afrika. Tumbuhan ini umum ditemukan
di Asia Tenggara dan beberapa negara di Asia Selatan (Kuri, et al., 2014).
Tumbuhan kurmak mbelin terdapat pada daerah yang beriklim subtropis
dan tropis. Tumbuhan ini tumbuh di dataran tinggi dengan ketinggian 1800 m dari
permukaan laut. Tumbuhan ini biasanya terdapat di selokan atau aliran sungai
kecil, tepi kolam ikan, rawa dan sawah (Anonim, 2010).
2.1.2 Nama Daerah
Nama daerah kurmak mbelin menurut Anonim (2010) adalah sebagai
berikut:
Sumatera
: Ambur
Jawa Barat
: Kokoha, Godobos
2.1.3 Nama Asing
Nama asing kurmak mbelin menurut Ali, et., al (2013) dan Uddin (2013)
adalah sebagai berikut:
Bangladesh
: Helencha, Harhack, Hinchashak
Filipina
: Kangkong kelabaw
India
: Harkuch, Haruch, Matsayaakhsi
5
Universitas Sumatera Utara
Indonesia
: Kokoha, Godobos, Ambur
Kamboja
: Kanting ring
Inggris
: Buffalo spinach, Water cress, Marsh herb
Malaysia
: Chengkeru, Kangkong kerbau
Thailand
: Phakbum-ruang, Phakpaeng
2.1.4 Sistematika Tumbuhan
Sistematika tumbuhan kurmak mbelin menurut Ali, et al., (2013) adalah
sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Asterales
Famili
: Asteraceae
Genus
: Enydra
Spesies
: Enydra fluctuans Lour.
2.1.5 Morfologi Tumbuhan
Kurmak mbelin adalah tumbuhan yang berwarna hijau dan tumbuh
berkelompok. Batangnya berbentuk silinder dengan diameter 0,5 - 1 cm, panjang
30-100 cm atau lebih, berongga, berbulu dan sedikit bercabang. Daunnya
berbentuk lanset dengan ukuran 2 - 10 cm x 0,5 - 2 cm. Susunan daunnya
bersilang, pangkal daun rata, ujung daun runcing dan tepi daun bergerigi.
Bunganya berbentuk bundar dengan diameter sampai 1 cm, mahkota bunga 4
helai. Warna bunga putih atau putih kehijauan (Anonim, 2010).
6
Universitas Sumatera Utara
2.1.6 Kandungan kimia
Tumbuhan kurmak mbelin kaya akan protein dan merupakan penghasil βcarotene yang baik (3,7 - 4,2 mg/100 g berat tumbuhan segar). Tumbuhan ini
mengandung saponin, tanin, steroid, glikosida, kaurol, giberelin A9 dan A13,
seskiterpen laktonnya yaitu germakranolida, enhydrin, fluctuanin dan fluctuandin
(Ali, et al., 2013).
2.1.7 Kegunaan
Semua bagian kurmak mbelin yang berwarna hijau terutama pucuk muda,
digunakan sebagai sayur di Asia Tenggara, baik mentah maupun direbus. Di
Kolkata, daun tumbuhan ini dibuat menjadi jus dan digunakan sebagai tonik yang
diberikan pada penderita neuralgia dan penyakit saraf lainnya. Di Filipina,
daunnya ditumbuk dan digunakan untuk mengobati kulit yang melepuh pada
penderita
penyakit
herpes.
Daunnya
sedikit
pahit,
digunakan
sebagai
antiinflamasi, pencahar, pengobatan penyakit kulit dan cacar. Berdasarkan hasil
penelitian, telah dilaporkan bahwa tumbuhan ini memiliki aktivitas antioksidan,
antimikroba, antihelmintik dan hipotensif (Ali, et al., 2013; Kumar, et al., 2012).
2.2
Uraian Kandungan Kimia Tumbuhan
2.2.1 Alkaloida
Alkaloida merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar.
Alkaloida mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih
atom nitrogen, biasanya sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloida mempunyai
aktivitas fisiologi yang menonjol sehingga banyak diantaranya digunakan dalam
bidang pengobatan (Harborne, 1987).
7
Universitas Sumatera Utara
Contoh:
Gambar 2.1 Koniina
2.2.2 Flavonoida
Golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3C6. Yang berarti, kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzena
tersubstitusi) disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon (Robinson, 1995).
Flavonoid mencakup banyak pigmen yang paling umum dan terdapat pada
seluruh dunia tumbuhan mulai dari fungi sampai angiospermae. Beberapa fungsi
flavonoid untuk tumbuhan ialah sebagai pengatur tumbuh, pengatur fotosintesis,
antimikroba dan antivirus (Robinson, 1995).
Contoh:
Gambar 2.2 Hesperetin
2.2.3 Saponin
Saponin mula-mula diberi nama demikian karena sifatnya yang menyerupai
sabun (bahasa Latin sapo berarti sabun). Saponin adalah senyawa aktif permukaan
yang kuat yang menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi
yang rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah merah. Dalam larutan yang
8
Universitas Sumatera Utara
sangat encer saponin sangat beracun untuk ikan, dan tumbuhan yang mengandung
saponin telah digunakan sebagai racun ikan selama beratus-ratus tahun. Beberapa
saponin bekerja sebagai antimikroba (Robinson, 1995).
Molekul saponin terdiri dari dua bagian yaitu, aglikon dan glikon. Bagian
aglikon atau non-sakarida dari molekul molekul saponin disebut genin atau
sapogenin. Berdasarkan aglikonnya, Hostettman dan Marston (1995) membagi
saponin menjadi 3 kelas utama yaitu:
1. Glikosida triterpenoid
2. Glikosida steroid
3. Glikosida steroid alkaloid
Contoh:
Gambar 2.3 Diosgenin
2.2.4 Tanin
Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae
terdapat khusus dalam jaringan kayu. Pada kenyataanya, sebagian besar tumbuhan
yang banyak tanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena rasanya yang
sepat (Harborne, 1987).
Contoh:
Gambar 2.4 Katekin
9
Universitas Sumatera Utara
2.2.5 Glikosida
Glikosida adalah suatu golongan senyawa bila dihidrolisis akan terurai
menjadi gula (glikon) dan senyawa lain (aglikon atau genin). Umumnya glikosida
mudah terhidrolisis oleh asam mineral atau enzim. Hidrolisis oleh asam
memerlukan panas, sedangkan hidrolisis oleh enzim tidak memerlukan panas
(Sirait, 2007).
Berdasarkan ikatan antara glikon dan aglikon, glikosida dapat dibedakan
menjadi (Sirait, 2007):
a. Tipe O-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan aglikon melalui
jembatan O.
Contoh:
Gambar 2.5 Dioscin
b. Tipe S-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan aglikon melalui jembatan
S.
Contoh:
Gambar 2.6 Sinigrin
10
Universitas Sumatera Utara
c. Tipe N-glikosida, ikatan antara bagian dari glikon dengan aglikon melalui
jembatan N.
Contoh:
Gambar 2.7 Nikleosidin
d. Tipe C-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan aglikon melalui
jembatan C.
Contoh:
Gambar 2.8 Aloin
2.2.6 Glikosida antrakuinon
Golongan kuinon alam terbesar terdiri dari antrakuinon. Beberapa
antrakuinon merupakan zat warna penting dan yang lainnya sebagai pencahar.
Keluarga tumbuhan yang kaya akan senyawa jenis ini ialah Rubiaceae,
Rhamnaceae, Polygonaceae (Robinson, 1995). Contoh: Aloin.
2.2.7 Steroid/triterpenoid
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam
satuan isoprena dan secara biosintesis masuk jalur asam mevalonat diturunkan
11
Universitas Sumatera Utara
dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena. Triterpenoid berupa senyawa tanpa
warna, berbentuk kristal, sering kali bertitik leleh tinggi dan aktif optik. Uji yang
banyak digunakan ialah reaksi Liebermann-Burchard yang dengan kebanyakan
triterpena dan sterol memberikan warna hijau-biru (Harborne, 1987).
Triterpenoid dapat dibagi atas 4 kelompok senyawa yaitu:
1. Triterpen sebenarnya
Contoh:
Gambar 2.9 ɑ-amirin
2. Steroid
Contoh:
Gambar 2.10 Sitosterol
3. Saponin
Contoh: Diosgenin
4. Glikosida jantung
Contoh:
Gambar 2.11 Digitogenin
12
Universitas Sumatera Utara
Senyawa triterpenoid merupakan komponen aktif dalam tumbuhan obat
yang telah digunakan untuk penyakit termasuk diabetes, gangguan menstruasi,
patukan ular, gangguan kulit, kerusakan hati, dan malaria (Harborne, 1987;
Robinson, 1995).
Sterol adalah triterpen yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana
perhidrofenantren. Dahulu steroid dianggap sebagai senyawa satwa (digunakan
sebagai hormon kelamin, asam empedu) tetapi pada tahun-tahun terakhir ini
makin banyak senyawa steroid yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan
(Harborne, 1987; Robinson, 1995).
Gambar 2.12 Struktur dasar steroida dan sistem penomorannya
Menurut asalnya senyawa steroid dibagi atas:
a.
Zoosterol, yaitu steroid yang berasal dari hewan.
Contoh:
Gambar 2.13 Kolesterol
b.
Fitosterol, yaitu steroid yang berasal dari tumbuhan.
Contoh:
Gambar 2.14 Stigmasterol
13
Universitas Sumatera Utara
c.
Mycosterol, yaitu steroid yang berasal dari fungi.
Contoh:
Gambar 2.15 Ergosterol
d.
Marinesterol, yaitu steroid yang berasal dari organisme laut.
Contoh:
Gambar 2.16 Spongesterol
2.3
Ekstraksi
Ekstraksi adalah penyarian komponen aktif dari suatu jaringan tumbuhan
atau hewan dengan menggunakan pelarut yang cocok (Handa, 2008).
Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu:
A. Cara dingin
1. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
kamar. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus –
menerus). Remaserasi berarti dilakukan penyaringan maserat pertama, dan
seterusnya (Depkes, 2000).
2. Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu
baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.
14
Universitas Sumatera Utara
Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap maserasi antara,
tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus
sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1 - 5 kali bahan (Depkes,
2000).
B. Cara panas
1. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur
titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik.
2. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40 - 50oC.
3. Sokletasi
Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang
selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi
ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya
pendingin balik.
4. Infundasi
Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas mendidih, temperatur terukur 96 98oC) selama waktu tertentu (15 - 20 menit).
15
Universitas Sumatera Utara
5. Dekoktasi
Dekoktasi adalah infus pada waktu yang lebih lama
≥30 ( menit) dan
temperatur sampai titik didih air (Depkes, 2000).
2.4
Kromatografi
Kromatografi adalah suatu metode pemisahan berdasarkan perbedaan
perpindahan dari komponen-komponen senyawa di antara dua fase yaitu fase
diam (dapat berupa zat cair atau zat padat) dan fase gerak (dapat berupa gas atau
zat cair). Jika fase diam berupa zat padat maka cara tersebut dikenal sebagai
kromatografi serapan, jika zat cair dikenal sebagai kromatografi partisi (Depkes,
1995; Sastrohamidjojo, 1985).
Pemisahan dan pemurnian kandungan kimia tumbuhan terutama dilakukan
dengan menggunakan salah satu dari lima teknik kromatografi atau gabungan
teknik tersebut. Kelima teknik kromatografi itu adalah: kromatografi kolom (KK),
kromatografi kertas (KKt), kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi gas cair
(KGC), dan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Pemilihan teknik
kromatografi sebagian bergantung pada sifat kelarutan dan keatsirian senyawa
yang akan dipisah (Harborne, 1987).
2.4.1 Kromatografi lapis tipis
Kromatografi lapis tipis merupakan metode pemisahan campuran analit
dengan mengelusi analit melalui suatu lempeng kromatografi lalu melihat
komponen/analit yang terpisah dengan penyemprotan atau pewarnaan (Gandjar
dan Abdul, 2012).
Lapisan pemisah, yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam),
ditempatkan pada penyangga berupa plat gelas, logam atau lapisan yang cocok.
16
Universitas Sumatera Utara
Campuran yang akan dipisah, berupa larutan ditotolkan berupa bercak ataupun
pita, setelah plat atau lapisan dimasukkan ke dalam bejana tertutup rapat yang
berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama
pengembangan, selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan
(Stahl, 1985).
Pendeteksian bercak hasil pemisahan dapat dilakukan dengan beberapa
cara. Untuk senyawa tak berwarna cara yang paling sederhana adalah dilakukan
pengamatan dengan sinar ultraviolet. Beberapa senyawa organik bersinar atau
berfluorosensi jika disinari dengan sinar ultraviolet gelombang pendek (254 nm)
atau gelombang panjang (366 nm), jika dengan cara itu senyawa tidak dapat
dideteksi maka harus disemprot dengan pereaksi yang membuat bercak tersebut
tampak yaitu pertama tanpa pemanasan, kemudian bila perlu dengan pemanasan
(Gritter, et al., 1991; Stahl, 1985).
a.
Fase diam (lapisan penyerap)
Fase diam berupa lapisan tipis yang terdiri atas bahan padat yang
dilapiskan pada permukaan penyangga datar yang biasanya terbuat dari kaca,
plastik atau logam. Lapisan fase diam melekat pada permukaan dengan bantuan
bahan pengikat, biasanya kalsium sulfat atau amilum (Gritter, et al., 1991).
Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit
kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensinya
dan resolusinya. Penyerap yang paling sering digunakan adalah silika gel dan
serbuk selulosa (Gandjar dan Abdul, 2012).
17
Universitas Sumatera Utara
b.
Fase gerak (pelarut pengembang)
Fase gerak ialah medium angkut yang terdiri atas satu atau campuran
beberapa pelarut, jika diperlukan sistem pelarut multi komponen, harus berupa
suatu campuran sesederhana mungkin yang terdiri atas maksimum tiga komponen
(Stahl, 1985).
Pemisahan pada KLT dikendalikan oleh rasio distribusi komponen dalam
sistem fase diam/penyerap dan fase gerak tertentu. Profil pemisahan pada KLT
dapat dimodifikasi dengan mengubah rasio distribusi dengan mengubah
komposisi fase gerak dengan memperhatikan polaritas (Gandjar dan Abdul, 2012).
c.
Harga Rf
Mengidentifikasi noda-noda dalam kromatogram KLT sangat lazim
menggunakan harga Rf (Retardation Factor) yang didefinisikan sebagai:
Rf =
Jarak titik pusat bercak dari titik awal
Jarak garis depan pelarut dari titik awal
Faktor-faktor yang mempengaruhi harga Rf: a. struktur kimia dari senyawa yang
sedang dipisahkan, b. Sifat penyerap, c. tebal dan kerataan lapisan penyerap, d.
pelarut dan derajat kemurniannya, e. derajat kejenuhan uap pengembang dalam
bejana, f. teknik percobaan, g. jumlah cuplikan yang digunakan, h. Suhu dan i.
kesetimbangan (Sastrohamidjojo, 1985).
2.4.2 Kromatografi kolom
Kromatografi kolom berupa pipa gelas yang dilengkapi dengan kran dan
gelas penyaring didalamnya. Ukuran kolom tergantung pada banyaknya zat yang
akan dipisahkan. Untuk menahan penyerap yang diletakkan di dalam kolom dapat
digunakan gelas wool atau kapas (Sastrohamidjojo, 1985).
18
Universitas Sumatera Utara
Kromatografi kolom biasanya dikembangkan dengan campuran pelarut
yang terus-menerus berubah dengan cara landaian. Eluat yang keluar dari dasar
kolom harus dipantau untuk mengetahui dimana linarut itu berada. Ini dapat
dilakukan secara terus-menerus dengan memakai detektor yang cocok atau dengan
membagi eluat menjadi sejumlah cuplikan yang berurutan dan menganalisisnya
dengan KLT (Gritter, et al., 1991).
2.4.3 Kromatografi lapis tipis preparatif
Kromatografi lapis tipis (KLT) preparatif merupakan salah satu metode
pemisahan yang memerlukan pembiayaan paling murah dan menggunakan
peralatan sederhana. Ketebalan penyerap yang sering dipakai adalah 0,5 - 2 mm,
ukuran plat kromatografi biasanya 20 x 20 cm. Pembatasan ketebalan lapisan dan
ukuran plat sudah tentu mengurangi jumlah bahan yang dapat dipisahkan dengan
KLT preparatif. Penyerap yang paling umum digunakan adalah silika gel
(Hostettmann, et al., 1995).
Penotolan cuplikan dilakukan dengan melarutkan cuplikan dalam sedikit
pelarut. Cuplikan ditotolkan berupa pita dengan lebar pita sesempit mungkin
karena pemisahan tergantung pada lebar pita. Penotolan dapat dilakukan dengan
pipet tetapi lebih baik dengan penotol otomatis. Pengembangan plat KLT
preparatif dilakukan dalam bejana kaca yang dapat menampung beberapa plat.
Bejana dijaga tetap jenuh dengan pelarut pengembang dengan bantuan kertas
saring yang tercelup ke dalam pengembang (Hostettmann, et al., 1995).
Kebanyakan penyerap KLT preparatif mengandung indikator fluorosensi
yang membantu mendeteksi letak pita yang terpisah pada senyawa yang menyerap
sinar ultraviolet. Untuk mendeteksi senyawa yang tidak menyerap sinar ultraviolet
19
Universitas Sumatera Utara
yaitu dengan cara menutup plat dengan sepotong kaca lalu menyemprot kedua sisi
dengan penyemprot (Hostettmann, et al., 1995).
2.4.4 Kromatografi lapis tipis dua arah (two-dimensional TLC)
KLT dua arah atau KLT dua dimensi ini bertujuan untuk meningkatkan
resolusi sampel ketika komponen-komponen solut mempunyai karakteristik kimia
yang hampir sama, karena nilai Rf juga hampir sama. Selain itu, dua sistem fase
gerak yang sangat berbeda dapat digunakan secara berurutan pada suatu campuran
tertentu sehingga memungkinkan untuk melakukan pemisahan analit yang
mempunyai tingkat polaritas yang hampir sama. Dengan demikian maka KLT dua
dimensi dapat dipakai untuk memeriksa kemurnian isolat (Rohman, 2009).
KLT dua dimensi dilakukan dengan melakukan penotolan sampel disalah
satu sudut lapisan lempeng tipis dan mengembangkannya sebagaimana biasa
dengan fase gerak pertama. Lempeng kromatografi selanjutnya dipindahkan dari
chamber pengembang dan eluen dibiarkan menguap dari lempeng. Lempeng
dimasukkan
ke dalam
chamber yang
menggunakan eluen kedua sehingga
pengembangan dapat terjadi pada arah kedua yang tegak lurus dengan arah
pengembangan yang pertama. Suksesnya pemisahan tergantung pada kemampuan
untuk memodifikasi selektifitas eluen kedua dibandingkan dengan selektifitas
eluen pertama (Rohman, 2009).
2.5
Spektrofotometri
2.5.1 Spektrofotometri sinar ultraviolet
Spektrum ultraviolet adalah suatu gambaran yang menyatakan hubungan
antara panjang gelombang atau frekuensi sinar UV terhadap intensitas serapan
(adsorbansi). Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang antara 200 - 400
20
Universitas Sumatera Utara
nm. Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah spektrum ultra violet tergantung
pada struktur elektronik dari molekul yang bersangkutan (Sastrohamidjojo, 1985).
Suatu atom atau molekul menyerap sinar UV dan energi tersebut akan
menyebabkan tereksitasinya elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang
lebih tinggi. Tipe eksitasi tergantung panjang gelombang cahaya yang diserap.
Gugus yang dapat mengabsorpsi cahaya disebut dengan gugus kromofor
(Dachriyanus, 2004).
Pelarut yang banyak digunakan untuk spektrofotometri sinar UV adalah
etanol 95% karena kebanyakan golongan senyawa larut dalam pelarut tersebut
dan etanol tidak menyerap sinar UV. Alkohol mutlak niaga harus dihindari karena
mengandung benzena yang dapat menyerap di daerah sinar UV pendek. Pelarut
yang sering digunakan ialah air, etanol, metanol, n-heksana, eter minyak bumi dan
eter. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur
absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum
Lambert-Beer (Gandjar dan Rohman, 2007; Harborne, 1987).
2.5.2 Spektrofotometri sinar inframerah
Pengukuran pada spektrum inframerah dilakukan pada daerah cahaya
inframerah tengah (mid-infrared) yaitu pada panjang gelombang 2.5 – 50 �m atau
bilangan gelombang 4000-200 cm-1. Energi yang dihasilkan oleh radiasi ini akan
menyebabkan vibrasi atau getaran pada molekul. Pita absorpsi sinar inframerah
sangat khas dan spesifik untuk setiap tipe ikatan kimia atau gugus fungsi. Jenis
absorpsi energi yang lain, molekul-molekul dieksitasikan ke tingkat energi yang
lebih
tinggi
ketika
molekul-molekul
ini
menyerap
radiasi
inframerah
(Dachriyanus, 2004; Gandjar dan Abdul, 2012).
21
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
Uraian tumbuhan meliputi habitat, nama daerah, nama asing, morfologi
tumbuhan, sistematika tumbuhan, kandungan kimia dan kegunaan dari tumbuhan.
2.1.1 Daerah Tumbuh
Kurmak mbelin adalah tumbuhan yang berasal dari wilayah Indo-China,
yang tumbuh di daerah tropis di Asia dan Afrika. Tumbuhan ini umum ditemukan
di Asia Tenggara dan beberapa negara di Asia Selatan (Kuri, et al., 2014).
Tumbuhan kurmak mbelin terdapat pada daerah yang beriklim subtropis
dan tropis. Tumbuhan ini tumbuh di dataran tinggi dengan ketinggian 1800 m dari
permukaan laut. Tumbuhan ini biasanya terdapat di selokan atau aliran sungai
kecil, tepi kolam ikan, rawa dan sawah (Anonim, 2010).
2.1.2 Nama Daerah
Nama daerah kurmak mbelin menurut Anonim (2010) adalah sebagai
berikut:
Sumatera
: Ambur
Jawa Barat
: Kokoha, Godobos
2.1.3 Nama Asing
Nama asing kurmak mbelin menurut Ali, et., al (2013) dan Uddin (2013)
adalah sebagai berikut:
Bangladesh
: Helencha, Harhack, Hinchashak
Filipina
: Kangkong kelabaw
India
: Harkuch, Haruch, Matsayaakhsi
5
Universitas Sumatera Utara
Indonesia
: Kokoha, Godobos, Ambur
Kamboja
: Kanting ring
Inggris
: Buffalo spinach, Water cress, Marsh herb
Malaysia
: Chengkeru, Kangkong kerbau
Thailand
: Phakbum-ruang, Phakpaeng
2.1.4 Sistematika Tumbuhan
Sistematika tumbuhan kurmak mbelin menurut Ali, et al., (2013) adalah
sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Asterales
Famili
: Asteraceae
Genus
: Enydra
Spesies
: Enydra fluctuans Lour.
2.1.5 Morfologi Tumbuhan
Kurmak mbelin adalah tumbuhan yang berwarna hijau dan tumbuh
berkelompok. Batangnya berbentuk silinder dengan diameter 0,5 - 1 cm, panjang
30-100 cm atau lebih, berongga, berbulu dan sedikit bercabang. Daunnya
berbentuk lanset dengan ukuran 2 - 10 cm x 0,5 - 2 cm. Susunan daunnya
bersilang, pangkal daun rata, ujung daun runcing dan tepi daun bergerigi.
Bunganya berbentuk bundar dengan diameter sampai 1 cm, mahkota bunga 4
helai. Warna bunga putih atau putih kehijauan (Anonim, 2010).
6
Universitas Sumatera Utara
2.1.6 Kandungan kimia
Tumbuhan kurmak mbelin kaya akan protein dan merupakan penghasil βcarotene yang baik (3,7 - 4,2 mg/100 g berat tumbuhan segar). Tumbuhan ini
mengandung saponin, tanin, steroid, glikosida, kaurol, giberelin A9 dan A13,
seskiterpen laktonnya yaitu germakranolida, enhydrin, fluctuanin dan fluctuandin
(Ali, et al., 2013).
2.1.7 Kegunaan
Semua bagian kurmak mbelin yang berwarna hijau terutama pucuk muda,
digunakan sebagai sayur di Asia Tenggara, baik mentah maupun direbus. Di
Kolkata, daun tumbuhan ini dibuat menjadi jus dan digunakan sebagai tonik yang
diberikan pada penderita neuralgia dan penyakit saraf lainnya. Di Filipina,
daunnya ditumbuk dan digunakan untuk mengobati kulit yang melepuh pada
penderita
penyakit
herpes.
Daunnya
sedikit
pahit,
digunakan
sebagai
antiinflamasi, pencahar, pengobatan penyakit kulit dan cacar. Berdasarkan hasil
penelitian, telah dilaporkan bahwa tumbuhan ini memiliki aktivitas antioksidan,
antimikroba, antihelmintik dan hipotensif (Ali, et al., 2013; Kumar, et al., 2012).
2.2
Uraian Kandungan Kimia Tumbuhan
2.2.1 Alkaloida
Alkaloida merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar.
Alkaloida mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih
atom nitrogen, biasanya sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloida mempunyai
aktivitas fisiologi yang menonjol sehingga banyak diantaranya digunakan dalam
bidang pengobatan (Harborne, 1987).
7
Universitas Sumatera Utara
Contoh:
Gambar 2.1 Koniina
2.2.2 Flavonoida
Golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3C6. Yang berarti, kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzena
tersubstitusi) disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon (Robinson, 1995).
Flavonoid mencakup banyak pigmen yang paling umum dan terdapat pada
seluruh dunia tumbuhan mulai dari fungi sampai angiospermae. Beberapa fungsi
flavonoid untuk tumbuhan ialah sebagai pengatur tumbuh, pengatur fotosintesis,
antimikroba dan antivirus (Robinson, 1995).
Contoh:
Gambar 2.2 Hesperetin
2.2.3 Saponin
Saponin mula-mula diberi nama demikian karena sifatnya yang menyerupai
sabun (bahasa Latin sapo berarti sabun). Saponin adalah senyawa aktif permukaan
yang kuat yang menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi
yang rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah merah. Dalam larutan yang
8
Universitas Sumatera Utara
sangat encer saponin sangat beracun untuk ikan, dan tumbuhan yang mengandung
saponin telah digunakan sebagai racun ikan selama beratus-ratus tahun. Beberapa
saponin bekerja sebagai antimikroba (Robinson, 1995).
Molekul saponin terdiri dari dua bagian yaitu, aglikon dan glikon. Bagian
aglikon atau non-sakarida dari molekul molekul saponin disebut genin atau
sapogenin. Berdasarkan aglikonnya, Hostettman dan Marston (1995) membagi
saponin menjadi 3 kelas utama yaitu:
1. Glikosida triterpenoid
2. Glikosida steroid
3. Glikosida steroid alkaloid
Contoh:
Gambar 2.3 Diosgenin
2.2.4 Tanin
Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae
terdapat khusus dalam jaringan kayu. Pada kenyataanya, sebagian besar tumbuhan
yang banyak tanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena rasanya yang
sepat (Harborne, 1987).
Contoh:
Gambar 2.4 Katekin
9
Universitas Sumatera Utara
2.2.5 Glikosida
Glikosida adalah suatu golongan senyawa bila dihidrolisis akan terurai
menjadi gula (glikon) dan senyawa lain (aglikon atau genin). Umumnya glikosida
mudah terhidrolisis oleh asam mineral atau enzim. Hidrolisis oleh asam
memerlukan panas, sedangkan hidrolisis oleh enzim tidak memerlukan panas
(Sirait, 2007).
Berdasarkan ikatan antara glikon dan aglikon, glikosida dapat dibedakan
menjadi (Sirait, 2007):
a. Tipe O-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan aglikon melalui
jembatan O.
Contoh:
Gambar 2.5 Dioscin
b. Tipe S-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan aglikon melalui jembatan
S.
Contoh:
Gambar 2.6 Sinigrin
10
Universitas Sumatera Utara
c. Tipe N-glikosida, ikatan antara bagian dari glikon dengan aglikon melalui
jembatan N.
Contoh:
Gambar 2.7 Nikleosidin
d. Tipe C-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan aglikon melalui
jembatan C.
Contoh:
Gambar 2.8 Aloin
2.2.6 Glikosida antrakuinon
Golongan kuinon alam terbesar terdiri dari antrakuinon. Beberapa
antrakuinon merupakan zat warna penting dan yang lainnya sebagai pencahar.
Keluarga tumbuhan yang kaya akan senyawa jenis ini ialah Rubiaceae,
Rhamnaceae, Polygonaceae (Robinson, 1995). Contoh: Aloin.
2.2.7 Steroid/triterpenoid
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam
satuan isoprena dan secara biosintesis masuk jalur asam mevalonat diturunkan
11
Universitas Sumatera Utara
dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena. Triterpenoid berupa senyawa tanpa
warna, berbentuk kristal, sering kali bertitik leleh tinggi dan aktif optik. Uji yang
banyak digunakan ialah reaksi Liebermann-Burchard yang dengan kebanyakan
triterpena dan sterol memberikan warna hijau-biru (Harborne, 1987).
Triterpenoid dapat dibagi atas 4 kelompok senyawa yaitu:
1. Triterpen sebenarnya
Contoh:
Gambar 2.9 ɑ-amirin
2. Steroid
Contoh:
Gambar 2.10 Sitosterol
3. Saponin
Contoh: Diosgenin
4. Glikosida jantung
Contoh:
Gambar 2.11 Digitogenin
12
Universitas Sumatera Utara
Senyawa triterpenoid merupakan komponen aktif dalam tumbuhan obat
yang telah digunakan untuk penyakit termasuk diabetes, gangguan menstruasi,
patukan ular, gangguan kulit, kerusakan hati, dan malaria (Harborne, 1987;
Robinson, 1995).
Sterol adalah triterpen yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana
perhidrofenantren. Dahulu steroid dianggap sebagai senyawa satwa (digunakan
sebagai hormon kelamin, asam empedu) tetapi pada tahun-tahun terakhir ini
makin banyak senyawa steroid yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan
(Harborne, 1987; Robinson, 1995).
Gambar 2.12 Struktur dasar steroida dan sistem penomorannya
Menurut asalnya senyawa steroid dibagi atas:
a.
Zoosterol, yaitu steroid yang berasal dari hewan.
Contoh:
Gambar 2.13 Kolesterol
b.
Fitosterol, yaitu steroid yang berasal dari tumbuhan.
Contoh:
Gambar 2.14 Stigmasterol
13
Universitas Sumatera Utara
c.
Mycosterol, yaitu steroid yang berasal dari fungi.
Contoh:
Gambar 2.15 Ergosterol
d.
Marinesterol, yaitu steroid yang berasal dari organisme laut.
Contoh:
Gambar 2.16 Spongesterol
2.3
Ekstraksi
Ekstraksi adalah penyarian komponen aktif dari suatu jaringan tumbuhan
atau hewan dengan menggunakan pelarut yang cocok (Handa, 2008).
Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu:
A. Cara dingin
1. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
kamar. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus –
menerus). Remaserasi berarti dilakukan penyaringan maserat pertama, dan
seterusnya (Depkes, 2000).
2. Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu
baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.
14
Universitas Sumatera Utara
Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap maserasi antara,
tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus
sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1 - 5 kali bahan (Depkes,
2000).
B. Cara panas
1. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur
titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik.
2. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40 - 50oC.
3. Sokletasi
Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang
selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi
ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya
pendingin balik.
4. Infundasi
Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas mendidih, temperatur terukur 96 98oC) selama waktu tertentu (15 - 20 menit).
15
Universitas Sumatera Utara
5. Dekoktasi
Dekoktasi adalah infus pada waktu yang lebih lama
≥30 ( menit) dan
temperatur sampai titik didih air (Depkes, 2000).
2.4
Kromatografi
Kromatografi adalah suatu metode pemisahan berdasarkan perbedaan
perpindahan dari komponen-komponen senyawa di antara dua fase yaitu fase
diam (dapat berupa zat cair atau zat padat) dan fase gerak (dapat berupa gas atau
zat cair). Jika fase diam berupa zat padat maka cara tersebut dikenal sebagai
kromatografi serapan, jika zat cair dikenal sebagai kromatografi partisi (Depkes,
1995; Sastrohamidjojo, 1985).
Pemisahan dan pemurnian kandungan kimia tumbuhan terutama dilakukan
dengan menggunakan salah satu dari lima teknik kromatografi atau gabungan
teknik tersebut. Kelima teknik kromatografi itu adalah: kromatografi kolom (KK),
kromatografi kertas (KKt), kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi gas cair
(KGC), dan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Pemilihan teknik
kromatografi sebagian bergantung pada sifat kelarutan dan keatsirian senyawa
yang akan dipisah (Harborne, 1987).
2.4.1 Kromatografi lapis tipis
Kromatografi lapis tipis merupakan metode pemisahan campuran analit
dengan mengelusi analit melalui suatu lempeng kromatografi lalu melihat
komponen/analit yang terpisah dengan penyemprotan atau pewarnaan (Gandjar
dan Abdul, 2012).
Lapisan pemisah, yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam),
ditempatkan pada penyangga berupa plat gelas, logam atau lapisan yang cocok.
16
Universitas Sumatera Utara
Campuran yang akan dipisah, berupa larutan ditotolkan berupa bercak ataupun
pita, setelah plat atau lapisan dimasukkan ke dalam bejana tertutup rapat yang
berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama
pengembangan, selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan
(Stahl, 1985).
Pendeteksian bercak hasil pemisahan dapat dilakukan dengan beberapa
cara. Untuk senyawa tak berwarna cara yang paling sederhana adalah dilakukan
pengamatan dengan sinar ultraviolet. Beberapa senyawa organik bersinar atau
berfluorosensi jika disinari dengan sinar ultraviolet gelombang pendek (254 nm)
atau gelombang panjang (366 nm), jika dengan cara itu senyawa tidak dapat
dideteksi maka harus disemprot dengan pereaksi yang membuat bercak tersebut
tampak yaitu pertama tanpa pemanasan, kemudian bila perlu dengan pemanasan
(Gritter, et al., 1991; Stahl, 1985).
a.
Fase diam (lapisan penyerap)
Fase diam berupa lapisan tipis yang terdiri atas bahan padat yang
dilapiskan pada permukaan penyangga datar yang biasanya terbuat dari kaca,
plastik atau logam. Lapisan fase diam melekat pada permukaan dengan bantuan
bahan pengikat, biasanya kalsium sulfat atau amilum (Gritter, et al., 1991).
Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit
kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensinya
dan resolusinya. Penyerap yang paling sering digunakan adalah silika gel dan
serbuk selulosa (Gandjar dan Abdul, 2012).
17
Universitas Sumatera Utara
b.
Fase gerak (pelarut pengembang)
Fase gerak ialah medium angkut yang terdiri atas satu atau campuran
beberapa pelarut, jika diperlukan sistem pelarut multi komponen, harus berupa
suatu campuran sesederhana mungkin yang terdiri atas maksimum tiga komponen
(Stahl, 1985).
Pemisahan pada KLT dikendalikan oleh rasio distribusi komponen dalam
sistem fase diam/penyerap dan fase gerak tertentu. Profil pemisahan pada KLT
dapat dimodifikasi dengan mengubah rasio distribusi dengan mengubah
komposisi fase gerak dengan memperhatikan polaritas (Gandjar dan Abdul, 2012).
c.
Harga Rf
Mengidentifikasi noda-noda dalam kromatogram KLT sangat lazim
menggunakan harga Rf (Retardation Factor) yang didefinisikan sebagai:
Rf =
Jarak titik pusat bercak dari titik awal
Jarak garis depan pelarut dari titik awal
Faktor-faktor yang mempengaruhi harga Rf: a. struktur kimia dari senyawa yang
sedang dipisahkan, b. Sifat penyerap, c. tebal dan kerataan lapisan penyerap, d.
pelarut dan derajat kemurniannya, e. derajat kejenuhan uap pengembang dalam
bejana, f. teknik percobaan, g. jumlah cuplikan yang digunakan, h. Suhu dan i.
kesetimbangan (Sastrohamidjojo, 1985).
2.4.2 Kromatografi kolom
Kromatografi kolom berupa pipa gelas yang dilengkapi dengan kran dan
gelas penyaring didalamnya. Ukuran kolom tergantung pada banyaknya zat yang
akan dipisahkan. Untuk menahan penyerap yang diletakkan di dalam kolom dapat
digunakan gelas wool atau kapas (Sastrohamidjojo, 1985).
18
Universitas Sumatera Utara
Kromatografi kolom biasanya dikembangkan dengan campuran pelarut
yang terus-menerus berubah dengan cara landaian. Eluat yang keluar dari dasar
kolom harus dipantau untuk mengetahui dimana linarut itu berada. Ini dapat
dilakukan secara terus-menerus dengan memakai detektor yang cocok atau dengan
membagi eluat menjadi sejumlah cuplikan yang berurutan dan menganalisisnya
dengan KLT (Gritter, et al., 1991).
2.4.3 Kromatografi lapis tipis preparatif
Kromatografi lapis tipis (KLT) preparatif merupakan salah satu metode
pemisahan yang memerlukan pembiayaan paling murah dan menggunakan
peralatan sederhana. Ketebalan penyerap yang sering dipakai adalah 0,5 - 2 mm,
ukuran plat kromatografi biasanya 20 x 20 cm. Pembatasan ketebalan lapisan dan
ukuran plat sudah tentu mengurangi jumlah bahan yang dapat dipisahkan dengan
KLT preparatif. Penyerap yang paling umum digunakan adalah silika gel
(Hostettmann, et al., 1995).
Penotolan cuplikan dilakukan dengan melarutkan cuplikan dalam sedikit
pelarut. Cuplikan ditotolkan berupa pita dengan lebar pita sesempit mungkin
karena pemisahan tergantung pada lebar pita. Penotolan dapat dilakukan dengan
pipet tetapi lebih baik dengan penotol otomatis. Pengembangan plat KLT
preparatif dilakukan dalam bejana kaca yang dapat menampung beberapa plat.
Bejana dijaga tetap jenuh dengan pelarut pengembang dengan bantuan kertas
saring yang tercelup ke dalam pengembang (Hostettmann, et al., 1995).
Kebanyakan penyerap KLT preparatif mengandung indikator fluorosensi
yang membantu mendeteksi letak pita yang terpisah pada senyawa yang menyerap
sinar ultraviolet. Untuk mendeteksi senyawa yang tidak menyerap sinar ultraviolet
19
Universitas Sumatera Utara
yaitu dengan cara menutup plat dengan sepotong kaca lalu menyemprot kedua sisi
dengan penyemprot (Hostettmann, et al., 1995).
2.4.4 Kromatografi lapis tipis dua arah (two-dimensional TLC)
KLT dua arah atau KLT dua dimensi ini bertujuan untuk meningkatkan
resolusi sampel ketika komponen-komponen solut mempunyai karakteristik kimia
yang hampir sama, karena nilai Rf juga hampir sama. Selain itu, dua sistem fase
gerak yang sangat berbeda dapat digunakan secara berurutan pada suatu campuran
tertentu sehingga memungkinkan untuk melakukan pemisahan analit yang
mempunyai tingkat polaritas yang hampir sama. Dengan demikian maka KLT dua
dimensi dapat dipakai untuk memeriksa kemurnian isolat (Rohman, 2009).
KLT dua dimensi dilakukan dengan melakukan penotolan sampel disalah
satu sudut lapisan lempeng tipis dan mengembangkannya sebagaimana biasa
dengan fase gerak pertama. Lempeng kromatografi selanjutnya dipindahkan dari
chamber pengembang dan eluen dibiarkan menguap dari lempeng. Lempeng
dimasukkan
ke dalam
chamber yang
menggunakan eluen kedua sehingga
pengembangan dapat terjadi pada arah kedua yang tegak lurus dengan arah
pengembangan yang pertama. Suksesnya pemisahan tergantung pada kemampuan
untuk memodifikasi selektifitas eluen kedua dibandingkan dengan selektifitas
eluen pertama (Rohman, 2009).
2.5
Spektrofotometri
2.5.1 Spektrofotometri sinar ultraviolet
Spektrum ultraviolet adalah suatu gambaran yang menyatakan hubungan
antara panjang gelombang atau frekuensi sinar UV terhadap intensitas serapan
(adsorbansi). Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang antara 200 - 400
20
Universitas Sumatera Utara
nm. Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah spektrum ultra violet tergantung
pada struktur elektronik dari molekul yang bersangkutan (Sastrohamidjojo, 1985).
Suatu atom atau molekul menyerap sinar UV dan energi tersebut akan
menyebabkan tereksitasinya elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang
lebih tinggi. Tipe eksitasi tergantung panjang gelombang cahaya yang diserap.
Gugus yang dapat mengabsorpsi cahaya disebut dengan gugus kromofor
(Dachriyanus, 2004).
Pelarut yang banyak digunakan untuk spektrofotometri sinar UV adalah
etanol 95% karena kebanyakan golongan senyawa larut dalam pelarut tersebut
dan etanol tidak menyerap sinar UV. Alkohol mutlak niaga harus dihindari karena
mengandung benzena yang dapat menyerap di daerah sinar UV pendek. Pelarut
yang sering digunakan ialah air, etanol, metanol, n-heksana, eter minyak bumi dan
eter. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur
absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum
Lambert-Beer (Gandjar dan Rohman, 2007; Harborne, 1987).
2.5.2 Spektrofotometri sinar inframerah
Pengukuran pada spektrum inframerah dilakukan pada daerah cahaya
inframerah tengah (mid-infrared) yaitu pada panjang gelombang 2.5 – 50 �m atau
bilangan gelombang 4000-200 cm-1. Energi yang dihasilkan oleh radiasi ini akan
menyebabkan vibrasi atau getaran pada molekul. Pita absorpsi sinar inframerah
sangat khas dan spesifik untuk setiap tipe ikatan kimia atau gugus fungsi. Jenis
absorpsi energi yang lain, molekul-molekul dieksitasikan ke tingkat energi yang
lebih
tinggi
ketika
molekul-molekul
ini
menyerap
radiasi
inframerah
(Dachriyanus, 2004; Gandjar dan Abdul, 2012).
21
Universitas Sumatera Utara