Uji Aktivitas Ekstrak Etanol Daun Kelapa Sawit Sebagai Antikolesterol (Elaeis guineensis Jacq.) Menggunakan Mencit Jantan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
2.1.1 Habitat
Habitat asli kelapa sawit adalah di hutan dekat dengan sungai di Guinea
Savanna Afrika Barat yang kering. Tumbuhan ini dapat tumbuh baik pada daerah
diluar habiatat aslinya, yaitu 16o lintang utara hingga 15o lintang selatan.
Penyebaran di wilayah Indonesia yaitu daerah Aceh, pantai timur Sumatra, Jawa
dan Sulawesi ( Adlin, 2008).
2.1.2. Morfologi
Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (monokotil) dan arah
tumbuhnya satu arah (monopodial). Ciri- ciri morfologi tumbuhan kelapa sawit
yaitu pohon yang tingginya dapat mencapai 24 meter, mempunyai akar serabut,
tidak berbuku, ujungnya runcing dan berwarna putih kekuningan. Akarnya dapat
menopang tanaman hingga 25 tahun (Suwarto, 2014). Daunnya tersusun majemuk
menyirip, berwarna hijau tua, bertulang sejajar dan pelepah berwarna sedikit lebih
muda yang panjangnya mencapai 7,5-9 meter. Batang tanaman tidak berkambium
dan umumnya tidak bercabang, diselimuti berkas pelepah hingga umur 12 tahun
dan kemudian pelepah yang mengering akan terlepas sehingga penampilan
menjadi mirip dengan kelapa (Sastrosayono, 2008).
2.1.3. Nama daerah

Nama daerah dari tumbuhan kelapa sawit adalah afrikaanse oliepalm
(Belanda), oelpalme (Jerman), oilpalm (Inggris), kelapa bali (Melayu), salak
minyak (Sunda) dan kelapa sawit (Jawa) (Heyne, 1987).

7
Universitas Sumatera Utara

2.1.4 Sistematika tumbuhan
Sistematika tumbuhan kelapa sawit menurut herbarium medanese (2013)
adalah sebagai berikut :
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Kelas


: Monocotyledoneae

Ordo

: Arecales

Famili

: Arecaceae

Genus

: Elaeis

Spesies

: Elaeis guineensis Jacq.

Nama local


: Kelapa sawit

2.1.5 Kandungan kimia
Daun kelapa sawit mengandung senyawa alkaloid, glikosida, saponin,
tanin, steroid/triterpenoid dan flavonoid (Bate’e, 2013; Yin, dkk., 2013; Hasibuan,
2014).
2.1.6 Khasiat tumbuhan
Semua bagian tumbuhan ini memiliki manfaat, daunnya sebagai
penyembuhan luka sayat (Sasidharan, dkk., 2010; Hasibuan, 2014), antiinflamasi
(Victor, dkk., 2013), antihipertensi (Jaffri, dkk., 2010), antibakteri (Chong, dkk.,
2008; Yin, dkk., 2013) dan hepatoprotektor (Vijayaratnha, dkk., 2012). Daging
buah digunakan untuk memasak, membuat sabun, krim dan kosmetik lainnya.
Kayunya dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, getah digunakan sebagai
pencahar (Chong, 2008). Akar digunakan untuk mengobati sakit kepala di
Nigeria. Bubuk akar ditambahkan ke minuman sebagai obat gonore, menorrhagia
dan bronchitis (Sreenivasan, 2010).

8
Universitas Sumatera Utara


2.2 Ekstraksi
Ekstrak yaitu sediaan kental atau cair yang diperoleh dengan cara
mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan
pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan
(Depkes, RI., 1995). Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa
kimia dari jaringan tumbuhan maupun hewan. Sebelum ekstraksi dilakukan
biasanya bahan dikeringkan terlebih dahulu kemudian dihaluskan pada derajat
kehalusan tertentu (Harborne, 1987). Penarikan zat aktif dari bahan asal
(simplisia) dilakukan dengan pelarut yang sesuai. Tujuan utama dari ekstraksi
adalah untuk mendapatkan atau memisahkan sebanyak mungkin zat-zat yang
memiliki khasiat pengobatan. Zat aktif yang terdapat dalam simplisia tersebut
dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lainlain (Depkes, RI., 2000).
Menurut Depkes RI (2000), ada beberapa metode ekstraksi yang
sering digunakan antara lain yaitu:
a. Cara dingin
Selama proses ekstrasi berlangsung tidak mengalami pemanasaan,
tujuannya untuk menghindari rusaknya senyawa karena pemanasan.
1. Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman
menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur kamar.
Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus menerus disebut maserasi

kinetik sedangkan yang dilakukan pengulangan panambahan pelarut setelah
dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut
remaserasi (Depkes, RI., 2000). Maserasi dilakukan dengan cara masukkan 10
bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok ke

9
Universitas Sumatera Utara

dalam bejana, tuangi dengan 75 bagian cairan penyari, tutup, biarkan selama 5
hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, serkai, peras, cuci ampas
dengan cairan penyari secukupnya sehingga diperoleh 100 bagian. Pindahkan
ke dalam bejana tertutup, biarkan ditempat sejuk, terlindung dari cahaya
selama 2 hari. Enap tuangkan dan saring (Ditjen, POM., 1979).
2. Perkolasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan alat perkolator
dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang
umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap
pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak) terus menerus sampai diperoleh perkolat
yang jumlahnya 1 - 5 kali bahan.
b. Cara panas

Proses ekstraksi memerlukan pemanasan untuk mempercepat penyarian
dan untuk senyawa yang tahan terhadap pemanasan.
1. Refluks adalah proses penyarian simplisia pada temperatur titik didihnya
menggunakan alat dengan pendingin balik dalam waktu tertentu dimana pelarut
akan terkondensasi menuju pendingin dan kembali ke labu.
2. Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada temperatur
lebih tinggi dari temperatur kamar, yaitu secara umum dilakukan pada
temperatur 40-50°C.
3. Sokletasi adalah proses penyarian menggunakan pelarut yang selalu baru,
dilakukan dengan menggunakan alat khusus (soklet) dimana pelarut akan
terkondensasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi sampel.
4. Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana
infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-980C)

10
Universitas Sumatera Utara

selama waktu tertentu (15-20 menit)
5. Dekoktasi adalah proses penyarian dengan


menggunakan pelarut air pada

temperatur 90°C selama 30 menit. Cara ini digunakan untuk simpilisia yang
mengandung bahan aktif tahan terhadap pemanasan.

2.3 Kolesterol
Kolesterol merupakan senyawa yang mempunyai fungsi penting dalam
tubuh. Kolesterol ditemukan di seluruh sel tubuh yang berfungsi sebagai
komponen penyusun membran sel. Kolesterol digunakan oleh tubuh untuk
pembuatan berbagai hormon, terutama hormon estrogen dan testosteron, juga
hormon adrenal sepertil kortisol dan aldosteron. Tubuh menggunakan kolesterol
untuk membuat vitamin D. Kadar kolesterol dalam darah yang direkomendasikan
adalah dibawah 200 mg/dl. Berbeda dengan fungsinya pada saat kadar kolesterol
normal, semakin tinggi kadar kolesterol dalam darah, semakin besar pula resiko
terjadinya aterosklerosis (Murray, 2003). Jumlah kandugan kolesterol, lemak
hewani, dan serat nabati setiap hari dapat diserap sebanyak 200-600 mg
kolesterol. Hati membentuk 700-1000 mg kolesterol sehari untuk memenuhi
kebutuhannya (Tjay dan Rahardja, 2007).
Lipoprotein ialah partikel yang terdiri dari lipid dan protein, berfungsi
mengangkut lemak dalam usus baik diluar maupun didalam sel yang disintesis di

dalam hati. Kolesterol merupakan zat yang berguna untuk menjalankan fungsi
tubuh yang berasal dari lemak dan dapat menghasilkan 9 kalori. Lemak yang
dikonsumsi terdiri atas lemak jenuh dan lemak tak jenuh yang masing–masing
dibutuhkan tubuh. Kolesterol berguna untuk proses metabolisme, membungkus
jaringan saraf (myelin), melapisi selaput sel, dan pelarut vitamin. Kolesterol pada

11
Universitas Sumatera Utara

anak-anak dibutuhkan untuk mengembangkan jaringan otaknya (Wiryowidagdo,
2007).
Tabel 2.1 Klasifikasi kolesterol di dalam darah
Jenis
Kolesterol total

HDL (High Density
Lipoprotein)

LDL (Low Density
Protein)


Trigliserida

Kadar dalam darah
(mg/dl)