Etika Pergaulan Pemuda-Pemudi Melayu dalam Tarian Serampang XII : Suatu Tinjauan Sosiologi Tari

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1

Gambaran Umum Tentang Etika
Abdullah (2006:4) menjelaskan “arti kata etika berdasarkan etimologinya

yang berasal dari bahasa Yunani ethos, yang bermakna kebiasaan atau adatistiadat.”
Bertens (1993:4) memaparkan “pengertian etika dalam bentuk jamak ta
etha yang juga berarti adat kebiasaan”.

Riady (2008:189) menjelaskan bahwa “etika dalam bahasa Latin diartikan
sebagai Moralis yang berasal dari kata Mores dengan makna adat-istiadat yang
realistis bukan teoritis”.
Jadi etika dapat dinyatakan sebagai suatu pembelajaran tentang tingkah
laku manusia yang baik dan juga untuk mengenal tingkah laku yang buruk. Etika
menyelidiki perbuatan manusia dan menetapkan hukum, memberikan arahan yang
khusus, tegas dan tetap untuk mewujudkan masyarakat yang utama dan baik.
Abdullah (2006:12) mengatakan bahwa secara umum, ruang lingkup etika
meliputi :

1. Menyelidiki sejarah tentang tingkah laku manusia.
2. Membahas cara menghukum dan menilai baik buruknya suatu tindakan.
3. Menyelidiki faktor yang mempengaruhi tingkah laku manusia.
4. Untuk menerangkan mana yang baik dan mana yang buruk.
5. Untuk meningkatkan budi pekerti.
6. Untuk menegaskan arti dan tujuan hidup sebenarnya.

Universitas Sumatera Utara

Selain kata etika, juga terdapat kata seperti etos, etis, dan etistika, yang
memiliki perbedaan makna dari kata etika.Etos merupakan kegiatan yang
mengatur hubungan seseorang dengan Khaliknya. Etis adalah kegiatan mengatur
kedisiplinan seseorang terhadap dirinya sendiri, masyarakat dan mengatur hal-hal
yang akan dikerjakan dalam keseharian. Etistika adalah kegiatan untuk
mendorong diri sendiridan lingkungan untuk enak dipandang mata.

2.2

Gambaran Umum Tentang Estetika
Bruce Allsopp (1977) berpendapat bahwa “estetika adalah ilmu


pengetahuan yang mempelajari proses-proses penikmatan dan aturan-aturan dalam
menciptakan rasa kenyamanan.”
Sedangkan J.W. Moris (1985) mengatakan bahwa “estetika dikenakan
pada obyek yang memiliki nilai indah atau tidak indah.”
Menurut Sumardjo (2000:25) “tujuan estetika adalah keindahan,
sedangkan tujuan logika adalah kebenaran.”
A. A. Djelantik (1999) mendefenisikan “estetika sebagai suatu ilmu yang
mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keindahan, mempelajari semua
aspek yang disebut keindahan.”
Agus Sachari (1989) mengatakan “estetika adalah fisafat yang membahas
esensi dari totalitas kehidupan estetik dan artistik yang sejalan dengnan zaman.”
Jakob Sumarjo (2000) menjelaskan “estetika mempersoalkan hakikat
keindahan alam dan karya seni, sedangkan filsafat seni mempersoalkan hanya
karya seni atau benda seni, atau artifak yang disebut seni.

Universitas Sumatera Utara

“Estetika dapat didefinisikan sebagai susunan bagian dari sesuatu yang
mengandung pola. Pola mana mempersatukan bagian-bagian tersebut yang

mengandung

keselarasan

dari

unsur-unsurnya,

sehingga

menimbulkan

keindahan.” (Effendy, 1993).
2.3

Gambaran Umum Tentang Tarian Serampang XII
Serampang XII merupakan seni tari yang memiliki fungsi utama sebagai

pergaulan sosial di kalangan masyarakat Melayu dalam konteks budaya heterogen
di Sumatera timur. Ide kultural dalam seni Serampang XII adalah hiburan

berpasangan menari, yang dipandu oleh istiadat Melayu. Di dalamnya terkandung
nilai-nilai etika dan estetika Melayu, yang berakar dari ajaran Islam, dan
diaplikasikan dalam kesenian Melayu.
Tarian Serampang XII yang disusun, diatur serta disesuaikan dengan adat
istiadat di daerah pesisir Sumatera Timur oleh penciptanya.Wujud tarian
Serampang XII mengisahkan cinta suci pemuda-pemudi Melayu sejak pandangan
pertama yang diakhiri dengan akad nikah dan peresmian perkawinan dengan
persetujuan ibu bapa dan semua kaum keluarga.Di dalam tari ditunjukkan caracara dua sejoli memendam cinta dan menyatakannya kepada seseorang yang
menjadi pujaan hatinya, baik dari pemuda kepada pemudi maupun dari pemudi
kepada pemuda.Selain itu juga digambarkan keteguhan mereka memegang adat.
Sinar(2011:85) mengatakan bahwa ke-12 ragam gerak Tari Serampang XII
memiliki maksud tertentu. Berikut maksud yang tersirat di setiap ragam:
Ragam 1: Pertemuan pertama; Ragam 2: Cinta meresap; Ragam 3:
Memendam cinta; Ragam 4: Menggila/mabuk kepayang; Ragam 5:
Berbagi isyarat tanda cinta; Ragam 6: Balasan isyarat; Ragam 7:
Menduga; Ragam 8: Masih belum percaya; Ragam 9: Jawaban; Ragam 10:
Pinang–meminang; Ragam 11: Mengantar pengantin; Ragam 12:
Pertemuan kasih.

Universitas Sumatera Utara


Sedangkan Suryadiningrat dalam Nurwani (2007:12) menyatakan bahwa
“tari adalah gerakan-gerakan dari seluruh bagian tubuh manusia yang disusun
selaras dengan irama musik, serta mempunyai maksud tertentu”.
Pada pelaksanaan adat istiadat, gerak tari merupakan simbol dari berbagai
ekspresi, baik ekspresi senang , ekspresi sedih, atau ekspresi hormat.Hadi
(2005:25) menjelaskan “seni (tari) dipandang sebagai simbol atau lambang untuk
“mengatakan sesuatu tentang sesuatu”, yaitu makna dan pesan untuk diresapkan.
Simbol ekspresi tersebut berbicara kepada orang lain”.
Dengan demikian, gerak simbolis pada tari tradisi, baik untuk pelaksanaan
adat istiadat maupun sebagai sebuah pertunjukan, menyampaikan makna untuk
dipahami, dan pesan untuk ditindaklanjuti.
Hadi (2005:393) menjelaskan bahwa “identitas budaya dapat dilihat salah
satunya dari cara pandang. Sebagai sebuah wujud, cara pandangmenjelaskan
bahwa identitas adalah sebagai kesatuan yang dimiliki bersama dalam kesamaan
sejarah,dan leluhur”.Pendapat tersebut kaitannya dengan judul penelitian ini
adalah bahwa Tari Serampang XII dapat menjadi salah satu identitas masyarakat
Melayu.
Menjaga agar identitas etnis melalui tari tradisi tetap eksis, diperlukan
pengelolaan yang serius. Pengelolaan tersebut dapat dilakukan dalam dua arah

(Lindsay, 1991:290-292) yaitu: “(1) harus lebih banyak mengadakan penelitian
tentang kesenian (tari) dan identitasnya, serta (2) dilakukan penggalian terus
menerus dari arah yang berbeda”. Sehubungan dengan hal tersebut,
Sal Murgiyanto (1998:15-16) mengemukakan bahwa menghasilkan
mahasiswa sebagai peneliti tari dan profesional di bidang koreografi
sangat diperlukan. Melalui penelitian mereka diharapkan akan

Universitas Sumatera Utara

dimunculkan koreografi tarian baru yang menggunakan unsur-unsur lama
dalam tari tradisi sebagai pijakan. Dengan demikian, keberadaan dan
terpeliharanya tari tradisi tidak hanya menjaga karakter dan nilai-nilai
luhur yang tersimpan di dalamnya, tetapi mengenalkan dan
mengembangkannya.
Hadi (2005:29) menyatakan bahwa, “aktivitas manusia sepanjang sejarah
mencakup berbagai macam kegiatan, diantaranya adalah seni yang didalamnya
termasuk tari”.
“Batasan seni tari yang pernah dikemukakan oleh para pakar, pada
hakikatnya mengatakan bahwa tari adalah ekspresi perasaan manusia yang
diungkapkan lewat gerak ritmis dan indah yang telah mengalami stilisasi maupun

distorsi” (Hadi, 2005:29). Dari defenisi itu ada dua hal penting yang perlu
digarisbawahi, yaitu unsur “ekspresi manusia”, dan unsur “gerak ritmis dan indah
mengalami stilisasi”. Untuk unsur yang kedua yang menunjukkan ciri seni, tidak
perlu mendapat komentar lagi; tetapi unsur “ekspresi manusia” itulah yang harus
menjadi pembicaraan, karena gejala ini disadari sebagai tindakan atau aktivitas
manusia untuk maksud tertentu.
“Seni tari sebagai ekspresi manusia yang bersifat estetis, kehadirannya
tidak bersifat independen” (Hadi, 2005:13). Dilihat secara tekstual, tari dapat
dipahami dari bentuk dan teknik yang berkaitan dengan komposisinya (analisis
bentuk atau penataan koreografi) atau teknik penarinya (analisis cara melakukan
atau keterampilan). Sementara dilihat secara kontekstual yang berhubungan
dengan ilmu sosiologi maupun antropologi, tari adalah bagian immanent (tetap
ada) dan integral (utuh) dari dinamika sosio-kultural masyarakat.
Hadi(2005:13) mengatakan bahwa penjelasan yang bagaimanapun
mengenai seni tari baik yang berasal dari budaya primitif, tari tradisional
yang berkembang di istana, tari yang hidup dikalangan masyarakat

Universitas Sumatera Utara

pedesaan dengan ciri kerakyatan, maupun tari yang berkembang di

masyarakat perkotaan, dan tari modern atau kreasi baru, kehadirannya
sesungguhnya tidak akan lepas dari masyarakat pendukungnya.Begitu juga
Tari Serampang XII yang sampai saat ini masih hidup ditengah-tengah
masyarakat khususnya masyarakat Melayu.
Sejak zaman filsuf-filsuf Jerman seperti Herder dan Goethe, mereka selalu
menegaskan bahwa tujuan seni yang utama tidak lain hanyalah masalah keindahan
(estetika). “Keindahan itu seolah-olah mutlak musti harus ada dalam seni
termasuk seni tari. Seni tari selalu dihubung-hubungkan dengan unsur
keindahan”(Hadi, 2005:14). Penulis yakin di dalam Tari Serampang XII ini juga
mengandung nilai estetika (keindahan), pendapat di atas lah yang menjadi pijakan
penulis untuk meneliti nilai estetika yang terkandung di dalam Tari Serampang
XII ini.
Sebagaimana keindahan, kesenangan juga merupakan sifat relatif bagi
manusia.Tetapi disamping itu, dalam teori keindahan disebutkan bahwa keindahan
terutama keindahan seni, termasuk juga objek tangkapan akali yang menimbulkan
kesenangan bagi akal.Seperti dikutip oleh Kattsof(2005:17), “pemahaman ini
tidak mengingkari peranan yang dipunyai oleh alat-alat indrawi”. Selanjutnya
Read(1970:6) jugamengatakan: “Fungsi sosial seni tari bersifat sebagai hiburan
atau tontonan”. Sedangkan penelitian Kraus membedakan fungsi tari ke dalam
beberapa kelompok, hampir sebagian besar bersifat kesenangan belaka.Pendapat

para ahli tersebut yang menjadi pijakan selanjutnya yang penulis anggap dapat
membantu penulis untuk menjawab pertanyaan-pertanyan di dalam rumusan
masalah pada penelitian ini.
“Komunikasi yang disampaikan sebuah tarian adalah pengalaman yang
berharga, yang bermula dari imajinasi kreatif” (Hadi, 2005:20).Sebuah tarian baru

Universitas Sumatera Utara

bermakna atau dapat diresapkan, apabila dalam tarian itu terkandung kekuatan
pesan yang komunikatif.Tinggi rendahnya mutu estetik ditentukan pada tahap
yang paling awal oleh kemampuan komunikatif, dan oleh sebab itu pula, seni
sering berfungsi sebagai perangkul makna umum masyarakat.Poin ini menjadi
sangat penting pada penelitian ini karena tujuan dari seorang pencipta tari adalah
untuk menyampaikan pesan kepada penikmatnya melalui karya yang dibuatnya.
Begitu juga pencipta Tari Serampang XII ini yang sudah pasti ada pesan yang
ingin disampaikannya melalui karyanya, hal inilah yang nantinya akan diteliti
oleh penulis lewat penelitian ini.
Tari sebagai hasil kebudayaan yang sarat makna dan nilai, dapat disebut
sebagai sistem simbol. Sistem simbol adalah sesuatu yang diciptakan oleh
manusia dan secara konvensional digunakan bersama, teratur, dan benarbenar dipelajari, sehingga memberi pengertian hakikat manusia, yaitu

suatu kerangka yang penuh dengan arti untuk mengorientasikan dirinya
kepada yang lain; kepada lingkungannya, dan pada dirinya sendiri,
sekaligus sebagai produk dan ketergantungannya dalam interaksi sosial
(Hadi, 2005:22).
Hal inilah yang menjadi dasar penulis dalam meneliti makna dan nilai
yang terkandung di dalam Tarian Serampang XII lewat sistem simbol yang berupa
gerak Tari.
“Tari sebagai bagian dari seni menggunakan tubuh manusia sebagai
media. Dalam bentuk penyajiannya tari ditopang oleh berbagai elemen yaitu:
gerak tari, pola lantai, iringan, tata rias dan busana, properti serta tempat
pementasan” (Hermin, 1980:9). Sejalan dengan teori tersebut, akan dideskripsikan
bagaimana bentuk gerak Tari Serampang XII serta makna yang diisyaratkannya.
Fungsi seni (tari) ada yang bergeser meskipun bentuknya tidak berubah,
atau ada yang fungsinya bergeser serta bentuknya berubah, atau fungsi dan
bentuknya saling tumpang tindih.

Universitas Sumatera Utara

Kurath dalam Soedarsono (1995: 17-18) menjelaskan ada 14 macam
fungsi seni (tari), yaitu: 1) Upacara pubertas; 2) Upacara inisiasi; 3)

Percintaan; 4) Persahabatan; 5) Upacara perkawinan; 6) Pekerjaan; 7)
Upacara kesuburan; 8) Perbintangan; 9) Upacara perburuan; 10) Lawakan;
11) Perang; 12) Pengobatan; 13) Upacara kematian; 14) Tontonan.
Penyusunan gerak dalam seni tari, gerak dari masing-masing penari
maupun dari kelompok penari bersama, ditambah dengan penyesuaiannya dengan
ruang, sinar, warna, dan seni sastranya, kesemuanya merupakan suatu
pengorganisasian seni tari yang disebut koreografi (Djelantik, 1990:23). Gerakangerakan dalam Serampang XII memiliki ciri khas tertentu dari bentuk tarian etnik
lain yang dapat dilihat dan dinikmati oleh pelakunya dan penontonnya.Gerakangerakannya terpola di dalam aturan-aturan adat dan nilai keindahan setempat yang
dilakukan secara simbolis serta memiliki makna-makna tersendiri.

2.4

Teori yang digunakan

2.4.1

Teori Sosiologi

Dalam sosiologi ditempuh berbagai cara untuk mengklasifikasikan teori.
Ritzer dalam buku Teori Sosiologi Modern Edisi ke-6 (2006) meskipun tidak
menyebutkan secara eksplisit, namun dalam karyanya itu dapat dilihat klasifikasi
berdasarkan pada urutan waktu lahirnya teori sosiologi. Klasifikasi yang hampir
sama juga dilakukan oleh Doyle Paul Johnson (1986) dalam bukunya Teori
Sosiologi Klasik dan Modern. Ritzer dalam bukunya membagi sebagai berikut:

a. Teori Sosiologi Klasik (Sosiologi Tahun-Tahun Awal).

Universitas Sumatera Utara

Periode ini ditandai oleh munculnya aliran Sosiologi Perancis dengan
tokoh-tokoh: Saint-Simon, Auguste Comte, dan Emile Durkheim. Sosiologi
Jerman dengan tokoh-tokoh: Karl Marx, Max Weber, dan Georg Simmel.
Sosiologi Inggris yang dipelopori oleh Herbert Spencer.Serta Sosiologi Italia
dengan tokoh Vilfredo Pareto.

b. Teori Sosiologi Modern.

Teori-teori ini merupakan pengembangan dari aliran-aliran Sosiologi
Klasik. Aliran-aliran utama dalam teori sosiologi modern ini meliputi: Sosiologi
Amerika, Fungsionalisme, Teori Konflik, Teori Neo-Marxis, Teori Sistem,
Interaksionisme Simbolik, Etnometodologi, Fenomenologi, Teori Pertukaran,
Teori Jaringan, Teori Pilihan Rasional, Teori Feminis Modern, Teori Modernitas
Kontemporer, Strukturalisme, dan Post-Strukturalisme

c. Teori Sosial Post-Modern.

Aliran teori ini merupakan kritik atas masyarakat modern yang dianggap
gagal membawa kemajuan dan harapan bagi masa depan. Para teoritisi yang
tergabung dalam aliran ini antara lain: Michael Foucoult, Jean Baudrillard,
Jacques Derrida, Jean Francois Lyotard, Jacques Lacan, Gilles Deleuze, Felix
Guattari, Paul Virilio, Anthony Giddens, Ulrich Beck, Jurgen Habermas, Zygmunt
Bauman, David Harvey, Daniel Niel Bell, Fredric Jameson.

Klasifikasi lain juga dikemukakan Ritzer (1992) dalam karyanya
Sociology: A Multiple Paradigm Science. Di dalamnya teori sosiologi

diklasifikasikan berdasarkan paradigma. Paradigma adalah sebagai suatu

Universitas Sumatera Utara

pandangan mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok
persoalan. Menurut Ritzer, sosiologi dibagi menjadi 3 paradigma, yaitu:

a. Paradigma Fakta Sosial, meliputi Teori Fungsionalisme Struktural, Teori

Konflik, Teori Sistem, dan Teori Sosiogi Makro;

b. Paradigma Definisi Sosial, meliputi Teori Aksi, Teori Interaksionisme
Simbolik, dan Fenomenologi;

c. Paradigma Perilaku Sosial, meliputi Teori Pertukaran Sosial dan Teori
Sosiologi Perilaku.

Klasifikasi berbeda juga dilakukan oleh Collins dengan mengacu pada
pemikiran sosiologi seabad lalu yang diidentifikasi berdasarkan luas ruang
lingkup pokok bahasan, yaitu:

a. Teori Sosiologi Makro, yaitu teori-teori yang difokuskan pada analisis
proses sosial berskala besar dan jangka panjang, meliputi teori tentang:
evolusionisme, sistem, konflik, perubahan sosial, dan stratifikasi.
b. Teori Sosiologi Mikro, yaitu teori yang diarahkan untuk analisis rinci
tentang apa yang dilakukan, dikatakan, dan dipikirkan manusia dalam
pengalaman sesaat, mencakup teori tentang interaksi, diri, pikiran,
peran sosial, defenisi situasi, konstruksi sosial terhadap realitas,
strukturalisme, dan pertukaran sosial.

Universitas Sumatera Utara

2.4.2

Teori Etika

Teori etika yang dirasa tepat adalah teori etika utilitarianisme yang berasal
dari kata Latin utilis, kemudian menjadi kata Inggris utility yang berarti
bermanfaat (Bertens, 2000). Menurut teori ini, suatu tindakan dapat dikatan baik
jika membawa manfaat bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat, atau dengan
istilah

yang

sangat

terkenal “the

greatest

happiness

of

the

greatest

numbers”. Perbedaan paham utilitarianisme dengan paham egoisme etis terletak
pada siapa yang memperoleh manfaat. Egoisme etis melihat dari sudut pandang
kepentingan individu, sedangkan paham utilitarianisme melihat dari sudut
kepentingan orang banyak (kepentingan bersama, kepentingan masyarakat).

Paham utilitarianisme dapat diringkas sebagai berikut :

1. Tindakan harus dinilai benar atau salah hanya dari konsekuensinya (akibat,
tujuan atau hasilnya).
2. Dalam mengukur akibat dari suatu tindakan, satu-satunya parameter yang
penting adalah jumlah kebahagiaan atau jumlah ketidakbahagiaan.
3. Kesejahteraan setiap orang sama pentingnya.

2.4.3. Teori Estetika

Teori yang kemudian muncul, seperti dikutip Maryono (1982-81) antara lain
adalah teori keindahan Obyektif dan Subyektif. Teori Obyektif berpendapat
bahwa keindahan adalah sifat (kualitas) yang melekat pada obyek. Teori
Subyektif mengemukakan bahwa keindahan hanyalah tanggapan perasaan
pengamat dan tergantung pada persepsi pengamat. Teori keindahan secara umum

Universitas Sumatera Utara

menurut dasar pemikiran Timur, seperti diuraikan Sachari (1988 : 29-33), antara
lain didasarkan pada hubungan alam dengan semesta (Taoisme), manusia dengan
masyarakat

(Konfusianisme),

hubungan

manusia

dengan

yang

mutlak

(Budhisme). Keseimbangan alam merupakan ukuran keindahan menurut
pemikiran Timur.

Universitas Sumatera Utara