Etika Pergaulan Pemuda-Pemudi Melayu dalam Tarian Serampang XII : Suatu Tinjauan Sosiologi Tari

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah. 2006. Pengantar Studi Etika. Yogyakarta: Pustaka.

Arikunto. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rehekka.

Bertens. 1993. Etika seri Filsafat Atma Jaya. Jakarta: Cipta Karya

Bertens, K. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Penerbit kanisius, Yogyakarta.

Djelantik. 1990. Estetika, sebuah pengantar,. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.

Doyle Paul Johnson. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Bandung: Nova. Hadi, Sumandiyo. 2005. Sosiologi Tari. Yogyakarta: Pustaka.

Hermin, Kusmayanti.1980. Makna tari dalam Upacara di Indonesia. Yogyakarta: Dep. Pendidikan dan Kebudayaan.

Kattsof. 2005.History of The Dance In Art and Education, terjemahan Dwi Wahyudiarto. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Lindsay, Jennifer. 1991. Klasik, Kitsch, or Conyemporry: A Study of the Javanese Performing Arts, Australia: University of Sidney.

Maryono, Irawan dkk. 1982. “Pencerminan Nilai Budaya dalam Arsitektur di Indonesia”, Laporan Seminar Tata Lingkungan, Mahasiswa Arsitektur Universitas Indonesia, Djambatan. Jakarta.

Murgiyanto,Sal. 1998. Koreografi Pengetahuan Dasar Komposisi Tari. Jakarta; Depdikbud.


(2)

Nurwani. 2007. Pengetahuan Tari, Diktat Jurusan Sendratasik, FBS Universitas Negeri Medan.

Read. 1970. Art and Society, terjemahan Dwi Wahyudiarto. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Riady. 2008. Filsafat Kuno dan Manajemen Modern. Medan: Karya Sejati Ritzer, 1992. Sociology: A Multiple Paradigm Science: A Study of the Javanese

Performing Arts, Australia: University of Sidney.

Ritzer. 2006. Teori Sosiologi Modern. Yogyakarta: Pustaka.

Sachari, Agus. 1988. “Estetika Terapan: Spirit-Spirit yang Menikam Desain”. Bandung Nova.

Sinar, T. Mira, Mahyudin. 2011.Tari Melayu Tradisional.Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.

Sudjana, Nana. 1988. Tuntutan Karya Ilmiah. Jakarta: Pustaka AZ.

Soedarsono, 1995. Pengantar Pengetahuan dan Komposisi Tari, Yogyakarta; ASTI.

Swito. 2004. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung. Tarsito.

Takari, M., Fadlin. 2014. Ronggeng dan Serampang Dua Belas. Medan: USU Press.


(3)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Dasar

Metode dasar penelitian yang penulis lakukan adalah metode kualitatif. Penulis melakukan metode kualitatif karena sangat tepat untuk menggambarkan / mendeskripsikan keadaan sebenarnya di lapangan. Surdayanto dalam Swito (2004 : 1) mengatakan bahwa istilah deskriptif adalah penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan fakta yang ada atau fenomena yang secara empiris hidup pada penutur-penuturnya, sehingga dihasilkan berupa gambaran yang bersifat uraian, gambaran seperti adanya penelitian ini.

3.2 Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian pada penelitian etika pergaulan pemuda-pemudi Melayu dalam Tarian Serampang XII adalah Taman Budaya Sumatera Utara. Pemilihan lokasi ini disebabkan karena di lokasi ini merupakan pusat pelatihan tari, musik, dan teater yang diselenggarakan oleh beberapa sanggar. Kemudian peneliti juga memilih daerah Pantai Cermin Kanan, Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai sebagai lokasi penelitian berikutnya agar penelitian ini benar-benar menyentuh masyarakat.


(4)

3.3 Instrumen Penelitian

Instrumen / Alat penelitian yang penulis gunakan ialah rekaman suara melalui perekam suara Hand Phone (telepon genggam), buku tulis untuk mencatat informasi, foto untuk dokumentasi gambar, video untuk dokumentasi gambar yang bergerak beserta suara, dan daftar pertanyaan untuk wawancara.

3.4 Sumber Data

Sumber data dari penelitian ini adalah hasil wawancara mendalam kepada Informan berkaitan dengan judul skripsi ini, selanjutnya penulis juga menggunakan pengalaman langsung penulis dan menuangkannya dalam skripsi ini, serta buku-buku yang berkaitan dengan judul skripsi.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Adapun langkah-langkah pengumpulan data penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kepustakaan (library research) yaitu dengan mencari data dan buku yang berhubungan dengan judul proposal penelitian ini.

2. Observasi yaitu penulis langsung ke lapangan melakukan pengamatan terhadap kegiatan penelitian.

3. Wawancara yaitu mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan kepada informan yang memahami masalah proposal penelitian ini.


(5)

3.6 Metode Analisis Data

Setelah data terkumpulkan maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data tersebut. Penulisan diklasifikasikan sesuai isi atau materi data tersebut dan dianalisis untuk menyederhanakan dan menginterpretasikan data secara spesifik dalam rangka menjawab keseluruhan pertanyaan penelitian.

Langkah-langkah analisis dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Data yang sudah ada dipilah terlebih dahulu mana yang berkaitan tentang etika pergaulan pemuda-pemudi Melayu. Kemudian berdasarkan data yang sudah dikumpulkan maka penulis mendeskripsikan tentang bagaimana etika pergaulan pemuda-pemudi Melayu dalam Tarian Serampang XII. 2. Selanjutnya penulis memilah data mana yang sesuai dengan nilai-nilai

estetika dalam Tarian Serampang XII. Setelah itu maka penulis dapat mendeskripsikan bagaimana nilai-nilai estetika yang terkandung dalam Tarian Serampang XII.

3. Langkah terakhir dalam rangka menjawab pertanyaan dalam rumusan permasalahan maka penulis memilah data pula mengenai sikap masyarakat Melayu terhadap Tarian Serampang XII. Maka meelalui data yang terkumpul penulis dapat mendeskripsikan bagaimana sikap masyarakat Melayu terhadap Tari Serampang XII.


(6)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Etika Pergaulan Pemuda-Pemudi Melayu dalam Tarian Serampang XII

Jika dikaji secara budaya, maka apa yang akan dikomunikasikan oleh Sauti dalam Serampang XII adalah bagaimana sistem nilai dan norma pernikahan (termasuk pergaulan antara pemuda dan pemudi yang selanjutnya akan membentuk rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah) dalam konteks budaya melayu. Rujukan utamanya adalah Islam dan aplikasi yang khas Melayu, seperti merisik, peminangan, hantaran, mengantar beranding, berbagai hempang, mandi berdimbar dan lainnya.

Islam adalah agama yang penuh dengan kesederhanaan, tidak membenarkan manusia terlalu bebas sebagaimana yang dilakukan oleh aliran materialisme dan menolak penekanan kepada hak-hak fitrah manusia. Perkawinan dalam Islam adalah satu-satunya jalan melahirkan manusia berakhlak yang dapat memberi jalan kepuasan kepada hasrat cinta kasih dan seksual, tanpa membahayakan masyarakat, ia merupakan tanah yang subur secara alamiah dan bersih bagi menemukan seorang lelaki dengan perempuan yang memberikan ketenangan jiwa dan perasaan.

Islam menggalakkan perkawinan dan memberi berbagai kelebihan dari segi pahala dan lainnya kepada mereka yang berkawin. Setiap perintah Allah


(7)

kepada hamba-Nya di dalam setiap aktivitas, pasti tersimpan banyak hikmah dan kebaikan.

Bagaimanapun, Guru Sauti telah melakukan sublimasi nilai-nilai Islam dan Melayu dalam karya tarinya Serampang XII. Masyarakat Melayu memiliki adat-istiadat kawin yang rumit dan sangat panjang, dasarnya adalah ajaran-ajaran agama Islam. Hal-hal ini kemudian diaplikasikannya ke dalam Tarian Serampang XII.

Lebih jauh lagi, orang Melayu dalam menentukan jodoh harus juga mengetahui atau mengenal pasangannya, yang secara adat telah diatur dengan sistem kesopanan Melayu. Saling mengenal antara pasangan ini misalnya dilakukan dalam masa panen padi, dalam masa perayaan pernikahan, dan lainnya. Memang di dalam ajaran Islam tidak dibenarkan berpacaran, tetapi mengenal calon suami atau istri tentu saja diperbolehkan, dan dilandasi pula oleh adat. Ini yang tampak ingin dikemukakan oleh Guru Sauti. Tari berpasangan antara jenis kelamin ini juga mengadopsi nilai-nilai Islam, seperti dalam gerak, busana, tidak bersentuhan, dengan menggunakan sapu tangan di ragam terakhir, dan hal-hal lain. Lebih lanjut lagi penulis membahas Etika Pergaulan Pemuda-Pemudi Melayu ini dalam deskripsi gerak dari ragam 1 (satu) sampai ragam 12 (dua belas):

4.1.1 Etika dalam Ragam Satu

Ragam satu, disebut juga dengan ragam tari permulaan atau pertemuan


(8)

Gambar 4.1

Hitungan beat tari keseluruhannya dua kali delapan. Pada ragam ini penari saling berhadapan. Pada hitungan satu keduanya berpusing di tempat ke arah kanan sebesar sudut siku-siku (900), penari menggunakan teknik goncek kaki kanan, ditambah dengan kecak pinggang, dan posisi kepala tunduk. Kemudian pada hitungan dua dan tiga, penari masih melakukan gerak dengan teknik goncek. Pada hitungan empat gerakan ditahan, mata melakukan teknik kerling ke depan. Selanjutnya pada hitungan lima penari melakukan pusing badan ke kanan sebesar sudut siku-siku, dan menerapkan teknik goncek kaki kiri, sementara tangan dalam posisi kecak pinggang dan kepala tunduk. Selanjutnya, pada hitungan enam sampai tujuh, penari melakukan gerakan goncek. Hitungan delapan gerakan ditahan dan mata melakukan kerling ke arah depan.

Siklus berikutnya, pada hitungan satu sampai delapan sama dengan siklus awal di atas. Pada hitungan delapan posisinya adalah kedua penari saling mengerling.


(9)

Ragam satu, tari permulaan, yang dilukiskan oleh Guru Sauti dalam sebait pantun berikut ini.

Sedang melayang pandangan mata, Terpaut pandangan pada juita, Menggetar sukma berdebar cita, Terbayang-bayang di ruang mata.

Ragam satu tari Serampang XII diberi tajuk tari permulaan. Maknanya adalah tercermin dalam sebait pantun tersebut. Pantun ini adalah masuk ke dalam kategori pantun empat rangkap dalam sastra tradisi Melayu. Rima (sajak) yang digunakan adalah rata (a-a-a-a). Keseluruhannya menggunakan enam belas kata, berupa kata dasar, kata ulang, kata depan, verbal, keterangan, dan lainnya. Terdiri dari 41 suku kata.

Secara semiotik, pantun ini dengan eksplisit menyatakan bahwa sedang terjadi perasaan cinta, seseorang kepada pautan hatinya. Cinta ini dimulai dari pandangan mata, sehingga terpaut kepada juwita. Selanjutnya cinta ini menggetarkan sukma, dan terus terbayang sang pujaan hati. Untuk lebih menegaskan keadaan jatuh cinta pada pandangan pertama ini, Sauti dalam sampirannya langsung menggunakan sampiran pada dua larik penggal pertama. Pantun ini secara umum adalah menjelaskan terjadinya awal kali proses jatuh cinta, sebagai anugrah Tuhan kepada manusia.

4.1.2 Etika dalam Ragam Dua

Ragam dua, disebut juga ragam tari berjalan, artinya cinta meresap.

Setelah kedua sejoli bertemu dan bertatap muka, maka kedua insan ini pun saling jatuh cinta dari pandangan pertama. Namun keduanya masih sama-sama malu-malu untuk mengungkapkan.


(10)

Gambar 4.2

Secara keseluruhan, ragam dua ini hitungannya adalah empat kali delapan. Ragam ini dibagi ke dalam dua bagian tari. Pada bagian pertama, yaitu langkah berjalan diawali dengan gerak kaki kanan pada saat hitungan satu dan tangan gerak melenggang. Pandangan mata penari wanita adalah kearah tangan yang di atas. Di sisi lain, penari laki-laki melakukan lirik ke arah penari pasangan perempuan. Seterusnya yang dilakukan penari adalah lintasan serong sebesar 300 ke arah kanan, oleh karena itu kedua penari berselisih dengan keberadaan masing-masing di kirinya. Gerakan ini dilakukan dari hitungan satu, dua, tiga, empat, lima, enam, sampai tujuh saja. Pada hitungan kedelapan, kaki menutup silang di belakang tumit kaki kanan. Seterusnya hitungan satu, dua, tiga, empat, lima enam, dan tujuh kedua penari mundur dengan teknik meniti batang. Pada hitungan kedelapan kedua kaki merapat kembali di tempat.


(11)

Untuk bagian keduanya, gerakan kedua penari adalah sama dengan bagian pertama, namun arah penari adalah berlawanan. Pada hitungan satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, dan delapan berikutnya sama dengan yang pertama tadi, namun lintasannya di lantai tari adalah 300 ke kiri depan, sehingga kedua penari berselisih dengan pasangannya di kanan masing-masing. Gerakan majunya hitungan satu, dua, tiga, empat, lima, enam dan tujuh. Sewaktu hitungan delapan kaki kiri menutup silang di belakang tumit kanan. Salanjutnya, kedua penari melakukan gerak mundur dengan teknik titi batang, sama dengan gerakan satu sampai delapan yang pertama. Pandangan mata kedua penari adalah sama dengan gerakan bagian pertama.

Ragam kedua, tari berjalan, cinta meresap, yang digambarkan dalam pantun berikut ini.

Dari mana datangnya lintah, Dari atap turun ke padi, Dari mana datangnya cinta, Dari mata turun ke hati.

Pantun di atas, dengan sangat jelas menggunakan empat baris dalam satu bait. Baris pertama dan kedua merupakan sampiran atau pembayang, dan baris ketiga serta keempat adalah isi atau maksud pantun. Pantun ini menggunakan persajakan binari (a-b-a-b). Menggunakan gaya bahasa repetisi (terutama

perulangan kata “Dari” di awal keempat barisnya). Pantun ini menggunakan 18

kata, baik kata dasar maupun kata depan. Keseluruhannya menggunakan 36 suku kata.

Secara umum pantun tersebut menjelaskan tentang asal-usul cinta, yaitu dari mata turun ke hati. Dari matalah secara fisik manusia tertarik kepada pasangannya. Dimensi penglihatan ini kemudian diinternalisasikan ke dalam hati


(12)

(berupa perasaan senang, cinta, rindu, bahagia dan lainnya). Pantun ini adalah pantun yang paling popular dalam kebudayaan Melayu dalam menggambarkan asal-usul cinta. Namun di sini, Guru Sauti menciptakan sampiran sedikit berbeda dengan yang biasa terdapat dalam tradisi lisan Melayu, yaitu Dari mana datangnya lintah, Dari sawah turun ke kali.

4.1.3 Etika dalam Ragam Tiga

Ragam tiga, disebut juga ragam tari pusing yang artinya memendam cinta.

Gambar 4.3

Keseluruhan beat tari adalah empat kali delapan. Dalam menarikan ragam ini, kaki digerakkan dengan menggunakan teknik langkah celatuk. Di sisi lain, tangan kedua penari adalah menggunakan gerak mendayung ketika gerak maju. Pada saat gerakan tubuh mundur, tangan penari lelaki menggunakan teknik kecak pinggang. Tangan kanan penari perempuan menggunakan teknik tersipu malu. Menurut siklus hitungannya, kaki kanan maju serong kiri sebesar 450 (setengah


(13)

siku-siku) sampai ke garis tengah antara kedua penari ini, pada hitungan: satu, dua, tiga, dan empat. Seterusnya, pada hitungan kelima, penari berbelok ke arah kanan, sejajar garis tengah, mengisi hitungan enam, tujuh, dan delapan. Pada hitungan ini kedua penari berselisih dengan pasangannya di sisi kiri masing-masing. Dalam siklus berikutnya pada hitungan satu, dua, tiga, dan empat kedua penari berputar membentuk lingkaran kecil ke kanan. Seterusnya, pada hitungan lima, enam, tujuh, dan delapan keduanya menyeberangi garis tengah membuat lintasan garis lengkung setengah lingkaran (1800). Kemudian hitungan satu sampai delapan berikutnya kedua penari mundur mengulangi garis edar maju lebih cepat ritmenya sehingga membentuk sudut 2700. Kemudian pada hitungan satu sampai delapan maju membuat garis edar 2700 lingkaran besar dan kembali ke posisi semula.

Ragam ketiga, tari pusing tari, memendam cinta, dilukiskan dalam sebait pantun sebagai berikut.

Cinta terpendam kala melanda, Langit yang cerah kelihatan kelam, Bumi serasa sebesar talam,

Perasaan jiwa timbul tenggelam.

Pada pantun di atas, hampir sama dengan bait pertama, sampirannya juga langsung seperti isi, bukan sampiran sebagaimana umumnya pantun biasa. Bait ini terdiri dari 17 kata, baik kata dasar maupun kata berimbuhan, kesemuanya dibangun oleh 43 suku kata. Pantun ini menggunakan persajakan rata.

Makna yang ingin disampaikan Guru Sauti pada pantun ini adalah terjadinya proses cinta yang terpendam, atau sedang memendam rasa cinta. Akibatnya dalam diri orang yang memendam cinta itu adalah berbanding terbalik dengan lingkungannya, yang digambarkan dalam Langit yang cerah kelihatan


(14)

kelam, Bumi serasa sebesar talam. Jiwa orang yang sedang memendam rasa cinta

ini adalah terguncang seperti timbul dan tenggelam.

4.1.4 Etika dalam Ragam Empat

Ragam empat, disebut juga ragam tari gila artinya menggila mabuk

kepayang.

Gambar 4.4

Ragam keempat ini kuantitas hitungannya adalah empat kali delapan. Penari melakukan gerakan kaki langkah berjalan bersilang, tangan penari lelaki kecak pinggang, penari wanita tangan kanan menggunakan teknik tersipu malu, sementara tangan kirinya melakukan gerak singsing. Keduanya saling maju ke depan. Pada hitungan satu, kaki kanan ditempatkan di depan kaki kiri sambil lutut ditekuk dan badan berputar ke arah kiri sebesar 900. Kemudian pada hitungan dua, kaki kiri melakukan gerak jinjit di belakang kaki kanan. Pada hitungan tiga, kaki


(15)

kanan diletakkan menapak sambil diputar ke arah kanan sebesar 1800. Kemudian pada hitungan empat kaki kiri diletakkan di sisi kaki kanan sambil melakukan gerak jinjit. Pada hitungan lima kaki kanan disilangkan di belakang kaki kiri sambil lutut ditekukkan. Pada hitungan enam, kaki kiri diletakkan sambil berputar ke arah kiri sebesar 900. Pada hitungan tujuh, kaki kanan diangkat dan diputar ke arah kiri sebesar 1800, sehingga arah badan penari berbalik. Pada hitungan delapan kaki kiri diletakkan di sisi kaki kanan sambil berjinjit. Pada posisi ini kedua penari saling berhadapan persis di garis tengah.

Kemudian pada hitungan satu kaki kanan diletakkan bersilang di depan kaki kiri sambil lutut ditekukkan. Kemudian pada hitungan dua, kaki kiri diletakkan di belakang kaki kanan. Pada hitungan tiga, kaki kanan diletakkan dan diangkat sambil berputar ke arah kanan sebesar 1800. Pada hitungan empat, kembali kaki kiri diletakkan di sisi kaki kanan sambil berjinjit. Pada saat ini badan telah berputar kembali menghadap ke arah berlawanan. Hitungan lima kaki kanan diletakkan menyilang di belakang kaki kiri, sambil lutut ditekukkan. Hitungan enam, kaki kiri diangkat dan diputar kea rah kiri sebesar 900. Kemudian hitungan tujuh kaki kanan diangkat dan diputar ke arah kiri sebesar 1350. Pada hitungan delapan kaki kiri diletakkan di sisi kaki kanan, saat ini posisi badan telah berubah arah sehingga saling berhadapan dengan pasangan, dan posisinya saling bertukar tempat. Gerakan berikutnya sama dengan gerakan dua kali delapan yang pertama sehingga akhirnya berada dalam posisi semula.

Ragam keempat, tari gila, menggila (mabuk kepayang). Ragam ini dijelaskan oleh Guru Sauti melalui perumpamaan (ibarat) sebagai berikut.

Alangkah perihnya perasaan pungguk, Menderita dendam berahi,


(16)

Tersangkut kasih terpatri sayang, Gelisah menanti dan menunggu, Entah hampa entah berisi,

Entah pun hanya mabuk seorang.

Kata pungguk dalam umpama di atas adalah merujuk kepada orang yang sedang mabuk kepayang karena memendam cinta. Biasanya dalam tradisi sastra Melayu pungguk ini selalu disertai dengan merindukan bulan. Saat ini seorang yang sedang memendam cinta tersebut dalam keadaan gelisah menanti apakah cintanya akan diterima ataukah ditolak sang pujaan hati.

4.1.5 Etika dalam Ragam Lima

Ragam lima, disebut ragam tari berjalan bersifat, maksudnya adalah

berbagai isyarat tanda cinta.


(17)

Ragam kelima ini, jumlah hitungan tari adalah empat kali delapan. Pada bagian pertama adalah gerak kaki langkah berjalan, dan tangan gerak melenggang pada saat kedua penari maju. Pada saat mundur penari lelaki kecak pinggang, perempuan gerakan tangan kanan dengan teknik tersipu malu, tangan kiri singsing. Pada bagian kedua digunakan langkah celatuk dan tangan mendayung.

Pada bagian pertama hitungan satu dimulai dengan kaki kanan melakukan langkah berjalan dan tangan melenggang maju serong 450 ke depan kanan sampai hitungan empat kaki kiri diputar ke arah kiri sebesar 450, sehingga badan berputar sejajar dengan garis tengah. Pada hitungan lima, enam, tujuh, maju melintasi pasangan di sisi kanan masing-masing penari. Pada hitungan delapan, kaki kiri diputar kea rah kiri sebesar 900. Selanjutnya pada hitungan satu kaki kanan juga diputar ke arah kiri 900, sehingga akhirnya posisi badan berbalik arah. Pada hitungan dua dan tiga penari berjalan maju, dan hitungan empat kaki kiri diputar ke arah kiri 900. Pada hitungan lima kaki kanan diputar ke kiri 1800. Penari perempuan pada hitungan enam, tujuh, dan delapan, tetap maju, sedangkan penari lelaki pada hitungan enam kembali kaki kiri diputar ke kiri sebesar 900 dan pada hitungan tujuh, kaki kanan diputar arah 1800. Pada hitungan delapan posisi penari lelaki dan perempuan sejajar dan arah hadap yang sama. Kemudian hitungan satu, dua, tiga, dan empat berikutnya mundur bersam dengan langkah celatuk dan tangan kecak pinggang untuk penari lelaki dan penari perempuan tangan kanan tersipu malu, dan tangan kirinya singsing. Ketika di akhir hitungan empat, penari perempuan berputar ke arah kanan sebesar 1800 sehingga penari lelaki dan perempuan mundur dengan arah yang berlawanan pada hitungan lima enam, tujuh dan delapan. Kemudian dilanjutkan pada hitungan satu sampai delapan


(18)

berikutnya, maju dengan garis edar tari membentuk huruf S kembali ke tempat. Gerak kaki langkah celatuk dan tangan mendayung. Pada hitungan lima kepala ditolehkan ke kanan dan mata mengerling pasangan baru berbalik badan.

Ragam kelima, tari berjalan bersifat, berbagai-bagai isyarat tanda cinta. Kalau bertemu pandangan,

Pandangan lubuk hati cedera mata, Ditunjukkan tanda dan isyarat, Yang mengandung kias dan makna. Adakah terasa gerangan,

Perasaan rindu mengandung cinta, Cinta suci mengandung hasrat, Sedang berkobar dalam hati.

Ragam kelima ini, dijelaskan oleh Guru Sauti, seorang yang jatuh cinta tadi sedang menjajaki bahasa-bahasa isyarat dari orang yang ingin dikasihinya. 4.1.6 Etika dalam Ragam Enam

Ragam enam, disebut ragam tari goncek artinya ada balasan isyarat.


(19)

Ragam enam ini beat tarinya adalah empat kali delapan. Ragam ini terdiri dari dua bagian. Pada bagian pertama penari melakukan gerak goncek, yang dimulai dengan kaki kanan pada hitungan satu sampai empat goncek kaki kanan, kepala dalam keadaan tunduk (pada hitungan satu, dua, dan tiga). Pada hitungan empat, kepala penari lelaki tegak dan mata mengerling ke arah pasangan. Di sisi lain, penari perempuan tetap tunduk, tetapi mata mengerling ke depan ke arah pasangannya. Tangan kecak pinggang bagi penari lelaki, dan wanita dengan tangan kanan tersipu malu, tangan kiri singsing. Kemudian pada hitungan lima sampai delapan goncek kaki kiri, pada pergantian goncek kaki kanan dan kiri, maka penari melonjak sambil tukar kaki. Sikap kepala tunduk, namun pada hitungan delapan penari lelaki kepala dalam posisi tegak dan mengerling ke depan kea rah pasangan. Penari perempuan tetap tunduk dan mata mengerling ke depan ke arah pasangannya. Bagian pertama ini diulang lagi sehingga dua kali delapan hitungan.

Bagian kedua ragam enam ini, merupakan kombinasi antara lonjak dan goncek. Hitungan satu, dua, tiga dan empat, lonjak kaki kanan kepala dalam keadaan tunduk. Kemudian hitungan lima, enam, tujuh delapan, goncek kaki kiri, posisi kepala juga tunduk, pada hitungan delapan kepala penari lelaki tegak, mata mengerling ke arah pasangan. Penari perempuan mengerling ke depan ke arah penari lelaki, sambil tetap merunduk. Gerakan-gerakan ini diulang kembali sehingga seluruhnya dua kali delapan hitungan.

Seterusnya, ragam keenam, tari goncek, balasan isyarat dijelaskan oleh Guru Sauti sebagai berikut.


(20)

Ada tampak berbalas

Tetapi….. benarkah gerangan? Hanya tertebak oleh arif bijaksana Ragu-ragu dan kurang jelas Tak dapat hati menetapkan Terpikir-pikir apakah artinya

Penjelasan seperti di atas, mengandung arti bahwa sebenarnya ada tanda-tanda tentang balasan cinta. Namun balasan itu masih secara implisit saja, belumlah secara jelas dan tegas diungkapkan sang pujaan hati. Dalam hal ini respons asmara tersebut masih tersamar, penuh keraguan, dan masih terus dipikirkan.

4.1.7 Etika dalam Ragam Tujuh

Ragam tujuh, disebut ragam tari sebelah kaki kiri atau kanan, artinya

menduga.


(21)

Keseluruhan beat ragam tari ini adalah empat kali delapan. Pada bagian pertama, badan bertumpu pada kaki kiri. Gerak kaki menggunakan teknik lonjak sampai maju ke depan sampai ke garis tengah sampai bertemu dengan pasangannya. Tangan menggunakan teknik kecak pinggang untuk penari lelaki dan penari perempuan menggunakan teknik tersipu malu untuk tangan kanan dan singsing untuk tangan kiri. Pada hitungan satu kaki kaki kanan manumit dan menjauh dari kaki kiri, melompat ke depan. Pada hitungan dua kaki kanan jinjit ke depan, kaki kiri melompat ke depan. Pada hitungan tiga kaki kanan kembali manumit menjauh dari kaki kiri, dan kaki kiri melompat ke depan. Kemudian pada hitungan empat kaki kiri tempat di tempat, sementara itu kaki kanan menyilang di depan kaki kiri. Seterusnya, pada hitungan kelima kaki kiri tetap di tempat dan kaki kanan manumit menjauh. Pada hitungan enam kaki kiri di tempat, kaki kanan jinjit di samping kanan sejajar dengan kaki kiri. Pada hitungan tujuh kaki kiri tetap di tempat, kaki kanan manumit menjauh. Hitungan delapan kaki kiri di tempat, kaki kanan menyilang di depan kaki kiri. Pada hitungan satu sampai delapan berikutnya, penari mundur dengan teknik langkah celatuk, yang dimulai dengan kaki kanan, tangan menggunakan teknik gerak mendayung.Pada hitungan delapan tumpuan badan dipindahkan ke kaki kanan untuk ancang-ancang gerakan lonjak dengan kaki kiri pada bagian berikutnya ragam ini.

Seterusnya bagian kedua sama dengan yang pertama, namun posisi kaki berlawanan, badan bertumpu pada kaki kanan. Pada hitungan satu kaki kiri manumit menjauh dari kaki kanan, sedangkan kaki kanan melompat ke depan. Pada hitungan kedua kaki kanan melompat ke depan, kaki kiri jinjit sambil menyilang di depan kaki kanan. Pada hitungan tiga kembali kaki kanan melompat


(22)

ke depan dan kaki kiri manumit menjauh dari kaki kanan. Pada hitungan empat kaki kanan di tempat, kaki kiri jinjit dan menyilang di depan kaki kanan. Pada hitungan lima kaki kanan tetap di tempat, kaki kiri manumit menjauh dari kaki kanan. Hitungan enam kaki kanan di tempat, kaki kiri jinjit di samping kiri kaki kanan. Hitungan tujuh kaki kanan tetap di tempat, kaki kiri manumit dan menjauh dari kaki kanan. Pada hitungan delapan, kaki kiri diletakkan di depan kaki kanan. Pada saat bersamaan, berat badan ditumpukan pada kaki kiri dan kaki kanan diangkat sedikit.Seterusnya hitungan satu sampai delapan mundur dengan menggunakan teknik langkah celatuk, kembali di tempat semula dimulai dengan kaki kanan dan teknik tangan gerak mendayung.

Selanjutnya ragam ketujuh, tari sebelah kaki kiri/kanan, menduga, dideskripsikan melalui ibarat oleh Guru Sauti sebagai berikut.

Dalam lautan dapat diduga, Tinggi gunung dapat diukur,

Dalam hati?

Meskipun bayang dalam dua tengah tiga Tidak hanya duduk terpekur

Sebelum diketahui jawab yang pasti.

Masih meneruskan pembacaan kepada isyarat yang tampak, pada proses ini, seorang yang jatuh cinta tadi masih terus menduga-duga. Ia membandingkan dugaan cintanya yang begitu dalam ini kepada seorang yang dicintainya sejak pandangan pertama. Dalam lautan dapat diduga, tingginya gunung boleh diukur, panjangnya tali bisa ditebak, tetapi dalam hati sang kekasih siapa yang tahu. Walaupun bayang-bayang itu telah berada dalam taraf dua pertiga (75 persen), namun belum dalam tahap yang penuh dan pasti. Sang Pemuda pun masih melakukan berbagai cara untuk memastikan bahwa cintanya tidak bertepuk


(23)

sebelah tangan. Di dalam hati masih terus bertanya-tanya apakah sang pujaan hati merasakan apa yang ia rasakan saat ini. Apakah dia juga merasakan hal yang sama. Sang pemuda pun akan segera mendapatkan jawabannya segera.

4.1.8 Etika dalam Ragam Delapan

Ragam delapan, disebut ragam tari langkah tiga (langkah melonjak),

artinya masih belum percaya. Walaupun pada ragam sebelumnya sudah diperkirakan cintanya berkisar dua pertiga, namun masih belum pasti.

Gambar 4.8

Pada bagian pertama, langkah kaki tiga dengan tangan kecak pinggang bagi penari lelaki dan tangan kanan teknik tersipu malu oleh penari perempuan, sementara tangan kirinya singsing. Pada hitungan satu kaki kanan diletakkan menyilang di depan kaki kiri dengan arah badan diputar sebesar 450 ke kiri dan


(24)

lutut agak ditekuk. Di lain sisi, kaki kiri agak diangkat sehingga tidak mencecah lantai. Pada hitungan dua, kaki kiri manumit, dan diletakkan di belakang kaki kanan. Seterusnya hitungan tiga kaki kanan diangkat dan diputer ke kanan sebesar 900 dan arah badan juga diputar. Pada hitungan empat kaki kiri diangkat dan tapak kaki tergantung di depan betis kaki kanan agak diberi tenaga pada tapak kaki kiri, sehingga menimbulkan sentakan, di lain sisi tumit kaki kanan digeserkan ke kiri, sehingga pinggul bergerak. Hitungan lima kaki kiri diletakkan menapak di depan kaki kanan dengan lutut agak ditekuk, di lain sisi kaki kanan agak diangkat sehingga tidak menapak lantai. Pada hitungan enam kaki kanan manumit, dan diletakkan di belakang kaki kiri. Pada hitungan tujuh kaki kiri diangkat dan diputar sebesar 900 ke kiri kemudian menapak. Pada hitungan delapan kaki kanan diangkat dan tapak kaki tergantung di depan betis kaki kiri, agak diberi tenaga pada tapak kaki, sehingga agak menyentak, pada saat yang sama tumit kaki kiri agak digeser ke kanan sehingga pinggul bergerak.

Berikutnya, pada hitungan satu kaki kanan diletakkan di depan kaki kiri dengan lutut tegak agak ditekuk, sementara kaki kiri agak diangkat sehingga tidak menapak lantai. Pada hitungan dua kaki kiri manumit dan diletakkan di belakang kaki kanan. Pada hitungan tiga, kaki kanan melangkah ke depan satu langkah. Pada hitungan empat, kaki kiri diangkat dan telapak kaki kiri digantung di depan betis kaki kanan, diberi tenaga pada tapak kaki sehingga menyentak bersamaan dengan itu tumit kaki kanan digeser sedikit ke kiri sehingga pinggul bergerak.

Bagian kedua gerakan mundur dengan teknik meniti batang.Tangan tetap kecak pinggang bagi penari lelaki dan tangan kanan tersipu malu, tangan kiri singsing bagi penari perempuan. Pada hitungan lima kaki kiri jinjit dan diletakkan


(25)

dibelakang tumit kaki kanan. Pada hitungan enam kaki kanan jinjit dan diletakkan di belakang tumit kaki kiri.Pada hitungan tujuh kaki kiri jinjit dan diletakkan di belakang tumit kaki kanan kemudian menapak dan berat badan dipindahkan ke kaki kiri. Pada hitungan delapan, kaki kiri manumit dan kaki kanan diangkat sehingga telapak kaki kanan tergantung di depan betis kaki kiri, diberi tenaga pada tapak kaki, sehingga menyentak. Pada saat yang sama tumit kaki kiri digeser sedikit ke kanan sehingga pinggul bergerak, arah badan berputar setengah lingkaran, sehingga badan berbalik arah. Hitungan satu sampai delapan berikutnya, sam dengan satu sampai delapan yang pertama, namun arahnya berlawanan.

Pada bagian ketiga, dengan langkah celatuk dan tangan mendayung.Hitungan satu sampai delapan bergerak membentuk lintasan atau garis edar seperti huruf S besar, kembali ke tempat.Pada hitungan keempat kepala menoleh ke belakang dan mata mengerling pasangan.

Selanjutnya ragam kedelapan, tari langkah tiga melonjak maju dan mundur, masih belum percaya. Keadaan ini diuraikan dengan puitis oleh Guru Sauti.

Dengan perantaraan angin lalu, Baik dikatakan getaran jiwa,

Agar diri tidak kecewa? Cinta pungguk cinta suci,

Terbit dari hati yang tulus ikhlas. Datang tidak dengan karena, Meresap bagai gula dengan air, Tak dapat dipisah dan diulas, Hanya dengan kehendak Rabbana.

Dalam fase ini dijelaskan bahwa orang yang sedang jatuh cinta tersebut, menyatakan cintanya melalui angin lalu. Namun ulasan ini, bisa pula berarti ia


(26)

telah mengemukakan perasaan cintanya pada kekasih yang dirindukannya selama ini. Hal tersebut dilakukan agar diri tidak kecewa. Cintanya adalah cinta yang suci, ikhlas, bak gula dan air. Cintanya menyatu kuat, dan hanya dapat dipisah oleh kehendak Tuhan saja.

4.1.9 Etika dalam Ragam Sembilan

Ragam Sembilan, disebut ragam tari melonjak artinya sudah ada jawaban.

Gambar 4.9

Pada bagian pertama, gerak kaki teknik lonjak tangan kanan penari lelaki kecak pinggang dan tangan kanan perempuan tersipu malu dan tangan kiri teknik singsing. Pada hitungan satu tumpuan badan berada di kaki kiri, kemudian digerakkan selangkah ke depan, kaki kanan digantung dan diayunkan menjauhi


(27)

kaki kiri dan manumit di depan kanan. Pada hitungan dua kembali kaki kiri dilangkahkan ke depan mendekati pasangan dan kaki kiri diayun menyilang di depan kaki kanan dan dan diletakkan jinjit di samping kaki kiri. Pada hitungan tiga kembali kaki kiri dilangkahkan dan pada posisi berhadapan langsung dengan penari pasangannya, kaki kanan diangkat dan diletakkan manumit di depan kanan. Pada hitungan empat kaki kiri melompat dan tumpuan badan dipindahkan ke kaki kanan yang dilangkahkan serong setengah siku-siku ke depan kanan dan letak kaki diputar sebesar sudut siku-siku ke kiri, pada saat yang sama kaki kiri ditarik kesamping kaki kanan tetap dalam keadaan tergantung. Hitungan lima kaki kanan langkah di tempat, kaki kiri diayunkan dan ditempatkan menjauh ke depan kiri dengan manumit. Hitungan enam kaki kanan lompat di tempat kaki kiri ditarik menyilang di depan kaki kanan dan diletakkan jinjit di sisi kanan kaki kanan. Pada hitungan tujuh kembali kaki kanan lompat di tempat dan kaki kiri diayunkan menjauh dan diletakkan manumit di depan kiri. Pada hitungan delapan kaki kanan dilompatkan dan kaki kiri dilangkahkan setengah siku-siku serong kanan sambil memindahkan tumpuan badan ke kaki kiri dan arah kaki kiri diputar ke kiri sebesar sudut siku-siku, sehingga arah hadap badan juga berputar sebesar sudut siku-siku, di sisi lain kaki kanan ditarik dan tetap tergantung di sisi kanan kaki kiri.

Pada hitungan satu kaki kiri lompat di tempat, kaki kanan diayunkan menjauh dan diletakkan manumit di depan kanan. Pada hitungan dua kaki kiri lompat di tempat, bersamaan dengan itu kaki kanan diayunkan dan diletakkan menyilang di depan kaki kiri dan diletakkan jinjit di sisi kiri kaki kiri. Pada hitungan tiga, kaki kiri melompat di tempat, kaki kanan diayunkan menjauh dan


(28)

diletakkan manumit di depan kanan. Pada hitungan empat, kembali kaki kiri dilompatkan bersamaan dengan itu kaki kanan dilangkahkan serong setengah siku-siku sambil memindahkan berat badan ke kaki kanan dan arah kaki kanan juga diputar sebesar sudut siku-siku ke kiri, sehingga arah badan juga berputar sebesar sudut siku-siku. Pada hitungan lima kembali kaki kanan lompat di tempat, kaki kiri diayunkan dan diletakkan menjauh ke depan kiri dengan posisi manumit. Pada hitungan enam kaki kanan lompat di tempat, kaki kiri diayunkan menyilang di depan kaki kanan dan diletakkan jinjit di sisi kanan kaki kanan. Pada hitungan tujuh kaki kanan lompat di tempat bersamaan itu kaki kiri diayunkan menjauh dan diletakkan manumit di depan kiri. Pada hitungan delapan lompat di tempat, namun badan diputar setengah lingkaran ke kanan sehingga berbalik badan, saling membelakangi pasangan, tumpuan badan dipindahkan ke kaki kiri, kaki kanan tetap tergantung di sisi kanan kaki kiri.

Pada hitungan satu kembali kaki kiri lompat di tempat dan kaki kanan diayunkan menjauh diletakkan manumit di depan kanan. Pada hitungan dua kaki kiri lompat di tempat, kaki kanan diayunkan menyilang di depan kaki kiri dan diletakkan di sisi kiri kaki kiri. Pada hitungan tiga kaki kiri lompat di tempat dan kaki kanan diayunkan menjauh kemudiandiletakkan manumit di depan kanan. Pada hitungan empat lompat di tempat sambil badan berputar setengah lingkaran kea rah kanan sehingga berbalik badan (kembali berhadapan dengan pasangan), tumpuan badan dipindahkan ke kaki kanan, kaki kiri tetap digantung di sisi kiri kaki kanan. Pada hitungan lima, kaki kanan lompat di tempat, kaki kiri diayun menjauh dan diletakkan manumit di depan kiri. Hitungan enam kaki kanan lompat di tempat dan kaki kiri diayun menyilang di depan kaki kanan kemudian


(29)

diletakkan jinjit di sisi kanan kaki kanan. Pada hitungan tujuh kaki kanan lompat ditempat, kaki kiri diayunkan menjauh dan diletakkan manumit di depan kiri. Pada hitungan kedelapan kaki kiri ditarik ke sisi kaki kanan, tumpuan badan dipindahkan ke kaki kiri.

Pada bagian ketiga, gerakan kaki langkah celatuk dan tangan menggunakan gerakan mendayung.Pada hitungan satu sampai delapan, kembali ke tempat dengan garis edar berbentuk huruf S besar.Pada hitungan empat kepala menoleh ke belakang dan mata melirik pasangan.

Selanjutnya ragam kesembilan yaitu ragam tari melonjak atau meloncat-loncat yang berarti cinta sudah berbalas (jawaban). Pada fase ini yaitu ragam kesembilan telah ada jawaban dari sang kekasih, dengan ekspresi gerak lonjakan.

Syukur……

Kiranya tidak bertepuk sebelah tangan, Tidak hanya seorang berangan-angan, Sang Lungguh nama pendeta,

Bersuci bersih baru sembahyang, Jika sungguh menaruh cinta, Niscaya kasih dibalas sayang.

Uraian di atas dibagi dalam dua bentuk. Tiga baris pertama adalah penjelasan, dan empat baris berikutnya adalah pantun. Pada saat ini cinta telah mendapat jawaban, tidak berteepuk sebelah tangan. Bagaikan gayung bersambut, pucuk dicinta ulam pun tiba. Deskripsi ini ditutup dengan Jika sungguh menaruh cinta, Niscaya kasih dibalas sayang. Dengan demikian ketika cinta berbalas,

maka kebahagiaan lahir dan bathin lah yang ia terima.

4.1.10 Etika dalam Ragam Sepuluh

Ragam sepuluh, disebut ragam tari datang-mendatangi, artinya terjadi


(30)

sanak saudara untuk meminang sang pujaan hati. Begitu juga sebaliknya sang kekasih pun dengan senang hati menerima pinangan sang Pemuda.

Gambar 4.10

Pada bahagian pertama gerakan kaki langkah celatuk dan tangan mendayung. Pada hitungan satu sampai delapan penari perempuan langkah di tempat. Penari lelaki maju mendekati penari perempuan. Pada hitungan delapan, penari perempuan memutar badan kea rah kiri dan penari lelaki ke arah kanan. Pada hitungan satu sampai empat keduanya sama-sama maju. Pada hitungan empat, keduanya berputar kanan sebesar setengah lingkaran, sehingga berbalik arah. Pada hitungan lima sampai delapan keduanya maju bersama-sama. Selepas itu hitungan satu sampai empat, keduanya mundur dengan langkah celatuk dan tangan lelaki kecak pingang, penari perempuan tangan kanan memakai teknik tersipu malu, dan tangan kiri singsing. Pada hitungan empat berputar sebesar setengah lingkaran, penari lelaki kea rah kanan dan penari perempuan kea rah kiri.


(31)

Pada hitungan lima sampai delapan keduanya sama-sama bergerak mundur. Selanjutnya hitungan satu sampai delapa, kedua penari berjalan menuju ke tempat semula, dengan menggunakan langkah celatuk dan tangan mendayung garis edar berbentuk S besar untuk penari lelaki dan s kecil untuk penari perempuan.

Bahagian kedua ragam ini, adalah inversi (balikan) bahagian pertama. Gerakan langkah celatuk dan tangan mendayung. Pada hitungan satu sampai delapan penari lelaki langkah di tempat, wanita maju mendekati penari lelaki.Pada hitungan delapan penari perempuan memutar badan belok kanan dan penari lelaki belok kiri. Berikutnya, hitungan satu sampai empat keduanya bersama-sama maju. Pada hitungan empat berputar kanan sebesar siku-siku sehingga berbalik arah. Pada hitungan lima sampai delapan sama-sama maju. Kemudian sama-sama mundur dengan langkah celatuk dan tangan penari lelaki kecak pinggang, penari perempuan tangan kanan tersipu malu dan tangan kiri singsing, pada hitungan satu sampai empat. Pada hitungan empat berputar kanan sebesar setengah lingkaran sehingga berbalik arah. Pada hitungan lima sampai delapan keduanya sama-sama mundur. Berikutnya satu sampai delapan masing-masing berjalan kembali ke tempat dengan langkah celatuk dan tangan mendayung. Garis edarnya berbentuk huruf S untuk penari perempuan dan huruf S kecil untuk penari lelaki.

Seterusnya ketika cinta sudah berbalas, maka dilanjut dengan ragam kesepuluh, tari datang-mendatangi, pinang-meminang, dan dideskripsikan dengan kata-kata oleh Guru Sauti sebagai berikut.

Dari pada kasih seorang, Lebih baik kasih banyak, Elok dicurah dan dipaparkan, Kepada ibu dan bapa,

Menurut adat dan lembaga,


(32)

Setelah dirisek dan dirisik,

Dilaksanakan upacara pinang meminang, Gayung bersambut kata berjawab,

Ibu dan bapak semua sedia, Kaum kerabat semua setuju, Diselenggarakan akad nikah, Menurut adat dan agama, Saat baik dan sempurna,

Menyelenggarakan hari langsungnya.

Uraian di atas menggambarkan tentang adat pinang-meminang, dan yang penting dalam konteks budaya Melayu adalah, perkawinan merupakan perpaduan persaudaraan antara dua kerabat besar, yaitu keluarga lelaki dan perempuan. Pada fase ini diselenggarakan merisik, kemudian walimatul ursy (nikah kawin menurut Islam), menentukan hari baik, dan lain-lainnya.

Dalam kebudayaan Melayu Pesisir Timur Sumatera Utara, upacara nikah kawin ini memiliki berbagai tahapan. Prosesnya adalah sebagai berikut. Biasanya dimulai dari merisik, yaitu bertanya secara informal pihak calon mempelai laki-laki kepada kedua orang tua calon mempelai wanita. Setelah itu dilakukan kegiatan merisik resmi, yaitu dihantarnya utusan pihak lelaki untuk menanyakan seputar keberadaan calon mempelai wanita. Utusan ini disebut dengan telangkai. Selanjutnya dilakukan acara peminangan (berupa ikat janji dan tukar tanda). Selepas itu adalah kenduri (jamu sukut). Diteruskan dengan acara menghantar bunga sirih. Kemudian diteruskan pula dengan upacara berinai (inai kecil atau

curi dan inai besar). Seterusnya adalah akad nikah secara Islami, seterusnya bersanding (ditingkahi dengan acara hempang batang, hempang pintu, hempang kipas, dan persembahan budaya). Diteruskan dengan mandi berdimbar.

Selanjutnya adalah meminjam pengantin. Setelah itu silaturahmi kedua mempelai ke rumah-rumah kerabat terdekat. Tentu di sini kedua sejoli merasa sangat


(33)

bahagia karena cinta sudah dipersatukan secara adat lembaga, budaya serta agama. Seluruh sanak famili pun sudah terlibat secara langsung.

4.1.11 Etika dalam Ragam Sebelas

Ragam sebelas, disebut ragam tari rupa-rupa, artinya menghantar

pengantin.

Gambar 4.11

Pada bahagian pertama, hitungan satu sampai delapan langkah berjalan bersilang kaki.Tangan penari lelaki kecak pinggang dan penari perempuan tangan kanan tersipu malu, tangan kiri singsing. Pada hitungan satu kaki kanan diletakkan di depan kaki kiri sambil lutut ditekuk dan badan berputar ke arah kiri sebesar sudut siku-siku. Pada hitungan dua kaki kiri jinjit dibelakang kaki kanan.Pada hitungan tiga kaki kanan diletakkan menapak sambil diputar ke arah


(34)

kanan sebesar setengah lingkaran.Pada hitungan empat kaki kiri diletakkan di sisi kaki kanan sambil berjinjit. Pada hitungan lima kaki kanan disilangkan di belakang kaki kiri sambil lutut ditekukkan. Pada hitungan enam kaki kiri diletakkan sambil berputar ke arah kiri sebesar sudut siku-siku.Pada hitungan tujuh kaki kanan diangkat dan diputar ke arah kiri setengah lingkaran, sehingga arah badan berbalik.Pada hitungan delapan kaki kiri diletakkan di sisi kaki kanan sambil berjinjit.Kedua penari saling berhadapan tepat di garis tengah.Kemudian keduanya berpindah tempat dengan gerakan kaki langkah celatuk dan tangan mendayung membuat garis edar huruf S.

Pada bahagian kedua hitungan satu sampai delapan sama dengan yang terdapat dalam ragam delapan. Langkah kaki tiga dengan tangan kecak pinggang untuk penari lelaki dan tangan tersipu malu, kiri singsing untuk penari perempuan. Pada hitungan satu, kaki kanan diletakkan menyilang di depan kaki kiri dengan arah badan diputar setengah siku-siku ke kiri dan lutut agak ditekuk, sementara kaki kiri agak diangkat sehingga tidak menyentuh lantai. Pada hitungan dua kaki kiri manumit dan diletakkan di belakang kaki kanan. Pada hitungan tiga kaki kanan diangkat dan diputar ke kanan sebsar sudut siku-siku, sehingga arah badan juga berputar. Pada hitungan empat kaki kiri diangkat dan tapak kaki tergantung di depan betis kaki kanan, agak diberi tenaga pada tapak kaki kiri, sehingga kelihatan agak menyentak. Sementara tumit kaki kanan digeser sedikit ke kiri, sehingga pinggul bergerak. Pada hitungan lima kaki kiri diletakkan menapak di depan kaki kanan dengan lutut agak ditekuk, sementara kaki kanan agak diangkat sehingga tidak mencecah lantai. Hitungan enam kaki kanan manumit dan diletakkan di belakang kaki kiri,. Pada hitungan tujuh kaki kiri


(35)

diangkat dan diputar sebesar sudut siku-siku kearah kiri kemudian diletakkan menapak, di sisi lain kaki kanan diangkat dan tapak kaki tergantung di depan betis kaki kiri agak diberi tenaga pada tapak kaki, sehingga agak menyentak pada saat yang sama tumit kaki kiri agak digeser ke kanan sehingga pinggul bergerak. Kemudian berpindah tempat dengan gerakan kaki langkah berjalan dan tangan mencabut sapu tangan.Pada hitungan delapan sapu tangan telah terjepit diantara jemari penari dan direntangkan tegang, garis edar berbentuk huruf S.

Dilanjutkan dengan ragam kesebelas, tari rupa-rupa jalan, menghantar pengantin.

Alangkah meriahnya upacar perayaan langsung. Riuh rendahnya bunyi-bunyian,

Diriakan oleh handai taulan sanak keluarga Orang tua-tua terkemuka,

Kedua pengantin duduk bersanding, di atas pelamin, Ditepung tawari oleh ahlil bait dan dusanak

Ragam kesebelas ini, merupakan ekspresi dari pertemuan kasih mesra antara lelaki dan perempuan dalam institusi perkawinan yang salah satu lambangnya adalah pelaminan.Yang jelas keduanya saat ini pastilah bahagia, dan kebahagiaan itu adalah berkat dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Hal ini dapat digambarkan dalam kehidupan sehari-hari di sekitar kita adalah pesta perkawinan, di mana sanak family kaum kerabat berkumpul di rumah hajatan untuk member selamat kepada pengantin baru yang telah melangsungkan pernikahan.

Selain itu institusi perkawinan dalam konteks budaya Melayu adalah untuk memperoleh keturunan (anak), yang tentu saja berbakti kepada agama, bangsa dan Negara. Kedua sejoli sudah sah di mata hukum maupun agama. Mereka sekarang adalah seorang suami dan seorang istri yang sebentar lagi akan menjadi seorang


(36)

ayah maupun seorang ibu. Inilah puncak perjalanan cinta yang mereka jalani dari tahap ke tahap, dimulai dari pertemuan pertama, cinta meresap, memendam cinta, mengungkapkan, cinta sampai akhirnya duduk bersanding di pelaminan.

4.1.12 Etika dalam Ragam Dua Belas

Ragam dua belas, ragam tari sapu tangan artinya pertemuan kasih mesra.

Gambar 4.12

Pada bahagian pertama, langkah berjalan dan tangan menjepit sapu tangan, kedua penari merentangkan sapu tangan diayunkan sambil badan berputar mendekati pasangan.Penari lelaki dimulai dengan kaki kanan dan berputar dari sisi kiri ke kanan menuju garis tengah mendekati pasangan, penari perempuan memulai gerak dengan kaki kiri dan berputar dari sisi kanan ke kiri menuju garis tengah mendekati pasangan.Hitungan satu sampai enam adalah gerakan berputar saling mendekati.Pada hitungan enam, penari permpuan merentangkan sapu


(37)

tangannya untuk memberikan kesempatan kepada penari lelaki menyilangkan sapu tangan pula.Pada hitungan tujuh sampai delapan penari perempuan berjalan di tempat dan penari lelaki melepaskan pegangan tangan kiri pada sapu tangan dan memasukkan ujung sapu tangan yang terlepas dan menyilangkannya ke sapu tangan penari perempuan kemudian tangan kiri mengambil kembali ujung sapu tangan pada hitungan delapan kedua sapu tangan telah tersilang.

Pada bahagian kedua berjalan bersama-sama dengan saputangan saling terikat. Penari lelaki melangkah dimulai pada hitungan satu dengan kaki kanan dan penari perempuan dengan kaki kiri. Pada hitungan satu sampai empat ke arah belakang dan hitungan lima sampai delapan berbalik ke arah depan.

Pada bahagian ketiga gerakan kaki langkah celatuk penari lelaki memulai gerakan dengan kaki kanan dan penari perempuan memulai dengan kaki kiri. Penari lelaki badan berputar ke kanan dan perempuan ke kiri, dengan sapu tangan yang terkait dan tangan direntangkan. Hitungan satu dan dua sapu tangan di bawah, hitungan tiga dan empat ke atas, lima dan enam sapu tangan di bawah, hitungan tujuh dan delapan di atas. Kemudian berbalik arah ke depan. Hitungan satu dan dua sapu tangan di bawah, tiga dan empat di atas, lima dan enam di bawah, tujuh dan delapan di atas, dan hitungan satu berikutnya kedua penari sama-sma merendahkan badan dan sapu tangan disilangkan ke depan.

Diakhiri dengan ragam kedua belas, tari sapu tangan, pertemuan kasih.Dideskripsikan oleh Guru Sauti sebagai berikut.

Mari kita berdo’a,

Berbahagialah pengantin baru, Mengecap nikmat percintaan,


(38)

Semoga beroleh anak yang saleh, Taat pada agama,

Berbakti kepada ibu bapa, Bangsa dan tanah air.

Ragam penutup ini adalah berupa do’a semoga pengantin baru berbahagia,

mengecap nikmat percintaan.

4.2 Nilai-nilai Estetika yang Terkandung dalam Tarian Serampang XII

Tarian Serampang XII, dalam konteks mengkomuni-kasikan makna-makna, lebih menekankan aspek komunikasi nonverbal dibandingkan verbalnya. Tarian ini sepenuhnya mengkomunikasikan makna-makna melalui gerak, berupa motif-motif (teknik) gerak yang berakar dari konsep-konsep tari dalam budaya Melayu, seperti: goncek, titi batang, berjalan di tempat, singsing, tersipu malu, dan lain-lainnya. Motif-motif gerak ini kemudian disusun menjadi kelompok frase-frase tari atau yang dalam istilah tarian Melayu disebut dengan ragam. Ragam-ragam ini kemudian menyusun bangunan tarian secara keseluruhan, yang keseluruhannya berjumlah dua belas ragam. Satu ragam dengan ragam lainnya saling terkait dan membentuk satu kesatuan yang utuh. Pemisahan atau penghilangan satu atau sebahagian ragam, akan menyebabkan penghilangan makna utuh dari rarian ini. Karena ibarat sebuah cerita, ragam satu mengisahkan pertemuan pertama, kemudian ragam kedua cinta meresap, dan seterusnya sampai kepada pengungkapan perasaan dan diakhiri pernikahan.

4.2.1 Nilai-nilai Estetika yang Terkandung dalam Gerak

Komunikasi bukan lisan dalam tarian Melayu umumnya dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik seluruh anggota badan. Gerak-garak ini sebahagiannya ada yang merupakan peniruan dari alam hewan dan tumbuhan, ada pula yang


(39)

mengekspresikan kejadian alam, dan gerak alamiah manusia di dunia ini. Gerak-gerik tari Melayu, secara etnosains mencakup bahagian: a) kepala, b) tangan, c) kaki, d) pinggul, dan e) tubuh secara umum. Di dalam gerak-gerik tari ini

terkandung makna-makna perlambangan yang memiliki nilai estetika tersendiri.

4.2.1.1Nilai-nilai Estetika yang Terkandung dalam Gerak-gerik Kepala: 1. Toleh

Toleh yaitu kepala ditolehkan dan mata melihat ke arah tangan yang berada di atas. Untuk penari lelaki, kedua tangan dengan teknik genggam diayunkan disisi kanan dan kiri tubuh ke arah depan atas dan ke bawah agak ke belakang, tetapi tidak terlalu menjauh dan badan seperti gerakan perempuan. Pada saat tangan berada di depan tinggi tangan sejajar dengan pinggang, namun sedikit lebih tinggi dari wanita. Tangan yang satunya ke bawah agak ke belakang di sisi tubuh.Kepala ditolehkan dan mata melihat ke arah tangan yang berada di atas.Adapun pesan yang diungkapkan dalam gerak toleh adalah, dalam hidup kita mestilah melihat lingkungan dan manusia di sekeliling kita.Belajar dari keadaan mereka yang aneka warna, ada yang miskin, ada yang kaya, ada yang berusia panjang ada yang berusia pendek, ada yang pintar dan cerdik, ada pula yang bodoh (namun setiap manusia punya kelebihan).Semua itu makhluk Allah, kita wajib menjalankan hubungan sosial, sebagai habblumminannas kita kepada semua makhluk.

2. Kepala Tegak

Posisi kepala lurus pandangan mata rata ke arah depan, disertai dengan pandangan mata dengan pasti kepada yang dipandang. Pesan komunikasi yang dibangun oleh gerak ini adalah dalam memegang prinsip harus teguh.


(40)

3. Tunduk

Kepala ditundukkan membentuk sudut sekitar setengah siku-siku (450) ke bawah. Gerak ini memiliki pesan sebagai ekspresi merenung atau malu-malu.Setiap insane perlu merenungi dirinya sebagai bahagian yang tidak terpisahkan dari alam raya ini, sebaik-baik manusia adalah mereka yang bermanfaat bagi manusia dan semua makhluk didunia ini.

4. Dongak

Kepala ditengadahkan ke arah atas sebesar setengah siku-siku. Gerak inimengandung pesan seorang itu bersyukur atas anugrah Allah kepada seluruh makhluk-Nya. Gerak ini mencerminkan bahwa di atas manusia ada langit, dan di atas segalanya adalah Tuhan Yang Maha Kuasa.Manusia adalah makhluk sementara Tuhan adalah Khalik, yang menciptakan manusia dan semua makhluk dengan segala kehendak-Nya.

5. Tilik

Tilik yaitu kepala diputar ke kanan atau ke kiri dari setengah siku-siku sampai satu siku-siku penuh. Komunikasai yang ingin disampaikan adalah perlunya melihat, mengkaji, merenungkan, dan menjadi bahagian yang terintegrasi dengan sekeliling kita. Dalam makna lebih jauh lagi setiap manusia mestilah menjadi makhluk yang memiliki kesalehan sosial di samping kesalehan ritual, peduli kepada semuanya.

6. Teleng

Kepala diarahkan ke sisi kiri atau kanan tubuh sebesar sudut setengah siku-siku. Pesan komunikasi yang ingin disampaikan adalah perlunya


(41)

menimbang-nimbang apa yang akan diperbuat, jangan sesal kemudian tidak berguna. Memutuskan sebuah permasalahan sosial dan budaya perlu difikirkan matang-matang, walau dianjurkan tidak lambat. Manusia dianugrahi pikiran yang menjadi dasar perkembangan kebudayaannya. Untuk itu kita harus berfikir cepat, cermat dan tepat.

7. Angguk-angguk

Gerak kepala ditunduk-tundukkan. Gerakan ini memiliki arti sebagai tanda persetujuan atau mengiyakan suatu keadaan atau sebagai keputusan sosial. Bisa juga dimaknakan sebagai menimbang-nimbang masalah untuk diputuskan.

4.2.1.2Nilai-nilai Estetika yang Terkandung dalam Gerak-gerik Mata:

1. Tatap

Mata melihat seperti biasa ke arah depan atau ke arah pasangan penari. Ini adalah ekspresi memandang orang secara alamiah dan penuh kepastian, kesopanan, keakraban komunikasi, jujur, rendah hati, dan tidak sombong. Tatapan makna juga penuh arti tergantung cara dan konteks tatapnya.

2. Kerling

Kerling yaitu mata melihat dengan kepala menunduk, ke depan atau menyerong ke kanan kiri depan. Ini adalah ekspresi bercanda atau menggoda. Bahwa sebagai manusia perlu berkomunikasi seperti ini dalam konteks sosialnya dan dalam situasi tertentu.


(42)

Mata melihat dengan sudut mata, baik ke kiri dan ke kanan, maupun jauh ke belakang kiri atau kanan. Ini adalah ekspresi pandang yang tidak langsung menatap tetapi melirik, curi-curi pandang. Lebih jauh dalam konteks hubungan manusia dengan pasangannya bisa diartikan dari curi mata kepada curi hati. Dari lirik ini lah awalnya dua sejoli mencuru-curi pandang dan selanjutnya menaruh hati. Setelah lirik barulah kemudian berani untuk bertatap muka. Lirik ini juga bisa kita aplikasikan untuk kehidupan sehari-hari apabila kita ingin melihat seseorang namun kita masih malu untuk melihatnya secara langsung.

4.2.1.3Nilai-nilai Estetika yang Terkandung dalam Gerak-gerik Tangan: 1. Lentik

Jari-jemari tangan dilentikkan selentik-lentiknya (maksimum) sehingga melengkung ke arah atas. Semakin lentik semakin bagus. Gerakan ini menirukan peristiwa alam yaitu bagaikan daun pohon nyiur (kelambir, kelapa) menyentuh permukaan air laut, yang mengandung pesan begitu indahnya alam ciptaan Allah.

2. Genggam

Gerakan berupa tiga jemari yang dikepalkan, tetapi hanya jari telunjuk, jari tengah, dan jari manis saja yang merapat ke telapak tangan, sedangkan induk jari dan kelingking hanya dibengkokkan tetapi tidak sampai merapatke telapak tangan. Gerak ini biasa dilakukan oleh penari lelaki, yang melambangkan keperkasaan dan kegagahan lelaki untuk melindungi perempuan.Dalam budaya Melayu dinyatakan pula genggam tak sudah yang pesannya berarti, hidup mesti memiliki pedoman yang dipegang selama hidup. Pedoman itu adalah agama Allah, yaitu Islam, untuk keselamatan dunia dan akhirat.


(43)

Jumput yaitu jari telunjuk dan ibu jari saling merapat sedangkan ketiga jari lainnya saling menjauh sehingga tidak rapat. Adapun pesan komunikasi yang dibangun oleh gerak ini adalah sebagai seorang insane mestilah pandai memilih apa yang sepadan dengan diri kita masing-masing, seperti menjumput benang di dalam tepung, menjumput putik bunga dan lainnya.

4. Jendit

Jendit yaitu ibu jari merapat ke belakang jari tengah, ketiga jari lainnya hanya dibengkokkan dan tidak bertemu serta tidak merapat. Makna komunikasi yang disampaikan adalah seperti halnya jumput, namun jendit ini dipandang memiliki nilai estetika tersendiri baik dari segi perlakuan oleh penarinya maupun oleh orang yang melihatnya.

5. Kecak Pinggang

Kedua tangan dengan teknik genggam, yang kiri persis diletakkan di pinggang, siku tangan menjauh dari sisi badan ke sisi kiri membentuk segitiga, sementara tangan kanan dengan teknik genggam pula diletakkan di pinggang di sisi kiri depan badan berdekatan dengan genggam tangan kiri. Adapun pesan komunikasi bukan lisan yang dibangun oleh gerak-gerik ini adalah sikap tanggung jawab, berani dan tak gentar dengan ujian dan cobaan hidup.

6. Tersipu Malu

Tersipu malu yaitu tangan kanan dengan teknik jumput memegang kerah baju sebelah kanan dibawah leher, seolah-olah menutup bagian dada yang terbuka karena malu kelihatan. Gerak ini lazim dilakukan oleh penari perempuan. Adapun


(44)

pesan yang dibangun adalah sikap malu-malu, dan menjaga marwah diri terutama

perempuan, yang sifatnya menunggu “godaan” lelaki pujaan hatinya, bukan

sebaliknya. Wanita Melayu mestilah menjaga tata susila dan kesopanan yang dipandu oleh ajaran agama.

7. Singsing

Tangan kiri dengan teknik jumput memegang kain pada paha di atas lutut kaki dan kemudian menariknya ke atas dengan siku ditarik ke luar menjauhi badan membentuk segitiga, lengan atas membentuk sudut setengah siku-siku (450) dengan tubuh. Demikian pula sebaliknya jika singsing menggunakan tangan kanan. Pesan komunikasi yang dibangun oleh gerak singsing ini adalah dalam hidup kita mestilah bekerja keras. Singsingkan lengan baju untuk boleh bekerja selaras dengan bidang pekerjaan masing-masing. Gerakan ini mengekspresikan bahwa orang Melayu orang yang rajin, tidak bermalas-malasan, untuk menghidupi diri sendiri dan keluarga.

8. Melenggang

Untuk wanita kedua tangan dengan jemari teknik jumput diayunkan di sisi kanan kiri tubuh ke arah depan dan ke belakang seperti layaknya orang melenggang. Pada saat tangan berada di depan jemari ke arah bawah dengan pergelangan tangan di atas, tenaga diberikan dipergelangan tangan. Tinggi tangan sejajar dengan pinggang, tetapi patah di siku. Tangan yang sedang berada di belakang menjauh ke arah luar belakang dengan jemari melentik ke arah depan. Garis edar pergelangan tangan membentuk garis lengkung yang tidak memotong garis tubuh. Pesan yang dibangun dari gerak melenggang ini adalah setiap orang Melayu mestilah sadar bahwa hidup ini harus dijalani dengan cara semula jadi


(45)

yaitu dengan cara melenggang. Hidup ini telah digariskan Tuhan bagi setiap orang. Oleh karena itu menjadi kewajiban baginya untuk menjalankan hidup itu. 9. Jepit Sapu Tangan

Untuk penari perempuan, jemari lentik, ujung sapu tangan dijepitkan di antara tiga jari telunjuk, tengah dan manis. Jari tengah di sebelah bawah dan jari telunjuk serta manis di sebelah atas, dan ibu jari turut memegang sapu tangan dari bawah jari telunjuk. Kedua tangan merentangkan sapu tangan. Untuk penari lelaki, ibu jari dan telunjuk menjepit ujung sapu tangan dan jari tengah serta jari manis ikut bersama jari telunjuk. Kedua tangan merentangkan sapu tangan sehingga merentang tegang. Pesan komunikasi lisan yang hendak dikemukakan oleh gerak jepit sapu tangan ini adalah lambang kasih sayang. Oleh karena itu, jepit terus kasih sayang itu secara abadi.

10. Jentik

Menjentikkan induk jari dan jari tengah tangan. Gerakan ini mengkomunikasikan pesan non verbal kepada orang lain. Gerak ini adalah indeks dari suatu yang ingin disampaikan oleh seseorang, bisa jadi perlu diperhatikan, adanya sebuah peristiwa alam, sosial, dan budaya yang memerlukan perhatian kita

4.2.1.4Nilai-nilai Estetika yang Terkandung dalam Gerak-gerik Kaki:

1. Menapak

Menapak yaitu telapak kaki sepenuhnya merapat di lantai, kecuali ujung jari yang diberi tenaga sehingga terangkat dari lantai. Pesan komunikasi bukan lisan yang dibangun oleh gerak menapak ini adalah pastikan diri dalam menapaki hidup yang telah diatur takdirnya oleh Allah. Jangan lupakan bumi tempat berpijak, kita bukan hidup di atas angkasa.


(46)

2. Jinjit

Hanya ujung jari kaki saja yang cecah ke lantai, sedangkan tumit kaki dan telapak kaki tidak cecah ke lantai. Artinya adalah bahwa hanya dengan bertumpu pada ujung jari kedua kaki, kita bisa berdiri menjaga keseimbangan badan. Pesannya adalah dengan jinjit kepala tentu akan lebih tinggi disbanding berdiri biasa (menapak), sehingga tangan boleh menjangkau benda-benda yang berada pada posisi lebih tinggi. Walaupun tinggi jangan sombong terhadap yang lebih rendah. Karena yang lebih rendah di mata kita dan kita pandang sebelah mata belum tentu rendah juga di mata sang pencipta yaitu Allah SWT. Karena di mata Allah tinggi rendah seseorang dilihat dari amal perbuatannya.

3. Langkah Berjalan

Langkah berjalan yaitu dengan teknik menapak, bergantian kaki kiri dan kanan diangkat setinggi betis bagi lelaki dan di atas mata kaki bagi perempuan. Pada saat kaki kanan diangkat, maka kaki kiri agak ditekuk lututnya sehingga posisi badan merendah. Demikian pula sebaliknya. Adapun pesan komunikasi bukan lisan yang ingin dibangun oleh gerak tari ini adalah mengingatkan bahwa manusia hidup mengisi hari-harinya dengan berjalan. Hidup ini pun berjalan yang mengikuti ruang dan waktu. Oleh karena itu berjalanlah sesuai dengan arahan Tuhan, mengerjakan segala yang diperintahkan-Nya dan menjauhi segala yang dilarang-Nya.Setiap langkah ada sisi pahala dan dosa, tergantung niat dari dalam diri kita masing-masing.

4. Langkah Celatuk

Teknik yang dilakukan adalah posisi kaki jinjit, bergantian ujung jari kanan, kiri, kanan mencecah lantai, kemudian tumit kiri dilanjutkan dengan ujung


(47)

jari kiri, kanan, kiri, mencecah lantai kemudian tumit kaki kanan. Pesan yang ingin dikomunikasikan gerak ini adalah bahwa dalam menggerakkan kaki, saling bergantian secara estetika sangatlah diperlukan, seperti halnya dalam menjalani kehidupan kadangkala susah, kadang senang, hidup bagaikan roda pedati yang berputar, kadang di atas, kadangkala di bawah. Untuk itu perlu mensyukuri nikmat Allah selalu.

5. Goncek

Teknik yang dilakukan, posisi kaki menapak, salah satu kaki digerakkan dengan menumit kemudian jinjit dan kembali menumit. Pesan yang ingin disampaikan gerak goncek ini adalah hampir sama dengan langkah celatuk yaitu saling bergantian antara manumit dan jinjit. Jagalah keseimbangan dalam hidup ini, walau hanya dengan bekal tumpuan yang terbatas. Kita tidak boleh sombong apabila sedang berada di atas, karena suatu saat kita juga akan jatuh, dan kita tidak boleh menyerah dan putus asa bila berada di bawah karena hidup berputar.

6. Lonjak

Lonjak yaitu hampir sama dengan gerakan goncek, namun posisi kaki yang tadinya salah satu tetap menapak, maka pada lonjak pergantian gerak dilakukan dengan melompat, sehingga pada suatu saat tidak ada kaki yang cecah ke lantai. Adapun pesan yang ingin disampaikan komunikasi bukan lisan gerak ini adalah pencerminan kebahagiaan, kesenangan, kegembiraan, dalam berbagai konteks sosial dan budaya.

7. Langkah Menyilang

Posisi awal kaki menapak, pada hitungan pertama kaki kanan disilangkan ke depan kaki kiri sambil lutut ditekukkan. Selanjutnya pada hitungan kedua kaki


(48)

kiri jinjit di belakang kaki kanan, hitungan tiga kaki kanan menapak, hitungan empat kaki kiri diletakkan ke sisi kaki kanan sambil berjinjit.Pada hitungan kelima kaki kanan disilangkan di belakang kaki kiri sambil lutut ditekuk, hitungan enam kaki kiri dilangkahkan sedikit memutar ke kiri, hitungan tujuh ketika kanan dilangkahkan menapak, hitungan delapan kaki kiri diletakkan ke sisi kaki kanan sambil jinjit. Pesan komunikasi yang ingin diekspresikan oleh gerak ini adalah dalam menjalani hidup kita perlu menyeimbangkan segala perbuatan agar tercapai apa yang dicita-citakan, yaitu bahagia dunia dan akhirat.

8. Langkah Tiga

Posisi awal kaki menapak, hitungan satu kaki kanan dilangkahkan menyilang di depan kaki kiri sambil lutut ditekuk, hitungan dua kaki kiri disilangkan jinjit di belakang kaki kanan, hitungan tiga kaki kanan manumit, hitungan empat kaki kiri diangkat menggantung sebetis kaki kanan, sementara kaki kanan bergeser menumit agak ke kiri, ada aksen pada tapak kaki kiri sehingga tapak kaki kiri bergerak. Pada hitungan kelima kaki kiri pula diletakkan menyilang di depan kaki kanan. Kemudian hitungan enam, kaki kanan diletakkan menyilang di belakang kaki kiri, hitungan ketujuh kaki kiri manumit, hitungan delapan kaki kanan diangkat menggantung sebetis kaki kiri, sementara kaki kiri bergeser menumit ke kanan. Pesan komunikasi yang disampaikan adalah sama dengan gerak langkah menyilang. Dalam menjalani hidup kita perlu menyeimbangkan segala perbuatan agar tercapai apa yang dicita-citakan, yaitu bahagia di dunia dan di akhirat.


(49)

Titi batang yaitu langkah berjalan mundur, kaki kanan jinjit dan diletakkan di belakang tumit kaki kiri. Kemudian kaki kiri jinjit dan diletakkan dibelakang tumit kaki kanan dan seterusnya, sehingga membentuk garis baik lurus maupun melengkung. Pesan komunikasi budaya yang ingin disampaikan gerak ini adalah dalam menjalani hidup di dunia ini perlu juga kehati-hatian, jangan terpengaruh terhadap godaan di dunia, dan tentukan jalan hidup secara pasti.

10. Jingkat

Jingkat yaitu gerakan telapak bagian ujung jari kaki dicecahkan di lantai. Gerakan ini memiliki makna bahwa manusia memiliki makna bahwa manusia memerlukan sentuhan terhadap bumi tempat berpijak, jagalah kelestariannya.

Demikian deskripsi singkat tentang beberapa teknik gerak tari dalam Serampang XII. Setiap gerak memiliki pesan yang langsung bisa ditafsir oleh komunikannya yaitu penonton. Pada dasarnya, gerak-gerik tari Serampang XII seperti diurai di atas, adalah gerak yang telah diberi gaya, sebagai cara ungkap seniman tari Serampang XII dalam mewujudkan ide estetikanya.

4.2.2 Nilai-nilai Estetika yang Terkandung dalam Busana

4.2.2.1 Nilai-nilai Estetika yang Terkandung dalam Busana Wanita

Busana Tarian Serampang XII, menurut adat Melayu menggunakan busana tradisi Melayu. Busana wanita biasanya dipilih satu dari dua jenisnya, yaitu kebaya panjang atau baju kurung. Konsep budaya Melayu, pada dasarnya baju kurung. Hal ini memiliki makna dikurung oleh syarak (hukum Islam). Bahwa pakaian dalam kebudayaan Melayu adalah mencerminkan apa yang diajarkan Tuhan Yang Maha Kuasa, bahwa pakaian itu pada dasarnya adalah menutup aurat


(50)

orang yang memakainya. Aurat ini bagi perempuan adalah menutupi sebahagian besar tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan, sementara untuk lelaki aurat yang dimaksud adalah menutup badan, sampai ke batas lutut.

Pada prinsipnya setiap bangsa di dunia ini memiliki jenis pakaiannya sendiri, namun secara universal adalah untuk menutupi aurat berdasarkan budaya dan agama yang mereka anut. Dalam kebudayaan Melayu, pakaian menurut syarak ini, adalah tidak tipis, tidak ketat, tidak terbuka. Itulah yang menjadi inti dari ajaran adat Melayu dalam tata busana pakaian, apakah itu pakaian sehari-hari, pakaian pesta, pakaian pergaulan antara bangsa, pakaian nasional, dan pakaian adat Melayu.

Kemudian apabila kita mengkaji warna pakaian yang dipakai oleh orang Melayu umumnya dan penari serampang XII khususnya adalah pakaian berwarna kuning ataupun hijau. Warna kuning dipercaya sebagai perlambangan keagungan, sedangkan warana hijau biasanya dimaknai sebagai warna yang melambangkan keIslaman, karena Nabi Muhammad menyukai warna tersebut.

4.2.2.2 Nilai-nilai Estetika yang Terkandung dalam Busana Pria

Busana tari pria, terutama untuk tari Serampang XII adalah menggunakan busana tradisi Melayu yang terdiri dari kopiah (songkok), baju gunting China atau gaya baju Melayu kecak musang, kain samping, celana. Sama dengan busana tari perempuan, khusus penari lelaki Serampang XII, biasanya menggunakan property sapu tangan yang diselipkan di kantong bajunya, untuk digunakan pada ragam terakhir.


(51)

Hampir sama dengan busana pada wanita, adapun tujuan busana penari pria memakai baju kecak musang yaitu agar menutupi aurat. Adapun aurat pria yaitu dari pusat sampai lutut. Selanjutnya kain samping selain digunakan agar terlihat lebih sopan juga memiliki makna yang lain yaitu sebagai penanda apakah pria tersebut masih lajang ataukah sudah menikah. Apabila kain dipakai sampai bawah lutut berarti pria tersebut sudah menikah, namun sebaliknya jika di atas lutut maka pria tersebut masih lajang atau belum menikah. Sedangkan pemakaian songkok atau dalam Islam sering disebut peci, yaitu sebagai simbol ke-Islaman dan identitas jati diri masyarakat Melayu.

Jika dikaji dari warna busana yang dipakai, sebenarnya bebas ingin memakai busana (pakaian) berwarna apa saja. Namun sudah menjadi tradisi sejak zaman dahulu bahwasannya orang Melayu itu identik dengan wara kuning dan hijau. Seperti yang sudah dijelaskan pada busana wanita di atas warna-warna tersebut memiliki makna-makna tersendiri, yaitu waran kuning melambangkan keagungan dan kewibawaan khusus bagi raja-raja dan juga bisa kita tarik pada mengagungkan ke-Esaan Tuhan, serta warna hijau melambangkan keIslaman.

4.2.2.3 Nilai-nilai Estetika yang Terkandung dalam Properti Busana

Busana ini didukung pula oleh properti lainnya seperti pada wanita yaitu sanggul, anting, kancing, cincin, gelang, sarung, dan lain-lainnya sesuai kebutuhan, kemampuan ekonomis, estetika penampilan dan lain-lainnya. Untuk tari serampang XII ditambah satu properti lagi yaitu tari sapu tangan yang diselipkan pada bagian ujung atas kancing baju. Sapu tangan ini nantinya akan digunakan pada ragam terakhir.


(52)

Adapun makna dan fungsi dari properti-properti tersebut adalah sebagai hiasan untuk memperindah penampilan penari, khususnya penari wanita. Namun berbeda dengan properti sapu tangan, karena sapu tangan digunakan sebagai simbol ikatan pernikahan pada gerakan ragam dua belas.

Gambar 4.13

4.2.3 Nilai-nilai Estetika yang Terkandung dalam Musik

Seni Serampang XII, selain tarinya yang begitu menjadi fenomenal secara kultural, musik pengiringnya juga memiliki struktur dan cirri-ciri sebagai “garda

depan” seni budaya Melayu, khususnya Sumatera Utara. Ciri-ciri utamanya

adalah aspek garapan yang memperlihatkan akulturasi yang menarik antara unsur-unsur dalam yang menjadi inovasi seniman Melayu, dan unsur-unsur-unsur-unsur luar yang


(53)

diadopsi dan menjadi identitas masyarakt Melayu. Misalnya ada unsur musik Timur Tengah dan juga Eropa dalam melodi dan rentaknya. Perpaduan unsur musik dari Negara-negara tersebutlah yang mempengaruhi musik tari serampang XII ini. Selain itu juga dimasukkan unsur musik asli.

4.2.3.1 Nilai-nilai Estetika yang Terkandung dalam Rentak

Dalam konteks pertunjukannya, gaya umum rentak musik Serampang XII adalah seperti yang dijabarkan berikut ini.

1. Rentak Lagu Dua (Joget)

Rentak yang menjadi dasarnya adalah rentak lagu dua (joget), bertanda birama 6/8, yang diadopsi dari rentak branyo Portugis, namun selain rentaknya yang umum, dalam seni Serampang XII rentak asas ini dikembangkan pula dalam rentak pukulan balik, artinya dalam 6/8 itu jatuhnya gong pertama diubah menjadi pukulan dang (cal), begitu juga dengan penggunaan break music mengikuti break tari. Rentak lagu dua ini mengandung pesan bahwa Tarian Serampang XII adalah tarian pergaulan yang memiliki ragam lincah dan riang.Sangat tepat menggambarkan tari pergaulan antara pemuda dan pemudi Melayu.Musiknya ceria, membuat orang yang menarikannya menjadi ikut bahagia dengan melonjak-lonjak.

2. Tempo

Tempo yang dipergunakan biasanya disesuaikan dengan keinginan penari, namun biasanya berkisar antara 110 sampai 120 setiap not 3/8 dalam birama 6/8 ini, dengan demikian dalam musik Melayu, tempo ini dapat dikategorikan cepat.


(54)

Tempo cepat ini juga maknany hamper sama dengan makna rentak lagu dua yang menggambarkan keriangan antara dua orang insan yang sedang bermadu kasih.

3. Bunyi Gong

Bunyi gong atau tawak-tawak jatuh pada setiap pukulan gong di not pertama dan keempat dalam ritme tripel.Bunyi gong ini bermakna batasan-batasan, juga tuntunan. Karena bunyi gong itu tetap dan selalu ada diantara bunyi accordion dan pukulan gendang.Ini menandakan bahwasannya di dalam bergaul harus ada batasan-batasan.

4. Rentak Dasar Gendang

Pemain gendang induk membawa pola ritme atau rentak dasar, tanpa meningkahi dengan ritme-ritme peningkah. Sama halnya seperti manusia yang menyukai lawan jenis pasti ada alas an dan dasar-dasar mengapa dia bias suka. Hal ini digambarkan di dalam rentak dasar gendang.

5. Rentak Peningkahan

Pemain gendang anak atau peningkah memainkan ritme-ritme meningkah atau mewarnai pola ritme gedung induk.Rentak peningkahan ini bermakna bumbu-bumbu di dalam percintaan. Tentunya di dalam menjalani suatu hubungan pasti ada pasang surut.Terkadang senang, terkadang sedih, terkadang marah, gembira, dan sebagainya.

6. Masuknya Ensambel

Secara ensambel yang masuk paling dahulu gendang, setelah dua atau tiga, gong baru masuk melodi frase pertama, baru masuk melodi-melodi pengiring tiap-tiap ragam tari, dengan frase dan motif-motif tertentu. Makna dari masuknya


(55)

ensambel ini seperti dalam percintaan juga, mula-mula bertemu dan curi pandang, setelah itu berkenalan, dan menjalin kasih sampai seterusnya menikah.

Pola ritme yang mendasari musik Serampang XII adalah pola ritme atau rentak lagu dua. Rentak lagu dua adalah pola ritme yang sangat popular di

tengah-tengah masyarakat Melayu, bahkan di seluruh Indonesia dan Dunia Melayu. Tarian yang diiringi oleh pola ritme ini sangat lincah dan riang, menunjukkan sifat tari pergaulan. Pola ritme ini didengar tanpa memperhatikan kegiatan ritmis yang terjadi di dalamnya seolah-olah pola ritme ini sangat sederhana.Akan tetapi bila diperhatikan lebih cermat ternyata ritme ini sangat rumit, terutama bila membicarakan jenis meternya. Hal ini sering menghasilkan pendapat yang berbeda-beda.

4.2.3.2 Nilai-nilai Estetika yang Terkandung dalam Melodi

Salah satu unsur komunikasi dalam konteks lagu dari tari adalah melalui rangkaian nada-nada yang terjalin secara estetik dan budaya. Dalam budaya Melayu, melodi yang dibunyikan telah menghantar para pendengarnya untuk menafsirkan peristiwa apa dan dalam konteks apa yang terjadi dalam seni.

Melodi sangat memegang peran utama dalam pertunjukan Serampang XII, karena jalinan antara ragam tari juga mengikuti jalinan melodi. Tanpa adanya hubungan komunikasi ini, tidak akan berjalan semestinya.

Struktur melodi Serampang XII memiliki hubungan siklus yang sama dengan tari. Adapun deskripsi untuk setiap melodi pengiring tari Serampang XII ini adalah sebagai berikut.


(56)

Untuk melodi awal masuk terdiri dari ulangan-ulangan sekuens motif a-g-f dalam masing-masing not seperdelapan dan sekuens dua motif f-g-a di bahagian akhir, jumlah seluruhnya enam birama. Melodi ini cenderung ringan yang bermakna mulai masuk tarian, atau dengan kata lain awal kisah.

2. Melodi Iringan Ragam Satu

Untuk melodi iringan ragam tari satu dimulai dari nada a-g-f dalam durasi seperdelapan, kemudian diteruskan dengan menggunakan nada a durasi seperdelapan diteruskan dengan nada f durasi seperenam belas dan kembali nada f dengan durasi seperdelapan kemudian dilanjutkan dengan dua nada harmoni dari d menuju g dengan durasi seperenam belas, yang kesemuanya mengisi tiga perdelapan kedua dalam birama 6/8, durasi enam perdelapan seperti ini diulang sampai empat birama. Makna dari melodi iringan ragam satu ini tentu saja pertemuan pertama

3. Melodi Iringan Ragam Dua

Untuk melodi iringan ragam tari kedua sebagai lanjutan ragam pertama, melodi akordion dimulai dari nada a durasi seperdelapan, diteruskan nada e durasi seperdelapan, kemudian nada g dan a masing-masing durasi seperenam belas. Untuk tiga perdelapan kedua diisi oleh nada f,e, dan f masing-masing durasi seperenam belas. Selanjutnya tiga perdelapan berikutnya diisi oleh nada a, gis, a, e, gis, dan a yang masing-masing berdurasi seperenam belas. Tiga perdelapan berikutnyasama dengan tiga perdelapan kedua birama pertama. Birama kedua ini diulang kembali sebanyak dua kali.Seterusnya nada cenderung turun repetitive dimulai nada cis, d, e, f, d, f masing-masing durasi not seperenam belas, pada tiga perdelapan pertama dilanjutkan nada e seperdelapan ditambah nada g, f, e, d


(1)

6. Kepada Bapak/Ibu Staf pengajar Departemen Sastra Daerah yang telah banyak membantu penulis dalam belajar selama delapan semester di Fakultas Ilmu Budaya.

7. Teristimewa kepada kedua orangtua penulis, Ayahanda Aldianto dan Ibunda Nurhayati yang telah bersusah payah membimbing penulis sejak kecil hingga dewasa, dan kepada adik-adik penulis Mufta isnaini, Bayu tirto utomo, Della afisha yang dengan penuh kasih sayang, perhatian, dan doanya telah memberikan dukungan material dan moral sehingga penulis semangat untuk terus berjuang dalam menimba ilmu di Sastra Melayu. 8. Kepada Bapak Kepala desa Pantai Cermin kanan dan Kepala Taman

Budaya Sumatera Utara, masyarakat Melayu maupun seniman-seniman Melayu (informan) yang telah memberikan waktu luang untuk informasinya kepada penulis dalam melakukan penelitian di desa Pantai Cermin maupun di Taman Budaya Sumatera Utara.

9. Sahabat-sahabat seperjuangan, Dastri Sinan Sari Willis Harahap, Desy Ulis Harahap, Andi Arianto, M. Dian Munawan, Mahmudi Affan ST, Fery Fahrizal Harahap, Doni Aqbari, Sukrianto, Faisal Aziz, Mario, Adi, Fadly, Hafiz, Hamzad, Panni Nurani Sihombing, Cherly Fika, Elpi Riauli Saragih, Haryati Manullang, Vinni Mariana Lubis, Anwar Ahmad Junaidi Harahap, Hanafi Angkat, Raja Richard Ginting, Breken Sampangate Bancin, Buha Julianto Simanjuntak, Sanop Simanjuntak, Jamalum Brutu, Jakob Juang Padang, Jenry Kanser Siahaan, Javier Hasoloan Sirait, Fernando Sinaga, Masdaniati Banchin, Mariana Andini Sitompul, Rio Sihombing, Desy, Esti Putri Sitepu, Afrida Sitepu, Daniel U Pasaribu dan


(2)

adik-adik stambuk 2011,2012,2013,2014 dan keluarga besar IMSAD (Ikatan Mahasiswa Sastra Daerah). Terima kasih untuk semua nasehat, doa, waktu, dukungan, kebersamaan, serta hiburan dari teman-teman sekalian.

Medan, Oktober 2014 Penulis,

Panji Pratama 100702006


(3)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMAKASIH... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... x

LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Tentang Etika ... 6

2.2 Gambaran Umum Tentang Estetika ... 7

2.3 Gambaran Umum Tentang Tarian Serampang XII ... 8

2.4 Teori yang Digunakan ... 13

2.4.1 Teori Sosiologi ... 13

2.4.2 Teori Etika ... 16

2.4.3 Teori Estetika ... 17

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode Dasar ... 14

3.2 Lokasi Penelitian ... 18

3.3 Instrumen Penelitian ... 19

3.4 Sumber Data ... 19


(4)

3.6 Metode Analisis Data ... 20

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Etika Pergaulan Pemuda-Pemudi Melayu dalam Tarian Serampang XII ... 21

4.1.1 Etika dalam Ragam Satu ... 22

4.1.2 Etika dalam Ragam Dua ... 24

4.1.3 Etika dalam Ragam Tiga ... 27

4.1.4 Etika dalam Ragam Empat ... 29

4.1.5 Etika dalam Ragam Lima ... 31

4.1.6 Etika dalam Ragam Enam ... 33

4.1.7 Etika dalam Ragam Tujuh ... 35

4.1.8 Etika dalam Ragam Delapan ... 38

4.1.9 Etika dalam Ragam Sembilan ... 41

4.1.10 Etika dalam Ragam Sepuluh ... 44

4.1.11 Etika dalam Ragam Sebelas ... 48

4.1.12 Etika dalam Ragam Dua Belas ... 51

4.2 Nilai-nilai Estetika yang Terkandung dalam Tarian Serampang XII ... 53

4.2.1 Nilai-nilai Estetika yang Terkandung dalam Gerak ... 53

4.2.1.1 Nilai-nilai Estetika yang Terkandung dalam Gerak gerik Kepala ... 54

4.2.1.2 Nilai-nilai Estetika yang Terkandung dalam Gerak-gerik Mata ... 56

4.2.1.3 Nilai-nilai Estetika yang Terkandung dalam Gerak-gerik Tangan ... 57

4.2.1.4 Nilai-nilai Estetika yang Terkandung dalam Gerak-gerik Kaki ... 60

4.2.2 Nilai-nilai Estetika yang Terkandung dalam Busana ... 64

4.2.2.1 Nilai-nilai Estetika yang Terkandung dalam Busana Wanita ... 64

4.2.2.2 Nilai-nilai Estetika yang Terkandung dalam Busana Pria ... 65


(5)

4.2.2.3 Nilai-nilai Estetika yang Terkandung dalam Properti Busana ... 66 4.2.3 Nilai-nilai Estetika yang Terkandung dalam

Musik ... 67 4.2.3.1 Nilai-nilai Estetika yang Terkandung dalam

Rentak ... 68 4.2.3.2 Nilai-nilai Estetika yang Terkandung dalam

Melodi ... 70 4.3 Sikap Masyarakat Melayu terhadap Tari Serampang

XII ... 76

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 79 5.2 Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 83

LAMPIRAN

1. Daftar nama Informan

2. Surat izin penelitian Fakultas Ilmu Budaya USU ke Desa Pantai

Cermin Kanan

3. Surat balasan penelitian dari Desa Pantai Cermin

4. Surat keterangan bukti telah melakukan penelitian dari Taman

Budaya Sumatera Utara


(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Ragam Tari Permulaan ... 23

Gambar 4.2 Ragam Berjalan ... 25

Gambar 4.3 Ragam Pusing Tari... 27

Gambar 4.4 Ragam Gila Kepayang ... 29

Gambar 4.5 Ragam Berjalan Bersifat ... 31

Gambar 4.6 Ragam Gencat-gencat ... 33

Gambar 4.7 Ragam Sebelah Kaki ... 35

Gambar 4.8 Ragam Langkah Melonjak ... 38

Gambar 4.9 Ragam Tari Melonjak ... 41

Gambar 4.10 Ragam Tari Pinang-meminang ... 45

Gambar 4.11 Ragam Rupa-rupa ... 48

Gambar 4.12 Ragam Sapu Tangan ... 51