Analisis Viabilitas Finansial Peternak Sapi Di Kabupaten Sumatera utara (Studi Kasus: Desa Paya Bakung, Kec. Hamparan Perak, Kab. Deli Serdang)

9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Zoologi Sapi
Penggolongan sapi kedalam suatu bangsa (Breed) sapi, didasarkan atas sekumpulan
persamaan karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, mereka
dapat dibedakan dari ternak lainnya meskipun masih dalam spesies yang sama.
Karakteristik yang dimiliki tersebut akan diturunkan ke generasi berikutnya. Menurut
Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai
berikut:
Phylum

: Chordata

Subphylum

: Vertebrata


Class

: Mamalia

Sub Class

: Theria

Infra Class

: Eutheria

Ordo

: Artiodactyla

Sub Ordo

: Ruminantia


Infra Ordo

: Pecora

Famili

: Bovidae

Genus

: Bos (cattle)

Spesies

: Bos taurus (Sapi Eropa)
Bos indicus (sapi india)
Bos javanicus (Banteng/sapi Bali)

9
Universitas Sumatera Utara


10

Menurut Pane (1993) Sapi adalah hewan ternak terpenting dari jenis-jenis hewan
ternak yang dipelihara manusia sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja, dan
kebutuhan manusia lainnya. Ternak sapi menghasilkan sekitar 50% kebutuhan daging
di dunia, 95% kebutuhan susu, dan kulitnya menghasilkan sekitar 85 % kebutuhan
kulit untuk sepatu. Sapi adalah salah satu genus dari famili Bovidae. Ternak atau
hewan-hewan lainnya yang termasuk famili ini ialah bison, banteng (Bibos), kerbau
(Bubalus), kerbau Afrika (Syncherus), dan anoa. oleh karena itu ia tidak satu genus
dengan sapi Eropa atau Bos taurus dan sapi-sapi tropis atau Bos indicus.
Sapi potong asli Indonesia adalah sapi potong yang sejak dahulu kala sudah terdapat
di Indonesia. Sedangkan sapi lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar
Indonesia, tetapi sudah berkembang biak dan dibudidayakan lama sekali di Indonesia,
sehingga telah mempunyai ciri khas tertentu. bangsa sapi potong asli Indonesia hanya
sapi Bali (Bos Sondaicus), sedangkan yang termasuk sapi lokal adalah sapi Madura
dan sapi Sumba Ongole (SO) (Rianto, 2006).
2.1.2. Pemeliharaan Sapi
a. Pemeliharaan Semi Intensif
Pada siang hari sapi-sapi diikat dan ditambatkan di ladang, kebun, atau pekarangan

yang rumputnya subur. Kemudian sore harinya sapi-sapi tadi dimasukkan ke dalam
kandang sederhana yang dibuat dari bahan bambu, kayu, atap genteng atau rumbia,
dan sebagainya, yang lantainya dari tanah dipadatkan. Pada malam hari mereka di
beri pakan tambahan berupa hijauan rumput atau dedaun-daunan. Terkadang juga
mereka masih diberi pakan penguat berupa dedak halus yang dicampur sedikit garam
(Sugeng, 2000).

Universitas Sumatera Utara

11

b. Pemeliharaan intensif
Menurut Bambang (2006) Pada Umumnya sapi yang diperlihara secara intensif
hampir sepanjang hari berada di dalam kandang. Sapi memperoleh perlakuan yang
lebih teratur dan rutin dalam hal memberikan pakan, membersihkan kandang,
memandikan sapi, menimbang, mengendalikan penyakit dan sebagainya.
1.Pemberian Pakan.
Pakan sapi yang dipelihara secara intensif pada umumnya terdiri atas pakan hijauan
dan pakan penguat seperti dedak halus, bungkil kelapa, bungkil kacang tanah, jagung
giling, dan lain-lain. Bahan Pakan diberikan sebanyak 10% dari berat badan dan

pakan penguat sebanyak 1% dari berat badan. Pakan hijauan juga bisa diberikan 2-3
kali sehari, sedangkan pakan penguat bisa diberikan 1-2 kali sehari. Pemberian air
minum 20-30 liter/hari/ekor.
2. Pembersihan Kandang dan Pemberian Tilam.
Setiap hari kandang harus dibersihkan dari kotoran. Sesudah dibersihkan, sebaiknya
lantai diberi tilam sekaligus. Dengan adanya tilam, pembuangan kotoran yang ada di
lantai bisa ditunda. Peternak tidak perlu setiap hari membersihkan lantai, melainkan
cukup dengan menebarkan tilam di atasnya sehingga tilam menjadi tumpukan yang
lebih tebal, belapis-lapis, empuk, serta bisa memperbanyak pupuk. Tilam yang sudah
tertimbun tebal ini bisa dibongkar seminggu sekali.
3. Memandikan Sapi.
Badan sapi harus dimandikan sehari sekali. Caranya, kulitnya digosok-gosok dengan
sikat atau spon atau bahan lain sehingga bersih. Sapi yang kulitnya bersih, air
keringatnya akan keluar dengan lancar, pengaturan panas didalam tubuh menjadi
lebih sempurna, dan parasit kulit atau gatal-gatal tidak mudah menghinggapinya.

Universitas Sumatera Utara

12


4. Menimbang berat Badan.
Sapi yang dipelihara harus dilakukan penimbangan secara rutin. Saat masih pedet,
penimbangan dilakukan seminggu sekali, sesudah disapih dilakukan sebulan.
c.Pemeliharaan Ekstensif
Sapi-sapi tersebut dilepaskan di padang pengembalaan dan digembalakan sepanjang
hari, mulai pagi sampai sore hari. Selanjutnya mereka digiring kekandang terbuka
yakni kandang tanpa atap. Di dalam kandang, sapi itu tidak diberi pakan tambahan
lagi (Sugeng, 2000).
Pola ekstensifikasi memiliki beberapa sifat, di antaranya sebagai berikut:
1. Cenderung menggunakan teknologi tradisional, belum memanfaatkan kandang dan
pemberian pakan dengan digembalakan serta perawatan ternak seadanya.
2. Membutuhkan lahan luas untuk penggembalaan.
3. Memiliki jangkauan pengawasan cukup luas terhadap binatang ternak yang
digembalakan, padahal tenaga kerja sangat terbatas.
4. Waktu pembesaran relatif lama.
Ternak sapi dilepaskan di padang penggembalaan sepanjang hari. Selanjutnya, sapisapi tersebut digiring kekandang terbuka, yakni kandang tanpa atap. Di dalam
kandang, sapi tidak diberi pakan tambahan lagi. Bila ditelaah, pola ekstensifikasi ini
kurang efisien. Hal ini karena untuk menghasilkan atau meningkatkan output produk
dibutuhkan lahan penggembalaan yang lebih luas (Yulianto dan Cahyo, 2010)


Universitas Sumatera Utara

13

2.1.3. Pengembangbiakan Sapi
Menurut Murtidjo (1990) Usaha perkembangbiakan sapi potong bibit bertujua untuk
pengembangbiakan sapi potong. Keuntungan yang diharapkan adalah pada hasil
keturunan. Metode perkawinan sapi merupakan pemaparan beberapa metode
perkawinan untuk program pengembangbiakan sapi.
1. Metode ilmiah, sapi jantan pemacak dikawinkan dengan sapi betinan yang sedang
birahi
2. Metode Insemninasi Buatan (IB). Metode ini lebih popular dikenal istilah kawin
suntik.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Teori Produksi
Menurut Herlambang (2002) Produksi adalah salah satu fungsi manajemen yang
sangat penting bagi operasi sebuah perusahaan. Kegiatan produksi menunjukkan
kepada upaya pengubahan input atau sumber daya menjadi output (barang atau jasa).
Input segala bentuk sumber daya yang digunakan dalam pembentukan output. Secara
luas, input dapat dikelomokkan menjadi kategori yaitu tenaga kerja dan capital.

Biaya produksi merupakan salah satu faktor penting untuk dikelola dalam kegiatan
produksi untuk menentukan laba usaha. Sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi
dimana dengan pengeluaran tertentu untuk memperoleh keuntungan yang optimal
maka diperlukan pengendalian biaya. Menurut Mulyadi (2004), biaya produksi adalah
biaya-biaya yang terjadi untuk mengelola bahan baku menjadi produk yang siap jual.
Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam proses produksi,

Universitas Sumatera Utara

14

baik secara tunai maupun tidak tunai. Dalam analisis ekonomi, biaya diklasifikasikan
ke dalam beberapa golongan sesuai dengan tujuan spesifik dari analisis yang
dikerjakan, yaitu sebagai berikut:
1) Biaya uang dan biaya in natura.
Biaya- biaya yang berupa uang tunai, misalnya upah kerja untuk biaya penggarapan
tanah, biaya untuk pembelian pupuk dan pestisida dan lain-lain. Sedangkan biayabiaya panen, bagi hasil, sumbangan dan pajak- pajak dibayarkan dalam bentuk natura.
2) Biaya tetap dan biaya variabel.
Biaya tetap adalah jenis biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar
kecilnya produksi, misalnya sewa atau bunga tanah yang berupa uang. Sedangkan

biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya berhubungan langsung dengan
besarnya produksi, misalnya pengeluaran untuk bibit, pakan dan sebagainya.
3) Biaya rata -rata dan biaya marginal.
Biaya rata- rata adalah hasil bagi antara biaya total dengan jumlah produk yang
dihasilkan. Sedangkan biaya marginal adalah biaya tambahan yang dikeluarkan
petani/pengusaha untuk mendapatkan tambahan satu satuan produk pada suatu tingkat
produksi tertentu (Daniel, 2002).
Agar perhitungan secara ekonomis dapat dilakukan secara akurat, perlu dilakukan
perhitungan antara biaya investasi dan biaya produksi (variabel) yang dikeluarkan
selama masa usaha. Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk
membeli atau menyewa barang yang tidak habis pakai dalam satu kali masa produksi,
misalnya biaya pembelian lahan usaha, pembuatan kandang, sewa kendaraan
pengangkutan. Biaya variabel merupakan biaya yang dikeluarkan untuk keperluan
produksi sapi yang biasanya habis dalam satu kali produksi misalnya biaya pembelian

Universitas Sumatera Utara

15

sapi bakalan, pembelian bahan pakan, gaji tenaga kerja dan biaya pengobatan

(Abidin, 2002).
2.2.2. Teori Penerimaan
Penerimaan usahatani adalah perkalian antara volume produksi yang diperoleh
dengan harga jual. Harga jual adalah harga transaksi antara petani (penghasil) dan
pembeli untuk setiap komoditas menurut satuan tempat. Satuan yang digunakan
seperti satuan yang lazim dipakai pembeli/penjual secara partai besar, misalnya: kg,
kuintal, ikat, dan sebagainya (Soekartawi, 2006).
Menurut Boediono (1992), ada beberapa konsep penerimaan yaitu :
1. Total Revenue (TR) yaitu penerimaan total produsen dari hasil penjualan outputnya.
Total revenue adalah output dikalikan harga jual output.
2. Average Revenue (AR) yaitu penerimaan produsen per unit output yang ia jual
3. Marginal Revenue (MR) yaitu kenaikan dari TR yang disebabkan oleh penjualan
tambahan 1 unit output.
2.2.3. Teori Pendapatan
Menurut Soekartawi (2003) Pendapatan usahatani dapat dibagi menjadi dua yaitu
pendapatan kotor dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor (penerimaan) usahatani
adalah nilai produksi total usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual,
dikonsumsi oleh rumah tangga petani, dan disimpan di gudang pada akhir tahun.
Sedangkan pendapatan bersih usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor
usahatani dengan biaya produksi seperti upah buruh, pembelian bibit, obat-obatan dan

pupuk yang digunakan oleh usahatani. Pendapatan keluarga yang diperoleh petani
berasal dari pendapatan bersih dijumlahkan dengan biaya tenaga kerja keluarga.

Universitas Sumatera Utara

16

Analisa pendapatan berfungsi untuk mengukur berhasil tidaknya suatu kegiatan
usaha, menemukan komponen utama pendapatan dan apakah komponen itu masih
dapat ditingkatkan atau tidak. Kegiatan usaha dikatakan berhasil apabila
pendapatannya memenuhi syarat cukup untuk memenuhi semua sarana produksi.
Analisis usaha tersebut merupakan keterangan yang rinci tentang penerimaan dan
pengeluaran selama jangka waktu tertentu (Aritonang, 1993).
Pendapatan usaha ternak sapi sangat dipengaruhi oleh banyaknya ternak yang dijual
oleh peternak itu sendiri sehingga semakin banyak jumlah ternak sapi maka semakin
tinggi pendapatan bersih yang diperoleh (Soekartawi, 1995).
2.2.4. Viabilitas Finansial
Seperti yang tercantum pada National Regulatory System for Community Housting,
viabilitas finansial adalah kemampuan usaha untuk menghasilkan pendapatan yang
cukup untuk menutupi biaya produksi, pengeluaran operasional, kewajiban finansial,
pengeluaran mikro dan seluruh pernyataan pengeluaran hingga pertumbuhan usaha
dimasa depan (Anonimous, 2015).
Menurut Wiebie (2007), Viabilitas finansial merupakan analisis yang bertujuan untuk
menilai kemampuan untuk bertahan hidup dan berkembang selama periode waktu
yang panjang. Komponen penilaian analisis viabilitas finansial adalah penerimaan
(Total Revenue), biaya

produksi (Total Cost) dan konsumsi. Viabilitas finansial

ditentukan oleh tingkat pendapatan pertanian. Pendapatan sektor pertanian
menunjukkan fluktuasi yang kuat dari waktu ke waktu karena fluktuasi harga dan
hasil. Tingkat pendapatan juga dipengaruhi oleh jumlah subsidi pertanian.

Universitas Sumatera Utara

17

2.3. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu mengenai analisis viabilitas finansial yang menjadi rujukan
adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1. Daftar Penelitian Terdahulu
No
Nama
Judul
Peneliti
1
Samir
Analisis
Viabilitas
Yasif

Finansial

(2015)

Kayu

Petani
di

Hasil
Hasil

yang

diperoleh

yaitu

Ubi

pendapatan bersih usahatani ubi

Kabupaten

kayu di daerah penelitian cukup

Serdang Bedagai (Studi

besar,

yakni

Kasus: Desa Pegajahan,

Rp.3.877.182/bulan.Ini

lebih

Kecamatan

tinggi

dibandingkan

upah

minimum

Pegajahan,

Kabupaten Sergei)

dengan

kabupaten

(UMK)

Serdang

Bedagai

sebesar

Rp.1.496.000/bulan.

Viabilitas finansial petani ubi
kayu di daerah penelitian adalah
viabel.

Universitas Sumatera Utara

18

Lanjutan Tabel 2.1. Daftar Penelitian Terdahulu
No
Nama
Judul
Peneliti
2
Juprianto
Analisis
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Simanullan Pendapatan dan Viabilitas
Finansial Petani Salak
g (2014)
Padangsidimpuan
Di
Kabupaten
Tapanuli
Selatan

3

Mayang
Damayanti
(2010)

Sistem Usaha Ternak
Sapi
Potong
Dan
Kontribusinya Terhadap
Pendapatan
Keluarga
(Studi Kasus : Desa Cinta
Rakyat,
Kecamatan
Percut
Sei
Tuan,
Kabupaten Deli Serdang)

Hasil
Pada perhitungan biaya riil,
diperoleh rata-rata pendapatan
keluarga
sebesar
Rp.6.887.118,14/ha/thn.
Jika
dibagi per bulannya maka
pendapatan keluarga petani
sebesar
Rp.573.926,5
per
hektar.
Bila dibandingkan dengan Upah
Minimum Kabupaten (UMK)
Tapanuli Selatan yaitu sebesar
Rp.1.496.000/bulan maka ratarata
pendapatan
keluarga
petani/bulan
di
daerah
penelitian lebih kecil dari Upah
Minimum Kabupaten (UMK)
Tapanuli Selatan. Sehingga
kehidupan masyarakat petani di
Desa
Siuhom
Kecamatan
Angkola
Barat
Kabupaten
Tapanuli Selatan tergolong
miskin. Viabilitas Finansial
Petani Salak Padangsidimpuan
Di Kabupaten Tapanuli Selatan
adalah tidak viabel.
Kontribusi pendapatan dari
usaha ternak sapi potong
terhadap pendapatan keluarga
adalah 69,3 % (lebih besar dari
30%), sedangkan kontribusi
dari pendapatan non usaha
ternak sapi potong (Usahatani
Padi) adalah 27,4 % (lebih kecil
dari 30%). Hal ini menunjukkan
bahwa usaha ternak sapi potong
memberikan
kontribusi
pendapatan yang jauh lebih
besar dibandingkan kontribusi
yang diperoleh dari usaha non
ternak sapi potong (padi)
terhadap
total
pendapatan
keluarga peternak didaerah
penelitian.

Universitas Sumatera Utara

19

Lanjutan Tabel 2.1. Daftar Penelitian Terdahulu
Nama
No
Judul
Peneliti

Hasil
Dapat dilihat bahwa meskipun
usaha ternak sapi potong di
daerah
penelitian
hanya
dianggap peternak sebagai
usaha sampingan, tetapi pada
kenyataannya usaha ternak sapi
potong
tersebut
dapat
menyumbangkan
pendapatan
yang jauh lebih besar daripada
pendapatan non usaha ternak
sapi potong yaitu usahatani padi
yang mereka anggap sebagai
usaha pokok mereka. Sesuai
dengan penjabaran mengenai
besar kontribusi usaha tersebut,
maka hipotesis diterima yaitu
kontribusi usaha ternak sapi
potong
terhadap
total
pendapatan keluarga adalah
besar yaitu sebesar 69,3 %
(>30%)

2.4. Kerangka Pemikiran
Didalam menjalankan usaha ternak sapi potong harus ada ketersediaan input produksi
yaitu anakan/bibit, tenaga kerja, lahan, pakan dan obat-obatan. Input produksi
tersebut akan menghasilkan biaya produksi.
Proses Produksi yang dilakukan oleh peternak akan menghasilkan produksi daging
sapi potong. Hasil penjualan dari produksi sapi potong merupakan penerimaan yang
diperoleh oleh peternak. Selanjutnya untuk mengetahui besar pendapatan yang
diperoleh, peternak harus menghitung selisih antara penerimaan dengan total biaya
produksi.
Setelah mengetahui pendapatan yang dihasilkan, maka dilakukan analisis viabilitas.
Ketika modal dan konsumsi diketahui, maka viabilitas juga dapat diketahui. Suatu

Universitas Sumatera Utara

20

usaha dikatakan viabel apabila pendapatan lebih besar daripada niaya produksi dan
konsumsi. suatu usaha dikatakan tidak viabel apabila pendapatan lebih kecil dari
biaya produksi atau konsumsi.
Secara sistematis kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:

Peternak Sapi Potong
Input Produksi:
1. Anakan/Bibit Sapi
2. Pakan
3. Lahan
4. Tenaga Kerja
5. Obat-obatan

Proses Produksi Sapi Potong

Produksi Sapi

Penerimaan

Biaya Produksi

Konsumsi

Pendapatan

Analisis Viabilitas

Tidak Viabel
Viabel
Gambar 2.1. Skema Kerangka Pemikiran
Keterangan :
: Menyatakan Hubungan
: Menyatakan hasil analisis

Universitas Sumatera Utara

21

2.5. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah dan landasan teori yang dibuat, maka hipotesis dari
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Pendapatan bersih usaha ternak Sapi di daerah penelitian lebih tinggi dari upah
minimum kabupaten.
2. Analisis viabilitas finansial peternak sapi di Kabupaten Deli Serdang dapat
dikategorikan viabel.

Universitas Sumatera Utara