Pengaruh Efektivitas Kepemimpinan Dan Persepsi Dukungan Organisasi Terhadap Disiplin Kerja Karyawan

BAB II
LANDASAN TEORI

A. DISIPLIN KERJA
1. Pengertian Disiplin Kerja

Secara etimologi, kata disiplin berasal dari bahasa Latin yaitu
disibel yang berarti murid atau pengikut. Kemudian kata ini mengalami

perubahan menjadi disipline yang berarti kepatuhan atau yang menyangkut
tata tertib (wikipedia.org). Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, edisi III), disiplin diartikan sebagai suatu ketaatan (kepatuhan)
kepada peraturan (tata tertib, dsb). Dengan kata lain disiplin diartikan
sebagai suatu sikap dalam perbuatan untuk selalu mentaati tata tertib yang
berlaku.
Menurut Madya (2006) disiplin merupakan pengikut yang
sungguh-sungguh dan adanya ketekunan untuk mengikuti atau menuruti
ajaran-ajaran pemimpin atau pembimbing. Sudirjo (1982) memberikan
pengertian bahwa disiplin adalah ketaatan, ketentuan, sikap kelakuan,
sikap hormat sesuai dengan aturan-aturan tertentu. Sedangkan Tambunan
(1982) menyatakan disiplin adalah kemauan, kesanggupan, dan kesediaan

seseorang untuk mentaati semua peraturan dan ketentuan yang berlaku,
mengemban tanggung jawab, melaksanakan tugas dan menunaikan
kewajiban serta tidak melanggar larangan yang ada.

8
Universitas Sumatera Utara

Nitisemito (2006) berpendapat bahwa disiplin kerja bukan hanya
menyangkut masalah kehadiran yang tepat waktu di tempat kerja namun
lebih tepat dapat diartikan sebagai suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan
yang sesuai dengan peraturan dari perusahaan baik tertulis maupun tidak.
Selain itu disiplin kerja dapat dikatakan sebagai suatu bentuk tindakan
manajemen untuk menegakkan standar-standar organisasi (Davis &
Newstrom, 2001).
Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat dilihat bahwa para ahli
memiliki pendapat yang beragam mengenai disiplin kerja. Benang merah
yang dapat diambil yaitu disiplin kerja adalah kesediaan seseorang untuk
bersikap taat pada aturan, ketentuan, dan norma-norma yang berlaku
dalam perusahaan baik tertulis maupun tidak, serta dilakukan atas dasar
kesadaran dan bukan paksaan.


2. Aspek-aspek Disiplin Kerja

Crow & Crow (2000) berpendapat bahwa disiplin kerja memiliki
aspek-aspek sebagai berikut:

a. Kesadaran
Yaitu bentuk sikap yang menunjukkan kepekaan terhadap adanya
suatu stimuli yang berupa objek, situasi, dan problema yang

9
Universitas Sumatera Utara

dimanifestasikan dalam bentuk kerelaan dalam mentaati peraturan
serta sadar akan tugas dan tanggung jawab tanpa paksaan.
b. Pemahaman
Adalah suatu kemampuan untuk memberi batasan atas dasar
pengertian yang menuntut adanya kemampuan untuk menghubungkan
antara pengalaman yang lalu dengan sikap yang berani dalam
menyelesaikan atau menanggulangi hambatan-hambatan. Pemahaman

didasarkan pada fakta-fakta yang kemudian memerlukan proses
evaluasi dan klasifikasi sehingga pengorganisasian dalam penentuan
masalah serta pemecahannya dapat dilakukan secara akurat.
c. Keterampilan
Merupakan bentuk kecekatan, kemahiran, serta kebiasaan yang
dimiliki seseorang sebagai hasil dari latihan.

3. Jenis-jenis Disiplin Kerja

Berdasarkan proses terbentuknya, Terry (2006) membagi disiplin
kerja menjadi dua jenis, yaitu:
1) Self Discipline, yaitu kedisiplinan yang timbul dari dalam diri sendiri
atas dasar kesadaran, dan bukan atas paksaan. Disiplin timbul karena
karyawan merasa kebutuhannya sudah terpenuhi serta telah merasa
menjadi bagian dari organisasi.

10
Universitas Sumatera Utara

2) Command Discipline, adalah disiplin yang tidak timbul dari diri sendiri

karena perasaan ikhlas namun sebagai akibat dari paksaan, perintah,
kekuasaan, serta hukuman dari pihak yang memiliki wewenang lebih
tinggi.
Apabila self discipline telah tumbuh di dalam diri karyawan, maka
hal ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi perusahaan atau organisasi.
Karena disiplin jenis inilah yang sangat diharapkan oleh perusahaan dari
setiap karyawannya. Dengan tercapainya self discipline pada tiap
karyawan maka perusahaan tidak perlu lagi melakukan pengawasan terus
menerus dan command discipline dapat dikurangi bahkan ditiadakan.
Namun apabila self discipline belum terbentuk, dengan kata lain disiplin
yang ada sekarang adalah command discipline maka perusahaan harus
tetap melakukan pengawasan dan melaksanakan pembentukan disiplin
kerja pada karyawannya (David, 2016).

4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Disiplin Kerja

Tingkat disiplin seseorang berbeda dengan orang lain. Tingkat
disiplin yang berbeda ini akan terlihat ketika seseorang bekerja.
Perbedaan-perbedaan ini diakibatkan oleh banyak hal. Steers (1985),
Harris (2001), dan Nitisemito (1982) (Sunarsih, 2001) secara umum

membedakannya menjadi 2 (dua) faktor yaitu:

11
Universitas Sumatera Utara

1) Berasal dari dalam diri individu (internal) yang meliputi:
a. Kepribadian.
Kepribadian karyawan menentukan perilaku disiplin kerja mereka.
Penelitian Yuspratiwi (1990) menemukan bahwa individu yang
memiliki kecenderungan locus of control internal lebih mampu
mengontrol waktunya, lebih bersungguh-sungguh dalam bekerja,
serta lebih menunjukkan perfomansi kerja yang lebih baik pada
situasi yang kompleks. Faktor kepribadian juga akan berpengaruh
pada cara pandang seseorang. Cara pandang inilah yang
menentukan persepsi karyawan terhadap kepemimpinan atasan
serta dukungan organisasi terhadap dirinya, sehingga akan
berpengaruh pada perfomasi kerja yang dalam hal ini adalah
disiplin kerja karyawan (Spriegel dalam Yuspratiwi, 1990).
b. Semangat kerja.
Disiplin kerja dapat terbentuk apabila karyawan memiliki semangat

kerja yang tinggi. Tingginya semangat kerja akan membuat
karyawan menyelesaikan tugas dengan cepat dan baik. Ketika
seseorang bersemangat dalam bekerja, maka ia akan merasa
gembira, setia, kooperatif, dan taat pada peraturan-peraturan
perusahaan.
c. Motivasi kerja intrinsik.
Motivasi kerja intrinsik pada karyawan adalah perasaan bangga
dalam dirinya terhadap lingkungan kerja serta organisasi tempat dia

12
Universitas Sumatera Utara

bekerja. Perasaan bangga ini akan membangun kepercayaan dalam
diri karyawan yang membuatnya melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya dengan sukarela.
d. Kepuasan kerja intrinsik.
Kepuasan kerja intrinsik merupakan makna pekerjaan tersebut bagi
diri karyawan. Bagaimana seorang karyawan memaknai pentingnya
pekerjaan dan jabatannya bagi perusahaan dan bagi dirinya sendiri
terutama untuk mengaplikasikan ilmu dan keterampilan yang ia

miliki. Dengan adanya kepuasan dari dalam diri karyawan, maka
karyawan akan lebih giat bekerja secara suka rela.
2) Berasal dari luar individu (eksternal) yang meliputi:
a. Motivasi kerja ekstrinsik.
Yaitu adanya pujian dan penghargaan dari atasan atas kinerja
seorang karyawan. Pujian dan penghargaan ini akan menjadi
pendorong bagi karyawan untuk bekerja secara maksimal dengan
tetap memperhatikan peraturan-peraturan dalam perusahaan.
(Soejono dan Djono dalam Sunarsih, 2001).
b. Kepuasan kerja ekstrinsik.
Kepuasan kerja yang berasal dari luar individu adalah berupa
jumlah kompensasi atau gaji yang diberikan perusahaan terhadap
hasil kerja karyawan. Apabila karyawan merasa gaji yang
diterimanya sudah cukup maka hal ini akan mendorong karyawan

13
Universitas Sumatera Utara

untuk bekerja lebih maksimal sesuai dengan peraturan yang berlaku
(Wexley & Yukl dan Davis & Newstrom, 2001; Sunarsih, 2001).

c. Kepemimpinan.
Keteladanan

pemimpin

dalam

menegakkan

disiplin

sangat

berpengaruh bagi disiplin kerja karyawan. Ketika karyawan
dituntut untuk menaati peraturan maka pemimpin harus terlebih
dahulu menunjukkan ketaatannya pada peraturan tersebut sehingga
menjadi contoh bagi karyawan (Nitisemito, 1982). Selain itu
konsistensi pemimpin dalam memberikan tindakan indisipliner bagi
karyawan yang melanggar peraturan akan mempertahankan disiplin
kerja karyawan.

d. Lingkungan kerja.
Lingkungan kerja akan memberikan rangsangan terhadap karyawan
untuk berperilaku dalam organisasi. Selain itu lingkungan kerja
juga bisa memberikan tekanan kerja bagi karyawan, seperti
tuntutan tugas yang terlalu berlebihan yang mengakibatkan
munculnya perilaku-perilaku penyimpangan terhadap peraturan
perusahaan (Steers, 1985).
e. Tindakan indisipliner yang diberikan.
Tindakan indisipliner yang konsisten dibutuhkan untuk membentuk
disiplin kerja pada karyawan dan mencegah karyawan lain
melanggar peraturan dalam perusahaan. Tindakan indisipliner
dapat berupa positif dan negatif. Tindakan indisipliner positif

14
Universitas Sumatera Utara

adalah dengan memberikan nasihat yang membangun demi
kebaikan diri karyawan dimasa yang akan datang, sedangkan
tindakan indisipliner negatif berupa peringatan lisan, peringatan
tertulis, dihilangkan sebagian haknya, didenda, dirumahkan

sementara, diturunkan pangkatnya, dipecat. Urutan-urutan tindakan
indisipliner negatif ini disusun berdasarkan tingkat yang paling
ringan hingga yang paling berat (Ranupandojo & Husnan, 2002).
Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa secara garis besar ada dua faktor utama yang mempengaruhi
disiplin, yaitu:
1) Faktor Internal, yang meliputi kepribadian, semangat kerja, motivasi
kerja intrinsik, rasa aman di masa depan, serta kepuasan kerja.
2) Faktor

Eksternal,

yang

meliputi

motivasi

kerja


ekstrinsik,

kepemimpinan, lingkungan kerja, tindakan indisipliner yang diberikan,
jumlah dan komposisi kompensasi, posisi kerja, mutasi, serta promosi.

15
Universitas Sumatera Utara

B. EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN
1. Pengertian Kepemimpinan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pemimpin adalah orang
yang memimpin, sedangkan pengertian memimpin adalah mengetuai atau
mengepalai (KBBI, edisi III). Anwar (2005) berpendapat pemimpin adalah
orang yang memiliki wewenang dan kapasitas dalam mempengaruhi orang
lain untuk berperilaku sesuai dengan harapan organisasi. Kemampuan
merumuskan dan mengartikulasikan visi organisasi yang dimiliki seorang
pemimpin akan menentukan efektivitas organisasi di masa depan.
Pemimpin mampu mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja
bersama-sama dalam tugas yang saling berkaitan, untuk mencapai apa
yang diinginkan (Cahyono, 2005). Pemimpin yang baik adalah mereka
yang selain memiliki kemampuan pribadi baik berupa sifat maupun bakat,
juga mampu membaca keadaan pengikut dan lingkungan (Rivai &
Mulyadi, 2009).
Menurut Dale (2002) pemimpin adalah orang yang menerapkan
prinsip dan teknik yang memastikan motivasi, disiplin, dan produktivitas
dalam hal bekerja sama dengan orang agar dapat mencapai sasaran
perusahaan. Dengan demikian disiplin kerja para karyawan sangat
dipengaruhi oleh pemimpinnya.
Sedangkan kepemimpinan adalah kata benda dari pemimpin
(leader ), kepemimpinan dapat didefenisikan sebagai suatu proses

16
Universitas Sumatera Utara

pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari
sekelompok anggota yang saling berhubungan (Stoner, 2006; Handoko,
2011). Sementara itu Koontz dan O’donnel, 2008 (Moeheriono, 2012)
berpendapat

bahwa

kepemimpinan

adalah

proses

mempengaruhi

sekelompok orang sehingga mau bekerja dengan sungguh-sungguh untuk
meraih tujuan kelompok. Terry, 2006 (Moeheriono, 2012) menyatakan
bahwa kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang-orang untuk
bersedia berusaha mencapai tujuan bersama-sama.
Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa kepemimpinan dapat diartikan sebagai kemampuan dan
keterampilan dari seseorang yang menduduki jabatan sebagai pemimpin
suatu satuan kerja untuk mempengaruhi perilaku orang lain yang menjadi
bawahannya untuk bersedia bekerja bersama-sama mencapai tujuan
organisasi. Kemampuan mempengaruhi ini akan menentukan cara yang
digunakan oleh karyawan dalam mencapai hasil kerja yang diinginkan.

2. Pengertian Efektivitas Kepemimpinan

Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti
berhasil atau ditaati (Echols & Shadily, 2005). Sedangkan Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI, edisi III) efektif berarti dapat membawa
hasil; berhasil guna (tentang usaha, tindakan). Efektivitas adalah
pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah ditentukan

17
Universitas Sumatera Utara

sebelumnya (Emerson, 1980; Handayaningrat, 2002). Sedangkan pendapat
lain mengatakan bahwa efektivitas adalah kemampuan melaksanakan
tugas, fungsi (operasi kegiatan program dan visi) dari suatu organisasi atau
sejenisnya yang tidak adanya tekanan dan ketegangan diantara
pelaksananya (Kurniawan, 2005).
Sementara itu, kepemimpinan yang efektif adalah kepemimpinan
yang mampu menumbuhkan, memelihara, dan mengembangkan usaha dan
iklim yang kooperatif dalam kehidupan organisasional (Siagian, 2003).
Sebuah kepemimpinan itu dapat dikatakan berhasil apabila yang
dipengaruhi melakukan apa yang dikehendaki oleh orang yang
mempengaruhi (pemimpin).
Kepemipinan

yang

berhasil

belum

tentu

efektif,

karena

kepemimpinan dikatakan efektif apabila orang yang dipengaruhi itu
melaksanakannya dengan sukarela dan dapat menerima pengaruhnya itu
dengan senang hati, bukan terpaksa (Sigit, 2003). Sedangkan menurut
Chris Chittenden dari Gaia Consulting Group Pty, Ltd kepemimpinan
efektif adalah mampu menempatkan orang-orang sehingga mereka tidak
bekerja menurut kehendaknya masing-masing (Rivai, 2004).
Dari pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
efektivitas kepemimpinan adalah sejauh mana keberhasilan seseorang
yang menduduki posisi pemimpin dalam menerapkan keahlian dan
kemahirannya guna mempengaruhi bawahannya untuk bekerja bersama-

18
Universitas Sumatera Utara

sama secara ikhlas sehingga tercapailah tujuan organisasi yang sudah
ditetapkan sebelumnya.

3. Dimensi Efektivitas Kepemimpinan

Fiedler, 1967 (Robbins, 2008) telah mengidentifikasi tiga dimensi
keefektifitasan kepemimpinan. Ketiga dimensi tersebut adalah :
1) Hubungan pemimpin-bawahan
Hubungan pemimpin dengan bawahan menunjukkan sejauh mana
seorang pemimpin mendapatkan dukungan dan loyalitas dari
bawahannya dan hubungannya dengan para bawahan itu menimbulkan
suasana nyaman dan bersahabat bagi karyawan dalam bekerja.
2) Struktur tugas
Pada struktur tugas terdapat prosedur pengoperasian standar untuk
menyelesaikan tugas dan indikator obyektif tentang seberapa baik
tugas itu dikerjakan. Struktur tugas yang tinggi akan memberikan
kontribusi pada situasi yang menguntungkan pemimpin karena
pemimpin akan lebih mudah memonitor dan mempengaruhi perilaku
bawahannya pada tugas yang berstruktur tinggi. Sedangkan tugas yang
tidak

terstruktur

akan

memberikan

kontribusi

yang

tidak

menguntungkan pemimpin, sehingga kemampuan pemimpin untuk
mengontrol bawahannya menjadi lebih rendah.

19
Universitas Sumatera Utara

3) Kekuatan posisi pemimpin
Pada kekuatan posisi pemimpin terdapat tingkat wewenang pemimpin
untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja bawahannya, memberikan
penghargaan, promosi, hukuman, serta demosi. Semakin besar
kekuasaan formal seorang pemimpin untuk memberikan hukuman dan
penghargaan maka semakin kuat kontrol pemimpin, dan hal ini
membuat situasi semakin menguntungkan bagi pemimpin, dan
sebaliknya.

4. Dampak Efektivitas Kepemimpinan

Tinggi atau rendahnya efektivitas kepemimpinan akan berpengaruh
terhadap banyak hal. Menurut Bader (2001) efektivitas kepemimpinan
yang diterapkan di suatu organisasi memiliki dampak seperti:
1) Komunikasi antara pemimpin dan bawahan
Komunikasi yang baik di dalam organisasi mampu memperkuat peran
pemimpin di dalam organisasi dan membawa dampak yang positif
antara pemimpin dan bawahan dalam mencapai tujuan bersama.
2) Komitmen kerja
Efektivitas yang ditunjukkan oleh pemimpin dapat membuat karyawan
lebih berkomitmen di dalam tugas dan tangung jawab mereka.

20
Universitas Sumatera Utara

3) Kepuasan kerja
Kepuasan kerja yang didapat oleh karyawan diakibatkan karena
adanya kenyamanan dan kepemimpinan yang efektif.
4) Motivasi kerja
Pemimpin yang efektif mampu meningkatkan semangat kerja
karyawan untuk mencapai tujuan bersama karena adanya dukungan
dari pemimpin.
5) Kenyaman kerja
Pemimpin yang efektif juga mampu membuat karyawan nyaman
dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh pemimpin.
6) Keamanan (secure)
Pemimpin yang efektif mampu menciptakan keadaan yang membuat
karyawan merasa aman (secure) di dalam organisasi, karena pemimpin
mampu menyesuaikan sikapnya sebagai pemimpin dengan kondisi
yang ada.

21
Universitas Sumatera Utara

C. PERSEPSI TERHADAP DUKUNGAN ORGANISASI
1. Pengertian Persepsi Terhadap Dukungan Organisasi

Konsep dukungan organisasi adalah bagaimana perusahaan
memperlakukan karyawan-karyawannya dalam interaksi karyawanorganisasi. Konsep dukungan organisasi berasal dari teori pertukaran
sosial. Menurut teori pertukaran sosial, antara karyawan dan organisasi
terjadi pertukaran antara upaya dan kesetiaan para karyawan dengan
manfaat yang sifatnya nampak serta penghargaan-penghargaan sosial dari
organisasi. Dukungan organisasi dapat dipandang sebagai komitmen
organisasi pada individu (Hutchinson, 1997; Alamgir, 2011). Komitmen
ini dapat diberikan dalam berbagai bentuk di antaranya berupa rewards,
kompensasi yang setara, serta iklim organisasi yang adil dan nyaman.
Dukungan organisasi sangat berdampak pada komitmen karyawan
terhadap

organisasi.

Peran

dukungan

organisasi

adalah

untuk

memperhatikan dan menghargai usaha karyawan dalam membantu
keberhasilan organisasi (Eisenberger dalam Fuller et al, 2003). Teori
dukungan organisasi menyatakan bahwa para karyawan mengembangkan
kepercayaan global pada organisasi dengan penekanan pada bagaimana
organisasi menghargai kontribusi mereka dan perduli terhadap keberadaan
mereka (Eisenberger at al, 1986).

22
Universitas Sumatera Utara

Dapat disimpulkan bahwa dukungan organisasi adalah bagaimana
perusahaan ataupun organisasi menghargai kontribusi karyawan terhadap
kemajuan organisasi, serta memberikan perhatian kepada kehidupan
karyawan.
Sedangkan persepsi terhadap dukungan organisasi mengacu pada
bagaimana karyawan memandang cara organisasi dalam menilai
kontribusi kerja mereka, memberi dukungan pada mereka, serta perduli
pada kesejahteraan hidup mereka. Selain itu, persepsi terhadap dukungan
organisasi juga dianggap sebagai sebuah keyakinan global yang dibentuk
oleh tiap karyawan mengenai penilaian mereka terhadap organisasi
berdasarkan pada pengalaman mereka terhadap kebijakan/peraturan dan
interaksi dengan pengurus organisasi, serta persepsi mereka mengenai
kepedulian organisasi terhadap kesejahteraan mereka (Rhoades &
Eisenberger, 2002). Para karyawan yakin bahwa organisasi mempunyai
tujuan dan orientasi, baik positif maupun negatif terhadap mereka, yang
pada akhirnya akan berpengaruh terhadap penghargaan akan kontribusi
dan kesejahteraan karyawan tersebut.
Perlakuan-perlakuan dari organisasi yang diterima oleh karyawan
ditangkap sebagai suatu stimulus yang terorganisir dan berubah menjadi
persepsi atas dukungan organisasi. Persepsi ini akan menumbuhkan
tingkat kepercayaan tertentu dari karyawan atas penghargaan dan
perhatian yang diberikan organisasi terhadap kontribusi kerja dan hidup
mereka (Allen & Meyer, 1997). Jika karyawan menganggap bahwa

23
Universitas Sumatera Utara

dukungan organisasi yang diterimanya itu tinggi, maka karyawan tersebut
akan menyatukan keanggotaannya ke dalam identitas diri mereka sehingga
mengembangkan hubungan dan persepsi yang lebih positif terhadap
organisasi. Dengan menyatunya rasa keanggotaan dalam diri karyawan
maka karyawan akan merasa menjadi bagian dari organisasi sehingga
merasa lebih bertanggung jawab untuk berkontribusi dan memberikan
performansi terbaiknya bagi organisasi.

2. Aspek-aspek Persepsi Terhadap Dukungan Organisasi

Meta-analisis yang dilakukan oleh Rhoades dan Eisenberger
(2002) mengindikasikan bahwa ada 3 aspek persepsi terhadap dukungan
organisasi. Ketiga aspek tersebut adalah sebagai berikut:
1. Keadilan
Keadilan dalam hal ini adalah keadilan prosedural, dimana Greenberg
(2010) mengatakan keadilan prosedural ini menekankan pada cara
yang sering digunakan untuk menentukan bagaimana menditribusikan
sumber daya diantara karyawan secara adil dan merata. Shore dan
Shore, 1995 (dalam Rhoades dan Eisenberger, 2002) menyatakan
bahwa banyaknya kasus

yang berhubungan dengan keadilan

prosedural memiliki efek kumulatif yang kuat pada persepsi karyawan
terhadap dukungan organisasi dengan memandang hal ini sebagai
tanda kepedulian organisasi terhadap kesejahteraan karyawannya.

24
Universitas Sumatera Utara

2. Dukungan atasan
Dukungan atasan merupakan pandangan umum karyawan tentang
sejauh mana atasan menilai kontribusi kerja karyawan dan perduli
terhadap kesejahteraan hidup karyawannya. Karena atasan bertindak
sebagai agen dari organisasi yang memiliki tanggung jawab untuk
mengarahkan dan mengevaluasi kinerja bawahan, maka karyawan
senantiasa memandang perilaku atasan sebagai indikasi adanya
dukungan dari organisasi secara keseluruhan terhadap mereka
(Levinson dalam Rhoades dan Eisenberger, 2002).
3. Penghargaan organisasi dan kondisi pekerjaan
Penghargaan organisasi dan kondisi pekerjaan merupakan pandangan
karyawan tentang penghargaan dan kondisi pekerjaan yang diberikan
organisasi kepada mereka. Bentuk-bentuknya antara lain sebagai
berikut:
b) Gaji, pengakuan, dan promosi.
c) Keamanan pekerjaan
d) Otonomi
e) Peran stressor .
f) Pelatihan kerja

25
Universitas Sumatera Utara

3. Dampak Persepsi Terhadap Dukungan Organisasi

Menurut Rhoades & Eisenberger (2002) persepsi terhadap
dukungan organisasi memiliki beberapa dampak, yaitu
1) Komitmen Organisasi
Atas dasar norma timbal balik, persepsi dukungan organisasi akan
menciptakan sebuah kewajiban bagi karyawan untuk peduli dengan
kesejahteraan organisasi. Kewajiban tersebut akan meningkatkan
komitmen afektif karyawan terhadap organisasi. Persepsi dukungan
organisasi juga akan meningkatkan komitmen afektif dengan
memenuhi kebutuhan sosioemosional seperti afiliasi dan dukungan
emosional. Pemenuhan kebutuhan tersebut menghasilkan rasa yang
kuat sebagai anggota organisasi, yang melibatkan keanggotaan
karyawan dan peran dalam identitas sosial mereka.

2) Job-related effect

Persepsi dukungan organisasi mempengaruhi reaksi afektif karyawan
terhadap pekerjaan mereka, termasuk kepuasan kerja dan mood positif.
Kepuasan kerja mengacu pada sikap keseluruhan karyawan terhadap
pekerjaan mereka. Persepsi dukungan organisasi berkontribusi
terhadap kepuasan kerja dengan memenuhi kebutuhan sosioemosional,
meningkatkan

harapan

kinerja-penghargaan,

dan

menandakan

ketersediaan bantuan bila diperlukan. Mood positif berbeda dari

26
Universitas Sumatera Utara

kepuasan kerja karena melibatkan keadaan emosi seseorang tanpa
objek tertentu. Perepsi dukungan organisasi dapat berkontribusi
terhadap perasaan kompetensi dan kelayakan karyawan, sehingga
meningkatkan mood positif.
3) Keterlibatan kerja
Keterlibatan kerja mengacu pada identifikasi dan ketertarikan pada
pekerjaan tertentu yang seseorang lakukan. Kompetensi yang
dipersepsikan karyawan berhubungan dengan ketertarikan. Dengan
meningkatkan kompetensi yang dimiliki karyawan, persepsi dukungan
organisasi dapat meningkatkan minat karyawan dengan pekerjaan
mereka.
4) Prestasi
Persepsi dukungan organisasi dapat meningkatkan kinerja karyawan
dengan melakukan pekerjaan yang melampaui tanggung jawab yang
sudah ditugaskan, dan ini akan sangat menguntungkan organisasi.
Menurut George dan Brief, pekerjaan tersebut seperti pekerjaan extra
role, meliputi membantu sesama karyawan, mengambil tindakan yang

melindungi organisasi dari risiko, menawarkan saran konstruktif, dan
memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang bermanfaat bagi
organisasi.
5) Strain

Persepsi dukungan organisasi diharapkan dapat mengurangi keadaan
psikologis yang tidak menyenangkan dan reaksi psikosomatik (disebut

27
Universitas Sumatera Utara

tekanan)

terhadap

stresor

dengan

menunjukkan

ketersediaan,

memberikan dukungan materi dan dukungan emosional ketika
dibutuhkan dalam menghadapi tuntutan pekerjaan yang tinggi. Dapat
disimpulkan bahwa persepsi terhadap dukungan organisasi dapat
menurunkan tingkat stres karyawan baik tinggi dan rendah terhadap
stresor.
6) Withdrawal behavior
Withdrawal behavior mengacu pada berkurangnya partisipasi aktif

karyawan dalam organisasi. Bentuk withdrawal behavior seperti
keterlambatan, ketidakhadiran, dan omset yang seadanya. Persepsi
terhadap dukungan organisasi juga dapat meningkatkan komitmen
organisasi afektif, dengan demikian mengurangi withdrawal behavior .

28
Universitas Sumatera Utara

D. DINAMIKA PENGARUH EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN DAN
PERSEPSI DUKUNGAN ORGANISASI TERHADAP DISIPLIN KERJA
1. Pengaruh Efektivitas Kepemimpinan terhadap Disiplin Kerja

Nitisemito (2006) menyatakan bahwa keteladanan pemimpin
dalam menegakkan disiplin sangat berpengaruh bagi disiplin kerja
karyawan. Ketika karyawan dituntut untuk menaati peraturan maka
pemimpin harus terlebih dahulu menunjukkan ketaatannya pada peraturan
tersebut sehingga menjadi contoh bagi anggotanya. Selain itu konsistensi
pemimpin dalam memberikan tindakan indisipliner bagi karyawan yang
melanggar peraturan akan mempertahankan disiplin kerja karyawan.
Koontz dan O’donnel, 2008 (Moeheriono, 2012) berpendapat
bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi sekelompok orang
sehingga mau bekerja dengan sungguh-sungguh untuk meraih tujuan
kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa efektivitas kepemimpinan yang
tinggi terlihat melalui kemauan karyawan untuk bekerja dengan sungguhsungguh. Kemauan untuk bekerja dengan sungguh-sungguh tentunya
ditandai dengan disiplin kerja yang baik dari para karyawan. Hal ini
sejalan dengan pendapat Dale (2002) yang menyatakan pemimpin adalah
orang yang menerapkan prinsip dan teknik yang memastikan motivasi,
disiplin, dan produktivitas hal bekerja sama dengan orang agar dapat
mencapai sasaran perusahaan.

29
Universitas Sumatera Utara

Disiplin kerja yang rendah adalah salah satu perilaku karyawan
yang buruk di dalam organisasi. Anwar (2005) mengatakan bahwa seorang
pemimpin

memiliki

otoritas

dalam

merencanakan,

mengarahkan,

mengkoordinasikan, dan mengontrol perilaku karyawan. Apabila disiplin
kerja karyawan rendah, berarti efektivitas kepemimpinan juga rendah yang
ditandai dari kurangnya kemampuan pemimpin dalam memanfaatkan
otoritas yang ada pada jabatannya untuk mengendalikan perilaku
karyawan.

2. Pengaruh Persepsi Dukungan Organisasi terhadap Disiplin Kerja

Disiplin kerja karyawan juga turut dipengaruhi oleh lingkungan
kerjanya, Steers (2005) menyatakan bahwa lingkungan kerja akan
memberikan rangsangan terhadap karyawan untuk berperilaku dalam
organisasi. Selain itu lingkungan kerja juga bisa memberikan tekanan kerja
bagi karyawan, seperti tuntutan tugas yang terlalu berlebihan yang
mengakibatkan munculnya perilaku-perilaku penyimpangan terhadap
peraturan perusahaan.
Tekanan dan tuntutan kerja termasuk ke dalam peran stressors,
yang merupakan salah satu aspek dari 3 aspek persepsi terhadap dukungan
organisasi (Rhoades & Eisenberger, 2002). Lazarus & Folkman, 1986
(Rhoades & Eisenberger, 2002) menyatakan bahwa stressors mengacu

30
Universitas Sumatera Utara

kepada tuntutan-tuntutan yang berlebihan dari lingkungan kerja yang
melampaui kemampuan karyawan.
Tingginya tekanan dan permintaan yang berlebihan dari pemimpin
menandakan rendahnya dukungan organisasi pada karyawan, hal ini
mengakibatkan karyawan tidak memiliki kepercayaan pada organisasi
sehingga mereka enggan memberikan kinerja terbaiknya untuk organisasi.
Mereka merasa bahwa usaha lebih yang mereka berikan tidak akan
memiliki pengaruh apapun terhadap hidup mereka, sehingga karyawan
tidak merasa perlu memperjuangkan organisasi dengan kinerja terbaik
karena merasa tidak akan ada dampaknya. Sesuai dengan pendapat
Rhoades & Eisenberger (2002) yang menyatakan bahwa penilaian positif
pada organisasi meningkatkan kepercayaan bahwa peningkatan usaha
dalam bekerja akan dihargai, oleh karena itu karyawan akan memberikan
perhatian yang lebih atas penghargaan yang mereka terima dari atasan
mereka. Karyawan akan memberikan kinerja terbaiknya dalam berbagai
hal yang mereka mampu. Hal ini akan terlihat jelas salah satunya melalui
disiplin kerja karyawan.

31
Universitas Sumatera Utara

E. KERANGKA BERFIKIR
Gambar 1. Kerangka Berfikir Penelitian
2)
EFEKTIVITAS
KEPEMIMPINAN
(X1)
DISIPLIN
KERJA
(Y)

1)
PERSEPSI TERHADAP
DUKUNGAN
ORGANISASI
(X2)

3)

Keterangan:
X1
: Efektivitas Kepemimpinan (variabel bebas).
X2
: Persepsi Terhadap Dukungan Organisasi (variabel bebas).
Y
: Disiplin Kerja (variabel tergantung).

F. HIPOTESIS PENELITIAN

Berdasarkan uraian teoritis di atas, maka hipotesa yang dibuat adalah:
1) Efektivitas

kepemimpinan

dan

persepsi

dukungan

organisasi

berpengaruh positif dan signifikan terhadap disiplin kerja karyawan
PT. GIP.
2) Efektivitas kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap
disiplin kerja karyawan PT. GIP.
3) Persepsi terhadap dukungan organisasi berpengaruh positif dan
signifikan terhadap disiplin kerja karyawan PT. GIP.

32
Universitas Sumatera Utara