Konflik Internal Partai (Studi Kasus: Pemilihan Ketua Partai Golkar Kabupaten Karo 2017)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Partai politik merupakan salah satu institusi inti dari pelaksanaan demokrasi
modern. Demokrasi modern mengandaikan sebuah sistem yang disebut
keterwakilan (representativeness), baik keterwakilan dalam lembaga formal
kenegaraan seperti parlemen (DPR/DPRD) maupun keterwakilan aspirasi
masyarakat dalam institusi kepartaian. 1 Keberadaan partai politik di dalam negara
yang menganut sistem demokrasi seperti Indonesia menjadi hal sangat penting.
Mengingat fungsinya yang begitu penting, sering bahkan keberadaan dan
kinerjanya merupakan syarat mutlak bagaimana demokrasi bekembang di sebuah
negara. Meskipun partai bukan pelaksana dari suatu pemerintahan, namun
keberadaannya akan mempengaruhi bagaimana dan ke arah mana pelaksanaan
pemerintahan dijalankan. Menurut Miriam Budioarjo, kehadiran partai politik di
dalam negara demokrasi adalah syarat mutlak, karena partai politik adalah saluran
dan sarana bagi warga negara untuk berpartisipasi aktif dalam proses pengelolaan
negara. 2


Menurut sejarah, fenomena partai politik adalah perkembangan terkini dari
pergulatan politik. Bentuk partai politik yang dikenal saat ini muncul dari
semangat modernitas dalam dunia politik. Kemunculan ini berkaitan dengan
1
2

Koirudin. Partai Politik dan Agenda Transisi Demokrasi. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar). 2004. hal. 1.
Miriam Budiardjo. Dasar-Dasar Ilmu Politik. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama). 2008. hal. 397.

1

Universitas Sumatera Utara

kenyataan bahwa kepentingan politik kolektif membutuhkan suatu sistem
organisasi-birokratis yang menjamin efisiensi dan efektivitas dalam perjuangan
politik. Kepentingan dan perjuangan politik perlu diorganisasi dan tidak dapat
dibiarkan tercerai berai tanpa organisasi. 3

Lahirnya berbagai macam partai politik menjadi awal mula perkembangan
demokrasi di Indonesia. Pada awal pembentukannya, jumlah partai politik di

Indonesia bisa dikatakan cukup banyak. Kemudian pada masa orde baru terjadi
pengurangan pada partai-partai politik tersebut, sehingga hanya menyisakan dua
partai politik saja yaitu Partai Demokrasi Indonesia dan Partai Persatuan
Pembangunan. Selain dari kedua partai tersebut, ada juga 1 organisasi yang
dianggap sama dengan partai politik yakni Organisasi Golongan Karya.
Pada masa orde baru Golkar di bawah pengaruh Soeharto selalu menjadi
pemenang dalam setiap pemilu yang diselenggarakan mulai dari tahun 1971-1997.
Akan tetapi pada tahun 1998 terjadi pergolakan massa, aksi protes serta
demonstrasi besar-besaran yang dimotori oleh mahasiswa di berbagai wilayah di
Indonesia yang menuntut Presiden Soeharto untuk turun dari pemerintahan. Hal
ini disebabkan kebebasan berpendapat yang dikontrol sangat ketat pada masa itu,
pelanggaran HAM yang terjadi, serta tingginya harga kebutuhan pokok, dan juga
konflik antar etnis dan antar agama menjadi pemicu ketidakpuasan masyarakat
terhadap pemerintahan Orde Baru.

3

Firmanzah. Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era Demokrasi.
(Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia). 2011. hal. 57.


2

Universitas Sumatera Utara

Seiring menguatnya arus demokratisasi pada tahun 1997-1998 yang
berakibat pengunduran diri Presiden Soeharto menjadi momentum perubahan
sistem politik di Indonesia. 4 Setelah 32 tahun Indonesia terbelenggu dalam
suasana politik yang represif, reformasi politik memberikan dampak yang besar
terhadap perpolitikan di Indonesia. Setelah Soeharto dilengserkan dan jabatannya
digantikan oleh wakilnya Habibie, pemilu dengan sistem yang baru segera
dilaksanakan. Dikeluarkannya RUU tentang Partai Politik dan RUU tentang
Pemilu serta pencabutan kebijakan politik yang hanya membatasi partai menjadi 3
buah di masa Orde Baru mengakibatkan pemilu 1999 diikuti oleh banyak sekali
peserta, hal ini disebabkan karena adanya kebebasan untuk mendirikan partai
politik. Tercatat dalam Departemen Kehakiman dan HAM ada 141 partai, tetapi
yang absah menjadi peserta pemilu yakni 48 partai. 5 Hal itu menunjukkan terjadi
peningkatan yang signifikan dalam peserta pemilu.

Setelah runtuhnya rezim orde baru Partai Golkar melakukan penyesuaian di
dalam susunan anggaran dasar rumah tangganya, yakni dengan menghapuskan

peran Dewan Pembina Partai Golkar yang selama ini dipegang oleh Soeharto
sebagai pemegang kekuasan penuh atas keputusan partai, dan menetapkan
mekanisme pemilihan Ketua Umum Partai Golkar dengan cara Musyawarah
Nasional (Munas). Pengunduran

diri Soeharto dari jabatan Ketua Dewan

Pembina Golkar ini membuat Partai Golkar kehilangan patron politiknya. Hal
inilah yang mengakibatkan situasi internal partai Golkar menjadi tidak stabil.

4

Akbar Tandjung. The Golkar Way: Survival Partai Golkar di Tengah Turbulensi Politik Era Transisi.
(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama). 2008. hal. 93.
5
Koirudin.Op.Cit. hal. 8.

3

Universitas Sumatera Utara


Pasca reformasi, Golkar seperti kehilangan figur kunci. Hal ini menyebabkan
munculnya figur-figur baru untuk mencoba memperebutkan posisi tertinggi dalam
Golkar yakni posisi Ketua Umum.

Perbedaan pandangan antar figur dalam tubuh partai Golkar menciptakan
faksi-faksi. Faksi ini lahir sebagai efek konflik yang terjadi atas perbedaan
pandangan dan perbedaan kubu ataupun patron . Konflik dapat terjadi pada setiap
tingkat dalam struktur organisasi karena memperebutkan sumber yang sama, baik
mengenai kekuasaan, kekayaan, kesempatan ataupun kehormatan, oleh sebab itu
muncul disharmoni dan disintegrasi yang mengandung konflik. 6

Konflik di tubuh partai Golkar juga menjadi hal yang tidak dapat dihindari. Jika
kita melihat sejarah, setelah runtuhnya orde baru, Golkar sudah mengalami
beberapa kali konflik dalam internal partainya sehingga mengakibatkan
munculnya partai-partai baru. Pertama, konflik pemilihan Ketua Umum pada
Munas 1998 antara Akbar Tandjung dengan Edi Sudrajat. Yang akhirnya
dimenangkan oleh Akbar Tandjung, dan Edi Sudrajat memutuskan untuk keluar
dari Golkar dan membentuk partai baru yakni Partai Keadilan dan Persatuan
(PKP). Kedua konflik yang terjadi pada pemilihan Ketua Umum Partai Golkar

tahun 2004 antara Akbar Tandjung, Jusuf Kalla serta Marwah Daud. Tetapi
akhirnya Jusuf Kalla yang terpilih sebagai Ketua Umum periode 2004-2009.
Karena tidak merasa puas dengan kepemimpinan Jusuf Kalla beberapa tokoh
keluar dari Partai Golkar seperti Wiranto yang memutuskan mendirikan Partai
6
Rahman Arifin. Sistem Politik Indonesia Dalam Perspektif Struktural Fungsional. (Surabaya: SIC). 2002.
hal. 184.

4

Universitas Sumatera Utara

Hati Nurani Rakyat (Hanura), dan Prabowo yang mendirikan Partai Gerakan
Indonesia Raya (Gerindra).

Ketiga, konflik antara Aburizal Bakrie dengan Surya Paloh pada pemilihan
Ketua Umum Golkar periode 2009-2014, yang akhirnya dimenangkan oleh
Aburizal Bakrie. Oleh karena itu Surya Paloh juga memutuskan keluar dan
mendirikan Partai Nasional Demokrasi (Nasdem). Keempat, konflik antara
Aburizal Bakrie dengan Agung Laksono. Dimana Aburizal Bakrie melaksanakan

Munas pada tanggal 30 November 2014 di Bali sedangkan Agung Laksono
melaksanakan Munas tandingan pada tanggal 6 Desember 2016 di Ancol Jakarta.
Konflik Golkar antara ARB dengan Agung Laksono berbeda dengan konflik
Golkar yang pernah terjadi sebelumnya. Konflik Golkar pada tahun 1999-2009
dapat terpecahkan dengan pembentukan partai baru dari orang-orang yang kalah
dalam perebutan kursi Ketua Umum Partai. Tetapi saat konflik yang terjadi antara
ARB dengan Agung Laksono dimana masing-masing pihak melaksanakan Munas
untuk mendapatkan legitimasi dan tidak membentuk partai baru. Oleh sebab itu,
konflik yang awalnya hanya berada di tingkat pusat akhirnya berdampak pada
kepengurusan Golkar yang berada di daerah.

1.2. Rumusan Masalah

Salah satu kepengurusan daerah yang mengalami perpecahan akibat konflik
yang terjadi di pusat adalah DPD Golkar Kabupaten Karo. Ketua Umum Golkar
Kabupaten Karo Ferianta Purba, SE dicopot dari jabatannya oleh DPD Golkar
Tingkat I Sumut versi Munas Bali karena dianggap membelot ke kubu Agung

5


Universitas Sumatera Utara

Laksono. DPD Golkar Tingkat I Sumut yang dikomandoi oleh H. Ajib Shah
menunjuk AS. Suruhenta Sembiring sebagai Plt Ketua DPD Golkar Kabupaten
Karo. Penunjukan itu sesuai dengan Keputusan DPD Golkar Tingkat I Sumut
Nomor: KEP-42/GK-SU/VI/2015, yang ditanda tangani oleh Ketua H Ajib Shah,
dan Sekretaris Sodrul Fuad SIP pada tanggal 16 Juni 2015.
Saat ditemui oleh wartawan di sela-sela berlangsungnya acara Musdalub
DPD Partai Golkar Kabupaten Karo yang digelar di kantor DPD Golkar Tingkat I
Sumut, Jalan Wahid Hasyim Medan pada Kamis 26 Juni 2015, Leonard S
Samosir, Koordinator Wilayah Tanah Karo, Pakpak Bharat dan Dairi menegaskan
bahwa DPD Golkar Sumut, tetap bertekad akan berada di bawah kepemimpinan
Aburizal Bakrie dan Ajib Shah. Dan mengatakan bahwa dari 33 pimpinan
Kabupaten / Kota di Sumut, hanya Kabupaten Karo yang menyatakan diri pindah
ke barisan Agung Laksono. Karenanya, dalam rangka menghadapi Pilkada
serentak 2015, diperlukan kepengurusan yang legal di Kabupaten Karo, sehingga
para bakal calon Pilkada mempunyai keyakinan untuk mendaftar. 7
Sebelum itu pada 30 Mei 2015, kedua kubu DPP Partai Golkar pusat telah
menandatangani kesepakatan bersama di kediaman Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Sala satu poin islah berisi bahwa kedua kubu sepakat untuk mementingkan

kepentingan Golkar yang akan mengusung para calon kepala daerah terkait
Pilkada serentak 2015. Islah memang disepakati DPP Golkar kubu Aburizal
Bakrie dan Agung Laksono untuk menyambut perhelatan Pilkada serentak tahun
2015. Namun, kedua kubu tetap sepakat untuk terus melanjutkan proses hukum
7

Ketua Golkar Kabupaten Karo Diganti http://waspada.co.id/sumut/ketua-golkar-kabupaten-karo-diganti/
diakses pada tanggal 4-04-2017 ; 13.31 WIB

6

Universitas Sumatera Utara

yang sedang berjalan di pengadilan dalam mencari kepengurusan DPP Golkar
yang sah di depan lembaga yudikatif. 8

Setelah melalui proses yang sangat panjang akhirnya Aburizal Bakrie
memenangkan konflik ini. Tetapi ARB tidak menjadi Ketua Umun harian
melainkan menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Golkar, sedangkan
yang menjabat sebagai Ketua Umum Harian DPP Golkar adalah Setya Novanto,

yang tidak lain merupakan salah satu pendukung dari kelompok Aburizal Bakrie.

Setelah berakhirnya pilkada serentak, pada tanggal 20 januari 2017
Musyawarah Daerah ke – IX DPD Partai Golkar Kabupaten Karo dilaksanakan.
Musda ke – IX ini sempat terbelah di dua tempat, yakni di Azalea Restaurant
Mikie Holiday Resort Berastagi diketuai oleh panitia Bahtera Tarigan dan di
Zentrum PPWG Kabanjahe diketuai oleh Firman Firdaus Sitepu. Dimana, 10
pengurus kecamatan (PK) Partai Golkar berada di Zentrum Kabanjahe dan 7
pengurus kecamatan (PK) Partai Golkar berada di Azalea Restaurant Mikie
Holiday Resort. Namun pimpinan Partai Golkar Sumatera Utara, H. Ngogesa
Sitepu dan ketua dewan pertimbangan PG Sumut, Kodrat Shah bersama Plt Ketua
DPD Golkar Kabupaten Karo, AS Suruhenta Sembiring akhirnya memilih
membuka Musda ke - IX Partai Golkar Kabupaten Karo yang dilangsungkan di
Mikie Holiday.

8

Ketua DPRD Golkar Karo Disomasi http://harian.analisadaily.com/sumut/news/ketua-fraksi-golkar-dprdkaro-disomasi/144407/2015/06/20 diakses pada tanggal 4-04-2017 ; 14.30 WIB

7


Universitas Sumatera Utara

Musda Di Mikie Holiday juga dihadiri ketua fraksi Partai Golkar DPRD
Karo yakni Ferianta Purba yang pada periode sebelumnya juga menjabat sebagai
Ketua DPD Golkar Karo. Terbelahnya lokasi pembukaan Musda juga seakan
mengemukakan ketatnya persaingan meraih kursi ketua DPD partai Golkar
Kabupaten Karo yang selama ini menguat pada dua nama, yakni Ferianta Purba,
SE dan Firman Firdaus Sitepu, ST. Namun, menjelang siang hari, kedua kubu
yang sempat berdinamika akhirnya bersatu kembali di Azalea Restaurant Mikie
Holiday Resort Berastagi. Tetapi sampai malam hari Musda tidak bisa
menemukan titik temu antara kedua kubu yang bersaing dan akhirnya berujung
pada deadlock.

Pada tanggal 2 Februari 2017 Musda DPD Partai Golkar Kabupaten Karo
kembali dilaksakan di Hotel Mikie Holiday Berastagi. Dalam Musda tersebut
Ferianta Purba, SE akhirnya terpilih secara aklamasi sebagai Ketua DPD Partai
Golkar Kabupaten Karo periode 2015 – 2020 sedangkan Firman Firdaus Sitepu,
ST yang awalnya menjadi pesaingnya dalam memperebutkan kursi kepemimpinan
Ketua terpilih sebagai Sekretaris DPD Partai Golkar Kabupaten Karo.

1.3.Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang serta perumusan masalah yang telah dipaparkan
diatas, maka pertanyaan penelitiannya adalah bagaimana manajemen penyelesaian
konflik yang terjadi di DPD Golkar Kabupaten Karo yang mengakibatkan dua
orang yang awalnya berkonflik untuk mendapatkan kursi Ketua DPD Partai
Golkar Kabupaten Karo akhirnya bersatu dalam kepengurusan yang sama?

8

Universitas Sumatera Utara

1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan sebagai berikut :
1. Menjelaskan konflik yang terjadi di DPD Golkar Kabupaten Karo
2. Menganalisis bagaimana manajemen penyelesaian konflik yang dilakukan
oleh Partai Golkar DPD Kabupaten Karo dalam menyatukan Ferianta
Purba dan Firdaus Sitepu dalam kepengurusan yang sama

1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :
1. Secara teoritis, penelitian ini merupakan kajian ilmu politik yang
diharakan mampu memberikan kontribusi dalam menangani konflik yang
terjadi di dalam internal partai.
2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan mampu menambah khasanah
pengetahuan di Departemen Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
tentang konflik internal partai golkar pada pemilihan ketua tahun 2017
3. Secara praktis, penelitian ini dilakukan sebagai syarat dalam memperoleh
gelar sarjana Ilmu Politik.

1.6. Kerangka Teori
1.6.1 Teori Kekuasaan
Kekuasaan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain agar
mengikuti kehendak pemegang kekuasaan, baik dengan sukarela maupun dengan
terpaksa. Menurut Maurice Duverger, kekuasaan adalah seluruh jaringan berbagai
institusi yang mempunyai kaitan dengan otoritas, yang dicerminkan oleh adanya

9

Universitas Sumatera Utara

dominasi beberapa orang atas orang lain. 9 Talcott Parsons juga mengatakan
bahwa kekuasaan ialah kemampuan untuk memobilisasi sumber daya yang ada
dalam masyarakat untuk mencapai tujuan-tujuan umum yang telah disepakati
bersama. 10
Bertrand Russel juga mendefinisikan kekuasaan sebagai hasil pengaruh
yang diinginkan. Diibaratkan ada dua orang memiliki keinginan yang sama, jika
yang satu mencapai semua keinginan yang ingin dicapai orang yang lainnya,
maka ia mempunyai lebih banyak kekuasaan daripada orang lainnya itu. Menurut
Russel, dorongan atau motivasi seorang manusia untuk berbuat sesuatu
dikarenakan dorongan untuk memperoleh atau memegang kekuasaan. 11
Ralf Dahrendorf menggunakan konsep Max Weber tentang kewenangan
dalam

menjelaskan

kekuasaan.

Dahendorf

mengemukakan

beberapa

pandangannya tentang kewenangan. Pertama, hubungan kewenangan adalah
selalu berbentuk hubungan antara superordinat dan subordinat, hubungan atasbawah. Kedua, dimana terapat hubungan kewenangan, disana superordinat secara
sosial diperkirakan, melalui perintah dan komando, peringatan, dan larangan,
mengendalikan subordinat. Ketiga, perkiraan demikian secara relatif lebih
dilekatkan kepada posisi sosial terhadap kepribadian individual. Keempat,
kewenangan adalah sebuah hubungan yang sah; tidak tunduk kepada perintah
orang yang berwenang dapat dikenai sanksi tertentu. 12

9

Komarudin Sahid. Memahami Sosiologi Politik. (Bogor: Ghalia Indonesia). 2011.hal. 37.
Ibid. hal. 38.
11
Prof. Dr. Damsar. Pengantar Sosiologi Politik. (Jakarta: Kencana). 2010. hal. 71.
12
Ibid. hal. 79.
10

10

Universitas Sumatera Utara

1.6.2 Teori Partai Politik

Partai politik merupakan sarana bagi warga negara untuk ikut serta atau
berpartisipasi dalam proses pengelolaan negara. Partai politik berangkat dari
anggapan bahwa dengan membentuk wadah organisasi mereka bisa menyatukan
orang-orang yang mempunyai pemikiran yang sama sehingga pikiran dan
orientasi mereka bisa dikonsolidasikan. Dengan begitu pengaruh mereka bisa
lebih besar dalam pembuatan dan pelaksanaan keputusan. 13 Secara umum dapat
dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok terorganisir yang anggotaanggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan dari
kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan
politik, biasanya dengan cara konstitusional untuk melaksanakan programnya.

Menurut Sigmund Neumann, partai politik adalah organisasi dari aktivisaktivis politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintah serta
merebut dukungan rakyat melalui persaingan dengan suatu golongan atau
golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda. 14 Carl J.
Friedrich juga mengungkapkan bahwa partai politik merupakan sekelompok
manusia

yang

terorganisir

secara

stabil

dengan

tujuan

merebut

atau

mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan

13
14

Miriam Budiardjo. Dasar-Dasar Ilmu Politik. (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama). 2008.hal. 403.
Ibid

11

Universitas Sumatera Utara

berdasarkan penguasaan ini, memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan
yang bersifat idiil serta materiil. 15

Partai politik mempunyai beberapa fungsi. Pertama, partai sebagai sarana
komunikasi politik. Dalam masyarakat modern yang kompleks, ada banyak
pendapat dan aspirasi yang berbeda-beda. Oleh karena itu partai politik berfungsi
untuk menampung dan menggabungkan berbagai pendapat tadi sehingga nantinya
akan menghasilkan sebuah kebijakan. Proses ini dinamakan penggabungan
kepentingan (interest aggregation). Sesudah digabungkan, pendapat dan aspirasi
tadi diolah dan dirumuskan dalam benuk yang lebih teratur, dan proses ini
dinamakan perumusan kepentingan (interest articulation). Setelah itu partai akan
merumuskannya menjadi usul kebijakan. Usul kebijakan ini dimasukkan ke dalam
program partai untuk diperjuangkan atau disampaikan melalui parlemen kepada
pemerintah. Demikianlah tuntutan dan kepentingan masyarakat disampaikan
melalui partai politik.
Kedua, partai sebagai sarana sosialisasi politik. Dalam ilmu politik,
sosialisasi politik diartikan sebagai suatu proses dimana seseorang memperoleh
pemahaman dan sikap serta orientasi terhadap fenomena politik. Pelaksanaan
fungsi sosialisasi partai biasanya dilakukan melalui berbagai cara yakni media
massa, ceramah-ceramah, kursus kader, penataran dan sebagainya. Ketiga, partai
sebagai sarana rekruitmen politik. Rekrutmen politik adalah proses mencari atau
mengajak seseorang untuk turut aktif dalam kegiatan politik dan menjadi anggota
partai. Dalam hal ini partai politik memperluas partisipasi politik masyarakat
15

Ibid

12

Universitas Sumatera Utara

dengan mengajak seseorang yang dianggap berbakat dan memiliki kecakapan
dalam bidang politik untuk menjadi anggota partai politik dengan harapan dapat
berprestasi dalam bidang politik serta mampu mengisi jabatan-jabatan dan bisa
menjadi kader-kader partai yang berkualitas. Ada berbagai cara yang dilakukan
untuk melakukan rekruitmen politik, yaitu melalui kontak pribadi, persuasi, dan
sebagainya.
Keempat, partai sebagai sarana pengatur konflik. Dalam masyarakat yang
heterogen, potensi terjadinya konflik akan selalu ada. Oleh karena itu, partai
politik diperlukan untuk membantu mengatasinya, atau setidaknya dapat mengatur
agar konflik dapat diminimalisir. Sebagai salah satu lembaga demokratis, partai
dapat berfungsi untuk mengendalikan konflik melalui cara dialog dengan pihakpihak yang berkonflik, menampung dan memadukan berbagai aspirasi dan
kepentingan dari pihak-pihak yang berkonflik dan membawa persoalan ke badan
perwakilan rakyat untuk mendapatkan penyelasaian berupakeputusan politik,
diperlukan kesediaan berkompromi antara wakil rakyat yang berasal dari partaipartai politik.
1.6.3 Teori Konflik
Istilah konflik secara etimologis berasal dari bahasa Latin con yang berarti
bersama dan fligere yang berarti benturan atau tabrakan. Di satu sisi, “konflik”
dalam kehidupan sosial berarti benturan kepentingan, keinginan, pendapat, dan
lain-lain yang paling tidak melibatkan dua pihak atau lebih. 16 Konflik dalam ilmu
politik sering diterjemahkan sebagai oposisi, interaksi yang antagonistis atau
16

Ramlan Surbakti. Dasar-Dasar Ilmu Politik. (Surabaya: Airlangga University Press). 1994.hal. 21-32.

13

Universitas Sumatera Utara

pertentangan, benturan antar macam-macam paham, perselisihan kurang mufakat,
pergesekan, perkelahian, perlawanan dengan senjata dan perang. 17 Konflik juga
merupakan sebuah gejala sosial yang selalu ada dalam setiap lapisan masyarakat,
yang berarti konflik tidak dapat dihilangkan. Namun, jika konflik dibiarkan
berkembang tanpa kendali justru dapat merusak masyarakat dan negara, sehingga
harus diambil tindakan nyata yang mampu menyelesaikan konflik sehingga tidak
timbul dampak negatif dari konflik. 18
Marck dan Synder mengatakan konflik atau perpecahan dalam tubuh partai
bisa timbul dari kelangkaan posisi dan resources. Makin sedikit posisi atau
sumber yang dapat diraih setiap anggota atau kelompok dalam organisasi politik,
makin tajam konflik dan persaingan di antara mereka untuk merebut posisi dan
sumber itu. Selanjutnya, dikatakan di dalam hirarki sosial dimana pun hanya ada
sejumlah terbatas posisi sosial kekuasaan yang nyata dan tidak lebih dari
seseorang yang dapat mendudukinya. 19
Menurut Fisher, dkk menyebutkan ada beberapa alat bantu untuk
menganalisis situasi konflik, salah satunya adalah penahapan konflik. Konflik
berubah setiap saat, melalui tahap aktivitas, intensitas, ketegangan dan kekerasan
yang berbeda. Ada beberapa tahapan dalam konflik. Pertama, pra-konflik
merupakan periode dimana terdapat suatu ketidaksesuaian sasaran diantara dua
pihak atau lebih, sehingga timbul konflik. Konflik tersembunyi dari pandangan
umum, meskipun salah satu pihak atau lebih mungkin mengetahui potensi terjadi

17

Rahman Arifin. Op.cit. hal.184.
Ramlan Surbakti. Memahami Ilmu Politik. (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana). 2010. hal.152.
19
Syamsuddin Haris. Pola dan Kecenderungan Konflik Partai Politik Masa Orde Baru. Jurnal Analisis CSIS.
1988. hal. 271.
18

14

Universitas Sumatera Utara

konfrontasi. Mungkin terdapat ketegangan hubungan diantara beberapa pihak atau
keinginan untuk menghindari kontak satu sama lain. Kedua,

konfrontasi

merupakan pada saat ini konflik mejadi semakin terbuka. Jika hanya satu pihak
yang merasa ada masalah, mungkin para pendukungnya mulai melakukan
demonstrasi atau perilaku konfrontatif lainnya.
Ketiga, krisis merupakan puncak konflik ketika ketegangan dan kekerasan
terjadi paling hebat. Dalam konflik skala besar, saat ini adalah periode perang,
ketika orang-orang dari kedua pihak terbunuh. Pada komunitas normal biasanya
diantara kedua pihak kemungkinan cenderung menuduh dan menentang pihak
lainnya. Keempat, akibat adalah dimana kedua pihak mungkin setuju bernegoisasi
dengan atau tanpa perantara. Satu pihak yang mempunyai otoritas atau pihak
ketiga yang lebih berkuasa mungkin akan memaksa kedua pihak untuk
menghentikan pertikaian. Kelima, pasca konflik, dalam tahap ini akhirnya situasi
diselesaikan dengan cara mengakhiri berbagai konfrontasi kekerasan, ketegangan
sehingga berkurang dan hubungan mengarah lebih normal diantara kedua pihak. 20
Konflik terjadi dalam masyarakat karena adanya distibusi kewenangan yang
tidak merata, sehingga bertambahnya kewenangan pada satu pihak akan dengan
sendirinya mengurangi kewenangan pada pihak lain. Oleh sebab itu, para
penganut teori konflik berpendapat bahwa konflik merupakan, gejala yang
melekat pada masyarakat itu sendiri, karena ia melekat pada masyarakat itu
sendiri, maka konflik tidak akan dapat dilenyapkan, yang dapat dilakukan oleh

20
Syintha Warachma. Konflik Internal Partai Golkar Pada Pemilihan Walikota Makassar Tahun 2013. Skripsi
Program S1 Universitas Hasanuddin, 2014, hal. 29.

15

Universitas Sumatera Utara

manusia sebagai anggota masyarakat adalah mengatur konflik agar konflik yang
terjadi antar kekuatan sosial dan politik tidak berlangsung secara kekerasan. 21

Menurut Paul Conn, konflik merupakan gejala serba hadir dalam kehidupan
manusia bermasyarakat dan bernegara. Konflik pada dasarnya dibedakan menjadi
konflik menang-kalah (zero-sum conflict), dan konflik menang-menang (non-zero
sum conflict). Konflik menang-kalah ialah situasi konflik yang bersifat
antagonistik sehingga tidak memungkinkan tercapainya suatu kompromi diantara
pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Sedangkan konflik menang-menang ialah
situasi dimana pihak-pihak yang terlibat dalam konflik masih mungkin untuk
mengadakan kompromi dan bekerja sama sehingga semua pihak akan
mendapatkan bagian dalam konflik tersebut. 22

Menurut Ross (1993: 7) manajemen konflik merupakan langkah - langkah
yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan
perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin

atau

tidak mungkin

menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak
mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif.
Secara empirik, resolusi konflik dilakukan dalam empat tahap. Yang pertama
masih didominasi oleh strategi militer yang berupaya untuk mengendalikan
kekerasan bersenjata yang terjadi. Yang kedua, memiliki orientasi politik yang
bertujuan untuk memulai proses re-integrasi elit politik dari kelompok-kelompok
yang bertikai. Yang ketiga, lebih bernuansa sosial dan berupaya untuk
21
22

Ramlam Surbakti. Op.cit. hal. 20.
Ibid. hal.154.

16

Universitas Sumatera Utara

menerapkan problem-solving approach. Yang keempat memiliki nuansa kultural
yang kental karena tahap ini bertujuan untuk melakukan perombakan-perombakan
struktur sosial-budaya yang dapat mengarah kepada pembentukan komunitas
perdamaian yang langgeng. 23
Ada beberapa cara yang dapat digunakan dalam menyelesaikan sebuah konflik,
yakni :
a. Dominasi (Penekanan)
Dalam cara ini akan terjadi 2 hal. Pertama, orang akan menekan
konflik

yang

terjadi,

kemudian

menyelesaikannya

dengan

cara

memaksakan konflik tersebut “menghilang di bawah tanah”. Kedua,
terjadi situasi menang – kalah, dimana pihak yang kalah terpaksa
mengalah karena adanya pengaruh yang lebih tinggi atau pihak yang lebih
besar kekuasaannya. Pihak yang kalah biasanya pasti merasa tidak puas
dengan keputusan seperti ini. Ada beberapa metode dalam melakukan
dominasi :
1) Memaksa (Forcing)
Jika salah 1 pihak yang berkuasa mengatakan “saya berkuasa di
sini, dan anda harus melaksanakan apa yang saya inginkan”, maka
semua argumen yang pihak lain pikirkan untuk membalas sudah
habis. Penekanan yang seperti itu dapat menyebabkan timbulnya
ekspresi konflik yang tidak langsung, tetapi bersifat destruktif

23
Syafuan Rozi, dkk. Kekerasan Komunal: Anatomi dan Resolusi Konflik di Indonesia. (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar). 2006. hal. 21-22.

17

Universitas Sumatera Utara

seperti misalnya ketaatan dengan sikap permusuhan. Gejala
tersebut merupakan salah satu di antara banyak macam bentuk
konflik, yang dapat menyebar, apabila penekanan konflik secara
terus menerus diterapkan.
2) Membujuk (Smoothing)
Dalam hal membujuk, cara yang digunakan seseorang untuk
menekan adalah dengan cara yang lebih diplomatik. Contohnya
seorang manager mencoba mengurangi luas dan pentingnya
ketidaksetujuan yang ada, dan ia mencoba secara sepihak
membujuk pihak lain, untuk mengkuti keinginannya. Apabila
seorang manager memiliki lebih banyak informasi dibandingkan
dengan pihak lain tersebut, dan sarannya cukup masuk akal, maka
metode tersebut dapat bersifat efektif. Hasilnya pihak lain setuju
dengan apa yang diputuskannya.
3) Menghindari (Avoidence)
Apabila kelompok-kelompok yang sedang bertengkar datang pada
seorang manager untuk meminta keputusannya, tetapi ternyata
bahwa sang manager menolak untuk ikut campur dalam persoalan
tersebut, maka setiap pihak akan mengalami perasaan tidak puas.
Sikap pura-pura bahwa tidak terjadi konflik, merupakan seuah
bentuk tindakan menghindari. Bentuk lain adalah penolakan untuk
menghadapi konflik, dengan cara mengulur-ulur waktu, dan

18

Universitas Sumatera Utara

berulangkali menangguhkan tindakan, sampai diperoleh lebih
banyak informasi.

b. Penyelesaian Secara Integratif
Dalam cara ini konflik diselesaikan secara integratif. Konflik yang
terjadi biasanya dicoba untuk diselesaikan secara bersama – sama dengan
teknik pemecahan masalah (problem solving). Dalam problem solving
kedua pihak yang berkonflik akan mencari win-win solution. Situasi
menang – menang seperti ini dilaksanakan dengan cara menguntungkan
kedua belah pihak yang terlibat dalam konflik yang terjadi. Hal tersebut
dapat tercapai apabila dilakukan konfrontasi persoalan - persoalan yang
ada dan digunakan cara pemecahan masalah untuk mengatasi perbedaan perbedaan pendapat dan pandangan. Kedua belah pihak akan berusaha
mendapatkan keputusan akhir yang tidak hanya menguntungkan satu pihak
saja melainkan menguntungkan kedua belah pihak. Akan tetapi dalam
kehidupan berorganisasi, teori ini sulit untuk diterapkan. Ada 3 jenis
metode dalam penyelesaian konflik secara integratif yakni konsensus,
konfrontasi, dan penggunaan tujuan – tujuan super ordinat.
c. Komando Otoritatif
Dalam metode komando otoritatif ini biasanya seseorang akan bekerja
dengan cara menentang pihak lain dan berjuang untuk mendominasi situasi
dimana menang atau kalah, serta memaksakan agar hasilnya nanti sesuai
dengan keinginannya dengan menggunakan kekuasaan yang ada. Pada

19

Universitas Sumatera Utara

situasi menang – kalah biasanya salah satu pihak akan mencapai apa yang
diinginkannya dengan mengorbankan keinginan pihak lain. Hal tersebut
disebabkan

karena

adanya

persaingan,

dimana

orang

mencapai

kemenangan melalui kekuatan, keterampilan atau karena adanya unsur
dominasi. Ketika seseorang yang otoriter mendikte sebuah pemecahan dari
sebuah masalah dan kemudian dispesifikasikan apa yang akan dicapai dan
apa yang akan dikorbankan dan oleh siapa. Dan ketika figur otoritas
tersebut merupakan pihak aktif di dalam konflik yang berlangsung, maka
akan mudah untuk memprediksi siapa yang akan menjadi pihak yang
menang dan siapa yang akan menjadi pihak yang kalah.
d. Kompromi
Dalam metode ini cara penyelesaian konfliknya yakni dengan cara
semua yang terlibat konflik saling menyadari dan sepakat pada keinginan
bersama.

Penyelesaian metode ini sering diartikan sebagai “lose-lose

situation”. Dimana kedua belah pihak yang terlibat konflik menyerah
dan menyepakati hal yang telah dibuat. Saat kedua pihak yang berkonflik
berusaha mengalah maka akan terjadi tindakan

berbagi,

yang

mendatangkan kompromi. Dalam metode kompromi (compromising),
tidak jelas siapa yang menang dan siapa yang kalah. Biasanya akan
muncul kesediaan dari pihak - pihak yang berkonflik

untuk

menghentikan konfliknya dan menerima solusi meski sifatnya sementara.
Hal ini merupakan salah satu bagian dari kompromi yakni masing masing pihak rela menyerahkan sesuatu atau mengalah. Bentuk-bentuk

20

Universitas Sumatera Utara

kompromi meliputi: (1) pemisahan (separation), dimana pihak yang
sedang

bertentangan

dipisahkan

sampai

mereka

menyetujui,

(2)

Perwasitan (arbitrage), dimana keputusan - keputusan yang diambil pihak
ketiga harus dipatuhi oleh pihak - pihak yang berkonflik. Metode arbitrase
ini diterapkan karena tidak semua konflik dapat diselesaikan oleh pihak
yang berkonflik, banyak yang belum bisa menyelesaikan konfliknya
sendiri. Oleh karena itu dalam keadaan yang demikian, bantuan dari pihak
ketiga sangat dibutuhkan. 24
1.7. Studi Terdahulu
Sebelumnya sudah ada beberapa penelitian yang membahas tentang partai
Golkar. Yang pertama yaitu tesis yang membahas tentang “Konflik Partavi Golkar
Pada Tahun 2014-2016 (Studi kasus Munas Bali dan Munas Ancol)” yang ditulis
oleh Yossi Hagaita Tarigan, mahasiswa S2 Fakultas Ilmu Politik Universitas
Indonesia pada tahun 2016. Menurutnya ada 4 hal yang menjadi faktor penyebab
munculnya konflik antara Aburizal Bakrie dengan Agung Laksono. Pertama,
gagalnya Pemilu legislatif dan Pemilu presiden tahun 2014. Kedua, penetapan
waktu, tempat, dan penetapan panitia Munas IX secara sepihak. Ketiga,
munculnya Presidium Penyelamat Partai Golkar. Keempat, pelaksanaan Munas
Bali dan Munas Ancol. Kelima, kegagalan Mahkamah Partai sebagai lembaga
resolusi konflik karena tidak mampu menghasilkan putusan yang bersifat final dan
mengikat sehingga penyelesaian sengketa kepengurusan melalui jalur hukum. Hal
itulah yang berdampak pada lemahnya kohesifitas yang memicu konflik yang
24
Lumintang Julianna. 2015. “Dinamika Konflik Dalam Organisasi”. E-journal Acta Diurna. vol. IV, No. 2
hal : 11

21

Universitas Sumatera Utara

dapat

diidentifikasi

pada munculnya

faksi

yang tidak

terkendali

dan

ketidakmampuan partai untuk beradaptasi dengan tuntutan anggota partai. 25

Yang kedua yaitu skripsi yang membahas tentang “Manajemen Konflik
Partai Golkar Dalam Pemilukada Kabupaten Pinrang Tahun 2013” yang ditulis
oleh Asmawati Ilyas, mahasiswa S1 Program Studi Ilmu Politik dan Pemerintahan
Universitas Hasanuddin. Dalam skripsi ini dijelaskan bahwa Pemilihan Bupati di
Kabupaten Pinrang pada bulan September 2013 terjadi konflik pada internal Partai
Golkar dalam mengusungkan Calon Bupati. Awalnya masalah internal yang
terjadi pada Partai Golkar yang ada di Pinrang secara keseluruhan dibawa kepusat
untuk dirapatkan kemudian mencari solusi dari perselisihan dari seluruh pihak
yang berkonflik. DPP sebagai pengambil keputusan untuk menentukan solusi dari
pihak yang berkonflik. Rapat yang digelar di pusat menggunakan cara komando
otoritatif yang menekan konflik tersebut kemudian membuat semua pihak harus
menerima keputusan yang diambil oleh DPP Golkar.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa cara yang digunakan oleh
Partai Golkar dalam Manajemen Konflik yaitu cenderung menggunakan cara
Dominasi (penekanan) dalam artian Partai Golkar menekan konflik tersebut
kemudian menghilangkannya sehingga tidak diketahui lagi. Kedua adalah
Penyelesaian secara integratif sebagai pendukung cara Dominasi tersebut dalam
artian Partai Golkar tetap menggunakan teknik-teknik problem solving namun
tetap tidak dapat membantah terhadap apapun keputusan yang diambil oleh DPP.

25
Yossi Hagaita Tarigan. Konflik Partai Golkar Tahun 2014-2016 Studi Kasus Munas Bali dan Munas Ancol.
Tesis Program Pascasarjana Ilmu Politik. Universitas Indonesia, Jakarta, 2016, hal 4.

22

Universitas Sumatera Utara

Ketiga Komando Otoritatif juga sebagai pendukung cara Dominasi digunakan.
Dalam artian Partai Golkar menggunakan Sistem Komando pada Partainya.
Siapapun kader atau pengurus yang tidak patuh pada keputusan yang diambil oleh
DPP maka dengan terpaksa mereka yang membantah harus dikeluarkan dari Partai
Golkar. Keempat adalah Kompromi tetap digunakan dalam pengambilan
keputusan namun tetap hanya sebagai pendukung cara Dominasi yang digunakan
Partai Golkar walau bagaimanapun tetap dikembalikan ke keputusan DPP. Hasil
penelitiannya bahwa Partai Golkar menggunakan Sistem dan mekanismenya
berdasarkan Komando Otoritatif. Cara yang digunakan Partai Golkar cenderung
menggunakan cara Dominasi. Ketiga dari cara Manajemen Konflik yaitu
penyelesaian secara integratif, Komando otoritatif dan kompromi hanya merupakan
Pendukung dari cara Dominasi yang digunakan Partai Golkar.

26

1.8. Metodologi Penelitian

1.8.1 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
deskriptif. Menurut Hadari Nawawi, metode penelitian deskriptif dapat diartikan
sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan
atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian seseorang, lembaga,
maupun masyarakat pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak

26
Asmawati Ilyas. Manajemen Konflik Partai Golkar dalam Pemilukada Kabupaten Pinrang Tahun 2013.
Skripsi Porgram S1 Universitas Hasanudin, Makassar, 2014, hal. 101

23

Universitas Sumatera Utara

sebagaimana adanya. 27 Penelitian deskriptif melakukan analisis dan menyajikan
data-data serta fakta-fakta secara sistematis sehingga dapat lebih mudah dipahami
dan disimpulkan.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Metode penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orangorang dan perilaku yang diamati. 28 Pendekatan kualitatif di atas menjelaskan
bahwa untuk memperoleh data, peneliti akan turun ke lapangan untuk melakukan
wawancara terhadap objek yang diteliti serta dokumentasi-dokumentasi sebagai
pelengkap data yang dibutuhkan.

1.8.2 Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini, yang menjadi lokasi penelitian berada di DPD Partai
Golkar Kabupaten Karo.

1.8.3 Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dan informasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:

a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh dari objek atau lokasi penelitian.
Perolehan data primer dalam hal ini dilakukan dengan cara wawancara.
Wawancara adalah alat pengumpul data berupa tanya jawab antara pihak
27

Hadari Nawawi. Metodologi Penelitian Bidang Sosial. (Yogyakarta: Gajah Mada University Press). 1987.
hal. 639
28
Lexy J. Moleong. Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: Remaja Rosdakarya). 2000. hal. 5

24

Universitas Sumatera Utara

pencari informasi dengan sumber yang berlangsung secara lisan. 29
Wawancara juga dibagi menjadi 3 kelompok yakni wawancara
terstruktur, wawancara semi-terstruktur, dan wawancara mendalam (indepth interview).
Dalam hal ini peneliti memilih melakukan wawancara secara mendalam,
ini bertujuan untuk mengumpulkan informasi yang kompleks, yang
sebagian besar berisi pendapat, sikap, dan pengalaman pribadi. 30
Adapun yang menjadi key informan pada penelitian ini adalah:
1. Ferianta Purba (Ketua terpilih DPD Partai Golkar Kabupaten Karo
2015-2019)
2. Firdaus Sitepu (Sekretaris terpilih DPD Partai Golkar Kabupaten
Karo 2015-2019)
3. Roy Belanta Syahputra (Wakil Sekretaris Bagian Organisasi,
Keanggotaan, dan Kaderisasi Partai Golkar Kabupaten Karo 20152019)
b. Metode Library Research atau studi pustaka. Metode library research
adalah cara pengumpulan data dengan menghimpun buku-buku referensi,
jurnal-jurnal, berita serta sarana informasi lainnya yang tentu saja
berhubungan dengan masalah-masalah penelitian ini. 31
c.

29

Ibid. Hadari Nawawi dan Martini Hadari. hal. 98
Sulistyo-Basuki. Metode Penelitian. (Jakarta: Wedatama Widya Sastra dan Fakultas Ilmu Pengetahuan
Budaya Universitas Indonesia). 2006.
31
Hadari Nawawi. Metode Penelitian Bidang Sosial. (Yogyakarta: Gajah Mada University Press). 1995. hal.
30
30

25

Universitas Sumatera Utara

1.8.4 Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa
deskriptif kualitatif. Penelitian ini menggunakan data-data primer dan data-data
sekunder. Analisa data kualitatif memberikan hasil penelitian untuk memperoleh
gambaran terhadap proses yang diteliti dan juga menganalisis makna yang ada
dibalik informasi data dan proses tersebut. Analisis data dilakukan secara
deskriptif berdasarkan data-data primer maupun sekunder yang selanjutnya akan
ditarik kesimpulan sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan.

1.9. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan merupakan penjabaran rencana penulisan ilmiah
untuk lebih mempermudah dan terarah dalam penulisan karya ilmiah. Agar
mendapatkan gambaran yang jelas dan terperinci, maka penulis membagi ke
dalam 4 bab. Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut:

1.9.1 BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah yang akan diteliti, perumusan masalah,
batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi
penelitian, dan sistematika penulisan.

1.9.2 BAB II : PROFIL DPD PARTAI GOLKAR KABUPATEN
KARO

26

Universitas Sumatera Utara

Bab ini berisi profil ataupun struktur kepengurusan DPD Kabupaten Karo
periode 2015 - 2020

1.9.3 BAB III : MANAJEMEN PENYELESAIAN KONFLIK PARTAI
GOLKAR DI KABUPATEN KARO

Dalam bab ini, menguraikan secara rinci hasil penelitian serta menganalisis
bagaimana manjemen konflik di DPD K abupaten Karo dapat terselesaikan
dengan menyatukan kedua orang yang berkonflik di dalam kepengurusan yang
sama.

1.9.4 BAB 1V : PENUTUP

Dalam bab terakhir hal yang akan dibahas adalah kesimpulan yang
diperoleh dari hasil penelitian dan juga akan menjawab pertanyaaan terhadap
penelitian yang dilakukan. Selain itu, akan bab ini akan berisi saran-saran, baik
yang bemanfaat bagi penulis secara pribadi maupun lembaga-lembaga terkait.

27

Universitas Sumatera Utara